Anda di halaman 1dari 26

24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2. 1. Tinjauan Pustaka

Beton merupakan bahan gabungan yang terdiri dari agregat kasar (batu pecah atau kerikil)
dan agregat halus (pasir) yang dicampur semen sebagai bahan perekatnya dan air sebagai
bahan pembantu untuk keperluan untuk reaksi kimia selama proses pengerasan dan
perawatan beton berlangsung (chemical admixture) atau bahan pengisi tertentu bila
diperlukan (Neville, 1996).

Beton sangat banyak digunakan secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut
diperoleh dengan cara mencampurkan semen PPC, air dan agregat (dan kadang-kadang
bahan tambah yang sangat bervariasi, mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan
buangan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Kekuatan, keawetan dan sifat beton yang
lain tergantung pada sifat bahan dasar tersebut diatas, cara pengadukan maupun cara
pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara perawatan selama
proses pengerasan.

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain- lain) ialah
kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya
dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya
tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan
terhadap penyusutan (Murdok & Brook, 1999).

Bambu merupakan tanaman berumpun yang hidup di daerah tropis dan subtropis dan
termasuk dalam family gramineae dan terdapat hampir diseluruh dunia kecuali di Eropa,
Jumlah yang ada di daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara kira-kira 80% dari keseluruhan
yang ada di dunia, Di seluruh dunia diperkirakan ada sekitar 1.000 jenis bambu dimana
Indonesia memiliki 142 jenis, baik yang endemik (hanya terdapat di satu kawasan) maupun
yang tersebar di Asia Tenggara. Sepanjang tradisi, penggunaan bambu secara luas telah
25

banyak terlihat dalam berbagai bentuk konstruksi. Terdapat banyak macam bambu, tetapi dari
ratusan jenis itu, hanya ada empat macam saja yang dianggap penting sebagai jenis bambu
dan yang umum dipasarkan di Indonesia, yaitu bambu Petung, bambu Wulung, bambu Tali
dan bambu Duri (Frick, 2004).

Bambu merupakan salah satu dari beberapa material atau bahan konstruksi yang sudah cukup
lama dikenal di masyarakat. Sebagai material bangunan, bambu sangat mudah didapatkan
tanaman rakyat ini dikenal pertumbuhannya sangat cepat, bambu dengan kualitas tinggi dapat
diperoleh pada umur 2 sampai 5 tahun. (Morisco, 1999). Panennya pun cukup ramah
lingkungan. Proses panen yang masih menyisakan rumpun bambu tidak mengganggu
keseimbangan kondisi tanah sehingga erosi dapat dihindari.

Gambar 2. 1. Bambu Wulung (Gigantochloa atroviolacea)

Bambu memiliki potongan melintang dengan bagian-bagian sebagai berikut:

1. Kulit Luar
Kulit luar adalah bagian yang paling luar atau paling atas, pada bambu Wulung biasanya
berwarna hijau kehitam-hitaman atau hitam. Tebal kulit bambu relatif seragam pada
sepanjang batang yaitu kurang lebih 1 mm, sifatnya keras dan kaku. Maka dari itu bambu
yang tipis akan mempunyai porsi kulit besar, sehingga kekuatan rata-ratanya tinggi,
sedangkan pada bambu tebal berlaku sebaliknya (Morisco, 1999).

2. Bambu Bagian Luar


26

Bagian ini terletak di bawah kulit atau diantara kulit luar dan bagian tengah. Tebal bagian
ini kurang lebih 1mm, sifatnya keras dan kaku.

3. Bambu Bagian Tengah


Bagian tengah terletak di bawah luar atau antara bagian luar dan bagian dalam, disebut
juga daging bambu. Tebalnya kurang lebih 2/3 dari tebal bambu, seratnya padat dan
elastis. Untuk bagian tengah yang paling bawah sifat seratnya agak kasar.

4. Bambu Bagian Dalam


Bagian dalam adalah bagian yang paling bawah dari tebal bambu, sering pula disebut hati
bambu. Sifat seratnya kaku dan mudah patah.

Secara umum batang bambu terbagi atas dua bagian yaitu:

1. Nodia (ruas/buku bambu)


Nodia adalah bagian terlemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu batang dari bambu,
karena pada nodia sebagian serat bambu berbelok., pada nodia arah gaya tidak lagi sejajar
semua serat (Morisco,1999). Secara umum nodia mempunyai kapasitas memikul beban
yang tidak efektif baik dari segi kekuatan maupun deformasi. Meskipun demikian adanya
nodia pada batang bambu mencegah adanya tekuk lokal yang sangat penting pada
perancangan bambu sebagai elemen tekan (kolom).

2. Internodia (antar ruas)


Internodia adalah daerah antar nodia, semua sel yang terdapat pada internodia mengarah
pada sumbu aksial, sedang pada nodia mengarah pada sumbu transversal. Bagian
internodia adalah bagian terkuat dari bambu, sehingga mempunyai kapasitas memikul
beban yang efektif. Tiap-tiap jenis bambu memiliki panjang internodia yang berbeda-
beda.

Menurut Morisco berdasarkan penelitiannya pada tahun 1994-1999 dalam membandingkan


kuat tarik bambu Ori dan Petung dengan baja struktur bertegangan leleh 2400 kg/cm2,
dilaporkan kuat tarik kulit bambu Ori cukup tinggi yaitu hampir mencapai 5000 kg/cm2 atau
sekitar dua kali tegangan leleh baja. Sedang untuk spesimen dari bambu petung kuat tarik
27

rata-ratanya juga lebih tinggi dari tegangan leleh baja, hanya satu spesimen saja yang kuat
tariknya dibawah tegangan leleh baja.

Gambar 2. 2. Diagram Tegangan – Regangan Bambu dan Baja (Morisco, 1999)

2. 2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Beton
Beton diperoleh dari pencampuran agregat halus, semen dan air serta kadang- kadang bahan
tambah lainnya. Semen jika diaduk dengan air akan terbentuk adukan pasta semen,
sedangkan jika diaduk dengan air kemudian ditambah pasir maka akan menjadi mortar
semen dan jika ditambah dengan kerikil atau batu pecah sehingga mengeras maka akan
disebut beton.

Beton normal merupakan beton yang cukup berat, dengan berat 2400 kg/m ³, kuat tekan 15
sampai 40 MPa dan menghantarkan panas. Agregat dalam bahan penyusun beton paling
berpengaruh terhadap berat beton yang tinggi. Pada beton normal biasanya digunakan agregat
yang berat jenisnya antara 2,5 sampai 2,7 kg/m³, seperti granit, basalt, kuarsa dan sebagainya.

Beton sering digunakan dalam konstruksi bangunan dikarenakan mempunyai banyak sekali
keuntungan diantaranya adalah :
a. Bahan pembentuk beton mudah didapat dengan harga relatif murah.
b. Beton tahan terhadap aus dan juga api atau kebakaran.
c. Beton segar mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dengan ukuran
28

seberapapun sesuai keinginan, cetakan dapat dipakai beberapa kali sehingga


ekonomis dan menjadi lebih murah.
d. Perawatannya mudah dan murah.
e. Beton segar dapat disemprotkan dipermukaan beton lama yang retak maupun diisikan
ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan dan dapat dipompakan
sehingga memungkinkan untuk dituang pada tempat-tempat yang posisinya sulit.
f. Beton sangat kuat dalam menahan tekan serta mempunyai sifat tahan terhadap
perkaratan dan pembusukan oleh kondisi lingkungan. Bila dibuat dengan cara baik
kuat tekannya sama dengan batuan alami.

Beton juga mempunyai kelemahan yang perlu ditinjau oleh perencanaan dalam
merencanakan struktur bangunan, antara lain :
a. Beton mempunyai kuat tarik rendah. Sehingga mudah retak, oleh karena itu perlu
diberi baja tulangan atau serat.
b. Beton sulit untuk kedap air sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, air yang
membawa kandungan garam dapat merusak beton.
c. Beton keras mengembang jika basah sehingga dilatasi (contraction joint) perlu diadakan
pada beton yang panjang atau lebar untuk memberi tempat bagi susut pengerasan dan
pengembangan beton.
d. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama
agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail, terutama pada
struktur tahan gempa.

2.2.2. Material Penyusun Beton


Pemilihan bahan-bahan pembentuk beton yang mempunyai kualitas baik, perhitungan
proporsi campuran yang tepat, cara pengerjaan dan perawatan yang baik dan penambahan
bahan tambah yang tepat dengan kadar yang optimum yang diperlukan akan menentukan
kualitas beton yang dihasilkan. Bahan pembentuk beton diantaranya adalah semen, agregat,
air, dan bahan tambahan.
29

2.2.2.1. Semen PPC


Semen PPC dibuat dari semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
klinker yang terbuat dari batu kapur (CaCO3) yang jumlahnya amat banyak serta tanah
liat dan bahan dasar berkadar besi, terutama dari silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidraulis ditambah dengan bahan yang mengatur waktu ikat. (SK SNI 03 – 2847 – 2002 ).

Semen PPC berfungsi sebagai perekat antara butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang
padat dan mengisi juga rongga-rongga diantara butir agregat.

Bahan dasar pembentuk semen Portland terdiri dari kapur, silika, alumina dan oksida besi.
Oksida tersebut bereaksi membentuk suatu produk yang terbentuk akibat peleburan. Unsur-
unsur pembentuk semen dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Susunan Unsur Semen Portland
Oksida Persen (%)
Kapur (CaO) 60-65
Silika (SiO2) 17-25
Alumina (Al2O3) 3-8
Besi (Fe2O3) 0,5-6

Magnesium (MgO) 0,5-4

Sulfur (SO3) 1-2


0,5-1
Soda/
Sumber : Kardiyono
(Na2O+K2Tjokrodimuljo,
O) 1996

Menurut Kardiyono Tjokrodimuljo unsur yang paling penting pada semen ada empat
buah, yaitu:
a. Trikalsium Silikat (C2S) atau 3CaO.SiO2
b. Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2
c. Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3
d. Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3
Berdasarkan tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia dibagi menjadi lima jenis
seperti tertera pada Tabel 2.2.
30

Tabel 2.2 Jenis-jenis Semen Portland


Jenis
Karakteristik Umum
Semen
Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak
Jenis I
memerlukan persyaratan khusus
Semen portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan
Jenis II
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang
Semen portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan
Jenis III
awal yang tinggi setelah terjadi pengikatan
Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut panas
Jenis IV
hidrasi yang rendah
Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut ketahanan
Jenis V
yang kuat terhadap sulfat
Sumber : Tjokrodimuljo, 1996

2.2.2.2. Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisian dalam
campuran mortar dan beton. Agregat ini akan menempati sebanyak 60% sampai 80% dari
volume mortar atau beton. Meskipun hanya sebagai bahan pengisi, namun agregat sangat
berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu
bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton. Berdasarkan ukuran besar butirnya,
agregat yang dipakai dalam adukan beton dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Agregat Halus

Agregat halus merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14–5 mm yang
didapat dari hasil penghancuran batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan
memecahnya (artificial sand), tergantung dari kondisi pembentukan terjadi.
Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.3. berikut ini :
Tabel 2.3 Persyaratan Gradasi Agregat Halus
Ukuran Saringan Persentase Lolos Saringan (%)
9,5 mm (3/8 in) 100
4,75 mm (No.4) 95 – 100
2,36 mm (No.8) 80 – 100
31

1,18 mm (No.16) 50 – 85
600 mm (No.30) 25 – 60
300 mm (No.50) 5 – 30
150 mm (No.100) 0 – 10
Sumber : ASTM C33-03

b. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya sudah melebihi 5 mm (PBI 1971).
Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang
terjadi sebagai hasil desintegrasi alami dari batu-batuan dan berbentuk agak bulat serta
permukaannya yang licin, sedangkan batu pecah (kricak) ialah bahan yang diperoleh dari
batu yang digiling / dipecah menjadi pecahan-pecahan berukuran 5 – 70 mm.
Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini :
Tabel 2.4. Persyaratan Gradasi Untuk Agregat Kasar
Ukuran Saringan Persentase Lolos Saringan (%)
2 in (50 mm) 100
1,5 in (38 mm) 95 – 100
3/4 in (19 mm) 35 – 70
3/8 in (9,5 mm) 10 – 30
No.4 (4,75 mm) 0–5
Sumber : ASTM C33-03
2.2.2.3 Air
Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen, untuk
membasahi agregat dan untuk campuran agar mudah pengerjaannya. Pada umumnya air
dapat dipakai untuk campuran beton. Di dalam adukan beton, air mempunyai dua fungsi,
yang pertama adalah untuk memungkinkan terjadinya reaksi kimia yang menyebabkan
pengikatan antara pasta semen dengan agregat pada saat terjadinya pengerasan, dan yang
kedua adalah sebagai pelicin campuran kerikil, pasir, dan semen agar mudah dalam proses
pencetakan beton.
Air yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula untuk bahan campuran
beton. Tetapi tidak berarti air harus memenuhi persyaratan air minum. Jika diperoleh air
dengan standar air minum, maka dapat dilakukan pemeriksaan secara visual yang
menyatakan bahwa air tidak berwarna, tidak berbau dan cukup jernih.
32

Tetapi jika masih diragukan, dapat dilakukan uji Laboratorium sehingga memenuhi
persyaratan, yaitu :
a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat
organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

2.2.3. Bambu
Sifat-sifat dasar pada bambu meliputi:

1. Sifat Fisika
a. Kandungan Air
Menurut Leise (1980), kandungan air dalam batang bambu bervariasi baik arah
memanjang maupun arah melintang. Hal itu juga tergantung pada umur, waktu
penebangan, dan jenis bambu.

Untuk menghitung kadar air benda uji, digunakan rumus :

Dengan :
Wb= berat kering udara
Wa = berat kering oven
Ka = kadar air (%)
Dengan mengacu pada SK SNI Kayu 03-xxxx-2000 tentang tata cara perencanaan
struktur kayu untuk bangunan gedung, kadar air normal yang disyaratkan adalah
sebesar 0% - 30%.
b. Penyusutan
Menurut Prawiroatmodjo (1990), perubahan dimensi bambu tidak sama dalam
ketiga arah struktur radial, tangensial dan longitudinal sehingga kayu atau bambu
bersifat anisotropik.
33

c. Berat Jenis
Berat jenis bambu adalah perbandingan berat bambu terhadap berat suatu volume
air yang sama dengan volume bambu tersebut. Menurut Leise (1980), berat jenis
bambu berkisar antara 0,5 – 0,9 gr/cm2.

Tabel 2.5. Berat Jenis Dari 6 Jenis Bambu (gr/cm2)


Jenis Apus Legi Wulung Petung Ori Ampel Rata-rata

Nilai 0,590 0,613 0,685 0,717 0,744 0,769 0,685

Sumber : Hakim, 1987

2. Sifat Kimia
Penelitian sifat kimia bambu telah dilakukan oleh Sumadiwangsa (1988) dalam Ganie
(2008) meliputi penetapan kadar selulosa, lignin, pentosan, abu, silika, kelarutan
dalam air dingin, air panas, dan alkohol benzen. Hasil pengujian menunjukan bahwa
kadar selulosa berkisar antara 42,4% - 53,6%, kadar lignin bambu berkisar antara
19,8% - 26,2%, kadar pentosan
1,24%-3,77%, kadar abu 1,24%-3,77%, kadar silika 0,10%-1,78%, kadar kelarutan
dalam air dingin 4,5%-9,9%, air panas 5,3%-11,8%, kadar kelarutan dalam alkohol
benzen 0,9%-6,9%.
3. Sifat Mekanik Bambu
a. Kuat Tarik Bambu
Kuat tarik bambu yaitu suatu ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya
untuk menahan gaya yang cederung menyebabkan bambu itu terlepas satu sama
lain. Kekuatan tarik dibedakan menjadi dua macam yaitu kekuatan tarik tegak
lurus serat dan kekuatan tarik sejajar serat. Kekuatan tarik sejajar arah serat
merupakan kekuatan tarik yang terbesar pada bambu. Kekuatan tarik tegak lurus
serat mempunyai hubungan dengan ketahanan bambu terhadap pembelahan.

Untuk menghitung besarnya tegangan tarik dari bambu sejajar serat dapat
dipergunakan rumus sebagai berikut :
34

Dengan :
= kekuatan/tegangan tarik bambu
Pmaks = beban tarik maksimum
A = luas tampang tarik bambu

Gambar 2. 3. Batang Bambu Menerima Gaya Tarik

Kekuatan tarik bambu untuk menahan gaya-gaya tarik berbeda-beda pada


bagian batang dalam atau bagian luar, garis-tengah batang (batang yang langsing
memiliki ketahanan terhadap gaya tarik yang lebih tinggi), serta pada bagian
batang mana yang digunakan karena bagian kepala atau ujung memiliki
kekuatan terhadap gaya tarik yang 12% lebih rendah dibandingkan dengan
bagian batang kaki atau pangkal.

Tabel. 2. 6. Kuat Tarik Bambu Kering Oven


Kuat Tarik (Kg/cm2)
Jenis Bambu
Tanpa Nodia Dengan Nodia

Ori 2968 1305


Petung 1938 1183
Wulung 1693 1499
Tutul 2203 755
Sumber :Morisco, (1996)

Dari tabel diatas terlihat bahwa kekuatan bambu dengan nodia lebih rendah dari
bambu tanpa nodia. Turunnya kekuatan ini disebabkan karena serat bambu di
sekitar nodia tidak lurus, sebagian berbelok menjauhi sumbu batang sedang
sebagian lain berbelok menuju sumbu batang.
b. Kuat Tekan Bambu
35

Kekuatan tekan merupakan kekuatan bambu untuk menahan gaya dari luar yang
datang pada arah sejajar serat yang cenderung memperpendek atau menekan
bagian bambu secara bersama-sama (Pathurahman, 1998).
Gaya tekan yang bekerja sejajar serat bambu akan menimbulkan bahaya tekuk
pada bambu sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan
menimbulkan retak pada bambu.
Untuk menghitung besarnya kuat tekan/tegangan tekan bambu sejajar serat dapat
dipergunakan rumus sebagai berikut :

Dengan :
= kekuatan/tegangan tekan bambu

= kekuatan/tegangan tekan pada batas maksimum

A = luas tampang tekan bambu

Pn = beban tekan bambu

Pmaks = beban tekan maksimum

E = modulus elastisitas

σp = kekuatan/tegangan tekan pada batas elastic

εp = regangan tekan pada batas elastic

Gambar 2. 4. Batang Bambu Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat

Kekuatan tekan bambu semakin tinggi dari pangkal menuju ujung, sesuai dengan
meningkatnya jumlah serat sklerenkim yang merupakan pendukung utama
keteguhan bambu dan dipengaruhi oleh berat jenis dan masa dari bambu tersebut.
36

Jadi kekuatan tekan dari bambu meningkat dari pangkal menuju ujung seiring
dengan berkurangnya kadar air/kenaikan berat jenis dari bambu tersebut juga
diakibatkan prosentase kulit (bagian yang keras) terhadap tebal dinding pada
ujung lebih besar dari pangkal.
c. Kuat Geser
Kekuatan geser adalah ukuran kekuatan bambu dalam hal kemampuannya
menahan gaya-gaya yang membuat suatu bagian bambu bergeser dari bagian lain
didekatnya.

Gambar 2. 5. Batang Bambu Menerima Gaya Geser

Kekuatan geser berbeda-beda pada tebalnya dinding batang bambu (kekuatan


geser pada dinding bambu 10 mm menjadi 11% lebih rendah daripada dinding
bambu setebal 6 mm), pada bagian ruas dan bagian antara ruas batang bambu.
Bambu umur 5 tahun mempunyai keteguhan tekan sejajar serat tertinggi.
Nilai kuat geser bambu memiliki prinsip dan hubungan yang sama dengan kuat
tekan bambu dimana kekuatan geser bambu juga turut dipengaruhi oleh berat jenis
bambu dan masa serat dari bambu itu sendiri.
P

A

Dengan:
 = kekuatan/tegangan geser bambu

P = beban maksimum (kg)

A = luas bidang geser (cm2)

d. Kuat Lentur Bambu


37

Kuat Lentur merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur (Beban)
yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat di tengah-tengah bahan yang di
tumpu pada kedua ujungnya tanpa terjdi perubahan bentuk yang tetap.
Kuat Lentur dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kuat Lentur statik dan
kuat Lentur pukul. Kuat Lentur statik menunjukkan kekuatan bambu dalam
menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan kuat Lentur pukul
adalah kekuatan bambu dalam menahan gaya yang mengenainya secara
mendadak.

Gambar 2. 6. Batang Bambu Yang Menerima Beban Lentur

Balok bambu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima beban
berlebihan akan melengkung/melentur. Pada bagian sisi atas balok akan terjadi
tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi tegangan tarik yang besar (lihat
Gambar 2.6). Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan bambu
maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya.
3PI

2.b.h 2

Dengan:
 = kekuatan/tegangan lentur
P = beban maksimum (kg)
L = bentang bebas (cm)
b = lebar benda uji (cm)
h = tebal benda uji (cm)

2. 2. 3. 1. Tegangan Ijin Bambu Untuk Perancangan


Dalam perancangan struktur, bangunan yang akan dibuat harus ekonomis, aman dan tidak
mengkhawatirkan. Kekuatan bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kesuburan
38

tanah serta lokasi tempat tumbuh. Perancangan struktur harus didasarkan kekuatan bambu
dengan memperhitungkan faktor aman secukupnya.

Menyadari bahwa pemakaian bambu sebagai bahan bangunan cukup banyak dijumpai di
berbagai daerah di Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum melalui Pusat penelitian dan
Pengembangan Pemukiman telah melakukan penelitian mendalam tentang bambu khususnya
dalam upaya untuk membuat pedoman bagi masyarakat untuk mengetahui sifat fisik dan
mekanika bambu. Adapun hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. 7.

Tabel 2. 7. Kuat batas dan tegangan ijin bambu (Morisco, 1999)

Pada Tabel 2. 7 merekomendasikan tegangan ijin yang dapat dipakai oleh berbagai macam
bambu. Tentunya tegangan ijin yang direkomendasikan ini cenderung berada pada posisi
yang aman untuk pemakaian. Dengan demikian angka-angka tersebut jika dipakai sebagai
dasar dalam perancangan tentunya akan menghasilkan struktur yang konservatif.

Dalam praktek bambu sering dipasang dalam keadaan masih segar sehabis dipotong dari
rumpun. Setelah terpasang pada bangunan, secara berangsur-angsur air bambu akan
menguap. Prawirohatmodjo (1990) telah membuktikan bahwa pemakaian bambu segar tidak
membahayakan, karena setelah bambu kering kekuatannya bahkan sedikit meningkat.

2. 2. 3. 2.Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis


Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan
dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastis lentur
yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti Tabel 2.8 Kuat
39

acuan yang berbeda dengan Tabel 2.8 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara
eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.

Tabel 2. 8. Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar
air 15% ( berdasarkan PKKI NI - 5 2002 )

Dimana : Ew = Modulus elastis lentur

Fb = Kuat lentur

Ft = Kuat tarik sejajar serat

Fc = Kuat tekan sejajar serat

Fv = Kuat Geser

Fc┴ = Kuat tekan tegak lurus


40

2. 2. 4. Baja Tulangan
Karena beton mempunyai sifat yang kuat terhadap tekan dan mempunyai sifat yang relatif
rendah terhadap tarik maka umumnya beton hanya diperhitungkan bekerja dengan baik hanya
di daerah tekan saja pada penampangnya dan hubungan tegangan-regangan yang timbul
karena pengaruh pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan.

Nilai dari kuat tekan beton ditentukan dari tegangan tekan tertinggi (fc’) yang dicapai benda
uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian, seperti tampak
pada gambar, harap dicatat bahwa tegangan fc’ bukanlah tegangan yang timbul pada saat
benda uji hancur melainkan tegangan maksimum pada saat regangan beton (εb) mencapai
nilai ± 0,002. Selanjutnya nilai tegangan fc’ akan turun dengan bertambahnya nilai regangan
sampai benda uji hancur pada nilai ε' mencapai 0.003 – 0.005.

Gambar 2.7. Diagram Tegangan-Regangan Kuat Tekan Beton (Dipohusodo, 1999)

Pada SK SNI 03 – 2847 – 2002 menetapkan regangan kerja maksimum yang diperhitungkan
di serat tepi beton tekan terluar adalah 0.003 sebagai batas hancur namun tidak konservatif
untuk beton kuat tinggi dengan nilai fc' antara 55-80 MPa.

Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai ± 10 – 65 MPa. Untuk struktur beton
bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17 – 30 MPa,
sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi berkisar
antara 30 – 45 MPa. (Dipohusodo, 1999).

Faktor – faktor penting lainnya yang mempengaruhi kuat tekan beton yaitu antara lain:
1. Jenis semen dan kualitasnya, mempengaruhi kekuatan rata – rata dan kuat batas beton.
41

2. Perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai 40 % dapat terjadi bila pengeringan


diadakan sebelum waktunya.
3. Suhu pada umumnya kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya
suhu. Pada titik beku kuat hancur akan tetap rendah untuk waktu yang lama.
4. Umur pada keadaan yang normal kekuatan beton bertambah dengan dengan umurnya,
Kecepatan bertambahnya kekuatan tergantung pada jenis semen. Misalnya dengan
kadar alumina yang tinggi menghasilkan beton yang kuat hancurnya pada 24 jam sama
dengan Semen Portland biasa pada umur 28 hari. Pengerasan berlangsung terus secara
lambat sampai beberapa tahun.

2. 2. 5. Balok
Penelitian yang dilakukan Pathurahman, (2003), menunjukkan bahwa keruntuhan yang
terjadi pada benda uji balok beton ukuran 150x200x2000 mm diawali dengan retaknya beton.
Retak yang selalu terjadi pada awal proses keruntuhan adalah retak lentur ditandai dengan
pola retak yang tegak lurus. Secara umum retak tersebut terjadi pada saat beban mencapai di
atas 90% dari beban teoritis atau sekitar 78% dari beban runtuh. Retak awal biasanya terjadi
pada daerah pembebanan di sekitar tumpuan rol, kemudian retak terjadi di daerah tengah
bentang selanjutnya di daerah sekitar sendi, atau sebaliknya. Dan dari hasil perbandingan
antara teori dengan eksperimen menunjukkan bahwa bambu memiliki peluang untuk
digunakan sebagai tulangan balok beton, khususnya untuk struktur sederhana.

2. 2. 5. 1. Anggapan - anggapan
Menurut Istimawan (1994), pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan
di dasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut :

1. Prinsip Navier -Bernoulli tetap berlaku.

2. Tengangan beton dapat disederhanakan menjadi tegangan kotak.


3. Kuat tarik beton diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik
dilimpahkan kepada tulangan bambu.
42

Gambar 2. 8. Distribusi tegangan dan regangan pada penampang beton


Karena nilai gaya tarik beton lebih kecil dari nilai gaya tarik tulangan, maka pada sketsa
distribusi tegangan dan regangan, gaya tarik beton tidak ditampilkan.
Untuk menghitung tinggi luasan tekan pada balok dan nilai beta, digunakan persamaan a = β1
xc

Dimana : c = jarak serat tekan garis terluar ke garis netral


β1 = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton
Menurut SK SNI T-15-1991-03, menetapkan nilai β1 sebagai berikut:

fc’ ≤ 30 MPa β1 = 0.85

30 < fc’ < 50 MPa β1 = 0.85 – (fc’ – 30)

fc’ ≥ 50 MPa β1 = 0.65

2. 2. 5. 2. Pembatasan Tulangan Tarik


Pada perhitungan beton bertulang menurut SK SNI T-15-1991-03, ditetapkan bahwa jumlah
tulangan baja tarik, As, tidak boleh melebihi 0.75 dari tulangan balans, Asb, yaitu jumlah
tulangan tarik bila beton dan baja kedua-duanya mencapai regangan hancur, As ≤ 0,75.
Asb

Dalam penelitian ini tulangan bambu ditetapkan tidak lebih dari 60 persen tulangan balans,
As ≤ 0,60. Asb

Sedangkan modulus elastisitas dan tegangan leleh bambu ditetapkan sebagai berikut:
Es = Modulus elastisitas bambu = 180.000 kg/m²

fy = Tegangan leleh bambu = 223,33 Mpa


43

2. 2. 5. 3. Analisis Balok

Gambar 2. 9. Distribusi tegangan dan regangan pada penampang beton


Kondisi regangan seimbang (balance) terjadi jika :

εc’ = 0.003 dan εs = εy =

Dimana:
fy = tegangan leleh bambu = 223,33 MPa

Es = Modulus elastisitas bambu = 180.000 kg/m²

Pada kondisi balans didapat:

ab = β * Cb
Cc = 0.85 fc’*b*ab
T = Asb * fy
Karena ∑ H = 0, maka T = Cc
Asb * fy = 0.85 * fc’ * b * ab

Mn = T (d - a/2)
Mr = 0.80 Mn
Dari hasil analisa balok dapat diketahui besarnya beban, P, yang dapat bekerja pada balok,
dari hasil percobaan juga akan diperoleh nilai P yang berguna untuk menghitung besarnya
momen ultimit yang dapat dilayani, kedua nilai momen hasil dari analisis dan hasil pengujian
akan dibandingkan.
44

2. 2. 6. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar


Pengujian bahan pembentuk beton dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakterikstik dari
material pembentuk. Pengujian dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar.
Sedangkan untuk semen tidak dilakukan pengujian. Air yang digunakan sesuai dengan
spesifikasi standar air dalam PBI 1971 pasal 3.6

2. 2. 6. 1. Standar Pengujian Terhadap Agregat Halus


Pengujian yang dilakukan terhadap agregat halus harus berdasarkan ASTM dan disesuaikan
dengan spesifikasi bahan yang ditentukan ASTM. Standar pengujian terhadap agregat halus
adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-33 : Standar penelitian untuk pengujian berat isi agregat halus.
b. ASTM C-40 : Standar penelitian untuk tes kotoran organik dalam
agregat halus
c. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk agregat yang lolos saringan no.
200 dengan pencucian.
d. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity
agregat halus.
e. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus

2. 2. 6. 2. Standar Pengujian Terhadap Agregat Kasar

a. ASTM C-29 : Standar penelitian untuk pengujian berat isi agregat kasar.
b. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity
agregat kasar.
c. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian keausan (abrasi)
agregat kasar.
d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis ayakan agregat kasar.

2. 2.7. Perancangan Campuran Beton (Mix Design)

Perhitungan rancang campur beton bertujuan untuk menentukan proporsi campuran berat
semen, agregat halus, agregat kasar dan air sehingga mendapatkan campuran yang berkualitas
baik sesuai dengan yang direncanakan.
45

Perancangan campuran beton normal ini menggunakan metode Perancangan Menurut Cara
Inggris (The British Mix Design Method), adapun langkah-langkah pokoknya sebagai berikut
:

a. Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu dan nilai standar
deviasi (Sd) berdasarkan hasil pengalaman praktek pelaksana.

b. Menghitung nilai tambah (margin) (M) dengan rumus berikut :

M = k . Sd

Dengan : M = nilai tambah, MPa

k = 1,64

Sd = deviasi standar, MPa

c. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f’cr) dengan rumus :

f’cr = f’c + M

dengan : f’cr = kuat tekan rata-rata, MPa

f’c = kuat tekan yang disyaratkan, MPa

M = nilai tambah, MPa

d. Menetapkan jenis semen Portland.

e. Menentukan jenis agregat, berupa agregat alami atau batu pecah

Tabel 2.9. Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa) dengan Faktor Air Semen 0,50.

Jenis Jenis Agregat Umur (hari)


Semen Kasar 3 7 28 91
I, II, III Alami 17 23 33 40
Batu pecah 19 27 37 45
Alami 21 28 38 44
III Batu pecah 25 33 44 48
46

f. Menetapkan faktor air-semen berdasarkan jenis semen, jenis agregat kasar dan kuat tekan
rata-rata.

g. Menetapkan faktor air-semen maksimum berdasarkan Tabel 2.10.

Tabel 2.10. Persyaratan Faktor Air-Semen Maksimum Untuk Berbagai Pembetonan dan
Lingkungan Khusus.
FAS
Jenis Pembetonan
Maksimum

Beton di dalam ruang bangunan :

a. Keadaan keliling non-korosif 0,60

b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau


0,52
uap korosi

Beton di luar ruang bangunan :

a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 0,55

b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 0,60

Beton yang masuk ke dalam tanah :

0,55
a. Mengalamai keadaan basah dan kering berganti-ganti

Lihat
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah
Tabel 2.9.a

Lihat
Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut
Tabel 2.9.b
47

h. Menentukan nilai slump.

i. Menetapkan besar butir agregat maksimum.

j. Menetapkan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan ukuran
maksimum agregat, jenis agregat, dan nilai slump yang diinginkan.

Tabel 2.11. Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (liter)
Besar Ukuran Jenis Slump (mm)
Maks. Kerikil (mm) Batuan 0 − 10 10 − 30 30 − 60 60 – 180

Alami 150 180 205 225


10
Batu pecah 180 205 230 250

Alami 135 160 180 195


20
Batu pecah 170 190 210 225

Alami 115 140 160 175


40
Batu pecah 155 175 190 205

k. Menghitung berat semen yang diperlukan dan kebutuhan semen minimum berdasarkan
Tabel 2.12. berikut

Tabel 2.12. Kebutuhan Semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan
Khusus.
Semen
Jenis Pembetonan Minimum
(kg/m3 beton)
Beton di dalam ruang bangunan :
a. Keadaan keliling non-korosif 275
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau
325
uap korosi
Beton di luar ruang bangunan :
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 325
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung 275
Beton yang masuk ke dalam tanah :
a. Mengalamai keadaan basah dan kering berganti-ganti 325
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah Lihat Tabel
48

2.11.a
Beton yang selalu berhubungan dengan air Lihat Tabel
tawar/payau/laut 2.11.b

l. Menentukan daerah gradasi agregat halus berdasarkan Tabel 2.13 berikut :

Tabel 2.13. Daerah Gradasi Agregat Halus

Lubang Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan

Ayakan (mm) 1 2 3 4

10 100 100 100 100

4,8 90 – 100 90 - 100 90 - 100 95 – 100

2,4 60 – 95 75 - 100 85 - 100 95 – 100

1,2 30 – 70 55 - 90 75 - 100 90 – 100

0,6 15 – 34 35 - 59 60 - 79 80 – 100

0,3 5 – 20 8 - 30 12 - 40 15 – 50

0,15 0 – 10 0 - 10 0 - 10 0 – 15

m. Menetapkan nilai perbandingan antara agregat halus dan agregat kasar.

n. Menghitung nilai berat jenis agregat campuran dengan rumus :

P K
] Bj. Camp =  bj.ag.halus   bj.ag.kasar
100 100

Dengan :

Bj. Camp = berat jenis agregat campuran

bj. ag. halus = berat jenis agregat halus


49

bj. ag. Kasar = berat jenis agregat kasar

P = persentase agregat halus terhadap agregat campuran

K = persentase agregat kasar terhadap agregat campuran

o. Menghitung kebutuhan agregat campuran dengan rumus :

Wpasir + kerikil = Wbeton - kebutuhan air – kebutuhan semen

p. Menghitung berat agregat halus yang diperlukan dengan rumus :

Wpasir = (Persentase agregat halus) x Wpasir + kerikil

q. Menghitung berat agregat kasar yang diperlukan dengan rumus :

Wkerikil = Wpasir + kerikil - Wpasir

Anda mungkin juga menyukai