Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

sejarah
“Promosi kesehatan”

Disusun oleh
Florita R.sory dopi
2020.02.005

Stikes willyam booth


surabaya
TAHUN 2020/2021
Kata pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan lancar. Makalah kami yang berjudul “SEJARAH PROMOSI
KESEHATAN DIINDONESIA ”
Makalah ini disusun dari bebbagai sumber. Tak lupa pula kami
mengucapkan terimah kasih banyak kepada seluruuh pihak yang terlibat,
khususnya guru bidang studi atas bimbingan dan arahan dalam pembuatan
makalah
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi perbaikan selanjutnya menuju arah yang lebih
baik. Akhir kata kami berharap tugas ini dapat member manfaat bagi kita
semua.

Surabaya 31 agustus 2021

penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab 1 : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah

Bab 2 : Sejarah Promosi Kesehatan Indonesia

2.1 Era Propaganda dan Pendidikan Kesehatan Rakyat


3.1.1 Masa Penjajahan
3.1.2 Masa Pendudukan Jepang dan Awal Kemerdekaan

2.2 Era Pendidikan dan Penyuluhan Kesehatan


3.2.1 Istilah Pendidikan Kesehatan dan UU Kesehatan 1960
3.2.2 Penetapan Hari Kesehatan Nasional

2.3 Era PKMD, Posyandu dan Penyuluhan Kesehatan Melalui Media


Elektronikk
2.3.1 Peranserta Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan
2.3.2 Munculnya PKMD
2.3.3 PKMD dan Deklarasi Alma Ata

2.4 Era Promosi Keshatan

2.4.1 Munculnya istilah promosi kesehatan


2.4.2 Konferensi Internasional Health Promotion IV dan
Deklarasi Jakarta
2.4.3 Era Paradigma Sehat: Visi dan Misi Promosi Kesehatan
2.4.4 Promosi Kesehatan Di Era Reformasi Dan Desentralisasi

3.1 : konsep promosi kesehatan

3.1 Perkembangan Konsep Dasar Promosi Kesehatan


3.2 Definisi Promosi Kesehatan
3.3 Strategi promosi kesehatan
3.4 Metode dan tehnik promosi kesehatan
3.5 Sasaran
3.6 Peran promosi kesehatan

Bab 3 : penutup

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

Daftar pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG

Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangssa, yang berarti
memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pangan, pendidikan,
kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup.

Istilah propaganda sering dikaitkan dengan bidang politik. Namun sebenarnya


tidak selalu demikian. Bisa juga tentang masalah sosial, termasuk kesehatan. Di zaman
pra dan awal kemerdekaan dulu propaganda masalah kesehatan itu sudah dilakukan. Pada
waktu itu cara propaganda itulah yang dilakukan untuk memberi penerangan kepada
masyarakat tentang kesehatan. Propaganda pada waktu itu dilakukan dalam bentuknya
yang sederhana melalui pengeras suara atau dalam bentuk gambar dan poster. Juga
melalui film layar tancap. Cara-cara itu kemudian berkembang, karena propaganda
dirasakan kurang efektif apabila tidak dilakukan upaya perubahan atau perbaikan perilaku
hidup sehari-hari masyarakat. Maka dilancarkanlah upaya pendidikan kesehatan
masyarakat (health education) yang dipadukan dengan upaya pembangunan masyarakat
(community development) atau upaya pengorganisasian masyarakat (community
organization).
Diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil
pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan yang masih
tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan kurangnya kemandirian
dalam pembangunan kesehatan. Reformasi di bidang kesehatan perlu dilakukan
mengingat lima fenomena yang berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan. Pertama,
perubahan pada dinamika kependudukan. Kedua, Temuan-temuan ilmu dan teknologi
kedokteran. Ketiga, Tantangan global sebagai akibat dari kebijakan
perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Keempat,
Perubahan lingkungan .Kelima, Demokratisasi.
Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma Sehat merupakan
upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma
sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan
mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui
kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif
dan preventif.

Pendidikan kesehatan yang dikenal dengan promosi kesehatan adalah suatu


pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan kemampuan (ability)
masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Tujuan promosi kesehatan
bukan sekedar menyampaikan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan agar
masyarakat mengetahui dan berperilaku hidup sehat, tetapi juga bagaimana mampu
memelihara dan meningakatkan kesehatannya.

Upaya memecahkan masalah kesehatan ditujukan atau diarahkan kepada faktor


perilaku dan faktor non perilaku (lingkungan dan pelayanan). Pendekatan terhadap faktor
perilaku adalah promosi atau pendidikan kesehatan. Sedangkan, pendekatan terhadap
faktor non perilaku adalah dengan perbaikan lingkungan fisik dan peningkatan
lingkungan SosBud, serta peningkatan pelayanan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Agar kita dapat mengetahui bagaimana sejarah promosi kesehatan


2. Agar kita dapat mengetahui bagaimana konsep kesehatan
3. Agar kita mengetahui setiap nama tokoh
4. Agar kita mengetahui sasaran tujuan dan metode alam konsep promosi kesehatan
.

BAB II

SEJARAH PROMOSI KESEHATAN

INDONESIA
A. ERA PROPAGANDA DAN PENDIDIKAN KESEHATAN RAKYAT
(Masa Penjajahan dan Awal Kemerdekaan sampai sekitar Tahun 1960
an)

2.1. Masa Penjajahan

Mula-mula Belanda, untuk kepentingan mereka sendiri, membentuk Jawatan


Kesehatan Tentara (Militair Geneeskundige Dienst) pada tahun 1808. Itu terjadi pada
waktu pemerintahan Gubernur Jendral H.W. Daendels, yang terkenal dengan pembuatan
jalan dari Anyer sampai Banyuwangi, yang membawa banyak korban jiwa penduduk.
Pada waktu itu ada tiga RS Tentara yang besar, yaitu di Batavia (Jakarta), Semarang dan
Surabaya. Usaha kesehatan sipil mulai diadakan pada tahun 1809, dan Peraturan
Pemerintah tentang Jawatan Kesehatan Sipil dikeluarkan pada tahun 1820. Pada tahun

10
1827 kedua jawatan digabungkan dan baru pada tahun 1911 ada pemisahan nyata antara
kedua jawatan tersebut. Pada permulaannya, perhatian hanya ditujukan kepada kelompok
masyarakat penjajah (Belanda) sendiri, beserta para anggota tentaranya yang juga
meliputi orang pribumi. Sedangkan usaha untuk mempertinggi kesehatan rakyat secara
keseluruhan baru dinyatakan dengan tegas dengan dibentuknya Jawatan/Dinas Kesehatan
Rakyat pada tahun 1925. Sedangkan pelayanan kesehatan yang mula-mula dilakukan
adalah pengobatan dan perawatan (upaya kuratif), melalui RS Tentara.
Dengan adanya wabah kolera, pada tahun 1911 di Batavia dibentuk badan yang
diberi nama “Hygiene Commissie” yang kegiatannya berupa: memberikan vaksinasi,
menyediakan air minum dan menganjurkan memasak air untu diminum. Perintis usaha ini
adalah Dr. W. Th. De Vogel. Selanjutnya pada tahun 1920 diadakan
jabatan “propagandist” (juru penyiar berita) yang meletakkan usaha pendidikan kesehatan
kepada rakyat melalui penerbitan, penyebar luasan gambar dinding, dan pemutaran
film kesehatan. Usaha ini karena penghematan dihentikan pada tahun 1923.

“Medisch Hygienische Propaganda”

Pada tahun 1924 oleh pemerintah Belanda dibentuk Dinas Higiene. Kegiatan
pertamanya berupa pemberantasan cacing tambang di daerah Banten..Lambat laun
pemberantasan cacing tambang tumbuh menjadi apa yang dinamakan “Medisch
Hygienische Propaganda”. Propaganda ini kemudian meluas pada penyakit perut lainnya,
bahkan melangkah pula dengan penyuluhan di sekolah-sekolah dan pengobatan kepada
anak-anak sekolah yang sakit. Timbullah gerakan, untuk mendirikan “brigade sekolah”
dimana-mana. Hanya saja gerakan ini tidak lama usianya.
Baru pada tahun 1933 dapat dimulai organisasi higiene tersendiri, dalam bentuk
Percontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto. Dinas ini terpisah dari Dinas
Kuratif tetapi dalam pelaksanaannya bekerjasama erat.

Sebagai pelaksana kegiatan pendidikan kesehatan dalam bidang Hygiene dan


Sanitasi, seorang dokter pribumi bernama Dr. Soemedi, kemudian mendirikan Sekolah
Juru Hygiene di Purwokerto. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh Dr. R. Mochtar yang
kemudian menjabat sebagai Kepala Bagian Pendidikan Kesehatan Rakyat (Medisch
Hygienische Propaganda Dienst).

“Prevention is better than cure”

11
Apa yang telah dirintis oleh Hydrick tersebut kemudian ternyata dilanjutkan oleh
Pemeritah (Belanda). Perhatian Pemerintah Belanda terhadap usaha preventif
dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, tindakan dan peraturan (perundang-undangan).
Motto yang berbunyi “Prevention is better than cure” diwujudkan dalam berbagai
kegiatan a.l. :

 vaksinasi cacar, typus, cholera, desentri, pes

 pendaftaran kelahiran, kematian

 pelaporan tentang penyakit menular, sakit jiwa

 pengawasan : air minum, pabrik, tempat pembuatan makanan dan


minuman, saluran limbah ait/riolering, pembuangan sampah, perumahan.

 Termasuk upaya pendidikan kepada rakyat tentang peraturan dalam


pemeliharaan kesehatan diri dan lingkungan.

Dengan demikian upaya pencegahan semakin dipandang sebagai usaha yang


penting, demikian pula upaya pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

.1.2 Masa Pendudukan Jepang dan Awal Kemerdekaan

Disorganisasi Usaha Kesehatan Masyarakat yang sejak zaman pendudukan


Jepang sudah kacau, berlangsung terus dalam periode revolusi fisik (1945 – 1949).
Banyak fasilitas Kesehatan tidak dapat dipergunakan karena rusak, bahkan para
petugas kesehatan pun banyak yang meninggalkan posnya, bergabung dalam barisan
gerilyawan melawan Belanda, Amerika dan Inggris. Dalam kaitan itu perlu dicatat
bahwa banyak tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang menjadi pejuang dan
di antaranya ada yang gugur di medan perang, atau menjadi korban perang.
Dalam periode revolusi fisik itu (Agustus 1945 – Desember 1949), masih ada
dua sistem pemeritahan, yaitu Belanda yang berpusat di Jakarta, dan Republik
Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Dengan demikian maka selama 8 tahun
(1942
– 1949), Indonesia mengalami masa yang sangat memprihatinkan. Banyak fasilitas
kesehatan yang tidak dapat dipergunakan, karena rusak, ditinggalkan, bahkan para
petugas kesehatanpun meninggalkan posnya untuk turut bergabung dengan para
gerilyawan. Obat-obatan didaerah Republik juga sulit.
Baru setelah penyerahan Kedaulatan (27 Desember 1949), Pemerintah
memberikan perhatian pada kesehatan rekyat. Pemerintah (RI) juga memberikan
perhatiannya pada kesehatan masyarakat di desa. Pada waktu itu dikembangkan
Usaha Pembangunan Masyarakat Desa yang antara lain melakukan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat. Pada waktu itu ada yang disebut Gerakan Kebersihan,
Pekan Kerja Bakti, dll. Diadakan pula Usaha Kesehatan di sekolah-sekolah, yang
berkaitan dengan kebersihan diri dan lingkungan, perbaikan gizi, dll. Bahkan di masa
masih bergolak (1948) sudah didirikan sekolah untuk penyuluh kesehatan di
Magelang dan dibuat dua daerah percontohan, yaitu di Magelang dan Yogyakarta.

2.3 ERA PKMD, POSYANDU DAN


PENYULUHAN KESEHATAN MELALUI MEDIA
ELEKTRONIK (Kurun Waktu 1975 - 1995)
2.3.1 Peran Serta Dan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan

Banyak batasan pengertian tentang peran serta masyarakat. Berdasarkan


pertemuan Alma Ata (1978), WHO memberi rumusan tentang peran serta
masyarakat adalah suatu proses dimana individu dan keluarga:

a. Bertanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan diri, keluarga dan


masyarakat.

b. Berkembang kemampuannya untuk berkontribusi dalam pembangunan.

c. Mengetahui keadaannya dengan lebih baik dan termotivasi untuk memecahkan


masalahnya.

d. Memungkinkan menjadi penggerak pembangunan (agent of develepment).

Selanjutnya dalam ”World Health Assembly 1979” dirumuskan: Peran serta


masyarakat adalah suatu proses untuk mewujudkan kerja sama kemitraan
(partnership) antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam merencanakan,
melaksanakan dan memanfaatkan kegiatan kesehatan, sehingga diperoleh manfaat
berupa peningkatan kemampuan swadaya masyarakat dan masyarakat ikut berperan
dalam penentuan prasarana dan pemeliharaan teknologi tepat guna dalam pelayanan
kesehatan.

2.3.2 Munculnya PKMD

PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) mulai muncul di permukaan


pada sekitar tahun 1975. Pada waktu itu oleh Depkes dibentuk Panitya Kerja untuk
menyiapkan konsep program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa(PKMD).
Ketuanya adalah Dr. R. Soebekti, Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Landasan
dasar dikembangkannya PKMD ini adalah sejarah budaya bangsa Indonesia yang telah
turun temurun, yakni “gotong royong’ dan “musyawarah”. Mengacu pada dua prinsip ini
maka konsep PKMD dikembangkan dengan semangat kekeluargaan dan saling
membantu, yang kuat membantu yang lemah, yang kaya membantu yang miskin,dan
yang sehat membantu yang sakit.
Pada waktu itu semua program pembangunan harus didasarkan pada Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Demikian pula PKMD, yang di dalam GBHN
dengan jelas disebutkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk mencacapai
kesempatan yang luas bagi setiap warga Negara untuk meningkatkan derajat
kesehatannya sebagai bagian dari pencapaian kesejahteraan sosial. Hal itu juga sejalan
dengan Undang-Undang Kesehatan No. 9/1960 yang menyebutkan bahwa kesehatan
bukan hanya sekedar bebas penyakit dan cacat, tetapi merupakan keadaan sempurna
baik fisik, mental dan sosial. Kesehatan adalah hak setiap warga Negara untuk
mecapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan derajat
kesehatan seperti ini, maka perlu dilaksanakan pembangunan kesehatan masyarakat
desa, sebagi bagian dari pembanguan nasional.
Dalam pertumbuhannya, PKMD mememperoleh komitmen dari lembaga-
lembaga baik pemerintah maupun swasta. Departemen-Departemen dan lembaga-
lembaga non departemen yang telah meberikan komitmen terhadap PKMD adalah:
Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Depertemen Pertanian,
Departemen Sosial, Depertemen Pekerjaan Umum, Departemen Agama , Departemen
Perdagangan dan Industri dan Departemen Keuangan. Sedangkan lembaga
pemerintahan non Departemen, dan lemabga swadaya masyarakat lainnya yang
terlibat adalah: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Bank
Rakyat Indonesia , Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), Pramuka, Komite
Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Perkumpulan Kelauraga Berenecana Indonsia
(PKBI), Organisasi Wanita dan Palang Merah Indonsia.
2.4.1 Munculnya Istilah Promosi Kesehatan

Suatu ketika pada sekitar akhir tahun 1994, Dr. Ilona Kickbush, yang baru saja
menjabat sebagai Direktur Health Promotion WHO Headquarter Geneva, datang ke
Indonesia. Sebagai direktur baru ia mengunjungi beberapa negara, termasuk
Indonesia. Kebetulan pada waktu itu Kepala Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes
juga baru saja diangkat, yaitu Drs. Dachroni MPH, yang menggantikan Dr. IB Mantra
yang purna bakti (pensiun). Dengan kedatangan Dr. Kickbush, diadakanlah pertemuan
dengan pimpinan Depkes dan pertemuan lainnya baik internal penyuluhan kesehatan
maupun external dengan lintas program dan lintas sektor, termasuk FKM UI. Bahkan
sempat pula mengadakan kunjungan lapangan ke Bandung, yang diterima dengan
baik oleh Ibu Neni Surachni (kepala Sub Dinas PKM Jabar waktu itu) dan teman-
teman lain di Bandung. Dari serangkaian pertemuan itu serta perbincangan selama
kunjungan lapangan ke Bandung, kita banyak belajar tentang Health Promotion
(Promosi Kesehatan). Barangkali karena terkesan dengan kunjungannya ke Indonesia,
ia kemudian menyampaikan usulan agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah
Konferensi International Health Promotion yang keempat, yang sebenarnya memang
sudah waktunya diselenggarakan.
Usulan itu diterima oleh pimpinan Depkes (Menteri Kesehatan waktu itu Prof.
Dr. Suyudi). Kunjungan Dr. Kickbush itu ditindak lanjuti dengan kunjungan pejabat
Health Promotion WHO Geneva lainnya, yaitu Dr. Desmond O Byrne, sampai
beberapa kali, untuk mematangkan persiapan konferensi Jakarta. Sejak itu khususnya
Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes berupaya mengembangkan konsep promosi
kesehatan tersebut serta aplikasinya di Indonesia. Sebagai tuan rumah konferensi
internasional tentang promosi kesehatan, seharusnyalah kita sendiri mempunyai
kesamaan pemahaman tentang konsep dan prinsip-prinsipnya serta dapat
mengembangkannya paling tidak di beberapa daerah sebagai percontohan. Dengan
demikian penggunaan istilah promosi kesehatan di Indonesia tersebut dipacu oleh
perkembangan dunia internasional.
2.4.2 Konferensi Internasional Health Promotion IV dan Deklarasi Jakarta

Konferensi ke IV di Jakarta ini dihadiri oleh sekitar 500 orang dari 78 negara,
termasuk sekitar 150 orang Indonesia, khususnya dari daerah. Ini karena konferensi
tersebut juga merupakan konferensi nasional promosi kesehatan yang pertama
(Selanjutnya nanti ada konferensi nasional kedua di Hotel Bidakara, Jakarta, tahun
2000, dan konferensi nasional ketiga di Yogyakarta, tahun 2003). Konferensi dibuka
oleh Presiden RI, Bapak Soeharto, di Istana Negara. Selain pembicara-pembicara
internasional, juga tampil pembicara Indonesia, yaitu Prof Dr. Suyudi selaku Menteri
Kesehatan, dan Prof. Dr. Haryono Suyono, selain selaku Menteri Kependudukan juga
sebagai pakar komunikasi. Pada acara Indonesia Day, tampil pembicara-pembicara
dari berbagai program, sektor dan daerah, menyampaikan pengalamannya dalam
berbagai kegiatan promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan dalam program atau
daerah masing-masing (diselenggarakan dalam sidang-sidang yang berjalan secara
serentak/pararel).
Konferensi ini bertema: “New players for a new era: Leading Health Promotion
into the 21st century” dan menghasilkan Deklarasi Jakarta, yang diberi nama: “The
Jakarta Declaration on Health Promotion into the 21st Century”. Selanjutnya
Deklarasi Jakarta ini memuat berbagai hal, antara lain sebagai berikut:

 Bahwa Konferensi Promosi Kesehatan di Jakarta ini diselenggarakan hampir


20 tahun setelah Deklarasi Alma Ata dan sekitar 10 tahun setelah Ottawa
Charter, serta yang pertama kali diselenggarakan di negara sedang
berkembang dan untuk pertama kalinya pihak swasta ikut memberikan
dukungan penuh dalam konferensi.

 Bahwa Promosi Kesehatan merupakan investasi yang berharga , yang


mempengaruhi faktor-faktor penentu di bidang kesehatan guna mencapai
kualitas sehat yang setinggi-tingginya.

 Bahwa Promosi Kesehatan sangat diperlukan untuk menghadapi berbagai


tantangan dan perubahan faktor penentu kesehatan. Berbagai tantangan
tersebut seperti: adanya perdamaian, perumahan, pendidikan, perlindungan
sosial, hubungan kemasyarakatan, pangan, pendapatan, pemberdayaan
perempuan, ekosistem yang mantap, pemanfaatan sumber daya yang
berkelanjutan, keadilan sosial, penghormatan terhadap hak-hak azasi manusia,
dan persamaan, serta kemiskinan yang merupakan ancaman terbesar terhadap
kesehatan, selain masih banyak ancaman lainnya.
 Bahwa untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul terhadap kesehatan
diperlukan kerjasama yang lebih erat , menghilangkan sekat-sekat
penghambat, serta mengembangkan mitra baru antara berbagai sektor, di
semua tingkatan pemerintahan dan lapisan masyarakat.

 Bahwa prioritas Promosi Kesehatan abad 21 adalah :

1. Meningkatkan tanggungjawab sosial dalam kesehatan;

2. Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan;

3. Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan;

4. Meningkatkan kemampuan perorangan dan memberdayakan


masyarakat;

5. Mengembangkan infra struktur promosi kesehatan.

 Selanjutnya menyampaikan himbauan untuk bertindak, dengan menyusun


rencana aksi serta membentuk atau memperkuat aliansi promosi kesehatan di
berbagai tingkatan, mencakup. :

1. Membangkitkan kesadaran akan adanya perubahan faktor penentu


kesehatan;
2. Mendukung pengembangan kerjasama dan jaringan kerja untuk
pembangunan kesehatan;
3. Mendorong keterbukaan dan tanggungjawab sosial dalam promosi
kesehatan.

3.4.3 Era Paradigma Sehat: Visi dan Misi Promosi Kesehatan

Pada tahun 1998 Presiden Soeharto digantikan oleh Presiden Habibie. Sebagai
Menteri Kesehatan ditetapkan Prof. Dr. Farid Anfasa Moeloek. Setelah melalui
persiapan antara lain pertemuan dengan para pakar, pertemuan nasional dengan
daerah-daerah, pertemuan lintas sektor dan dengar pendapat dengan DPR, pada 1
Maret 1999 oleh Presiden Habibie dicanangkan : “Gerakan Pembangunan yang
Berwawasan Kesehatan”, atau dikenal dengan “Paradigma sehat”. Sebagai
konsekwensinya adalah bahwa semua pembangunan dari semua sektor harus
mempertimbangkan dampaknya di bidang kesehatan, minimal harus memberi
kontribusi dan tidak merugikan pertumbuhan lingkungan dan perilaku sehat.
Disebutkan bahwa visi pembangunan kesehatan adalah: Indonesia Sehat 2010, dengan
misi: (1) Menggerakkan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan; (2)
Mendorong kamandirian masyarakat untuk hidup sehat; (3) Meningkatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu; dan (4) Meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat termasuk lingkungannya. Salah satu pilar Indonesia Sehat 2010 tersebut
adalah : perilaku sehat, disamping dua pilar lainnya yaitu: lingkungan sehat dan
pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata.
Ditetapkan pula strategi pembangunan kesehatan beserta program-program
pokoknya. Dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) disebutkan bahwa
salah satu program pokok pembangunan kesehatan adalah peningkatan perilaku sehat
dan pemberdayaan masyarakat, yang karenanya menempatkan promosi kesehatan
sebagai salah satu program unggulan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2004-2009 dan Rencana Strategis (Renstra) Depkes 2005-2009
juga disebutkan bahwa Promosi Kesehatan merupakan program tersendiri dan
diposisikan pada urutan pertama. Ini menegaskan bahwa Paradigma Sehat dengan Visi
Indonesia Sehat-nya tersebut sangat sesuai dengan Deklarasi Jakarta, dan dengan
demikian promosi kesehatan (termasuk PHBS), yang berorientasi pada perilaku hidup
sehat, semakin memperoleh pijakan yang kuat.

3.4.4 Promosi Kesehatan Di Era Reformasi Dan Desentralisasi

Salah satu perubahan yang mendasar adalah bergantinya sistem pemerintahan


sentralisasi menjadi desentralisasi, atau otonomi daerah. Semangat inilah yang
mengilhami diundangkannya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah yang diberlakukan pada tahun 2001. Sesuai dengan UU
tersebut, maka Gubernur, Bupati dan Walikota kini dipilih langsung oleh rakyat dan
karenanya mempunyai kewenangan yang sangat menentukan, termasuk dalam
penentuan organisasi daerah, jabatan dan personilnya.

Untuk mengantisipasi hal ini Departemen Kesehatan dalam hal ini Promosi Kesehatan
menyelenggarakan pertemuan dengan Bupati dan Walikota seluruh Indonesia pada
bulan Juli 2000 yang menyepakati tentang perlunya perhatian Daerah secara lebih
sungguh-sungguh terhadap program kesehatan, kelembagaan, ketenagaan serta
anggaran yang mendukungnya. Berbagai pertemuan khusus untuk menjelaskan dan
mendiskusikan tentang Paradigma Sehat dan Visi Indonesia sehat 2010 juga
diselenggarakan kepada partai-partai politik dan anggota DPR kkhususnya komisi
yang mengurusi bidang kesehatan.

B. KONSEP PROMOSI
KESEHATAN
4.1 Perkembangan Konsep Dasar Promosi Kesehatan
Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dan konsep pendidikan
kesehatan, yang berkembang sejalan dengan perubahan paradigm kesehatan
masyarakat ( Public Health ). Perubahan padigma kesehatan masyarakat terjadi antara
lain akibat perubahan pola penyakit, gaya hidup kondisi kehidupan lingkingan
kehidupan demografi dan lain – lain.
Pada awal perkembangannya, kesehatan masyarakat difokuskan pada factor –
factor yang menimbulkan resiko kesehatan seperti udara, air, penyakit – penyakit
bersumber makanan serta penyakit – penyakit yang buruk. Dalam perkembangan
selanjutnya disadari bahwa kondisi kesehatan juga dipengaruhi oleh gaya hidup
masyarakat. Sejak saaat itu, pendidikan kesehatan menjadi perhatian dan merupakan
bagian dari upaya kesehatan masyarakat yang difokuskan kepada :
a. Perilaku beresiko seperti : Merokok, Makanan rendah serat, dan Kurang gerak
b. Pelayanan kedokteran pencegahan
c. Deteksi dini pencegahan.
Deklarasi Alam Ata ( 1978 ) menghasilkan strategi utama dalam pencapaian
kesehatan bagi semua (Health For All ) melalui pelayanan kesehatan dasar( Primary
Healt Care ). Salah satu komponen didalam pelayanan kesehatan dasar itu adalah
pelayanan kesehatan, yang di Indonesia pernah juga disebut penyuluhan kesehatan.
Pada tahun 1986 di Ottawa, Canada, dilangsungkan konferensi internasional
promosi kesehatan yang menghasilkan piagam Ottawa ( Ottawa Charter ) yang
menjadi acuan bagi promosi kesehatan, termasuk di Indonesia. Sesuai dengan piagam

22
Ottawa, aktivitas promosi kesehatan adalah Advokasi ( Advocating ), Pemberdayaan (
Enabling ), dan Mediasi (Mediating).
Selanjutnya piagam Ottawa juga merumuskan lima komponen utama promosi
kesehatan yaitu :
a) Membangun kebijakan public berwawasan kesehatan ( Built Health Public Policy ),
artinya mengupayakan agar para pembantu kebijakan diberbagai sector dan tingkatan
administrasi mempertimbangkan dampak kesehatan dari setiap kebijakan yang
dibuatnya.
b) Menciptakan lingkungan yang mendukung ( Create Supportive Environtments )
artinya menciptakan suasana lingkungan ( baik fisik maupun social politik ) yang
mendukung sehingga masyarakat termotivasi untuk melakukan upaya – upaya yang
positife bagi kesehatan.
c) Memperkuat gerakan masyarakat ( Streghthen community action ) artinya
memberikan dukungan terhadap kegiatan masyarakat agar lebih berdaya dalam upaya
mengendalikan factor – factor yang mempengaruhi kesehatan.
d) Mengembangkan ketrampilan individu ( Develop personal skill ) artinya
mengupayakan agar masyarakat mampu membuat informasi, pendidikan dan
pelatihan memadai. Upaya ini akan lebih efektiv dan efisien bila dilakukan melalui
pendekatan tatanan ( setting ).
e) Reorient pelayanan kesehatan ( Reorient Health Service ) artinya mengubah orientasi
pelayanan kesehatan agar lebih mengutamakan upaya preventive dan promotivetanpa
mengesampingkan upaya curative dan rehabilitative

4.2. Definisi Promosi Kesehatan


Promosi kesehatan adalah proses advokasi kesehatan yang dilaksanakan untuk
meningkatkan kemampuan baik di tingkat personal, swasta, maupun pemerintah.
Promosi Kesehatan adalah suatu kegiatan penyampaian ilmu dan informasi kesehatan
kepada individu kelompok, keluarga dan komunitas dengan tujuan dari tidak mampu
menjadi mampu merubah kebiasaan yang sesuai dengan prinsip kesehatan dalam
berbagai aspek kehidupannya secara mandiri dan menerapkan sepanjang hidupnya.
Proses untuk meningkatkan kemampuan orang dalam meningkatkan dan
mengendalikan kesehatan, maka seseorang/ kelompok harus mengidentifikasi dan
menyadari aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan dan merubah lingkungannya
(piagam Ottawa,1986)

4.3. Strategi Promosi Kesehatan


Strategi promosi kesehatan menurut WHO ( internasional)
a. Advokasi; pendekatan terencana yang ditujukan kepada para penentu kebijakan
dalam rangka mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Advokasi yang
berhasil akan menentukan keberhasilan kegiatan promosi kesehatan pada langkah
selanjutnya sehingga keberlangsungan program dapat lebih tejamin.
b. Mediasi. kegiatan promosi kesehatan tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi harus
melibatkan lintas sector dan lintas program. Mediasi berarti menjembatani
“pertemuan” diantara beberapa sector yang terkait . Karenanya masalah kesehatan
tidak hanya dapat diatasi oleh sektor kesehatan sendiri, melainkan semua pihak
juga perlu peduli terhadap masalah kesehatan tersebut. Sebagai contoh, kegiatan
promosi kesehatan terkait kebersihan lingkungan harus melibatkan unsure
kimpraswil dan pihak lain yang terkait sampah.
c. Memampukan masyarakat (enable), adalah kegiatan pemberian pengetahuan dan
keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu menjaga dan memelihara
serta meningkatkan kesehatannya secara mandiri. Kemandirian masyarakat dalam
menjaga dan meningkatkan kesehatanya merupakan tujuan dari kegiatan promosi
kesehatan.
Strategi Promosi Kesehatan berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, yaitu:
a. Strategi Promosi Kesehatan Primer
Tindakan pada fase ini adalah untk mencegah terjadinya kasus penyakit. Berfokus
pada masyarakat yang masih daam keadaan sehat.
b. Strategi Promosi Kesehatan Sekunder
Strategi promosi kesehatan sekunder berfokus pada masyarakat yang beresiko
untuk mengalami penyakit.
c. Strategi Promosi Kesehatan Tersier
Dala tahap ini, strategi kesehatan difokuskan pada masyarakat yang sudah terkena
penyakit. Focus penanganan yaitu dengan rehabilitasi untuk mencegah kecacatan/
kemunduran lebih lanjut dari penyakitnya tersebut.

4.4. Metode dan Teknik Promosi Kesehatan


Metode dan teknik promosi kesehatan adalah suatu cara yang digunakan dalam
setiap pelaksanaan promosi kesehatan. Berdasarkan sasarannya metode dan teknik
promosi kesehatan dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Metode Promosi Kesehatan Individual
Metode ini digunakan apabila seseorang yang mempromosikan kesehatan dapat
berkomunikasi secara langsung dengan klien, baik bertatap muka maupun melalui
sarana komunikasi lainnya.
b. Metode Promosi Kesehatan Kelompok
Sasaran kelompok dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. metode promosi kesehatan untuk kelompok kecil, misalnya : dengan
melakukan diskusi kelompok, saling mencurahkan pendapat.
2. metode promosi kesehatan untuk kelompok besar, misalnya : metode ceramah
yang diikuti dengan tanya jawab, seminar.
c. Metode Promosi Kesehatan Massal
Sasaran promosi kesehatan massal dapat dilihat dari kelompok umur, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, sosial budaya, dsb. Sebelum melakukan promosi
kesehatan, promotor kesehatan harus merancang pesan kesehatan yang akan
disampaikan. Metode promosi kesehatan massal adalah :
1. Ceramah umum, biasa dilakukan di lapangan terbuka dan tempat-tempat
umum.
2. Penyampaian pesan melalui alat elektronik seperti radio dan televisi.
3. Penggunaan media cetak seperti koran, majalah, buku, selebaran, poster, dsb.
4.5. Sasaran
Sasaran promosi kesehatan adalah :
a. Indvidu atau keluarga
Dengan diberikannya promosi kesehatan individu diharapkan memperoleh
informasi baik secara langsung ataupun melalui berbagai media, mempunyai
kemampun untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya, dapat
melakukan tindakan hidup bersih dan lingkungan yang sehat, ikut berperan dalam
kegiatan sosial yang berkaitan dengan kesehatan.

b. Masyarakat atau LSM


Diharapkan dapat mengembangkan upaya peningkatan kesehatan dan saling
bekerjasama serta saling membantu untuk mewujudkan lingkungan sehat.
c. Lembaga pemerintah
Diharapkan dapat perduli dan mndukung upaya mengembangkan perilaku sehat
dan lingkungan sehat, membuat kebijakan yang berhubungan dengan bidang
kesehatan.
d. Institusi
Diharapkan dapat meningkatkan mutu kesehatan yang dapat memeberi kepuasan
pada masyarakat.

4.6. Peran Promosi Kesehatan


Kesehatan merupakan hasil interaksi faktor internal dan eksternal. Faktor internal
terdiri dari faktor fisik dan psikis. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sosial,
budaya masyarakat, lingkungan fisik, sosial, politik, ekonomi, pendidikan, dan
budaya. Faktor yang mempengaruhi baik individu, kelompok dan masyarakat
dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
a) Lingkungan (environment)
Lingkungan disini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi.
Intervensi terhadap faktor lingkungan fisik yaitu dalam bentuk perbaikan sanitasi
lingkungan, sedangkan intervensi terhadap lingkungan sosial, politik, ekonomi,
pendidikan, dan budaya dalam bentuk program-program peningkatan pendidikan,
perbaikan sosial ekonomi masyarakat, penstabilan politik dan keamanan.
b) Perilaku (behavior)
Perilaku mempengaruhi lingkungan pelayanan kesehatan. Bila seseorang
berperilaku positif terhadap lingkungan dan kesehatannya maka seseorang akan
mendapatkann feedback yang positif pula.
c) Pelayanan kesehatan (health services)
Intervensi terhadap pelayanan kesehatan adalah dalam bentuk penyediaan dan
perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan.
d) Keturunan (heredity)
Intervensi faktor keturunan adalah penasihat perkawinan, dan penyuluhan
kesehatan khususnya bagi kelompok yang mempunyai resiko penyakit keturunan.
Keempat faktor ini saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan
selain mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi perilaku dan perilaku juga
mempengaruhi lingkungan dan mempengaruhi pelayanan kesehatan.

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Promosi Kesehatan adalah suatu kegiatan penyampaian ilmu dan informasi


kesehatan kepada individu kelompok, keluarga dan komunitas dengan tujuan dari
tidak mampu menjadi mampu merubah kebiasaan yang sesuai dengan prinsip
kesehatan dalam berbagai aspek kehidupannya secara mandiri dan menerapkan
sepanjang hidupnya.
Strategi dalam promosi kesehatan ada dua yaitu Strategi promosi kesehatan
menurut WHO ( internasional) dan strategi promosi kesehatan berdasrkan perjalan
penyakit. Strategi promosi kesehatan menurut WHO sesuai dengan visi dan misi
promosi kesehatan yaitu advokasi, mediasi dan memampukan masyarakat. Sedangkan
strategi promosi kesehatan berdasarkan riwayat perjalanan penyakit yaitu strategi
promosi kesehatan primer, sekunder dan tersier.
Metode yang digunakan dalam promosi kesehatan terdiri dari 3 yaitu metode
promosi kesehatan secara individual, secara kelompok dan secara masal. Sasaran
dalam promosi kesehatan mencakup aspek yang luas mulai dari individu kelompok
dan masyarakat. Promosi kesehatan sendiri memiliki peran penting dalam berbagai
aspek kehidupan masyarakat.

5.2 SARAN
Perawat Dalam melakukan promosi kesehatan bidan harus menjaga hubungan
dengan klien, agar isi dari promosi kesehatan yang disampaikan dapat diterima dan
diterapkan oleh klien dan masyarakat. Dalam menerima promosi kesehatan klien
harus berperan dalam menentukan keputusan untuk dirinya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

e-book promosi kesehatan HDJ Maulana, S Sos, M Kes - 2009 - books.google.com (April 11,
2016 pukul 20:31)
Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM UI.
Efendi, F & Makhfudli.( 2009 ). Keperawataan kesehatan Komunitas teoti dan praktik dalam
makalah promosi kesehatan. (online) available: http://oktioktaviani
36.blogspot.com/2013/05/makalah-promosi-kesehatan.html diakses tanggal 31 Agustus
Wikipedia.2011.(http://id.wikipedia.org/wiki/Promosi_kesehatan) diakses tanggal 30
Agustus 2014

Iqi, Iqbal, 2008, Promosi Kesehatan, dalam http://iqbal-iqi.blogspot.com, diakses tanggal 15


Oktober 2008.

WHO, 1998, Health Promotion Glossary, Geneva: WHO.

Anda mungkin juga menyukai