Anda di halaman 1dari 5

Biografi Cut Nyak Dien

Saya merupakan pahlawan Indonesia perempuan yang berasal dari aceh


saya adalah seorang tokoh perempuan hebat Indonesia yang tak kenal menyerah
dalam berjuang melawan penjajah. Saya lalu dijuluki sebagai “Ratu Aceh”
karena tekadnya yang kuat dalam melawan kolonial Belanda di Aceh,
Indonesia. Sepanjang masa hidupnya, saya terus melakukan pertempuran dan
perlawanan dengan tujuan menggapai cita-cita bangsa, yaitu terbebas dari
kekuasaan penjajah.
Saya termasuk keturunan dari bangsawan Aceh. Beliau lahir tahun 1848 di kampung Lam
Padang Peukan Bada, wilayah VI Mukim, Aceh Besar. Semasa kecil, saya dikenal sebagai
gadis yang cantik. Kecantikan itu semakin lengkap dengan pintarya saya dalam bidang
pendidikan agama.

Pada tahun 1863, saat itu saya berusia 12 tahun, saya dijodohkan dengan Teuku Ibrahim
Lamnga, putra dari Teuku Po Amat, Uleebalang Lam Nga XIII. Suami saya adalah pemuda
yang wawasannya luas dan taat agama. Saya dan suami saya menikah dan memiliki buah hati
seorang laki-laki.

Riwayat sejarah Aceh mencatatkan bahwa Teuku Ibrahim berjuang melawan kolonial
Belanda. Teuku Ibrahim sering kali meninggalkan saya dan anak saya karena melakukan
tugas mulia yaitu berjuang melawan kolonial Belanda. Berbulan-bulan setelah meninggalkan
Lam Padang, Teuku Ibrahim kembali datang untuk menyerukan perintah mengungsi dan
mencari perlindungan di tempat yang aman. Atas seruan dari suaminya itu, saya bersama
penduduk lainnya kemudian meninggalkan daerah Lam Padang pada 29 Desember 1875.

Kabar duka menimpa saya, pada 29 Juni 1878, Teuku Ibrahim wafat. Kematian suaminya itu
membuat saya terpuruk. Namun, kejadian itu tidak membuatnya putus asa, justru sebaliknya
menjadi alasan kuat saya melanjutkan perjuangan sosok suami saya yang sudah wafat.

Pada 26 Maret 1873, Belanda memulai perang dengan Aceh. Belanda melalui armada
kapal Citadel van Antwerpen, mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh.
Selanjutnya, pada tanggal 8 April 1873, Belanda di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf
Köhler berhasil mendarat di Pantai Ceureumen dan langsung menguasai dan membakar
Masjid Raya Baiturrahman, Aceh.
Apa yang dilakukan oleh Belanda tersebut kemudian memicu terjadinya perang Aceh yang
dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah melawan sekitar 3.198 prajurit
Belanda. Tetapi, Kesultanan Aceh bisa memenangkan perang pertama melawan Belanda
tersebut dengan tertembaknya Köhler hingga tewas.

Pada tahun 1874-1880, di bawah kepemimpinan Jenderal Jan van Swieten, wilayah VI
Mukim berhasil diduduki oleh Belanda begitu juga dengan Keraton Sultan yang akhirnya
harus mengakui kekuatan hebat dari kolonial Belanda.
Dengan kejadian tersebut, memaksa saya dan bayi saya mengungsi bersama penduduk serta
rombongan lain pada 24 Desember 1875. Namun, Teuku Ibrahim tetap bertekad untuk
merebut kembali daerah VI Mukim. Sayangnya, ketika Teuku Ibrahim bertempur di Gle
Tarum, dirinya tewas pada 29 Juni 1878. Hal itu akhirnya membuat saya sangat marah dan
bersumpah untuk menghancurkan Belanda.

Selepas kematian Teuku Ibrahim, saya menikah lagi dengan Teuku Umar, seorang tokoh
pejuang Aceh. Bukan hanya diikatkan dengan tali pernikahan saja, tetapi keduanya bersatu
untuk melawan penjajah. Pernikahan antara saya dengan Teuku Umar terbilang merupakan
kisah yang menarik.

saya beralasan ingin berjuang bersama dengan laki-laki yang mengizinkannya turun ke
medan perang untuk melawan kolonial Belanda, bukan hanya ingin mendapatkan sosok
kepala rumah tangga saja. Awalnya saya menolak, karena Teuku Umar memperbolehkan
saya untuk melawan penjajah, akhirnya saya menerima pinangan dari Teuku Umar dan
mereka menikah pada tahun 1880.

Strategi dari Teuku Umar akhirnya berhasil untuk mengelabui Belanda hingga mereka
memberi gelar pada Teuku Umar yaitu Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikan Teuku
Umar sebagai komandan unit pasukan Belanda yang memiliki kekuasaan penuh.

saya bersama Teuku Umar menguatkan barisan para pejuang untuk kembali mengusir
Belanda dari bumi Aceh. Keduanya, melakukan pertempuran dengan semangat juang yang
membara. Salah satu keberhasilan yang telah mereka lakukan yaitu merebut kembali
kampung halaman saya dari kolonial Belanda. Selain itu, Teuku Umar juga berpura-pura
tunduk kepada Belanda demi mendapatkan pasokan persenjataan yang kemudian mereka
gunakan untuk kembali menyerang penjajah.

Strategi dari Teuku Umar akhirnya berhasil untuk mengelabui Belanda hingga mereka
memberi gelar pada Teuku Umar yaitu Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikan Teuku
Umar sebagai komandan unit pasukan Belanda yang memiliki kekuasaan penuh.

saya bersama Teuku Umar menguatkan barisan para pejuang untuk kembali mengusir
Belanda dari bumi Aceh. Keduanya, melakukan pertempuran dengan semangat juang yang
membara. Salah satu keberhasilan yang telah mereka lakukan yaitu merebut kembali
kampung halaman saya dari kolonial Belanda. Selain itu, Teuku Umar juga berpura-pura
tunduk kepada Belanda demi mendapatkan pasokan persenjataan yang kemudian mereka
gunakan untuk kembali menyerang penjajah.

Demi memuluskan strategi mengalahkan Belanda, Teuku Umar rela dianggap sebagai
penghianat oleh orang Aceh. Tidak terkecuali oleh saya yang datang menemui dan memarahi
saya. Meskipun begitu, saya tetap berusaha menasihatinya Teuku Umar untuk fokus kembali
melawan dan mengalahkan Belanda.
Saat kekuasaan Teuku Umar dan pengaruhnya cukup besar, Teuku Umar memanfaatkan
momen itu untuk mengumpulkan orang Aceh di pasukannya. Ketika jumlah orang Aceh di
bawah komando Teuku Umar sudah cukup, lalu Teuku Umar melakukan rencana palsu ke
orang Belanda dan mengklaim jika dirinya ingin menyerang basis Aceh.

Setelah itu, Teuku Umar dan saya pergi dengan seluruh pasukan serta perlengkapan berat,
senjata, dan amunisi Belanda. Namun, mereka tidak pernah kembali lagi ke markas Belanda.
Strategi pengkhianatan yang dilakukan oleh Teuku Umar disebut Het verraad van Teukoe
Oemar (pengkhianatan Teuku Umar).

Strategi yang apik oleh Teuku Umar untuk mengkhianati Belanda ini membuat Belanda
marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap saya dan Teuku Umar.
Tetapi, para gerilyawan Aceh saat ini sudah dilengkapi perlengkapan dari Belanda dan cukup
untuk melawan Belanda.

Ketika Jenderal Van Swieten diganti, orang yang menggantikan posisinya yaitu Jenderal
Jakobus Ludovicus Hubertus Pel dengan cepat terbunuh oleh gerilyawan Aceh itu, hingga
akhirnya membuat para pasukan kolonial Belanda dalam kondisi yang sangat sulit dan kacau.

Waktu demi waktu berlalu, Teuku Umar gugur dalam medan perang di Meulaboh. Suami
kedua saya itu gugur karena itikad penyerangannya telah diketahui oleh pasukan Belanda
sejak awal.

Walaupun orang-orang yang disayanginya telah meninggalkannya, saya masih terus


melanjutkan pertempurannya selama enam tahun. Ia bergerilya dari satu wilayah ke wilayah
lain. Dalam waktu itu, ia bersama rakyat dan pejuang lainnya, dihadapkan pada kesulitan
hidup: penderitaan, kehabisan makanan, uang, dan pasokan senjata

saya dengan keadaan fisiknya yang mulai renta terus berupaya melarikan diri dari serangan
Belanda. Walaupun saya dan pasukan tempurnya mulai melemah karena ancaman demi
ancaman yang datang dari Belanda. Sayangnya, panglima pasukannya, Pang Laot berkhianat.
Pengkhianat bersama pasukan Belanda lain kemudian mencari keberadaan saya. Mereka
berhasil menemukan persembunyian saya dan kemudian membawa saya ke Kutaradja..

Pang Laot meminta kepada Belanda agar saya mendapat perlakuan baik oleh Belanda.
Gubernur Belanda di Kutaradja, Van Daalen, tidak menyenangi hal tersebut sehingga saya
diasingkan ke pulau Jawa, tepatnya di Sumedang, Jawa Barat, pada 1907.

Setahun masa pengasingannya, saya mengakhiri perjuangan selama masa hidupnya. saya
menjadi salah satu sosok wanita Indonesia yang patut dicontoh keberaniannya. Sejak 2 Mei
1964, saya dianugerahi sebagai pahlawan nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106
Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964 saya merupakan seorang perempuan Aceh yang tidak
kenal menyerah dalam berjuang, ia terus berjuang hingga akhir hayatnya.

saya dibawa ke Sumedang, Jawa Barat, bersama tahanan politik Aceh lain dan menarik
perhatian salah satu orang yaitu bupati Suriaatmaja. Tahanan laki-laki lainnya juga turut
menyatakan perhatian mereka kepada saya, namun tentara Belanda dilarang mengungkap
identitas tahanan.

saya ditahan bersama seorang ulama bernama Ilyas dan ulama tersebut segera menyadari
bahwa saya merupakan ahli dalam agama Islam. Hal itu membuat saya dijuluki sebagai “Ibu
Perbu”

saya meninggal pada 6 November 1908 karena usianya yang sudah tua dan kondisinya yang
sering sakit-sakitan. Setelah itu, saya dimakamkan di daerah pengasingannya di Sumedang.
Makam saya sendiri baru ditemukan pada tahun 1959, itu juga karena permintaan Ali Hasan,
Gubernur Aceh saat itu.

Presiden Soekarno melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun
1964 menetapkan saya sebagai Pahlawan Nasional pada 2 Mei 1962. Sementara rumah saya
di Aceh dibangun kembali oleh pemerintah daerah setempat sebagai simbol perjuangannya di
Tanah Rencong. Hingga sekarang, cerita tentang perjuangan saya masih sering
diperbincangkan dan dipelajari sebagai bagian dari sejarah di sekolah-sekolah dan
pengetahuan umum.

Belakangan, Teuku Umar gugur dalam medan laga di Meulaboh. Suami keduanya itu gugur
karena itikad penyerangannya telah diketahui Belanda sejak awal. Meskipun orang-orang
terkasihnya telah meninggalkannya, Cut Nya Dhien terus melangsungkan pertempurannya
selama enam tahun. Ia bergerilya dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Selama itu, ia
bersama rakyat dan pejuang lainnya, dihadapkan pada penderitaan, kehabisan makanan, uang,
dan pasokan senjata. Cut Nyak Dhien dengan keadaan fisiknya yang mulai renta terus
berupaya melarikan diri dari Belanda. Meskipun pada saat itu, pasukan tempurnya melemah
karena ancaman Belanda. Sayangnya, panglima pasukannya, Pang Laot berkhianat. Ia
bersama-sama Belanda mencari keberadaan Cut Nyak Dhien. Mereka berhasil menemukan
persembunyian Cut Nyak Dhien dan kemudian membawanya ke Kutaradja. Atas permintaan
Pang Laot kepada Belanda, Cut Nyak Dhien mendapat perlakuan baik oleh Belanda.
Gubernur Belanda di Kutaradja, Van Daalen, tidak menyenangi hal tersebut sehingga Cut
Nyak Dhien diasingkan ke pulau Jawa, tepatnya Sumedang pada 1907.

Anda mungkin juga menyukai