1
terusir dari ruang hidup, dan terhadang kemampuannya
untuk memilih dan mengembangkan diri.
2
apa saja yang diinginkan orang (bangsa) lain, yang
menyuburkan mentalitas pecundang dan totalitarian.
Dua fase telah dilalui secara berhasil, dan satu fase lagi
menghadang sebagai tantangan. Indonesia telah
melewati ”Taraf physical revolution” (1945-1949) dan
”taraf survival” (1950-1955).
3
serambut pun daripada kemerdekaan kita ini untuk
dollar, untuk rubel.”
4
Secara konvensional, watak penindasan kolonialisme
menampakkan diri dalam kesewenang-wenangan klaim
penguasaan atas ruang. Pendudukan VOC atas
kepulauan Banda dan wilayah lainnya, dengan
membantai sebagian besar penduduk yang telah lama
menetap dan mengusir sebagian yang lain, lantas
menggantinya dengan budak yang didatangkan dari
berbagai wilayah dan negara, adalah representasi dari
penjajahan konvensional, berbasis klaim ”ruang tak
bertuan” (terra nullius).
5
dan ditindas oleh kepentingan aji mumpung generasi
saat ini. Inilah penjajahan gaya baru yang tengah
merajalela di Tanah Air.
6
Terperangkap ”short-termism”
Benar pula, tak seorang pun yang tahu pasti apa yang
akan terjadi di masa depan. Namun, memprediksi dan
mengantisipasi kemungkinan mendatang jauh lebih baik
daripada tidak mempersiapkannya sama sekali, agar kita
tidak terus tersandung di berbagai tikungan sejarah.
Untuk itu, pengetahuan tentang masa lalu bersama
kapasitas imajinatif untuk memprediksi bagaimana
sekiranya sesuatu terjadi (what ifs) dapat membantu
merencanakan masa depan.
7
Dengan kemampuan melakukan penjelajahan waktu
(time-travel)—mengenang jauh ke masa lalu dan
membayangkan jauh ke masa depan—gerak tumbuh
pohon kehidupan bangsa harus senantiasa mengingat
dari mana kita bermula, di mana kita berjejak, karunia
potensi apa yang kita miliki, dari akar tradisi-kesejarahan
seperti apa kita tumbuh.
8
Kehidupan dijalani secara kontradiktif. Tren
perkembangan global menuju otomatisasi, ekonomi
pengetahuan, perampingan pemerintahan, perubahan
iklim, penggunaan energi hijau, penyebaran pandemi,
dan perluasan kesenjangan sosial. Semua itu
memerlukan perencanaan jangka panjang
berkesinambungan untuk meresponsnya. Namun,
orientasi politik dan visi waktu kita justru tertawan short-
termism.
9
Membangun manusia
10
Bagaimanapun, hakikat pembangunan itu adalah usaha
untuk meningkatkan kapabilitas manusia, dengan
menyehatkan jiwa dan raganya.
11
zelfbeheersching). Inilah manusia yang beradab dan itulah
maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.”
12
Dalam pandangan Bung Karno, politik menjadi wahana
perjuangan semua buat semua melalui usaha saling
gosok mengubah gabah jadi beras dengan berbekal daya-
daya deliberatif-argumentatif yang berkebijaksanaan.
13
Selain itu, ”Kooperasi yang semacam itu memupuk
semangat toleransi—aku mengakui pendapat masing-
masing dan rasa tanggung jawab bersama.”
14