.Corruption is a cancer that steals from the poor, eats away at governance
and moral fiber, and destroy trust. (Robert B.Zoellick).
A. Pendahuluan
Republik ini didirikan dan diikrarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh
para pendiri bangsa (Founding fathers) dengan sebuah niat suci dan tujuan yang
baik yaitu hendak Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.1 Proklamasi kemerdekaan
sebagaimana telah dikumandangkan merupakan titik kulminasi perjuangan anak
bangsa untuk menyatakan diri keluar dari penderitaan dan belenggu penjajahan.
Oleh sebab itu kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperoleh merupakan hasil
perjuangan bukan semata-mata hadiah yang datang secara tiba-tiba.
Sebuah spirit kebangsaan dan kenegarawanan yang sangat ideal untuk
mewujudkan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
merdeka dan berdaulat. Kemerdekaan secara filosofis-politis merupakan jembatan
emas bagi bangsa Indonesia untuk melakukan pembangunan baik sumber daya
manusia maupun sumber daya alam yang dimiliki. Ruh perjuangan para pahlawan
negeri ini turut senantiasa menjadi cermin dalam mengemban amanat
kemerdekaan untuk mengisi bangsa ini dengan pembangunan sumber daya
manusia yang unggul dan berkualitas. Akan tetapi nampaknya bangsa ini telah
melupakan fakta sejarah yang begitu heroik. Semangat patriotisme untuk
membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan telah ternoda oleh penjajahan
yang dilakukan oleh sekelompok elit di negeri ini. Bangsa Indonesia seakan
1
Alinea ke IV Pembukaan UUD Republik Indonesia Tahun 1945
mengalami degradasi moral sehingga para petinggi negeri ini justru menjajah
bangsanya sendiri dengan perilaku korup. Mengutip pendapat dari Djamaludin
Ancok yang menyatakan bahwa,Bangsa Indonesia pada saat ini seperti kain
yang tercabik, tidak menampilkan sosok bangsa yang utuh. Dalam kondisi seperti
sekarang ini bangsa Indonesia akan sulit keluar dari krisis multidimensional.
Selanjutnya Djamaludin Ancok menyatakan Kita sebagai bangsa sudah
kehilangan modal untuk melepaskan diri dari kemelut kehidupan yakni modal
sosial. Modal sosial yang berguna sebagai perekat dan dapat mempersatukan
seluruh warganya untuk mencapai tujuan bersama
Perilaku korupsi sudah tidak menunjukkan adanya modal sosial bagi
bangsa ini. Korupsi seakan telah mencabik-cabik bangsa ini dengan penderitaan
dan pertikaian yang tiada henti. Akankah nasib bangsa ini akan tenggelam diterpa
badai korupsi ataukah masih ada secerca harapan untuk membangun bangsa ini
menjadi bangsa yang besar. Bangsa yang senantiasa memiliki kebanggaan
terhadap kekayaan sumber daya alamnya. Dengan demikian jelas bahwa
paradigma pemberantasan korupsi membutuhkan ikhtiar yang revolusioner
sebagai wujud komitmen setiap komponen anak bangsa untuk mengembalikan
khittah perjuangan para pahlawan dan pendiri bangsa yang telah membebaskan
negeri ini dengan darah dan air mata. Maka dari itu ikhwal pemberantasan korupsi
merupakan proses berkesinambungan untuk mengeluarkan bangsa ini dari
kebekuan berfikir (jumud), Oleh sebab itu dalam tulisan ini penulis hendak
mengajak kepada setiap komponen anak bangsa di negeri ini untuk senantiasa
menggunakan akal dan fikiran sebagai bagian dari olah nurani dan pola pikir
strategis. Dengan berfikir untuk berikhtiar mengeluarkan bangsa ini dari belenggu
korupsi maka kepekaan sosial sebagai bagian dari modal sosial akan senantiasa
terbentuk. Terbentuknya modal sosial merupakan bangunan karakter yang handal
bagi bangsa ini untuk menumbuhkan spirit anti korupsi.
2
W.T.Cunningham, dikutip dari Mahfud MD, Keniscayaan Reformasi Hukum, Upaya Menjaga
Jati Diri da Martabat Bangsa, diakses dari http://www.mahfudmd.com, diakses pada tanggal 10
Mei 2010
3
International IDEA, 2000, (Lembaga Internasional untuk bantuan Demokrasi dan Pemilu),
Penilaian Demokratisasi di Indonesia, Jakarta: International IDEA
g) Pluralisme agama.
Berkaca pada cita-cita luhur diatas nampaknya dalam perjalanan 12 tahun
reformasi masih jauh dari cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara yang
bersih dari praktek korupsi. Korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan tiga
perbuatan yang mempunyai batasan yang sangat tipis dan dalam praktiknya
seringkali menjadi satu kesatuan tindak pidana atau merupakan unsur-unsur dari
perbuatan korupsi.4 Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio atau
corruptus yang berarti kerusakan atau kebobrokan.5
Dalam terminologi fiqh Islam, korupsi dapat dikategorikan sebagai
kejahatan (jarimah) terhadap amanah. Korupsi identik dengan risywah (suap) dan
at tajawwuz fi istimal al-haq (menyalahgunakan wewenang). Jika dilakukan
secara sembunyi-sembunyi disebut pencurian (sariqah) dan jika dilakukan secara
terang-terangan disebut sebagai perampokan (al nahb). Korupsi termasuk
kejahatan terhadap harta benda manusia (akl amwal al-nas bi al-bathil) dan secara
esensial mirip dengan ghulul, yaitu pengkhianatan terhadap amanah dalam
pengelolaan harta rampasan perang (ghanimah).Ghulul jelas-jelas diharamkan
dalam al-Quran dengan ancaman bahwa pelakunya akan membawa serta barang
yang dikorupsinya sebagai pertanggungjawaban di akhirat.
Menurut M. Cholil Nafis, dalam tindakan korupsi sedikitnya terdapat tiga
kejahatan,yaitu; pertama, kejahatan yang berdampak pada hilangnya uang negara
sehingga tindakan korupsi yang akut akan menyebabkan hilangnya hajat hidup
orang banyak, memperlebar kesenjangan sosial-ekonomi, dan menghilangkan
keadilan. Kedua, korupsi dapat menghilangkan hak hidup warga negara dan
regulasi keuangan negara. Negara yang korup akan menyebabkan lahirnya
kemiskinan dan kebodohan. Ketiga, kejahatan korupsi menggerogoti kehormatan
dan keselamatan generasi penerus. Temuan bahwa Indonesia merupakan negara
terkorup menyebabkan harga diri kita sebagai bangsa menjadi ternoda.
Berdasarkan hal tersebut, maka korupsi telah bertentangan dengan tujuan syariah
(maqashid alsyariah),
4
IGM. Nurdjana, dkk, 2005, Korupsi dan Illegal Logging dalam Sistem Desentralisasi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, halaman 24-25
5
Ibid, 20
yaitu melindungi jiwa (hifd al-nafs), melindungi harta (hifd al-mal) dan
melindungi keturunan (hifd al-nasl). Korupsi juga melanggar perlindungan
terhadap akal (hifd al-aql) dan penodaan terhadap agama (hifd al-din).
Menurut Subekti korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya
diri sendiri yang secara langsung merugikan keuangan atau perekonomian
negara.6 Sedangkan Transparency Internasional mendefinisikan korupsi sebagai
penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi.7
Dalam kamus ilmiah populer, korupsi mengandung pengertian kecurangan,
penyelewengan/penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri sendiri,
pemalsuan.8 Dalam perkembangannya definisi tentang tindak pidana korupsi
selalu mengalami perubahan, hal ini disebabkan oleh adanya suatu sifat dinamis
terhadap pengertian tindak pidana korupsi berdasarkan kondisi masyarakat yang
selalu berubah. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
(kodifikasi: wetbook van strafrecht) terdapat suatu pengaturan tentang tindak
pidana penggelapan (Pasal 372-377 KUHP) yang proses beracaranya ataupun
hukum formilnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) terdapat pula ketentuan Pasal 415, 416, 417, 423, 435 KUHP perihal
kejahatan jabatan. Dalam ketentuan tersebut terdapat banyak kekurangan
utamanya terhadap sifat melawan hukum serta unsur objektif yaitu merugikan
kekayaan milik negara, adanya kenyataan yang demikian itu menyebabkan
diperlukan adanya suatu pengaturan yang lebih khusus, lebih lengkap berdasarkan
pada perkembangannya dalam masyarakat terus berubah.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana
korupsi baik yang berlaku saat ini maupun yang pernah berlaku antara lain:
Undang-Undang No 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan,
Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang No 1 Tahun 1960 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
1960 menjadi Undang-Undang No 24 Prp 1960 tentang Anti Korupsi, Undang-
Undang No 3 Tahun 1971 Tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No
6
Hasyim Muzadi, Benediktus, 2004, Menuju Indonesia Baru, Malang: Bayu Media Publishing,
halaman 106
7
IGM. Nurdjana, dkk, Op. Cit., 20
8
Ibid, 21
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-
Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.9 Dari beberapa
peraturan perundang-undangan baik yang berlaku saat ini maupun yang pernah
berlaku tersebut terdapat pengertian/definisi tentang tindak pidana korupsi.
Berdasarkan ketentuan pasal 2 Undang-Undang No 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang No 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam Undang-Undang tersebut
terdapat beberapa pengertian tentang tindak pidana korupsi berdasarkan
karakteristik/jenis ataupun bentuk dari tindak pidana korupsi itu sendiri yang
kesemuanya terdapat dalam beberapa pasal dalam undang-undang tersebut antara
lain:10
1. Korupsi yang terkait dengan Kerugian Keuangan Negara ketentuan Pasal 2
dan Pasal 3, Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi
menurut pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur:
2. Korupsi yang terkait dengan Suap-menyuap (Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5
ayat (1) huruf b, Pasal 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b,
Pasal 11, Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat 2,
Pasal 12 huruf c, Pasal 12 huruf d)
3. Korupsi yang terkait dengan Penggelapan dalam jabatan ( Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b, Pasal 10 huruf c)
4. Korupsi yang terkait dengan Pemerasan ( Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f,
Pasal 12 huruf g)
5. Korupsi yang terkait dengan Pemerasan Perbuatan curang (Pasal 7 ayat (1)
huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1)
huruf d, Pasal 7 ayat (2) , Pasal 12 huruf h)
6. Korupsi yang terkait dengan Benturan kepentingan dalam pengadaan (Pasal
12 huruf i)
9
Indriyanto Seno Adji, 2007,. Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara Dan Hukum Pidana. Jakarta:
CV Diadit Media, hal 3-5
10
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi: Buku Saku Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: KPK, hal 19-21
7. Korupsi yang terkait dengan Gratifikasi (Pasal 12 B jo Paal 12 C)
Berdasarkan uraian diatas di dalam Undang-Undang No 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu sendiri terutama terhadap apa
yang tercantum dalam Pasal 2 yang menitik beratkan pada perbuatan melawan
hukum materiil secara umum dijelaskan bahwa pengertian tindak pidana korupsi
tersebut dibuat agar dapat menjangkau berbagai macam cara (modus operandi)
penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara yang dengan
perkembangan masyarakat menjadi semakin canggih dan rumit, maka tindak
pidana korupsi dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi secara melawan
hukum dalam pengertian formil dan materiil.11
Korupsi secara sistemik merupakan bentuk kesewenang-wenangan
penguasa maka hal tersebut perlu di berantas Karena dampak yang ditimbulkan
dapat merugikan negara maupun rakyat. Korupsi merupakan bentuk kejahatan
yang luar biasa (Extra Ordinary Crime) maka dalam konteks ini penanganannya
juga harus dengan model yang luar biasa pula. Sebagai bentuk dari kejahatan luar
biasa korupsi menimbulkan dampak sosial yang luar biasa. Kesenjangan sosial,
kemiskinan, merupakan salah satu bentuk dari perbuatan korupsi yang dilakukan
oleh segenap oknum pejabat negara di negeri ini.
Perihal yang sangat memprihatinkan yaitu perilaku korup bagi bangsa
Indonesia seakan sudah menjadi trend atau kebiasaan dalam kehidupan (Way of
live). Disamping itu praktek korupsi tidak hanya menjadi kendala struktural akan
tetapi korupsi telah membudaya (nation culture) menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari realitas birokrasi baik ditingkat pusat maupun daerah. Krisis
ekonomi sejak periode 1997 tidak hanya membawa dampak terhadap
perekonomian bangsa tetapi meluas hingga tercipta krisis multidimensi yang
berakibat pada tumbuh subur dan berkembangnya praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Berdasarkan laporan Transparansi Internasional (TI) menunjukkan bahwa
praktik penyalahgunaan kekuasaan dan keuangan negara akan berujung pada
suatu tindak kejahatan. Sungguh menyedihkan melihat bahwa dari 180 negara,
11
Indriyanto Seno Adji. Op Cit, hal 22
129 di antaranya mendapat skor di bawah 5, yang berarti nyaris 3/4 dari total
negara yang diteliti. Hanya 51 negara yang memperoleh skor di atas atau sama
dengan 5. Tahun ini Indonesia kembali naik kelas. Indonesia naik dua poin dari
2,6 pada tahun lalu (2008) menjadi 2,8 pada tahun ini 2009. Dengan skor ini,
rangking Indonesia pun terdongkrak cukup signifikan: 111 dari 180 negara (naik
15 posisi dari tahun lalu). Indonesia berada pada posisi 111 ini bersama dengan
negaranegara seperti Algeria, Djibouti, Mesir, Kiribati, Mali, Sao Tome dan
Principe, Kepulauan Solomon, dan Togo. Terlihat bahwa satusatunya negara
besar lain di grup ini hanyalah Mesir. Di kawasan regional ASEAN, Indonesia
juga tidak lagi menduduki posisi yang tak jauhjauh dari posisi juru kunci,
melainkan sudah naik kelas ke posisi menengah, yakni ke5 dari 10 negara. Padahal
sebelumnya Indonesia acap berlangganan posisi lima bawah. Berikut uraian
lengkap mengenai data indek korupsi dari Transparansi Internasional (TI) pada
tahun 2009.
Tabel I.1 Indeks Persepsi Korupsi 2009
Peringkat Peringkat Dunia Negara Indeks Persepsi
ASEAN Korupsi
1 3 Singapura 9,2
2 39 Brunei Darussalam 5,5
3 56 Malaysia 4,5
4 84 Thailand 3,4
5 111 Indonesia 2,8
6 120 Vietnam 2,7
7 139 Filipina 2,4
8 158 Kamboja 2,0
9 158 Laos 2,0
10 178 Myanmar 1,4
Sumber: Transaparansi Internasional
korupsi Besar
No Nama Jabatan Kasus
gubernur Kerugian
1 AJ Sondakh Gubernur Sulut Manado Beach Rp. 11,5
Hotel Miliar
2 Zaenal bahar Gubernur Kasus Korupsi Rp. 5,9
Sumbar Dana APBD Miliar
2002
3 Djoko Munandar Gubernur Dana Rp. 10
Banten Perumahan Miliar
Dewan
4 Lalu Serinata Gubernur NTB Kasus Korupsi Rp. 24
APBD NTB Miliar
tahun 2001 dan
tahun 2004
5 Abdullah Puteh Gubernur NAD Mark up Rp. 6,8
Pengadaan Miliar
Helikopter MI-2
Korupsi 1 Badrul Kamal Walikota Depok Korupsi Dana Rp. 9,4
Walikota Rutin Kota Miliar
Depok
2 Zuiyen Rais Walikota Kasus Korupsi
Padang APBD
3 Khalik Effendi Walikota Kasus Korupsi Rp. 65
Bengkulu Pembangunan Miliar
Gedung Seleksi
Tilawatil Quran
Nasional
(STQN)
4 Raymundus Walikota APBD 2003 Rp. 1,95
Sailan Singkawang Miliar
Korupsi 1 Gahral Syah Bupati Kasus korupsi Rp. 23,5
Bupati Halmahera dana pemekaran Miliar
Barat wilayah pada
2002-2003
2 Drs. Chairullah Bupati Serdang, Kasus dugaan Rp. 2,3
Sumut korupsi Miliar
penggunaan
dana bantuan
proyek
Pembinaan
Keamanan
Ketertiban dan
proyek Bantuan
Kemasyarakatan
Tahun 2004
3 Supriyono Bupati Musi Kasus
penyimpangan
penggunaan
dana proyek
promosi pada
Expo di
Yogyakarta
4 Lukman Abu Bupati Kendari Penyelewangan Rp. 2 Miliar
Nawas keuangan
Negara dengan
cara
mengeluarkan
dana APBD
2003 untuk
pesangon DPRD
5 AP Youw Bupati Nabire Korupsi
Anggaran
Pendapatan dan
Belanja Daerah
(APBD) Kab.
Nabire
6 Syamsul Hadi Bupati Korupsi Rp. 15
Banyuwangi Pembelian Miliar
Kapal Sri
Tanjung
7 H.M. Madel Bupati Korupsi Rp. 3,5
Sarolangun, Pembangunan Miliar
Jambi Dermaga Ponton
8 Ibrahim Bupati Kupang Dana Proyek Rp. 3,9
Agustinus Pengadaan 300 Miliar
Unit Rumpon
9 Bahruddin H. Bupati Barito Kayu Ilegal Rp. 80
Lisa Selatan Miliar
10 H. Kalamudin Bupati Muara - -
Djinab Enim
11 Bina B Bahajak Bupati Nias Dana PSDA Rp. 2 Miliar
Kehutaann
tahun 2001
12 Anthony Bagul Bupati Ruteng, Pembangunan Rp. 3 Miliar
D Flores Rumah Pribadi
Bupati
13 Masdjumi Bupati Berau Kasus korupsi Rp. 88
peniadaan Miliar
pungutan Dana
Reboisasi (DR)
dan Propinsi
Sumber Daya
Hutan (PSDH)
14 Imam Muhadi Bupati Blitar Kasus korupsi Rp. 32
uang kas Kab. Miliar
Blitar
15 Imam Bupati Barito Lelang illegal Rp 3 Miliar
Yuliansyah Utara, Kalteng logging
16 Felix Fernandez Bupati Flores Pembelian tanah Belum
Timur, NTT untuk lokasi diketahui
terminal
Waibalun,
Larantuka dan
kasus pembelian
kapal ikan
17 Daniel Banunaek Bupati Timor Kasus dana Rp 1 Miliar
Tengah Selatan purna bakti
Timor Tengah
Selatan, 1999-
2004
18 Christian Bupati Rote Proyek
Nehemian Ndao, NTT pengadaan dua
Dellak unit kapal
penampung ikan
dan biaya
operasional 10
unit kapal
penangkap ikan
tahun anggaran
2002
Sumber: Korupsi Gubernur, Walikota dan Bupati, ICW.
12
Ungkapan Minangkabau mengenai watak ekspansif ini dilukiskan dalam pepatah ibarat
Belanda mintak tanah: dari sejengkal ke sehasta; dari sehasta ke sedepa; dari sedepa ke
sekepala, dan seterusnya; Lalu penjahit lalu kulindan (kalau penjahit tangan dijahitkan, maka
benang yang diikat dibelakangnya otomatis lewat pula). dikutip dari Mestika Zed,
NASIONALISME INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA, disampaikan pada Kongres
Pancasila, diselenggarakan oleh Universitas Gadjahmada bekerja sama dengan Mahkamah
Konstitusi , Yogyakarta, 30-31 Mei 2009.
c. kolonialisme itu berwatak menindas (oppressive) dengan memaksakan
semua kehendak penjajah kepada rakyat jajahan atas metode kolonial.
Hanya ada tiga metode kolonial yang lazim digunakan: (i) dengan
menggunakan kekerasan bersenjata (pasifikasi); (ii) dengan instrumen
hukum kolonial (exhorbitant recht), termasuk kontrak-kontrak, yang
berpihak kepada rezim penguasa; (iii) dan dengan melanggengkan
feodalisme dan menjinakkan kaum raja-raja, bangsawan/ penguasa lokal
tradisional.
d. kolonialisme itu berwatak menguras (exploitative), dengan memeras secara
maksimal semua potensi Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam
negeri jajahan untuk kepentingan penjajah, dan sebagian besar hasilnya
diangkut ke negeri penjajah.13
Dalam iklim dan watak kolonial itulah kaum nasionalis memperjuangakan
kemerdekaan sebuah negara bangsa yang dicita-citakan. Rintangan utama pada
masa ini, selain harus berhadapan dengan sistem kolonial Belanda yang keras dan
wataknya yang sangat konservatif mereka juga harus berurusan dengan kondisi
rakyat jajahan yang beraneka ragam, dan terpecah-pecah ke dalam sentimen lokal
yang kuat. Rintangan psikis dan kultural ini hampir mustahil dapat dipecahkan.
Lebih-lebih lagi karena mayoritas anak jajahan yang terserak di nusantara itu
mengidap semacam penyakit inferior (minderwaardigheid complex), buta-huruf,
bodoh, karena dibodohi, dan miskin karena dimiskinkan oleh sistem kolonial.
Sementara itu sistem feodalisme yang bercokol di kalangan penguasa pribumi
merupakan hambatan kultural yang tak mudah. Di samping hambatan kultural ini,
cengkraman kekuatan imperialisme kolonial, dengan saudara kandungnya,
kapitalisme Eropa, merupakan kekuatan global yang semakin sulit dibendung.
Kapitalisme kolonial tidak hanya menciptakan kelas buruh yang hina, tetapi juga
13
Bagaimana pentingnya Hindia-Belanda (Indonesia) sebagai koloni Belanda tercermin dari
ungkapan Belanda: Indie verloren, rampsoed geboren (Kehilangan Hindia Belanda berarti
bencana). Bagaimana makna bencana ini bisa ditafsirkan dalam konteks historis? Sejak 1870, 90%
dari keuntungan usaha di Indonesia dikirim ke Belanda. Kalkulasi yang lebih menjelaskan dapat
dibaca dalam J.B.D. Derksn en Jan Timbergen, Berekening over de economische betekenis van
Nederlandsch-Indioe voor Nederland, dalam Geld and Geweten. Een bundel opstellen over
anderehalve eeuw Nederlands bestuur in Indonesiche archipel. Deel II (Den Haag: Martinus,
1980), hal. 255-240. Ibid
mengukuhkan kedudukan anak jajahan menjadi bangsa jongos. Bangsa koeli dan
koeli bangsa-bangsa, sebagaimana diutarakan oleh Soekarno.
Dalam konteks kekinian justru pasca kemerdekaan bentuk-bentuk
penistaan terhadap bangsa hadir dalam wujud perilaku korupsi yang dilakukan
oleh anak bangsa. Korupsi sebagai bentuk tindak kejahatan mencerminkan
karakter dan moral bangsa yang tidak berperadaban. dengan demikian secara
prinsipil perilaku korup sama dengan bentuk penjajahan terhadap bangsa sendiri
mengingat watak dari penjajah sama dengan pelaku tindak kejahatan korupsi yaitu
selalu ingin melebarkan sayap kekuasaanya, diskriminatif, menindas, dan
eksploitatif. Oleh sebab itu perilaku karup merupakan ihwal penghambat bagi
tegaknya sistem ketahanan negara demi terwujudnya tatanan masyarakat yang
demokratis. Tidak mengherankan jika perilaku korup mengandung kesamaam
dengan wujud penyakit kanker yang mana akan senantiasa menyerang ketahan
tubuh. Dalam konteks bernegara maka perilaku korup akan senantiasa
berimplikasi pada sitem pertahanan dan ketahanan negar terhadap pemenuhan atas
rasa keadilan, persamaan, maupun kesejahteraan. Secara detaial uraian mengenai
perilaku korup sebagi bentuk kanker dalam kehidupan demokrasi dapat dijelaskan
sebagaimana berikut.
(2)Korupsi Wujud Penyakit Kanker yang Menyerang Ketahanan Tubuh
Korupsi di Indonesia adalah penyakit endemik yang sulit disembuhkan.
Penyakit ini sudah lama hinggap dan menyerang seluruh sendi-sendi kehidupan
berbangsa. sebagai bentuk penyakit endemic korupsi mirip dengan penyebaran
kanker yang menyerang sistem ketahanan. Tubuh dapat dipandang sebagai suatu
negara dimana penduduknya adalah sel-sel tubuh yang terorganisasi dalam organ-
organ tubuh yang membentuk sistem organ. Organ-organ tubuh dapat
dianalogikan sebagai lembaga-lembaga pemerintahan atau institusi
kemasyarakatan yang memiliki fungsi khusus dan saling bekerjasama dalam
menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Keberlanjutan dan
keberadaan suatu negara dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah
kemampuan mempertahankan diri. Setiap bangsa harus selalu siap menghadapi
segala bentuk ancaman dan bahaya, baik dari dalam maupun dari luar. Kegagalan
suatu negara untuk mempertahankan integritasnya dapat mengakibatkan
kehancuran negara.
Berdasarkan pandangan diatas maka problematika pemberantasan tindak
pidana korupsi tidak akan selesai hanya dengan memberlakukan suatu Undang-
Undang dan komitmen untuk melaksanakannya. Penetapan suatu Undang-Undang
yang mengandung instrumen hukum masih diuji dengan pelaksanaan (uitvoering
atau implementation) dan merupakan bagian dari mata rantai pengaturan
(regulatory chain) terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi. Secara detail
wujud korupsi sebagai bentuk kanker dalam sistem ketahanan tubuh dapat
digambarkan sebagaimana berikut ini:
Korupsi
Ancaman serius
integritas bangsa
Budaya-
Dampak negatif
Moral Politik
Negara
Korupsi Hankam
(Health Governance) Ekonomi
Sosial
Kanker
Goverments Lesson & Kesehatan Tubuh
Immunity System Learned
Homeostasis
Wujud Kolonialisme
Ancaman Wujud Penyakit Kanker
integritas
1. Ekspansif
2. Diskriminatif
3. Oppreisive
4. Eksploitatif Mengancam Sistem
Ketahanan
Immunity system
Preventif Rehabilitatif
14
Jimly, Asshidiqie, Bahan disampaikan pada acara acara Konferensi Mahasiswa Indonesia
dengan tema "Kondisi, Harapan dan Konstribusi Nyata dari Pemuda"-BEM KM UGM, diakses
dari http://www.jimly.com
sekaligus sebagai insan berkepedulian (Human concern) yang selalu mencoba
menjadi dinamisator pada Republik tercinta ini.
Dalam konteks ini Ali Syariati menegaskan bahwa merupakan sebuah
konsekuensi dari pemikiran yang tercerahkan yang dengan penuh kesadaran untuk
berusaha merubah tatanan yang menyimpang dari kemuliaan dan harkat manusia
sebagai bagian integral dari totalitas generasi muda bangsa. Sehingga pemudalah
yang menjadi kunci sekaligus ujung tombak dalam mengawal kepemimpinan
bangsa menuju ke arah perubahan dan perbaikan bangsa dalam mewujudkan
masyarakat yang madani. Bermodal dari ide-ide dan gagasan yang cemerlang
merupakan tonggak utama lahirnya sebuah peradaban bangsa yang merdeka dan
berdaulat. Oleh sebab itu tatanan sosial kemasyarkatan, tatanan politik, hukum,
perekonomian, pendidikan, dan kebudayaan sudah selayaknya di dasarkan pada
prinsip fundamental bangsa yang berbhineka. Sehingga pembagunan sebuah
bangsa tidak akan melupakan identitas, karakteristik maupun jati diri bangsa.
Berpangkal pada realitas diatas maka sudah saatnya kaum muda Indonesia
bangkit dan berani tampil sebagai pembaharu sekaligus arsitek bagi pembangunan
bangsa Indonesia yang berorientasi pada sendi-sendi keadilan dan kesejahteraan
sosial demi tegaknya bangsa yang merdeka dan berdaulat untuk bebas
menentukan nasib sendiri tanpa intervensi dari pihak asing. Dengan demikian
pemuda akan lahir sebagai bagian dari poros peradaban bangsa yang akan
mengilhami sejarah perjalanan bangsa sebagai solusi sekaligus jawaban terhadap
keberlangsungan estafet kepemimpinan di bumi pertiwi pada semua lapisan, baik
di lingkungan supra struktur negara maupun di lingkup infra struktur masyarakat,
terbuka luas untuk kaum muda Indonesia masa kini. Namun, dengan tertatannya
sistim aturan yang kita bangun, proses regenerasi itu tentu akan berlangsung
mulus dan lancar dalam rangka pencapaian tujuan bernegara. Oleh karena itu,
orientasi pembenahan sistim politik, sistim ekonomi, dan sistim sosial budaya
yang tercermin dalam sistim hukum yang berlaku saat ini sangatlah penting untuk
dilakukan agar kita dapat menyediakan ruang pengabdian yang sebaik-baiknya
bagi generasi bangsa kita di masa depan guna mewujudkan cita-cita bangsa yang
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta guna mencapai
empat tujuan nasional kita, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
II. Kelompok penekan LSM/NGO
Kebebasan berserikat dan berkumpul merupakan hak konstitusional setiap
warga negara yang dijamin dan dilindungi oleh negara. Hal ini sebagaimana
termaktub di dalam UUD 1945 bahwa, keikutsertaan kelompok-kelompok
penekan yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat yang memiliki
bidang garapan berkaitan dengan kontrol terhadap tindak kejahatan korupsi
merupakan bentuk partisipasi aktif dari warga negara untuk ikut serta dalam
mempengaruhi arah kebijakan maupun kebijaksanaan yang berorientasi pada
kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat konstitusi.
III. Peran Pers
Sebagai bagian dari pilar demokrasi dunia pers memiliki peran strategies
dalam rangka memberikan peran dan fungsi kontrol terhadap perilaku korupsi di
tanah air. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sebuah
kemutlakan untuk mensosialisasikan, mendidik, sekaligus mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui pemberitaan dan penyiaran yang mengandung unsur
edukatif serta peran kontrol sosial sehingga motif ekonomi terhadap bisnis
disektor pers maupun penyiaran yang berorientasi pada profit akan senantiasa
mendapatkan porsi yang seimbang. Ketentuan pasal 2 UU No 40 Tahun 1999
tentang Pers yang berbunyi, Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud
kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan
supremasi hukum. Serta ketentuan Pasal 3 yang berbunyi, Pers nasional
mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol
sosial. Merupakan dasar legitimasi bahwa pers merupakan bagian integral bagi
tegaknya negara yang menganut prinsi-prinsip demokrasi.
IV. Partai Politik
Berdasarkan laporan Transparansi Internasional telah memasukkan partai
politik sebgai salah satu institusi yang berlabel korup. Sebagi pilar demokrasi
tentu hal ini sangat ironis. Mengingat bahwa pengisian jabatan baik di tingkat
eksekutif maupun legislatif masih menggunakan kendaraan partai politik. Di
samping itu proses bargaining politik yang terjadi antara partai dengan para
penyumbang modal kampanye pada akhirnya melahirkan politik konspirasi yang
berujung pada tindakan etis atau dikenal dengan istilah balas budi. Sebagai
institusi partai politik tentu memiliki andil besar dalam rangka proses kaderisasi di
internal partai. Ketika realitas korupsi sudah menghinggapi tubuh birokrasi di
Indonesia tentu diperlukan upaya revitalisasi dalam internal partai politik. Maka
dari itu dalam kebangkitan untuk melawan budaya korupsi diperlukan upaya
bertahap dari partai politik untuk memposisikan dirinya sebagai organ yang
memiliki peran dan fungsi antara lain: 15
a) Sarana komunikasi politik;
b) Sosialisasi politik;
c) Sarana rekruitmen politik;
d) Pengatur konflik.
Keempat fungsi tersebut sama-sama terkait dengan kedudukan partai
politik yang berperan dalam upaya mengartikulasikan kepentingan (Interests
Articulation). Berbagai macam ide-ide, kritik, saran, gagasan diserap dan
diadvokasikan sehingga dapat mempengaruhi materi kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan. Terkait sebagai sarana komunikasi politik, partai politik juga
berperan mensosialisasikan ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan
partai politik serta sebagai sarana rekruitmen kaderisasi kepemimpinan.
Sedangkan peran sebagai pengatur konflik, partai politik berperan
menyalurkan berbagai kepentingan yang berbeda-beda. Disamping itu, partai
politik juga memiliki fungsi sebagai pembuat kebijaksanaan, dalam arti bahwa
suatu partai politik akan berusaha untuk merebut kekuasaan secara konstitusional,
sehingga setelah mendapatkan kekuasaannya yang legitimate maka partai politik
ini akan mempunyai dan memberikan pengaruhnya dalam membuat
kebijaksanaan yang akan digunakan dalam suatu pemerintahan. Dengan demikian,
fungsi partai politik secara garis besar adalah sebagai kendaraan untuk memenuhi
aspirasi warga negara dalam mewujudkan hak memilih dan hak dipilihnya dalam
15
Imran, Said, 2007, Konfigurasi Politik pada Era Orde Lama dan Orde Baru: Suatu Telaahan
dalam Partai Politik, diakses dari http://www.legalitas.org, diakses pada tanggal 7 Oktober 2007.
(Dikutip dari Buku Karangan Miriam Budiarjo).
kehidupan bernegara.
Gabriel A. Almond dalam,The Politics of The Developing area,
menyatakan bahwa fungsi-fungsi partai politik ada dua yaitu:
1. Fungsi Input yang terdiri dari:
a. Sosialisasi politik dan Rekruitmen politik
Dafid F Aberle dalam, 1993 Culture and socialization, menyatakan
bahwa, Sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial atau aspek-
aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-
keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan), motif-motif dan sikap-sikap yang
perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang sekarang atau yang tengah di
antisipasikan (dan yang terus berkelanjutan) sepanjang kehidupan manusia
normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus di pelajari.
Gabriel A. Almond, 1974 mengemukakan bahwa sosialisasi politik adalah:
Proses dimana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik di
peroleh atau dibentuk, dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk
menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik pada
generasi berikutnya
b. Artikulasi Kepentingan
merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh suatu masyarakat untuk
memenuhi kepentingan-kepentingannya. kepentingan masyarakat tersebut
biasanya diartikulasikan oleh berbagai macam lembaga atau badan-badan dengan
berbagai cara. Lembaga-lembaga inilah yang menjalankan fungsi artikulai
kepentingan yang terorganisir dalam suatu struktur yang sering disebut interest
group atau kelompok-kelompok kepentingan.
c. Agregasi Kepentingan
d. Komunikasi politik
Komunikasi politik merupakan salah satu input dari sistem politik, yang
mana komunikasi politik ini menggambarkan proses informasi-informasi politik.
komunikasi Politik diasumsikan yang menjadi sistem politik itu hidup dan
dinamis. komunikasi politik mempersembahakan semua kegiatan dari sistem
politik, sehingga aspirasi dan kepentingan dikonversikan menjadi berbagai
kebijaksanaan. Dalam analisis politik modern partisipasi politik merupakan suatu
maslah yang penting. Sebagai definisi Umum dapat dikatakan bahwa partisipai
politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara
aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara secara
langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (Public
policy).
Terdapat beberapa pendapat dari para tokoh tentang partisipasi politik
diantaranya: Herbert McClosky dalam International Encyclopedia of the Social
Science. mengatakan bahwa, Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela
dari masyarakat mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan
penguasa dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan
kebijakan umum (The term Political Participation will refer to those voluntary
activities by which member of a society share in the selection of rulers and,
directly or indirectly, in the formation of public policy16.
Sedangkan Norman H. Nie dan Sidney Verba dalam Handbook of Political
Science mengatakan bahwa, Partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga
negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi
seleksi pejabat pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil oleh
mereka. (By political participation we refer to those legal activities by private
citizens which are more or less directly aimed at influencing the selection of
governmental personnel and/or the action they take).17
Dalam konteks yang sama Samuel P. Huntington dan Joan M Nelson,
dalam No easy Choice Political Participation in Developing Countries.
Mengatakan bahwa partisipasi politik adalah Kegiatan warga negara yang
bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi
pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau
kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau
dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif(By political
16
Herbert McClosky 1972 :hal 252, dalam buku karangan Budiarjo, Miriam, 1998, Partisipasi dan
Partai Politik (Sebuah bungan Rampai), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. halaman 2
17
Norman H. Nie dan Sidney Verba, 1975:hal 1, dalam buku karangan Budiarjo, Miriam, 1998,
Partisipasi dan Partai Politik (Sebuah bungan Rampai), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
halaman 2
participation we mean activity by private citizen designeg to influence government
decision making. Participation may be individual or collective, organized or
Spontaneous, sustained or sporadic, peaceful or violent, legal or illegal, effective
ineffective). 18
Berkaca pada realitas teoritik akan arti pentingnya kehadiran partai politik
dalam konteks penegakan demokrasi maka secara sinergi di negara-negara
demokratis pemikiran yang mendasari konsep partisipasi ialah bahwa kedaulatan
ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk
menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat dan untuk menentukan
orang-orang yang akan memegang tampuk kepemimpinan. Jadi partisipasi politik
merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah
oleh rakyat. Oleh sebab itu belajar dari praktek demokrasi maka penekanan untuk
menciptakan sebuah media komunikasi politik yang handal tidak akan pernah
lepas dari peran partai politik. Sehingga keberadaan kontrak politik yang dibuat
oleh para calon kandidat kepala daerah lebih diminimalisasi dan mengutamakan
pemaparan visi-misi beserta bukti praktis dari motor politik yang menghantarkan
seseorang untuk berada diajang kandidat melalui prinsip partisipatif.
II. Detektif
Upaya detektif dimaksudkan sebagai sarana untuk menemukan titik rawan
penyebaran korupsi dalam tubuh birokrasi di Indonesia. Hal ini sangat penting
dilakukan untuk menaggulangi perilaku korupsi secara sistematis, terencana,
terpadu. Adapun upaya-upaya yang dilakukan antara lain:
A. Melalui Riset dan Pemetaan
Aktivitas penelitian atau riset dimaksudkan sebagai langkah untuk
menjawab problematika pemberantasan korupsi di tubuh birokrasi baik dari sisi
regulasi maupun institusi. Pelaksanaan riset yang berjalan secara
berkesinambungan dan berkelanjutan akan berujung pada deteksi pemetaan
terhadap titik rawan maupun celah terjadinya peluang untuk berbuat korupsi.
Dengan demikian pemerintah maupun masyarakat akan memiliki road
pemberantasan korupsi yang akan senantiasa mampu menjadi pedoman dalam
pemberantasan korupsi.
18
Samuel P. Huntington dan Joan M Nelson, 1977:hal 3, Ibid hal 3
B. Pelaporan Harta Kekayaan Pejabat Negara Secara Berkala
Reformasi hadir dengan semangat memberantas KKN sampai ke akar-
akarnya. Namun pemerintah yang datang silih berganti dalam masa yang pendek
(empat presiden dalam masa kurang lebih tujuh tahun sejak 1998), belum secara
signifikan menekan angka kebocoran anggaran. Praktek korupsi dalam bentuk
penyuapan birokrasi maupun aparat penegak hukum masih merebak dan
membudaya dikalangan elit birokrat di Indonesia. Perihal yang sangat baik yang
pernah dilakukan oleh pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yaitu
menyusun instrumen hukum percepatan pemberantasan korupsi yang termaktub di
dalam Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi. Inpres tersebut berisi 12 butir instruksi yang ditujukan kepada para
Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kepala
Lembaga Pemerintahan Non Departemen, Para Gubernur, serta para Bupati dan
Walikota. Secara garis besar, Inpres tersebut memuat instruksi-instruksi sebagai
berikut:
Tabel VI Instruksi Presiden tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
Sifat Ditujukan Kepada Instruksi
Umum Seluruh Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, a. Melaporkan harta kekayaan kepada KPK sesuai
Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kepala UU No 28/1999.
Lembaga Pemerintahan Non Departemen, b. Membantu KPK menyelenggarakan pelaporan,
Gubernur, Bupati dan Walikota pendaftaran, pengumuman dan pemeriksaan
harta kekayaan penyelenggara negara di
lingkungan masing-masing.
c. Membuat penetapan kinerja dengan para pejabat
dibawahnya secara berjenjang.
d. Meningkatkan kualitas layanan kepada publik
baik dalam bentuk jasa ataupun perijinan
melalui transparansi dan standarisasi pelayanan,
dan menghapuskan pungutan liar.
e. Menetapkan program dan wilayahnya menjadi
program dan wilayah yang bebas korupsi.
f. Melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 80
Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah secara konsisten untuk mencegah
berbagai kebocoran dan pemborosan keuangan
negara
g. Menerapkan kesederhanaan dan penghematan
baik dalam urusan kedinasan maupun pribadi
serta penghematan pada penyelenggaraan
kegiatan.
h. Memberikan dukungan maksimal terhadap
upaya penindakan korupsi yang dilakukan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Kejaksaan Agung RI dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan cara
mempercepat pemberian informasi dan
mempercepat pemberian ijin pemeriksaan
terhadap saksi/tersangka.
i. Melakukan kerja sama dengan KPK untuk
menelaah dan mengkaji sistem-sistem yang
berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi
j. Meningkatkan upaya pengawasan dan
pembinaan aparatur untuk meniadakan perilaku
koruptif di lingkungannya.
Khusus Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Melakukan kajian dan uji coba untuk melaksanakan
Kepala Bappenas e-procurement yang dapat dipergunakan bersama
oleh instansi pemerintah
Menteri Keuangan Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
ketentuan perpajakan, kepabeanan dan cukai,
penerimaan bukan pajak dan anggaran untuk
menghilangkan kebocoran dalam penerimaan
keuangan negara, serta mengkaji berbagai peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan
keuangan negara yang dapat membuka peluang
terjadinya praktek korupsi
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN)
Nasional/ Kepala Bappenas Pemberantasan Korupsi Tahun 2004-2009
Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur a. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam upaya
Negara peningkatan kualitas pelayanan publik.
b. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam rangka
penyusunan penetapan kinerja dari para pejabat
pemerintahan.
c. Menyiapkan rumusan kebijakan untuk
penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan
yang baik pada Pemerintahan Daerah, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, dan Departemen.
d. Melakukan pengkajian bagi perbaikan sistem
kepegawaian negara.
e. Mengkoordinasikan, memonitor dan
mengevaluasi pelaksanaan Instruksi Presiden
ini.
Menteri Hukum dan HAM a. Menyiapkan rumusan amandemen undang-
undang dalam rangka sinkronisasi dan
optimalisasi upaya pemberantasan korupsi.
b. Menyiapkan rancangan perundangan-undangan
yang diperlukan untuk pelaksanaan undang-
undang yang terkait dengan pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Menteri Negara BUMN Memberikan petunjuk dan mengimplementasikan
penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
yang baik pada Badan Usaha Milik Negara.
Menteri Pendidikan Nasional Menyelenggarakan pendidikan pendidikan yang
berisikan substansi penanaman semangat dan
perilaku anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan
baik formal dan non formal
Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Menggerakan dan mensosialisasikan pendidikan anti
korupsi dan kampanye anti korupsi di masyarakat
Jaksa Agung RI a. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan
uang negara.
b. Mencegah dan memberikan sanksi tegas
terhadap penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh Jaksa/Penuntut Umum dalam
rangka penegakan hukum.
c. Meningkatkan kerjasama dengan Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan, Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Institusi
Negara yang terkait dengan upaya penegakan
hukum dan pengembalian kerugian keuangan
negara akibat tindak pidana korupsi
Kepolisian Negara RI a. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan
terhadap tindak pidana korupsi untuk
menghukum pelaku dan menyelamatkan uang
negara.
b. Mencegah dan memberikan sanksi tegas
terhadap penyalahgunaan wewenang yang
dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam rangka penegakan
hukum.
c. Meningkatkan kerjasama dengan Kejaksaan
Republik Indonesia, Badan Pengawas Keuangan
dan Pembangunan, Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan, dan Institusi Negara yang
terkait dengan upaya penegakan hukum dan
pengambilan kerugian keuangan negara akibat
tindak pidana korupsi.
Gubernur, Bupati/ Walikota a. Menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan
yang baik di lingkungan pemerintah daerah.
b. Meningkatkan pelayanan publik dan
meniadakan pungutan liar dalam
pelaksanaannya.
c. Bersama-sama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah melakukan pencegahan terhadap
kemungkinan terjadi kebocoran keuangan
negara baik yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara maupun Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah
Sumber: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi
19
Jimly, Asshiddiqie, Op Cit., hal. 161-162. Bandingkan dengan pendapat Robert A. Dahl yang
menyatakan sumber informasi alternatif sebagai salah satu ciri negara demokrasi modern. Robert
A. Dahl, Perihal Demokrasi: Menjelajah Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat, Judul
Asli: On Democracy, Penerjemah: A. Rahman Zainuddin, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1999), hal. 118.
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.20 Ketentuan
tersebut menunjukkan pentingnya informasi bagi setiap orang, tidak saja terkait
dengan penyelenggaraan negara tetapi juga dalam mengembangkan kehidupan
pribadi dan kelompok. Sebagai hak asasi, maka adalah kewajiban negara untuk
memajukan, menjamin, memenuhi dan melindungi hak-hak tersebut.21
Hak atas informasi sebagai hak asasi manusia juga dapat dilihat dalam
Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia22 sebagai cakupan dari hak atas
kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat. Jaminan yang sama juga
ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik
(ICCPR).23 Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat bahwa perlu kiranya
mengadopsi teknis maupun mekanisme penyadapan melalui asas yang bersifat
ketat dan terbatas ebagai langkah untuk mengantisipasi praktek korupsi di tubuh
birokrasi Indonesia.
D. Reformasi Hukum dan Reformasi Birokrasi
Moh Mahfud MD24 mengutarakan bahwa hukum merupakan complex
area. Oleh sebab itu, reformasi hukum tidak dapat dilakukan secara parsial, tetapi
harus menyeluruh dan komprehensif, berkesinambungan, dan sistemik. Namun
setidaknya berdasarkan persoalan di atas, agenda penting reformasi hukum adalah
reformasi dalam proses pembentukan hukum (legislasi), reformasi birokrasi
lembaga peradilan, pemberantasan korupsi, penegakkan dan penghormatan HAM
serta pelibatan masyarakat agar partisipatif dalam proses reformasi hukum.
Reformasi hukum dalam konteks perundang-undangan merupakan suatu proses
yang komprehensif dan digerakkan secara konsisten oleh mesin perubahan dengan
wewenang dan kendali yang jelas dan akuntabel.
Dalam implementasinya, reformasi hukum dalam proses legislasi harus
memuat persyaratan sebagai berikut, pertama, ada upaya harmonisasi dan
20
Hasil Perubahan Kedua UUD 1945. Ketentuan ini merupakan penguatan dan pengulangan dari
Pasal 14 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3886.
21
Pasal 28I ayat (4) UUD 1945. Hasil Perubahan Kedua.
22
Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 217 A (III) 10 Desember 1948.
23
Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 2200 A (XXI) 16 Desember 1966.
24
Moh, Mahfud MD, Keniscayaan Reformasi Hukum, Upaya Menjaga Jati diri dan Martabat
Bangsa, Makalah dalam Konvensi Kampus VI dan Temu Tahunan XII Forum Rektor Indonesia
(FRI) di Universitas Tanjungpura Pontianak, 9 Januari 2010. diakses dari
http://www.mahfudmd.com, diakses pada tanggal 12 Mei 2010
sinkronisasi substansi peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak
terjadi tumpang tindih, kekurangjelasan, salah tafsir dan bentrokan kebijakan
publik sebagai akibat dari peraturan yang tidak jelas dan tumpang tindih tersebut.
Kedua, seluruh peraturan perundang-undangan tidak boleh ada yang bertentangan
UUD 1945 sebagai hukum tertinggi. Ketiga, seluruh peraturan perundang-
undangan tidak boleh mengandung sedikit pun kemungkinan untuk digunakan
sebagai celah melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan benturan kepentingan
fungsi pejabat publik. Keempat, seluruh peraturan perundangan harus bisa
mengubah masyarakat menjadi modern, berpendidikan tinggi, bersaing ketat
dengan bangsa-bangsa lain di dunia, dan menjadi masyarakat terbuka yang
menghargai pluralisme, tanpa melupakan jati diri bangsa ini. Kelima, seluruh
peraturan perundang-undangan yang berlaku mampu menggerakkan ekonomi,
mencapai angka pertumbuhan ideal, membuka kesempatan usaha berkeadilan dan
mensejahterakan semua bagian masyarakat Indonesia.
Disamping upaya reformasi hukum sebagaimana telah diutarakan diatas
hal yang juga mendasar yaitu dengan adanya reformasi disektor birokrasi. World
Bank pernah melakukan studi mendalam mengenai korupsi dan
pemberantasannya di enam negara yang mewakili negara berkembang, negara
transisi dan negara insdustri, yaitu Guetamala, Kenya, Latvia, Pakistan, Filiphina
dan Tanzania. Dari studi terhadap pola dan penyebab korupsi di enam negara
tersebut, kemudian ditemukan sebuah matriks formulasi strategi dalam
pemberantasan korupsi sebagai berikut:
Tabel VII. Matriks Formulasi Strategi Pemberantasan Korupsi
Kejadian Kualitas Prioritas Usaha Anti-Korupsi
Korupsi Pemerintahan
Menegakan rule of law, menguatkan
institusi-institusi partisipasi dan
akuntabilitas, menegakan supremasi sipil,
Tinggi Buruk
membatasi intervensi pemerintah,
mengimplementasikan reformasi kebijakan
ekonomi
Mendesentralisasi dan mereformasi
Medium Sedang kebijakan-kebijakan ekonomi dan
manajemen publik
Mendirikan badan-badan antikorupsi,
Rendah Baik menguatkan akuntabilitas keuangan,
meningkatkan kesadaran birokrat dan
masyarakat, mendorong komitmen dan
perjanjian anti penyuapan, menjalankan
high profile prosecution
Sumber : Anwar Shah and Mark Schacter, 2004
25
Jimly, Asshidiqie, Pembangunan Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia, Disampaikan
pada acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum dalam rangka Lustrum XI Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada. 17 Februari 2006. diakses dari http://www.jimly.com, diakses pada
tanggal 1 Mei 2010
26
Moh, Mahfud MD, Ibid
karena itu, perlu kajian-kajian mendalam menyoal arah reformasi hukum setelah
sekian waktu digulirkan, menyoal pilihan-pilihan sistem hukum yang akan
dibangun beserta segenap alasan fundamentalnya, apa saja agenda-agenda guna
membangun sistem hukum tersebut, sejauhmana perkembangannya, apakah
terjadi penyimpangan dalam proses pembangunannya, bagaimana pendapat
masyarakat sipil dalam melihat proses yang berjalan dan bagaimana perspektif
dunia internasional dalam melihat proses reformasi hukum yang tengah berjalan
di Indonesia. Itu semua diperlukan agar kejadiannya tidak seperti sekarang ini
dimana reformasi hukum dicanangkan tetapi tidak ada pedoman dan sarana untuk
mengontrol sampai sejauh mana reformasi hukum telah berjalan dengan baik.
Berdasarkan uraian sebagaimana telah disampaikan diatas menunjukkan
bahwa realitas terhadap pemberantasan korupsi akan berada pada sebuah dimensi
tantangan, hambatan, maupun ancaman. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar
biasa maka dalam hal pemberantasannya pun juga diperlukan upaya yang luar
biasa pula. Sebagai komponen anak bangsa penulis yakin bahwa masih ada
secerca harapan akan optimisme terhadap bangsa dan negara bahwa suatu saat
nanti bangsa Indonesia akan keluar dai belenggu kejahatan korupsi. Melalui
metode yang bersifat preventif, detektif, represif/rehabilitatif, integrative
sebagaimana telah dipaparkan merupakan bentuk ikhtiar akan optimisme terhadap
pemberantasan koruspsi di Indonesia.
Sumber Referensi
Ali, Said Damanik, EVALUASI KEBIJAKAN PEMBERANTASAN KORUPSI
PEMERINTAHAN SBY-KALLA (Oktober 2004 Mei 2005), diakses dari
http://www.theindonesianinstitute.com
Hasyim Muzadi, Benediktus, 2004, Menuju Indonesia Baru, Malang: Bayu
Media Publishing,
IGM. Nurdjana, dkk, 2005, Korupsi dan Illegal Logging dalam Sistem
Desentralisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Imran, Said, 2007, Konfigurasi Politik pada Era Orde Lama dan Orde Baru:
Suatu Telaahan dalam Partai Politik, diakses dari
http://www.legalitas.org, diakses pada tanggal 7 Oktober 2007
Indriyanto Seno Adji, 2007,. Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara Dan Hukum
Pidana. Jakarta: CV Diadit Media
International IDEA, 2000, (Lembaga Internasional untuk bantuan Demokrasi dan
Pemilu), Penilaian Demokratisasi di Indonesia, Jakarta:
International IDEA
Jimly, Asshidiqie, Bahan disampaikan pada acara acara Konferensi Mahasiswa
Indonesia dengan tema "Kondisi, Harapan dan Konstribusi Nyata
dari Pemuda"-BEM KM UGM, diakses dari http://www.jimly.com
Jimly, Asshidiqie, Pembangunan Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia,
Disampaikan pada acara Seminar Menyoal Moral Penegak Hukum
dalam rangka Lustrum XI Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada. 17 Februari 2006. diakses dari http://www.jimly.com, diakses
pada tanggal 1 Mei 2010
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi: Buku Saku
Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: KPK
Mahfud MD, Keniscayaan Reformasi Hukum, Upaya Menjaga Jati Diri da
Martabat Bangsa, diakses dari http://www.mahfudmd.com, diakses
pada tanggal 10 Mei 2010
Mestika Zed, NASIONALISME INDONESIA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA, Makalah
disampaikan pada Kongres Pancasila, diselenggarakan oleh
Universitas Gadjahmada bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi
,Yogyakarta, 30-31 Mei 2009
UUD Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
BIOGR
RAFI PENU
ULIS
R ia C
Casmi Arrssa SH Pennulis di laahirkan di
Kabupaten Rembang pada tangggal 23 Appril 1987.
K
M
Menyelesaik kan studi paada program m S1 Fakulttas Hukum
U
Universitas B
Brawijaya Malang
M denggan konsentrasi Hukum
T
Tata Negarra. Saat inni sedang melanjutkan
m n Program
P
Pascasarjana a FH Unibrraw. Semasaa kuliah peenulis aktif
p
pada kegiattan penelitiian/penulisann ilmiah, aktif
a pada
k
kelompok d
diskusi maup pun pada group
g advok
kasi, sosial
k
keagamaan. Semasa kuliah telah bannyak prestassi akademik maupun nonn akademik
y
yang telah ditorehkan
d antara
a lain P
Pada Tahun 2007 terpillih sebagai Mahasiswa
M
b
berprestasi t
tingkat Fakuultas dan Uniiversitas Kem mudian presstasi dalam bidang
b riset
h
hukum antaara lain, pennulisan karyaa ilmiah hukkum (Juara II Nasionall Penulisan
K
Karya Ilmiaah yang disellenggarakann oleh Kemen ntrian Pemuuda dan olahh raga 2007
s
serta Bank Indonesia 2008), D Debat Konsttitusi (Juarra II Nasioonal yang
d
diselenggara akan oleh Mahkamah
M Konstitusi Republik IIndonesia pada
p tahun
2
2008), mauppun kompetiisi Legislativve Drafting di d Universitaas Padjajaran Bandung
p
pada tingkatt nasional sebagai
s juaraa I. Disampping prestasii akademik yang telah
d
ditorehkan bagi
b almamaater tercinta Universitas
U B
Brawijaya penulis juga aktif
a dalam
k
kegiatan orgganisasi dann kepemimpiinan. Selam ma kuliah penulis pernahh menjabat
s
sebagai Direektur kelom mpok belajar Dynamica Study Clubb (DSC), Peeneliti pada
F
Forum Kajiaan dan Peneelitian Hukuum (FKPH-F FHUB) Ketuua Umum Foorum Studi
A
Agama Islam (Forsa FH-UB).
F Addapun riset (Penulisan Ilmiah) yanng telah di
h
hasilkan antaara lain:
(
(1)Bargainin ng politik calon
c kepalaa daerah in ndependen teerhadap calon kepala
d
daerah yangg di usulkan oleh partai politk/gabun
p ngan partai ppolitik.
(
(2)Revitalisa asi Pengelollaan Zakat ssebagai Upaaya Strategiss Peran Neggara dalam
M
Mengentask kan Kemiskinnan (studi teerhadap pellaksanaan U UU No 38 Tahun
T 1999
t
tentang Peng gelolaan Zakat di Kota P Pasuruan).
(
(3)Urgensi Pembentuukan Lembbaga Med diasi Perbaankan Inddependen,
(
(4)Deideolog gi Pancassila (Analisis Kritiss Perspekttif Sejarahh Hukum
K
Ketatanegar raan Indonessia).
(
(5)Belajar d
dari Perwata akan Tokoh Pandawa Sebagai
S Upay
aya Membanngun Moral
K
Kepemimpin nan di Era Krisis
K Kepemmimpinan Bangsa.
(
(6)Gagasan Strategis Konservasi
K SSubDAS Brantas Hulu Kecamatan n Bumi Aji
K
Kota Batu. Penulis juuga aktif meenulis pada kolom artikkel pada meedia online
w
www.legalita as.org dan www.penulis
w slepas.com. Kritik dan ssaran bisa diisampaikan
m
melalui alam
mat email: arrrsa87.profh htn@gmail.ccom atau tellepon: 0813334341666