Anda di halaman 1dari 45

KORUPSI CERMIN KOLONIALISME, KANKER DEMOKRASI DAN

OPTIMISME TERHADAP PEMBERANTASANNYA


Oleh: Ria Casmi Arrsa SH
Tidak ada yang menghambat anda terhadap perkara yang anda putuskan hari
ini kemudian anda tinjau kembali karena terjadi kekeliruan (fahudta li rusydika),
bahwa anda kembali kepada kebenaran. Kebenaran itu terdepan dan tidak
dibatalkan oleh apapun. Kembali kepada kebenaran itu lebih baik daripada terus
menerus dalam kebatilan.(Khalifah Umar bin Khatthab).

.Corruption is a cancer that steals from the poor, eats away at governance
and moral fiber, and destroy trust. (Robert B.Zoellick).

A. Pendahuluan
Republik ini didirikan dan diikrarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh
para pendiri bangsa (Founding fathers) dengan sebuah niat suci dan tujuan yang
baik yaitu hendak Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.1 Proklamasi kemerdekaan
sebagaimana telah dikumandangkan merupakan titik kulminasi perjuangan anak
bangsa untuk menyatakan diri keluar dari penderitaan dan belenggu penjajahan.
Oleh sebab itu kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperoleh merupakan hasil
perjuangan bukan semata-mata hadiah yang datang secara tiba-tiba.
Sebuah spirit kebangsaan dan kenegarawanan yang sangat ideal untuk
mewujudkan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
merdeka dan berdaulat. Kemerdekaan secara filosofis-politis merupakan jembatan
emas bagi bangsa Indonesia untuk melakukan pembangunan baik sumber daya
manusia maupun sumber daya alam yang dimiliki. Ruh perjuangan para pahlawan
negeri ini turut senantiasa menjadi cermin dalam mengemban amanat
kemerdekaan untuk mengisi bangsa ini dengan pembangunan sumber daya
manusia yang unggul dan berkualitas. Akan tetapi nampaknya bangsa ini telah
melupakan fakta sejarah yang begitu heroik. Semangat patriotisme untuk
membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan telah ternoda oleh penjajahan
yang dilakukan oleh sekelompok elit di negeri ini. Bangsa Indonesia seakan

1
Alinea ke IV Pembukaan UUD Republik Indonesia Tahun 1945
mengalami degradasi moral sehingga para petinggi negeri ini justru menjajah
bangsanya sendiri dengan perilaku korup. Mengutip pendapat dari Djamaludin
Ancok yang menyatakan bahwa,Bangsa Indonesia pada saat ini seperti kain
yang tercabik, tidak menampilkan sosok bangsa yang utuh. Dalam kondisi seperti
sekarang ini bangsa Indonesia akan sulit keluar dari krisis multidimensional.
Selanjutnya Djamaludin Ancok menyatakan Kita sebagai bangsa sudah
kehilangan modal untuk melepaskan diri dari kemelut kehidupan yakni modal
sosial. Modal sosial yang berguna sebagai perekat dan dapat mempersatukan
seluruh warganya untuk mencapai tujuan bersama
Perilaku korupsi sudah tidak menunjukkan adanya modal sosial bagi
bangsa ini. Korupsi seakan telah mencabik-cabik bangsa ini dengan penderitaan
dan pertikaian yang tiada henti. Akankah nasib bangsa ini akan tenggelam diterpa
badai korupsi ataukah masih ada secerca harapan untuk membangun bangsa ini
menjadi bangsa yang besar. Bangsa yang senantiasa memiliki kebanggaan
terhadap kekayaan sumber daya alamnya. Dengan demikian jelas bahwa
paradigma pemberantasan korupsi membutuhkan ikhtiar yang revolusioner
sebagai wujud komitmen setiap komponen anak bangsa untuk mengembalikan
khittah perjuangan para pahlawan dan pendiri bangsa yang telah membebaskan
negeri ini dengan darah dan air mata. Maka dari itu ikhwal pemberantasan korupsi
merupakan proses berkesinambungan untuk mengeluarkan bangsa ini dari
kebekuan berfikir (jumud), Oleh sebab itu dalam tulisan ini penulis hendak
mengajak kepada setiap komponen anak bangsa di negeri ini untuk senantiasa
menggunakan akal dan fikiran sebagai bagian dari olah nurani dan pola pikir
strategis. Dengan berfikir untuk berikhtiar mengeluarkan bangsa ini dari belenggu
korupsi maka kepekaan sosial sebagai bagian dari modal sosial akan senantiasa
terbentuk. Terbentuknya modal sosial merupakan bangunan karakter yang handal
bagi bangsa ini untuk menumbuhkan spirit anti korupsi.

B. Potret Buram Pemberantasan Korupsi di Indonesia


Realitas sosial praktek korupsi dan monopoli kekuasaan merupakan anak
kandung lahirnya gerakan reformasi yang bergulir pada tahun 1998. Gerakan
reformasi secara gramatikal diartikan sebagai upaya dalam membentuk,
menyusun, dan mempersatukan kembali.2 Secara lebih sederhana reformasi berarti
perubahan format, baik pada struktur maupun aturan main (rule of the game) ke
arah yang lebih baik. Pada kata reformasi terkandung pula dimensi dinamik
berupa upaya perombakan dan penataan yakni perombakan tatanan lama yang
korup dan tidak efisien (dismantling the old regime) menjadi penataan suatu
tatanan baru yang lebih demokratis, efisien, dan berkeadilan sosial (reconstructing
the new regime). Selain itu, kata reformasi memuat nilai-nilai utama yang menjadi
landasan dan harapan proses bernegara dan bermasyarakat.
Sejarah mencatat bahwa agenda reformasi yang bergulir pada tahun 1998
yaitu hendak menciptakan tatanan pemerintahan yang demokratis serta bersih dari
praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bergulirnya gelombang reformasi
menuntut adanya sebuah perbaikan kondisi dan struktur ketatanegaraan pasca orde
baru. Adapun agenda reformasi yang bergulir menghendaki adanya:
a) Amandemen UUD 1945;
b) Penghapusan dwi fungsi ABRI;
c) Penegakan supremasi hukum, penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM),
dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN);
d) Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi
daerah);
e) Mewujudkan kebebasan pers;
f) Mewujudkan kehidupan demokratis.
Disamping itu dalam pandangan internasional IDEA agenda reformasi
pasca berhentinya Soeharto meliputi beberapa bidang antara lain:3
a) Konstitusionalisme dan aturan hukum;
b) Otonomi daerah;
c) Hubungan Sipil dan Militer;
d) Masyarakat sipil;
e) Reformasi tata pemerintahan dan pembangunan sosial ekonomi;
f) Gender,dan

2
W.T.Cunningham, dikutip dari Mahfud MD, Keniscayaan Reformasi Hukum, Upaya Menjaga
Jati Diri da Martabat Bangsa, diakses dari http://www.mahfudmd.com, diakses pada tanggal 10
Mei 2010
3
International IDEA, 2000, (Lembaga Internasional untuk bantuan Demokrasi dan Pemilu),
Penilaian Demokratisasi di Indonesia, Jakarta: International IDEA
g) Pluralisme agama.
Berkaca pada cita-cita luhur diatas nampaknya dalam perjalanan 12 tahun
reformasi masih jauh dari cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara yang
bersih dari praktek korupsi. Korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan tiga
perbuatan yang mempunyai batasan yang sangat tipis dan dalam praktiknya
seringkali menjadi satu kesatuan tindak pidana atau merupakan unsur-unsur dari
perbuatan korupsi.4 Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio atau
corruptus yang berarti kerusakan atau kebobrokan.5
Dalam terminologi fiqh Islam, korupsi dapat dikategorikan sebagai
kejahatan (jarimah) terhadap amanah. Korupsi identik dengan risywah (suap) dan
at tajawwuz fi istimal al-haq (menyalahgunakan wewenang). Jika dilakukan
secara sembunyi-sembunyi disebut pencurian (sariqah) dan jika dilakukan secara
terang-terangan disebut sebagai perampokan (al nahb). Korupsi termasuk
kejahatan terhadap harta benda manusia (akl amwal al-nas bi al-bathil) dan secara
esensial mirip dengan ghulul, yaitu pengkhianatan terhadap amanah dalam
pengelolaan harta rampasan perang (ghanimah).Ghulul jelas-jelas diharamkan
dalam al-Quran dengan ancaman bahwa pelakunya akan membawa serta barang
yang dikorupsinya sebagai pertanggungjawaban di akhirat.
Menurut M. Cholil Nafis, dalam tindakan korupsi sedikitnya terdapat tiga
kejahatan,yaitu; pertama, kejahatan yang berdampak pada hilangnya uang negara
sehingga tindakan korupsi yang akut akan menyebabkan hilangnya hajat hidup
orang banyak, memperlebar kesenjangan sosial-ekonomi, dan menghilangkan
keadilan. Kedua, korupsi dapat menghilangkan hak hidup warga negara dan
regulasi keuangan negara. Negara yang korup akan menyebabkan lahirnya
kemiskinan dan kebodohan. Ketiga, kejahatan korupsi menggerogoti kehormatan
dan keselamatan generasi penerus. Temuan bahwa Indonesia merupakan negara
terkorup menyebabkan harga diri kita sebagai bangsa menjadi ternoda.
Berdasarkan hal tersebut, maka korupsi telah bertentangan dengan tujuan syariah
(maqashid alsyariah),

4
IGM. Nurdjana, dkk, 2005, Korupsi dan Illegal Logging dalam Sistem Desentralisasi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, halaman 24-25
5
Ibid, 20
yaitu melindungi jiwa (hifd al-nafs), melindungi harta (hifd al-mal) dan
melindungi keturunan (hifd al-nasl). Korupsi juga melanggar perlindungan
terhadap akal (hifd al-aql) dan penodaan terhadap agama (hifd al-din).
Menurut Subekti korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya
diri sendiri yang secara langsung merugikan keuangan atau perekonomian
negara.6 Sedangkan Transparency Internasional mendefinisikan korupsi sebagai
penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi.7
Dalam kamus ilmiah populer, korupsi mengandung pengertian kecurangan,
penyelewengan/penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri sendiri,
pemalsuan.8 Dalam perkembangannya definisi tentang tindak pidana korupsi
selalu mengalami perubahan, hal ini disebabkan oleh adanya suatu sifat dinamis
terhadap pengertian tindak pidana korupsi berdasarkan kondisi masyarakat yang
selalu berubah. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
(kodifikasi: wetbook van strafrecht) terdapat suatu pengaturan tentang tindak
pidana penggelapan (Pasal 372-377 KUHP) yang proses beracaranya ataupun
hukum formilnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) terdapat pula ketentuan Pasal 415, 416, 417, 423, 435 KUHP perihal
kejahatan jabatan. Dalam ketentuan tersebut terdapat banyak kekurangan
utamanya terhadap sifat melawan hukum serta unsur objektif yaitu merugikan
kekayaan milik negara, adanya kenyataan yang demikian itu menyebabkan
diperlukan adanya suatu pengaturan yang lebih khusus, lebih lengkap berdasarkan
pada perkembangannya dalam masyarakat terus berubah.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana
korupsi baik yang berlaku saat ini maupun yang pernah berlaku antara lain:
Undang-Undang No 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan,
Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang No 1 Tahun 1960 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
1960 menjadi Undang-Undang No 24 Prp 1960 tentang Anti Korupsi, Undang-
Undang No 3 Tahun 1971 Tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No

6
Hasyim Muzadi, Benediktus, 2004, Menuju Indonesia Baru, Malang: Bayu Media Publishing,
halaman 106
7
IGM. Nurdjana, dkk, Op. Cit., 20
8
Ibid, 21
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-
Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.9 Dari beberapa
peraturan perundang-undangan baik yang berlaku saat ini maupun yang pernah
berlaku tersebut terdapat pengertian/definisi tentang tindak pidana korupsi.
Berdasarkan ketentuan pasal 2 Undang-Undang No 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang No 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam Undang-Undang tersebut
terdapat beberapa pengertian tentang tindak pidana korupsi berdasarkan
karakteristik/jenis ataupun bentuk dari tindak pidana korupsi itu sendiri yang
kesemuanya terdapat dalam beberapa pasal dalam undang-undang tersebut antara
lain:10
1. Korupsi yang terkait dengan Kerugian Keuangan Negara ketentuan Pasal 2
dan Pasal 3, Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi
menurut pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur:
2. Korupsi yang terkait dengan Suap-menyuap (Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5
ayat (1) huruf b, Pasal 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b,
Pasal 11, Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat 2,
Pasal 12 huruf c, Pasal 12 huruf d)
3. Korupsi yang terkait dengan Penggelapan dalam jabatan ( Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b, Pasal 10 huruf c)
4. Korupsi yang terkait dengan Pemerasan ( Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f,
Pasal 12 huruf g)
5. Korupsi yang terkait dengan Pemerasan Perbuatan curang (Pasal 7 ayat (1)
huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1)
huruf d, Pasal 7 ayat (2) , Pasal 12 huruf h)
6. Korupsi yang terkait dengan Benturan kepentingan dalam pengadaan (Pasal
12 huruf i)

9
Indriyanto Seno Adji, 2007,. Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara Dan Hukum Pidana. Jakarta:
CV Diadit Media, hal 3-5
10
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi: Buku Saku Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: KPK, hal 19-21
7. Korupsi yang terkait dengan Gratifikasi (Pasal 12 B jo Paal 12 C)
Berdasarkan uraian diatas di dalam Undang-Undang No 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu sendiri terutama terhadap apa
yang tercantum dalam Pasal 2 yang menitik beratkan pada perbuatan melawan
hukum materiil secara umum dijelaskan bahwa pengertian tindak pidana korupsi
tersebut dibuat agar dapat menjangkau berbagai macam cara (modus operandi)
penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara yang dengan
perkembangan masyarakat menjadi semakin canggih dan rumit, maka tindak
pidana korupsi dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi secara melawan
hukum dalam pengertian formil dan materiil.11
Korupsi secara sistemik merupakan bentuk kesewenang-wenangan
penguasa maka hal tersebut perlu di berantas Karena dampak yang ditimbulkan
dapat merugikan negara maupun rakyat. Korupsi merupakan bentuk kejahatan
yang luar biasa (Extra Ordinary Crime) maka dalam konteks ini penanganannya
juga harus dengan model yang luar biasa pula. Sebagai bentuk dari kejahatan luar
biasa korupsi menimbulkan dampak sosial yang luar biasa. Kesenjangan sosial,
kemiskinan, merupakan salah satu bentuk dari perbuatan korupsi yang dilakukan
oleh segenap oknum pejabat negara di negeri ini.
Perihal yang sangat memprihatinkan yaitu perilaku korup bagi bangsa
Indonesia seakan sudah menjadi trend atau kebiasaan dalam kehidupan (Way of
live). Disamping itu praktek korupsi tidak hanya menjadi kendala struktural akan
tetapi korupsi telah membudaya (nation culture) menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari realitas birokrasi baik ditingkat pusat maupun daerah. Krisis
ekonomi sejak periode 1997 tidak hanya membawa dampak terhadap
perekonomian bangsa tetapi meluas hingga tercipta krisis multidimensi yang
berakibat pada tumbuh subur dan berkembangnya praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Berdasarkan laporan Transparansi Internasional (TI) menunjukkan bahwa
praktik penyalahgunaan kekuasaan dan keuangan negara akan berujung pada
suatu tindak kejahatan. Sungguh menyedihkan melihat bahwa dari 180 negara,

11
Indriyanto Seno Adji. Op Cit, hal 22
129 di antaranya mendapat skor di bawah 5, yang berarti nyaris 3/4 dari total
negara yang diteliti. Hanya 51 negara yang memperoleh skor di atas atau sama
dengan 5. Tahun ini Indonesia kembali naik kelas. Indonesia naik dua poin dari
2,6 pada tahun lalu (2008) menjadi 2,8 pada tahun ini 2009. Dengan skor ini,
rangking Indonesia pun terdongkrak cukup signifikan: 111 dari 180 negara (naik
15 posisi dari tahun lalu). Indonesia berada pada posisi 111 ini bersama dengan
negaranegara seperti Algeria, Djibouti, Mesir, Kiribati, Mali, Sao Tome dan
Principe, Kepulauan Solomon, dan Togo. Terlihat bahwa satusatunya negara
besar lain di grup ini hanyalah Mesir. Di kawasan regional ASEAN, Indonesia
juga tidak lagi menduduki posisi yang tak jauhjauh dari posisi juru kunci,
melainkan sudah naik kelas ke posisi menengah, yakni ke5 dari 10 negara. Padahal
sebelumnya Indonesia acap berlangganan posisi lima bawah. Berikut uraian
lengkap mengenai data indek korupsi dari Transparansi Internasional (TI) pada
tahun 2009.
Tabel I.1 Indeks Persepsi Korupsi 2009
Peringkat Peringkat Dunia Negara Indeks Persepsi
ASEAN Korupsi
1 3 Singapura 9,2
2 39 Brunei Darussalam 5,5
3 56 Malaysia 4,5
4 84 Thailand 3,4
5 111 Indonesia 2,8
6 120 Vietnam 2,7
7 139 Filipina 2,4
8 158 Kamboja 2,0
9 158 Laos 2,0
10 178 Myanmar 1,4
Sumber: Transaparansi Internasional

Tabel I.2 Laporan Korupsi di Lingkungan Aparatur Negara

No Jenis Korupsi Sektor


1 Suap dan Pemerasan Bea cukai, Perpajakan, Peradilan,
Kepolisian, Kejaksaan, Perizinan
2 Manipulasi Uang Negara a Pengadaan Barang dan Jasa Konstruksi
Pekerjaan Umum
b Pengadaan Barang dan Jasa militer
c Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah
3 Politik Uang Partai Politik dan DPR
4 Kolusi Bisnis Militer dan Polisi Lewat Koperasi dan
Yayasan dan Koperasi pegawai Pemerintah
Sumber:Transparansi Internasional 2009 (data diolah) Agustus 2009
Tabel I.3
Perbandingan Skor dan Urutan Terkorup Institusi di Indonesia Menurut
Barometer Korupsi Global dari Tahun ke Tahun

Institusi Barometer Korupsi Global


dari tahun ke tahun** (rentang skor 1-5; 1=tidak korup sama
sekali, 5=sangat korup)
2004 2005 2006 2007 2009
Partai Politik 4,4* 4,2* 4,1 4,0 4,0
Legislatif 4,4* 4,0 4,2* 4,1 4,4*
Kepolisian 4,2 4,0 4,2* 4,2* -
Lembaga 4,2 3,8 4,2* 4,1 4,1
Peradilan
*=institusi dengan skor paling tinggi/paling korup pada tahun itu
**= Survei BKG dilaksanakan pertama kali tahun 2003, tetapi metodenya
berbeda dengan survei-survei di tahun-tahun selanjutnya.
Sumber: Transparansi International 2009
Dalam kasus korupsi yang terjadi di berbagai daerah yang melibatkan
sejumlah petinggi pemerintahan, dalam catatan Indonesian Corruption Watch
(ICW), sejauh ini setidaknya melibatkan 5 orang Gubernur, 4 orang Walikota dan
18 orang Bupati. Daftar tersebut akan semakin bertambah panjang, mengingat
masih banyak sejumlah korupsi yang melibatkan petinggi pemerintahan daerah
yang belum mendapatkan izin pemeriksaan dari institusi diatasnya. Berikut
sejumlah kasus korupsi yang melibatkan sejumlah kepala pemerintahan di daerah
itu :
Tabel I.4
Kasus korupsi yang melibatkan sejumlah kepala pemerintahan di daerah

korupsi Besar
No Nama Jabatan Kasus
gubernur Kerugian
1 AJ Sondakh Gubernur Sulut Manado Beach Rp. 11,5
Hotel Miliar
2 Zaenal bahar Gubernur Kasus Korupsi Rp. 5,9
Sumbar Dana APBD Miliar
2002
3 Djoko Munandar Gubernur Dana Rp. 10
Banten Perumahan Miliar
Dewan
4 Lalu Serinata Gubernur NTB Kasus Korupsi Rp. 24
APBD NTB Miliar
tahun 2001 dan
tahun 2004
5 Abdullah Puteh Gubernur NAD Mark up Rp. 6,8
Pengadaan Miliar
Helikopter MI-2
Korupsi 1 Badrul Kamal Walikota Depok Korupsi Dana Rp. 9,4
Walikota Rutin Kota Miliar
Depok
2 Zuiyen Rais Walikota Kasus Korupsi
Padang APBD
3 Khalik Effendi Walikota Kasus Korupsi Rp. 65
Bengkulu Pembangunan Miliar
Gedung Seleksi
Tilawatil Quran
Nasional
(STQN)
4 Raymundus Walikota APBD 2003 Rp. 1,95
Sailan Singkawang Miliar
Korupsi 1 Gahral Syah Bupati Kasus korupsi Rp. 23,5
Bupati Halmahera dana pemekaran Miliar
Barat wilayah pada
2002-2003
2 Drs. Chairullah Bupati Serdang, Kasus dugaan Rp. 2,3
Sumut korupsi Miliar
penggunaan
dana bantuan
proyek
Pembinaan
Keamanan
Ketertiban dan
proyek Bantuan
Kemasyarakatan
Tahun 2004
3 Supriyono Bupati Musi Kasus
penyimpangan
penggunaan
dana proyek
promosi pada
Expo di
Yogyakarta
4 Lukman Abu Bupati Kendari Penyelewangan Rp. 2 Miliar
Nawas keuangan
Negara dengan
cara
mengeluarkan
dana APBD
2003 untuk
pesangon DPRD
5 AP Youw Bupati Nabire Korupsi
Anggaran
Pendapatan dan
Belanja Daerah
(APBD) Kab.
Nabire
6 Syamsul Hadi Bupati Korupsi Rp. 15
Banyuwangi Pembelian Miliar
Kapal Sri
Tanjung
7 H.M. Madel Bupati Korupsi Rp. 3,5
Sarolangun, Pembangunan Miliar
Jambi Dermaga Ponton
8 Ibrahim Bupati Kupang Dana Proyek Rp. 3,9
Agustinus Pengadaan 300 Miliar
Unit Rumpon
9 Bahruddin H. Bupati Barito Kayu Ilegal Rp. 80
Lisa Selatan Miliar
10 H. Kalamudin Bupati Muara - -
Djinab Enim
11 Bina B Bahajak Bupati Nias Dana PSDA Rp. 2 Miliar
Kehutaann
tahun 2001
12 Anthony Bagul Bupati Ruteng, Pembangunan Rp. 3 Miliar
D Flores Rumah Pribadi
Bupati
13 Masdjumi Bupati Berau Kasus korupsi Rp. 88
peniadaan Miliar
pungutan Dana
Reboisasi (DR)
dan Propinsi
Sumber Daya
Hutan (PSDH)
14 Imam Muhadi Bupati Blitar Kasus korupsi Rp. 32
uang kas Kab. Miliar
Blitar
15 Imam Bupati Barito Lelang illegal Rp 3 Miliar
Yuliansyah Utara, Kalteng logging
16 Felix Fernandez Bupati Flores Pembelian tanah Belum
Timur, NTT untuk lokasi diketahui
terminal
Waibalun,
Larantuka dan
kasus pembelian
kapal ikan
17 Daniel Banunaek Bupati Timor Kasus dana Rp 1 Miliar
Tengah Selatan purna bakti
Timor Tengah
Selatan, 1999-
2004
18 Christian Bupati Rote Proyek
Nehemian Ndao, NTT pengadaan dua
Dellak unit kapal
penampung ikan
dan biaya
operasional 10
unit kapal
penangkap ikan
tahun anggaran
2002
Sumber: Korupsi Gubernur, Walikota dan Bupati, ICW.

Disamping itu sebagai bentuk komitmen pemberantasan korupsi itu,


sejumlah langkah ditempuh. Diantaranya; pertama, melakukan review terhadap
terhadap perkara-perkara tindak pidana korupsi yang telah dihentikan
penyidikannya melalui SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Kedua,
Mempercepat proses penyidikan perkara-perkara tindak pidana korupsi seluruh
Indonesia dari penyidikan untuk ditingkatkan ke tahap penuntutan. Saat itu
penyidikan perkara korupsi seluruh Indonesia sebanyak 178 kasus, dan Kejaksaan
Agung menargetkan 76 perkara untuk ditingkatkan ke tahap penuntutan. Ketiga,
mempercepat proses pra penuntutan perkara tindak pidana korupsi di seluruh
Indonesia untuk ditingkatkan ke tahap pelimpahan ke pengadilan, dengan target
62 berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan negeri untuk disidangkan.
Sedang dalam kasus perkara SP3, dari 25 orang tersangka korupsi
penerima SP3, Kejaksaaan Agung menargetkan untuk mereview kembali 5 kasus
diantaranya. Berikut daftar ke- 25 orang tersebut:
Tabel V Daftar 25 orang tersangka korupsi yang mendapat SP3 dari
Kejaksaan Agung
No Tersangka Perkara Jumlah
Kerugian
1 Ginandjar Dugaan Korupsi technical US$ 24,8 juta
Kartasasmita Assistance Contract (TAC)
2 (Alm) Faisal Dugaan Korupsi technical US$ 24,8 juta
Abdaoe Assistance Contract (TAC)
3 Praptono Dugaan Korupsi technical US$ 24,8 juta
Honggopati Assistance Contract (TAC)
Tjitrohupojo
4 Sjamsul Nursalim Dugaan Korupsi BLBI Rp 10 triliun
5 Djoko Ramiadji Dugaan korupsi penerbitan US$ 105 juta
commercial paper oleh PT. dan
Hutama Karya untuk proyek Rp 181,35
JORR miliar
6 Siti Hardijanti Dugaan korupsi pipanisasi di US$ 20,4 juta
Rukmana Jawa
7 (Alm) Faisal Dugaan korupsi pipanisasi di US$ 20,4 juta
Abdaoe Jawa
8 Rosano Barrack Dugaan korupsi pipanisasi di US$ 20,4 juta
Jawa
9 Prajogo Pangestu Dugaan korupsi proyek Rp 331 miliar
penanaman hutan oleh PT. MHP
10 Abdul Latief Dugaan korupsi Jamsostek Rp 7,1 milair
(mantan Menaker)
11 Abdullah Nussi Dugaan korupsi Jamsostek Rp 7,1 milair
(mantan Dirut
Jamsostek)
12 Yudo Swasono Dugaan korupsi Jamsostek Rp 7,1 milair
(mantan Kepala
Badan Perencanaan
dan Pengembangan
Depnaker
13 Soewardi Dugaan korupsi Asrama Haji Rp 19 miliar
(mantan Gubernur Donohudan
Jateng)
14 Johannes Kotjo Dugaan korupsi Bapindo- Rp 300 miliar
Kanindotex
15 Robby Tjahjadi Dugaan korupsi Bapindo- Rp 300 miliar
Kanindotex
16 Prijadi Dugaan korupsi di BRI Rp 572,2 miliar
17 Djoko Santoso Dugaan korupsi di BRI Rp 572,2 miliar
18 The Nin King Dugaan korupsi di BRI Rp 572,2 miliar
19 Joko S Tjandra Dugaan korupsi di BRI Rp 572,2 miliar
20 Marimutu Sinivasan Dugaan korupsi pemberian Rp 1,8 triliun
fasilitas kredit ke PT. Texmaco
21 Sukamdani Sahid Dugaan korupsi penyalahgunaan Rp 418 miliar
Gitosardjono BLBI oleh PT. BDI
22 Adriansyah Dugaan korupsi penyalahgunaan Rp 418 miliar
BLBI oleh PT. BDI
23 Bob Hasan Dugaan penyalahgunaan dana di US$ 86 juta
Asosiasi Panel Kayu Indonesia
(Apkindo)
24 Tjipto Dugaan penyalahgunaan dana di US$ 86 juta
Wignjoprajitno Asosiasi Panel Kayu Indonesia
(Apkindo)
25 Raja DL Sitorus Dugaan korupsi Torganda di Rp 213,5 miliar
Riau
Sumber:ICW

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa korupsi merupakan bentuk


kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). yang menimbulkan efek sosial
kemasyarakatan maupun sekat kesenjangan yang sangat membahayakan.
Disamping itu perilaku korupsi akan senantiasa membawa kea arah paradigma
degradasi moral. Sebuah adagium menyebutkan bahwa Semakin dekat seseorang
dengan kekuasaan maka akan cenderung untuk berbuat korup hal ini sesuai
dengan pernyataan di dalam petikan surat Lord Acton, tahun 1887, yang ditujukan
kepada seorang penguasa Gereja, Bishop Mandell Creighton. Isinya antara lain:
All power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely.
Korupsi secara sistemik menimbulkan berbagai dampak negatif dalam
sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara antara lain,
demokrasi (politik), ekonomi, sosial (kesejahteraan umum), dan budaya (moral).
a. Politik (demokrasi). Korupsi dalam dunia politik dapat menghambat
terwujudnya cita kehidupan yang demokratis dan tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance). Korupsi yang terjadi dalam pemilihan umum
dan badan legislatif akan mengurangi akuntabilitas dan perwakilan dalam
pembentukan kebijaksanaan. Korupsi dalam sistem peradilan dapat
menyebabkan lemahnya penegakan hukum, dan korupsi pada sistem
pemerintahan publik dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam
pelayanan masyarakat. Selain itu, korupsi juga mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. Korupsi
menyebabkan terjadinya distorsi proses politik dan menjadikan politik hanya
sebagai komoditas di antara kalangan politisi dan eksekutif, sehingga banyak
kebijakan yang di dasarkan atas kompromi politik yang tidak memihak
kepentingan rakyat. Korupsi juga menyebabkan fungsi dan struktur di hampir
sebagian lembaga pelayanan publik menjadi berbiaya tinggi dan tidak
fungsional. Hal ini tidak hanya menyebabkan kualitas pelayanannya tidak
baik, tetapi juga menimbulkan dampak sosial lainnya.
b. Ekonomi. Korupsi mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat
distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi, diantaranya adalah mengurangi
pendapatan investasi (baik dari sisi nominal maupun dari pertumbuhan
ekonomi negara secara keseluruhan) yang berdampak pada menurunya minat
investor untuk menanamkan modal. Korupsi mendorong misalokasi anggaran
pendapatan dan pengeluaran negara, dimulai dari (potensi) korupsi yang
muncul saat pungutan pajak hingga pengalokasiannya untuk pembelanjaan
publik. Korupsi dalam sektor privat dapat meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Korupsi menyebabkan biaya ekonomi tinggi, sehingga konsumen harus
menanggung seluruh biaya produksinya. Hal ini menjadikan suatu perusahaan
hanya mengutamakan kuantitas produksi daripada kualitas produknya,
sehingga daya saingnya akan menurun. Korupsi yang terjadi di Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) menyebabkan kinerja yang tidak optimal sehingga
tidak bisa mendorong peningkatan sektor ekonomi tertentu. Pada akhirnya,
korupsi akan menciptakan marginalisasi ekonomi dan sosial bagi orang
miskin.
c. Sosial Budaya. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan
fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat sehingga mengganggu pembangunan yang bersifat berkelanjutan.
Korupsi dapat menciptakan kesenjangan sosial yang pada akhirnya akan
menciptakan kecemburuan sosial dan memicu terjadinya tindak kriminal serta
hilangnya kepercayaan publik (trust) terhadap pemerintah.
d. Pertahanan dan Keamanan (HANKAM). Korupsi dapat mengakibatkan
lemahnya sistem pertahanan dan keamanan akibat adanya penyelewengan
dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk membeli fasilitas
pendukung/militer (alutsista). Hal ini dapat dijumpai dengan adanya
kendaraan (Pesawat, tank, maupun kapal) militer/tempur yang sudah tidak
layak pakai. Selain itu adanya eksploitasi sumberdaya alam oleh oknum
militer (TNI AL, AD, AU) yang merasa mempunyai kewenangan lebih atas
wilayah tertentu dapat merusak sumber daya yang ada.
Sebagai bentuk upaya pemberantasan dan penanggulangan tindak
kejahatan di korupsi oleh penulis perlu diutarakan bahwa realitas korupsi
merupakan bentuk infeksi penyakit yang bersifat sistemik. Secara detail penulis
mengutarakan bahwa penyebaran korupsi mirip dengan perilaku penyebaran
penyakit kanker dan bentuk kolonialisme gaya baru. secara detail uraian terhadap
keduanya dapat dijelaskan sebagaimana berikut ini:
(1) Korupsi cermin Kolonialisme terhadap Bangsa dan Negara
Bangsa Indonesia dan gagasan kebangsaan itu pada mulanya adalah suatu
entitas yang abstrak dan belum pernah ada sebelumnya. Yang ada waktu itu
adalah negara kolonial (colonial state) Hindia-Belanda, hasil konstruksi para
sarjana Eropa yang diterapkan oleh penguasa kolonial di negeri jajahan.
Kolonialisme sebagai suatu sistem ialah berjalannya suatu mekanisme kuasa asing
atas sebuah negeri dan rakyat jajahan untuk melanggengkan kekuasaannya dengan
ciri-ciri pokok sebagai berikut:
a. Kolonialisme itu berwatak ekspansif, yang selalu ingin meluaskan kuasa
politiknya dari yang kecil menjadi lebih besar dan lebih besar lagi. Ini
sejalan dengan watak kapitalisme, yang dibawanya, yaitu selalu ingin
mendapat keuntungan lebih besar daripada apa yang dapat diberikannya
pada orang lain.12
b. Kolonialisme itu berwatak diskriminatif, anti-demokrasi, dengan
menciptakan iklim ketergantungan abadi antara penjajah dan rakyat jajahan.
Semua ditentukan berdasarkan hierarki kekuasaan dari atas dan dengan
dukungan sistem feodalisme yang sudah berakar dalam masyarakat.

12
Ungkapan Minangkabau mengenai watak ekspansif ini dilukiskan dalam pepatah ibarat
Belanda mintak tanah: dari sejengkal ke sehasta; dari sehasta ke sedepa; dari sedepa ke
sekepala, dan seterusnya; Lalu penjahit lalu kulindan (kalau penjahit tangan dijahitkan, maka
benang yang diikat dibelakangnya otomatis lewat pula). dikutip dari Mestika Zed,
NASIONALISME INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA, disampaikan pada Kongres
Pancasila, diselenggarakan oleh Universitas Gadjahmada bekerja sama dengan Mahkamah
Konstitusi , Yogyakarta, 30-31 Mei 2009.
c. kolonialisme itu berwatak menindas (oppressive) dengan memaksakan
semua kehendak penjajah kepada rakyat jajahan atas metode kolonial.
Hanya ada tiga metode kolonial yang lazim digunakan: (i) dengan
menggunakan kekerasan bersenjata (pasifikasi); (ii) dengan instrumen
hukum kolonial (exhorbitant recht), termasuk kontrak-kontrak, yang
berpihak kepada rezim penguasa; (iii) dan dengan melanggengkan
feodalisme dan menjinakkan kaum raja-raja, bangsawan/ penguasa lokal
tradisional.
d. kolonialisme itu berwatak menguras (exploitative), dengan memeras secara
maksimal semua potensi Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam
negeri jajahan untuk kepentingan penjajah, dan sebagian besar hasilnya
diangkut ke negeri penjajah.13
Dalam iklim dan watak kolonial itulah kaum nasionalis memperjuangakan
kemerdekaan sebuah negara bangsa yang dicita-citakan. Rintangan utama pada
masa ini, selain harus berhadapan dengan sistem kolonial Belanda yang keras dan
wataknya yang sangat konservatif mereka juga harus berurusan dengan kondisi
rakyat jajahan yang beraneka ragam, dan terpecah-pecah ke dalam sentimen lokal
yang kuat. Rintangan psikis dan kultural ini hampir mustahil dapat dipecahkan.
Lebih-lebih lagi karena mayoritas anak jajahan yang terserak di nusantara itu
mengidap semacam penyakit inferior (minderwaardigheid complex), buta-huruf,
bodoh, karena dibodohi, dan miskin karena dimiskinkan oleh sistem kolonial.
Sementara itu sistem feodalisme yang bercokol di kalangan penguasa pribumi
merupakan hambatan kultural yang tak mudah. Di samping hambatan kultural ini,
cengkraman kekuatan imperialisme kolonial, dengan saudara kandungnya,
kapitalisme Eropa, merupakan kekuatan global yang semakin sulit dibendung.
Kapitalisme kolonial tidak hanya menciptakan kelas buruh yang hina, tetapi juga

13
Bagaimana pentingnya Hindia-Belanda (Indonesia) sebagai koloni Belanda tercermin dari
ungkapan Belanda: Indie verloren, rampsoed geboren (Kehilangan Hindia Belanda berarti
bencana). Bagaimana makna bencana ini bisa ditafsirkan dalam konteks historis? Sejak 1870, 90%
dari keuntungan usaha di Indonesia dikirim ke Belanda. Kalkulasi yang lebih menjelaskan dapat
dibaca dalam J.B.D. Derksn en Jan Timbergen, Berekening over de economische betekenis van
Nederlandsch-Indioe voor Nederland, dalam Geld and Geweten. Een bundel opstellen over
anderehalve eeuw Nederlands bestuur in Indonesiche archipel. Deel II (Den Haag: Martinus,
1980), hal. 255-240. Ibid
mengukuhkan kedudukan anak jajahan menjadi bangsa jongos. Bangsa koeli dan
koeli bangsa-bangsa, sebagaimana diutarakan oleh Soekarno.
Dalam konteks kekinian justru pasca kemerdekaan bentuk-bentuk
penistaan terhadap bangsa hadir dalam wujud perilaku korupsi yang dilakukan
oleh anak bangsa. Korupsi sebagai bentuk tindak kejahatan mencerminkan
karakter dan moral bangsa yang tidak berperadaban. dengan demikian secara
prinsipil perilaku korup sama dengan bentuk penjajahan terhadap bangsa sendiri
mengingat watak dari penjajah sama dengan pelaku tindak kejahatan korupsi yaitu
selalu ingin melebarkan sayap kekuasaanya, diskriminatif, menindas, dan
eksploitatif. Oleh sebab itu perilaku karup merupakan ihwal penghambat bagi
tegaknya sistem ketahanan negara demi terwujudnya tatanan masyarakat yang
demokratis. Tidak mengherankan jika perilaku korup mengandung kesamaam
dengan wujud penyakit kanker yang mana akan senantiasa menyerang ketahan
tubuh. Dalam konteks bernegara maka perilaku korup akan senantiasa
berimplikasi pada sitem pertahanan dan ketahanan negar terhadap pemenuhan atas
rasa keadilan, persamaan, maupun kesejahteraan. Secara detaial uraian mengenai
perilaku korup sebagi bentuk kanker dalam kehidupan demokrasi dapat dijelaskan
sebagaimana berikut.
(2)Korupsi Wujud Penyakit Kanker yang Menyerang Ketahanan Tubuh
Korupsi di Indonesia adalah penyakit endemik yang sulit disembuhkan.
Penyakit ini sudah lama hinggap dan menyerang seluruh sendi-sendi kehidupan
berbangsa. sebagai bentuk penyakit endemic korupsi mirip dengan penyebaran
kanker yang menyerang sistem ketahanan. Tubuh dapat dipandang sebagai suatu
negara dimana penduduknya adalah sel-sel tubuh yang terorganisasi dalam organ-
organ tubuh yang membentuk sistem organ. Organ-organ tubuh dapat
dianalogikan sebagai lembaga-lembaga pemerintahan atau institusi
kemasyarakatan yang memiliki fungsi khusus dan saling bekerjasama dalam
menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Keberlanjutan dan
keberadaan suatu negara dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah
kemampuan mempertahankan diri. Setiap bangsa harus selalu siap menghadapi
segala bentuk ancaman dan bahaya, baik dari dalam maupun dari luar. Kegagalan
suatu negara untuk mempertahankan integritasnya dapat mengakibatkan
kehancuran negara.
Berdasarkan pandangan diatas maka problematika pemberantasan tindak
pidana korupsi tidak akan selesai hanya dengan memberlakukan suatu Undang-
Undang dan komitmen untuk melaksanakannya. Penetapan suatu Undang-Undang
yang mengandung instrumen hukum masih diuji dengan pelaksanaan (uitvoering
atau implementation) dan merupakan bagian dari mata rantai pengaturan
(regulatory chain) terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi. Secara detail
wujud korupsi sebagai bentuk kanker dalam sistem ketahanan tubuh dapat
digambarkan sebagaimana berikut ini:
Korupsi

Ancaman serius
integritas bangsa

Budaya-
Dampak negatif
Moral Politik

Negara
Korupsi Hankam
(Health Governance) Ekonomi
Sosial

Kanker
Goverments Lesson & Kesehatan Tubuh
Immunity System Learned

Sistem Kekebalan Tubuh Kuratif


Preventive Detective Represive

Preventive Detective Represive


Check and
Balance

Homeostasis

Berdasarkan gambar diatas maka penulis hendak menawarkan upaya-


upaya yang perlu diaktualisasikan sebagai solusi dalam rangka pemberantasan
korupsi di Indonesia. Adapun format yang ditawarkan adalah sebagaimana berikut
ini:
PERILAKU KORUPSI

Wujud Kolonialisme
Ancaman Wujud Penyakit Kanker
integritas
1. Ekspansif
2. Diskriminatif
3. Oppreisive
4. Eksploitatif Mengancam Sistem
Ketahanan

Immunity system

Preventif Rehabilitatif

Detektif Integratif Represif

Berdasarkan gambar diatas maka dapat di jelaskan bahwa dalam koridor


pemberantasam korupsi maka perlu ditempuh melalui upaya antara lain:
I. Preventif
Upaya preventif merupakan upaya pencegahan terhadap perilaku korup
yang dilakukan sebelum terjadinya kejahatan. ada beberapa sarana maupun
metode yang bisa diterapkan terhadap upaya preventif antara lain:
A. Melalui Media Pendidikan
Sebagai salah satu instrumen untuk mencegah perilaku korup yaitu dengan
mengoptimalisasikan peran sektor pendidikan. Sebagaimana termaktub di dalam
alinea ke IV pembukaan UUD 1945 secara tersirat mengaskan bahwa hadirnya
negara yaitu bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan secara
holistik merupakan sarana untuk membentuk dan membangun sekaligus
mencerminkan karakter suatu bangsa. Ketentuan Pasal 3 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
menegaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berpangkal pada visi
tersebut hendaknya kurikulum pendidikan nasional baik pada tingkat dasar sampai
perguruan tinggi mengaktualisasikan pendidikan moralitas yang tidak hanya
menekankan pada aspek penilaian secara kuantitatif (kognitif) semata. Akan tetapi
lebih pada peningkatan kualitas perilaku dan pengembangan karakter. Dengan
demikian dunia pendidikan akan memiliki peran yang sangat signifikan dalam
memberikan pendidikan pencegahan terhadap perilaku korupsi bagi generasi di
masa yang akan datang.
B. Melalui Media Agama
Segenap kehidupan lintas keagamaan menganggap bahwa korupsi
merupakan perbuatan tercela yang akan merusak kehidupan umat. Korupsi
merupakan cermin perilaku yang tidak berperikemanusiaan dan berperadaban.
Keikutsertaan agama pada konteks pencegahan dimaksudkan sebagai sarana untuk
memberikan peran kontrol secara moral-spiritual. Bahwasanya, Hakikat
keagamaan mengandung esensi keyakinan dan pencerahan bagi umatnya.
Sehingga seruan terhadap moralitas anti korupsi diharapkan akan senantiasa
menggema melalui media ceramah-ceramah keagamaan, dakwah, grand isu pada
setiap agenda peringatan hari-hari besar keagamaan, pendidikan agama pada
setiap jenjang pendidikan, maupun agenda ormas-ormas yang berbasiskan pada
gerakan moral keagamaan.
C. Melalui Gerakan Non Struktural
Gerakan non struktural dimaksudkan sebagai upaya untuk mempengaruhi
kebijakan nasional dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi gerakan
non struktural sebagaimana dimaksud meliputi
I. Organisasi Kepemudaan
Sejarah peradaban bangsa mencatat bahwa pemuda memiliki peran strateis
dalam kerangka perubahan sebuah bangsa. Kaum muda Indonesia adalah masa
depan bangsa. Karena itu, setiap pemuda Indonesia, baik yang masih berstatus
sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang sudah menyelesaikan pendidikannya
adalah aktor-aktor penting yang sangat diandalkan untuk mewujudkan cita-cita
pencerahan kehidupan bangsa kita di masa depan. The founding leaders
Indonesia telah meletakkan dasar-dasar dan tujuan kebangsaan sebagaimana
termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Hakikat dari sebuah tujuan untuk
mendirikan negara Republik Indonesia yang tiada lain dengan maksud melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukankesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Untuk mencapai cita-cita tersebut, bangsa kita telah pula
bersepakat membangun kemerdekaan kebangsaan dalam susunan organisasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara Hukum yang bersifat
demokratis (democratische rechtsstaat) dan sebagai Negara Demokrasi
konstitutional (constitutional democracy) berdasarkan Pancasila.14
Oleh sebab itu ikhtiar yang perlu dilaksanakan yaitu merevitalisasi
sekaligus menggugah makna spirit kebangsaan dan kebhinekaaan sebagai langkah
strategis mewujudkan peran pemuda dalam menciptakan tatanan masyarakat yang
adil, makmur, dan sejahtera atau sering dikenal dengan istilah civil society atau
masyarakat madani yang bebas dari perilaku korupsi. Karena pada prinsipnya
berpangkal dari sebuah semboyan psikologis yang menyatakan bahwa didalam
tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat (mensana incor poresano). Memadukan
antara jiwa bangsa (nation state) yang berpangkal pada titik keanekaragaman atau
bangsa yang berbhineka dengan jiwa dan raga segenap insan bangsa Indonesia
yang sehat maka diharapkan akan melahirkan formula yang ampuh dalam
mewujudkan sekaligus pengejawantahan terhadap proses revitalisasi semangat
bangsa yang berbhineka tunggal ika. Sehingga semangat yang hendak diwujudkan
senatiasa tertanam di hati sanubari pemuda Indonesia bahwa tindakan korupsi
akan senantiasa mengancam integritas bangsa.
Sebagai generasi penerus bangsa berawal dari kesadaran yang menjadi
bagian integral dalam diri pemuda sebagimana diutarakan Arnold Toynbee yang
menegaskan bahwa pemuda merupakan insan pembaharu (Human transformers)

14
Jimly, Asshidiqie, Bahan disampaikan pada acara acara Konferensi Mahasiswa Indonesia
dengan tema "Kondisi, Harapan dan Konstribusi Nyata dari Pemuda"-BEM KM UGM, diakses
dari http://www.jimly.com
sekaligus sebagai insan berkepedulian (Human concern) yang selalu mencoba
menjadi dinamisator pada Republik tercinta ini.
Dalam konteks ini Ali Syariati menegaskan bahwa merupakan sebuah
konsekuensi dari pemikiran yang tercerahkan yang dengan penuh kesadaran untuk
berusaha merubah tatanan yang menyimpang dari kemuliaan dan harkat manusia
sebagai bagian integral dari totalitas generasi muda bangsa. Sehingga pemudalah
yang menjadi kunci sekaligus ujung tombak dalam mengawal kepemimpinan
bangsa menuju ke arah perubahan dan perbaikan bangsa dalam mewujudkan
masyarakat yang madani. Bermodal dari ide-ide dan gagasan yang cemerlang
merupakan tonggak utama lahirnya sebuah peradaban bangsa yang merdeka dan
berdaulat. Oleh sebab itu tatanan sosial kemasyarkatan, tatanan politik, hukum,
perekonomian, pendidikan, dan kebudayaan sudah selayaknya di dasarkan pada
prinsip fundamental bangsa yang berbhineka. Sehingga pembagunan sebuah
bangsa tidak akan melupakan identitas, karakteristik maupun jati diri bangsa.
Berpangkal pada realitas diatas maka sudah saatnya kaum muda Indonesia
bangkit dan berani tampil sebagai pembaharu sekaligus arsitek bagi pembangunan
bangsa Indonesia yang berorientasi pada sendi-sendi keadilan dan kesejahteraan
sosial demi tegaknya bangsa yang merdeka dan berdaulat untuk bebas
menentukan nasib sendiri tanpa intervensi dari pihak asing. Dengan demikian
pemuda akan lahir sebagai bagian dari poros peradaban bangsa yang akan
mengilhami sejarah perjalanan bangsa sebagai solusi sekaligus jawaban terhadap
keberlangsungan estafet kepemimpinan di bumi pertiwi pada semua lapisan, baik
di lingkungan supra struktur negara maupun di lingkup infra struktur masyarakat,
terbuka luas untuk kaum muda Indonesia masa kini. Namun, dengan tertatannya
sistim aturan yang kita bangun, proses regenerasi itu tentu akan berlangsung
mulus dan lancar dalam rangka pencapaian tujuan bernegara. Oleh karena itu,
orientasi pembenahan sistim politik, sistim ekonomi, dan sistim sosial budaya
yang tercermin dalam sistim hukum yang berlaku saat ini sangatlah penting untuk
dilakukan agar kita dapat menyediakan ruang pengabdian yang sebaik-baiknya
bagi generasi bangsa kita di masa depan guna mewujudkan cita-cita bangsa yang
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta guna mencapai
empat tujuan nasional kita, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
II. Kelompok penekan LSM/NGO
Kebebasan berserikat dan berkumpul merupakan hak konstitusional setiap
warga negara yang dijamin dan dilindungi oleh negara. Hal ini sebagaimana
termaktub di dalam UUD 1945 bahwa, keikutsertaan kelompok-kelompok
penekan yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat yang memiliki
bidang garapan berkaitan dengan kontrol terhadap tindak kejahatan korupsi
merupakan bentuk partisipasi aktif dari warga negara untuk ikut serta dalam
mempengaruhi arah kebijakan maupun kebijaksanaan yang berorientasi pada
kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat konstitusi.
III. Peran Pers
Sebagai bagian dari pilar demokrasi dunia pers memiliki peran strategies
dalam rangka memberikan peran dan fungsi kontrol terhadap perilaku korupsi di
tanah air. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sebuah
kemutlakan untuk mensosialisasikan, mendidik, sekaligus mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui pemberitaan dan penyiaran yang mengandung unsur
edukatif serta peran kontrol sosial sehingga motif ekonomi terhadap bisnis
disektor pers maupun penyiaran yang berorientasi pada profit akan senantiasa
mendapatkan porsi yang seimbang. Ketentuan pasal 2 UU No 40 Tahun 1999
tentang Pers yang berbunyi, Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud
kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan
supremasi hukum. Serta ketentuan Pasal 3 yang berbunyi, Pers nasional
mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol
sosial. Merupakan dasar legitimasi bahwa pers merupakan bagian integral bagi
tegaknya negara yang menganut prinsi-prinsip demokrasi.
IV. Partai Politik
Berdasarkan laporan Transparansi Internasional telah memasukkan partai
politik sebgai salah satu institusi yang berlabel korup. Sebagi pilar demokrasi
tentu hal ini sangat ironis. Mengingat bahwa pengisian jabatan baik di tingkat
eksekutif maupun legislatif masih menggunakan kendaraan partai politik. Di
samping itu proses bargaining politik yang terjadi antara partai dengan para
penyumbang modal kampanye pada akhirnya melahirkan politik konspirasi yang
berujung pada tindakan etis atau dikenal dengan istilah balas budi. Sebagai
institusi partai politik tentu memiliki andil besar dalam rangka proses kaderisasi di
internal partai. Ketika realitas korupsi sudah menghinggapi tubuh birokrasi di
Indonesia tentu diperlukan upaya revitalisasi dalam internal partai politik. Maka
dari itu dalam kebangkitan untuk melawan budaya korupsi diperlukan upaya
bertahap dari partai politik untuk memposisikan dirinya sebagai organ yang
memiliki peran dan fungsi antara lain: 15
a) Sarana komunikasi politik;
b) Sosialisasi politik;
c) Sarana rekruitmen politik;
d) Pengatur konflik.
Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait dengan kedudukan partai
politik yang berperan dalam upaya mengartikulasikan kepentingan (Interests
Articulation). Berbagai macam ide-ide, kritik, saran, gagasan diserap dan
diadvokasikan sehingga dapat mempengaruhi materi kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan. Terkait sebagai sarana komunikasi politik, partai politik juga
berperan mensosialisasikan ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan
partai politik serta sebagai sarana rekruitmen kaderisasi kepemimpinan.
Sedangkan peran sebagai pengatur konflik, partai politik berperan
menyalurkan berbagai kepentingan yang berbeda-beda. Disamping itu, partai
politik juga memiliki fungsi sebagai pembuat kebijaksanaan, dalam arti bahwa
suatu partai politik akan berusaha untuk merebut kekuasaan secara konstitusional,
sehingga setelah mendapatkan kekuasaannya yang legitimate maka partai politik
ini akan mempunyai dan memberikan pengaruhnya dalam membuat
kebijaksanaan yang akan digunakan dalam suatu pemerintahan. Dengan demikian,
fungsi partai politik secara garis besar adalah sebagai kendaraan untuk memenuhi
aspirasi warga negara dalam mewujudkan hak memilih dan hak dipilihnya dalam

15
Imran, Said, 2007, Konfigurasi Politik pada Era Orde Lama dan Orde Baru: Suatu Telaahan
dalam Partai Politik, diakses dari http://www.legalitas.org, diakses pada tanggal 7 Oktober 2007.
(Dikutip dari Buku Karangan Miriam Budiarjo).

kehidupan bernegara.
Gabriel A. Almond dalam,The Politics of The Developing area,
menyatakan bahwa fungsi-fungsi partai politik ada dua yaitu:
1. Fungsi Input yang terdiri dari:
a. Sosialisasi politik dan Rekruitmen politik
Dafid F Aberle dalam, 1993 Culture and socialization, menyatakan
bahwa, Sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial atau aspek-
aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-
keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang
perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah di
antisipasikan (dan yang terus berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia
normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus di pelajari.
Gabriel A. Almond, 1974 mengemukakan bahwa sosialisasi politik adalah:
Proses dimana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik di
peroleh atau dibentuk, dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk
menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik pada
generasi berikutnya
b. Artikulasi Kepentingan

merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh suatu masyarakat untuk
memenuhi kepentingan-kepentingannya. kepentingan masyarakat tersebut
biasanya diartikulasikan oleh berbagai macam lembaga atau badan-badan dengan
berbagai cara. Lembaga-lembaga inilah yang menjalankan fungsi artikulai
kepentingan yang terorganisir dalam suatu struktur yang sering disebut interest
group atau kelompok-kelompok kepentingan.

c. Agregasi Kepentingan

Adalah fungsi mengubah atau mengkonversikan tuntutan-tuntutan sampai


menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan umum.

d. Komunikasi politik

Komunikasi politik merupakan salah satu input dari sistem politik, yang
mana komunikasi politik ini menggambarkan proses informasi-informasi politik.
komunikasi Politik diasumsikan yang menjadi sistem politik itu hidup dan
dinamis. komunikasi politik mempersembahakan semua kegiatan dari sistem
politik, sehingga aspirasi dan kepentingan dikonversikan menjadi berbagai
kebijaksanaan. Dalam analisis politik modern partisipasi politik merupakan suatu
maslah yang penting. Sebagai definisi Umum dapat dikatakan bahwa partisipai
politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara
aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara secara
langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (Public
policy).
Terdapat beberapa pendapat dari para tokoh tentang partisipasi politik
diantaranya: Herbert McClosky dalam International Encyclopedia of the Social
Science. mengatakan bahwa, Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela
dari masyarakat mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan
penguasa dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan
kebijakan umum (The term Political Participation will refer to those voluntary
activities by which member of a society share in the selection of rulers and,
directly or indirectly, in the formation of public policy16.
Sedangkan Norman H. Nie dan Sidney Verba dalam Handbook of Political
Science mengatakan bahwa, Partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga
negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi
seleksi pejabat pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil oleh
mereka. (By political participation we refer to those legal activities by private
citizens which are more or less directly aimed at influencing the selection of
governmental personnel and/or the action they take).17
Dalam konteks yang sama Samuel P. Huntington dan Joan M Nelson,
dalam No easy Choice Political Participation in Developing Countries.
Mengatakan bahwa partisipasi politik adalah Kegiatan warga negara yang
bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi
pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau
kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau
dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif(By political

16
Herbert McClosky 1972 :hal 252, dalam buku karangan Budiarjo, Miriam, 1998, Partisipasi dan
Partai Politik (Sebuah bungan Rampai), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. halaman 2
17
Norman H. Nie dan Sidney Verba, 1975:hal 1, dalam buku karangan Budiarjo, Miriam, 1998,
Partisipasi dan Partai Politik (Sebuah bungan Rampai), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
halaman 2
participation we mean activity by private citizen designeg to influence government
decision making. Participation may be individual or collective, organized or
Spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective
ineffective). 18
Berkaca pada realitas teoritik akan arti pentingnya kehadiran partai politik
dalam konteks penegakan demokrasi maka secara sinergi di negara-negara
demokratis pemikiran yang mendasari konsep partisipasi ialah bahwa kedaulatan
ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk
menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat dan untuk menentukan
orang-orang yang akan memegang tampuk kepemimpinan. Jadi partisipasi politik
merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah
oleh rakyat. Oleh sebab itu belajar dari praktek demokrasi maka penekanan untuk
menciptakan sebuah media komunikasi politik yang handal tidak akan pernah
lepas dari peran partai politik. Sehingga keberadaan kontrak politik yang dibuat
oleh para calon kandidat kepala daerah lebih diminimalisasi dan mengutamakan
pemaparan visi-misi beserta bukti praktis dari motor politik yang menghantarkan
seseorang untuk berada diajang kandidat melalui prinsip partisipatif.

II. Detektif
Upaya detektif dimaksudkan sebagai sarana untuk menemukan titik rawan
penyebaran korupsi dalam tubuh birokrasi di Indonesia. Hal ini sangat penting
dilakukan untuk menaggulangi perilaku korupsi secara sistematis, terencana,
terpadu. Adapun upaya-upaya yang dilakukan antara lain:
A. Melalui Riset dan Pemetaan
Aktivitas penelitian atau riset dimaksudkan sebagai langkah untuk
menjawab problematika pemberantasan korupsi di tubuh birokrasi baik dari sisi
regulasi maupun institusi. Pelaksanaan riset yang berjalan secara
berkesinambungan dan berkelanjutan akan berujung pada deteksi pemetaan
terhadap titik rawan maupun celah terjadinya peluang untuk berbuat korupsi.
Dengan demikian pemerintah maupun masyarakat akan memiliki road
pemberantasan korupsi yang akan senantiasa mampu menjadi pedoman dalam
pemberantasan korupsi.

18
Samuel P. Huntington dan Joan M Nelson, 1977:hal 3, Ibid hal 3
B. Pelaporan Harta Kekayaan Pejabat Negara Secara Berkala
Reformasi hadir dengan semangat memberantas KKN sampai ke akar-
akarnya. Namun pemerintah yang datang silih berganti dalam masa yang pendek
(empat presiden dalam masa kurang lebih tujuh tahun sejak 1998), belum secara
signifikan menekan angka kebocoran anggaran. Praktek korupsi dalam bentuk
penyuapan birokrasi maupun aparat penegak hukum masih merebak dan
membudaya dikalangan elit birokrat di Indonesia. Perihal yang sangat baik yang
pernah dilakukan oleh pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yaitu
menyusun instrumen hukum percepatan pemberantasan korupsi yang termaktub di
dalam Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi. Inpres tersebut berisi 12 butir instruksi yang ditujukan kepada para
Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kepala
Lembaga Pemerintahan Non Departemen, Para Gubernur, serta para Bupati dan
Walikota. Secara garis besar, Inpres tersebut memuat instruksi-instruksi sebagai
berikut:
Tabel VI Instruksi Presiden tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
Sifat Ditujukan Kepada Instruksi
Umum Seluruh Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, a. Melaporkan harta kekayaan kepada KPK sesuai
Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kepala UU No 28/1999.
Lembaga Pemerintahan Non Departemen, b. Membantu KPK menyelenggarakan pelaporan,
Gubernur, Bupati dan Walikota pendaftaran, pengumuman dan pemeriksaan
harta kekayaan penyelenggara negara di
lingkungan masing-masing.
c. Membuat penetapan kinerja dengan para pejabat
dibawahnya secara berjenjang.
d. Meningkatkan kualitas layanan kepada publik
baik dalam bentuk jasa ataupun perijinan
melalui transparansi dan standarisasi pelayanan,
dan menghapuskan pungutan liar.
e. Menetapkan program dan wilayahnya menjadi
program dan wilayah yang bebas korupsi.
f. Melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 80
Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah secara konsisten untuk mencegah
berbagai kebocoran dan pemborosan keuangan
negara
g. Menerapkan kesederhanaan dan penghematan
baik dalam urusan kedinasan maupun pribadi
serta penghematan pada penyelenggaraan
kegiatan.
h. Memberikan dukungan maksimal terhadap
upaya penindakan korupsi yang dilakukan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Kejaksaan Agung RI dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan cara
mempercepat pemberian informasi dan
mempercepat pemberian ijin pemeriksaan
terhadap saksi/tersangka.
i. Melakukan kerja sama dengan KPK untuk
menelaah dan mengkaji sistem-sistem yang
berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi
j. Meningkatkan upaya pengawasan dan
pembinaan aparatur untuk meniadakan perilaku
koruptif di lingkungannya.
Khusus Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Melakukan kajian dan uji coba untuk melaksanakan
Kepala Bappenas e-procurement yang dapat dipergunakan bersama
oleh instansi pemerintah
Menteri Keuangan Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
ketentuan perpajakan, kepabeanan dan cukai,
penerimaan bukan pajak dan anggaran untuk
menghilangkan kebocoran dalam penerimaan
keuangan negara, serta mengkaji berbagai peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan
keuangan negara yang dapat membuka peluang
terjadinya praktek korupsi
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN)
Nasional/ Kepala Bappenas Pemberantasan Korupsi Tahun 2004-2009
Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur a. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam upaya
Negara peningkatan kualitas pelayanan publik.
b. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam rangka
penyusunan penetapan kinerja dari para pejabat
pemerintahan.
c. Menyiapkan rumusan kebijakan untuk
penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan
yang baik pada Pemerintahan Daerah, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, dan Departemen.
d. Melakukan pengkajian bagi perbaikan sistem
kepegawaian negara.
e. Mengkoordinasikan, memonitor dan
mengevaluasi pelaksanaan Instruksi Presiden
ini.
Menteri Hukum dan HAM a. Menyiapkan rumusan amandemen undang-
undang dalam rangka sinkronisasi dan
optimalisasi upaya pemberantasan korupsi.
b. Menyiapkan rancangan perundangan-undangan
yang diperlukan untuk pelaksanaan undang-
undang yang terkait dengan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Menteri Negara BUMN Memberikan petunjuk dan mengimplementasikan
penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
yang baik pada Badan Usaha Milik Negara.
Menteri Pendidikan Nasional Menyelenggarakan pendidikan pendidikan yang
berisikan substansi penanaman semangat dan
perilaku anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan
baik formal dan non formal
Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Menggerakan dan mensosialisasikan pendidikan anti
korupsi dan kampanye anti korupsi di masyarakat
Jaksa Agung RI a. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan
uang negara.
b. Mencegah dan memberikan sanksi tegas
terhadap penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh Jaksa/Penuntut Umum dalam
rangka penegakan hukum.
c. Meningkatkan kerjasama dengan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan, Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Institusi
Negara yang terkait dengan upaya penegakan
hukum dan pengembalian kerugian keuangan
negara akibat tindak pidana korupsi
Kepolisian Negara RI a. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan
terhadap tindak pidana korupsi untuk
menghukum pelaku dan menyelamatkan uang
negara.
b. Mencegah dan memberikan sanksi tegas
terhadap penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam rangka penegakan
hukum.
c. Meningkatkan kerjasama dengan Kejaksaan
Republik Indonesia, Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan, Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan, dan Institusi Negara yang
terkait dengan upaya penegakan hukum dan
pengambilan kerugian keuangan negara akibat
tindak pidana korupsi.
Gubernur, Bupati/ Walikota a. Menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan
yang baik di lingkungan pemerintah daerah.
b. Meningkatkan pelayanan publik dan
meniadakan pungutan liar dalam
pelaksanaannya.
c. Bersama-sama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah melakukan pencegahan terhadap
kemungkinan terjadi kebocoran keuangan
negara baik yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara maupun Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah
Sumber: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi

Berdasarkan tabel diatas hendaknya terdapat proses yang berkelanjutan


dan berkesinambungan. Sehingga akan terlihat secara nyata bentuk political will
dari pemerintah sebagai wujud kesungguhan dalam memberantas tindak pidana
korupsi di Indonesia.
C. Mengaplikasi Metode Penyadapan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus diakomodir dalam
rangka pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini dilandasi bahwa fenomena
kejahatan di Indonesia sangat kompleks. Motif pelaku kejahatan korupsi tidak
hanya semata dilatar belakangi oleh aspek ekonomi akan tetapi telah merambah
pada aspek politik maupun teknologi. sebagaimana dirilis oleh media cetak
maupun elektronik terkuaknya kejahatan korupsi di lingkungan pejabat negara
maupun pengusaha melalui proses penyadapan pembicaraan melalui handphone.
Akan tetapi dibalik penerapannya yang masih tumpang tindih menyebabkan
kontroversi dari berbagai kalangan.
Mencuatnya perdebatan mengenai interception of communication atau
yang lebih dikenal dengan penyadapan komunikasi, semakin hangat akhir-akhir
ini setelah diperdengarkannya secara luas rekaman hasil penyadapan KPK di
Mahkamah Konstitusi (MK). Sebelumnya beberapa hasil penyadapan yang
diperdengarkan dalam ruang persidangan juga mendapat perhatian yang cukup
besar. Mungkin kita masih ingat dengan diperdengarkannya hasil penyadapan
Antasari, penyadapan terhadap Al Amin Nasution dalam kasus korupsi yang
dikenal dengan skandal gadis berbaju putih, rekaman pembicaraan Artalyta
dengan beberapa aparat yang diduga dari kejaksaan Agung dalam skandal suap
Artalyta Suryani-Urip Tri Gunawan. Juga kasus suap yang menimpa mantan
anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Iqbal. Atau
dalam kasus dugaan penyadapan atas seorang Jurnalis Majalah Tempo Metta
Dharmasaputra oleh polisi terkait kasus Vincent.
Praktek Penyadapan oleh aparat hukum atau institusi resmi negara tetap
menjadi kontroversial karena dianggap sebagai invasi atas hak-hak privasi warga
negaranya yang mencakup privasi atas kehidupan pribadi, kehidupan keluarga
maupun korespondensi. Namun penyadapan juga sangat berguna sebagai salah
satu metode penyidikan, penyadapan merupakan alternatif jitu dalam investigasi
kriminal terhadap perkembangan modus kejahatan maupun kejahatan yang sangat
serius, dalam hal ini, penyadapan merupakan alat pencegahan dan pendeteksi
kejahatan.
Dari serentetan kejadian diatas menunjukkan bahwa tugas utama
penegak hukum yang berwenang adalah meningkatkan pengawasan tingkat tinggi.
Hal ini dilakukan sepenuhnya untuk kepentingan keamanan negara agar mampu
mempertahankan dan meningkatkan kemampuan melawan tindakan teror.
Salah satu langkah strategis adalah dengan memberikan kewenangan penuh
menerapkan penyadapan yang sah secara hukum (lawful interception). Objek
yang disadap adalah layanan komunikasi yang menggunakan/melintasi network
operator, access operator, dan atau layanan internet melalui service provider.
Dalam lawful interception, layanan internet didefiniskan sebagai:
a) akses ke internet itu sendiri
b) layanan-layanan yang menggunakan internet, seperti
c) browsing ke World Wide Web
d) email
e) groups
f) chat dan icq
g) Voice over IP
h) File transfer Protocol (FTP)
i) Telnet dan segala hal yang melintasi internet protocol.
Bagaimana jika lalu lintas data yang dienkrip? misal:
a) Secure e-mail (contoh PGP, MIME)
b) Secure surfing menggunakan HTTPS sepetri SSL, TLS
c) Virtual Privat Network Secure (VPNs) seperti pgp-phone
Jika lalu lintas data yang dienkrip tersebut menggunakan jaringan Nerwork
Operator/ Access Provider / Service Provider maka data yang terenkripsi tersebut
harus ditelanjangi/dikuliti dahulu sebelum dikirimkan dan atau data kunci atau
enkriptor yang dibuat harus sesuai dengan yang disediakan oleh Law Enforcement
Agency (LEA). Tindakan penyadapan yang dilakukan mengacu pada dua standar,
yaitu: European Telecommunications Standards Institute (ETSI) berbasis di
prancis dan Communications Assistance for Law Enforcement Act (Calea),
berbasis di USA. secara sedrhana ditampilkan sebagimana berikut:

Definisi interception menurut ETSI Interception merupakan kegiatan


penyadapan yang sah menurut hukum yang dilakukan oleh network operator/akses
provider/ service provider (NWP/AP/SvP) agar informasi yang ada selalu siap
sedia digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum. Di Eropa
maupun Amerika, persyaratan terperinci dalam pelaksanaan penyadapan berbeda
antar satu yuridiksi dengan yuridiksi lainnya, tetapi, dalam pelaksanaan
penyadapan itu terdapat satu persyaratan umum yang sama, yaitu sistem
penyadapan yang disediakan harus melaksanakan penahanan/pemotongan
ditengah jalan dan pokok materi harus tidak sadar atau tidak terpengaruh selama
aksi pemotongan ini.
Bahkan untuk mendukung lawful interception, kelompok industri dan agen
pemerintah masih terus mencoba menstandarisasikan pengolahan secara teknis
dibelakang pemotongan tersebut. Hal ini berlaku tidak hanya di eropa tetapi
diseluruh negara. Teknik implementasi penyadapan ini adalah
a) Penyadapan aktif , yaitu penyadapan yang dilakukan secara langsung
b) Penyadapan semi aktif, dan
c) Penyadapan pasif
Akan tetapi secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah
dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif. Peraturan
Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 11/PERM.KOMINFO/02/2006.
Tanggal 22 Februari 2006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi.
Tetapi Implementasi Lawful Interception di Indonesia tentu tidak mudah dan tidak
murah dilakukan, mengingat sarana dan prasarana telekomunikasi yang ada di
Indonesia tidak semuanya mendukung (uncomply) untuk diimplementasikan ke
Lawful Interception. Justru, kemungkinan yang lebih visible untuk dilakukan
penyadapan terhadap informasi ialah informasi yang lalu lintasnya menggunakan
layanan internet sebab sarana dan prasarana yang ada telah lebih mungkin untuk
dipersiapkan mendukung (comply) lawful interception.
Berdasarkan uraian diatas maka perihal keterbukaan atau transparansi
dalam perkembangannya menjadi salah satu prinsip atau pilar negara demokrasi
demi terwujudnya kontrol sosial. Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa
transparansi dan kontrol sosial dibutuhkan untuk dapat memperbaiki kelemahan
mekanisme kelembagaan demi menjamin kebenaran dan keadilan. Partisipasi
secara langsung sangat dibutuhkan karena mekanisme perwakilan di parlemen
tidak selalu dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat. Ini
adalah bentuk representation in ideas yang tidak selalu inherent dalam
representation in presence.19
Mengingat pentingnya informasi, maka hak atas informasi dan
berkomunikasi diakui sebagai hak asasi manusia. Pasal 28F UUD 1945
menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan

19
Jimly, Asshiddiqie, Op Cit., hal. 161-162. Bandingkan dengan pendapat Robert A. Dahl yang
menyatakan sumber informasi alternatif sebagai salah satu ciri negara demokrasi modern. Robert
A. Dahl, Perihal Demokrasi: Menjelajah Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat, Judul
Asli: On Democracy, Penerjemah: A. Rahman Zainuddin, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1999), hal. 118.
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.20 Ketentuan
tersebut menunjukkan pentingnya informasi bagi setiap orang, tidak saja terkait
dengan penyelenggaraan negara tetapi juga dalam mengembangkan kehidupan
pribadi dan kelompok. Sebagai hak asasi, maka adalah kewajiban negara untuk
memajukan, menjamin, memenuhi dan melindungi hak-hak tersebut.21
Hak atas informasi sebagai hak asasi manusia juga dapat dilihat dalam
Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia22 sebagai cakupan dari hak atas
kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat. Jaminan yang sama juga
ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik
(ICCPR).23 Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat bahwa perlu kiranya
mengadopsi teknis maupun mekanisme penyadapan melalui asas yang bersifat
ketat dan terbatas ebagai langkah untuk mengantisipasi praktek korupsi di tubuh
birokrasi Indonesia.
D. Reformasi Hukum dan Reformasi Birokrasi
Moh Mahfud MD24 mengutarakan bahwa hukum merupakan complex
area. Oleh sebab itu, reformasi hukum tidak dapat dilakukan secara parsial, tetapi
harus menyeluruh dan komprehensif, berkesinambungan, dan sistemik. Namun
setidaknya berdasarkan persoalan di atas, agenda penting reformasi hukum adalah
reformasi dalam proses pembentukan hukum (legislasi), reformasi birokrasi
lembaga peradilan, pemberantasan korupsi, penegakkan dan penghormatan HAM
serta pelibatan masyarakat agar partisipatif dalam proses reformasi hukum.
Reformasi hukum dalam konteks perundang-undangan merupakan suatu proses
yang komprehensif dan digerakkan secara konsisten oleh mesin perubahan dengan
wewenang dan kendali yang jelas dan akuntabel.
Dalam implementasinya, reformasi hukum dalam proses legislasi harus
memuat persyaratan sebagai berikut, pertama, ada upaya harmonisasi dan

20
Hasil Perubahan Kedua UUD 1945. Ketentuan ini merupakan penguatan dan pengulangan dari
Pasal 14 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3886.
21
Pasal 28I ayat (4) UUD 1945. Hasil Perubahan Kedua.
22
Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 217 A (III) 10 Desember 1948.
23
Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 2200 A (XXI) 16 Desember 1966.
24
Moh, Mahfud MD, Keniscayaan Reformasi Hukum, Upaya Menjaga Jati diri dan Martabat
Bangsa, Makalah dalam Konvensi Kampus VI dan Temu Tahunan XII Forum Rektor Indonesia
(FRI) di Universitas Tanjungpura Pontianak, 9 Januari 2010. diakses dari
http://www.mahfudmd.com, diakses pada tanggal 12 Mei 2010
sinkronisasi substansi peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak
terjadi tumpang tindih, kekurangjelasan, salah tafsir dan bentrokan kebijakan
publik sebagai akibat dari peraturan yang tidak jelas dan tumpang tindih tersebut.
Kedua, seluruh peraturan perundang-undangan tidak boleh ada yang bertentangan
UUD 1945 sebagai hukum tertinggi. Ketiga, seluruh peraturan perundang-
undangan tidak boleh mengandung sedikit pun kemungkinan untuk digunakan
sebagai celah melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan benturan kepentingan
fungsi pejabat publik. Keempat, seluruh peraturan perundangan harus bisa
mengubah masyarakat menjadi modern, berpendidikan tinggi, bersaing ketat
dengan bangsa-bangsa lain di dunia, dan menjadi masyarakat terbuka yang
menghargai pluralisme, tanpa melupakan jati diri bangsa ini. Kelima, seluruh
peraturan perundang-undangan yang berlaku mampu menggerakkan ekonomi,
mencapai angka pertumbuhan ideal, membuka kesempatan usaha berkeadilan dan
mensejahterakan semua bagian masyarakat Indonesia.
Disamping upaya reformasi hukum sebagaimana telah diutarakan diatas
hal yang juga mendasar yaitu dengan adanya reformasi disektor birokrasi. World
Bank pernah melakukan studi mendalam mengenai korupsi dan
pemberantasannya di enam negara yang mewakili negara berkembang, negara
transisi dan negara insdustri, yaitu Guetamala, Kenya, Latvia, Pakistan, Filiphina
dan Tanzania. Dari studi terhadap pola dan penyebab korupsi di enam negara
tersebut, kemudian ditemukan sebuah matriks formulasi strategi dalam
pemberantasan korupsi sebagai berikut:
Tabel VII. Matriks Formulasi Strategi Pemberantasan Korupsi
Kejadian Kualitas Prioritas Usaha Anti-Korupsi
Korupsi Pemerintahan
Menegakan rule of law, menguatkan
institusi-institusi partisipasi dan
akuntabilitas, menegakan supremasi sipil,
Tinggi Buruk
membatasi intervensi pemerintah,
mengimplementasikan reformasi kebijakan
ekonomi
Mendesentralisasi dan mereformasi
Medium Sedang kebijakan-kebijakan ekonomi dan
manajemen publik
Mendirikan badan-badan antikorupsi,
Rendah Baik menguatkan akuntabilitas keuangan,
meningkatkan kesadaran birokrat dan
masyarakat, mendorong komitmen dan
perjanjian anti penyuapan, menjalankan
high profile prosecution
Sumber : Anwar Shah and Mark Schacter, 2004

Berdasarkan matriks tersebut dapat terlihat sejumlah prioritas kegiatan anti


korupsi dengan menimbang situasi dan kondisi pemerintahan dan skala kejadian
korupsi di negara tersebut. Model ini mengasumsikan bahwa pada negara yang
tingkat kejadian korupsinya tinggi maka kualitas pemerintahannya secara
otomatis rendah. Negara yang tingkat kejadian korupsinya medium maka
kualitas pemerintahannya juga sedang-sedang saja. Sedangkan pada negara yang
kejadian korupsinya rendah maka bisa dipastikan negara tersebut memiliki
kualitas pemerintahan yang baik. Model ini memang secara terang-terangan
ingin mengatakan bahwa korupsi merupakan indikasi murni dari kesalahan
pengelolaan pemerintahan paling fundamental. Dalam kasus kejadian korupsi
yang tinggi (dan dengan demikian kualitas pemerintahannya rendah), misalnya,
maka menjadi penting untuk memfokuskan kepada sebab-sebab yang mendasari
terjadinya penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan untuk korupsi, dengan
menegakan rule of the law dan menguatkan istitusi-institusi yang menjamin
akuntabilitas, dan bukan mendirikan badan anti korupsi. Sebab ketiadaan institusi-
institusi demokratis tersebut telah terbukti menjadi faktor paling penting yang
menyebabkan terjadinya korupsi.
Dengan demikian misi adanya platform reformasi birokrasi adalah sebagai
uapaya untuk membangun, menata ulang, menyempurnakan, membina, dan
menertibkan birokrasi pemerintahan, agar mampu dan komunikatif dalam
menjalankan peranan dan fungsinya. Terdapat lima sasaran reformasi birokrasi
antara lain: Pertama, terbentuknya, birokrasi yang bersih, yaitu birokrasi yang
anti KKN dan berkurangnya perilaku koruptif pegawai negeri. Kedua, birokrasi
yang efisien dan hemat dalam menggunakan sumber daya yang terbatas (man,
money, material, methode, and time). Ketiga, birokrasi yang transparan, yakni
birokrasi yang seluruh kebijakan dan aktivitasnya diketahui masyarakat dan
masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah. Keempat, yang melayani, yaitu
birokrasi yang tidak minta dilayani, tetapi birokrasi yang melayani masyarakat.
Kelima, birokrasi yang terdesentralisasi, yaitu kewenangan pengambilan
keputusan terdesentralisasi kepada pimpinan unit kerja terdepan. Untuk mencapai
tujuan atau sasaran tersebut, tentunya diperlukan instrumen hukum sebagai
pijakan atau fondasi reformasi birokrasi, guna mengarahkan dan memaksakan
birokrasi pemerintahan ke arah pencapaian good governance. Untuk terwujudnya
tata pemerintahan yang baik wajib hukumnya diterapkan Prinsip-prinsip yang
meliputi :
a Partisipasi masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembagalembaga perwakilan
yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut
dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat,
serta kepastian untuk berpartisipasi secara konstruktif.
b Tegaknya Supremasi Hukum
kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu,
termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
c Transparasi:
Transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses
pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-
pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar
dapat dimengerti dan dipantau.
d Peduli dan stakeholder
lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha melayani
semua pihak yang berkepentingan.
e Berorientasi pada consensus :
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan
yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa
yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus
dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur
f Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka.
g Efektifitas dan efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil
sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber
daya yang ada seoptimal mungkin.
h Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi
masyarakat bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-
lembaga yang berkepentingan.
i Visi strategis
para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke
depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta
kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan
tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas
kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
V. Represif dan Rehabilitatif
Beberapa pecan yang lalu pada acara sebuah stasiun televisi ditampilkan
potret kemewahan yang terdapat di dalam rumah tahanan (rutan). Fasilitas mewah
diberikan kepada terpidana kasus suap Jaksa Urip yaitu Artalita. Temuan tim
Satgas Mafia Hukum seakan membuka nurani mata dunia akan realitas
pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam konteks ini maka upaya represif
dimaksudkan sebagai langkah untuk memberikan punishment kepada para pelaku
tindak pidana korupsi. Hal ini sangat penting sebagai langkah untuk memberikan
efek jera kepada para pelaku kejahatan. adapun upaya represif yang seyogyanya
dilakukan antara lain:
a. Maksimalisasi Hukuman, Praktek pemberian hukuman seumur hidup bagi
koruptor yang diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 yang telah disempurnakan menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Tindak Pidana Korupsi harus diberlakukan sebagai upaya untuk
memberikan shock therapy para pelaku korupsi
b. Menerapkan beban pembuktian terbalik, Selama ini para pelaku korupsi
selalu berkelit dalam proses pembuktian terhadap harta dari hasil kejahatan
korupsi. Oleh sebab itu untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan peran
strategis dari BPK maupun PPATK untuk melakukan audit secara berkala.
Sehingga ketika terjadi kejanggalan dalam proses pembuktian maka pelaku
harus dapat membuktikan jika harta kekayaan yang diperoleh bukan dari
hasil korupsi.
c. Menjalin Perjanjian Ekstradisi, telah menjadi trend jika para pelaku
kejahatan korupsi sering menggunakan motif melarikan diri dari Indonesia
untuk menghindari jeratan hukum. Maka dari itu pemerintah melalui
otoritasnya diharapkan secara aktif menjalin perjanjian bilateral dengan
negara-negara yang lazim menjadi tempat pelarian untuk mengadakan
perjanjian ekstradisi terhadap orang maupun aset kekayaan yang disimpan
diluar negeri.
d. Penyitaan aset/harta hasil korupsi, terhadap harta-harta hasil kejahatan
korupsi seyogyanya ditambahkan tidak hanya hukuman penjara semata
akan tetapi juga menambahkan, hukuman terhadap para koruptor dengan
menyita seluruh kekayaannya dan dikembalikan kepada negara. Upaya
penyitaan ini dilakukan sesuai dengan harta yang diperoleh dari hasil
korupsi.
VI. Integratif
a. Sinergitas Lembaga Penegak Hukum
Amanat UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 menegaskan bahwa Indonesia adalah
negara hukum. Oleh sebab itu kaedah-kaedah penyelenggaraan negara harus
didasarkan pada prinsip dan cita negara hukum yang demokratis. Dalam konteks
ini perlu dipahami bersama bahwa Penegakan Hukum (law enforcement) dalam
arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta
melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan
hukum yang dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan
ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya
(alternative desputes or conflicts resolution). Bahkan, dalam pengertian yang
lebih luas lagi, kegiatan penegakan hukum mencakup pula segala aktifitas yang
dimaksudkan agar hukum sebagai perangkat kaedah normatif yang mengatur dan
mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat dan
bernegara benar-benar ditaati dan sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana
mestinya. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu menyangkut kegiatan
penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan
pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat atau
pengacara, dan badan-badan peradilan.25
Dalam arti sempit, aktor-aktor utama yang peranannya sangat menonjol
dalam proses penegakan hukum itu adalah polisi, jaksa, pengacara dan hakim.
Para penegak hukum ini dapat dilihat pertama sebagai orang atau unsur manusia
dengan kualitas, kualifikasi, dan kultur kerjanya masing-masing. Dalam
pengertian demikian persoalan penegakan hukum tergantung aktor, pelaku, peja-
bat atau aparat penegak hukum itu sendiri. Kedua, penegak hukum dapat pula
dilihat sebagai institusi, badan atau organisasi dengan kualitas birokrasinya
sendiri-sendiri. Dalam kaitan itu kita melihat penegakan hukum dari kacamata
kelembagaan yang pada kenyataannya, belum terinstitusionalisasikan secara
rasional dan impersonal (institutionalized). Namun, kedua perspektif tersebut
perlu dipahami secara komprehensif dengan melihat pula keterkaitannya satu
sama lain serta keterkaitannya dengan berbagai faktor dan elemen yang terkait
dengan hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang rasional.
Dengan demikian Reformasi penegakan hukum seharusnya juga mencakup
usaha yang sungguh-sungguh, ajeg dan konsisten untuk melakukan pembaharuan
di semua institusi penegak hukum, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Mahkamah
Agung dengan seluruh bagian-bagian dan unit-unitnya. Selain itu juga mengubah
fungsi dan kapasitas organisasi profesi hukum menjadi independen, bersih dan
penuh kompetensi. Reformasi total aparat penegak hukum adalah sebuah
keniscayaan (necessary condition) yang tidak bisa dielakkan. Apalah artinya suatu
peraturan hukum yang memenuhi prinsip-prinsip logika, jika aparat pelaksananya
tidak mau menggunakan logika dan akal sehat (common sense).26 Agar prosesnya
berjalan terarah, komprehensif, berkesinambungan dan mencapai hasil, perlu
dikawal oleh berbagai instrumen evaluasi yang mengontrol efektifitasnya. Oleh

25
Jimly, Asshidiqie, Pembangunan Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia, Disampaikan
pada acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam rangka Lustrum XI Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada. 17 Februari 2006. diakses dari http://www.jimly.com, diakses pada
tanggal 1 Mei 2010
26
Moh, Mahfud MD, Ibid
karena itu, perlu kajian-kajian mendalam menyoal arah reformasi hukum setelah
sekian waktu digulirkan, menyoal pilihan-pilihan sistem hukum yang akan
dibangun beserta segenap alasan fundamentalnya, apa saja agenda-agenda guna
membangun sistem hukum tersebut, sejauhmana perkembangannya, apakah
terjadi penyimpangan dalam proses pembangunannya, bagaimana pendapat
masyarakat sipil dalam melihat proses yang berjalan dan bagaimana perspektif
dunia internasional dalam melihat proses reformasi hukum yang tengah berjalan
di Indonesia. Itu semua diperlukan agar kejadiannya tidak seperti sekarang ini
dimana reformasi hukum dicanangkan tetapi tidak ada pedoman dan sarana untuk
mengontrol sampai sejauh mana reformasi hukum telah berjalan dengan baik.
Berdasarkan uraian sebagaimana telah disampaikan diatas menunjukkan
bahwa realitas terhadap pemberantasan korupsi akan berada pada sebuah dimensi
tantangan, hambatan, maupun ancaman. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar
biasa maka dalam hal pemberantasannya pun juga diperlukan upaya yang luar
biasa pula. Sebagai komponen anak bangsa penulis yakin bahwa masih ada
secerca harapan akan optimisme terhadap bangsa dan negara bahwa suatu saat
nanti bangsa Indonesia akan keluar dai belenggu kejahatan korupsi. Melalui
metode yang bersifat preventif, detektif, represif/rehabilitatif, integrative
sebagaimana telah dipaparkan merupakan bentuk ikhtiar akan optimisme terhadap
pemberantasan koruspsi di Indonesia.
Sumber Referensi
Ali, Said Damanik, EVALUASI KEBIJAKAN PEMBERANTASAN KORUPSI
PEMERINTAHAN SBY-KALLA (Oktober 2004 Mei 2005), diakses dari
http://www.theindonesianinstitute.com
Hasyim Muzadi, Benediktus, 2004, Menuju Indonesia Baru, Malang: Bayu
Media Publishing,
IGM. Nurdjana, dkk, 2005, Korupsi dan Illegal Logging dalam Sistem
Desentralisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Imran, Said, 2007, Konfigurasi Politik pada Era Orde Lama dan Orde Baru:
Suatu Telaahan dalam Partai Politik, diakses dari
http://www.legalitas.org, diakses pada tanggal 7 Oktober 2007
Indriyanto Seno Adji, 2007,. Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara Dan Hukum
Pidana. Jakarta: CV Diadit Media
International IDEA, 2000, (Lembaga Internasional untuk bantuan Demokrasi dan
Pemilu), Penilaian Demokratisasi di Indonesia, Jakarta:
International IDEA
Jimly, Asshidiqie, Bahan disampaikan pada acara acara Konferensi Mahasiswa
Indonesia dengan tema "Kondisi, Harapan dan Konstribusi Nyata
dari Pemuda"-BEM KM UGM, diakses dari http://www.jimly.com
Jimly, Asshidiqie, Pembangunan Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia,
Disampaikan pada acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum
dalam rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada. 17 Februari 2006. diakses dari http://www.jimly.com, diakses
pada tanggal 1 Mei 2010
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi: Buku Saku
Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: KPK
Mahfud MD, Keniscayaan Reformasi Hukum, Upaya Menjaga Jati Diri da
Martabat Bangsa, diakses dari http://www.mahfudmd.com, diakses
pada tanggal 10 Mei 2010
Mestika Zed, NASIONALISME INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA, Makalah
disampaikan pada Kongres Pancasila, diselenggarakan oleh
Universitas Gadjahmada bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi
,Yogyakarta, 30-31 Mei 2009
UUD Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi

BIOGR
RAFI PENU
ULIS

R ia C
Casmi Arrssa SH Pennulis di laahirkan di
Kabupaten Rembang pada tangggal 23 Appril 1987.
K
M
Menyelesaik kan studi paada program m S1 Fakulttas Hukum
U
Universitas B
Brawijaya Malang
M denggan konsentrasi Hukum
T
Tata Negarra. Saat inni sedang melanjutkan
m n Program
P
Pascasarjana a FH Unibrraw. Semasaa kuliah peenulis aktif
p
pada kegiattan penelitiian/penulisann ilmiah, aktif
a pada
k
kelompok d
diskusi maup pun pada group
g advok
kasi, sosial
k
keagamaan. Semasa kuliah telah bannyak prestassi akademik maupun nonn akademik
y
yang telah ditorehkan
d antara
a lain P
Pada Tahun 2007 terpillih sebagai Mahasiswa
M
b
berprestasi t
tingkat Fakuultas dan Uniiversitas Kem mudian presstasi dalam bidang
b riset
h
hukum antaara lain, pennulisan karyaa ilmiah hukkum (Juara II Nasionall Penulisan
K
Karya Ilmiaah yang disellenggarakann oleh Kemen ntrian Pemuuda dan olahh raga 2007
s
serta Bank Indonesia 2008), D Debat Konsttitusi (Juarra II Nasioonal yang
d
diselenggara akan oleh Mahkamah
M Konstitusi Republik IIndonesia pada
p tahun
2
2008), mauppun kompetiisi Legislativve Drafting di d Universitaas Padjajaran Bandung
p
pada tingkatt nasional sebagai
s juaraa I. Disampping prestasii akademik yang telah
d
ditorehkan bagi
b almamaater tercinta Universitas
U B
Brawijaya penulis juga aktif
a dalam
k
kegiatan orgganisasi dann kepemimpiinan. Selam ma kuliah penulis pernahh menjabat
s
sebagai Direektur kelom mpok belajar Dynamica Study Clubb (DSC), Peeneliti pada
F
Forum Kajiaan dan Peneelitian Hukuum (FKPH-F FHUB) Ketuua Umum Foorum Studi
A
Agama Islam (Forsa FH-UB).
F Addapun riset (Penulisan Ilmiah) yanng telah di
h
hasilkan antaara lain:
(
(1)Bargainin ng politik calon
c kepalaa daerah in ndependen teerhadap calon kepala
d
daerah yangg di usulkan oleh partai politk/gabun
p ngan partai ppolitik.
(
(2)Revitalisa asi Pengelollaan Zakat ssebagai Upaaya Strategiss Peran Neggara dalam
M
Mengentask kan Kemiskinnan (studi teerhadap pellaksanaan U UU No 38 Tahun
T 1999
t
tentang Peng gelolaan Zakat di Kota P Pasuruan).
(
(3)Urgensi Pembentuukan Lembbaga Med diasi Perbaankan Inddependen,
(
(4)Deideolog gi Pancassila (Analisis Kritiss Perspekttif Sejarahh Hukum
K
Ketatanegar raan Indonessia).
(
(5)Belajar d
dari Perwata akan Tokoh Pandawa Sebagai
S Upay
aya Membanngun Moral
K
Kepemimpin nan di Era Krisis
K Kepemmimpinan Bangsa.
(
(6)Gagasan Strategis Konservasi
K SSubDAS Brantas Hulu Kecamatan n Bumi Aji
K
Kota Batu. Penulis juuga aktif meenulis pada kolom artikkel pada meedia online
w
www.legalita as.org dan www.penulis
w slepas.com. Kritik dan ssaran bisa diisampaikan
m
melalui alam
mat email: arrrsa87.profh htn@gmail.ccom atau tellepon: 0813334341666

Anda mungkin juga menyukai