Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PROMOSI KESEHATAN

“Sejarah dan Perkembangan Promosi Kesehatan”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Promosi Kesehatan

Dosen Pengampu: Omo Sutomo (gelar)

Disusun Oleh:

1. Ana Maulidina Syari P27902121048


2. Desty Salsabila P27902121050
3. Ikeu Adriyanti P27902121056
4. Indah Dara Meuthia P27902121058
5. Nadya Shafira P27902121066
6. Neneng Santiyah P27902121069
7. Siti Fadillah P27902121079
8. Syifa'ul aeni P27902121085
POLTEKKES KEMENKES BANTEN

JURUSAN KEBIDANAN

Jalan jendral Ahmad Yani km 2 Rangkasbitung


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah
dan Perkembangan Promosi Kesehatan”. Shalawat dan salam mari kita curahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan kebijakan dan
menyebarkan ilmunya pada semua umatnya.

Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Promosi
Kesehatan dengan harapan para pembaca dapat menambah pengetahuan dan wawasan
serta dapat mengetahui Sejarah dan Perkembangan Promosi Kesehatan itu seperti apa.

Menyadari banyak nya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Maka dari
itu kami mengharapkan para pembaca dapat memakluminya. Kami harap pembaca
juga dapat memberikan kritikan dan saran untuk makalah ini.

Selain itu, kita juga berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah ikut
berkontribusi untuk penyusunan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangsa, yang


memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu sandang, pangan, pendidikan,
kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup.

Istilah propaganda sering dikatitkan dengan bidang politik. Namun


sebenarnya tidak selalu demikian. Bisa juga tentang masalah sosial, termasuk
kesehatan. Di zaman pra dan awal kemerdekatan dulu propaganda masalah
kesehatan itu sudah dilakukan. Pada waktu itu cara propaganda itulah yang
dilakukan untuk memberi penerangan kepada masyarakat tentang kesehatan.
Propaganda pada waktu itu dilakukan dalam bentuk yang sederhana melalui
pengerasan suara atau dalam bentuk gambar dan poster. Juga melalui film layar
tancap. Cara-cara itu kemudian berkembang, karena propaganda yang dirasakan
kurang efektif apabila tidak dilakukan upaya perubahan atau perilaku hidup sehari-
hari masyarakat maka dilancarkanlah upaya pendidikan kesehatan manyarakat
(health education) yang dipadukan dengan upaya pembangunan masyarakat atau
upaya perorganisasian masyarakat.

Dalam konstitusi organisasi kesehatan dunia tahun 1948 disepakati antara


lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak
yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang
dianut dan tingkat sosial ekonominya. diperlukan adanya reformasi di bidang
kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar
daerah dan antar golongan, derajat kesehatan yang masih tertinggal dibandingkan
dengan negara-negara tetangga dan kurangnya kemandirian dalam pembangunan
kesehatan. reformasi di bidang kesehatan perlu dilakukan mengingat lima
fenomena yang berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan. pertama,
perubahan pada dinamika kependudukan. kedua, temuan-temuan ilmu dan
teknologi kedokteran. ketiga, tantangan global sebagai akibat dari kebijakan
perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan transportasi. keempat,
perubahan lingkungan. kelima, demokratisasi.

Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak


dasar rakyat, dimana tercantum dalam pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 yaitu hak
untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan
sangat besar peranannya dalam mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas dalam rangka mengimbangi makin ketatnya persaingan bebas di era
globalisasi.

Keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut memerlukan pembangunan


kesehatan yang lebih dinamis dan produktif dengan melibatkan semua sector
terkait termasuk swasta dan masyarakat. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Oleh karena itu perlu diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan


pemeliharaan, promosi kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Dalam
rangka memajukan kesehatan masyarakat serta meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat maka diperlukan strategi promosi kesehatan baik kepada pemerintah,
tokoh masyarakat, dan khususnya kepada masyarakat. Untuk memenuhi tugas
mata kuliah promosi kesehatan kami membuat makalah ini dengan judul strategi
promosi kesehatan untuk mengetahui bagaimana strategi promosi kesehatan.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan sejarah promosi kesehatan
2. Bagaimana perkembangan promosi kesehatan di Indonesia

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang sejarah promosi kesehatan
2. Memahami lebih dalam tentang perkembangan promosi kesehatan di Indonesia
3. Untuk memahami tentang sejarah promosi kesehtan
4. Mengetahui tentang perkembangan promosi kesehatan di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Promosi Kesehatan di Dunia

Era Globalisasi dan Promosi Kesehatan Kurun waktu 2000an ini juga
merupakan era globalisasi. Batas–batas antar negara menjadi lebih longgar.
Persoalan menjadi lebih terbuka. Berkaitan dengan era globalisasi ini dapat
menimbulkan pengaruh baik positif maupun negatif. Di satu pihak arus informasi
dan komunikasi mengalir sangat cepat. Ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang pesat. Dunia menjadi lebih terpacu dan maju.

Dipihak lain penyakit menular yang ada di satu negara dapat menyebar
secara cepat ke negara lain apabila negara itu rentan atau rawan. Misalnya AIDS,
masalah merokok, penyalahgunaan NAPZA, dll, sudah menjadi persoalan dunia.
Demikian pula budaya negatif di satu bangsa atau negara dengan cepat juga dapat
masuk dan mempengaruhi budaya bangsa atau negara lain. Sementara itu
khususnya di bidang Promosi Kesehatan, dalam era globalisasi ini indonesia
memperoleh banyak masukan dan perbandingan dari banyak negara.

Melalui berbagai pertemuan internasional yang diikuti, setidaknya para


delegasi memperoleh inspirasi untuk mengembangkan promosi kesehatan di
indonesia. Beberapa pertemuan adalah sebagai berikut:

1. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan.


Konferensi ini bersifat resmi, para utusannya diundang oleh WHO dan
mewakili negara. Selama kurun waktu 1995 – 2005 ada tiga kali konferensi
internasional, yaitu : The 4th International Conference on Healt Promotion-
Jakarta 1997, the 5th Internasional Conference on Health Promotion-Mexico
City 2000, dan the 6st Global Conference on Health Promotion-Bangkok,
2005. Pada pertemuan di Bangkok istilah International Conference diganti
dengan Global Conference. Karena dengan istilah “global” tersebut
menunjukkan bahwa sekat – sekat antar negara menjadi lebih tipis dan
persoalan serta solusinya menjadi lebih mendunia. Menkes RI yang hadir pada
konferensi di Jakarta adalah Prof. Dr. Suyudi yang juga menjadi pembicara
kunci pada konferensi tersebut, di Mexico City: Dr. Achmad Suyudi, yang juga
menjadi salah satu pembicara kunci dan bersama para menteri kesehatan dari
negara negara lain ikut menandatangani “Mexico Ministerial Statements on
Health Promotion”, dan yang hadir di Bangkok adalah Drs. Richard Pajaitan,
Staf Ahli yang mewakili Menteri Kesehatan yang harus berada di tanah air
menjelang peringatan proklamasi kemerdekaan RI. Konferensi di Bangkok ini
menghasilkan “The Bangkok Charter”. Ketiga konferensi tersebut baik proses
maupun hasil – hasilnya memberikan sumbangan yang bermakna dalam
perkembangan promosi kesehatan di indonesia.
2. Konferensi Internasional Promosi dan Pendidikan Kesehatan.
Konferensi ini bersifat keilmuan. Utusannya datang atas kemauan sendiri
dengan mendaftar lebih dahulu. Penyelenggaranya adalah Organisasi Profesi,
yaitu International Union for Health Promotion and Education. Dalam kurun
waktu ini sebenarnya ada empat kali pertemuan, tetapi indonesia hanya hadir di
tiga pertemuan yaitu di Ciba-Jepang tahun 1995, Paris-Perancis tahun 2001,
dan Melbourne-Australia tahun 2004. Indonesia tidak hadir pada pertemuan di
Pourtorico tahun 1998, karena situasi tanah air yang tidak memungkinkan untuk
pergi. Dengan mengikuti konferensi seperti ini, selain menambah wawasan dan
gagasan, juga menambah teman dan jaringan.
3. Pertemuan – pertemuan WHO tingkat regional dan internasional.
Pertemuan seperti ini biasanya diikuti oleh kelompok terbatas, antara 20 – 30
orang. Sifatnya merupakan pertemuan konsultasi atau juga pertemuan tenaga
ahli (Expert). Pesertanya adalah utusan yang mewakili unit Promosi Kesehatan
di masing – masing negara, atau perorangan yang dianggap ahli, yang diundang
oleh WHO. Dalam kurun waktu 1995 – 2005 beberapa kali diselenggarakan
pertemuan konsultasi di New Delhi-India, Bangkok-Thailand, Jakarta-
Indonesia, dan beberapa kali di Genewa-Swis, khususnya dalam kaitannya
dengan Mega Country Health Promotion Network. Pertemuan – pertemuan
seperti ini juga memicu perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia.
Khusus dalam Mega Country network ini diupayakan penanggulangan penyakit
tidak menular secara bersama melalui aktivitas fisik, makan gizi seimbang dan
tidak merokok.
4. Pertemuan regional ASEAN.
Pertemuan ini diselenggarakan oleh negara – negara ASEAN. Pertemuan
seperti ini diselenggarakan beberapa kali, tetapi yang menyangkut Promosi
Kesehatan diselenggarakan pada tahun 2002 di Vientiane-Laos. Pertemuan ini
menghasilkan Deklarasi Vientiane atau kesepakatan Menteri Kesehatan
ASEAN tentang “Healthy ASEAN Lifestyle” (antara lain ditandatangani oleh
Dr. Achmad Suyudi selaku Menteri RI) yang pada pokoknya merupakan
kesepakatan untuk mengintensifkan upaya – upaya regional untuk
meningkatkan gaya hidup sehat penduduk ASEAN akan menuju kehidupan
yang sehat, sesuai dengan nilai, kepercayaan dan lingkungannya.
5. Pertemuan – pertemuan internasional atau regional lainnya, seperti:
International Conference on Tobacco and Health di Beijing 1997,
International Conference on Working Together for better health di Cardiff-UK
1998 dan masih banyak pertemuan lainnya, misalnya tentang HIV/AIDS di
Bangkok-Manila, dll. Pertemuan tentang kesehatan lingkungan di Nepal,
pertemuan tentang Health Promotion di Bangkok, Melbourne, dll. Ini semua
memperkuat jaringan dan semakin memantapkan langkah di indonesia. Selain
itu, indonesia juga banyak menerima kunjungan persahabatan dari negara –
negara sahabat, kebanyakan dari negara – negara yang sedang berkembang
seperti dari Bangladesh, India, Myanmar, Sri Langka, Maladewa (Maldives)
dan beberapa negara di Afrika. Dalam kesempatan diskusi di kelas maupun
kunjungan lapangan, mereka juga sering memberi masukan dan perbandingan
tentang kegiatan Promosi Kesehatan.

B. Sejarah Promosi Kesehatan di Indonesia


Perkembangann Promosi Kesehatan tidak terlepas dari perkembangan
sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan dipengaruhi juga oleh
perkembangan Promosi Kesehatan International yaitu dimulainya program
Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PMKDD) pada tahun 1975 dan
tingkat Internasional tahun 1978 Deklarasi Alma Ata tentang Primary Health Care
tersebut sebagai tonggak sejarah cikal bakal Promosi Kesehatan (Departemen
Kesehatan, 1994).
Istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai
dicetuskan setidaknya pada tahun 1986, ketika diselenggarakannya Konferensi
Internasional pertama tentang Health Promotion di Ottawa-Canada pada tahun
1986. Pada waktu itu dicanangkan ”The Ottawa Charter”, yang didalamnya
memuat definisi serta prinsip-prinsip dasar Promosi kesehatan. Namun istilah
tersebut pada waktu itu di Indonesia belum terlalu populer seperti sekarang. Pada
masa itu, istilah yang cukup terkenal hanyalah Penyuluhan Kesehatan, selain itu
muncul pula istilah-istilah populer lain seperti KIE (Komunikasi, Informasi, dan
Edukasi), Social Marketing (Pemasaran Sosial) dan Mobilisasi Sosial.
Selanjutnya perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia adalah seperti
uraian berikut ini: Sebelum Tahun 1965 Pada saat itu istilahnya adalah Pendidikan
Kesehatan. Dalam program-program kesehatan, Pendidikan Kesehatan hanya
sebagai pelengkap pelayanan kesehatan, terutama pada saat terjadi keadaan kritis
seperti wabah penyakit, bencana, dsb. Sasarannya perseorangan (individu), supaya
sasaran program lebih kepada perubahan pengetahuan seseorang.
Periode Tahun 1965-1975 Pada periode ini sasaran program mulai perhatian
kepada masyarakat. Saat itu juga dimulainya peningkatan tenaga profesional
melalui program Health Educational Service (HES). Tetapi intervensi program
masih banyak yang bersifat individual walau sudah mulai aktif ke masyarakat.
Sasaran program adalah perubahan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.
Promosi Kesehatan Untuk Bidan Periode Tahun 1975-1985. Istilahnya mulai
berubah menjadi Penyuluhan Kesehatan.
Di tingkat Departemen Kesehatan ada Direktorat PMKD. PMKD menjadi
andalan program sebagai pendekatan Community Development. Saat itu mulai
diperkenalkannya Dokter Kecil pada program UKS di SD. Departemen Kesehatan
sudah mulai aktif membina dan memberdayakan masyarakat. Saat itulah Posyandu
lahir sebagai pusat pemberdayaan dan mobilisasi masyarakat. Sasaran program
adalah perubahan perilaku masyarakat tentang kesehatan. Pendidikan kesehatan
pada era tahun 80-an menekankan pada pemberian informasi kesehatan melalui
media dan teknologi pendidikan kepada masyarakat dengan harapan masyarakat
mau melakukan perilaku hidup sehat.
Namun kenyataannya, perubahan tersebut sangat lamban sehingga
dampaknya terhadap perbaikan kesehatan sangat kecil. Dengan kata lain,
peningkatan pengetahuan yang tinggi tidak diikuti dengan perubahan perilaku.
Seperti yang diungkap hasil penelitian, 80% masyarakat tahu cara mencegah
demam berdarah dengan melakukan 3M (menguras, menutup dan mengubur)
tetapi hanya 35% dari masyarakat yang benar-benar melakukan 3M tersebut. Oleh
sebab itu, agar pendidikan kesehatan tidak terkesan “tanpa arti”, maka para ahli
pendidikan kesehatan global yang dimotori oleh WHO, pada tahun 1984
merevitalisasi pendidikan kesehatan tersebut dengan menggunakan istilah promosi
kesehatan. Promosi kesehatan tidak hanya mengupayakan perubahan perilaku saja
tetapi juga perubahan lingkungan yang menfasilitasi perubahan perilaku tersebut.
Disamping itu promosi kesehatan lebih menekankan pada peningkatan
kemampuan hidup sehat bukan sekedar berperilaku sehat. Periode Tahun 1985-
1995. Dibentuklah Direktoral Peran Serta Masyarakat (PSM), yang diberi tugas
memberdayakan masyarakat. Direktoral PMKD berubah menjadi Pusat PMKD,
yang tugasnya penyebaran informasi, komunikasi, kampanye dan Promosi
Kesehatan Untuk Bidan pemasaran sosial bidang kesehatan. Saat itu pula PMKD
menjadi Posyandu. Tujuan dari PMKD dan PSM saat itu adalah perubahan
perilaku. Pandangan (visi) mulai dipengaruhi oleh “Ottawa Charter” tentang
Promosi Kesehatan.
Periode Tahun 1995, sekarang Istilah PMKD menjadi Promosi Kesehatan.
Bukan saja pemberdayaan kearah mobilisasi massa yang menjadi tujuan, tetapi
juga kemitraan dan politik kesehatan (termasuk advokasi). Sehingga sasaran
Promosi Kesehatan tidak hanya perubahan perilaku tetapi perubahan kebijakan
atau perubahan menuju perubahan sistem atau faktor lingkungan kesehatan. Pada
Tahun 1997 diadakan konvensi Internasional Promosi Kesehatan dengan tema
“Health Promotion Towards The 21 st Century Indonesian Policy for The Future”
dengan melahirkan “The Jakarta Declaration”. Berdasarkan Piagam Ottawa
(Ottawa Charter, 1986) sebagai hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi
Kesehatan Di Ottawa-Canada, menyatakan bahwa Promosi Kesehatan adalah
upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Batasan promosi
kesehatan ini mencakup dimensi yaitu kemauan dan kemampuan. Sehingga tujuan
dari Promosi Kesehatan itu sendiri adalah memampukan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka dan menciptakan suatu keadaan,
yakni perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
Dengan demikian penggunaan istilah Promosi Kesehatan di Indonesia
tersebut dipicu oleh perkembangan dunia Internasional. Nama unit Health
Education di WHO baik di Hoodquarter-Geneva maupun di Searo-India, juga
sudah berubah menjadi unit Health Promotion. Nama organisasi profesi
Internasional juga mengalami perubahan menjadi International Union For Health
Promotion and Education (IUHPE).
Istilah Promosi Kesehatan tersebut juga ternyata sesuai dengan
perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri yang mengacu pada
paradigma sehat. Salah satu tonggak promosi kesehatan ialah Deklarasi Jakarta,
yang lahir dari Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke IV. Promosi
Kesehatan Untuk Bidan Deklarasi Jakarta Merumuskan bahwa, Promosi kesehatan
adalah investasi utama yang memberikan dampak pada determinan kesehatan, dan
juga memberikan kesehatan terbesar pada masyarakat. Promosi kesehatan
memberikan hasil positif yang berbeda dibandingkan upaya lain dalam
meningkatkan kesetaraan bagi masyarakat dalam kesehatan. Promosi kesehatan
perlu disosialisasikan dan harus menjadi tanggung jawab lintas sektor.
Deklarasi juga merumuskan prioritas-prioritas promosi kesehatan di abad 21
yaitu, meningkatkan tanggung jawab dalam kesehatan, meningkatkan investasi
untuk pembangunan kesehatan, meningkatkan kemampuan masyarakat dan
pemberdayaan individu serta menjamin infrastruktur promosi kesehatan.

C. Perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia


Perkembangan Promosi Kesehatan tidak terlepas dari perkembangan
sejarah Kesehatan Masyarakat di Indonesia dan dipengaruhi juga oleh
perkembangan Promosi Kesehatan International, yaitu secara seremonial di
Indonesia di mulai program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PMKD)
pada tahun 1975, dan tingkat Internasional Deklarasi Alma Ata tahun 1978 tentang
Primary Health Care (Departemen Kesehatan, 1994). Kegiatan Primary Helath
Care tersebut sebagai tonggak sejarah cika-lbakal Promosi Kesehatan. Promosi
Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh untuk dan bersama masyarakat agar masyarakat dapat
menolong diri sendiri dari terjadinya sebuah permasalahan kesehatan. Beberapa
hal yang dapat dicatat sebagai profil Promosi Kesehatan secara rincidapat dilihat
dibuku. Profil Promosi Kesehatan secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Dalam upaya advokasi, telah dihasilkan beberapa keputusan yang menyangkut
kebijakan yang berkaitan dengan : “Social enforencement” Garam beryodium,
kawasan tanpa rokok, kabupaten/kota sehat, program langit biru, dll. Selain itu
sekitar 20 provinsi juga telah mengeluarkan Surat keputusan atau Edaran yang
berkaitan dengan PHBS, garam yodium, penanggulangan AIDS, Kawasan
Tanpa Rokok, dll.
2. Dalam upaya bina suasana atau pembentukan opini masyarakat untuk
membudayakan perilaku sehat telah dilakukan penyebaran informasi kesehatan,
melalui media televisi, radio, media cetak, pameran, media luar ruang lainnya,
penyeluhan melalui kelompok dan diskusi interaktif . Penyebaran informasi
kesehatan itu dilakukan baik di Pusat maupun Daerah, tentang berbagai topik,
masalah atau Promosi Kesehatan, seperti : GAKY, AIDS, Gaya Hidup Sehat,
dll, termasuk kampanye tentang penanggulangan dampak pengurangan subsidi
energi.
3. Dalam upaya pengembangan perilaku hidup sehat, 30 provinci melaporkan
telah mengembangkan PHBS di berbagai tatanan: jumlah kumulatifnya
sebanyak 7,5 juta lebih di tatanan rumah tangga, 53 ribu lebih di tatanan
sekolah (SD, SMP, SMU), 260 ribu lebih di tempat kerja (kantor pemerintah,
kantor swasta, pabrik), 26 ribu lebih di tatanan sarana kesehatan (Pemerintah
dan Swasta).
4. Dalam upaya peningkatan kemitraan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi upaya Promosi Kesehatan, dilakukan berbagai kegiatan, seperti:
reorientasi LSM termasuk di provinsi, sosialisasi Indonesia Sehat ke partai
politik, organisasi kemasyarakatan dan wartawan, pertemuan – pertemuan lintas
program dan lintas sektor, juga berbagai pertemuan bersama LSM, Sektor
Swasta, Organisasi Profesi, Ormas Kemanusiaan, Ormas Wanita, Ormas
Keagamaan, dll.
5. Pengembangan SDM Promosi Kesehatan, baik bagi pengelola program maupun
pelaksana di lapangan. Dalam kaitan itu pada tahun 2002 tercatat ada 54 tenaga
Promosi Kesehatan di Pusat dan beberapa daerah mengikuti pendidikan formal
(D3, S1 dan S2). Sedangkan tenaga yang mengikuti pelatihan tentang pomkes
dalam tahun 2002 tidak kurang dari 600 orang. Berasal dari pusat dan
sedikitnya dari 20 provinsi. Selain itu juga telah ditetapkan sebanyak 856 orang
tenaga jabatan profesional penyuluh kesehatan (98 orang ahli dan 758 orang
terampil), baik di Pusat maupun Daerah.
6. Dalam upaya pengembangan metode dan teknik Promosi Kesehatan, antara
lain, dihasilkan: Pomkes di perusahaan, Pomkes dalam era desentralisasi,
Pomkes dalam pemberdayaan keluarga, Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok,
Pomkes di pondok pesantren, Pengembangan Kota Sehat, Pemanfaatan Dana
Sosial dan Keagamaan untuk kesehatan. Sesuatu yang perlu disebutkan disini
adalah: Pengembangan Sistem Surveilans Perilaku Beresiko terpadu (Yang
dipandang sebagai surveilans generasi kedua, setelah surveilans penyakit) dan
Pengembangan Sistem Informasi PHBS di berbagai tatanan.
7. Pengembangan media dan sarana promkes, antara lain pengembangan studio
mini dan mobil unit penyuluhan di Pusat dan 5 Provinsi proyek Kesehatan
Keluarga dan Gizi beserta saranan kelengkapannya, serta berbagai prototype
media di pusat untuk kemudian dikembangkan di daerah. Dikembangkan pula
media interaksi baik melalui majalah tiga bulanan maupun melalui internet.
8. Pengembangan indrastruktur khususnya yang menyangkut organisasi dan
kelembagaan, serta penganggaran, hasilnya mengalami pasang surut. Demikian
pula yang terjadi di daerah, ada yang muncul dan ada yang terintegrasi dengan
unit lain, sesuai dengan potensi, keadaan dan perkembangan di daerah. Di
beberapa daerah juga dibentuk Badan Koordinasi Promosi Kesehatan Provinsi
seperti yang terjadi di Sumatra Utara, Jawa Barat, DIY dan lampung. Selain itu
dapat disampaikan bahwa pengembangan anggaran biaya untuk kegiatan
Promosi Kesehatan ini mengalami fluktuasi. Pada awal Repelita I sampai VI
tersedia dana melalui APBN termasuk bantuan luar negeri yang jumlahnya
belum memadai. Namun belakangan ini pada masa reformasi terjadi
peningkatan anggaran yang cukup besar, baik yang berasal dari APBN maupun
APBD bagi daerah otonom.
Khusus konvesi yang membahas tentang Promosi Kesehatan di mulai dari Konvesi
Promosi Kesehatan di Ottawa, Kanada dengan melahirkan The Ottawa Charter
tahun 1986 sampai Konvesi Promosi Kesehatan yang dilaksanakan di Jakarta
tahun 1997 dengan melahirkan The Jakrata Declaration. Selanjutnya
perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia adalah seperti berikut dibawah ini:

1. Sebelum Tahun 1965 (sebelum sampai awal kemerdekaan).


Pada saat itu istilahnya adalah Pendidikan Kesehatan. Dalam program-program
kesehatan Pendidikan Kesehatan hanya sebagai pelengkap pelayanan kesehatan,
terutama pada saat terjadi keadaab kritis seperti wabah penyaki, bencana, dsb.
Sasarannya perseorangan (individu), dengan sasaran program lebih kepada
perubahan pengetahuan seseorang.
2. Periode Tahun 1965-1975.
Pada priode ini mulai perhatiannya kepada masyarakat. Saat itu juga
dimulainya peningkatan profesional tenaga melalui program Health
Educational Service (HES). Tetapi intervensi program masih banyak yang
bersifat individual walau sudah mulai aktif ke masyarakat. Sasaran program
adalah perubahan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.
3. Periode Tahun 1975-1985.
Istilahnya mulai berubah menjadi Penyuluh Kesehatan. Di Tingkat Departemen
Kesehatan ada Diterektorat PMKD. PMKD menjadi andalan program sebagai
pendekatan Community Development. Saat itu program UKS di SD
diperkenalkannya Dokter Kecil. Sudah mulai aktif membina dan mem-
berdayakan masyarakat. Saat itulah Posyandu lahir sebagai pusat pemberdayaan
dan mobilisasi masyarakat. Sasaran program adalah perubahan perilaku
masyarakat tentang kesehatan. Misi dipengaruhi oleh Deklarasai Alma Ata.
4. Periode Tahun 1985-1995.
Dibentuklah Direktoral Peran Serta Masyarakat (PSM), yang diberi tugas
memberdayakan masyarakat. Sirektoral PMK berubah menjadi Pusat PMKD,
yang tugasnya penyebaran informasi, komunikasi, kampanye dan pemasaran
sosial bidang kesehatan. Saat itu pula PMKDD menjadi Posyandu. Tujuan dari
PMKD dan PSM saat itu adalah perubahan perilaku. Pandangan (Visi) mulai
dipengaruhi oleh “Ottawa Charter” tentang Promosi Kesehatan.
5. Periode Tahun 1995-Sekarang.
Istilah PMKD menjadi Promosi Kesehatan. Bukan saja pemberdayaan kearah
mobilisasi massa yang menjadi tujuan, tetapi juga kemitraan dan politik
kesehatan (termasuk advokasi). Sehingga sasaran Promosi Kesehatan bukan
saja perubahan perilaku tetapi perubahan kebijakan atau perubahan menuju
perubahan sistem atau faktor lingkungan kesehatan. Pada Tahun 1997 diadakan
konvensi internasional Promosi Kesehatan dengan tema “Health Promotion
Towards The 21st Century, Indonesian Policy for The Future” dengan
melahirkan “The Jakarta Declaration”.

D. Unit PMKD/Promosi Kesehatan di Daerah


Keberadaan unit PMKD dalam organisasi kesehatan di daerah (provinsi dan
kabupaten/kota) sebenarnya sudah ada sejak dicanangkannya pembangunan
nasional melalui Repelita I tahun 1969. Pada beberapa provinsi yang relatif maju,
unit PMKD sudah dibentuk sejak tahun 1967 setelah pemberlakuan struktur
organisasi Depkes tahun 1967. Pada waktu itu kegiatan – kegiatannya masih
terbatas pada dukungan terhadap upaya penanggulangan beberpa penyakit menular
di daerah tersebut dengan metode dan sarana yang masih sangat terbatas.
Tersedianya dana melalui APBN yang kemudian dituangkan dalam bentuk
proyek di daerah, ternyata memberikan dukungan sangat berarti bagi kegiatan
PMKD di daerah, ternyata memberikan dukungan sangat berarti bagi kegiatan
PMKD di daerah. Hal ini semakin meningkat dan memperoleh momentum setelah
pada sebagian besar provinsi ditempatkan tenaga spesialis Penyuluh Kesehatan.
Pada mulanya PMKD berupa unit yang pada sebagian daerah berdiri sendiri
atau menjadi bagian dari Direktorat Daerah yang merupakan cerminan dari
struktur yang berlaku di tingkat Nasional. Kemudian sesuai dengan kewenangan
otonomi daerah yang di,iliki oleh provinsi dan semakin dipahaminya arti penting
PMKD, maka status PMKD menjadi Direktorat Daerah (eselon III) dalam struktur
organisasi Inspektur/Dinas Kesehatan Provinsi. Ini terjadi sekitar tahun 1979 – an,
dan ini juga tercermin pada struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten, yang
menempatkan unit PMKD pada seksi (eselon IV). Tenaga pengelola PMKD di
Kabupaten pada waktu itu pada umumnya adalah tenaga perawat atau sanitarian
dengan keterampilan PMKD yang terbatas.
Pada waktu itu belum ada tenaga PMKD di front terdepan yaitu Puskesmas.
Itu karena dianut prinsip bahwa penyuluhan kesehatan adalah bagian yang
terintegrasi dengan semua program di Puskesmas, dan penyuluhan kesehatan dapat
dilakukan oleh siapa saja di Puskesmas. Akibatnya, kegiatan PMKD menjadi tidak
terarah dan dijalankan secara sambil lalu saja. Dengan pembentukan Kantor
Wilayah pada tahun 1985, sebagian tugas PMKD yaitu pengembangan masyarakat
dialihkan dan ditangani oleh Kantor Wilayah, yaitu oleh seksi Peran Serta
Masyarakat.
Sedangkan sebagian yang lain masih tetap berada di Dinas Kesehatan dan
dikelola oleh Sub Dinas Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Hal ini juga tercermin
di kabupaten/kota, yang tercermin dalam organisasi Konsep dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota . Pada waktu itu memang sering terjadi rivalitas antara kedua unit
yang sama – sama mengurusi penyuluhan/pemberdayaan masyarakat itu. Rivalitas
itu ada yang berkembang positif dengan kerjasama yang baik, tetapi ada juga yang
kurang berjalan baik.
Dengan diberlakkukannya otonomi daerah secara penuh pada tahun 2001
melalui UU No. 22 Tahun 1999, maka kewenangan pembentukan organisasi
daerah sepenuhnya berada dalam tanggan perintah daerah kabupaten dan kota. Hal
itu juga berimbas pada struktur organisasi dinas kesehatan, termasuk unit Promosi
Kesehatan. Struktur organisasi Promosi Kesehatan menjadi sangat bervariasi. Ada
daerah yang menempatkannya dalam sub dinas tersendiri, ada yang menjadi
seksi/bagian dari subdinas lain, dan ada juga yang hanya menjadi program tanpa
eselon. Bahkan ada pula yang hilang sama sekali dari peredaran. Hal ini menjadi
renungan dan pemikiran untuk dicarikan solusinya yang terbaik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa promosi Kesehatan


adalah investasi utama yang memberikan dampak pada determinan Kesehatan, dan
memberikan manfaat Kesehatan terbesar pada masyarakat. Promosi Kesehatan
memberikan hasil positif yang berbeda dibandingkan upaya lain dalam
meningkatkan kesetaraan bagi masyarakat dalam Kesehatan. Pada Era Globalisasi
dan Promosi Kesehatan Kurun waktu 2000an ini juga merupakan era globalisasi.
Batas – batas antar negara menjadi lebih longgar. Persoalan menjadi lebih terbuka.
Berkaitan dengan era globalisasi ini dapat menimbulkan pengaruh baik positif
maupun negatif. Di satu pihak arus informasi dan komunikasi mengalir sangat
cepat. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat.

B. Saran

Sebagai tenaga Kesehatan tentunya kita harus mengetahui sejarah promosi


Kesehatan agar lebih mudah untuk mengaplikasikan Ketika kita sudah
menjalankan profesi dan meningkatkan upaya keseteraan bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai