Anda di halaman 1dari 52

PROMOSI KESEHATAN DALAM

KESEHATAN MASYARAKAT

Dalam bahasa Inggris kata “health”


mempunyai 2 pengertian dalam bahasa
Indonesia, yaitu “sehat” dan “kesehatan”.
• Sehat, menjelaskan kondisi atau keadaan

subjek, mis: anak, ibu, sehat


• Kesehatan, menjelaskan sifat dari subjek,

mis: kes manusia, hewan, dll


Pengertian Kesehatan
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 tahun
1992 sebagai berikut: “Keadaan sempurna baik fisik,
mental dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit
dan cacat serta produktif secara ekonomi dan sosial”.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
mengatakan bahwa kesehatan adalah keadaan
sempurna, baik fisik, mental maupun sosial dan tidak
hanya terbebas dari penyakit dan cacat.
Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1992,
kesehatan mencakup 4 aspek yaitu:
1. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa
sakit atau tidak merasa ada keluhan dan memang secara
klinis tidak ada penyakit. Semua organ berfungsi
normal.
2. Kesehatan Mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni:
 Pikiran. Jalan pikiran yang sehat apabila seseorang
mampu berpikir logis (masuk akal)
 Emosional. Kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya.
 Spiritual. Tercermin dari cara seseorang dalam
mengekspresikan rasa syukur, pujian atau penyembahan
kepada sang pencipta.
3. Kesehatan Sosial terwujud apabila seseorang
mampu berhubungan atau berkomunikasi, dan
berinteraksi dengan orang lain secara baik dengan
orang atau kelompok lain.
4. Kesehatan ekonomi. Terlihat dari seseorang
(dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan
yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong
secara finansial terhadap hidupnya sendiri atau
keluarganya.
Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan,
yang disebut sarana atau pelayanan kesehatan (health
services).
Dilihat dari sifat upaya penyelenggaraan
pelayanan kesehatan pada umumnya dibedakan
menjadi tiga, yakni:
a. Sarana pelayanan kesehatan primer (primary care),
yaitu: sarana atau pelayanan kesehatan bagi kasus-
kasus atau penyakit-penyakit ringan. Misalnya:
Puskesmas, Poloklinik, dsb.
b. Sarana pelayanan kesehatan tingkat dua (secondary
care), yaitu: Sarana pelayanan kesehatan rujukan
dari pelayanan kesehatan primer. Misalnya:
Puskesmas dengan rawat inap, RS tipe D dan C.
c. Sarana pelayanan kesehatan tingkat tiga (tertiary
care), yaitu: Sarana pelayanan kesehatan rujukan
bagi kasus-kasus yang tidak dapat ditangani oleh
sarana-sarana pelayanan kesehatan primer dan
secondary. Misalnya: RS Provinsi, RS tipe B dan A.
Sejarah Kesehatan Masyarakat (Public Health)
Dua orang tokoh metologi Yunani, yaitu:
1. Asclepius
Melakukan pendekatan kuratif (pengobatan) dan
rehabilitatif (pemulihan)
2. Higiea
Melakukan pendekatan Promotif (promsi) dan
Preventif (pencegahan)
Aliran ini akhirnya melahirkan ilmu kesehatan
masyarakat (public health)
Indonesia
Kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak
zaman penjajahan Belanda pada abad ke-19. Pada tahun
1807 pada waktu Gubernur Jenderal Daendeles, melakukan
pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan.
Pada tahun 1851 Sekolah Dokter Jawa (sekarang
menjadi Fakultas Kedokteran UI) didirikan di Jakarta oleh
dr. Bosch dan Bleeker. Kemudian sekolah ini terkenal
dengan STOVIA (School Tot Opleding Van Indische
Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi.
Pada tahun 1913 didirikan sekolah doter yang kedua
di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische
Arsten School). Kemudian tahun 1927 STOVIA berubah
menjadi Sekolah Kedokteran dan akhirnya tahun 1947
berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Kedua sekolah kedokteran tersebutlah yang akhirnya
mempunyai peranan yang besar dalam mengembangkan
kesehatan masyarakat di Indonesia.
Pada tahun 1925, Hydrich seorang petugas
kesehatan pemerintah Belanda melakukan
pengamatan terhadap masalah tingginya angka
kesakitan dan kematian di Kabupaten Banyumas-
Purwokerto. Dari hasil pengamatannya, ia
menganalisis dan menyimpulkan bahwa penyebab
tingginya angka kesakitan dan kematian tersebut
karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan
masyarakat. Hydrich menyimpulkan bahwa kondisi
sanitasi lingkungan jelek ini disebabkan karena
perilaku penduduk.
Untuk memulai upaya kesehatan masyarakat ini
Hydrich mengembangkan daerah percontohan
dengan melakukan “propaganda” (penyuluhan)
kesehatan. Oleh sebab itu Hydrich dianggap sebagai
awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu
tonggak penting perkembangan kesehatan
masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya
Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951
oleh Dr. J. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya
dikenal dengan konsep Patah-Leimena.
Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa
dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif
dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti
dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan
di Indonesia kedua aspek tersebut tidak boleh
dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di
Puskesmas.
Pada tahun 1968 dalam Rapat Kerja Kesehatan
Nasional dicetuskan, bahwa Puskesmas adalah
merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang
kemudian dikembangkan oleh Depkes menjadi Pusat
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan
kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan
preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah
dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau
sebagian kecamatan di kota madya atau kabupaten.
Kegiatan pokok pada awalnya hanya lima,
disebut “Basic 5 health services”, kemudian
berkembang menjadi “Basic 7 health services”,
kemudian berkembang lagi sampai tahun 1990-an
menjadi 13 usaha pokok, yakni:
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2. Keluarga Berencana (KB)
3. Gizi Masyarakat
4. Kesehatan Lingkungan (Kesling)
5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
(P3M)
6. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
7. Pengobatan
8. Perawatan Kesehatan Masyarakat
9. Usaha Kesehatan GIGI (UKG)
10. Usaha Kesehatan Jiwa
11. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
12. Laboratorium
13. Pencatatan dan Pelaporan
Pada tahun 1979 dikembangkan satu piranti
manajerial guna penilaian Puskesmas, yang disebut
“Stratifikasi Puskesmas”. Berdasarkan penilaian
tersebut maka dibedakan adanya 3 strata atau
kategori Puskesmas, yaitu:
1. Strata I : Puskesmas dengan prestasi sangat baik
2. Strata II : Puskesmas dengan prestasi rata-rata atau
standar
3. Strata III : Puskesmas dengan prestasi dibawah rata-
rata
Pada tahun 1984 tanggung jawab Puskesmas
ditingkatkan lagi, dengan berkembangnya program
pelayanan paket terpadu kesehatan dan keluarga
berencana, yang disebut Pos Pelayanan Terpadu
(POSYANDU). Program pelayanan Posyandu ini terdiri
dari:
1. Kesehatan Ibu dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Gizi
4. Penaggulangan Diare
5. Imunisasi
Dalam pelayanan Posyandu terdiri dari 5
kegiatan, yang disebut Pelayanan 5 Meja, yakni:
1. Meja 1 : Pendaftaran, oleh kader kesehatan
2. Meja 2 : Penimbangan anak balita, oleh kader
kesehatan
3. Meja 3 : Pencatatan hasil penimbangan, oleh
kader kesehatan
4. Meja 4 : Penyuluhan, oleh kader kesehatan
5. Meja 5 : Imunisasi dan pemeriksaan ibu
hamil, oleh petugas kesehatan
Kesehatan merupakan hasil interaksi
berbagai faktor, baik faktor internal maupun
faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari
faktor fisik dan psikis, sedangkan faktor
eksternal terdiri dari berbagai faktor, yaitu:
sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik,
politik, ekonomi, pendidikan dsb.
Menurut Bloom (1974), faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok,
masyarakat dikelompokkan menjadi 4, yaitu:
1. Lingkungan (environment), yang mencakup
lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dsb
2. Perilaku (behavior)
3. Pelayanan Kesehatan (health services)
4. Keturunan (heredity)
Keempat faktor tersebut dalam mempengaruhi
kesehatan tidak berdiri sendiri, namun masing-
masing saling mempengaruhi satu sama lain.
KONSEP PROMOSI KESEHATAN
Secara defenisi istilah promosi kesehatan dalam ilmu
kesehatan masyarakat (health promotion) mempunyai 2
pengertian, yaitu:
1. Promosi kesehatan adalah bagian dari tingkat pencegahan
penyakit.
Level dan Clark, mengatakan adanya 4 tingkat pencegahan
penyakit, yaitu
a. Health promotion (peningkatan/promosi kesehatan)
b. Spesifik protection (perlindungan khusus)
c. Early diagnosisis and prompt treatment (diagnosis dini dan
pengobatan segera)
d. Disability limitation (membatasi/mengurangi kecatatan)
e. Rehabilitation (pemulihan)
2. Promosi kesehatan adalah menyebarluaskan,
mengenalkan atau “menjual” kesehatan.
Dengan kata lain promosi kesehatan adalah
“memasarkan” atau “menjual” atau
“memperkenalkan” pesan-pesan kesehatan atau
upaya-upaya kesehatan sehingga masyarakat
“menerima” atau “membeli” atau “mengenal” pesan-
pesan kesehatan tersebut yang akhirnya masyarakat
mau berperilaku hidup sehat.
Berdasarkan piagam Ottawa (Ottawa Charter:
1986), hasil rumusan Konferensi Internasional
Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada,
menyatakan bahwa:
“Health promotion is the process of enabling
people to increase control over, and improve their
health. To reach a state of complete physical,
mental and social well-being, an individual or
group must be able to identify and realize
aspiration, to satisfy needs, and to change or cope
with the environment”.
Masalah kesehatan masyarakat, termasuk
penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama,
yaitu faktor perilaku dan non perilaku (fisik,
sosial, ekonomi, politik, dsb).
Menurut Lawrence Green (1980), perilaku
ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor-faktor yang dapat mempermudah
atau mempredisposisi terjadinya perilaku
pada diri seseorang atau masyarakat adalah
pengetahuan dan sikap seseorang. Misal:
kepercayaan bahwa ibu hamil tidak boleh
keluar rumah.
2. Faktor pemungkin (enabling factor)
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling)
perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana
yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya
perilaku seseorang dan masyarakat.
misal: agar seseorang atau masyarakat buang air
besar di jamban, maka harus tersedia jamban
sendiri.
3. Faktor penguat (reinforcing factors)
Tokoh masyarakat, undang-undang, peraturan,
surat-surat keputusan dari pejabat pemerintah
merupakan faktor penguat perilaku.
misal: program KB (punya anak 2 orang saja).
Visi adalah impian, cita-cita, atau harapan
yang ingin dicapai oleh suatu kegiatan atau
program. Visi promosi kesehatan (khususnya
di Indonesia) tidak terlepas dari visi
kesehatan di Indinesia, seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang Kesehatan
RI No.23 Tahun 1992, yakni: “Menigkatkan
kemampuan masyarakat untuk memelihara
dan meningkatkan derajad kesehatannya,
baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga
produktif secara ekonomi maupun sosial”.
Visi Promosi “Masyarakat mau dan mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannya”
Dari visi tersebut terdapat 4 kata kunci,
yaitu:
1. Mau (wilingness) memelihara dan
meningkatkan kesehatannya.
2. Mampu (ability) memelihara dan
meningkatkan kesehatannya.
3. Memelihara kesehatan, berarti mau dan
mampu mencegah penyakit, melindungi diri
dari gangguan-gangguan kesehatan dan
mencari pertolongan pengobatan yang
profesional bila sakit.
4. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan
mampu meningkatkan kesehatannya.
Misi adalah: Segala upaya yang dilakukan
untuk mewujudkan visi. Untuk mencapai visi
tersebut, 3 hal yang harus diperhatikan dari
misi tersebut, yaitu:
1.Advokat (advocate):
Dukungan dari pembuat kebijakan atau
pembuat keputusan.
2.Menjembatani (mediate):
Promosi kesehatan juga mempunyai misi
“mediator” atau “menjembatani” antara sektor
kesehatan dengan sektor lain sebagai mitra.
3.Memampukan (enable):
Memberikan keterampilan-keterampilan
kepada masyarakat baik secara langsung
maupun tidak langsung, agar mereka mandiri
dibidang kesehatan.
Guna untuk mewujudkan atau mencapai visi
dan misi secara efektif dan efisien, diperlukan
cara dan pendekatan yang strategis.
Berdasarkan rumusan WHO (1994), strategi
promosi kesehatan secara global terdiri dari 3
hal, yaitu:
1. Advokasi (advocacy), yaitu:
Pendekatan kepada pembuat keputusan atau
penentu kebijakan di berbagai sektor dan
diberbagai tingkat sehingga para pejabat
tersebut mau mendukung program kesehatan
yang diinginkan.
2. Dukungan Sosial (Social support), yaitu:
Suatu kegiatan untuk mencari dukungan
sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat
(toma), baik tokoh masyarakat formal
maupun informal.
3. Pemberdayaan Masyarakat
(Empowerment), yaitu:
Strategi promosi kesehatan yang ditujukan
kepada masyarakat langsung. Tujuan utama
pemberdayaan adalah mewujudkan
kemampuan masyarakat dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri.
Beberapa metode pendidikan individu,
kelompok dan massa (public) :
1. Metode Pendidikan Individual (Perorangan)
Beberapa pendekatan yang digunakan pada
metode pendidikan individu, yaitu :
 Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and
counceling)
 Wawancara (Interview)

2. Metode Pendidikan Kelompok


Dalam memilih metode pendidikan kelompok,
harus diingat besarnya kelompok sasaran serta
tingkat pendidikan formal dari sasaran.
A. Kelompok Besar
Yang dimaksud kelompok besar adalah apabila
peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang.
Metode yang baik untuk kelompok besar
adalah:
 Ceramah
Metode ini baik untuk pendidikan tinggi
maupun rendah. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menggunakan metode ini :
 Persiapan
Ceramah akan berhasil apabila penceramah
menguasai materi. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menggunakan metode
ceramah:
i. Mempelajari materi dengan sistematika.
ii. Mempersiapkan materi alat-alat bantu
pengajaran.
 Pelaksanaan
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah
adalah apabila penceramah tersebut dapat
menguasai sasaran ceramah. Untuk itu
penceramah dapat melakukan hal-hal berikut
ini:
i. Sikap dan penampilan yang menyakinkan
ii. Suara hendaknya cukup keras dan jelas
iii. Pandangan harus tertuju keseluruh peserta
ceramah
iv. Berdiri di depan (di pertengahan)
v. Menggunakan alat-alat bantu
 Seminar, yaitu:
Suatu penyajian dari satu ahli atau beberapa
ahli tentang suatu topik yang dianggap penting
dan hangat di masyarakat.
Metode ini hanya cocok untuk sasaran
kelompok besar dengan pendidikan menengah
keatas
B. Kelompok Kecil, yaitu:
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang.
Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil
yaitu:
 Diskusi kelompok
 Curah pendapat (Brain storming)
 Bola salju (Snow balling)
Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1
pasang 2 orang).
 Kelompok-kelompok kecil (Buzz group)
kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-
kelompok kecil yang kemudian diberi suatu
permasalahan yang sama atau tidak sama dengan
kelompok lain.
 Memainkan peranan (Role play)
 Permainan simulasi (Simulasi game)
Metode ini merupakan gabungan antara role play
dan diskusi kelompok.
3. Metode Pendidikan Massa
metode pendidikan (pendekatan) massa cocok
untuk mengomunikasikan pesan-pesan
kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat.
Beberapa contoh metode yang cocok untuk
pendekatan massa adalah:
a. Ceramah umum
b. Pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media
elektronik
c. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter
atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu
penyakit atau masalah kesehatan di suatu
media massa.
d. Sinetron
e. Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik
dalam bentuk artikel ataupun tanya jawab\
f. Billboard, yang dipasang dipinggir jalan.
Perilaku adalah totalitas yang terjadi pada
orang yang bersangkutan. Dengan perkataan lain
perilaku adalah keseluruhan (totalitas)
pemahaman dan aktivitas seseorang yang
merupakan hasil bersama antara faktor internal
dan eksternal.
Benyamin bloom (1908) seorang ahli
psikologi pendidikan yang membedakan 3 area
wilayah, ranah atau domain perilaku, yaitu:
kognitif (cognitive), afektif (affective), dan
psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli
pendidikan Indonesia, ke tiga domain ini
diterjemahkan kedalam Cipta (kognitif), Rasa
(afektif) dan Karsa (psikomotor) atau peri cipta,
peri rasa dan peri tindak.
Dalam perkembangan selanjutnya,
berdasarkan pembagian domain oleh Bloom
ini, dan untuk kepentingan pendidikan
praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat
ranah perilaku, yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga dan sebagainya). Dengan
sendirinya pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek.
Secara garis besar pengetahuan dibagi
dalam 6 tingkatan, yaitu:
1. Tahu (know), yaitu: hanya sebagai recall
(memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension), yaitu: bukan
sekedar tahu terhadap suatu objek, bukan
sekedar dapat menyebutkan, tetapi sanggup
menginterpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahuinya.
3. Aplikasi (application), yaitu: dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip
yang diketahui tersebut pada siuasi yang lain.
4. Analisis (analysis), yaitu: Kemampuan
seseorang untuk menjabarkan atau
memisahkan kemudian mencari hubungan
antaora komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalahatau objek
yang diketahui
5. Sintetis (synthesis), yaitu: kemampuan
seseorang untuk merangkumkan atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang
logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki
6. Evaluasi (evaluation), yaitu: kemampuan
untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu objek tertentu
2. Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang
terhadap stimulus atau objek tertentu, yang
sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi
yang bersangkutan (senang-tidak senang,
setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dsb).
Pengertian sikap menurut Campbell
(1950), yaitu: sikap adalah suatu sindroma
atau kumpulan gejala dalam merespon suatu
stimulus atau objek, sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan
gejala kejiwaan yang lain.
Sikap menurut Newcomb (seorang ahli
psikologi) yaitu: sikap merupakan suatu
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan
bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Dengan kata lain fungsi sikap bukan
merupakan tindakan (reaksi
terbuka/aktivitas), akan tetapi merupakan
predisposisi perilaku (tindakan/reaksi
tertutup).
Hubungan Sikap dan Tindakan

Stimulus Proses
(Rangsangan) Stumulus
Menurut Allport (1954) sikap terdiri dari 3
komponen pokok, yaitu:
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep
terhadap objek. Artinya bagaimana keyakinan
dan pendapat seseorang terhadap objek.
Misalnya: bagaimana keyakinan seseorang
terhadap penyakit kusta.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang
terhadap objek. Artinya bagaimana penilaian
seseorang terhadap objek. Misalnya: bagaimana
penilaian seseorang terhadap penyakit kusta,
apakah penyakit biasa saja atau berbahaya.
3. Kecenderungan untuk bertindak. Artinya sikap
merupakan komponen yang mendahului tindakan
atau perilaku terbuka. Misalnya: apa yang
dilakukan bila seseorang menderita penyakit
kusta.
Ketiga komponen tersebut secara bersama-
sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi
memegang peranan penting.
Tingkatan sikap berdasarkan tingkatannya:
1. Menerima (receiving), yaitu: seseorang atau
subjek menerima stimulus yang diberikan.
Misalnya: sikap seseorang terhadap periksa
hamil.
2. Menanggapi (responding), yaitu: memberikap
jawaban atau tanggapan terhadap pernyataan
atau objek. Misalnya: seorang ibu mengikuti
penyuluhan ante natal, kemudian diminta untuk
menanggapi hal tersebut, dan ia menjawab.
3. Menghargai (valuing), yaitu: memberikan nilai
yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam
arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan
mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain merespon. Misalnya:
ketika seseorang menanggapi suatu hal, maka
yang lain mendengarkan dan menanggapi yang
disampaikan.
4. Bertanggung jawab (responsible), yaitu: sikap
yang paling tinggi tingkatannya adalah
bertanggung jawab terhadap apa yang diyakini.
Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu
berdasarkan keyakinannya harus berani
mengambil resiko bila ada orang lain
mencemoohkan. Misalnya: ibu yang sudah mau
mengikuti penyuluhan, maka ia harus berani
untuk mengorbankan waktunya atau mungkin
kehilangan penghasilannya, atau diomeli oleh
mertuanya, dsb.
3. Tindakan atau Praktek (practice)
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak
(praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam
tindakan, sebab dalam terwujudnya tindakan
perlu faktor lain, antara lain: adanya fasilitas atau
sarana dan prasarana.
Praktik atau tindakan dapat dibedakan
menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a. Praktik terpimpin (guided response), yaitu:
apabila seseorang telah melakukan seuatu tetapi
masih tergantung pada tuntunan atau
menggunakan panduan. Misalnya: seorang ibu
memeriksakan kehamilannya tetapi masih
menunggu diingatkan oleh bidan atau seseorang.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism), yaitu:
seseorang telah melakukan atau mempraktikkan
suatu hal secara otomoatis maka disebut praktik
atau tindakan mekanis. Misalnya: seorang ibu
membawa anaknya ke Posyandu tanpa harus
menunggu perintah dari orang lain.
c. Adopsi (adoption), yaitu: tindakan atau praktik
yang sudah berkembang. Artinya, apa yang
dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme
saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau
tindakan atau perilaku yang berkualitas.
Misalnya: menggosok gigi, bukan sekedar gosok
gigi melainkan dengan tehnik-tehnik yang benar.
A. Pengetahuan Kesehatan (health knowledge),
yaitu: mencakup apa yang diketahui
seseorng terhadap cara-cara memelihara
kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara
memelihara kesehatan ini meliputi:
1. Pengetahuan tentang penyakit menular dan
tidak menular ( jenis penyakit dan tanda-
tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara
penularannya, cara pencegahannya, cara
mengatasi atau menangani sementara).
2. Pengetahuan tentang faktor-faktor terkait atau
mempengaruhi kesehatan, antara lain: gizi
makanan, sarana air bersih, pembuangan air
limbah, pembuangan kotoran manusia, rumah
sehat, polusi udara, dan sebagainya.
3. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan
kesehatan yang profesional maupun tradisional.
4. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan
baik kecelakaan rumah tangga, maupun
kecelakaan lalu lintas, dan tempat-tempat
umum.
oleh sebab itu, untuk mengukur pengetahuan
kesehatan seperti tersebut diatas adalah
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
secara langsung (wawancara) atau melalui
pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket.
B. Sikap terhadap Kesehatan (health attitude),
yaitu: pendapat atau penilaian orang
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan, yang mencakup
sekurang-kurangnya 4 variabel, yaitu:
1. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak
menular
2. Sikap terhadap faktor yang terkait atau
mempengaruhi kesehatan
3. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan
yang profesional ataupun tradisional
4. Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik
kecelakaan lalu lintas, rumah tangga dsb.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara
langsung ataupun tidak langsung. Pertanyaan
secara langsung dapat dilakukan dengan cara
memberikan pendapat dengan menggunakan
kata “setuju” atau “tidak setuju”, dengan
menggunakan skala lickert. Misalnya:
5 : bila sangat setuju
4 : bila setuju
3 : bila biasa saja
2 : bila tidak biasa
1 : bila sangat tidak setuju
C. Praktik Kesehatan (health practice)
Praktik kesehatan atau tindakan untuk hidup
sehat adalah semua kegiatan atau ktivitas
orang dalam rangka memelihara kesehatan.
Tindakan atau praktik kesehatan meliputi 4
faktor, yaitu:
1. Tindakan atau praktik sehubungan dengan
penyakit menular dan tidak menular
2. Tindakan atau praktik sehubungan dengan
faktor-faktor yang terkait atau mempengaruhi
kesehatan
3. Tindakan atau praktik sehubungan dengan
pengguanaan fasilitas pelayanan kesehatan
4. Tindakan atau praktik untuk menghindari
kecelakaan rumah tangga dan sebagainya.
Pengukuran perilaku yang paling baik adalah
secara langsung yaitu dengan cara pengamatan
(observasi), yaitu mengamati tindakan dari
subjek dalam rangka memelihara kesehatan.
Misalnya: dimana responden buang air besar,
dsb.
sedangkan secara tidak langsung
menggunakan metode mengingat kembali
(recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-
pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang
telah dilakukan berhubungan dengan objek
tertentu. Misalnya: menanyakan kepada ibu
makanan apa saja yang diberikan kepada
anaknya selama 24 jam terakhir.
Persepsi
Pengetahuan
Pengalaman Keyakinan
Fasilitas Keinginan
Sosio-budaya Motivasi
Niat
Sikap

Eksternal Internal Respon


Dari skema tersebut dapat dijelaskan
bahwa perilaku terjadi diawali dengan adanya
pengalaman-pengalaman seseorang serta
faktor-faktor di luar orang tersebut
(lingkungan), baik fisik maupun non fisik.
Kemudian pengalaman dan lingkungan
tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini
dan sebagainya, sehingga menimbulkan
motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya
terjadilah perwujudan niat tersebut berupa
perilaku.

Anda mungkin juga menyukai