Anda di halaman 1dari 8

A.

Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari kata latin yaitu corruptio atau corruptus yang berarti kerusakan,

keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, dan tidak bermoral kesucian. Dari bahasa

latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris: Corruption, Corrupt; Perancis:

Corruption, dan Belanda: Corruptive (Koruptie). Dapat dikatatan dari bahasa Belanda inilah

turun ke bahasa Indonesia uang disebut dengan kata Korupsi (Hamzah: 1984: 7). Sedangkan

menurut kamus lengkap Web Ster’s Third New International Dictionary definisi korupsi

adalah ajakan (dari seorang pejabat politik) dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak

semestinya (misalnya suap) untuk melakukan pelanggaran tugas.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi berasal dari kata korup artinya: buruk,

rusak, busuk; suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok

(memakai kekuasaannya untuk kepentingan pribadi (Pusat Bahasa Depdiknas, 2002: 596-

596). Dalam kamus tersebut, korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan

uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Pusat

Bahasa Depdiknas, 2002: 597). Dari istilah-istilah tesebut, korupsi dipahami sebagai

perbuatan busuk, rusak, kotor, menggunakan uang atau barang milik lain (perusahaan atau

negara) secara menyimpang yang menguntungkan diri sendiri.

Dalam ensiklopedi hukum Islam (2003: 974) yang dimaksud korupsi adalah Perbuatan

buruk atau tindakan menyelewengkan dana, wewenang, waktu dan sebagainya untuk

kepentingan pribadi sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak lain.

Istilah korupsi dalam dekade terahir ini beitu populer di semua kalangan masyarakat

Indonesia yang sering didengar dan diketahui dari media massa baik cetak maupaun

elektronik. Bagi masyarakat Indonesia istilah korupsi sudah menjadi tidak asing lagi dan
menjadi pembicaraan ditengah masyarakat pada semua kalangan. Menurut Said (2000: 5),

pers acapkali memakai istilah korupsi dalam arti yang luas mencakup masalahmasalah tentang

penggelapan, yang disinyalir juga dengan istilah itu, hal mana tidak keliru. Dalam hal ini

korupsi berarti pengrusakan (bederving), atau pelanggaran (schending) dan dalam hal meluas

“menyalahgunakan” (misbruik). Dalam hal penggelapan misalnya, orang berhadapan dengan

“merusak” (bederven) atau melanggar (schenden) atau yang diberikan kepada si penggelap itu

dan didalam banyak hal mengenai penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan didalam istilah

yang umum, jadi dapatlah digolongkan istilah korupsi.

Defnisi tentang korupsi dapat dipandang dari berbagai aspek, bergantung pada disiplin

ilmu yang dipergunakan sebagaimana dikemukakan oleh Benveniste (Suyatno, 2005: 17),

korupsi dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Discretionary corruption, ialah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam

menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya sah dan bukanlah praktek-praktek yang

dapat diterima oleh para anggota organisasi.

2. Ilega corruption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau

maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu.

3. Merreenary corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk

memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

4. Ideails corruption, ialah jenis korupsi ilegal maupun discretionary yang dimakusdkan

untuk mengejar tujuan kelompok.

Menurut Alatas (1986: 11) dalam bukunya Corruption and the Disting of Asia

menyatakan bahwa tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi adalah penyuapan,

pemerasan, nepotisme, dan penyalahgunaan kepercayaan atau jabatan untuk kepentingan


pribadi. Manifestasi dari sebuah perilaku bisa dikategorikan sebagai praktek korupsi, apabila

memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu orang.

2. Korupsi pada umumnya dilakukan penuh kerahasiaan.

3. Korupsi melibatkan elemen saling menguntungkan dan saling berkewajiban.

4. Pihak-pihak yang melakukan korupsi biasanya bersembunyi dibalik justifikasi hukum

5. Pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi adalah pihak yang berkepentingan terhadap

sebuah keputusan dan dapat mempengaruhi.

6. Tindakan korupsi adalah penipuan baik pada badan publik atau masyarakat umum.

7. Setiap tindak korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.

8. Setiap tindak korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang

melakukan korupsi.

9. Suatu perubahan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam

tatanan masyarakat.

Rumusan pengertian korupsi menurut peraturan perundang-undangan yang terdapat

pada pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan

tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:

a. Pasal 2 ayat (1) UUPTPK No. 31 Tahun 1999

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara.
b. Pasal 3 UUPTPK No. 31 Tahun 1999

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara.

Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian korupsi menurut UU No. 31 Tahun

1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah perbuatan setiap orang baik pejabat

pemerintah maupun swasta yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya

diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara. Pada Pejabat pemerintah biasanya terdapat unsur penyalahgunaan

kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.

B. Anti Korupsi

Ungkapan anti korupsi terbentuk dari kata 'anti' dan 'korupsi'. Kata anti berarti

menentang, melawan, menolak, atau tidak setuju. Dengan begitu, sikap anti korupsi adalah

sikap yang menentang, melawan, menolak, tidak menghendaki, atau tidak setuju terhadap

perbuatan korupsi (KBBI, 2021).

Anti korupsi adalah sikap dan perilaku untuk tidak mendukung adanya upaya untuk

merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. Dengan kata lain, antikorupsi

merupakan sikap menentang terhadap adanya korupsi. Antikorupsi merupakan kebijakan

untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi (Maheka, 2004:

31). Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk

tidak melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara. Menurut

Maheka (2004: 31), peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan cara
melakukan perbaikan sistem (hukum dan kelembagaan) dan perbaikan manusianya (moral,

kesejahteraan).

C. Langkah-Langkah Anti Korupsi

Menurut Maheka (2004: 32), dalam hal perbaikan sistem, langkah-langkah antikorupsi

mencakupi:

1. Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku untuk mengantisipasi perkembangan

korupsi dan menutup celah hukum atau pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor

melepaskan diri dari jerat hukum;

2. Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi sederhana (simpel) dan efisien;

3. Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi serta memberikan

aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan umum dan

penggunaannya untuk kepentingan pribadi;

4. Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian sanksi secara tegas;

5. Penerapan prinsip-prinsip good governance;

6. Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi dan memperkecil terjadinya human error.

Lebih lanjut Maheka (2004: 32) juga menyatakan bahwa berkaitan dengan perbaikan

manusia, langkah-langkah antikorupsi meliputi:

1. Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman, yaitu dengan mengoptimalkan peran

agama dalam memberantas korupsi. Artinya bahwa pemuka agama berusaha mempererat

ikatan emosional antara agama dengan umatnya, menyatakan dengan tegas bahwa korupsi

merupakan perbuatan tercela, mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari segala

bentuk perilaku korupsi, dan menumbuhkan keberanian masyarakat untuk melawan

korupsi;
2. Memperbaiki moral bangsa, yakni mengalihkan loyalitas keluarga, klan, suku, dan etnik ke

loyalitas bangsa;

3. Meningkatkan kesadaran hukum individu dan masyarakat melalaui sosialisasi dan

pendidikan antikorupsi;

4. Mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan kesejahteraan;

5. Memilih pemimpin (semua level) yang bersih, jujur, antikorupsi, peduli, cepat tanggap

(responsif) dan dapat menjadi teladan bagi yang dipimpin.

Upaya-upaya antikorupsi di berbagai negara seringkali mengalami kegagalan. Karena

itulah, Pope (2007: 211) menyarankan hal-hal berikut agar upaya antikorupsi dapat mencapai

keberhasilan.

1. Kemauan yang teguh di pihak pemimpin politik untuk memberantas korupsi dimanapun

terjadi dan untuk diperiksa;

2. Menekankan pencegahan korupsi di masa datang dan perbaikan sistem;

3. Adaptasi undang-undang antikorupsi yang menyeluruh dan ditegakkan oleh lembaga-

lembaga yang mempunyai integritas;

4. Identifikasi kegiatan-kegiatan pemerintahan yang paling mudah menimbulkan

rangsangan untuk korupsi dan meninjau kembali undang-undng terkait dan prosedur

administrasi;

5. Program untuk memastikan bahwa gaji pegawai negeri dan pemimpin politik

mencerminkan tanggung jawab jabatan masing-masing dan tidak jauh berbeda dari gaji di

sektor swasta;
6. Penelitian mengenai upaya perbaikan hukum dan administrasi yang memastikan upaya

hukum dan administrasi bersangkutan cukup mampu berfungsi sebagai penangkal

korupsi;

7. Menciptakan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil;

8. Menjadikan korupsi sebagai perbuatan beresiko tinggi dan berlaba rendah,

9. Mengembangkan gaya manajemen yang selalu berubah yang memperkecil resiko bagi

orang-orang yang terlibat dalam korupsi “kelas teri”, dan yang mendapatkan dukungan

dari tokoh-tokoh politik, namun dilihat oleh masyarakat luas sebagai program yang adil

dan masuk akal bagi situasi yang ada.

Untuk menanggulangi upaya tindak pidana korupsi, dalam pelaksanaannya perlu

ditangani secara serius dan benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu. Oleh karena itu,

pemerintah membentuk peraturan yang menjadi landasan hukum dalam memberantas korupsi.

Salah satunya adalah dengan lahirnya UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi. Adapun untuk membantu pemerintah dalam memberantas korupsi, maka

pemerintah membuat UU. No. 30 Tahun 2002 sehingga lahirlah suatu komisi, yaitu Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hamzah, Andi. 1984. Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Poerwodarmito, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ensiklopedi Hukum Islam. 2003. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
Said, Buchari H. 2000. Sekilas Pandang Tentang Tindak Pidana Korupsi. Bandung: Fakultas
Hukum Universitas Pasundan.
Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Citra
Umbara, Bandung, 2003, hlm. 80-84.
Alatas, S. H. 1986. Corruption and the Disting of Asia. Jakarta: LP3ES.
Suyatno. 2005. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Pusat Bahasa Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Maheka, Arya. 2004. Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta: KPK RI
Pope, Jeremy. 2007. Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional.
Terjemahan Masri Maris. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai