RESUME MATERI
1
Ilmu Sosiologi mempelajari masyarakat secara sistematik. Tujuan ilmu ini
adalah memahami, menjelaskan dan membagi-bagi proses interaksi sosial
manusia/individu ke dalam kelompok, masyarakat hingga global. Dengan demikian
ilmu sosiologi secara mendalam mempelajari hubungan yang saling
mempengaruhi antara individu dengan masyarakat.
Kemunculan cabang sosiologi kesehatan diperkuat dengan adanya kejadian
Black Death yang menunjukkan bahwa wabah penyakit bukan hanya permasalahan
medis namun juga sosiologi (Brym & Lie, 2018). Sementara (White, 2002)
menjelaskan tiga alasan mengapa dibutuhkan sosiologi kesehatan:
1. Penyakit bukan hanya sekedar bagian dari ilmu alam dan biologi, namun
penyakit muncul dan tersebar secara sosial ke masyarakat
2. Variabel sosial utama kemunculan dan penyebaran penyakit adalah kelas sosial,
gender dan etnis
3. Ilmu medis tidak murnì sains, namun dalam perkembangannya ilmu ini
membentuk dan dibentuk oleh masyarakat
Sosiologi kesehatan mempelajari interaksi antara masyarakat dengan
kesehatan serta bagaimana kehidupan sosial mempengaruhi tingkat kesakitan dan
kematian pada populasi yang berbeda dengan melakukan perbandingan antara
komunitas (Cumming, 2020)
Menurut (Cumming, 2020; McCormack et al., 2021; Plummer, 2022),
sosiologi kesehatan mempelajari:
1. Asal usul atau penyebab penyakit secara sosial dan berkaitan dengan
kesenjangan pelayanan kesehatan
2. Organisasi sosial dalam perawatan penyakit dan penanganan kesehatan
3. Alasan mengapa beberapa orang tidak mempedulikan pengobatan ketika
mengalami sakit
4. Bagaimana masyarakat memahami dan mendefinisikan penyakit
Dengan demikian terdapat perbedaan antara ilmu Antropologi dengan
Sosiologi dilihat dari empat sudut pandang yakni objek analisis, karakteristik
manusia/masyarakat, dan teknik penelitian yang digunakan.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Sejarah Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan di Indonesia dimulai sejak J. Leimena selaku
menteri kesehatan menyampaikan kepada Soekarno, presiden pertama RI,
pada tahun 1955 (dalam buku "Kesehatan Rakyat Indonesia, Pandangan
dan Planning"), bahwa merajalelanya berbagai penyakit di Indonesia pada
saat itu adalah karena kurang baiknya keadaan hygiene lingkungan di
Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang hygiene perorangan dan hygiene umum.
Pendidikan kesehatan adalah cabang profesi kesehatan masyarakat
yang memiliki akar tiga bidang dasar ilmu, yaitu ilmu perilaku (psikologi,
sosiologi dan antropologi), pendidikan dan kesehatan masyarakat. Selain itu
juga didukung oleh ilmu-ilmu filsafat, sejarah, humaniora, ilmu politik dan
ekonomi. jika masyarakat tidak diberikan pendidikan dan penerangan yang
sebaik-baiknya tentang masalah itu. Dalam Undang-undang No. 9 tahun
1960 tentang pokok-pokok kesehatan, terdapat dua hal penting yang dapat
dijadikan landasan dalam menyelenggarakan pendidikan kesehatan
masyarakat:
1. Pasal 1, yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu
diikutsertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah
2. Pasal 4, yang menetapkan tugas pemerintah untuk memelihara dan
mendampingi derajat kesehatan rakyat dengan menyelenggarakan dan
meningkatkan usaha-usaha dalam lapangan
3
menerima informasi baru atau perilaku-perilaku baru dengan tujuan
kesehatan hidup.
Pendidikan kesehatan juga dapat disimpulkan sebagai suatu upaya
untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan.
Pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau
mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka bagaimana
menghindari dan mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan
orang lain, serta kemana seharusnya mencari pengobatan saat sakit.
Pendidikan kesehatan hendaknya diajarkan sedini mungkin pada
anak usia dini, sehingga menjadi pembiasan di kala anak dewasa. Sekolah
merupakan lembaga yang diharapkan mampu mengajarkan nilai-nilai
kesehatan pada anak sedini mungkin
4
Contoh Pendidikan Kesehatan yang menjangkau Masyarakat di Indonesia :
a. Ceramah umum (public speaking)
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional,
misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
5
d. Program Komedi yang dipadukan dengan pendidikan kesehatan di
Trans TV berjudul Klinik Tendean juga merupakan bentuk pendekatan
kesehatan massa,.
6
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan
sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa.
7
Penjelasan Gambar :
1. Rasa takut yang berlebihan akan membuat seseorang rendah
keinginannya untuk berubah, rasa takutnya harus dikurangi.
2. Bila tak ada rasa takut, perlu ditingkatkan rasa takutnya agar mau
berubah perilakunya
3. Titik dimana ada keberanian untuk melakukan perubahan perilaku.
b. Contoh Kasus 2
Seorang pria mengunjungi dokter untuk mengontrol
kesehatannya di sebuah klinik kesehatan. Saat diperiksa tekanan
8
darahnya, tekanan darah pria tersebut 140/80 mmHg, yang
menandakan bahwa ia mengalami hipertensi. Pria tersebut juga memiliki
kadar kolesterol darah yang cukup tinggi. Dari Penjelasan dokter, ia
merasa cemas terhadap kesehatannya yang memburuk tersebut.
Dokter menyarankan untuk membatasi konsumsi garam yang
berlebih dan mengatur pola hidup yang sehat. Tentunya makanan yang
mengandung kolesterol tinggi dari sumber hewani juga perlu dibatasi,
meningkatkan aktivitas fisik, dan mengurangi tingkat stress yang juga
menjadikan tekanan darah menjadi tinggi. Perilaku tersebut harus
dilakukan oleh pasien dalam mengubah pola hidupnya untuk lebih sehat
agar tidak berlanjut ke penyakit yang lebih kompleks,seperti jantung
koroner dan stroke
c. Contoh kasus 3
Seorang wanita baru saja di diagnosa oleh dokter bahwa ia
mengidap kanker serviks, wanita tersebut setelah diberitahu ia terkejut,
takut dan sedih. Karena ketakutan yang berlebihan maka ia tidak
mendengarkan anjuran dokter dengan baik tentang perlunya operasi
pengangkatan rahim sebagai upaya penjalaran penyakit tersebut. Maka
agar wanita tersebut dapat dengan baik menerima anjuran dokter yang
diberikan, rasa takut wanita tersebut harus dikurangi agar informasi
tentang tindakan pencegahan dan penyembuhan wanita tersebut dapat
dipahami dengan baik.
9
sesuatu yang baru, tetapi lebih dari itu , yakni sesuatu yang dinilai baru
atau mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada
lokalitas tertentu. Dalam hal ini, pengertian “baru” mengandung makna
bukan sekedar baru diketahui oleh pikiran (cognitive) , akan tetapi juga
baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga
masyarakat dalam arti sikap (attitude), serta baru dalam pengertian
belum diterima dan dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh warga
masyarakat setempat. Inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau
barang hasil produksi saja, tetapi juga mencakup ideology, kepercayaan,
sikap hidup, informasi, atau gerakan-gerakan menuju kepada proses
perubahan dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat (Rita Hanafi
2000). Segala sesuatu ide, cara-cara baru, ataupun objek yang
dioperasikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru adalah inovasi.
Baru disini tidaklah semata mata dalam ukuran waktu sejak
ditemukannya atau pertama kali digunakannya inovasi tersebut. Hal
yang penting adalah kebaruan dalam persepsi, atau kebaruan subyektif
hal yang dimaksud bagi seseorang,yang menentukan reaksinya
terhadap inovasi tersebut. Dengan kata lain, jika sesuatu dipandang
baru bagi seseorang, maka hal itu merupakan inovasi (Nasution, 2004
dalam Herning, 2010).
10
tersebut oleh masyarakat sebagai pihak kedua. Seseorang menerima
suatu hal atau ide baru selalu melalui tahapan-tahapan.
Tahapan ini dikenal sebagai tahap proses adopsi, secara
bertahap mulai dari:
1) Tahap kesadaran. Contoh: Petani mulai sadar tentang adanya
sesuatu yang baru, mulai terbuka akan perkembangan dunia
luarnya, sadar apa yang sudah ada dan apa yang belum.
2) Tahap minat. Tahap ini ditandai oleh adanya kegiatan mencari
keteranganketerangan tentang hal-hal yang baru diketahuinya.
3) Tahap penilaian. Setelah keterangan yang diperlukan diperoleh,
mulai timbul rasa menimbang-nimbang untuk kemungkinan
melaksanakannya sendiri.
4) Tahap mencoba. Jika keterangan sudah lengkap, minat untuk
meniru besar, dan jika ternyata hasil penilaiannya positif, maka
dimulai usaha mencoba hal baru yang sudah diketahuinya.
5) Tahap adopsi. Contoh: Petani sudah mulai mempraktekkan hal-hal
baru dengan keyakinan akan berhasil.
11
pandangan seseorang dalam menjalankan usaha taninya, yaitu
dalam rasionalitas usaha, dan kemampuan memanfaatkan setiap
kesempatan ekonomi yang ada.
3) Keberanian mengambil resiko.
Biasanya petani kecil mempunyai sifat menolak resiko (risk
averter).
4) Pola hubungan.
Lingkup hubungan apakah petani ada dalam pola hubungan
kekosmopolitan atau lokalitas.
5) Sikap terhadap perubahan.
Kebanyakan petani kecil lamban dalam mengubah sikapnya
terhadap perubahan.
6) Motivasi berkarya.
7) Aspirasi.
Apabila calon adopter tidak mempunyai aspirasi atau
aspirasinya ditinggalkan, maka adopsi inovasi sulit dilakukan.
12
d. Kekuatan pengaruh (induced force): menggambarkan keinginan dari
orang lain (misalnya orang tua atau teman) yang masuk menjadi region
lingkungan psikologis.
e. Kekuatan non manusia (impersonal force): bukan keinginan pribadi
tetapi juga bukan keinginan orang lain. Ini adalah kekuatan atau tuntutan
dan fakta atau objek.
Konflik tipe 1:
Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua kekuatan
berlawanan yang mengenai individu. Konflik semacam ini disebut konflik tipe
Ada tiga macam konflik tipe 1:
a. Konflik mendekat-mendekat, dua kekuatan pendorong ke arah yang
berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama¬sama disenanginya.
b. Konflik menjauh-menjauh, dua kekuatan menghambat ke arah yang
yang berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama-sama tidak disenanginya.
c. Konflik mendekat-menjauh, dua kekuatan mendorong dan menghambat
muncul dari satu tujuan, misalnya orang dihadapkan pada pilihan
sekaligus mengandung unsur yang disenangi dan tidak disenanginya.
Konflik tipe 2:
Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua kekuatan.
Konflik yang sangat kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku
atau terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga dia
tidak dapat menentukan pilihan, adalah konflik tipe 2.
Konflik tipe 3
Orang berusaha mengatasi kekuatan-kekuatan penghambat,
sehingga konflik menjadi terbuka,ditandai sikap
kemarahan,agresi,pemberontakan atau sebaliknya penyerahan diri yang
neurotik. Pertentangan antar kebutuhan pribadi-dalam, konflik antar
pengaruh,dan pertentangan antar kebutuhan dengan
13
pengaruh,menimbulkan pelampiasan usaha untuk mengalahkan kekuatan
penghambat.
14
mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah
yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :
1) Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensi,
minat, kondisi fisik.
2) Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga,
masyarakat, sarana.
3) Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi
dan metode dalam pembelajaran.
15
b. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954)
menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave )
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :
1) Menerima (receiving )
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
16
2) Respon terpimpin (guide response )
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar
dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik
tingkat kedua.
3) Mekanisme (mecanism )
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
4) Adopsi (adoption )
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi
tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
17
5) Menerima (Adoption )
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
18
c. Petunjuk berperilaku juga diduga tepat untuk memulai proses perilaku,
yang disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol (salient
position).
Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat
mengenai permasalahan kesehatan (misalnya media massa, kampanye,
nasihat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain atau
teman).
Sedangkan untuk penerapan HBM yaitu adalah perilaku
pencegahan yang berkaitan dengan dunia medis dan mencakup
berbagai perilaku, seperti check up pencegahan dan skrining, dan
imunisasi. Contohnya, kegunaan HBM dalam imunisasi memberi kesan
bahwa orang yang mengikuti program imunisasi percaya hal-hal berikut.
1) Kemungkinan terkena penyakit tinggi (ketidakadilan)
2) Jika terjangkit, penyakit tersebut membawa akibat serius
3) Imunisasi merupakan cara paling efektif untuk pencegahan penyakit
4) Tidak ada hambatan serius untuk imunisasi, tetapi hasil beberapa
penelitian HBM menunjukan kebalikannya.
Dalam perkembangannya, HBM telah menggunakan
ketertarikan dalam kebiasaan seseorang dan sifat-sifat yang dikaitkan
dengan perkembangan dari kondisi kronis, termasuk gaya hidup tertentu
seperti merokok, diet, olahraga, perilaku keselamatan, penggunaan
alkohol, penggunaan kondom untuk pencegahan AIDS, dan gosok gigi
(Heri D. J. Maulana, 2009).
Sedangkan kelemahan dari model ini terdapat 4 kelemahan
(Heri D. J. Maulana, 2009),yaitu:
1) HMB lebih didasarkan penelitian terapan dalam permasalahan
pendidikan kesehatan daripada penelitian akademis.
2) HBM dirasakan pada beberapa asumsi yang dapat diragukan,
seperti pemikiran bahwa setiap pilihan perilaku selalu berdasarkan
pertimbangan rasional.selain rasionalisasinya diragukan, HBM juga
tidak memberikan spesifik yang tepat terhadap kondisi ketika
individu membuat pertimbangan tertentu.
3) HBM hanya memerhatikan keyakinan kesehatan. Kenyataannya,
orang dapat membuat banyak pertimbangan tentang perilaku yang
19
tidak berhubungan dengan kesehatan, tetapi masih mempengaruhi
kesehatan. Contohnya, seseorang dapat bergabung dengan
kelompok olahraga karena kontak sosial atau ketertarikan pada
seseorang dalam kelompok tersebut. Keputusan yang diambil tidak
ada kaitannya dengan kesehatan, tetapi mempengaruhi kondisi
kesehatannya.
4) Berkaitan dengan ukuran dari komponen-komponen HBM.
20
DeVito mengatakan, bahwa dalam pembicaraan persuasif, anda
akan berusaha mencapai salah satu dari dua tujuan. Pertama anda mungkin
ingin memperkuat atau mengubah sikap dan kepercayaan pendengar anda.
Kedua, mungkin anda ingin memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu.
Hambatan dalam komunikasi dan persuasi antara lain :
a. Hambatan Sosiologis
Proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional
(situational context) ini berarti bahwa komunikator harus memperhatikan
situasi ketika komunikasi dilangsungkan, sebab situasi amat
berpengaruh terhadap kelancaran berkomunikasi.
b. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat dipahami sebagai bentuk hambatan dalam
komunikasi yang sifatnya konkret dan persisten. Hambatan ini wujudnya
tampak secara umum dapat diukur. Hambatan fisik dapat mengganggu
komunikasi yang efektif. Hambatan fisik termasuk di dalamnya kondisi
lingkungan dan geografis dan dimana hal-hal tersebut berdampak
terhadap proses komunikasi yang sedang berlangsung. Hambatan fisik
terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap proses
berlangsungnya komunikasi, jadi datangnya dari lingkungan.
c. Hambatan Mekanis
Hambatan mekanis dijumpai pada media yang dipergunakan
dalam melancarkan komunikasi. Banyak contoh yang kita alami dalam
kehidupan sehari-hari, suara telepon yang krotokan, ketika huruf buram
pada surat, suara yang hilang muncul pada pesawat radio, berita surat
kabar yang sulit dicari kolomnya, gambar yang meliuk liuk pada pesawat
televisi, dan lain-lain.
d. Hambatan Fisiologis
Hambatan fisiologis mengacu pada gangguan yang berpusat
pada kondisi faali (proses mental) manusia yang melakukan proses
komunikasi, baik sebagai pengirim maupun penerima pesan. Kondisi
tubuh yang tidak sedang berada pada kemampuan terbaiknya, dimana
terjadi ketidak seimbangan metabolisme tubuh atau yang disebut
dengan istilah homeostatis adalah salah satu bentuk contohnya. Kondisi
seperti mengantuk, lelah, sakit, dan lapar atau haus adalah salah satu
21
bentuk tidak terjadinya keseimbangan dalam tubuh manusia. Bila kita
merujuk pada proses individu mempersepsikan pesan, maka hambatan
fisiologis cenderung terjadi pada tahap awal (noticing) yaitu tahap
dimana individu dapat mengidentifikasi stimulus yang masuk dalam
tubuh.
e. Hambatan Psikologis
Proses komunikasi terjadi dengan dua cara, yaitu komunikasi
secara verbal dan komunikasi secara nonverbal. Komunikasi dalam
bentuk verbal dapat berupa percakapan langsung antara beberapa
pihak dengan pihak lainnya. Dimana hal ini termasuk di dalam proses
interaksi interpersonal. Di dalam proses interaksi interpersonal ini,
banyak hal yang mempengaruhi berlangsungnya proses ini. Hambatan
psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya
perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan
penerima pesan. Komunikasi sulit berhasil apabila komunikan sedang
sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa iri hati, dan kondisi
psikologis lainya, juga jika komunikasi menaruh prasangka (prejudice)
kepada komunikator.
f. Hambatan Semantik
Faktor semantik menyangkut bahasa yang digunakan
komunikator sebagai “alat” untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya
kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasinya komunikator harus
benar-benar memperhatikan gangguan semantik ini, salah ucap atau
salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian atau salah tafsir, yang
pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi. Sering kali salah
ucap disebabkan si komunikator berbicara terlalu cepat sehingga ketika
pikiran dan perasaan belum mantap terformulasikan, kata-kata yang
sudah terlanjur dilontarkan.
22
hasil dari keadaan yang tidak serasi antara tujuan-tujuan kultural dan sarana
kelembagaan yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Di dalam
masyarakat kita sukses keuangan sebagaimana yang ditunjukkan oleh
konsumsi mewah dan berlebihan dapat dianggap sebagai tujuan kultural.
Sedang sarana yang sudah melembaga (institutionalized) dapat berupa
pekerjaan dengan gaji yang tinggi.
Merton mengaitkan masalah kejahatan dengan anomie. Tetapi
konsepsi Merton tentang anomie agak berbeda dengan konsepsi Durkheim.
Anomi tidak diciptakan oleh perubahan sosial yang cepat melainkan
diciptakan dari struktur sosial yang menawarkan tujuan tujuan yang sama
untuk semua anggotanya tanpa memberi sarana yang merata untuk
mencapainya.
Teori anomie dari Merton menekankan pentingnya dua unsur
penting di setiap masyarakat, yaitu:
a. cultural aspiration yang diyakini berharga untuk diperjuangkan
b. institutionalized means dan accepted ways untuk mencapai tujuan itu.
Jika suatu masyarakat stabil, dua unsur ini akan terintegrasi, dengan
kata lain sarana harus ada bagi setiap individu guna mencapai tujuan yang
berharga pada mereka.
Merton menerangkan anomie tidak akan muncul sejauh masyarakat
menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultural
tersebut. Yang kita alami biasanya “konformitas” yang diinginkan. Tetapi
bilamana tujuan kultural dan sarana kelembagaan tidak lagi sejalan, maka
hasilnya adalah anomie atau non konformitas. Banyak dari apa yang kita
sebut kejahatan adalah hasil dari anomie.
Anomie bukan merupakan konsep psikologi yang dapat dijelaskan
lewat teori psikologi. Konsep ini lebih merupakan masalah struktural dan
kultural yang menuntut penjelasan sosiologis. Anomie cenderung ke arah
perilaku menyimpang. Penyimpangan sering mengambil bentuk alternatif
yang tidak dapat diterima dan kadang kadang berbentuk cara-cara ilegal
dalam mencapai kesuksesan ekonomi.
Merton memperhatikan struktur sosial dan budaya, namun tidak
tertarik kepada fungsi dari berbagai struktur tersebut. Alih Alih bersikap
konsisten dengan paradigma fungsional miliknya,
23
Merton malah tertarik dengan disfungsi yaitu anomie. Lebih spesifik,
Merton menghubungkan anomie dengan penyimpangan yang berarti
penolakan terhadap adanya konsekuensi disfungsional dalam kesenjangan
antara kebudayaan dan struktur yang mengarah pada penyimpangan dalam
masyarakat.
Merton juga berpendapat tentang tujuan masyarakat adalah Setiap
masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu yang ditanamkan kepada seluruh
warganya, untuk mencapai tujuan tersebut terdapat sarana sarana yang
dapat dipergunakan. Karena dalam kenyataannya tidak setiap orang dapat
menggunakan sarana-sarana yang tersedia sehingga menimbulkan keadaan
yang tidak merata dalam sarana dan kesempatan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Teori ini berpandangan bahwa munculnya perilaku menyimpang
adalah konsekuensi dari perkembangan norma masyarakat yang makin
lama makin kompleks sehingga tidak ada pedoman jelas yang dapat
dipelajari dan dipatuhi oleh masyarakat sebagai dasar dalam memilih dan
bertindak dengan benar. Robert K. Merton mengemukakan bahwa
penyimpangan perilaku itu terjadi karena masyarakat mempunyai struktur
budaya dengan sistem nilai-nilai yang berbeda sehingga tidak ada satu
standar nilai yang dijadikan satu kesepakatan untuk dipatuhi bersama
sehingga masyarakat akan berperilaku sesuai dengan standarnya.
Merton menjelaskan penyimpangan sosial pada jenjang makro, yaitu
pada jenjang struktur sosial. Menurutnya struktur sosial tidak hanya
menghasilkan tingkah laku konformis saja melainkan juga menghasilkan
tingkah laku yang menyimpang atau disebut anomie. Struktur sosial
menciptakan keadaan yang menghasilkan pelanggaran terhadap aturan
sosial, menekan individu tertentu ke arah tingkah laku menyimpang.
Munculnya keadaan menyimpang atau anomie menurut merton
disebabkan pada umumnya masyarakat industri modern lebih
mementingkan status pencapaian kesuksesan materi yang diwujudkan
dalam bentuk kemakmuran dan kejayaan tinggi.
Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Merton, yaitu perilaku
penyimpangan merupakan bentuk adaptasi terhadap situasi tertentu.
Perilaku menyimpang dapat terjadi karena tidak ada kaitan antara tujuan
24
dengan cara yang telah ditetapkan dan dibenarkan dalam struktur sosial.
Merton (1938) berteori bahwa anomi juga disebabkan oleh adanya ketidak
harmonisan antara tujuan budaya dengan cara formal untuk mencapai
tujuan tersebut(Paul B Horton, 1984). Dengan menggunakan teori ini,
Robert K. Merton mencoba menjelaskan penyimpangan melalui struktur
sosial. Menurut teori ini, struktur sosial bukan hanya menghasilkan perilaku
yang konformis saja, tetapi juga menghasilkan perilaku menyimpang. Dalam
struktur sosial dijumpai tujuan atau kepentingan, di mana tujuan tersebut
adalah hal-hal yang pantas dan baik. Selain itu, diatur juga cara untuk
meraih tujuan tersebut. Apabila tidak ada kaitan antara tujuan (cita-cita)
yang ditetapkan dengan cara untuk mencapainya, maka akan terjadi
penyimpangan. Merton mengemukakan tipologi cara-cara adaptasi terhadap
situasi, yaitu konformitas, inovasi, ritualisme, pengasingan diri, dan
pemberontakan (keempat yang terakhir merupakan perilaku menyimpang).
a. Konformitas Cara ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan.
Disini, perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat dan
mengikuti cara yang ditentukan masyarakat untuk mencapai tujuan
tersebut ujian dan lulus untuk melanjutkan jenjang perguruan tinggi.
b. Innovation Merupakan cara dalam mana perilaku mengikuti tujuan yang
ditentukan masyarakat tetapi memakai cara yang dilarang oleh
masyarakat.
c. Rebellion Pola adaptasi ini, orang tidak lagi mengakui struktur sosial
yang ada dan berupaya menciptakan suatu struktur sosial yang lain.
Tujuan budaya yang ada dianggap sebagai penghalang bagi tujuan yang
didambakan.
d. Ritualism Perilaku seseorang telah meninggalkan tujuan budaya namun
masih tetap berpegang pada cara yang telah digariskan masyarakat.
e. Retreatisme Dalam bentuk adaptasi ini perilaku seseorang tidak
mengikuti tujuan budaya dan juga tidak mengikuti cara untuk meraih
tujuan budaya.
25
8. Pendekatan Edukatif (Mantra)
a. Dasar pemikiran
Pendekatan edukatif digunakan karena pendekatan ini akan
dapat memacu perkembangan potensi masyarakat yang ada. Potensi
masyarakat yang paling baik bertitik tolak dari masalah-masalah yang
benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu kebutuhan
mereka melalui proses belajar.
Pelayanan kesehatan yang dikembangkan berawal dari pola
hidup masyarakat yang tidak terlepas dari faktor lingkungan, kebiasaan,
adat-istiadat, tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan sebagainya,
sehingga menggambarkan bentuk-bentuk perilaku masyarakat yang
berkaitan dengan kesehatan. Dari sinilah pola pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat dikembangkan.
Untuk itu harus dikembangkan dan dipertahankan komunikasi
timbal balik yang dinamis dan berkesinambungan antara petugas
(provider) dan masyarakat. Disamping itu untuk keberhasilan program
pelayanan kesehatan petugas harus dapat mengembangkan kerjasama
lintas sektor yang terkoordinasi dengan baik.
Pelayanan kesehatan yang diberikan hendaknya dapat
dilaksanakan oleh petugas-petugas kesehatan yang bisa diterima oleh
masyarakat. Oleh karena itu keberadaan kader kesehatan sangat
penting artinya untuk meningkatkan rasa percaya diri masyarakat
terhadap kemampuan yang mereka miliki.
b. Definisi
Pendekatan edukatif adalah rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis, terencana, terarah dengan partisipasi
aktif individu, kelompok-kelompok masyarakat secara keseluruhan untuk
memecahkan masalah yang dirasakan oleh masyarakat dengan
mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dan budaya setempat.
Pendekatan edukatif Mantra (dalam Sarwono, 2004: 75) yang
menjelaskan bahwa pada dasarnya pendekatan edukatif yang
dikemukakan konsepnya oleh Mantra.
26
Mantra menjelaskan bahwa tujuan pokok dari pendekatan
edukatif sendiri yakni (1) untuk mengembangkan kemandirian
masyarakat di bidang kesehatan, dan (2) memecahkan masalah
kesehatan masyarakat tersebut. Pendekatan edukatif ini sendiri
dijalankan melalui 2 tahap yakni pengembangan provider yang provider
disini merupakan petugas kesehatan dan tokoh masyarakat, dan hal ini
akan berujung pada tahap ke-2 yakni pengembangan masyarakat.
Untuk bisa mencapai keberhasilan program dalam pendekatan
edukatif ini, hal pertama yang perlu dilakukan yakni mempersiapkan
petugas kesehatan dengan membekalinya berbagai macam penjelasan
mengenai kesehatan, pelayanan medis, dan kesiapan untuk
mengadakan sebuah program yang berkaitan dengan kesehatan,
dimana hal ini harus ada kerjasama yang sinkron agar bisa mencapai
tujuan yang diharapkan. Selaku pihak provider, pihak petugas kesehatan
hendaknya mampu berkomunikasi dengan baik terhadap pihak
masyarakat agar terjadi kerjasama
c. Tujuan
1) Memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat
2) Mengembangkan kemampuan masyarakat untuk bisa memecahkan
masalah yang dihadapi atas dasar swadaya sebatas
kemampuannya
d. Strategi dasar
1) Mengembangkan provider, agar mempunyai kesamaan pengertian
dan sikap mental yang positif terhadap pendekatan yang ditempuh
dan sepakat untuk mensukseskannya
2) Mengembangkan masyarakat, yaitu melibatkan partisipasi aktif
masyarakat dalam menentukan masalah, merencanakan alternatif
pemecahannya, melaksanakan serta menilai usaha-usaha
pemecahan yang dilaksanakan.
27
e. Pengembangan provider
Provider adalah sektor-sektor yang bertanggung jawab secara
teknis terhadap program-program yang dikembangkan. Yang termasuk
provider adalah departemen kesehatan dengan semua aparatnya dan
LSM yang bergerak dibidang kesehatan dan mempunyai program
langsung kepada masyarakat.
Tujuan pengembangan provider adalah agar adanya kesamaan
pengertian antar sektor bahwa : masyarakat bukan objek tetapi subjek
pembangunan dan kerjasama antar sektor terkoordinasi dengan baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terciptanya kerjasama antar
sektor adalah : keterbukaan, adanya wadah antar sektor, saling
menunjang, menghormati kewenangan sektor lain, tujuan dan peran
jelas, kepuasaan masing-masing sektor dan perencanaan yang terpadu.
f. Pengembangan masyarakat
Pengembangan masyarakat adalah mengaktifkan tenaga
masyarakat untuk mampu dan mau mengatasi masalahnya sendiri
secara swadaya sebatas kemampuannya. Langkah-langkah
pengembangan meliputi : pendekatan tingkat desa, survei mawas diri,
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian serta pemantapan.
Reaksi masyarakat terhadap perubahan dapat dipengaruhi oleh
sejumlah faktor, termasuk keterbukaan masyarakat, intensitas unsur
keagamaan, struktur sosial masyarakat, kemiripan dengan unsur budaya
28
asli, dan bukti kemanfaatan ide baru. Mari kita bahas bagaimana
faktor-faktor ini dapat mempengaruhi reaksi masyarakat:
1) Keterbukaan Masyarakat:
a) Penerimaan: Masyarakat yang terbuka mungkin lebih cenderung
menerima perubahan. Keterbukaan dapat menciptakan
lingkungan di mana gagasan baru dan ide-ide inovatif dapat
lebih mudah diterima dan diintegrasikan.
b) Resistensi: Sebaliknya, masyarakat yang kurang terbuka
mungkin menunjukkan resistensi terhadap perubahan. Mereka
mungkin lebih mempertahankan tradisi atau norma-norma yang
telah ada.
2) Intensitas Unsur Keagamaan:
a) Kesesuaian dengan Nilai Keagamaan: Ide atau perubahan yang
konsisten dengan nilai-nilai keagamaan masyarakat dapat lebih
mudah diterima. Sebaliknya, perubahan yang dianggap
bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dapat menimbulkan
resistensi.
b) Pengaruh Pemimpin Keagamaan: Pemimpin keagamaan
memiliki peran penting dalam membentuk pandangan
masyarakat terhadap perubahan. Jika pemimpin keagamaan
mendukung perubahan, mungkin lebih mudah diterima oleh
anggota masyarakat.
c) Struktur Sosial Masyarakat : Pengaruh Kelompok atau Kasta:
Struktur sosial masyarakat, termasuk hierarki sosial, dapat
memengaruhi cara perubahan diterima. Misalnya, jika kelompok
tertentu memiliki kekuatan dan pengaruh besar, reaksi mereka
dapat mempengaruhi sikap masyarakat secara keseluruhan.
d) Partisipasi Masyarakat: Tingkat partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan implementasi perubahan dapat
mempengaruhi penerimaan atau resistensi.
3) Kemiripan dengan Unsur Budaya Asli:
a) Pentingnya Identitas Budaya: Jika ide baru atau perubahan
sesuai dengan identitas budaya asli, masyarakat mungkin lebih
menerima. Sebaliknya, jika ada ketidaksesuaian dengan
29
nilai-nilai atau tradisi budaya, resistensi mungkin lebih mungkin
terjadi.
b) Pelestarian Warisan Budaya: Beberapa masyarakat mungkin
lebih cenderung mempertahankan warisan budaya mereka dan
mungkin resisten terhadap perubahan yang dianggap merusak
atau mengancam warisan tersebut.
4) Bukti Kemanfaatan Ide Baru:
a) Pengalaman Positif: Jika masyarakat melihat bukti kemanfaatan
ide baru atau perubahan dalam konteks nyata, mereka mungkin
lebih terbuka terhadap penerimaan. Kemanfaatan ini bisa
mencakup peningkatan ekonomi, kesejahteraan, atau
peningkatan kualitas hidup.
b) Keterlibatan Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam
merencanakan dan mengimplementasikan perubahan dapat
menciptakan keterlibatan langsung, dan hasilnya lebih dapat
diterima.
Dalam rangka mengelola perubahan dengan efektif, penting
bagi para pemimpin dan pembuat kebijakan untuk memahami konteks
budaya dan sosial masyarakat serta berkomunikasi dengan transparan
dan efektif tentang tujuan dan manfaat perubahan tersebut. Memahami
dinamika ini dapat membantu mengelola resistensi dan memfasilitasi
penerimaan masyarakat terhadap perubahan.
30
BAB 3
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang kami sampaikan pada BAB 1 dan BAB 2 dapat
kami simpulkan sebagai berikut :
1. Antropologi kesehatan adalah cabang ilmu antropologi yang memusat perhatian
pada hubungan atau interseksi antara kesehatan, kedokteran, perilaku sehat,
masyarakat, dan budaya. Tujuan mempelajari ilmu antropologi kesehatan adalah
memahami, menjelaskan dan membagi-bagi proses interaksi sosial
manusia/individu ke dalam kelompok, masyarakat hingga global. Kemunculan
cabang sosiologi kesehatan diperkuat dengan kejadian Black Death, yang
menunjukkan bahwa wabah penyakit bukan hanya permasalahan medis namun
sosiologi. Sosiologi kesehatan mempelajari interaksi antara masyarakat dengan
kesehatan serta bagaimana kehidupan sosial mempengaruhi tingkat kesakitan
dan kematian pada populasi yang berbeda dengan melakukan perbandingan
antara komunitas. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara ilmu Antropologi
dengan Sosiologi dilihat dari empat sudut pandang yakni objek analisis,
karakteristik manusia/masyarakat, dan teknik penelitian
2. Pendidikan kesehatan : suatu proses mendidik indv/masy, supaya dpt
memecahkan masalah2 kesehatan yg dihadapinya. Pendidikan adalah proses
dinamis yang mempengaruhi faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Tiga
metode digunakan untuk memandu pendidikan: menggunakan kekuasaan,
informasi, diskusi, dan partisipasi. Metode ini berfokus pada penyediaan
pendidikan yang berkualitas, modern, dan inovatif untuk masa depan
3. Model Tindakan Positif (Janis 1967) adalah teori yang menunjukkan bahwa sikap
seseorang dapat mempengaruhi tindakannya. Jika sikap mereka positif, mereka
lebih mungkin untuk mengambil tindakan. Teori ini didasarkan pada gagasan
bahwa emosi seseorang dapat mempengaruhi tindakan mereka. Teori Inovasi
(Rogers (2003) mendefinisikan inovasi sebagai proses mental yang melibatkan
pengambilan keputusan untuk mengadopsi ide-ide baru dan mengeksplorasi
kemungkinan-kemungkinan baru. Inovasi bukan hanya tentang ide-ide baru, tetapi
31
juga tentang praktik, sikap, dan informasi baru yang berkontribusi pada proses
perubahan dalam masyarakat.
4. Model Perubahan Perilaku (Lawrence Green) menganalisis perilaku manusia dari
tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2
faktor pokok yang faktor perilaku (behavioural causes) dan faktor di luar perilaku
(non-behavioural causes). Faktor perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk
dari 3 faktor: faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.
Pengukuran hasil adalah pengetahuan (knowledge) dan faktor pendekatan
belajar. Pengukuran hasil terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan
terhadap objek tertentu
5. Pendekatan edukatif (Mantra) adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan
secara sistematis, terencana, terarah dengan partisipasi aktif individu,
kelompok-kelompok masyarakat secara keseluruhan untuk memecahkan masalah
dirasakan oleh masyarakat dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dan
budaya setempat. Pendekatan edukatif ini sendiri dijalankan melalui 2 tahap yakni
pengembangan provider yang provider disini merupakan petugas kesehatan dan
tokoh masyarakat. Dan tahap 2 yaitu pengembangan masyarakat.
32
33
SUMBER MATERI
34