Anda di halaman 1dari 35

KAJIAN TEORITIS SOSIOLOGI ANTROPOLOGI KESEHATAN

RESUME MATERI

Disusun oleh Kelompok 4 :


Nama NPM
1. Yuyun Wahyuni 235059021
2. Resha Aditya Indraswari 235059024
3. Nana Indah Saputri 235059017
4. Muhammad Hasan 235059019

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

Menurut (Hublin, 2005), Antropologi kesehatan secara khusus mempelajari


status kesehatan berbagai populasi yang memiliki lingkungan geografis dan sosial
budaya yang berbeda-beda, terjemahan bebas.
Sementara menurut (DeWalt, 2008), Antropologi kesehatan adalah cabang
ilmu antropologi yang memusat perhatian pada hubungan atau interseksi antara
kesehatan, kedokteran, masyarakat, dan budaya. Secara umum juga mempelajari
dampak penyakit terhadap masyarakat, serta dampak sosial-budaya terhadap
kesehatan dan penyakit.
Definisi lainnya dijelaskan oleh (Winkelman, 2009), Antropologi kesehatan
adalah disiplin ilmu yang secara khusus mempelajari hubungan atau keterkaitan
antara pengobatan, budaya, dan perilaku sehat, serta mempertimbangkan perspektif
budaya dalam pelayanan klinik dan program kesehatan masyarakat.
Berdasarkan definisi di atas, maka tujuan mempelajari ilmu antropologi
kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari status kesehatan berbagai populasi yang berbeda lingkungan
geografis dan sosial-budayanya.
2. Mempelajari keterhubungan antara kesehatan, kedokteran, perilaku sehat,
masyarakat, dan budaya.
3. Mempelajari dampak penyakit terhadap masyarakat
4. Mempelajari dampak sosial-budaya terhadap penyakit
5. Mempelajari pengaruh budaya terhadap pelayanan klinis dan program
kesehatan masyarakat.
Ilmu antropologi kesehatan mempelajari: status kesehatan berbagai
populasi yang berbeda lingkungan geografis dan sosial-budayanya;
keterhubungan antara kesehatan, kedokteran, perilaku sehat, masyarakat, dan
budaya; dampak penyakit terhadap masyarakat; dampak sosial-budaya terhadap
penyakit; dan pengaruh budaya terhadap pelayanan klinis dan program
kesehatan masyarakat.

1
Ilmu Sosiologi mempelajari masyarakat secara sistematik. Tujuan ilmu ini
adalah memahami, menjelaskan dan membagi-bagi proses interaksi sosial
manusia/individu ke dalam kelompok, masyarakat hingga global. Dengan demikian
ilmu sosiologi secara mendalam mempelajari hubungan yang saling
mempengaruhi antara individu dengan masyarakat.
Kemunculan cabang sosiologi kesehatan diperkuat dengan adanya kejadian
Black Death yang menunjukkan bahwa wabah penyakit bukan hanya permasalahan
medis namun juga sosiologi (Brym & Lie, 2018). Sementara (White, 2002)
menjelaskan tiga alasan mengapa dibutuhkan sosiologi kesehatan:
1. Penyakit bukan hanya sekedar bagian dari ilmu alam dan biologi, namun
penyakit muncul dan tersebar secara sosial ke masyarakat
2. Variabel sosial utama kemunculan dan penyebaran penyakit adalah kelas sosial,
gender dan etnis
3. Ilmu medis tidak murnì sains, namun dalam perkembangannya ilmu ini
membentuk dan dibentuk oleh masyarakat
Sosiologi kesehatan mempelajari interaksi antara masyarakat dengan
kesehatan serta bagaimana kehidupan sosial mempengaruhi tingkat kesakitan dan
kematian pada populasi yang berbeda dengan melakukan perbandingan antara
komunitas (Cumming, 2020)
Menurut (Cumming, 2020; McCormack et al., 2021; Plummer, 2022),
sosiologi kesehatan mempelajari:
1. Asal usul atau penyebab penyakit secara sosial dan berkaitan dengan
kesenjangan pelayanan kesehatan
2. Organisasi sosial dalam perawatan penyakit dan penanganan kesehatan
3. Alasan mengapa beberapa orang tidak mempedulikan pengobatan ketika
mengalami sakit
4. Bagaimana masyarakat memahami dan mendefinisikan penyakit
Dengan demikian terdapat perbedaan antara ilmu Antropologi dengan
Sosiologi dilihat dari empat sudut pandang yakni objek analisis, karakteristik
manusia/masyarakat, dan teknik penelitian yang digunakan.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Sejarah Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan di Indonesia dimulai sejak J. Leimena selaku
menteri kesehatan menyampaikan kepada Soekarno, presiden pertama RI,
pada tahun 1955 (dalam buku "Kesehatan Rakyat Indonesia, Pandangan
dan Planning"), bahwa merajalelanya berbagai penyakit di Indonesia pada
saat itu adalah karena kurang baiknya keadaan hygiene lingkungan di
Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang hygiene perorangan dan hygiene umum.
Pendidikan kesehatan adalah cabang profesi kesehatan masyarakat
yang memiliki akar tiga bidang dasar ilmu, yaitu ilmu perilaku (psikologi,
sosiologi dan antropologi), pendidikan dan kesehatan masyarakat. Selain itu
juga didukung oleh ilmu-ilmu filsafat, sejarah, humaniora, ilmu politik dan
ekonomi. jika masyarakat tidak diberikan pendidikan dan penerangan yang
sebaik-baiknya tentang masalah itu. Dalam Undang-undang No. 9 tahun
1960 tentang pokok-pokok kesehatan, terdapat dua hal penting yang dapat
dijadikan landasan dalam menyelenggarakan pendidikan kesehatan
masyarakat:
1. Pasal 1, yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu
diikutsertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah
2. Pasal 4, yang menetapkan tugas pemerintah untuk memelihara dan
mendampingi derajat kesehatan rakyat dengan menyelenggarakan dan
meningkatkan usaha-usaha dalam lapangan

2. Pengertian Pendidikan Kesehatan


Menurut D. Nyswander, pendidikan kesehatan adalah proses
perubahan dari dalam diri manusia itu sendiri untuk mencapai kesehatan
pribadi dan masyarakat. Pendidikan kesehatan adalah suatu proses yang
dinamis dari sebuah pembentukan dimana seseorang menolak atau

3
menerima informasi baru atau perilaku-perilaku baru dengan tujuan
kesehatan hidup.
Pendidikan kesehatan juga dapat disimpulkan sebagai suatu upaya
untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan.
Pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau
mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka bagaimana
menghindari dan mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan
orang lain, serta kemana seharusnya mencari pengobatan saat sakit.
Pendidikan kesehatan hendaknya diajarkan sedini mungkin pada
anak usia dini, sehingga menjadi pembiasan di kala anak dewasa. Sekolah
merupakan lembaga yang diharapkan mampu mengajarkan nilai-nilai
kesehatan pada anak sedini mungkin

3. Contoh Pendidikan Kesehatan di Masyarakat Indonesia


Pendidikan kesehatan : suatu proses mendidik indv/masy, supaya
dpt memecahkan masalah2 kesehatan yg dihadapinya. Ada input & output
sesuai tujuan kegiatan tersebut. Merupakan proses dinamis dipengaruhi
faktor sosial, budaya, ekonomi dan politik
Untuk mengubah perilaku terdapat 3 (tiga) macam metode menurut
Notoatmodjo, yaitu:
a. Menggunakan kekuasaan/kekuatan: via paksaan, ancaman,hukuman/
imbalan/hadiah.
Dengan cara ini perubahan perilaku tdk bertahan lama, jika kendur akan
kembali pada perilaku lama
b. Memberikan informasi: meningkatkan KAP berdasarkan kesadaran dan
kemauan individu yang bersangkutan
Dengan cara ini, perubahan memakan waktu lama, namun lebih lestari
c. Diskusi dan Partisipasi: asumsi masyarakat bukan sekedar obyek atau
subyek, partisipasi aktif memperluas dan memperdalam pemahaman,
masyarakat ikut merencanakan dan mengusulkan sehingga termotivasi
untuk berperan serta.
Metode ini terbatas di kalangan pendidikan menengah atas, modern &
terbuka terhadap hal-hal baru (inovatif)

4
Contoh Pendidikan Kesehatan yang menjangkau Masyarakat di Indonesia :
a. Ceramah umum (public speaking)
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional,
misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.

Gambar : Ilustrasi Ceramah Kesehatan


b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik
TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk
pendidikan kesehatan massa.

Gambar : Liputan Metro TV tentang Talk Show Toss TB


c. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan
lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau
radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa.

Gambar : Ilustrasi Simulasi Kesehatan di acara dr. Oz Trans TV

5
d. Program Komedi yang dipadukan dengan pendidikan kesehatan di
Trans TV berjudul Klinik Tendean juga merupakan bentuk pendekatan
kesehatan massa,.

Gambar : Ilustrasi Program Komedi sekaligus pendidikan kesehatan

e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya


jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan
bentuk pendidikan kesehatan massa.

Gambar : Ilustrasi Artikel Koran tentang Penyakit Tidak Menular (PTM)


pada Usia Muda di Koran Sindo

6
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan
sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa.

Gambar : Billboard tentang Vaksin Covid 19

B. TEORI PERUBAHAN PERILAKU


1. Model Pengurangan Rasa Takut (Janis)
Model Pengurangan Rasa Takut (Janis 1967), Merupakan teori yang
mengatakan bahwa rasa takut dapat menimbulkan tindakan. Apabila rasa
takut itu sampai pada tingkat tertentu maka seseorang akan menerima
tindakan yang dianjurkan, tetapi apabila rasa takut itu sedikit sekali atau
terlalu kuat maka seseorang akan menolak tindakan yang dianjurkan.
Berbagai studi membuktikan bahwa emosi seseorang berpengaruh
terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang berada dalam keadaan
emosional “ takut, marah, sedih, ‘exited’ dsb, biasanya tak dapat
mendengarkan dengan baik apa saja yang dijelaskan padanya.

Model Pengurangan Rasa Takut (Janis), digambarkan sebagai berikut :

7
Penjelasan Gambar :
1. Rasa takut yang berlebihan akan membuat seseorang rendah
keinginannya untuk berubah, rasa takutnya harus dikurangi.
2. Bila tak ada rasa takut, perlu ditingkatkan rasa takutnya agar mau
berubah perilakunya
3. Titik dimana ada keberanian untuk melakukan perubahan perilaku.

Contoh Penerapan Model Pengurangan Rasa Takut (Janis) pada


Masyarakat di indonesia :
a. Contoh Kasus 1
Seorang Ibu hamil datang untuk kunjungan kehamilan, Bidan
mengatakan bahwa ibu tersebut mengidap penyakit diabetes
gestasional dan pekan selanjutnya Ibu itu harus datang kembali untuk
menjalani diet rendah glukosa serta perawatan intensif. Bidan juga
mengatakan bahwa mungkin nantinya akan sulit menjalani diet karena
mengubah pola makan Ibu sedikit demi sedikit dan ada kemungkinan
bayi lahir besar di atas rata-rata > 4 kg. Ibu tersebut ketakutan karena
bidan mengatakan akan mengubah kebiasaan makannya dan
kemungkinan bayi lahir besar.
Karena ketakutan berlebihan maka ia tidak mendengarkan
anjuran bidan untuk datang kesana lagi sepekan kemudian. Akibatnya
diabetes gestasional yang dialami ibu semakin buruk dan bayinya lahir
besar. Agar Ibu tersebut dapat dengan baik menerima saran bidan yang
diberikan, diperlukan pengelolaan emosi dan strategi penyampaian yang
baik agar rasa takut Ibu Tersebut berkurang dan mau menerima anjuran
bidan. Bidan tersebut harus meyakinkan Ibu bahwa semua akan
baik-baik saja dan disertai fakta/bukti kalau banyak Ibu yang mengalami
diabetes gestasional berhasil dalam program diet dan bayinya lahir
normal. Dengan Begitu Ibu akan mengalami perubahan perilaku menjadi
lebih berani, bersemangat dan memahami apa yang dikatakan bidan.

b. Contoh Kasus 2
Seorang pria mengunjungi dokter untuk mengontrol
kesehatannya di sebuah klinik kesehatan. Saat diperiksa tekanan

8
darahnya, tekanan darah pria tersebut 140/80 mmHg, yang
menandakan bahwa ia mengalami hipertensi. Pria tersebut juga memiliki
kadar kolesterol darah yang cukup tinggi. Dari Penjelasan dokter, ia
merasa cemas terhadap kesehatannya yang memburuk tersebut.
Dokter menyarankan untuk membatasi konsumsi garam yang
berlebih dan mengatur pola hidup yang sehat. Tentunya makanan yang
mengandung kolesterol tinggi dari sumber hewani juga perlu dibatasi,
meningkatkan aktivitas fisik, dan mengurangi tingkat stress yang juga
menjadikan tekanan darah menjadi tinggi. Perilaku tersebut harus
dilakukan oleh pasien dalam mengubah pola hidupnya untuk lebih sehat
agar tidak berlanjut ke penyakit yang lebih kompleks,seperti jantung
koroner dan stroke

c. Contoh kasus 3
Seorang wanita baru saja di diagnosa oleh dokter bahwa ia
mengidap kanker serviks, wanita tersebut setelah diberitahu ia terkejut,
takut dan sedih. Karena ketakutan yang berlebihan maka ia tidak
mendengarkan anjuran dokter dengan baik tentang perlunya operasi
pengangkatan rahim sebagai upaya penjalaran penyakit tersebut. Maka
agar wanita tersebut dapat dengan baik menerima anjuran dokter yang
diberikan, rasa takut wanita tersebut harus dikurangi agar informasi
tentang tindakan pencegahan dan penyembuhan wanita tersebut dapat
dipahami dengan baik.

2. Teori Adopsi Inovasi (Rogers)


a. Pengertian Adopsi
Adopsi menurut Rogers (2003) menyatakan adopsi adalah
proses mental, dalam mengambil keputusan untuk menerima atau
menolak ide baru dan menegaskan lebih lanjut tentang penerimaan dan
penolakan ide baru tersebut.
b. Pengertian Inovasi
Inovasi dapat diartikan sebagai ide-ide baru, praktik-praktik baru,
atau objek objek baru yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru
oleh individu maupun masyarakat. Inovasi tidak sekedar sebagai

9
sesuatu yang baru, tetapi lebih dari itu , yakni sesuatu yang dinilai baru
atau mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada
lokalitas tertentu. Dalam hal ini, pengertian “baru” mengandung makna
bukan sekedar baru diketahui oleh pikiran (cognitive) , akan tetapi juga
baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga
masyarakat dalam arti sikap (attitude), serta baru dalam pengertian
belum diterima dan dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh warga
masyarakat setempat. Inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau
barang hasil produksi saja, tetapi juga mencakup ideology, kepercayaan,
sikap hidup, informasi, atau gerakan-gerakan menuju kepada proses
perubahan dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat (Rita Hanafi
2000). Segala sesuatu ide, cara-cara baru, ataupun objek yang
dioperasikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru adalah inovasi.
Baru disini tidaklah semata mata dalam ukuran waktu sejak
ditemukannya atau pertama kali digunakannya inovasi tersebut. Hal
yang penting adalah kebaruan dalam persepsi, atau kebaruan subyektif
hal yang dimaksud bagi seseorang,yang menentukan reaksinya
terhadap inovasi tersebut. Dengan kata lain, jika sesuatu dipandang
baru bagi seseorang, maka hal itu merupakan inovasi (Nasution, 2004
dalam Herning, 2010).

c. Proses adopsi inovasi


Proses adopsi merupakan proses pengambilan keputusan yang
khusus, yang menyangkut pengadopsian atau penolakan suatu inovasi.
Proses adopsi sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang diperlukan
untuk membentuk peta kognitif sebagai konsekuensi yang mungkin
ditimbulkan oleh inovasi tersebut. Contohnya petani lebih dulu akan
menguji inovasi dalam skala kecil. Dari umpan balik yang diperoleh,
mereka memperoleh kepercayaan yang besar pada pengambilan
keputusan daripada umpan balik yang diperoleh dari orang lain
(Kanisius, 1999). Samsudin (1982) dalam Herning (2010) menyebutkan,
adopsi adalah suatu proses yang dimulai dari keluarnya ide-ide dari satu
pihak, disampaikan kepada pihak kedua, sampai diterimanya ide

10
tersebut oleh masyarakat sebagai pihak kedua. Seseorang menerima
suatu hal atau ide baru selalu melalui tahapan-tahapan.
Tahapan ini dikenal sebagai tahap proses adopsi, secara
bertahap mulai dari:
1) Tahap kesadaran. Contoh: Petani mulai sadar tentang adanya
sesuatu yang baru, mulai terbuka akan perkembangan dunia
luarnya, sadar apa yang sudah ada dan apa yang belum.
2) Tahap minat. Tahap ini ditandai oleh adanya kegiatan mencari
keteranganketerangan tentang hal-hal yang baru diketahuinya.
3) Tahap penilaian. Setelah keterangan yang diperlukan diperoleh,
mulai timbul rasa menimbang-nimbang untuk kemungkinan
melaksanakannya sendiri.
4) Tahap mencoba. Jika keterangan sudah lengkap, minat untuk
meniru besar, dan jika ternyata hasil penilaiannya positif, maka
dimulai usaha mencoba hal baru yang sudah diketahuinya.
5) Tahap adopsi. Contoh: Petani sudah mulai mempraktekkan hal-hal
baru dengan keyakinan akan berhasil.

d. Faktor yang berhubungan dengan proses adopsi (Beserta Contoh


di Petani)
Soekartawi (2005) menyebutkan terdapat beberapa hal penting
yang juga berhubungan dengan adopsi inovasi. Cepatnya proses adopsi
inovasi juga sangat tergantung dari faktor intern dari adopter itu sendiri,
antara lain:
1) Umur.
Contoh nya: makin muda petani biasanya mempunyai
semangat untuk ingin tahu apa yang belum diketahui, sehingga
dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan
adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum
berpengalaman soal adopsi inovasi tersebut.
2) Pendidikan.
Mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat
dalam melaksanakan adopsi inovasi. Tingkat pendidikan petani baik
formal maupun informal akan berhubungan dengan cara berpikir dan

11
pandangan seseorang dalam menjalankan usaha taninya, yaitu
dalam rasionalitas usaha, dan kemampuan memanfaatkan setiap
kesempatan ekonomi yang ada.
3) Keberanian mengambil resiko.
Biasanya petani kecil mempunyai sifat menolak resiko (risk
averter).
4) Pola hubungan.
Lingkup hubungan apakah petani ada dalam pola hubungan
kekosmopolitan atau lokalitas.
5) Sikap terhadap perubahan.
Kebanyakan petani kecil lamban dalam mengubah sikapnya
terhadap perubahan.
6) Motivasi berkarya.
7) Aspirasi.
Apabila calon adopter tidak mempunyai aspirasi atau
aspirasinya ditinggalkan, maka adopsi inovasi sulit dilakukan.

3. Teori Pengurangan Kekuatan (K. Lewin)


Konflik terjadi di daerah lingkungan psikologis. Lewin mendefinisikar
konflik sebagai situasi di mana seseorang menerima kekuatan-kekuatan
yang sama besar tetapi arahnya berlawanan. Vektor-vektor yang mengenai
pribadi, mendorong pribadi ke arah tertentu dengan kekuatan tertentu.
Kombinasi dari arah dan kekuatan itu disebut jumlah kekuatan (resultant
force), yang menjadi kecenderungan lokomosi pribadi (lokomosi psikologikal
dan fisikal). Ada beberapa jenis kekuatan, yang bertindak seperti vektor,
yakni:
a. Kekuatan pendorong (driving force): menggerakkan, memicu terjadinya
lokomosi ke arah yang ditunjuk oleh kekuatan itu.
b. Kekuatan penghambat (restraining force): halangan fisik atau sosia
menahan terjadinya lokomosi, mempengaruhi dampak dari kekuatan
pendorong
c. Kekuatan kebutuhan pribadi (forces corresponding to a persons needs):
menggambarkan keinginan pribadi untuk mengerjakan sesuatu.

12
d. Kekuatan pengaruh (induced force): menggambarkan keinginan dari
orang lain (misalnya orang tua atau teman) yang masuk menjadi region
lingkungan psikologis.
e. Kekuatan non manusia (impersonal force): bukan keinginan pribadi
tetapi juga bukan keinginan orang lain. Ini adalah kekuatan atau tuntutan
dan fakta atau objek.

Konflik tipe 1:
Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua kekuatan
berlawanan yang mengenai individu. Konflik semacam ini disebut konflik tipe
Ada tiga macam konflik tipe 1:
a. Konflik mendekat-mendekat, dua kekuatan pendorong ke arah yang
berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama¬sama disenanginya.
b. Konflik menjauh-menjauh, dua kekuatan menghambat ke arah yang
yang berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama-sama tidak disenanginya.
c. Konflik mendekat-menjauh, dua kekuatan mendorong dan menghambat
muncul dari satu tujuan, misalnya orang dihadapkan pada pilihan
sekaligus mengandung unsur yang disenangi dan tidak disenanginya.

Konflik tipe 2:
Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua kekuatan.
Konflik yang sangat kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku
atau terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga dia
tidak dapat menentukan pilihan, adalah konflik tipe 2.

Konflik tipe 3
Orang berusaha mengatasi kekuatan-kekuatan penghambat,
sehingga konflik menjadi terbuka,ditandai sikap
kemarahan,agresi,pemberontakan atau sebaliknya penyerahan diri yang
neurotik. Pertentangan antar kebutuhan pribadi-dalam, konflik antar
pengaruh,dan pertentangan antar kebutuhan dengan

13
pengaruh,menimbulkan pelampiasan usaha untuk mengalahkan kekuatan
penghambat.

4. Model Perubahan Perilaku (Lawrence Green)


Green dalam (Notoatmodjo, 2007) menganalisis perilaku manusia
dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi
oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavioural causes) dan faktor di
luar perilaku (non-behavioural causes). Sedangkan faktor perilaku itu sendiri
ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang
dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan
sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat cuci tangan, dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat,tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat
kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan
dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan)
dari para tokoh masyarakat, dari pasien, hingga petugas kesehatan itu
sendiri.

Pengukuran hasil, ketiga domain diatas itu diukur dari :


a. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk

14
mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah
yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :
1) Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensi,
minat, kondisi fisik.
2) Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga,
masyarakat, sarana.
3) Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi
dan metode dalam pembelajaran.

Ada enam tingkatan domain pengetahuan yaitu :


1) Tahu (Know )
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall ) terhadap
suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
2) Memahami (Comprehension )
Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
3) Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
4) Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu
struktur organisasi dan ada kaitannya dengan yang lain.
5) Sintesa
Sintesa menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan baru.
6) Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melaksanakan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi /
objek.

15
b. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954)
menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1) Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave )
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :
1) Menerima (receiving )
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

c. Praktik atau tindakan (practice)


Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan
(overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan
yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan
(support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
1) Persepsi (perception )
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat
pertama.

16
2) Respon terpimpin (guide response )
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar
dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik
tingkat kedua.
3) Mekanisme (mecanism )
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan
kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
4) Adopsi (adoption )
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi
tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni


dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall ). Pengukuran juga dapat
dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau
kegiatan responden.
Dikutip Notoatmodjo (2003),mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi
proses berurutan yakni :
1) Kesadaran (awareness )
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek )
2) Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus
3) Evaluasi (evaluation )
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
4) Mencoba (trial )
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

17
5) Menerima (Adoption )
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

5. Model Kepercayaan Kesehatan (Rosenstock)


Menurut Rosenstock dan Hochbaum, (1974) inti dari teori ini adalah
belief atau kepercayaan. Menegaskan bahwa persepsi seseorang dalam
kerentanan dan kemujaraban pengobatan mempengaruhi keputusan
seseorang dalam perilaku kesehatan (M. Ridwan, 2009). Mengutip Maulana
(2009), model ini digunakan sebagai upaya menjelaskan secara luas
kegagalan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan atau deteksi
penyakit (Hochbaum, 1958; Rosenstock, 1974 dalam Glanz dkk., 1997) dan
seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang
berkaitan dengan kesehatan manusia (Kirscht, 1988; Schmidt dkk., 1990)
yang dimulai dari pertimbangan orang-orang tentang kesehatan
(Damoiseaux, 1987 dalam Smet, 1994).
Menurut teori HBM, kemungkinan seseorang melakukan tindakan
pencegahan dipengaruhi secara langsung dari hasil dua keyakinan atau
penilaian kesehatan (health beliefs), antara lain sebagai berikut :
a. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury
or illness)
Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir bahwa
penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya.
Penilaian tentang ancaman yang dirasakan pada hal-hal berikut:
1) Ketidakkekalan yang dirasakan (perceived vulnerability). Individu
mungkin dapat menciptakan masalah kesehatannya sendiri sesuai
dengan kondisi.
2) Keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Individu
mengevaluasi keseriusan penyakit jika penyakit tersebut muncul
akibat ulah individu tersebut atau penyakit dibiarkan tidak ditangani,

b. Keuntungan dan kerugian (benefits and costs)


Pertimbangakan antara keuntungan dan kerugian perilaku untuk
memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak.

18
c. Petunjuk berperilaku juga diduga tepat untuk memulai proses perilaku,
yang disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol (salient
position).
Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat
mengenai permasalahan kesehatan (misalnya media massa, kampanye,
nasihat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain atau
teman).
Sedangkan untuk penerapan HBM yaitu adalah perilaku
pencegahan yang berkaitan dengan dunia medis dan mencakup
berbagai perilaku, seperti check up pencegahan dan skrining, dan
imunisasi. Contohnya, kegunaan HBM dalam imunisasi memberi kesan
bahwa orang yang mengikuti program imunisasi percaya hal-hal berikut.
1) Kemungkinan terkena penyakit tinggi (ketidakadilan)
2) Jika terjangkit, penyakit tersebut membawa akibat serius
3) Imunisasi merupakan cara paling efektif untuk pencegahan penyakit
4) Tidak ada hambatan serius untuk imunisasi, tetapi hasil beberapa
penelitian HBM menunjukan kebalikannya.
Dalam perkembangannya, HBM telah menggunakan
ketertarikan dalam kebiasaan seseorang dan sifat-sifat yang dikaitkan
dengan perkembangan dari kondisi kronis, termasuk gaya hidup tertentu
seperti merokok, diet, olahraga, perilaku keselamatan, penggunaan
alkohol, penggunaan kondom untuk pencegahan AIDS, dan gosok gigi
(Heri D. J. Maulana, 2009).
Sedangkan kelemahan dari model ini terdapat 4 kelemahan
(Heri D. J. Maulana, 2009),yaitu:
1) HMB lebih didasarkan penelitian terapan dalam permasalahan
pendidikan kesehatan daripada penelitian akademis.
2) HBM dirasakan pada beberapa asumsi yang dapat diragukan,
seperti pemikiran bahwa setiap pilihan perilaku selalu berdasarkan
pertimbangan rasional.selain rasionalisasinya diragukan, HBM juga
tidak memberikan spesifik yang tepat terhadap kondisi ketika
individu membuat pertimbangan tertentu.
3) HBM hanya memerhatikan keyakinan kesehatan. Kenyataannya,
orang dapat membuat banyak pertimbangan tentang perilaku yang

19
tidak berhubungan dengan kesehatan, tetapi masih mempengaruhi
kesehatan. Contohnya, seseorang dapat bergabung dengan
kelompok olahraga karena kontak sosial atau ketertarikan pada
seseorang dalam kelompok tersebut. Keputusan yang diambil tidak
ada kaitannya dengan kesehatan, tetapi mempengaruhi kondisi
kesehatannya.
4) Berkaitan dengan ukuran dari komponen-komponen HBM.

6. Proses Perubahan Sikap (Kelman)


Menurut Kelman (dalam Brigham,1991), secara umum ada tiga
proses perubahan :
a. Compliance terjadi ketika orang menerima pengaruh (dari orang lain
atau suatu kelompok) karena mengharapkan suatu reaksi yang positif
atau menggantungkan dari seseorang atau kelompok yang berkuasa
atau memiliki pengaruh. Tindakan itu akan diperlihatkan hanya ketika
diawasi oleh orang yang berkuasa (powerful agent). Orang merubah
perilaku mereka, tetapi tidak sampai sikap pribadinya.
b. Identifikasi terjadi seseorang menerima pengaruh untuk
mempertahankan suatu hubungan yang memuaskan definisi diri dengan
orang lain atau kelompok. Disini orang benar-benar percaya dengan
sikap yang baru itu, tetapi isinya mungkin sedikit relevan, mungkin ada
tambahan suatu cara mengidentifikasikan diri anda dengan seseorang
atau kelompok yang diinginkan.
c. Internalisasi terjadi ketika seseorang menerima pengaruh karena
perilaku yang dibujuk secara intrinsik mendapat ganjaran (misal merasa
benar) dan sesuai dengan sistem nilai yang dimilikinya. Disini seseorang
akan mendukung agen yang melakukan persuasif tanpa adanya
pengawasan.10 Persuasif juga merupakan proses sosial. Menurut teori
penilaian sosial terdapat tiga faktor yang berperan sangat menentukan
apakah suatu ide atau pernyataan akan masuk kedalam wilayah
penerimaan atau penolakan yaitu kredibilitas narasumber, ambiguitas
pesan dan pemikiran dogmatis.

20
DeVito mengatakan, bahwa dalam pembicaraan persuasif, anda
akan berusaha mencapai salah satu dari dua tujuan. Pertama anda mungkin
ingin memperkuat atau mengubah sikap dan kepercayaan pendengar anda.
Kedua, mungkin anda ingin memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu.
Hambatan dalam komunikasi dan persuasi antara lain :
a. Hambatan Sosiologis
Proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional
(situational context) ini berarti bahwa komunikator harus memperhatikan
situasi ketika komunikasi dilangsungkan, sebab situasi amat
berpengaruh terhadap kelancaran berkomunikasi.
b. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat dipahami sebagai bentuk hambatan dalam
komunikasi yang sifatnya konkret dan persisten. Hambatan ini wujudnya
tampak secara umum dapat diukur. Hambatan fisik dapat mengganggu
komunikasi yang efektif. Hambatan fisik termasuk di dalamnya kondisi
lingkungan dan geografis dan dimana hal-hal tersebut berdampak
terhadap proses komunikasi yang sedang berlangsung. Hambatan fisik
terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap proses
berlangsungnya komunikasi, jadi datangnya dari lingkungan.
c. Hambatan Mekanis
Hambatan mekanis dijumpai pada media yang dipergunakan
dalam melancarkan komunikasi. Banyak contoh yang kita alami dalam
kehidupan sehari-hari, suara telepon yang krotokan, ketika huruf buram
pada surat, suara yang hilang muncul pada pesawat radio, berita surat
kabar yang sulit dicari kolomnya, gambar yang meliuk liuk pada pesawat
televisi, dan lain-lain.
d. Hambatan Fisiologis
Hambatan fisiologis mengacu pada gangguan yang berpusat
pada kondisi faali (proses mental) manusia yang melakukan proses
komunikasi, baik sebagai pengirim maupun penerima pesan. Kondisi
tubuh yang tidak sedang berada pada kemampuan terbaiknya, dimana
terjadi ketidak seimbangan metabolisme tubuh atau yang disebut
dengan istilah homeostatis adalah salah satu bentuk contohnya. Kondisi
seperti mengantuk, lelah, sakit, dan lapar atau haus adalah salah satu

21
bentuk tidak terjadinya keseimbangan dalam tubuh manusia. Bila kita
merujuk pada proses individu mempersepsikan pesan, maka hambatan
fisiologis cenderung terjadi pada tahap awal (noticing) yaitu tahap
dimana individu dapat mengidentifikasi stimulus yang masuk dalam
tubuh.
e. Hambatan Psikologis
Proses komunikasi terjadi dengan dua cara, yaitu komunikasi
secara verbal dan komunikasi secara nonverbal. Komunikasi dalam
bentuk verbal dapat berupa percakapan langsung antara beberapa
pihak dengan pihak lainnya. Dimana hal ini termasuk di dalam proses
interaksi interpersonal. Di dalam proses interaksi interpersonal ini,
banyak hal yang mempengaruhi berlangsungnya proses ini. Hambatan
psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya
perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan
penerima pesan. Komunikasi sulit berhasil apabila komunikan sedang
sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa iri hati, dan kondisi
psikologis lainya, juga jika komunikasi menaruh prasangka (prejudice)
kepada komunikator.
f. Hambatan Semantik
Faktor semantik menyangkut bahasa yang digunakan
komunikator sebagai “alat” untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya
kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasinya komunikator harus
benar-benar memperhatikan gangguan semantik ini, salah ucap atau
salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian atau salah tafsir, yang
pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi. Sering kali salah
ucap disebabkan si komunikator berbicara terlalu cepat sehingga ketika
pikiran dan perasaan belum mantap terformulasikan, kata-kata yang
sudah terlanjur dilontarkan.

7. Model Perubahan Perilaku (Merton)


menunjukkan bagaimana sejumlah struktur sosial memberikan
tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat
sehingga mereka lebih menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang
konformis. Anomie suatu konsep yang diambil dari karya Durkheim adalah

22
hasil dari keadaan yang tidak serasi antara tujuan-tujuan kultural dan sarana
kelembagaan yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Di dalam
masyarakat kita sukses keuangan sebagaimana yang ditunjukkan oleh
konsumsi mewah dan berlebihan dapat dianggap sebagai tujuan kultural.
Sedang sarana yang sudah melembaga (institutionalized) dapat berupa
pekerjaan dengan gaji yang tinggi.
Merton mengaitkan masalah kejahatan dengan anomie. Tetapi
konsepsi Merton tentang anomie agak berbeda dengan konsepsi Durkheim.
Anomi tidak diciptakan oleh perubahan sosial yang cepat melainkan
diciptakan dari struktur sosial yang menawarkan tujuan tujuan yang sama
untuk semua anggotanya tanpa memberi sarana yang merata untuk
mencapainya.
Teori anomie dari Merton menekankan pentingnya dua unsur
penting di setiap masyarakat, yaitu:
a. cultural aspiration yang diyakini berharga untuk diperjuangkan
b. institutionalized means dan accepted ways untuk mencapai tujuan itu.
Jika suatu masyarakat stabil, dua unsur ini akan terintegrasi, dengan
kata lain sarana harus ada bagi setiap individu guna mencapai tujuan yang
berharga pada mereka.
Merton menerangkan anomie tidak akan muncul sejauh masyarakat
menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultural
tersebut. Yang kita alami biasanya “konformitas” yang diinginkan. Tetapi
bilamana tujuan kultural dan sarana kelembagaan tidak lagi sejalan, maka
hasilnya adalah anomie atau non konformitas. Banyak dari apa yang kita
sebut kejahatan adalah hasil dari anomie.
Anomie bukan merupakan konsep psikologi yang dapat dijelaskan
lewat teori psikologi. Konsep ini lebih merupakan masalah struktural dan
kultural yang menuntut penjelasan sosiologis. Anomie cenderung ke arah
perilaku menyimpang. Penyimpangan sering mengambil bentuk alternatif
yang tidak dapat diterima dan kadang kadang berbentuk cara-cara ilegal
dalam mencapai kesuksesan ekonomi.
Merton memperhatikan struktur sosial dan budaya, namun tidak
tertarik kepada fungsi dari berbagai struktur tersebut. Alih Alih bersikap
konsisten dengan paradigma fungsional miliknya,

23
Merton malah tertarik dengan disfungsi yaitu anomie. Lebih spesifik,
Merton menghubungkan anomie dengan penyimpangan yang berarti
penolakan terhadap adanya konsekuensi disfungsional dalam kesenjangan
antara kebudayaan dan struktur yang mengarah pada penyimpangan dalam
masyarakat.
Merton juga berpendapat tentang tujuan masyarakat adalah Setiap
masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu yang ditanamkan kepada seluruh
warganya, untuk mencapai tujuan tersebut terdapat sarana sarana yang
dapat dipergunakan. Karena dalam kenyataannya tidak setiap orang dapat
menggunakan sarana-sarana yang tersedia sehingga menimbulkan keadaan
yang tidak merata dalam sarana dan kesempatan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Teori ini berpandangan bahwa munculnya perilaku menyimpang
adalah konsekuensi dari perkembangan norma masyarakat yang makin
lama makin kompleks sehingga tidak ada pedoman jelas yang dapat
dipelajari dan dipatuhi oleh masyarakat sebagai dasar dalam memilih dan
bertindak dengan benar. Robert K. Merton mengemukakan bahwa
penyimpangan perilaku itu terjadi karena masyarakat mempunyai struktur
budaya dengan sistem nilai-nilai yang berbeda sehingga tidak ada satu
standar nilai yang dijadikan satu kesepakatan untuk dipatuhi bersama
sehingga masyarakat akan berperilaku sesuai dengan standarnya.
Merton menjelaskan penyimpangan sosial pada jenjang makro, yaitu
pada jenjang struktur sosial. Menurutnya struktur sosial tidak hanya
menghasilkan tingkah laku konformis saja melainkan juga menghasilkan
tingkah laku yang menyimpang atau disebut anomie. Struktur sosial
menciptakan keadaan yang menghasilkan pelanggaran terhadap aturan
sosial, menekan individu tertentu ke arah tingkah laku menyimpang.
Munculnya keadaan menyimpang atau anomie menurut merton
disebabkan pada umumnya masyarakat industri modern lebih
mementingkan status pencapaian kesuksesan materi yang diwujudkan
dalam bentuk kemakmuran dan kejayaan tinggi.
Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Merton, yaitu perilaku
penyimpangan merupakan bentuk adaptasi terhadap situasi tertentu.
Perilaku menyimpang dapat terjadi karena tidak ada kaitan antara tujuan

24
dengan cara yang telah ditetapkan dan dibenarkan dalam struktur sosial.
Merton (1938) berteori bahwa anomi juga disebabkan oleh adanya ketidak
harmonisan antara tujuan budaya dengan cara formal untuk mencapai
tujuan tersebut(Paul B Horton, 1984). Dengan menggunakan teori ini,
Robert K. Merton mencoba menjelaskan penyimpangan melalui struktur
sosial. Menurut teori ini, struktur sosial bukan hanya menghasilkan perilaku
yang konformis saja, tetapi juga menghasilkan perilaku menyimpang. Dalam
struktur sosial dijumpai tujuan atau kepentingan, di mana tujuan tersebut
adalah hal-hal yang pantas dan baik. Selain itu, diatur juga cara untuk
meraih tujuan tersebut. Apabila tidak ada kaitan antara tujuan (cita-cita)
yang ditetapkan dengan cara untuk mencapainya, maka akan terjadi
penyimpangan. Merton mengemukakan tipologi cara-cara adaptasi terhadap
situasi, yaitu konformitas, inovasi, ritualisme, pengasingan diri, dan
pemberontakan (keempat yang terakhir merupakan perilaku menyimpang).
a. Konformitas Cara ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan.
Disini, perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat dan
mengikuti cara yang ditentukan masyarakat untuk mencapai tujuan
tersebut ujian dan lulus untuk melanjutkan jenjang perguruan tinggi.
b. Innovation Merupakan cara dalam mana perilaku mengikuti tujuan yang
ditentukan masyarakat tetapi memakai cara yang dilarang oleh
masyarakat.
c. Rebellion Pola adaptasi ini, orang tidak lagi mengakui struktur sosial
yang ada dan berupaya menciptakan suatu struktur sosial yang lain.
Tujuan budaya yang ada dianggap sebagai penghalang bagi tujuan yang
didambakan.
d. Ritualism Perilaku seseorang telah meninggalkan tujuan budaya namun
masih tetap berpegang pada cara yang telah digariskan masyarakat.
e. Retreatisme Dalam bentuk adaptasi ini perilaku seseorang tidak
mengikuti tujuan budaya dan juga tidak mengikuti cara untuk meraih
tujuan budaya.

25
8. Pendekatan Edukatif (Mantra)
a. Dasar pemikiran
Pendekatan edukatif digunakan karena pendekatan ini akan
dapat memacu perkembangan potensi masyarakat yang ada. Potensi
masyarakat yang paling baik bertitik tolak dari masalah-masalah yang
benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu kebutuhan
mereka melalui proses belajar.
Pelayanan kesehatan yang dikembangkan berawal dari pola
hidup masyarakat yang tidak terlepas dari faktor lingkungan, kebiasaan,
adat-istiadat, tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan sebagainya,
sehingga menggambarkan bentuk-bentuk perilaku masyarakat yang
berkaitan dengan kesehatan. Dari sinilah pola pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat dikembangkan.
Untuk itu harus dikembangkan dan dipertahankan komunikasi
timbal balik yang dinamis dan berkesinambungan antara petugas
(provider) dan masyarakat. Disamping itu untuk keberhasilan program
pelayanan kesehatan petugas harus dapat mengembangkan kerjasama
lintas sektor yang terkoordinasi dengan baik.
Pelayanan kesehatan yang diberikan hendaknya dapat
dilaksanakan oleh petugas-petugas kesehatan yang bisa diterima oleh
masyarakat. Oleh karena itu keberadaan kader kesehatan sangat
penting artinya untuk meningkatkan rasa percaya diri masyarakat
terhadap kemampuan yang mereka miliki.

b. Definisi
Pendekatan edukatif adalah rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara sistematis, terencana, terarah dengan partisipasi
aktif individu, kelompok-kelompok masyarakat secara keseluruhan untuk
memecahkan masalah yang dirasakan oleh masyarakat dengan
mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dan budaya setempat.
Pendekatan edukatif Mantra (dalam Sarwono, 2004: 75) yang
menjelaskan bahwa pada dasarnya pendekatan edukatif yang
dikemukakan konsepnya oleh Mantra.

26
Mantra menjelaskan bahwa tujuan pokok dari pendekatan
edukatif sendiri yakni (1) untuk mengembangkan kemandirian
masyarakat di bidang kesehatan, dan (2) memecahkan masalah
kesehatan masyarakat tersebut. Pendekatan edukatif ini sendiri
dijalankan melalui 2 tahap yakni pengembangan provider yang provider
disini merupakan petugas kesehatan dan tokoh masyarakat, dan hal ini
akan berujung pada tahap ke-2 yakni pengembangan masyarakat.
Untuk bisa mencapai keberhasilan program dalam pendekatan
edukatif ini, hal pertama yang perlu dilakukan yakni mempersiapkan
petugas kesehatan dengan membekalinya berbagai macam penjelasan
mengenai kesehatan, pelayanan medis, dan kesiapan untuk
mengadakan sebuah program yang berkaitan dengan kesehatan,
dimana hal ini harus ada kerjasama yang sinkron agar bisa mencapai
tujuan yang diharapkan. Selaku pihak provider, pihak petugas kesehatan
hendaknya mampu berkomunikasi dengan baik terhadap pihak
masyarakat agar terjadi kerjasama

c. Tujuan
1) Memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat
2) Mengembangkan kemampuan masyarakat untuk bisa memecahkan
masalah yang dihadapi atas dasar swadaya sebatas
kemampuannya

d. Strategi dasar
1) Mengembangkan provider, agar mempunyai kesamaan pengertian
dan sikap mental yang positif terhadap pendekatan yang ditempuh
dan sepakat untuk mensukseskannya
2) Mengembangkan masyarakat, yaitu melibatkan partisipasi aktif
masyarakat dalam menentukan masalah, merencanakan alternatif
pemecahannya, melaksanakan serta menilai usaha-usaha
pemecahan yang dilaksanakan.

27
e. Pengembangan provider
Provider adalah sektor-sektor yang bertanggung jawab secara
teknis terhadap program-program yang dikembangkan. Yang termasuk
provider adalah departemen kesehatan dengan semua aparatnya dan
LSM yang bergerak dibidang kesehatan dan mempunyai program
langsung kepada masyarakat.
Tujuan pengembangan provider adalah agar adanya kesamaan
pengertian antar sektor bahwa : masyarakat bukan objek tetapi subjek
pembangunan dan kerjasama antar sektor terkoordinasi dengan baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terciptanya kerjasama antar
sektor adalah : keterbukaan, adanya wadah antar sektor, saling
menunjang, menghormati kewenangan sektor lain, tujuan dan peran
jelas, kepuasaan masing-masing sektor dan perencanaan yang terpadu.

Langkah-langkah pengembangan Provider:


1) Pendekatan terhadap pemuka masyarakat, dapat dilakukan dalam
bentuk pertemuan perorangan, dalam kelompok kecil, dll.
2) Pendekatan terhadap para pelaksana, dapat dilakukan dalam bentuk
lokakarya, seminar, musyawarah, dll.
3) Pengumpulan data oleh sektor kecamatan/desa, meliputi data umum
(geografi, keadaan sosial ekonomi, saluran komunikasi yang ada
dll), data khusus (demografi, data kesehatan dan lingkungan), dan
perilaku(kebiasaan dan adat istiadat).

f. Pengembangan masyarakat
Pengembangan masyarakat adalah mengaktifkan tenaga
masyarakat untuk mampu dan mau mengatasi masalahnya sendiri
secara swadaya sebatas kemampuannya. Langkah-langkah
pengembangan meliputi : pendekatan tingkat desa, survei mawas diri,
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian serta pemantapan.
Reaksi masyarakat terhadap perubahan dapat dipengaruhi oleh
sejumlah faktor, termasuk keterbukaan masyarakat, intensitas unsur
keagamaan, struktur sosial masyarakat, kemiripan dengan unsur budaya

28
asli, dan bukti kemanfaatan ide baru. Mari kita bahas bagaimana
faktor-faktor ini dapat mempengaruhi reaksi masyarakat:
1) Keterbukaan Masyarakat:
a) Penerimaan: Masyarakat yang terbuka mungkin lebih cenderung
menerima perubahan. Keterbukaan dapat menciptakan
lingkungan di mana gagasan baru dan ide-ide inovatif dapat
lebih mudah diterima dan diintegrasikan.
b) Resistensi: Sebaliknya, masyarakat yang kurang terbuka
mungkin menunjukkan resistensi terhadap perubahan. Mereka
mungkin lebih mempertahankan tradisi atau norma-norma yang
telah ada.
2) Intensitas Unsur Keagamaan:
a) Kesesuaian dengan Nilai Keagamaan: Ide atau perubahan yang
konsisten dengan nilai-nilai keagamaan masyarakat dapat lebih
mudah diterima. Sebaliknya, perubahan yang dianggap
bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dapat menimbulkan
resistensi.
b) Pengaruh Pemimpin Keagamaan: Pemimpin keagamaan
memiliki peran penting dalam membentuk pandangan
masyarakat terhadap perubahan. Jika pemimpin keagamaan
mendukung perubahan, mungkin lebih mudah diterima oleh
anggota masyarakat.
c) Struktur Sosial Masyarakat : Pengaruh Kelompok atau Kasta:
Struktur sosial masyarakat, termasuk hierarki sosial, dapat
memengaruhi cara perubahan diterima. Misalnya, jika kelompok
tertentu memiliki kekuatan dan pengaruh besar, reaksi mereka
dapat mempengaruhi sikap masyarakat secara keseluruhan.
d) Partisipasi Masyarakat: Tingkat partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan implementasi perubahan dapat
mempengaruhi penerimaan atau resistensi.
3) Kemiripan dengan Unsur Budaya Asli:
a) Pentingnya Identitas Budaya: Jika ide baru atau perubahan
sesuai dengan identitas budaya asli, masyarakat mungkin lebih
menerima. Sebaliknya, jika ada ketidaksesuaian dengan

29
nilai-nilai atau tradisi budaya, resistensi mungkin lebih mungkin
terjadi.
b) Pelestarian Warisan Budaya: Beberapa masyarakat mungkin
lebih cenderung mempertahankan warisan budaya mereka dan
mungkin resisten terhadap perubahan yang dianggap merusak
atau mengancam warisan tersebut.
4) Bukti Kemanfaatan Ide Baru:
a) Pengalaman Positif: Jika masyarakat melihat bukti kemanfaatan
ide baru atau perubahan dalam konteks nyata, mereka mungkin
lebih terbuka terhadap penerimaan. Kemanfaatan ini bisa
mencakup peningkatan ekonomi, kesejahteraan, atau
peningkatan kualitas hidup.
b) Keterlibatan Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam
merencanakan dan mengimplementasikan perubahan dapat
menciptakan keterlibatan langsung, dan hasilnya lebih dapat
diterima.
Dalam rangka mengelola perubahan dengan efektif, penting
bagi para pemimpin dan pembuat kebijakan untuk memahami konteks
budaya dan sosial masyarakat serta berkomunikasi dengan transparan
dan efektif tentang tujuan dan manfaat perubahan tersebut. Memahami
dinamika ini dapat membantu mengelola resistensi dan memfasilitasi
penerimaan masyarakat terhadap perubahan.

30
BAB 3
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang kami sampaikan pada BAB 1 dan BAB 2 dapat
kami simpulkan sebagai berikut :
1. Antropologi kesehatan adalah cabang ilmu antropologi yang memusat perhatian
pada hubungan atau interseksi antara kesehatan, kedokteran, perilaku sehat,
masyarakat, dan budaya. Tujuan mempelajari ilmu antropologi kesehatan adalah
memahami, menjelaskan dan membagi-bagi proses interaksi sosial
manusia/individu ke dalam kelompok, masyarakat hingga global. Kemunculan
cabang sosiologi kesehatan diperkuat dengan kejadian Black Death, yang
menunjukkan bahwa wabah penyakit bukan hanya permasalahan medis namun
sosiologi. Sosiologi kesehatan mempelajari interaksi antara masyarakat dengan
kesehatan serta bagaimana kehidupan sosial mempengaruhi tingkat kesakitan
dan kematian pada populasi yang berbeda dengan melakukan perbandingan
antara komunitas. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara ilmu Antropologi
dengan Sosiologi dilihat dari empat sudut pandang yakni objek analisis,
karakteristik manusia/masyarakat, dan teknik penelitian
2. Pendidikan kesehatan : suatu proses mendidik indv/masy, supaya dpt
memecahkan masalah2 kesehatan yg dihadapinya. Pendidikan adalah proses
dinamis yang mempengaruhi faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Tiga
metode digunakan untuk memandu pendidikan: menggunakan kekuasaan,
informasi, diskusi, dan partisipasi. Metode ini berfokus pada penyediaan
pendidikan yang berkualitas, modern, dan inovatif untuk masa depan
3. Model Tindakan Positif (Janis 1967) adalah teori yang menunjukkan bahwa sikap
seseorang dapat mempengaruhi tindakannya. Jika sikap mereka positif, mereka
lebih mungkin untuk mengambil tindakan. Teori ini didasarkan pada gagasan
bahwa emosi seseorang dapat mempengaruhi tindakan mereka. Teori Inovasi
(Rogers (2003) mendefinisikan inovasi sebagai proses mental yang melibatkan
pengambilan keputusan untuk mengadopsi ide-ide baru dan mengeksplorasi
kemungkinan-kemungkinan baru. Inovasi bukan hanya tentang ide-ide baru, tetapi

31
juga tentang praktik, sikap, dan informasi baru yang berkontribusi pada proses
perubahan dalam masyarakat.
4. Model Perubahan Perilaku (Lawrence Green) menganalisis perilaku manusia dari
tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2
faktor pokok yang faktor perilaku (behavioural causes) dan faktor di luar perilaku
(non-behavioural causes). Faktor perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk
dari 3 faktor: faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong.
Pengukuran hasil adalah pengetahuan (knowledge) dan faktor pendekatan
belajar. Pengukuran hasil terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan
terhadap objek tertentu
5. Pendekatan edukatif (Mantra) adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan
secara sistematis, terencana, terarah dengan partisipasi aktif individu,
kelompok-kelompok masyarakat secara keseluruhan untuk memecahkan masalah
dirasakan oleh masyarakat dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dan
budaya setempat. Pendekatan edukatif ini sendiri dijalankan melalui 2 tahap yakni
pengembangan provider yang provider disini merupakan petugas kesehatan dan
tokoh masyarakat. Dan tahap 2 yaitu pengembangan masyarakat.

32
33
SUMBER MATERI

- Materi Kuliah Sosiologi Antropologi tanggal 9 Desember 2023 : Kajian Teoritis


Sosiologi dan Antropologi Kesehatan oleh dra. Mardiani MM, dan H. Natsir
- http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/14500/F.%20%20BAB
%20II.pdf?sequence=6
- https://www.psychologymania.com/2010/03/kurt-lewin-teori-medan-field-theory.
html
- http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6654/6.BAB%20II.pdf
- Notoatmodjo, Soekidjo,2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku . Jakarta:
Rineka Cipta
- Materi Pak Syaf: PENDEKATAN EDUKATIF (materi-paksyaf.blogspot.com)
- Downloads/249709-advokasi-bapemas-dan-kb-pada-pasangan-su-9c_231215_
200825.pdf

34

Anda mungkin juga menyukai