Anda di halaman 1dari 24

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka


2.1.1. Beton

Beton didefinisikan sebagai campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang
lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan
membentuk massa padat (SNI-03-2847-2002).

Beton sangat banyak digunakan secara luas sebagai bahan bangunan. Unsur utama
pembentuk beton adalah semen, air, dan agregat. Agregat disini terdiri dari agregat
halus yang umumnya menggunakan pasir dan agregat kasar yang umumnya
menggunakan batu kerikil. Selain itu terkadang ditambahkan material campuran
(admixture). Semen dan air membentuk pasta pengikat yang akan mengisi rongga dan
mengeras di antara butir-butir pasir dan agregat, sedangkan agregat akan menentukan
kekuatan dan kualitas beton.

Beton normal merupakan beton yang cukup berat, dengan berat antara 2200 kg/m³ -
2500 kg/m³, kuat tekan 15 sampai 40 MPa. Agregat dalam bahan penyusun beton paling
berpengaruh terhadap berat beton yang tinggi. Pada beton normal biasanya digunakan
agregat yang berat jenisnya antara 2,5 sampai 2,7 seperti granit, basalt, kuarsa dan
sebagainya.

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain- lain)
ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi
ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang
mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi
kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan (Murdok & Brook, 1999).

Pemamfaatan beton dalam konstruksi bangunan banyak sekali keuntungan yang didapat
diantaranya adalah:
commitdengan
a. Bahan pembentuk beton mudah didapat to userharga relatif murah.
b. Beton tahan terhadap aus dan juga api atau kebakaran.

4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id5

c. Beton segar mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dengan ukuran
seberapapun sesuai keinginan, cetakan dapat dipakai beberapa kali sehingga
ekonomis dan menjadi lebih murah.
d. Perawatannya mudah dan murah.
e. Beton segar dapat disemprotkan dipermukaan beton lama yang retak maupun
diisikan ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan dan dapat dipompakan
sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sulit.
f. Beton sangat kuat dalam menahan tekan serta mempunyai sifat tahan terhadap
perkaratan dan pembusukan oleh kondisi lingkungan. Bila dibuat dengan cara baik
kuat tekannya sama dengan batuan alami.

2.1.2. Bambu
A. Umum

Bambu adalah rumput berkayu berbentuk pohon atau perdu. Bambu adalah tanaman
yang termasuk Ordo Gramineae, Familia Bambuseae. Bambu merupakan tumbuhan
berumpun, berakar serabut yang batangnya berbentuk silinder dengan diameter
bervariasi mengecil mulai dari ujung bawah sampai ujung atas, berongga, keras dan
mempunyai pertumbuhan primer yang sangat cepat tanpa diikuti pertumbuhan
sekunder, sehingga tingginya dapat mencapai 30 m. Silinder batang bambu tersebut
dipisahkan oleh nodia/ruas, yaitu diafragma-diafragma yang arahnya transversal.

Bambu merupakan bahan konstruksi yang banyak dimamfaatkan sebagai komponen


bangunan seperti tiang, balok, usuk, jembatan, perabotan rumah tangga dan masih
banyak lagi mamfaat lainnya. Selain mamfaat diatas, bambu sangat mudah didapatkan
dan dikenal dengan pertumbuhannya yang sangat cepat, menurut (Frick, 2004) bambu
merupakan tanaman berumpun yang hidup di daerah tropis dan subtropis dan termasuk
dalam family gramineae (rumput-rumputan) dan terdapat hampir diseluruh dunia
kecuali di Eropa, Jumlah yang ada di daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara kira-kira
80% dari keseluruhan yang ada di dunia, di seluruh dunia diperkirakan ada sekitar 1.000
jenis bambu dimana Indonesia memiliki 142 jenis, baik yang endemik (hanya terdapat
di satu kawasan) maupun yang tersebar di Asia Tenggara. Sepanjang tradisi,
commit to user
penggunaan bambu secara luas telah banyak terlihat dalam berbagai bentuk konstruksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id6

Terdapat banyak macam bambu, tetapi dari ratusan jenis itu, hanya ada empat macam
saja yang dianggap penting sebagai jenis bambu dan yang umum dipasarkan di
Indonesia, yaitu bambu petung, bambu wulung, bambu tali dan bambu duri (ori).

Bentuk penampang bambu yang tidak prismatis dengan bagian melintang mengecil
pada bagian atas, dan mempunyai jarak buku/nodia yang tidak sama sepanjang
batangnya. Sehingga hal inilah yang membuatnya menjadi unik dan artisrik, namun
bentuk demikian membuat aplikasi bambu sebagi struktur sulit dalam perangkaiannya.

Secara umum batang bambu terbagi atas dua bagian yaitu:

1. Nodia (ruas/buku bambu)


Nodia adalah bagian terlemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu batang dari bambu,
karena pada nodia sebagian serat bambu berbelok, pada nodia arah gaya tidak lagi
sejajar semua serat (Morisco,1999). Secara umum nodia mempunyai kapasitas memikul
beban yang tidak efektif baik dari segi kekuatan maupun deformasi, meskipun demikian
adanya nodia pada batang bambu mencegah adanya tekuk lokal yang sangat penting
pada perancangan bambu sebagai elemen tekan (kolom).

2. Internodia (antar ruas)


Internodia adalah daerah antar nodia, semua sel yang terdapat pada internodia mengarah
pada sumbu aksial, sedang pada nodia mengarah pada sumbu transversal. Bagian
internodia adalah bagian terkuat dari bambu, sehingga mempunyai kapasitas memikul
beban yang efektif. Tiap-tiap jenis bambu memiliki panjang internodia yang berbeda-
beda.

Berikut ini adalah potongan melintang bambu dengan bagian-bagaiannya:

1. Kulit luar
Kulit luar adalah bagian yang paling luar atau paling atas, biasanya berwarna hijau atau
hitam. Tebal kulit bambu relatif seragam pada sepanjang batang yaitu kurang lebih 1
mm, sifatnya keras dan kaku, maka dari itu bambu yang tipis akan mempunyai porsi
kulit besar, sehingga kekuatan rata-ratanya tinggi, sedangkan pada bambu tebal berlaku
sebaliknya (Morisco, 1999).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id7

2. Bambu bagian luar


Bagian ini terletak dibawah kulit atau diantara kulit luar dan bagian tengah. Tebal
bagian ini kurang lebih 1mm, sifatnya keras dan kaku.

3. Bagian tengah
Bagian tengah terletak dibawah luar atau antara bagian luar dan bagian dalam, disebut
juga daging bambu. Tebalnya kurang lebih 2/3 dari tebal bambu, seratnya padat dan
elastis. Untuk bagian tengah yang paling bawah sifat seratnya agak kasar.

4. Bagian dalam
Bagian dalam adalah bagian yang paling bawah dari tebal bambu, sering disebut pula
hati bambu. Sifat seratnya kaku dan mudah patah.

B. Sifat-Sifat Bambu

Pemanfaatan bambu sebagai alternatif tulangan beton untuk struktur bangunan


sederhana diperlukan data yang cukup mengenai sifat mekanik dan sifat fisika dari
bahan tersebut, agar memenuhi nilai keamanan dan ekonomis maka diperlukan uji
laboratorim untuk mengetahui sifat-sifat tersebut.

1. Sifat Mekanik Bambu


a. Kuat Tarik
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Morisco pada tahun 1999, yang
memperlihatkan perbandingan kuat tarik bambu ori dan petung dengan baja struktur
bertegangan leleh 2400 kg/cm² mewakili baja beton yang banyak terdapat di pasaran,
dilaporkan kuat tarik kulit bambu ori cukup tinggi yaitu hampir mencapai 5000 kg/cm²
atau sekitar dua kali tegangan leleh baja. Sedangkan untuk spesimen dari bambu petung
kuat tarik rata-ratanya juga lebih tinggi dari tegangan leleh baja, hanya satu spesimen
saja yang kuat tariknya dibawah tegangan leleh baja. Hasil uji ini dapat dilihat pada
Gambar 2.1.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id8

Gambar 2.1. Diagram tegangan-regangan bambu dan baja


(Sumber: Morisco, 1999)..........

Untuk melengkapi penelitiannya, Morisco (1999) juga melakukan pengujian spesimen


pada beberapa macam bambu untuk mengetahui perbedaan kekuatan bambu bagian luar
dengan bagian dalam. Bambu dibelah tangensial sehingga tebalnya sekitar setengah
tebal bambu utuh (Gambar 2.2) hasil pengujian disajikan dalam Tabel 2.1. Hasil
pengujian menunjukan bahwa bambu bagian dalam memiliki kekuatan yang jauh lebih
rendah dari pada bagian dalam, hal tersebut dikarenakan bagian luar bambu terdapat
kulit bambu yang berkontribusi besar bagi kuat tariknya.

Gambar 2.2. Pengambilan spesimen bambu


commit to user
.............(Sumber: Morisco, 1999)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id9

Tabel 2.1. Kuat tarik bambu tanpa buku/nodia kering oven


Tegangan tarik (MPa)
Jenis bambu
Bagian dalam Bagian Luar
Ori 164 417
Petung 97 285
Wulung 96 237

(Sumber: Morisco, 1999)

Pada Tabel 2.2 dibawah menunjukan perbedaan kekuatan tarik sejajar sumbu batang
pada bambu tanpa buku dengan kekuatan tarik sejajar sumbu batang pada bambu yang
memiliki buku. Buku/nodia merupakan bagian batang bambu yang paling lemah karena
sebagai serat bambu berbelok dan sebagian lagi tetap lurus, sehingga pada buku arah
gaya tidak lagi sejajar semua serat. Mengingat buku adalah bagian terlemah maka pada
perancangan struktur bambu sebagai batang tarik perlu didasarkan pada bagian buku

Tabel 2.2. Kuat tarik rata-rata bambu kering oven


Tegangan tarik (MPa)
Jenis bambu
Internodia Nodia
Ori 291 128
Petung 190 116
Wulung 166 147

(Sumber: Morisco, 1999)

b. Kuat tekan

Kekuatan tekan merupakan kekuatan bambu untuk menahan gaya dari luar yang datang
pada arah sejajar serat yang cenderung memperpendek atau menekan bagian bambu
secara bersama-sama (Pathurahman, 1998).

Menurut penelitian Morisco (1999) kekuatan tekan bambu juga dipengaruhi oleh
posisinya yaitu di bagian pangkal, tengah, dan ujung. Hasil pengujian kekuatan tekan
beberapa jenis bambu ditampilkan pada Tabel 2.3.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.3. Kuat tekan rata-rata bambu kering oven


Kuat tekan
Jenis bambu Bagian
(kg/cm2)
Pangkal 2,769
Petung Tengah 4,089
Ujung 5,479
Pangkal 5,319
Tutul Tengah 5,428
Ujung 4,639
Pangkal 3,266
Galah Tengah 3,992
Ujung 4,048
Pangkal 2,152
Tali Tengah 2,880
Ujung 3,354
Pangkal 4,641
Dendeng Tengah 3,609
Ujung 3,238
(Sumber: Morisco, 1999)

c. Kuat geser

Kekuatan geser adalah ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya menahan
gaya-gaya yang membuat suatu bagian bambu bergeser dari bagian lain didekatnya.

Kuat geser bambu sangat rendah, maka dari itu perancangan bambu sebagai struktur
sebagai batang tunggal lebih efektif bila dibandingkan batang ganda. Namun
perkembangan teknologi penyambungan bambu seperti yang dilakukan Mardjono &
Morisco (1995) telah menjawab masalah ini yaitu dengan membuat sambungan bambu
sebagai bahan komposit.

d. Kuat lentur

Kuat lentur merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur (beban) yang
bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat di tengah-tengah bahan yang di tumpu pada
kedua ujungnya tanpa terjdi perubahan bentuk yang tetap.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Kuat lentur dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kuat lentur statik dan kuat
lentur pukul. Kuat lentur statik menunjukkan kekuatan bambu dalam menahan gaya
yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan kuat lentur pukul adalah kekuatan bambu
dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

2. Sifat Fisika Bambu

a. Kadar air dan Berat jenis


Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air yang terkandung dalam spesimen bahan
atau dinyatakan sebagai persentase berat air yang terdapat dalam spesimen bahan
terhadap berat kering ovennya. Kadar air pada masing-masing bambu dapat berbeda hal
tersebut dikarenakan pengaruh keadaan udara/atmosfir.

Sedangkan berat jenis bambu adalah perbandingan berat bambu terhadap berat suatu
volume air yang sama dengan volume bambu tersebut. Berat jenis dan kerapatan bambu
menentukan sifat fisika dan mekanikanya. Hal ini disebabkan nilai berat jenis dan
kerapatan bambu ditentukan oleh banyaknya zat kayu.

b. Kembang susut
Pengembangan (swelling) dan penyusutan (shrinkage) diartikan sebagai perubahan
dimensi bahan yang disebabkan adanya perubahan kadar air pada bahan. Bambu dikenal
sebagai bahan yang memiliki angka penyusutan yang tinggi oleh karena itu diperlukan
pemahaman dalam pengerjaan dan penggunaannya sebagai material struktur.

Triwiyono & Morisco (2000) pernah melakukan penelitian tentang kembang susut
dengan cara spesimen dalam keadaan kering udara ditimbang dan diukur, selanjutnya
spesimen direndam dalam air sampai jenuh, untuk mengetahui pengembangan yang
terjadi pada spesimen yang jenuh air, spesimen ditimbang dan diukur lagi, setelah itu
spesimen dimasukan kedalam oven sampai kering dan mengalami penyusutan, untuk
mengetahui penyusutan itu, spesimen ditimbang dan diukur lagi. Adapun hasil
pengujian kembang susut ini dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.4 Hasil uji kembang susut bambu (Triwiyono & Morisco 2000)
Kering udara Susut rata-rata Kisaran
Jenis posisi (%) (%) (%)

Pangkal 19.129 1.364 20.493


Bambu Apus Tengah 13.586 4.891 18.477
Ujung 11.923 4.479 16.402

Pangkal 13.073 4.262 17.336


Bambu Ori Tengah 10.873 6.965 17.837
Ujung 11.392 7.499 18.891

Pangkal 1.852 9.261 11.113


Bambu Petung Tengah 5.856 9.941 15.797
Ujung 2.935 9.699 12.633

Pangkal 15.461 2.677 18.138


Bambu Wulung Tengah 8.284 8.950 17.235
Ujung 3.866 7.562 11.428
(Sumber :Triwiyono & Morisco, 2000)

3. Tegangan Ijin Bambu Untuk Perancangan

Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan telah mendapatkan angka-angka yang


menunjukan kekuatan bambu, tetapi perlu diingat bahwa bambu merupakan bahan
organik yang tumbuh secara alami sehingga memiliki kekuatan yang tidak seragam
pada satu jenisnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan lingkungan,kesuburan tanah
serta lokasi tempat tumbuh.

Departemen pekerjaan umum melalui pusat penelitian dan pengembangan pemukiman


telah melakukan penelitian mendalam tentang bambu khususnya untuk mengetahui sifat
fisik dan mekanika bambu. Dalam laporannya Tular & Sutidjan (1961) dalam Morisco
(1999) nilai modulus elastisitas E bambu berkisar 98070-294200 kg/cm², tetapi untuk
perancangan dipakai E sebesar 294200 kg/cm². Adapun hasil penelitian selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 2.5.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.5 Kuat batas dan tegangan ijin bambu


Kuat batas Tegangan ijin
Macam tegangan
(kg/cm2) (kg/cm2)
Tarik 981-3920 294,2
Lentur 686-2940 98,07
Tekan 245-981 78,45
E. Tarik 98070-294200 196100
(Sumber: Tular & Sutidjan, 1961 dalam Morisco, 1999)

Selanjutnya pada tahun 1987, departemen yang sama melakukan penelitian lanjutan
terhadap 3 spesies bambu di Indonesia antara lain Gigantochloa apus Kurz,
Gigantochloa Verticillata Munro, dan Dendrocalamus asper Backer. Tabel 2.6
menunjukan hasil pengujian berdasarkan laporan Siopongco & Munandar (1987) dalam
Morisco (1999).

Tabel 2.6 Hasil pengujian 3 spesies bambu, Gigantochloa apus Kurz, Gigantochloa
Verticillata Munro, dan Dendrocalamus asper Backer...............
Sifat Kisaran Jumlah Spesimen
Kuat tarik 1180-2750 kg/cm2 234
Kuat lentur 785-1960 kg/cm2 234
Kuat tekan 499-588 kg/cm2 234
E tarik 87280-313810 kg/cm2 54
E tekan 55900-211820 kg/cm2 234
Batas regangan tarik 0,0037-0,0244 54
Berat jenis 0,67-0,72 132
Kadar lengas 10,04-10,81% 117
(Sumber: Siopongco & Munandar, 1987 dalam Morisco, 1999)

Tegangan ijin yang direkomendasikan di atas dapat dipakai pada berbagai macam
bambu. Tegangan ijin rekomendasi tersebut cenderung berada pada sisi aman, sehingga
apabila digunakan sebagai dasar perancangan akan memperoleh struktur yang
konservatif (Morisco, 1999). Lebih lanjut Morisco (1999) menambahkan bahwa untuk
mendapatkan hasil perancangan yang baik, yaitu aman dan ekonomis, maka pengujian
kekuatan bahan perlu dilakukan. Hasil yang diperoleh, sebelum dipakai untuk
commit to user
perancangan perlu dikombinasikan dengan faktor aman secukupnya.
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

2.1.3. Balok Bertulangan Bambu

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Nurkholifah & Nugraha
(2014), balok bertulangan bambu bertakikan berbentuk V mememiliki kuat lentur yang
tidak kalah dengan balok bertulangan besi konvensional. Hasil uji kuat lentur dapat
dilhat pada Gambar 2.3.

N/mm²
14.000
12.235
12.000

9.710 9.458
10.000

8.000 7.286 7.220

6.000

4.000
2.437
2.000

0.000
Ori Takikan Ori Takikan Ori Takikan Ori Takikan Tanpa Tulangan Besi
2cm 3cm 6cm 7cm

Gambar 2.3 Diagram Perbandingan Kuat Lentur Balok Bertulangan Bambu Ori

2.2. Landasan Teori


2.2.1. Material Penyusun Beton

Pemilihan bahan-bahan pembentuk beton yang mempunyai kualitas baik, perhitungan


proporsi campuran yang tepat, cara pengerjaan dan perawatan yang baik dan
penambahan bahan tambah yang tepat dengan kadar yang optimum yang diperlukan
akan menentukan kualitas beton yang dihasilkan. Bahan pembentuk beton diantaranya
adalah semen, agregat, air, dan bahan tambahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

A. Semen Portland

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak
semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan
digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal
senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (SNI 15-2049-
2004).

Pada penelitian ini digunakakan Semen PPC (Portland Pozzolan Cement) dimana
Semen PPC adalah semen hidrolisis yang terdiri dari campuran yang homogen antara
semen portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly Ash) halus, yang diproduksi
dengan menggiling klinker semen portland dan bahan pozzolan bersama-sama.

Berdasarkan tujuan penggunaannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi lima


jenis seperti tertera pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Jenis dan penggunaan semen portland.


Jenis
Penggunaan
Semen
Jenis I yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.
Jenis II yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
Jenis III semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi
pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
Jenis IV yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor
hidrasi rendah.
Jenis V yaitu semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan
tinggi terhadap sulfat.
(Sumber: SNI 15-2049-2004)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

B. Agregat

Material berbutir, misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar, yang
dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau
adukan semen hidrolik (SNI 03-2847-2002).

Pada material beton, agregat memenuhi sekitar 75 % dari isi total beton, sehingga
perilaku beton sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya agregat biasanya terdiri dari 2 macam yaitu agregat halus yang umumnya
berupa pasir dan agregat kasar yang pada umumnya berupa kerikil. Agregat halus
adalah bahan yang lolos dari saringan no. 4 (lebih kecil dari 3/16 inci, berdasarkan
ASTM). Dan agregat kasar adalah bahan-bahan yang berukuran lebih besar.

Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.8 berikut ini:

Tabel 2.8. Persyaratan gradasi agregat halus


Ukuran Saringan PersentaseLolos Saringan(%)
9,5 mm(3/8 in) 100
4,75 mm(No.4) 95 – 100
2,36 mm(No.8) 80 – 100
1,18 mm(No.16) 50 – 85
600 mm (No.30) 25 – 60
300 mm (No.50) 5 – 30
150 mm (No.100) 0 -10
(Sumber: ASTM C33-03)

Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.9 berikut ini:

Tabel 2.9. Persyaratan gradasi untuk agregat kasar


Ukuran Saringan PersentaseLolos Saringan(%)
2 in (50 mm) 100
1,5 in (38 mm) 95 -100
3/4 in (19mm) commit
35 -70 to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

3/8 in (9,5mm) 10 -30


No.4 (4,75 mm) 0 -5
(Sumber: ASTM C33-03)

C. Air

Dalam pembuatan beton, air merupakan salah satu faktor penting, karena air akan
bereaksi dengan semen dan menjadi pasta pengikat agregat dari yang paling besar
sampai paling halus dan menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat
mudah dikerjakan dalam proses pengadukan, penuangan, maupun pemadatan.

Air yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula untuk bahan
campuran beton, tetapi tidak berarti air bahan campuran harus memenuhi persyaratan
air minum. Jika diperoleh air dengan standar air minum, maka dapat dilakukan
pemeriksaan secara visual yang menyatakan bahwa air tidak berwarna, tidak berbau,
tidak asin dan cukup jernih. Jika masih diragukan, dapat dilakukan uji Laboratorium
sehingga memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.


2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan
sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

2.2.2. Sifat Fisika dan Mekanika Bambu

Pengujian sifat fisika dan mekanika bambu dilakukan mengikuti standar pengujian ISO
dan Bamboo Current Research.

A. Kadar Air, Berat Jenis, dan Kerapatan

Pengujian kadar air bambu berdasarkan prosedur ISO 3130-1975 dengan ukuran benda
uji (t x 20 x 20) mm3 seperti pada gambar 2.5. Kadar air bambu dihitung menggunakan
persamaan 2.1.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

P
b

Gambar 2.5 Benda uji pengujian kadar air, berat jenis dan kerapatan bambu

Wb - Wa
Ka = 100% .................................................................................(2.1)
Wa
Keterangan: Ka = Kadar air bambu (%)
Wb = Berat benda uji sebelum di oven (gram)
Wa = Berat benda uji kering oven (gram)

Perhitungan besarnya berat jenis kering tanur bambu dipergunakan Persamaan 2.2
dengan benda uji sama seperti benda uji kadar air.

Wa
BJ = ...................................................................................................(2.2)
Gb

Keterangan: BJ = Berat jenis bambu


Wa = Berat benda uji kering oven (gram)
Gb = Berat air yang volumenya sama dengan volume benda uji
kering oven (gram)

Sedangkan pengujian kerapatan bambu dihitung menggunakan Persamaan 2.3.


mw
rw = ....................................................................................................(2.3)
Vw
Keterangan: rw = Kerapatan bambu pada kadar air w (gram/cm3)

mw = Massa bambu pada kadar air w (gram)


commit to user
Vw = Volume bambu pada kadar air w (cm3)
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

B. Kuat Geser Sejajar Serat

Pengujian kuat geser sejajar serat bambu berdasarkan ISO/DIS 3347 dengan ukuran
benda uji seperti Gambar 2.6 dan dihitung menggunakan Persamaan 2.4.

L = 2D

l
D

Gambar 2.6 Benda uji pengujian kuat geser bambu

Pmaks
t // = ............................................................................................. (2.4)
A

Keterangan: t // = Kuat geser sejajar serat (MPa)

Pmaks = Gaya geser maksimal bambu (N)

A = tebal x panjang = luas bidang yang tergeser (mm2)

C. Kuat Tekan Sejajar Serat

Pengujian kuat tekan sejajar serat bambu berdasarkan prosedur ISO 3132-1975 dengan
ukuran benda uji seperti pada Gambar 2.7 dan dihitung menggunakan Persamaan 2.5.

t
L = 2D

commit to user
D
Gambar 2.7 Benda ui pengujian kuat tekan sejajar serat
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

Pmaks
s tk // = ............................................................................................(2.5)
A
Keterangan: s tk // = Kuat tekan sejajar serat (MPa)
Pmaks = Gaya tekan maksimal bambu (N)
A = tebal x lebar = luas bidang yang tertekan (mm2)

D. Kuat Tarik Sejajar Serat

Pengujian kuat tarik sejajar serat bambu berdasarkan prosedur ISO 3346-1975. Dimensi
benda uji tarik dapat dilihat pada Gambar 2.8 ditengah benda uji dibuat irisan lengkung
setipis mungkin supaya terjadi kerusakan pengujian di daerah tersebut.

30 mm 60 mm 30 mm

20 mm
50 mm 50 mm 120 mm 50 mm 50 mm

320 mm

3 mm
6 mm

20 mm
mm
50 mm 50 mm 120 mm 50 mm 50 mm 20

Gambar 2.8 Benda uji pengujian kuat tarik sejajar serat

Pengujian kuat tarik sejajar serat dan dihitung menggunakan Persamaan 2.6.

Pmaks
s tr // = ............................................................................................(2.6)
A
Keterangan: s tr // = Kuat tarik sejajar serat (MPa)
Pmaks = Gaya tarik maksimal bambu (N)
A = tebal x lebar = luas bidang yang tertarik (mm2)

E. Modulus of Rupture (MOR) dan Modulus of Elasticity (MOE)

Pengujian MOR dan MOE bambu berdasarkan prosedur ISO 3133-1975 dan ISO 3349-
1975. Ukuran benda uji yang digunakan adalah seperti pada Gambar 2.9
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

L = 30 cm

L = 28 cm

Lt = 30 cm

Gambar 2.9 Benda uji pengujian MOR dan MOE

Perhitungan MOR bambu menggunakan Persamaan 2.7.

3Pmaks L
MOR = .........................................................................................(2.7)
2bt 2

Keterangan: MOR = Modulus lentur bambu (MPa)


Pmaks = Beban maksimum (N)
L = Panjang (mm)
b = Lebar bambu (mm)
t = Tebal bambu (mm)

Perhitungan MOE bambu menggunakan Persamaan 2.8.

PL3
MOE = ..........................................................................................(2.8)
4bt 3d

Keterangan: MOE = Modulus elastisitas bambu (MPa)


Pmaks = Beban maksimum (N)
L = Panjang (mm)
b = Lebar bambu (mm)
t = Tebal bambu (mm)
d commit
= Lendutan to user dari benda uji (mm)
proporsional
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

2.2.3. Balok

A. Kuat Lentur Balok

Kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton yang diletakan pada dua perletakan
untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, yang diberikan padanya,
sampai benda uji patah dan dinyatakan dalam Mega Pascal (MPa) gaya tiap satuan luas
(SNI 03-4431-1997).

Gambar 2.10 Perletakan dan pembebanan balok uji


(Sumber: SNI 03-4431-1997)

Rumus-rumus perhitungan yang digunakan dalam metode pengujian kuat lentur beton
dengan 2 titik pembebanan adalah sebagai berikut:

1. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada di daerah pusat pada 1/3 jarak titik
perletakan pada bagian tarik dari beton seperti Gambar 2.11 (a), maka kuat lentur
beton dihitung menurut persamaan:

P.L
s1 = ...................................................................................................(2.9)
b.h 2

2. Untuk Pengujian dimana patahnya benda uji ada di luar pusat (diluar daerah 1/3 jarak
titik perletakan) di bagian tarik beton, dan jarak antara titik pusat dan titik patah
kurang dari 5% dari panjang titik perletakan seperti Gambar 2.11 (b), maka kuat
commit to user
lentur beton dihitung menurut persamaan:
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

3.P.a
s1 = .................................................................................................(2.10)
b.h 2

Dengan: s1 = Kuat lentur benda uji (MPa)


P = Beban tertinggi yang dilanjutkan oleh mesin uji ( pembacaan dalam
ton sampai 3 angka dibelakang koma)
L = Jarak (bentang) antara dua garis perletakan (mm)
b = Lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm)
h = Lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm)
a = Jarak rat-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang
terdekat, diukur pada 4 tempat pada sisi titik dari bentang (m).

3. Untuk benda uji yang patahnya di luar 1/3 lebar pusat pada bagian tarik beton dan
jarak antara titik pembebanan dan titik patah lebih dari 5% bentang, hasil pengujian
tidak dipergunakan.

(a) (b)
Gambar 2.11 Daerah patah pada balok uji
(Sumber: SNI 03-4431-1997)

Pada penelitian yang dilakukan Pathurahman (2003), menunjukkan bahwa keruntuhan


yang terjadi pada benda uji balok beton ukuran 150x200x2000 mm diawali dengan
retaknya beton. Retak yang selalu terjadi pada awal proses keruntuhan adalah retak
lentur ditandai dengan pola retak yang tegak lurus. Secara umum retak tersebut terjadi
pada saat beban mencapai di atas 90% dari beban teoritis atau sekitar 78% dari beban
runtuh. Retak awal biasanya terjadi pada daerah pembebanan di sekitar tumpuan rol,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

kemudian retak terjadi di daerah tengah bentang selanjutnya di daerah sekitar sendi,
atau sebaliknya.

B. Anggapan-anggapan

Menurut Istimawan (1994), pendekatan dan pengembangan metode perencanaan


kekuatan di dasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut:

1. Prinsip Navier - Bernoulli tetap berlaku.


2. Tengangan beton dapat disederhanakan menjadi tegangan kotak.
3. Kuat tarik beton diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpahkan
kepada tulangan bambu.

Gambar 2.12 Distribusi tegangan dan regangan pada penampang beton

Untuk menghitung tinggi luasan tekan pada balok dan nilai beta,

digunakan persamaan a = β1 x c

Dimana : c = jarak serat tekan garis terluar ke garis netral


β1 = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton

Menurut SK SNI T-15-1991-03, menetapkan nilai β1 sebagai berikut:

fc’ ≤ 30 MPa β1 = 0.85


commit to user
30 < fc’ < 50 MPa β1 = 0.85 – (fc’ – 30)
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

fc’ ≥ 50 MPa β1 = 0.65

C. Pembatasan Tulangan Tarik

Pada perhitungan beton bertulang menurut SK SNI T-15-1991-03, ditetapkan bahwa


jumlah tulangan baja tarik, As, tidak boleh melebihi 0.75 dari tulangan balance, Asb,
yaitu jumlah tulangan tarik bila beton dan baja kedua-duanya mencapai regangan
hancur.

As ≤ 0,75. Asb

Dalam penelitian ini tulangan bambu ditetapkan tidak lebih dari 60 persen tulangan
balance.

As ≤ 0,60. Asb

D. Analisis Balok

LOAD
P P
q

C D E F
A B

1/15 L 1/3 L 1/3 L 1/3 L 1/15 L

Vu

( +)

(-)

( +)

Mmax

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Gambar 2.13 SFD dan BMD

Reaksi Tumpuan:

∑�3 ⾠ 0
1 1 1 2 1
⾠ sb D D D D D
15 15 2
D D D
sb ⾠

17
sb ⾠ D D
0

sb ⾠ 3b

Momen:
1

2
1 17 17 1
�OAD ⾠ sb D D D D
2 0 60 6
17 1 17 17 1
�OAD ⾠ D D D D D D
0 2 0 60 6

D 221
�OAD ⾠ D D
1800

commit to user
Gambar 2.14 Distribusi tegangan dan regangan pada penampang beton
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

Kondisi regangan seimbang (balance) terjadi jika:

εc’ = 0.003 dan εs = εy =


Pada kondisi balans didapat:

0,00

0,00

ab = β * Cb
Cc = 0.85 fc’*b*ab
T = Asb * fy
Karena ∑ H = 0, maka T = Cc

Asb * fy = 0.85 * fc’ * b * ab


0,85 ∗ ′∗ ∗A
s ⾠

Mn = T (d - a/2)
Mu = 0.80 *Mn

commit to user

Anda mungkin juga menyukai