Anda di halaman 1dari 32

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Bambu

Bambu merupakan tanaman berumpun yang hidup di daerah tropis dan subtropis
dan termasuk dalam family gramineae dan terdapat hampir diseluruh dunia
kecuali di Eropa, Jumlah yang ada di daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara kira-
kira 80% dari keseluruhan yang ada di dunia, Di seluruh dunia diperkirakan ada
sekitar 1.000 jenis bambu dimana Indonesia memiliki 142 jenis, baik yang
endemik (hanya terdapat di satu kawasan) maupun yang tersebar di Asia
Tenggara. Sepanjang tradisi, penggunaan bambu secara luas telah banyak terlihat
dalam berbagai bentuk konstruksi. Terdapat banyak macam bambu, tetapi dari
ratusan jenis itu, hanya ada empat macam saja yang dianggap penting sebagai
jenis bambu dan yang umum dipasarkan di Indonesia, yaitu bambu Petung, bambu
Wulung, bambu Tali dan bambu Duri (Frick, 2004).

Bambu merupakan bahan bangunan yang murah dan mudah diperoleh di


Indonesia, namun kurang dimanfaatkan dalam pekerjaan konstruksi.
Dibandingkan bahan bangunan lainnya seperti beton, alumunium dan baja, bambu
merupakan bahan yang berkelanjutan karena memenuhi kriteria ekonomis (dapat
dibeli dengan harga terjangkau), ekologis (bersifat ramah lingkungan) dan
efesiensi teknis (cepat dan relatif mudah dalam pengerjaannya).

Bambu adalah salah satu dari beberapa material atau bahan konstruksi yang sudah
cukup lama dikenal di masyarakat. Sebagai material bangunan, bambu sangat
mudah didapatkan tanaman rakyat ini dikenal pertumbuhannya sangat cepat,
bambu dengan kualitas tinggi dapat diperoleh pada umur 2 sampai 5 tahun.
(Morisco, 1999).

Proses panen yang masih menyisakan rumpun bambu tidak mengganggu


keseimbangan kondisi tanah sehingga erosi dapat dihindari.
commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

Batang bambu pada umumnya berupa silinder cembung dengan diameter 1 cm


hingga 25 cm dan mempunyai ketinggian bervariasi 1 m hingga 40 m.
Diameter bambu berkurang sejalan dengan panjangnya, dari pangkal hingga
ujung. Bambu yang cembung ini secara total dipisahkan pada buku-bukunya
oleh diafragma transversal (Ghavami dan Martiseni, 1987), dikutip kembali oleh
Ghavami, 1988.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adryan (2011) menyatakan, bahwa


Pada balok beton dengan tulangan bambu polos, momen nominal hasil analisis
sebesar 0,18798 tonm, sedangkan hasil pengujian di laboratorium sebesar 0,539
tonm (retak/maksimum). Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas lentur balok
beton dengan tulangan bambu polos setara dengan 45,48% dibanding pada balok
dengan tulangan baja pada momen hasil pengujian dan 59,65% pada momen
analisis. Beban maksimum (Pmaks) yang mampu ditahan oleh balok beton
dengan tulangan bambu polos sebesar 1620 kg, sedangkan balok beton dengan
tulangan baja mengalami kenaikan sebesar 1920 kg. Lendutan maksimum yang
terjadi pada balok beton dengan tulangan baja sebesar 3,83 mm, sedangkan
pada balok beton dengan tulangan bambu polos sebesar 1,38 mm.

Muchlis (2011) dalam penelitiannya menyatakan, bahwa pada balok beton


dengan tulangan bambu pilinan, momen nominal hasil analisis sebesar 0,14707
tonm, sedangkan hasil pengujian di laboratorium sebesar 0,588 tonm. Hal ini
menunjukkan bahwa kapasitas lentur balok beton dengan tulangan bambu pilinan
setara dengan 49,62% dibanding pada balok dengan tulangan baja pada momen
hasil pengujian dan 46,66% pada momen analisis. Beban maksimum (Pmaks)
yang mampu ditahan oleh balok beton dengan tulangan bambu pilinan sebesar
1880 kg, sedangkan balok beton dengan tulangan baja mengalami kenaikan
sebesar 1660 kg. Lendutan maksimum yang terjadi pada balok beton dengan
tulangan bambu pilinan sebesar 1,97 mm.

Menurut Rahman (2011) dalam penelitianya menyatakan, bahwa penelitian ini


menggunakan bambu sebagai penguat potensial dalam beton. Dari kurva
tegangan-regangan dari bambu dapat dilihat bahwa bambu memiliki modulus
commit
elastisitas yang rendah dibandingkan to user
dengan baja, jadi tidak dapat mencegah retak
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

beton di bawah beban ultimate. Tetapi dari uji lentur balok bertulangan bambu,
telah diketahui bahwa menggunakan bambu sebagai tulangan dalam beton dapat
meningkatkan beban daya dukung balok dengan dimensi yang sama. Untuk balok
beton bertulangan bambu tunggal beban daya dukung meningkat sekitar 2 kali dan
balok beton bertulangan bambu ganda sekitar 2,5 kali dibandingkan dengan balok
beton polos yang memiliki dimensi yang sama. Defleksi maksimum balok
bertulangan tunggal 4,5 kali dan balok bertulangan ganda 8 kali dibandingkan
dengan beton polos.

Berikut ini adalah potongan melintang bambu dengan bagian-bagaiannya:

1. Kulit luar
Kulit luar adalah bagian yang paling luar atau paling atas, biasanya berwarna hijau
atau hitam. Tebal kulit bambu relative seragam pada sepanjang batang yaitu
kurang lebih 1mm, sifatnya keras dan kaku. Maka dari itu bambu yang tipis akan
mempunyai porsi kulit besar, sehingga kekuatan rerata tinggi, sedangkan pada
bambu tebal berlaku sebaliknya (Morisco, 1999).

2. Bambu bagian luar


Bagian ini terletak dibawah kulit atau diantara kulit luar dan bagian tengah. Tebal
bagian ini kurang lebih 1mm, sifatnya keras dan kaku.

3. Bagian tengah
Bagian tengah terletak dibawah luar atau antara bagian luar dan bagian dalam,
disebut juga daging bambu. Tebalnya kurang lebih 2/3 dari tebal bambu, seratnya
padat dan elastis. Untuk bagian tengah yang paling bawah sifat seratnya agak
kasar

4. Bagian dalam
Bagian dalam adalah bagian yang paling bawah dari tebal bambu, sering disebut
pula hati bambu. Sifat seratnya kaku dan mudah patah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

Secara umum batang bambu terbagi atas dua bagian yaitu:

1. Nodia (ruas/buku bambu)


Nodia adalah bagian terlemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu batang dari
bambu, karena pada nodia sebagian serat bambu berbelok, pada nodia arah gaya
tidak lagi sejajar semua serat (Morisco,1999). Secara umum nodia mempunyai
kapasitas memikul beban yang tidak efektif baik dari segi kekuatan maupun
deformasi. Meskipun demikian adanya nodia pada batang bambu mencegah
adanya tekuk lokal yang sangat penting pada perancangan bambu sebagai elemen
tekan (kolom).

2. Internodia (antar ruas)


Internodia adalah daerah antar nodia, semua sel yang terdapat pada internodia
mengarah pada sumbu aksial, sedang pada nodia mengarah pada sumbu
transversal. Bagian internodia adalah bagian terkuat dari bambu, sehingga
mempunyai kapasitas memikul beban yang efektif. Tiap-tiap jenis bambu
memiliki panjang internodia yang berbeda-beda.

Dalam penelitian ini, digunakan jenis bambu dengan nama bambu Ori (Bambusa
bambos Becke) yang mempunyai diameter menacapai 7 - 18 cm, tebal dinding 10 -
15 mm, dan tinggi batang dapat mencapai 15 - 30 m.

2.1.2. Sifat-Sifat Bambu

Untuk memenuhi persyaratan ekonomis, keamanan, dan kenyamanan bagi


penggunanya, maka diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai sifat mekanik
dan sifat fisika dari bahan bambu yang akan dimanfaatkan sebagai alternatif
tulangan beton untuk struktur bangunan sederhana melalui uji laboratoriun.

1. Sifat Mekanik Bambu

a. Kuat Tarik
Menurut Morisco berdasarkan penelitiannya pada tahun 1994-1999 dalam
membandingkan kuat tarik bambu Ori dan Petung dengan baja struktur
bertegangan leleh 2400 kg/cm2, dilaporkan kuat tarik kulit bambu Ori cukup
tinggi yaitu hampir mencapai 5000 kg/cm2 atau sekitar dua kali tegangan leleh
baja. Untuk spesimen dari bambu commit to user
petung kuat tarik reratanya juga lebih tinggi dari
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

tegangan leleh baja, hanya satu spesimen saja yang kuat tariknya dibawah
tegangan leleh baja.

Gambar 2.1. Diagram Tegangan – Regangan Bambu dan Baja


(Sumber: Morisco, 1999)

Untuk melengkapi penelitiannya, Morisco (1999) juga melakukan pengujian


spesimen pada beberapa macam bambu untuk mengetahui perbedaan kekuatan
bambu bagian luar dengan bagian dalam. Bambu dibelah tangensial sehingga
tebalnya sekitar setengah tebal bambu utuh (Gambar 2.2) hasil pengujian
disajikan dalam Tabel 2.1. Hasil pengujian menunjukan bahwa bambu bagian luar
memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dari pada bagian dalam, karena bambu
bagian luar terdapat kulit bambu yang berkontribusi besar bagi kuat tariknya.

Gambar 2.2 Pengambilan Spesimen Bambu


(Sumber: Morisco, 1999)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.1 Kuat tarik bambu tanpa buku/nodia kering oven


Tegangan tarik (MPa)
Jenis bambu
Bagian dalam Bagian Luar
Ori 164 417
Petung 97 285
Wulung 96 237

(Sumber: Morisco, 1999)

Pada Tabel 2.2 dibawah menunjukan perbedaan kekuatan tarik sejajar sumbu
batang pada bambu tanpa buku dengan kekuatan tarik sejajar sumbu batang pada
bambu yang memiliki buku. Buku/nodia merupakan bagian batang bambu yang
paling lemah karena sebagai serat bambu berbelok dan sebagian lagi tetap lurus,
sehingga pada buku arah gaya tidak lagi sejajar semua serat. Mengingat buku
adalah bagian terlemah maka pada perancangan struktur bambu sebagai batang
tarik perlu didasarkan pada bagian buku.

Tabel 2.2 Kuat tarik rerata bambu kering oven


Tegangan tarik (MPa)
Jenis bambu
Tanpa Nodia Dengan Nodia
Ori 291 128
Petung 190 116
Wulung 166 147

(Sumber: Morisco, 1999)

b. Kuat Tekan
Kekuatan tekan merupakan kekuatan bambu untuk menahan gaya dari luar yang
datang pada arah sejajar serat yang cenderung memperpendek atau menekan
bagian bambu secara bersama-sama (Pathurahman, 1998).

Gaya tekan yang bekerja sejajar serat bambu akan menimbulkan bahaya tekuk
pada bambu sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan
menimbulkan retak pada bambu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

c. Kuat geser

Kekuatan geser adalah ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya


menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian bambu bergeser dari bagian lain
didekatnya.

Kuat geser bambu sangat rendah, maka dari itu perancangan bambu sebagai
struktur batang tunggal lebih efektif bila dibandingkan batang ganda. Namun
perkembangan teknologi penyambungan bambu seperti yang dilakukan Mardjono
dan Morisco telah menjawab masalah ini yaitu dengan membuat sambungan
bambu sebagai bahan komposit.

d. Kuat lentur

Kuat Lentur adalah ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur (Beban) yang
bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat di tengah-tengah bahan yang di
tumpu pada kedua ujungnya tanpa terjdi perubahan bentuk yang tetap.

Kuat Lentur dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kuat Lentur statik dan
kuat Lentur pukul. Kuat Lentur statik menunjukkan kekuatan bambu dalam
menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan kuat Lentur pukul
adalah kekuatan bambu dalam menahan gaya yang mengenainya secara
mendadak.

2. Sifat Fisika Bambu

a. Kadar air dan Berat jenis


Menurut Leise (1980), kandungan air dalam batang bambu bervariasi baik arah
memanjang maupun arah melintang. Hal itu juga tergantung pada umur, waktu
penebangan, dan jenis bambu. Kadar air pada masing-masing bambu dapat
berbeda hal tersebut dikarenakan pengaruh keadaan udara/atmosfir.

Sedangkan Berat jenis bambu adalah perbandingan berat bambu terhadap berat
suatu volume air yang sama dengan volume bambu tersebut. Berat jenis dan
kerapatan bambu menentukan sifat fisika dan mekanikanya. Hal ini disebabkan
nilai berat jenis dan kerapatan bambu ditentukan oleh banyaknya zat kayu.
commit to user
Menurut Leise (1980), berat jenis bambu berkisar antara 0,5 – 0,9 gr/cm2.
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.3 Berat Jenis Dari 6 Jenis Bambu (gr/cm2)


Jenis Nilai berat jenis
Apus 0,590
Legi 0,613
Wulung 0,685
Petung 0,717
Ori 0,744
Ampel 0,769
Rata-rata 0,685

Sumber : Hakim, 1987

b. Penyusutan

Menurut Prawiroatmodjo (1990), perubahan dimensi bambu tidak sama dalam


ketiga arah struktur radial, tangensial dan longitudinal sehingga kayu atau bambu
bersifat anisotropik. Diperlukan pemahaman dalam pengerjaan dan penggunaan-
nya sebagai material struktur, hal tersebut dikarenakan bambu dikenal sebagai
bahan yang memiliki angka penyusutan yang tinggi.

3. Tegangan Ijin Bambu Untuk Perancangan

Dalam perancangan struktur, bangunan yang akan dibuat harus ekonomis, aman
dan tidak mengkhawatirkan. Kekuatan bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan, kesuburan tanah serta lokasi tempat tumbuh. Perancangan struktur
harus didasarkan kekuatan bambu dengan memperhitungkan faktor aman
secukupnya.

Sebagian wilayah di Indonesia banyak dijumpai bangunan yang memakai bambu


untuk bahan bangunan, maka Pusat penelitian dan Pengembangan Pemukiman
sebagai salah satu lembaga pemerintah yang bernaung dibawah Departemen
Pekerjaan Umum telah melakukan penelitian mendalam tentang bambu khususnya
untuk mengetahui sifat fisik dan mekanika bambu yang digunakan sebagai
pedoman bagi masyarakat. Dalam laporannya Tular dan Sutidjan (1961) dalam
Morisco (1999) nilai modulus elastisitas E bambu berkisar 98070-294200 kg/cm2,
tetapi untuk perancangan dipakai E sebesar 294200 kg/cm2. Adapun hasil
commit to user
penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.4.
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.4 Kuat batas dan tegangan ijin bambu


Macam tegangan Kuat batas Tegangan ijin
(kg/cm2) (kg/cm2)
Tarik 981-3920 294,2
Lentur 686-2940 98,07
Tekan 245-981 78,45
E. Tarik 98070-294200 196100
(Sumber: Tular dan Sutidjan, 1961 dalam Morisco, 1999)

Kemudian pada tahun 1987, departemen yang sama melakukan penelitian lanjutan
terhadap 3 spesies bambu di Indonesia antara lain Gigantochloa apus Kurz,
Gigantochloa Verticillata Munro, dan Dendrocalamus asper Backer. Tabel 2.5
menunjukan hasil pengujian berdasarkan laporan Siopongco dan Munandar
(1987) dalam Morisco (1999).

Tabel 2.5 Hasil pengujian 3 spesies bambu, Gigantochloa apus Kurz,


Gigantochloa Verticillata Munro, dan Dendrocalamus asper Backer...............
Sifat Kisaran Jumlah Spesimen
Kuat tarik 1180-2750 kg/cm2 234
Kuat lentur 785-1960 kg/cm2 234
Kuat tekan 499-588 kg/cm2 234
E tarik 87280-313810 kg/cm2 54
E tekan 55900-211820 kg/cm2 234
Batas regangan tarik 0,0037-0,0244 54
Berat jenis 0,67-0,72 132
Kadar lengas 10,04-10,81% 117
(Sumber: Siopongco dan Munandar, 1987 dalam Morisco, 1999)

Tegangan ijin yang direkomendasikan di atas dapat dipakai pada berbagai macam
bambu. Tegangan ijin rekomendasi tersebut cenderung berada pada sisi aman,
sehingga apabila digunakan sebagai dasar perancangan akan memperoleh struktur
yang konservatif (Morisco, 1999). Lebih lanjut (Morisco, 1999) menambahkan
bahwa untuk mendapatkan hasil perancangan yang baik, yaitu aman dan
ekonomis, maka pengujian kekuatan bahan perlu dilakukan. Hasil yang diperoleh,
sebelum dipakai untuk perancangan perlu dikombinasikan dengan faktor aman
secukupnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

2.1.3. Beton Normal

Beton merupakan bahan gabungan yang terdiri dari agregat kasar (batu pecah atau
kerikil) dan agregat halus (pasir) yang dicampur semen sebagai bahan perekatnya
dan air sebagai bahan pembantu untuk keperluan untuk reaksi kimia selama proses
pengerasan dan perawatan beton berlangsung (chemical admixture) atau bahan
pengisi tertentu bila diperlukan (Neville, 1987).

Beton didefinisikan sebagai campuran antara semen portland atau semen hidraulik
yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan
membentuk massa padat (SK SNI T-15-1991-03).

Beton normal merupakan beton yang cukup berat, dengan berat 2400 kg/m ³, kuat
tekan 15 sampai 40 MPa dan menghantarkan panas. Agregat dalam bahan
penyusun beton paling berpengaruh terhadap berat beton yang tinggi. Pada beton
normal biasanya digunakan agregat yang berat jenisnya antara 2,5 sampai 2,7
kg/m³, seperti granit, basalt, kuarsa dan sebagainya

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain-
lain) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat
mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik
penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu
musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan (Murdok &
Brooks, 1999).

Beton sering digunakan dalam konstruksi bangunan dikarenakan mempunyai


banyak sekali kelebihan diantaranya adalah :

1. Bahan pembentuk beton mudah didapat dengan harga relatif murah.


2. Beton tahan terhadap aus dan juga api atau kebakaran.
3. Beton segar mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dengan
ukuran seberapapun sesuai keinginan, cetakan dapat dipakai beberapa
kali sehingga ekonomis dan menjadi lebih murah.
4. Perawatannya mudah dan murah.
5. Beton segar dapat disemprotkan dipermukaan beton lama yang retak maupun
diisikan ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan dan dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

dipompakan sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat


yang posisinya sulit.
6. Beton sangat kuat dalam menahan tekan serta mempunyai sifat tahan
terhadap perkaratan dan pembusukan oleh kondisi lingkungan. Bila
dibuat dengan cara baik kuat tekannya sama dengan batuan alami.

Beton juga mempunyai kelemahan yang perlu ditinjau oleh perencanaan dalam
merencanakan struktur bangunan, antara lain :

1. Beton mempunyai kuat tarik rendah, sehingga mudah retak, oleh karena itu
perlu diberi baja tulangan atau serat.
2. Beton sulit untuk kedap air sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air,
air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.
3. Beton keras mengembang jika basah sehingga dilatasi (contraction joint)
perlu diadakan pada beton yang panjang atau lebar untuk memberi tempat
bagi susut pengerasan dan pengembangan beton.
4. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan didetail
secara seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi
bersifat daktail, terutama pada struktur tahan gempa.

2.2. Landasan Teori


2.2.1. Material Penyusun Beton

Pemilihan bahan pembentuk beton yang mempunyai kualitas baik, perhitungan


proporsi campuran yang tepat, cara pengerjaan dan perawatan yang baik dan
penambahan bahan tambah yang tepat dengan kadar yang optimum yang
diperlukan akan menentukan kualitas beton yang dihasilkan. Bahan pembentuk
beton diantaranya adalah semen, agregat, air, dan bahan tambahan.

2.2.1.1. Semen Portland

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling
terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat
hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih
bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan
commit to user
tambahan lain (SNI 15-2049-2004).
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Semen PPC berfungsi sebagai perekat antara butir-butir agregat agar terjadi suatu
massa yang padat dan mengisi juga rongga-rongga diantara butir agregat.

Bahan dasar pembentuk semen Portland terdiri dari kapur, silika, alumina dan
oksida besi. Oksida tersebut bereaksi membentuk suatu produk yang terbentuk
akibat peleburan.

Unsur-unsur pembentuk semen dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut ini :

Tabel 2.6. Susunan Unsur Semen Portland

Oksida Persen (%)


Kapur (CaO) 60 – 65
Silika (SiO2) 17 - 25
Alumina (Al2O3) 3-8
Besi (Fe2O3) 0,5 - 6
Magnesium (MgO) 0,5 - 4
Sulfur (SO3) 1-2
Soda/ (Na2O+K2O) 0,5 – 1

(Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996)

Menurut Kardiyono Tjokrodimuljo unsur yang paling penting pada semen ada
empat buah, yaitu:

1. Trikalsium Silikat (C2S) atau 3CaO.SiO2


2. Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO 2
3. Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O 3

4. Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O 3.Fe2O 3

Berdasarkan tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi


lima jenis seperti tertera pada Tabel 2.7.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.7. Jenis-jenis Semen Portland


Jenis
Karakteristik Umum
Semen
Jenis I Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus
Jenis II Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang
Jenis III Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan
awal yang tinggi setelah terjadi pengikatan
Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut panas
hidrasi yang rendah
Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut ketahanan
yang kuat terhadap sulfat
(Sumber : Tjokrodimuljo, 1996)

2.2.1.2. Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisian
dalam campuran mortar dan beton. Agregat ini akan menempati sebanyak 60%
sampai 80% dari volume mortar atau beton. Meskipun hanya sebagai bahan
pengisi, namun agregat sangat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton,
sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan
mortar atau beton. Berdasarkan ukuran besar butirnya, agregat yang dipakai
dalam adukan beton dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

A. Agregat Halus

Agregat halus merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14–
5 mm yang didapat dari hasil penghancuran batuan alam (natural sand) atau
dapat juga dengan memecahnya (artificial sand), tergantung dari kondisi
pembentukan terjadi.

Syarat pengujian agregat halus yang harus dipenuhi sebelum digunakan sebagai
bahan penyusun beton. Beberapa pengujian dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pengujian Kadar Lumpur

Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak boleh lebih dari 5%
dari berat kering agregat. Kadar lumpur agregat halus dapat dihitung dengan
rumus berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id


൸aȖaϜ 菱um uϜ퓠 100% .............................................................(2.1)

Dengan :
G0 = Berat kering pasir awal sebelum pencucian (100 gram)
G1 = Berat kering pasir akhir setelah pencucian (gram)

2. Pengujian Kadar Zat Organik


Kandungan zat organik dapat membahayakan bila terlalu banyak terdat pada
campuran beton karena sifatnya yang mudah terurai membuatnya cepat
membusuk sehingga menimbulkan pori. Kandungan zat organik pada agregat
halus dapat diuji menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan persyaratan
dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI NI-2, 1971).

Tabel 2.8. Pengaruh Zat Organik Terhadap Persentase Penurunan Kekuatan Beton
No. Warna Persentase kandungan zat organic
1 Jernih 0%
2 Kuning muda 0 % - 10 %
3 Kuning tua 10 % - 20 %
4 Kuning kemerahan 20 % - 30 %
5 Coklat kemerahan 30 % - 50 %
6 Coklat tua 50 % - 100 %
(Sumber : Rooseno, 1995)

3. Pengujian Spesific Gravity


Pengujian spesific gravity agregat halus bertujuan untuk mendapatkan:
a. Untuk mengetahui bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir
dalam kondisi kering dengan volume pasir total.
b. Untuk mengetahui bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat
pasir jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume pasir total.
c. Untuk mengetahui apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat
pasir kering dengan volume butir pasir.
d. Untuk mengetahui daya serap (aborbsion), yaitu perbandingan antara berat air
yang diserap dengan berat pasir kering.
Besaran nilainya dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut:

Bulk Specific gravity = ..................................................(2.2)


ⷘƼƼ飰
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

ⷘƼƼ
Bulk Specific gravity SSD = ...................................................(2.3)
ⷘƼƼ飰

Apparent Specific gravity = ......................................................(2.4)


ⷘƼƼ飰
Absorbtion = 100% .............................................(2.5)

Dengan : a = Berat pasir kering oven (gram)


b = Berat volume tricflash berisi air (gram)
c = Berat volume tricflash berisi pasir dan air (gram)
500 = Berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram)

4. Pengujian Gradasi
Gradasi pada pasir sebagai agregat halus menentukan sifat workability dan kohesi
dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat halus sangat diperhatikan.
Pengujian gradasi agregat halus menggunakan standar pengujian ASTM C-33.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui gradasi atau variasi diameter butiran
pasir, Persentase dan modulus kehalusannya. Modulus kehalusan adalah angka
yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehausan butir pasir. Modulus
kehalusan pasir dihitung menggunakan persamaan berikut:

Modulus kehalusan pasir = ................................................................(2.6)

Dengan : d = ∑ Persentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan.
e = ∑ Persentase berat pasir yang tertinggal.

Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.9 berikut ini :

Tabel 2.9. Persyaratan Gradasi Agregat Halus


Ukuran Saringan Persentase Lolos Saringan (%)
9,5 mm (3/8 in) 100
4,75 mm (No.4) 95 – 100
2,36 mm (No.8) 80 – 100
1,18 mm (No.16) 50 – 85
600 mm (No.30) 25 – 60
300 mm (No.50) 5 – 30
150 mm (No.100) 0 – 10
(Sumber : ASTM C33-03) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

B. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya sudah melebihi 5 mm (PBI
1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil
adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami dari batu-batuan dan
berbentuk agak bulat serta permukaannya yang licin, sedangkan batu pecah
(kricak) ialah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling/dipecah menjadi
pecahan-pecahan berukuran 5 – 70 mm.

Sama seperti agregat halus, agregat kasar juga harus memenuhi beberapa syarat
pengujian sebelum digunakan sebagai bahan penyusun beton.
Beberapa pengujian dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pengujian Gradasi Agregat Kasar


Gradasi pada pasir sebagai agregat kasar menentukan sifat pengerjaan dan sifat
kohesi dari campuran beton, sehingga gradasi pada agregat kasar sangatlah
diperhatikan. Pengujian gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian
ASTM C-33. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui gradasi atau variasi
diameter butiran kerikil, Persentase dan modulus kehalusannya. Modulus
kehalusan adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya tingkat kehalusan
butir pasir. Modulus kehalusan pasir dihitung menggunakan persamaan berikut:

Persentase yang hilang = 100% ................................................(2.7)

Dengan : a = berat awal (gram)


b = berat setelah diayak (gram)
Modulus Kehalusan = .............................................................(2.8)

Dengan : m = ∑ Persentase kumulatif serta agregat kasar yang


tertinggal selain dalam pan.
n = ∑ Persentase berat agregat kasar yang tertinggal.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.10 berikut ini :

Tabel 2.10. Persyaratan Gradasi Agregat Kasar

Ukuran Saringan Persentase Lolos Saringan (%)


2 in (50 mm) 100
1,5 in (38 mm) 95 – 100
3/4 in (19 mm) 35 – 70
3/8 in (9,5 mm) 10 – 30
No.4 (4,75 mm) 0–5
(Sumber : ASTM C33-03)

2. Pengujian Abrasi Agregat Kasar


Agregat kasar harus memiliki ketahanan terhadap keausan akibat gesekan. Bagian
yang hilang akibat gesekan tidak boleh lebih dari 50%.

Persentase berat yang hilang dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:



Persentase yang hilang = 100% ................................................(2.9)

Dengan : a = berat sampel oven mula-mula.


b = berat sampel tertahan pada ayakan.

3. Pengujian Specifik Gravity


Pengujian spesific gravity agregat kasar bertujuan untuk mendapatkan:
a. Untuk mengamati bulk spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil
dalam kondisi kering dengan volume pasir total.
b. Untuk mengetahui bulk spesific SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil
jenuh dalam kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total.
c. Untuk mengetahui apparent spesific gravity, yaitu perbandingan antara berat
kerikil kering dengan volume butir kerikil.
d. Untuk mengetahui daya serap (absorbsion), yaitu perbandingan antara berat air
yang diserap dengan berat kerikil kering.

Besaran nilainya dapat dicari dengan persamaan berikut:

Bulk Spesific Gravity =commit to user


......................................................(2.10)

perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Bulk Spesific Gravity SSD = ......................................................(2.11)


Apparent Spesific Gravity = ......................................................(2.12)



Absorbsion = 100% ...........................................(2.13)

Dengan : a = Berat agregat kasar (3000 gram)


b = Berat agregat kasar setelah direndam 24 jam (gram)
c = Berat agregat kasar jenuh (gram)

2.2.1.3. Air

Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi dengan semen, untuk
membasahi agregat dan untuk campuran agar mudah pengerjaannya. Di dalam
adukan beton, air mempunyai dua fungsi, yang pertama adalah untuk
memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan antara
pasta semen dengan agregat pada saat terjadinya pengerasan, dan yang kedua
adalah sebagai pelumas campuran kerikil, pasir, dan semen agar mudah
dikerjakan dalam proses pengadukan, penuangan, maupun pemadatan.

Air yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula untuk bahan
campuran beton, tetapi tidak berarti air bahan campuran harus memenuhi
persyaratan air minum. Jika diperoleh air dengan standar air minum, maka dapat
dilakukan pemeriksaan secara visual yang menyatakan bahwa air tidak berwarna,
tidak berbau, tidak asin dan cukup jernih. Jika masih diragukan, dapat dilakukan
uji Laboratorium sehingga memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.


2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat
organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

2.2.2. Mix Design

Rencana campuran beton bertujuan untuk menentukan proporsi campuran


material pembentuk beton agar memenuhi persyaratan umum maupun teknis,
sehingga menghasilkan mutu beton sesuai dengan yang direncanakan.

Perancangan proporsi campuran beton ini menggunakan metode SNI 03-2834-


2000 tentang (Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal), adapun
langkah-langkah rencana campuran beton (mix design) adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu dan
nilai standar deviasi (Sr) berdasarkan hasil pengalaman praktek pelaksana.
b. Menghitung nilai tambah (margin) (M) dengan rumus berikut:

M = 1,64 Sr ............................................................................................(2.14)

Dengan : M = nilai tambah, MPa


1,64 = tetapan statistik tergantung % kegagalan maksimal 5%)
Sr = deviasi standar rencana
c. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f’cr) dengan rumus:

f’cr = f’c + M ........................................................................................(2.15)

Dengan : f’cr = kuat tekan rerata, MPa


f’c = kuat tekan yang disyaratkan, MPa
M = nilai tambah, MPa
d. Menetapkan jenis semen PPC kegunaan tipe 1.
e. Menentukan jenis agregat, berupa agregat alami atau batu pecah berdasarkan
Tabel 2.11.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.11. Perkiraan Kekuatan Tekan (MPa) Beton dengan Faktor Air-Semen,
dan Agregat Kasar yang Biasa dipakai di Indonesia
Kekuatan tekan (MPa)
Jenis semen Jenis agregat kasar Pada umur (hari) Bentuk
3 7 28 91 benda uji
Batu tak
Semen Portland 17 23 33 40 Silinder
dipecahkan
Tipe I Atau 19 27 37 45
Batu pecah
Semen tahan Batu tak
20 28 40 48 Kubus
sulfat dipecahkan
23 32 45 54
Tipe II, V Batu pecah
Semen Portland Batu tak
21 28 38 44 Silinder
Tipe III dipecahkan
25 33 44 48
Batu pecah
Batu tak
25 31 46 53 Kubus
dipecahkan
30 40 53 60
Batu pecah
(Sumber: SNI 03-2834-2000)
f. Menetapkan faktor air-semen berdasarkan jenis semen, jenis agregat kasar dan
kuat tekan rata-rata.
g. Menetapkan faktor air-semen maksimum berdasarkan Tabel 2.12.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.12. Persyaratan Jumlah Semen Minimum Dan Faktor Air Semen
Maksimum Untuk Berbagai Macam Pembetonan Dalam Lingkungan
Khusus
Jumlah Semen Nilai faktor
3
Lokasi minimum per m Air-Semen
beton (kg) Maksimum
Beton di dalam ruang bangunan:
a. keadaan keliling non-korosif 275 0,60
b. keadaan keliling korosif 325 0,52
disebabkan oleh kondensasi atau
uap korosif
Beton di luar ruangan bangunan : 325 0,60
a. tidak terlindung dari hujan dan
terik matahari langsung 275 0,60
b. terlindung dari hujan dan terik
matahari langsung
Beton masuk ke dalam tanah : 325 0,55
a. mengalami keadaan basah dan
kering berganti-ganti Tabel
b. mendapat pengaruh sulfat dan
alkali dari tanah
Beton yang kontinyu berhubungan :
a. air tawar Tabel
b. air laut
(Sumber: SNI 03-2834-2000)
h. Menentukan nilai slump.
i. Menetapkan besar butir agregat maksimum.
j. Menetapkan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan
ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan nilai slump yang diinginkan.

Tabel 2.13. Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3) Yang Dibutuhkan Untuk
Beberapa Tingkat Kemudahan Pekerjaan Adukan Beton
Besar Ukuran Jenis Slump (mm)
Maks. Kerikil (mm) Batuan 0 − 10 10 − 30 30 – 60 60 − 180
Alami 150 180 205 225
10
Batu pecah 180 205 230 250
Alami 135 160 180 195
20
Batu pecah 170 190 210 225
Alami 115 140 160 175
40
Batu pecah 155 175 190 205
(Sumber: SNI 03-2834-2000) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

k. Menghitung Berat semen yang diperlukan dan kebutuhan semen minimum


berdasarkan Tabel 2.12.
l. Menentukan daerah gradasi agregat halus berdasarkan Tabel 2.14 berikut:
Tabel 2.14. Daerah Gradasi Agregat Halus
Lubang Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan
Ayakan (mm) 1 2 3 4
10 100 100 100 100
4,8 90 – 100 90 - 100 90 - 100 95 – 100
2,4 60 – 95 75 - 100 85 - 100 95 – 100
1,2 30 – 70 55 - 90 75 - 100 90 – 100
0,6 15 – 34 35 - 59 60 - 79 80 – 100
0,3 5 – 20 8 – 30 12 - 40 15 – 50
0,15 0 – 10 0 – 10 0 - 10 0 – 15

m. Menetapkan nilai perbandingan antara agregat halus dan agregat kasar.


n. Menghitung nilai berat jenis agregat campuran dengan rumus:
P K
Bj. Camp = bj .ag .halus + bj.ag .kasar ......................................(2.16)
100 100
Dengan : Bj. Camp = berat jenis agregat campuran
bj. ag. halus = berat jenis agregat halus
bj. ag. Kasar = berat jenis agregat kasar
P = persentase agregat halus terhadap agregat campuran
K = persentase agregat kasar terhadap agregat campuran
o. Menghitung kebutuhan agregat campuran dengan rumus:
Wpasir + kerikil = Wbeton - kebutuhan air – kebutuhan semen ......................(2.17)
p. Menghitung berat agregat halus yang diperlukan dengan rumus:
Wpasir = (Persentase agregat halus) x Wpasir+ kerikil ....................................(2.18)
q. Menghitung berat agregat kasar yang diperlukan dengan rumus:
Wkerikil = Wpasir + kerikil - Wpasir ...................................................................(2.19)

2.2.3. Baja Tulangan

Beton tidak mampu menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu sehingga
diperlukan perkuatan penulangan yang akan menahan gaya tarik yang timbul
dalam suatu sistem struktur. Di dalam setiap struktur beton bertulang, harus dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

diusahakan supaya tulangan baja dan beton dapat mengalami deformasi secara
bersamaan, dengan maksud agar terdapat ikatan yang kuat diantara keduanya.

Jenis baja yang sering digunakan untuk bahan struktur bangunan adalah baja
karbon lunak (kandungan karbon 0,3 – 0,9 %). Baja karbon merupakan material
yang daktail, artinya mampu mengalami deformasi besar tanpa mengalami
keruntuhan. Sifat daktail baja dapat diketahui dari diagram tegangan-regangan
(stress-strain) dari hasil uji tarik maksimal seperti Gambar 2.3.

s
C
D
A B

O e
ela stis ha rd en in g

p la stis softe ning

Gambar 2.3. Diagram Tegangan-Regangan Hasil Uji Tarik Baja.

Tegangan pada titik A merupakan tegangan proporsional yang nilainya sangat


dekat dengan tegangan leleh (fy). Garis O-A merupakan fase elastis dimana
kemiringan garis O-A menunjukkan modulus elastisitas baja atau modulus young
(E). Garis A-B merupakan daerah plastis dimana setelah mencapai titik B
tegangan dan regangan meningkat kembali hingga mencapai tegangan dan
regangan maksimum di titik C yang disebut tegangan ultimate (kuat tarik baja).
Garis B-C merupakan fase pengerasan (hardening), dimana setelah melewati titik
C tegangan mulai menurun dan akhirnya baja putus di D.

Modulus elastisitas baja (E baja) kurang lebih 210000 MPa atau 29000 ksi. Di
atas batas elastis, tegangan yang terjadi relatif konstan sedangkan regangan terus
bertambah hingga mencapai titik B. Garis A-B menunjukkan keadaan plastis.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

2.2.4. Sifat Fisika dan Mekanika Bambu

Pengujian sifat fisika dan mekanika bambu dilakukan mengikuti standar


pengujian ISO 3129-1975 dan Bamboo Current Research.

2.2.4.1. Kadar Air, Berat Jenis, dan Kerapatan

Menurut Leise (1980), kandungan air dalam batang bambu bervariasi baik arah
memanjang maupun arah melintang. Hal itu juga tergantung pada umur, waktu
penebangan, dan jenis bambu.

Pengujian kadar air bambu dilakukan dengan mengeringkan sampel benda uji
dalam oven dengan suhu sekitar (103±2ºC) sampai berat sampel menjadi konstan.
Untuk menghitung kadar air benda uji tersebut dapat digunakan persamaan
2 .20.

Wb - Wa
Ka = 100% .................................................................................(2.20)
Wa
Dengan: Ka = Kadar air bambu (%)
Wb = Berat benda uji sebelum di oven (gram)
Wa = Berat benda uji kering oven (gram)

Penghitungan besarnya berat jenis kering tanur bambu dipergunakan Persamaan


2.21 dengan benda uji sama seperti benda uji kadar air.

Wa
BJ = ...................................................................................................(2.21)
Gb

Dengan : BJ = Berat jenis bambu


Wa = Berat benda uji kering oven (gram)
Gb = Berat air yang volumenya sama dengan volume benda uji
kering oven (gram)

Sedangkan pengujian kerapatan bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.22.


mw
rw = ....................................................................................................(2.22)
Vw

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

Dengan : rw = Kerapatan bambu pada kadar air w (gram/cm3)

mw = Massa bambu pada kadar air w (gram)


Vw = Volume bambu pada kadar air w (cm3)

2.2.4.2. Kuat Tarik, Kuat Tekan, Kuat Geser, dan Kuat Lentur

Pengujian sifat mekanika bambu dilakukan dengan mesin Universal Testing


Machine (UTM). Untuk pengujian kuat tarik sejajar serat dapat dihitung
menggunakan Persamaan 2.23.

Pmaks
s tr // = .............................................................................................(2.23)
A

Dengan : s tr // = Kuat tarik sejajar serat (MPa)

Pmaks = Gaya tarik maksimal bambu (N)


A = tebal x lebar = luas bidang yang tertarik (mm2)

Pengujian kuat tekan sejajar serat bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.24.

Pmaks
s tk // = .............................................................................................(2.24)
A

Dengan : s tk // = Kuat tekan sejajar serat (MPa)

Pmaks = Gaya tekan maksimal bambu (N)


A = tebal x lebar = luas bidang yang tertekan (mm2)

Pengujian kuat geser sejajar serat bambudihitung menggunakan Persamaan 2.25.

Pmaks
t // = ...............................................................................................(2.25)
A
Dengan : t // = Kuat geser sejajar serat (MPa)
Pmaks = Gaya geser maksimal bambu (N)
commit to user
A = tebal x panjang = luas bidang yang tergeser(mm2)
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

Selanjutnya untuk menghitung kuat lentur (MOR) dan modulus elastisitas (MOE)
bambu dihitung dengan menggunakan persamaan 2.26 dan 2.27.

3Pmaks L
MOR = ..........................................................................................(2.26)
2bt 2
Pmak s L3
MOE = ............................................................................................(2.27)
4bt 3d
Dengan : MOR = Modulus lentur bambu (MPa)
MOE = Modulus elastisitas bambu (MPa)
Pmaks = Beban maksimum (N)
L = Panjang (mm)
b = Lebar bambu (mm)
t = Tebal bambu (mm)
d = Lendutan proporsional dari benda uji (mm)

2.2.5. Balok
2.2.5.1. Kuat Lentur Balok

Kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton yang diletakan pada dua
perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, yang
diberikan padanya, sampai benda uji patah dan dinyatakan dalam Mega Pascal
(MPa) gaya tiap satuan luas (SNI 03-4431-1997).

Gambar 2.4 Perletakan dan Pembebanan Balok Uji


(Sumber: SNI 03-4431-1997)

Rumus-rumus penghitungan yang digunakan dalam metode pengujian kuat lentur


beton dengan 2 titik pembebanan commit to user berikut:
adalah sebagai
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

1. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di daerah pusat pada 1/3 jarak
titik perletakan pada bagian tarik dari beton seperti Gambar 2.5 (a), maka kuat
lentur beton dihitung menurut persamaan:

PL
s1 = ...................................................................................................(2.28)
bh 2

2. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (diluar daerah 1/3
jarak titik perletakan) di bagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik
patah kurang dari 5% dari panjang titik perletakan seperti Gambar 2.5 (b),
maka kuat lentur beton dihitung menurut persamaan:

3Pa
s1 = .................................................................................................(2.29)
bh2

Dengan: s1 = Kuat lentur benda uji (MPa)


P = Beban tertinggi yang dilanjutkan oleh mesin uji ( pembacaan
dalam ton sampai 3 angka dibelakang koma)
L = Jarak (bentang) antara dua garis perletakan (mm)
b = Lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm)
h = Lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm)
a = Jarak rat-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar
yang terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi titik dari bentang
(m).

3. Untuk benda uji yang patahnya di luar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik beton
dan jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5% bentang, hasil
pengujian tidak dipergunakan. Daerah patah pada balok uji dapat dilihat pada
Gambar 2.5.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

(a) (b)
Gambar 2.5. Daerah Patah Pada Balok Uji
(Sumber: SNI 03-4431-1997)

Pada penelitian yang dilakukan Pathurahman, (2003), menunjukkan bahwa


keruntuhan yang terjadi pada benda uji balok beton ukuran 150 x 200 x 2000 mm
diawali dengan retaknya beton. Retak yang selalu terjadi pada awal proses
keruntuhan adalah retak lentur ditandai dengan pola retak yang tegak lurus. Secara
umum retak tersebut terjadi pada saat beban mencapai di atas 90% dari beban
teoritis atau sekitar 78% dari beban runtuh. Retak awal biasanya terjadi pada
daerah pembebanan di sekitar tumpuan rol, kemudian retak terjadi di daerah
tengah bentang selanjutnya di daerah sekitar sendi, atau sebaliknya.

2.2.5.2. Anggapan-Anggapan

Menurut Istimawan (1994), pendekatan dan pengembangan metode perencanaan


kekuatan di dasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut:

1. Prinsip Navier - Bernoulli tetap berlaku.


2. Tengangan beton dapat disederhanakan menjadi tegangan kotak.
3. Kuat tarik beton diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik
dilimpahkan kepada tulangan bambu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.6. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton

Untuk menghitung tinggi luasan tekan pada balok dan nilai beta, digunakan
persamaan

a = β1 c........................................................................................................(2.30)

Dengan: c = jarak serat tekan garis terluar ke garis netral


β1 = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton

Menurut SNI 03-2847-2002, menetapkan nilai β1 sebagai berikut:

fc’ ≤ 30 MPa β1 = 0,85


fc’ > 30 MPa β1 = 0,85 – 0,05 (fc’ – 30)/7
β1 ≤ 0,65

2.2.5.3. Pembatasan Tulangan Tarik

Pada perhitungan beton bertulang menurut SNI 03-2847-2002, ditetapkan bahwa


jumlah tulangan baja tarik, As, tidak boleh melebihi 0.75 dari tulangan balans,
Asb, yaitu jumlah tulangan tarik bila beton dan baja kedua-duanya mencapai
regangan hancur.

As ≤ 0,75 Asb.............................................................................................(2.31)

Dalam penelitian ini tulangan bambu ditetapkan tidak lebih dari 60 persen
tulangan balans.

As ≤ 0,60 Asb..............................................................................................(2.32)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

2.2.5.4. Analisis Balok

Gambar 2.7. Distribusi Tegangan dan Regangan Pada Penampang Beton

Kondisi regangan seimbang (balance) terjadi jika:

쾐3
εc’ = 0,003 dan εs = εy =
Pada kondisi balans didapat:
0,00
퓠 xȖ
0,00
Ė
ab = β1 Cb
Cc = 0,85 fc’ b ab
T = Asb fy
Karena ∑ H = 0, maka T = Cc
Asb fy = 0,85 fc’ b ab
0,85 a
ፘĖ 퓠

ፘĖ 0,75 ፘĖ (untuk baja) atau

ፘĖ 0,60 ፘĖ (untuk bambu)

v Momen Nominal Analisis:


ፘĖ
a퓠
0,85 ′
Mn = T (d - a/2)

v Momen Nominal Pengujian:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

P1 P2
q

C D E F
A B

1/15 L 1/3 L 1/3 L 1/3 L 1/15 L

Vu

(+)

(-)

(+)

Mmax

Gambar 2.8. SFD dan BMD

Reaksi Tumpuan:

∑䪘ᑴ 퓠 0
2 1 1 1 1 1 1 1 1
菱 菱 菱 菱 菱 菱 菱 菱 菱 菱 퓠0
15 2 15 2 15 2 15
1 1 1 1 1
菱 菱 菱 菱 菱 菱 菱 퓠0
15 0 2 15 0
1 1 1
菱 菱 菱 菱 菱 퓠0
450 2 450
1 1 1
菱 菱 菱 菱
퓠 450 2 450

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

0 1
菱 菱 菱
퓠 450 2

255
菱 菱
퓠 450

255
퓠 菱
450
17
퓠 菱
0
ፘ 퓠 ᑴ

Momen:
1
퓠 菱
2
1 17 17 1
䪘max 퓠 ፘ 菱 菱 菱 1 菱
2 0 60 6
17 1 17 17 1
䪘max 퓠 菱 菱 菱 菱 1 菱
0 2 0 60 6
菱 221
䪘max 퓠 菱
1800
Mmax = Mn (momen nominal)

Dari hasil analisa balok dapat diketahui besarnya momen nominal yang dapat
bekerja pada balok, dari hasil percobaan juga akan diperoleh nilai P yang berguna
untuk menghitung besarnya momen nominal yang dapat dilayani, kedua nilai
momen hasil dari analisis dan hasil pengujian akan dibandingkan.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai