Anda di halaman 1dari 2

Indonesia minus negarawan?

"Pertahankan rumah dan pekarangan kita sekalian." (Jendral sudirman)

Pesan singkat seorang negarawan masa agresi militer Belanda puluhan tahun lalu diatas, jika
direlevansikan dengan masa sekarang, boleh jadi secara implisit terselip makna "Bangsa Indonesia
harus selalu menjaga keutuhan NKRI".

Dilihat dari sudut manapun, Indonesia merupakan bangsa yang besar, terurai lengkap dengan
sumber daya alamnya.

Kearifan local, adat-istiadat yang kental, nilai kebersamaan dan gotong royong; adalah sederet
gambaran atau sifat dari masyarakat Indonesia. Kita berada di tengah-tengah kelompok masyarakat
yang kaya akan “keberagamannya”. Ditengah lautan perbedaan itu, para leluhur dan anak cucunya
tetap dalam sebuah “harmoni kesatuan”. Mereka menghimpunkan diri demi merajut persatuan,
itulah yang membuat negara ini masih ada dan berdiri kokoh hingga sekarang.

Tatkala berbicara Indonesia, negara yang berdiri diatas berbagai macam komponen, suasana
heterogen memaksa para pemimpin bangsa pada masa lampau merumuskan prinsip - prinsip dasar
dalam menjalankan negara. Dengan semangat moderasi, lahirlah UUD NRI 1945, Pancasila, juga
Bhinneka Tunggal Ika.

Selain daripada prinsip, aktor (pemimpin) yang berintegritas harus mengisi sendi-sendi bangsa ini.
Demikian pula persoalan kompetensi, negara harus menghadirkan iklim meritokrasi dalam ruang
demokrasi, Agar sosok pemimpin yang muncul berdasar kemampuan (kapasaitas) seperti apa yang
dikemukakan Aristoteles & Plato. Bukan berdasar hal-hal lain yang tidak diinginkan. Oleh karenanya,
sistem tersebut harus dilaksanakan supaya birokrasi memiliki kinerja pelayanan publik yang
mumpuni, yaitu birokrasi yang mampu membuat desain program yang lebih tepat sasaran dan
memberikan hasil optimal untuk meminimalisir problematika yang akan muncul.

Adalah sebuah kenyataan bahwa problematika yang dihadapi bangsa semakin hari semakin
kompleks. Kalau beberapa dasawarsa lalu tantangan besar bagaimana menghadapi kavaleri,
infanteri, atau sebut saja militer asing. Hari ini persoalan begitu rumit, soal ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan, keamanan ( IPOLEKSOSBUDHANKAM) dan sebagainya. Semua persoalan
itu membingkai kehidupan masyarakat kita pada masa sekarang.

Maka dari itu, bangsa ini membutuhkan sosok pemimpin sekaligus negarawan untuk menyikapi hal
tersebut.

Berbagai peristiwa hari ini yang tidak menguntungkan masyarakat setiap hari dipertontonkan
melalui media massa, mulai dari kesehatan, ekonomi, penegakan hukum, insfrastruktur, pelayanan
publik, dan seterusnya yang menjadi polemik dalam masyarakat, hingga memunculkan pertanyaan

Adakah pemimpin sekaligus negarawan?

Sejarah mencatat, era sebelum kemerdekaan Indonesia banyak melahirkan negarawan, sebut saja
Sukarno, di era ini pula muncul pemimpin seperti M. Natsir, Bung Hatta, Bung Tomo, M. Husni
tamrin, lafran pane, dsb. Dari sosok merekalah muncul istilah pemimpin pejuang. Dari mereka pula
juga terlibat aktif menyatukan seluruh komponen bangsa dalam sebuah bangsa yang besar.
Sukarno-hatta memang Terpampang paling jelas dalam dokumen proklamasi, mereka berdua berdiri
didepan mikrofon memproklamasikan kemerdekaan. Tapi dibalik mereka berdua ada ratusan ,
bahkan ribuan orang perintis kemerdekaan yang berjuang lintas waktu hingga kita bisa merdeka.

Secara definitif tidak ada ketentuan secara baku dan jelas mengenai arti "Negarawan". Tapi paling
tidak dapat dikatakan bahwa negarawan adalah orang yang selalu memikirkan nasib bangsa dan
negaranya sebagai satu kesatuan yang utuh, tidak mementingkan pribadi atau kelompoknya. (Prof.
Mahfud MD, dalam Today's dialogues metro tv)

Dalam situasi politik hari ini bukan tidak mungkin muncul sosok pemimpin yang hanya ingin narsis
dan membanggakan diri karena sistem politik yang ada pada saat ini, mereka mendapatkan tempat
karena sistem demokrasi yang marak dengan politik uang, sehingga memunculkan banyaknya politisi
instan. Alhasil motifasi kekuasaan dan kepentingan golongan jauh lebih kuat dibanding tujuannya
untuk mensejahterahkan masyarakat, yang mengakibatkan telinga kita tidak asing lagi mendengar
reportase kasus korupsi, kolusi & nepotisme setiap hari lintas media massa. Berangkat dari sinilah
dengan melihat realita & penuh dengan perasaan, jika kita teropong kondisi negara dari manapun,
Indonesia hari ini minus negarawan.

Barangkali inilah kesadaran yang harus kita renungkan, pikirkan, kerjakan bersama hingga sampai
pada solusi ideal agar cita-cita bangsa dapat terwujud. Harapan kedepan semoga aktor politik
bangsa kita mulai dari tingkat RT, RW, hingga Presiden harus diisi dengan sosok pemimpin sekaligus
negarawan.

Perkara besar ini harus digarap bersama-sama agar negara ini tidak krisis negarawan dan
memperkeruh keadaan bangsa sekarang. Seorang penulis, politikus, dan teolog Amerika Serikat abad
19, James Freeman Clarke, dengan jelas memberi pesan kepada siapa pun, bila mana pun juga di
(negeri) mana pun, bagaimana kehidupan bernegara kerap/akan dilanda krisis yang berat bila ia
tidak berhasil melahirkan seorang negarawan. Semoga hal tersebut tidak terjadi di negeri kita
tercinta.

Mari kita terus ingat dan camkan bahwa kemerdekaan itu bukan sekedar untuk menggulung
kolonialisme, kemerdekaan itu adalah untuk menggelar keadilan sosial dan kesejahteraan. Ini tugas
kita bersama untuk menuntaskan agar bangsa ini terus tumbuh besar dan kuat. Begitu kira-kira
pesan para pendiri negara yang telah mengantarkan kita kepada pintu gerbang kemerdekaan.

Anda mungkin juga menyukai