Anda di halaman 1dari 10

WHAT MAKES JOKER

A JOKER
Brian Handoko
Founder & CEO Eclectic People Consulting
Saya jarang sekali bisa mengapresiasi sebuah film
khususnya film besutan Hollywood. Bukan karena saya
ahli sineas atau kritikus film yang handal. Lebih karena
satu hal : banyak film (yang katanya Blockbuster), pada
dasarnya tidak memiliki karakter alias tanpa penjiwaan.
That simple.

BRIAN HANDOKO
Founder & CEO Eclectic People Consulting

CONTINUE READING →
Namun ada satu film yang saya tonton sekali dan setelah itu
terus memicu pemikiran saya dan akhirnya sampai saya
tonton 5 kali.

Film ini sempat membuat saya tidak berhenti berpikir selama


beberapa hari untuk menemukan makna dibalik karakter
dalam film ini.

Judulnya sudah ketahuan dari awal tulisan ini, yaitu Joker.


Ini salah satu film dengan genre drama dark character, yang
biasanya memang santapan para analis kejiwaan dan psikolog.

CONTINUE READING →
Tulisan ini bukan bermaksud menganalisa
karakter kejiwaan Joker, juga bukan bermaksud
membahas cerita film itu, kalau mau tahu ya
silahkan tonton sendiri filmnya.

Tulisan ini lebih akan membahas


karakter2 di dunia nyata, khususnya
di dunia kerja, yang merupakan
implikasi dan analogi dari karakter
Joker di film.
CONTINUE READING →
Joker, pada dasarnya adalah manusia biasa, seperti anda dan saya. Punya pekerjaan, punya
kehidupan dan punya keinginan. Dia adalah orang baik.

Namun karena selalu dihadapkan pada kenyataan-kenyataan


jahat dan balasan-balasan jahat atas kebaikan yang dia
usahakan untuk dia lakukan, maka pada akhirnya dia muak
dengan kehidupan "sebagai orang biasa" akhirnya dia
menemukan cara untuk membuat hidupnya dan tujuan
hidupnya terpenuhi, yaitu dengan berbuat jahat, yang awal
mulanya ditujukan kepada orang2 yang menjahatinya, namun
lama kelamaan melebar menjadi berbuat jahat terhadap
orang yang tidak selaras dengan konsepnya mengenai
kebahagiaan.

CONTINUE READING →
Joker bisa memilih menjadi orang baik, tapi dia tidak melakukannya karena tidak diberikan
kesempatan dan stimuli untuk berbuat baik dan benar. Sehingga akhirnya, baginya tidak ada lagi
kebaikan yang ada di hidupnya, dan ia memilih, baca sekali lagi, MEMILIH, untuk menjadi jahat.

CONTINUE READING →
Karakter2 seperti ini sering saya temui di dunia nyata,
khususnya dunia kerja. Orang-orang yang di kategorikan
sebagai orang jahat oleh perusahaan, karena melanggar
aturan, melakukan pemalsuan tandatangan atasan dan hal2
lain yang sifatnya adalah tuduhan kriminalitas atau
kejahatan korporasi.

Sebagai pucuk pimpinan HR selama 16 tahun terakhir,


tindakan yang saya lakukan adalah otomatis : PHK dan
kebanyakan tidak dengan hormat alias tanpa pesangon,
bahkan banyak kasus juga sampai naik ranah hukum dan
dipolisikan.

CONTINUE READING →
Baru beberapa tahun ini saya mulai berpikir dan merenungkan apa sebenarnya
makna "kejahatan" dalam kasus2 ini.

Saya menemukan bahwa di beberapa perusahaan tempat


saya bekerja sebelumnya, lebih dari separuh "kejahatan"
yang terjadi bukan disebabkan karena niat dan
kesengajaan dari pelakunya untuk berbuat jahat, namun
karena ekosistem dan perilaku atasan, peers maupun
aturan2 yang dibuat untuk mempersulit seseorang
sehingga akhirnya dia memilih untuk berbuat jahat.

Bukan juga karena terpaksa, tapi betul-betul secara


sadar memilih untuk berbuat jahat untuk menemukan
cara "membalas" kejahatan yang dia terima sebagai
balasan atas kebaikan yang telah dia lakukan.

CONTINUE READING →
Menyedihkan? Ya memang begitulah.

Apakah kita semua selaku pimpinan


merenungkan hal ini dan mau melakukan
hal secara berbeda?

Kalau jawabannya adalah tidak, lalu


jangan salahkan kalau pada akhirnya kita
akan menciptakan Joker - Joker lain di
tempat kerja kita.

CONTINUE READING →
“Let’s put a smile on that face!
why so serious?”

FINISHED

Anda mungkin juga menyukai