Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ailul Hidayah

NIM : 11210340000025

KORUPSI

Masalah korupsi merupakan fenomena kebudayaan manusia yang cukup tua. Barang kali hampir
sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Paling tidak dapat diperkirakan bahwa
fenomena korupsi sudah muncul dalam peradaban manusia sejak manusia itu mengenal sistem
hidup bersama yang terorganisasi, sehingga hampir bisa dikatakan bahwa di mana terdapat suatu
sistem hidup bersama yang terorganisasi dan ada korupsi dalam suatu atau lain bentuk.

Korupsi merupakan musuh bersama, bukan hanya persoalan nasional akan tetapi merupakan
persoalan internasional, bersifat universal dan lintas negara (national border). Kecanggihan
teknologi dan perkembangan ekonomi global memungkinkan tindak pidana korupsi terjadi dan
menimbulkan dampak negatif di beberapa negara. Sehingga perlu bagi masyarakat dunia bersama-
sama mengambil langkah-langkah strategis untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana
korupsi.

Dalam sejarah tercatat bahwa korupsi bermula sejak awal kehidupan manusia, di mana organisasi
kemasyarakatan yang rumit mulai muncul.Kepustakaan lain mencatat bahwa korupsi sudah
berlangsung sejak zaman Mesir Kuno, Romawi Kuno, Babilonia sampai pada abad pertengahan,
hingga sekarang. Pada zaman Romawi Kuno korupsi dilakukan oleh para Jenderal dengan cara
memeras daerah jajahannya untuk memperkaya dirinya sendiri. Pada abad pertengahan, para
bangsawan istana kerajaan juga melakukan praktik korupsi. Pendek kata, korupsi yang merupakan
benalu sosial dan masalah besar, sudah berlangsung dan tercatat dalam sejarah Mesir Kuno,
Babilonia, Ibrani, India, China, Yunani, dan Romawi Kuno

Dalam kamus lengkap Oxford, korupsi didefinisikan sebagai penyimpangan atau perusakan
integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik dengan penyuapan atau balas jasa. Sedangkan
pengertian ringkas yang digunakan Word Bank, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk
kepentingan pribadi. Definisi ini juga sama dengan yang digunakan oleh Transparanscy Internatinal
(TI), yaitu korupsi melibatkan perilaku oleh pegawai di sektor publik, baik politikus, atau pegawai
negeri, di mana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri,
atau yang dekat dengan mereka, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.

Menurut Baharudin Lopa (1987), pengertian umum dari korupsi adalah suatu tindak pidana yang
berhubungan dengan perbuatan penyuapan dan manipulasi serta perbuatan-perbuatan lain yang
merugikan atau dapat merugikan keuangan atau pereknomian negara, merugikan kesejahteraan dan
kepentingan rakyat. Pengertian lain yang memberikan sudut pandang yang berbeda dari pendapat
Lopa tersebut adalah pengertiankorupsi dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU 31/1999). Pengertian korupsi menurut undang-undang ini adalah “ perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian Negara” atau “perbuatan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain serta dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara”.
Termasuk pengertian korupsi adalah suap terhadap pejabat atau pegawai negeri.
Melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit adalah
menyalahgunakan wewenang, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh
keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan
umum. Dari beberapa definsi definisi tersebut juga terdapat beberapa unsur yang melekat pada
korupsi, yaitu; Pertama, tindakan mengambil, menyembunyikan, menggelapkan harta negara atau
masyarakat. Kedua, melawan norma-norma yang sah dan berlaku. Ketiga, penyalahgunaan
kekuasaan atau wewenang atau amanah yang ada pada dirinya. Keempat, demi kepentingan diri
sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau lembaga instansi tertentu. Kelima, merugikan pihak lain,
baik masyarakat maupun negara

Di dalam preamble United Nations Convention Against Corruption yang telah diterima oleh Majelis
Umum PBB pada 31 Oktober 2003, antara lain dinyatakan bahwa korupsi merupakan:

- Ancaman bagi keamanan dan kestabilan masyarakat (threat to the stability and security of
societies);

-Merusak nilai-nilai dan lembaga-lembaga demokrasi (undermining the institutions and values of
democracy),

-Merusak nilai-nilai moral dan keadilan (undermining ethical values and justice);

-Membahayakan “pembangunan yang berkelanjutan” dan “rule of law” (jeopardizing sustainable


development and the rule of law);

-Mengancam stabilitas politik (threaten the political stability).

Alatas dalam buku karya Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, dan Syarif Fadillah yang berjudul “Strategi
Pencegahan & Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi” mengembangkan korupsi menjadi 7
(tujuh) tipologi(Chaerudin, 2009), yaitu sebagai berikut:

a. Korupsi transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan diantara seorang donor dengan
resipien untuk keuntungan kedua belah pihak;

b. Korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan pemaksaan untuk menghindari
bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan pelaku korupsi;

c. Korupsi investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi untuk
mengantisipasi adanya keuntungan di masa datang;

d. Korupsi nepotisik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam pengangkatan
kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat;

e. Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan karena
memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders information) tentang berbagai kebijakan publik
yang seharusnya dirahasiakan;

f. Korupsi supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik kekuasaan dan
bahkan kekerasan; dan

g. Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan

Referensi
-

Anda mungkin juga menyukai