Anda di halaman 1dari 6

Nama : Endang Kurniawan

Nim : 3022019046
Kelas : TP VB
Prodi : Teknik Pertambangan

1. pada kalangan akademis, peradaban merupakan istilah lain daripada kebudayaan


yang mana menggambarkan yan relatif dan komlek pada saat manusia hidup di
sebuah kota. Misalnya terkait status sosial. Sedangkan kebudayaan buku Pengantar
Antropologi (1991) karya Koentjaraningrat, kebudayaan adalah seluruh sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dimiliki manusia dengan belajar. Kebudayaan merupakan suatu kebiasaan masyarakat
yang di lakukan secara terus menerus, kebudayaan berkembang baik d pelosok
maupun di kota.

2. Menurut Pemikiran Comte Perkembangan Peradaban Manusia dibagi menjadi


3 tahap yaitu :
1. Tahap teleologis.
2. Tahap metafisis. ... 
3. Tahap positif.

1. Tahap teleologis
Pada tahap ini manusia menyerahkan diri dan kehidupannya kepada kekuatan
supernatural diluar diri mereka. Kekuatan supernatural itu berasal dari pribadi yang
disebut Allah. Manusia tidak pernah mempertanyakan dan berusaha mencari
penyebab-penyebab tentang suatu peristiwa yang terjadi, melainkan hanya
menyatakan bahwa ada seorang pribadi dengan kekuatan adimanusiawi/transenden
yang membuat sesuatu peristiwa terjadi. Pada tahapan ini, manusia mematikan rasio
dan hanya meyakini secara buta akan pribadi yang diyakini/disebut oleh mereka,
apakah itu objek-objek, dewa-dewa atau Allah. Segala sesuatu dapat terjadi karena
kekuatan tersebut.

2. Tahap metafisis
Pada tahap ini manusia mulai menarik pemikiran dari sesuatu yang bersifat
adimanusiawi menjadi sesuatu yang bersifat metafisis. Sebab terjadinya sesuatu tidak
diserahkan lagi kepada kekuatan supernatural dari pribadi diluar dari apa yang dapat
dijangkau oleh manusia, melainkan pada entitas metafisis yang masih dapat dipahami
melalui abstraksi-abstraksi pemikiran manusia walau bersifat spekulatif. Misalnya,
dulu ketika seorang lumpuh dapat berjalan kembali itu akibat kekuatan supernatural
dari pribadi yang transenden seperti dewa, gunung, meja altar, roh, atau Allah (fase
teleologis). Pada tahap metafisis, orang lumpuh dapat berjalan karena konsep
abstraksi mengenai entitas yang disebut dengan tenaga dalam, aliran chi.

3. Tahap positif
Pada tahap ini manusia mencari sebab terjadinya suatu peristiwa berdasarkan fakta.
Sesuatu yang dapat diamati secara empiris. Melalui sesuatu yang dapat ditangkap oleh
panca inderanya dan nyata. Tidak bersifat spekulatif dan intuitif. Ilmu pengetahuan
yang bersifat pasti dan ‘keras’, dimana pernyataan umum yang dinamakan hukum
tercipta dari serangkaian fenomena yang tertangkap indera membentuk sebuah pola.
Sebuah pola yang berlaku universal, dapat terulang/diulangi dengan memperhatikan
beberapa variabel yang dimanipulasi/konstan. Misal: hukum gravitasi, yang selalu
membuat benda tertarik dan jatuh kebawah.

3. menurut Alex Inkeles ada 9 ciri manusia modren

1. Memiliki sikap hidup untuk menerima hal-hal yang baru dan terbuka untuk
perubahan.
2. Menyatakan pendapat atau opini mengenai lingkungan sendiri atau kejadian yang
terjadi jauh diluar lingkungan serta dapat bersikap demokratis.
3. Menghargai waktu dan lebih banyak berorientasi ke masa depan daripada masa
lalu.
4. Memiliki perencanaan dan pengorganisasian.
5. Percaya diri.
6. Perhitungan.
7. Menghargai harkat hidup manusia lain.
8. Lebih percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
9. Menjunjung tinggi suatu sikap di mana imbalan yang diterima seseorang haruslah
sesuai dengan prestasinya di masyarakat.

5. Samuel P. Huntington, seorang profesor Ilmu Pemerintahan dan direktur Institut


John M. Ulin untuk Studi-studi Strategis, Universitas Harvard (AS), mengemukakan
dalam sebuah artikelnya bahwa politik dunia sekarang memasuki fase baru, dan para
intelektual sudah berani mengembangkan visi-visi tentang apa yang akan terjadi
misalnya saja visi berakhirnya sejarah, kembalinya lawan-lawan tradisional di antara
negara bangsa, runtuhnya negara bangsa karena tarik-menarik yang disertai konflik
antara tribalisme dan globalisme.

Pertama, perbedaan di antara peradaban tidak saja nyata, melainkan juga mendasar.
Peradaban-peradaban ini dibedakan dari sejarah, bahasa, budaya, tradisi, dan yang
terpenting— agama. Orang-orang dari peradaban yang berbeda-beda memiliki
pandangan yang berbeda dalam melihat hubungan antara manusia dan Tuhan,
individu dan kelompok, negara dan warga negara, serta kepentingan relatif dari hak,
tanggung jawab, kebebasan dan wewenang, kesetaraan dan hierarki yang menjadi
lebih fundamental daripada ideologi politik oleh sebab perbedaan-perbedaan ini
merupakan produk dari berabad-abad. Berbeda tidak selalu berarti konflik, dan
konflik tidal selalu berarti kekerasan. Namun selama berabad-abad, perbedaan di
antara peradaban telah menghasilkan konflik-konflik penuh kekerasan dan
berkepanjangan.

Kedua, dunia menjadi semakin mengecil. Meningkatnya interaksi di antara orang


dengan peradaban yang berbeda meningkatkan kesadaran peradaban (civilization
consciousness) dan awas (awareness) terhadap persamaan dan perbedaan di
dalamnya. Penulis yang sama kemudian memprediksi bahwa konflik di masa depan
akan lebih banyak terjadi di sepanjang fault lines kebudayaan yang memisahkan
peradaban-peradaban (Huntington, 1993: 26). Ketiga, proses modernisasi ekonomi
dan perubahan sosial di seluruh dunia memisahkan orang dari identitas lokal yang
telah berlangsung lama (longstanding cultural identity). Hal ini melemahkan negara-
bangsa sebagai sumber bagi identitas, yang mana celah ini kemudian banyak diisi
oleh agama-agama dunia dalam bentuk gerakan (movement) yang dilabeli sebagai
fundamentalis. Gerakan semacam ini dapat dijumpai pada Kekristenan Barat,
Yudaisme, hingga Islam. Kebangkitan rohani agama (the revival of religion) atau la
revanche de Dieu menyediakan basis bagi identitas dan komitmen yang melampaui
batas nasional dan menyatukan peradaban-peradaban.

Keempat, pertumbuhan kesadaran peradaban (civilization-consciousness) ini


ditunjang oleh peran ganda Barat. Di satu sisi, Barat berada pada puncak kekuasaan
yang kemudian menghasilkan adanya bentuk-bentuk de-westernisasi yang
berupaya return to the roots yang secara harfiah berarti kembali ke akar, yang kerap
melanda peradaban-peradaban non-Barat. Upaya ini dapat kita lihat pada kasus
Asianisasi di Jepang, warisan Nehru untuk Hinduisasi di India, debat antara
westernisasi dan Rusianisasi di Rusia, dan kegagalan gagasan Barat mengenai
sosialisme dan nasionalisme sehingga adanya re-islamisasi di Timur Tengah
(Huntington, 1993: 26). Barat yang berada di puncak kekuatan menghadapi non-Barat
yang semakin memiliki keinginan, kehendak, dan sumber daya untuk membentuk
dunia dengan cara-cara non-Barat. De-westernisasi dan pribumisasi (indigenization)
elite terjadi di banyak negara non-Barat, namun pada saat bersamaan, budaya, gaya,
dan kebiasaan Barat, biasanya Amerika, menjadi lebih populer di antara massa rakyat.
Kelima, karakteristik dan perbedaan budaya lebih sukar berubah dan dikompromikan
serta dipecahkan daripada politik atau ekonomi. Pada masa Uni Soviet, seorang
komunis dapat saja berubah menjadi seorang demokrat, yang kaya dapat menjadi
miskin dan yang miskin bisa menjadi kaya, akan tetapi orang Rusia tidak bisa menjadi
orang Estonia (dalam artian etnis) atau orang Azeri pun tidak bisa menjadi orang
Armenia. Dalam konflik kelas dan politik, seseorang masih dapat berganti
keberpihakan. Namun terhadap pertanyaan what are you, jawabannya adalah sesuatu
yang given dan tidak dapat diganti. Lebih-lebih mengenai agama, seseorang bisa saja
terlahir dari orang tua berkebangsaan Perancis dan Arab sehingga secara etnis,
keturunannya merupakan percampuran dari keduanya, namun seseorang tidak bisa
menjadi setengah Katolik dan setengah Islam. Keenam dan yang terakhir, peningkatan
regionalisme ekonomi yang semakin memperkuat kesadaran peradaban (civilzations-
consciousness) ini dikatakan lebih berhasil jika berakar dalam kesamaan peradaban,
sebagaimana yang dapat kita lihat bahwa Komunitas Eropa berbagi fondasi budaya
Eropa dan Kekristenan Barat yang ketiganya merupakan unsur tidak terpisahkan
pembentuk peradaban negara-negara di kawasan Eropa. Dari 4 faktor tersebut
setelah kami diskusikan dengan 3 orang teman bahwa benturan dari peradaban
yang di sampaikan oleh Samuel itu tepat dan telah terjadi di sekitar kita.

6. - Modernisasi merupakan proses perubahan dari suatu hal yang belum maju
berubah ke arah yang lebih maju. Modernisasi dapat dikatakan pula sebagai proses
transformasi menuju kemajuan atau peningkatan dalam berbagai aspek kehidupan
yang ada di masyarakat.
Modernisasi berasal dari bahasa latin yaitu “modernus”. Kata “modernus” juga
berasal dari kata ‘modo’ yaitu cara serta ‘ermus’ yang menunjukan pada periode
waktu di masa kini.
Beberapa ahli juga turut mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian dari
modernisasi. Seperti Harold Rosenberg, menurut Rosenberg modernisasi merupakan
sebuah tradisi baru dan mengacu pada urbanisasi atau hingga sejauh mana serta
bagaimana pengikisan sifat pedesaan pada suatu kelompok masyarakat dapat terjadi.
Soerjono Soekanto pun mengemukakan pendapatnya mengenai modernisasi. Menurut
soerjono, modernisasi merupakan proses perubahan yang mulanya dari cara
tradisional berubah ke cara yang lebih maju. Proses perubahan tersebut dimaksudkan
untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ogburn dan Nimkoff berpendapat bahwa modernisasi merupakan suatu usaha
yang dilakukan untuk dapat mengarahkan masyarakat agar dapat memproyeksikan
dirinya ke masa depan yang lebih nyata serta bukan pada angan-angan semu saja.
Menurut Abdul Syam, modernisasi merupakan suatu proses transformasi ke
perubahan yang lebih maju maupun meningkat dalam berbagai macam aspek dalam
kehidupan bermasyarakat.
Berbeda dari ahli lainnya, Neil Smelser beranggapan bahwa modernisasi
merupakan ketidakaturan yang ada dalam struktur masyarakat yang melakukan fungsi
berbeda pada saat yang sama, kemudian akan dibagi menjadi beberapa substruktur
untuk dapat menjalankan fungsi yang lebih khusus tersebut. Smelser juga
beranggapan bahwa modernisasi akan selalu melibatkan konsep-konsep diferensiasi
structural.
Dari pengertian menurut pada ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
modernisasi merupakan proses perubahan yang hadir di dalam kehidupan
bermasyarakat dan dapat membuat kehidupan bermasyarakat menjadi lebih maju atau
meningkat.
- Masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan individu untuk stabilitas masyarakat.
Inisiatif individu dan masyarakat akan berpikir, seni, pelaksanaan pemerintah oleh
hukum dan tidak nafsu atau keinginan individu.
Pengertian lain dari masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
pengertian masyarakat madani menurut para ahli, terdiri atas:
Mun’im (1994) mendefinisikan istilah civil society sebagai seperangkat gagasan etis
yang mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang paling penting
dari gagasan ini adalah usahanya untuk menyelaraskan berbagai konflik kepentingan
antarindividu, masyarakat, dan negara.
Hefner menyatakan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat modern yang
bercirikan demokratisasi dalam beriteraksi di masyarakat yang semakin plural dan 
heterogen. Dalam keadan seperti ini masyarakat diharapkan mampu mengorganisasi
dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya
mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh
persaingan dan perbedaan.
Mahasin (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan
bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin
yaitu civitas dei yang artinya kota Illahi dan society yang berarti masyarakat. Dari
kata civil akhirnya membentuk kata civilization yang berarti peradaban. Oleh sebab
itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota yakni
masyarakat yang telah berperadaban maju.
Istilah madani menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa
Arab, madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami,
tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya
beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan
demikian, istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai banyak arti. Konsep
masyarakat madani menurut Madjid (1997) kerapkali dipandang telah berjasa dalam
menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang pemerintahan yang
sewenang-wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa Timur.
Hall (1998) mengemukakan bahwa masyarakat madani identik dengan civil society,
artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat
terjewantahkan dalam kehidupan sosial. Pada masyarakat madani pelaku social akan
berpegang teguh pada peradaban dan kemanusiaan.

-Civil society (masyarakat madani) merupakan sebuah konsep sistemik atau struktur


kemasyarakatan yang menjamin keadilan sosial bagi seluruh manusia. ... Sebagai titik
tolak perbincangan, civil society dianggap sebagai kondisi kesempurnaan yang
merefleksikan cita-cita dan harapan tertinggi seluruh umat.

-“The Clash of Civilizations” adalah sebuah metafora kontroversial yang berkembang


di politik global pasca perang dingin. Diperkenalkan oleh Samuel Huntington,
metafora tersebut menyarankan bahwa politik dunia mengalami konfigurasi ulang
yang “fault line” antara budaya menggantikan batasan politik dan ideologi sebagai
“flashpoint krisis dan pertumpahan darah”. Tujuan dari artikel adalah untuk mengkaji
secara kritis proposisi dan asumsi teoretikal yang menguatkan tesis. Hal ini
menunjukkan bahwa proposisi tidak berdasar dan asumsi teoretikal dibalik argumen
kurang dapat dipercaya. Ini memperdebatkan bahwa “clash of civilizations”
merupakan mitos belaka.

Anda mungkin juga menyukai