Nim : 3022019046
Kelas : TP VB
Prodi : Teknik Pertambangan
1. Tahap teleologis
Pada tahap ini manusia menyerahkan diri dan kehidupannya kepada kekuatan
supernatural diluar diri mereka. Kekuatan supernatural itu berasal dari pribadi yang
disebut Allah. Manusia tidak pernah mempertanyakan dan berusaha mencari
penyebab-penyebab tentang suatu peristiwa yang terjadi, melainkan hanya
menyatakan bahwa ada seorang pribadi dengan kekuatan adimanusiawi/transenden
yang membuat sesuatu peristiwa terjadi. Pada tahapan ini, manusia mematikan rasio
dan hanya meyakini secara buta akan pribadi yang diyakini/disebut oleh mereka,
apakah itu objek-objek, dewa-dewa atau Allah. Segala sesuatu dapat terjadi karena
kekuatan tersebut.
2. Tahap metafisis
Pada tahap ini manusia mulai menarik pemikiran dari sesuatu yang bersifat
adimanusiawi menjadi sesuatu yang bersifat metafisis. Sebab terjadinya sesuatu tidak
diserahkan lagi kepada kekuatan supernatural dari pribadi diluar dari apa yang dapat
dijangkau oleh manusia, melainkan pada entitas metafisis yang masih dapat dipahami
melalui abstraksi-abstraksi pemikiran manusia walau bersifat spekulatif. Misalnya,
dulu ketika seorang lumpuh dapat berjalan kembali itu akibat kekuatan supernatural
dari pribadi yang transenden seperti dewa, gunung, meja altar, roh, atau Allah (fase
teleologis). Pada tahap metafisis, orang lumpuh dapat berjalan karena konsep
abstraksi mengenai entitas yang disebut dengan tenaga dalam, aliran chi.
3. Tahap positif
Pada tahap ini manusia mencari sebab terjadinya suatu peristiwa berdasarkan fakta.
Sesuatu yang dapat diamati secara empiris. Melalui sesuatu yang dapat ditangkap oleh
panca inderanya dan nyata. Tidak bersifat spekulatif dan intuitif. Ilmu pengetahuan
yang bersifat pasti dan ‘keras’, dimana pernyataan umum yang dinamakan hukum
tercipta dari serangkaian fenomena yang tertangkap indera membentuk sebuah pola.
Sebuah pola yang berlaku universal, dapat terulang/diulangi dengan memperhatikan
beberapa variabel yang dimanipulasi/konstan. Misal: hukum gravitasi, yang selalu
membuat benda tertarik dan jatuh kebawah.
1. Memiliki sikap hidup untuk menerima hal-hal yang baru dan terbuka untuk
perubahan.
2. Menyatakan pendapat atau opini mengenai lingkungan sendiri atau kejadian yang
terjadi jauh diluar lingkungan serta dapat bersikap demokratis.
3. Menghargai waktu dan lebih banyak berorientasi ke masa depan daripada masa
lalu.
4. Memiliki perencanaan dan pengorganisasian.
5. Percaya diri.
6. Perhitungan.
7. Menghargai harkat hidup manusia lain.
8. Lebih percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
9. Menjunjung tinggi suatu sikap di mana imbalan yang diterima seseorang haruslah
sesuai dengan prestasinya di masyarakat.
Pertama, perbedaan di antara peradaban tidak saja nyata, melainkan juga mendasar.
Peradaban-peradaban ini dibedakan dari sejarah, bahasa, budaya, tradisi, dan yang
terpenting— agama. Orang-orang dari peradaban yang berbeda-beda memiliki
pandangan yang berbeda dalam melihat hubungan antara manusia dan Tuhan,
individu dan kelompok, negara dan warga negara, serta kepentingan relatif dari hak,
tanggung jawab, kebebasan dan wewenang, kesetaraan dan hierarki yang menjadi
lebih fundamental daripada ideologi politik oleh sebab perbedaan-perbedaan ini
merupakan produk dari berabad-abad. Berbeda tidak selalu berarti konflik, dan
konflik tidal selalu berarti kekerasan. Namun selama berabad-abad, perbedaan di
antara peradaban telah menghasilkan konflik-konflik penuh kekerasan dan
berkepanjangan.
6. - Modernisasi merupakan proses perubahan dari suatu hal yang belum maju
berubah ke arah yang lebih maju. Modernisasi dapat dikatakan pula sebagai proses
transformasi menuju kemajuan atau peningkatan dalam berbagai aspek kehidupan
yang ada di masyarakat.
Modernisasi berasal dari bahasa latin yaitu “modernus”. Kata “modernus” juga
berasal dari kata ‘modo’ yaitu cara serta ‘ermus’ yang menunjukan pada periode
waktu di masa kini.
Beberapa ahli juga turut mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian dari
modernisasi. Seperti Harold Rosenberg, menurut Rosenberg modernisasi merupakan
sebuah tradisi baru dan mengacu pada urbanisasi atau hingga sejauh mana serta
bagaimana pengikisan sifat pedesaan pada suatu kelompok masyarakat dapat terjadi.
Soerjono Soekanto pun mengemukakan pendapatnya mengenai modernisasi. Menurut
soerjono, modernisasi merupakan proses perubahan yang mulanya dari cara
tradisional berubah ke cara yang lebih maju. Proses perubahan tersebut dimaksudkan
untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ogburn dan Nimkoff berpendapat bahwa modernisasi merupakan suatu usaha
yang dilakukan untuk dapat mengarahkan masyarakat agar dapat memproyeksikan
dirinya ke masa depan yang lebih nyata serta bukan pada angan-angan semu saja.
Menurut Abdul Syam, modernisasi merupakan suatu proses transformasi ke
perubahan yang lebih maju maupun meningkat dalam berbagai macam aspek dalam
kehidupan bermasyarakat.
Berbeda dari ahli lainnya, Neil Smelser beranggapan bahwa modernisasi
merupakan ketidakaturan yang ada dalam struktur masyarakat yang melakukan fungsi
berbeda pada saat yang sama, kemudian akan dibagi menjadi beberapa substruktur
untuk dapat menjalankan fungsi yang lebih khusus tersebut. Smelser juga
beranggapan bahwa modernisasi akan selalu melibatkan konsep-konsep diferensiasi
structural.
Dari pengertian menurut pada ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
modernisasi merupakan proses perubahan yang hadir di dalam kehidupan
bermasyarakat dan dapat membuat kehidupan bermasyarakat menjadi lebih maju atau
meningkat.
- Masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan individu untuk stabilitas masyarakat.
Inisiatif individu dan masyarakat akan berpikir, seni, pelaksanaan pemerintah oleh
hukum dan tidak nafsu atau keinginan individu.
Pengertian lain dari masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
pengertian masyarakat madani menurut para ahli, terdiri atas:
Mun’im (1994) mendefinisikan istilah civil society sebagai seperangkat gagasan etis
yang mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang paling penting
dari gagasan ini adalah usahanya untuk menyelaraskan berbagai konflik kepentingan
antarindividu, masyarakat, dan negara.
Hefner menyatakan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat modern yang
bercirikan demokratisasi dalam beriteraksi di masyarakat yang semakin plural dan
heterogen. Dalam keadan seperti ini masyarakat diharapkan mampu mengorganisasi
dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya
mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh
persaingan dan perbedaan.
Mahasin (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan
bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin
yaitu civitas dei yang artinya kota Illahi dan society yang berarti masyarakat. Dari
kata civil akhirnya membentuk kata civilization yang berarti peradaban. Oleh sebab
itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota yakni
masyarakat yang telah berperadaban maju.
Istilah madani menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa
Arab, madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami,
tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya
beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan
demikian, istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai banyak arti. Konsep
masyarakat madani menurut Madjid (1997) kerapkali dipandang telah berjasa dalam
menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang pemerintahan yang
sewenang-wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa Timur.
Hall (1998) mengemukakan bahwa masyarakat madani identik dengan civil society,
artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat
terjewantahkan dalam kehidupan sosial. Pada masyarakat madani pelaku social akan
berpegang teguh pada peradaban dan kemanusiaan.