*korespondensi: fauziah.karramna@gmail.com
Abstrak
Korupsi itu kotor, perilaku busuk dan merusak banyak hal seperti menghancurkan
moral, menghancurkan masa depan bangsa, menghancurkan perekonomian negara dan
lain sebagainya. Korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat, baik politisi, PNS atau pihak
lain hanya untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Korupsi adalah sifat serius yang
menciptakan masalah dan membahayakan stabilitas dan keamanan negara.
Keberhasilan dalam memberantas korupsi tergantung pada mereka yang bersedia
mengungkap kebenaran dan memiliki keberanian untuk melaporkannya ke KPK. Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan penegak hukum dalam kasus tindak pidana
korupsi dan memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi.
KPK sangat berharap peran masyarakat adalah memberikan informasi atau laporan
dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di sekitarnya. Informasi yang valid disertai
bukti pendukung yang kuat akan sangat membantu KPK dalam menyelesaikan kasus
korupsi. Memiliki pengetahuan agama yang kuat dianggap memiliki hati yang kuat dan
tidak akan berani melakukan tindakan kotor. Namun kenyataannya sangat berbeda,
status keagamaan hanya digunakan sebagai kedok sehingga orang percaya bahwa ia
adalah manusia yang baik dengan pengetahuan agama yang tinggi dan tidak mungkin
melakukan korupsi dan tindakan jahat lainnya. Tokoh politik yang memiliki sifat
kejujuran, keadilan, dan kepedulian sangat minim dan sangat diperlukan oleh seorang
pejabat. Peneliti Hukum Indonesian Corruption Warch (ICW) Aradia Caesar mengaku
sedih dengan banyaknya tokoh agama yang terjebak dalam kasus korupsi. Oleh karena
itu, ia menganggap korupsi saat ini telah mengalahkan iman seseorang. Para koruptor
dengan mempunyai pengetahuan agama harus malu apabila melakukan tindakan
korupsi. Hal ini dikarenakan tindakan korupsi termasuk dalam dimensi haram karena
korupsi dilarang karena menghalalkan segala cara hanya demi mendapatkan
keuntungan sendiri.
kata kunci: Korupsi, KPK
Pendahuluan
Korupsi bukanlah sebuah isu baru yang berkembang di tengah masyarakat, tetapi
korupsi adalah masalah klasik yang sampai saat ini kerap diperbincangkan oleh media
massa. Banyaknya berita korupsi yang diperbincangkan di tengah masyarakat
menunjukkan bahwa seiring berkembangnya zaman, korupsi semakin besar
menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara (Fitriani, 2020). Charles
Caleb Colton (1780-1832) berpendapat bahwa korupsi seperti bola salju, sekali
berguling maka ia akan semakin membesar. Penyelenggaraan negara yang bersih
menjadi penting dan sangat diperlukan untuk menghindari praktek-praktek korupsi
yang tidak saja melibatkan pejabat bersangkutan,tetapi juga oleh keluarga dan
kroninya, yang apabiladibiarkan,maka rakyat Indonesia akan berada dalam posisi yang
sangat dirugikan. Menurut Nyoman Serikat Putra Jaya menyebutkan bahwa tindak
pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar penyelenggara
negara, melainkan juga penyelenggara negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni
dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara. Berdasarkan data
dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menjelaskan bahwa tahun 2013 sebanyak 560
kasus dan tahun 2016 meningkat menjadi 626 kasus. Hal ini menunjukkan dari tahun ke
tahun korupsi di Indonesia semakin meningkat. Selain itu penegakan hukum di
Indonesia terlalu lemah dalam menangani kasus korupsi. Dilansir dari laporan ICW
yang menunjukkan sejak bulan Januari-Juni 2016 yaitu dari 384 terdakwa tindak pidana
korupsi rata-rata hukuman penjara yang diberikan hanya dua tahun satu bulan, bahkan
diantaranya mendapatkan vonis bebas. Penerapan hukuman penjara yang terlalu
singkat tentunya dinilai tidak mampu memberikan efek jera bagi para koruptor. Alasan
peneliti tertarik untuk mengamati kasus tentang korupsi adalah karena di Indonesia
masih banyak pejabat yang melakukan korupsi apalagi tokoh agama oleh karena itu
penting bagi pembaca untuk mengetahui bahwa korupsi itu masalah serius, karena
banyak sekali dampaknya salah satunya bisa menghancurkan masa depan bangsa.
Metode Penelitian
Luthfi adalah Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) periode 2009–2014. Dia
adalah lulusan Punjab University, Pakistan dan mengambil gelar master dalam
program islamic studies. Dia juga merupakan salah satu pendiri Partai Keadilan
pada tahun 1998 yang merupakan cikal bakal dari Partai Keadilan Sejahtera.
Pada akhir Januari 2013, karir Luthfi kandas setelah KPK menetapkan dia
sebagai tersangka kasus korupsi yang dilakukannya dalam kasus suap impor
daging sapi. Presiden PKS itu diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b Pasal 5
ayat 1 dan 2, atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Luthfi
dipenjara selama 16 tahun dengan denda 1 miliar rupiah serta pencabutan hak
politiknya.
3. Suryadharma Ali
4. Ahmad Fathanah
KH Fuad Amin Imron merupakan Ketua DPRD Bangkalan. Tokoh agama Madura
yang sebelumnya menjabat Bupati Bangkalan itu diduga terlibat suap suplai gas
dan pembayaran ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sebelum ditangkap KPK,
Fuad Amin sempat menjabat Bupati Bangkalan yang sudah sering tersandung
berbagai masalah. Karir politiknya tercoreng, ketika KPK berhasil
menangkapnya saat menerima uang suap. Dia saat ini telah divonis delapan
tahun bui.
Gatot Pujo Nugroho adalah kader terbaik PKS yang merupakan Gubernur
Sumatera Utara. Dia dijadikan tersangka oleh KPK bersama istri mudanya Evy
Susanti dalam kasus dugaan suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
di Sumatera Utara. Selain tersandung kasus dugaan suap, Gatot juga sedang
dalam proses penyelidikan oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan
penyelewengan bantuan sosial.
Kesimpulan
Daftar Pustaka