Anda di halaman 1dari 19

PEMANFAATAN LIMBAH AIR AC (Air Conditioner)

TERHADAP PERKEMBANGAN EMBRIOGENESIS


IKAN PELANGI (Melatoneia bosemani)

USULAN PENELITIAN

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan Mata Kuliah


Metode Penelitian pada Program Studi Ilmu Perikanan

RIKY EFRIZAL

NIM : 4443200080

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan iklim menyebabkan suhu udara semakin meningkat dan udara


semakin terasa panas. Udara yang terasa panas dapat menyebabkan terganggunya
aktivitas manusia terutama aktivitas yang berada di dalam ruangan. Manusia
umumnya merasa lebih nyaman dalam melakukan berbagai aktivitas di dalam
ruangan jika udara terasa sejuk. Oleh karena itu, diperlukan sistem pendingin
udara yang mampu menghasilkan udara dengan suhu ruangan yang diinginkan.

Air Conditioning (AC) merupakan mesin pendingin yang dirancang untuk


mengubah udara panas di suatu tempat melalui siklus pendinginan sehingga
menghasilkan udara dengan suhu dan kelembaban yang diinginkan. AC telah
menjadi kebutuhan khusus dalam setiap bangunan komersial dan perumahan.
Masifnya penggunaan AC (Air Conditioner) memiliki dampak yang buruk
terhadap lingkungan sekitarnya karena terdapat limbah buangan dari AC (Air
Conditioner) yaitu air limbah AC (Air Conditioner). Air yang keluar dari AC (Air
Conditioner) merupakan air murni hasil kondensasi dari udara lingkungan, yang
kandungan pengotornya hanya berasal dari udara saja dan dapat dimanfaatkan.
Kondensat AC (Air Conditioner) memiliki kelebihan dari segi kualitas karena
kondensasi yang dialaminya. Karena air sudah terdestilasi secara murni
(Sulistiono 2021).

Limbah air AC (Air Conditioner) masih banyak yang belum


memanfaatkannya secara optimal sehingga air limbah AC (Air Conditioner) yang
terbuang begitu saja perlu dilakukan pemanfaatan ulang agar limbah dari air AC
(Air Conditioner) dapat menjadi suatu hal yang berguna untuk kebutuhan lain.

Dalam pelaksanaan proses budidaya ikan yang dilakukan oleh para


pembudidaya terdapat banyak sekali air yang harus terpakai untuk melakukan
proses budidaya tersebut. Maka dari itu perlu adanya inovasi baru untuk
melakukan penghematan air agar untuk menekan biaya pengeluaran air menjadi
lebih efektif.

Dalam hal ini, Peneliti beranggapan bahwa perlu adanya inovasi baru
dalam proses budidaya ikan yaitu untuk mencari alternatif lain dari penggunaan
air tanah yaitu dengan melakukan pemanfaatan air dari limbah AC (Air
Conditioner) agar dapat digunakan sebagai pengganti air tanah dalam proses
perkembangan embryogenesis Ikan Pelangi (Melatoneia bosemani) agar dapat
mengurangi biaya pengeluaran air dari salah satu proses budidaya tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin peneliti capai dari penelitian ini diantaranya :

1. Mengetahui perkembangan embryogenesis dari Ikan Rainbow (Melatoneia


bosemani) dengan menggunakan media limbah air AC (Air Conditioner).

2. Mencari solusi bagaimana caranya menjadikan limbah air AC (Air Conditioner)


sebagai media yang berguna untuk ikan untuk melakukan pemijahan.

1.3 Manfaat Penelitian

Peneliti mengharapkan dari penelitian yang dilakukan dapat memberikan


antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai referensi ilmiah untuk memberikan wawasan mengenai masalah


yang diteliti.

b. Sebagai referensi penelitian untuk penelitian lanjutan dan sejenis.

c. Mampu membandingkan hal yang memiliki latar belakang yang


berbeda.
2. Manfaat Praktis

a. Sebagai modal awal untuk pengembangan limbah air AC (Air


Conditioner) agar dapat dimanfaatkan dengan lebih agar memantik inovasi
baru.

b. Sebagai acuan yang dapat meningkatkan kemampuan dan pengalaman


peneliti dalam mengembangkan pikiran, kepekaan, penalaran, dan
penyelesaian suatu permasalahan di lingkungan sekitar menggunakan
metode ilmiah yang benar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air AC

Air Conditioner atau AC adalah alat yang digunakan untuk


mengkondisikan udara dalam suatu ruangan atau tempat sehingga udara ruangan
tersebut lebih nyaman. Pada AC banyak terbentuk air. Karena udara pada
atmosfer bumi terdiri dari berbagai jenis gas seperti nitrogen, oksigen, argon,
termasuk uap air. Jika udara sudah tidak mampu menampung uap air, maka akan
terbentuk embun atau kondensat (Samik 2017).

Selain menghasilkan udara yang sejuk, AC juga menghasilkan limbah


berupa air buangan AC. Air buangan AC tersebut berasal dari udara panas yang
diserap dari satu tempat kemudian dikeluarkan ke tempat lain melalui evaporasi
(penguapan) dan kondensasi. Kondensasi (pengembunan) udara yang
mengandung uap air menghasilkan air dalam bentuk cair. Cairan ini memiliki
suhu rendah dan mengandung sedikit mineral. Bila dilihat proses terjadinya air
buangan tersebut, maka air AC merupakan air murni yang hampir tidak tercemar
oleh elemen - elemen yang mengendap, sehingga bila dibandingkan dengan air
hujan, maka sebenarnya air buangan AC lebih bersih (Samik 2017).

2.2 Embriogenesis

Embriologi, dipelajari proses perkembangan hewan sejak sel telur yang


telah dibuahi sampai saat menjelang penetasan atau kelahiran. Seluruh proses
perkembangan hewan ini disebut embriogenesis, yang meliputi lima proses
perkembangan utama dalam perkembangan hewan, yaitu pembelahan (cleavage),
pembentukan pola tubuh, pengembangan bentuk (morfogenesis), diferensiasi sel
dan pertumbuhan. Kelima proses perkembangan tersebut tidak independen satu
sama lain dan tidak ketat urutannya, tetapi tercakup dalam urutan perkembangan
embriogenesis (Wolpert et al 2007). Meski terdapat banyak ragam bentuk dan
proses pembentukan embrio pada seluruh jenis hewan, tetapi sebagian besar pola
embriogenesis merupakan variasi dari enam tahapan dasar, yaitu: fertilisasi,
pembelahan (cleavage), gastrulasi, organogenesis, metamorfosis dan
gametogenesis. Metamorfosis merupakan tahap perkembangan spesifik yang
terjadi pada hewan yang melalui tahap larva sebelum dewasa (Gilbert 2010).

Umumnya, embriogenesis terjadi pada zigot yang tidak mudah diamati


karena ukurannya yang relatif sangat kecil. Di dalamnya terjadi peristiwa-
peristiwa yang berlangsung dinamis, kompleks, perubahannya cepat dan
berkesinambungan dalam skala makro dan mikroskopis, dalam ruang tiga atau
empat dimensi (3- 4D) .Keadaan ini menjadikan konsep-konsep embriologi
bersifat abstrak yang sulit untuk dijelaskan dan dipahami (Yamada et al 2016).

2.3 Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Allen dan Cross (1980), Ikan Rainbow Boesemani adalah sebagai
berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Actinopterygii

Subclass : Actinopterygii

Order : Atheriniformes

Family : Melanotaeniidae

Genus : Melanotaenia

Species : Melanotaenia bosemani


Ikan Rainbow Boesemani bernama latin Melanotaenia boesemani,
berbentuk tubuh pipih dan sirip punggungnya ganda. Tubuhnya berwarna biru
agak sedikit gelap di bagian depan dan bagian tengah ke belakang berwarna
kekuningan. Sisi tutup insang (operkulum) ikan jantan terdapat pita horizontal
berwarna gelap yang semakin memudar ke arah belakang. Sedangkan pada ikan
betina sebaliknya, pita horizontal pada tutup insang kurang gelap, akan tetapi
semakin gelap kea rah belakang. Sirip punggung dan sirip anal berwarna jingga
dan menawan dibatasi warna gelap pada tepinya dan sirip ekor berwarna kuning.
Panjang maksimal ikan rainbow boesemani sekitar 9 cm ukuran jantan dewasa
dan 7 cm ukuran betina dewasa. Ikan ini biasa hidup berkoloni dan pada habitat
aslinya ikan ini sering ditemui berenang dalam kelompok. Ikan ini bukan
merupakan ikan predator, maka dari itu penggemar ikan hias di Indonesia
menjadikan ikan ini sebagai salah satu ikan aquascape (Yusup 2000).

2.4 Habitat dan Penyebaran

Ikan rainbow berasal dari Papua (Papua Indonesia dan Papua New Guinea)
dan sebagian benua Australia. Ikan Rainbow Boesemani merupakan ikan hias
endemik di perairan Papua, yang belum banyak diketahui data biologinya terkait
dengan reproduksinya. Menurut Allen (1991), beberapa jenis rainbow merupakan
ikan spesifik yang hidup endemik di danau Aitinjo dan danau Ayamaru di Papua.

Menurut Kottelat et al. (1993), jenis-jenis rainbow hidup tersebar mulai


dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1.500 meter dari
permukaan laut, sehingga rainbow dapat dijumpai mulai dari perairan rawa,
sungai hingga danau. Ikan rainbow merupakan ikan tenang dan hidup di perairan
berarus yang relatif tenang. Menurut Nasution (2000), ikan rainbow hidup di
perairan tawar seperti danau, rawa dan sungai mengalir yang berbatu. Ikan
rainbow sangat peka terhadap oksigen rendah, kekeruhan dan suhu tinggi.
2.5 Pertumbuhan Ikan

Dalam perkembangan hidupnya, ikan pelangi mengalami beberapa fase


kehidupan yaitu telur, larva, benih, dewasa, induk. Menurut Chumaidi et al
(2009), proses embryogenesis yang terjadi pada ikan pelangi merah berlangsung
relatif lama yaitu 125 jam. Setelah proses embriogenesi, larva ikan rainbow merah
ketika menetas sudah memiliki sirip dada dan sirip ekor yang masih menyatu
dengan anal dan sirip punggung. Larva ikan rainbow (Melanotaenia splendida)
sudah membentuk sirip dada sebelum larva menetas, sedangkan pada spesies
Glossolepisincisus sirip dada terlihat ketika larva baru menetas.

Larva ikan Rainbow Boesemani yang baru menetas sudah memiliki sirip
dada namun sirip anal dan sirip punggung masih menyatu dengan sirip ekor yang
berbentuk bulat. Larva ikan rainbow boesemani yang berusia 11 hari sudah
mengalami pembelokan tulang ekor di sirip ekor. Larva ikan Rainbow Boesemani
usia 14 hari sudah terlihat sirip anal dan sirip punggung dengan panjang total 8.12
mm dengan sirip anal yang sudah memiliki jarijari sirip yang lebih mengeras.
Jarijari sirip punggung terlihat mengeras ketika larva ikan Rainbow Boesemani
berusia 18 hari dan belum terlihat sirip punggung yang terbagi menjadi dua bagian
(Yuliani et al 2013).

2.6 Pakan dan Kebiasaan Makan ikan

Pakan merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan ikan rainbow
termasuk kelompok omnivora yang mempunyai kebiasaan memakan serpihan
makanan, avertebrata kecil, serangga air, krustasea kecil, larva serangga, alga, dan
makanan hidup lainnya maupun makanan yang sudah dibekukan, umumnya diberi
makanan cacing rambut sampai dewasa. Pakan alami masih menjadi pakan utama
yang diterapkan pada ikan rainbow karena menyesuaikan dengan kebiasaan
makan di habitat aslinya. Pada penelitian Himawan dan Subamia (2013), dapat
dihasilkan bahwa ikan rainbow yang diberi makan silase maggot menghasilkan
pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa
ikan rainbow lebih suka dengan jenis hewani, seperti maggot ataupun cacing –
cacingan. Pada penelitian Sabariah et al (2006) juga dijelaskan bahwa jenis
makanan yang disukai ikan pelangi yang hidup di dataran tinggi berupa
zooplankton, sedangkan yang hidup di dataran rendah adalah fitoplankton.
Makanan lain yang dimakan yaitu serasah, kulit moluska, jasad renik, lumut, dan
makanan lainnya. Hal ini bergantung pada jenis makanan yang tersedia
dilingkungan sekitarnya.

2.7 Sistem Reproduksi Ikan

Spesies ikan yang berasal dari famili Melanotaeniidae umumnya tergolong


pemijah bertahap, tidak mengasuh anaknya dan memperlihatkan pola pemijahan
yang bervariasi berdasarkan musim yaitu pada musim basah, musim kering dan
sepanjang waktu (Siby et al 2009). Aktifitas reproduksi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu: lingkungan, pakan dan genetik. Salah satu faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi pola reproduksi organisme akuatik adalah media
penempelan telur atau substrat (Mustahal et al 2014).

Reproduksi ikan pelangi di Danau Sentani, Papua menurut Siby et al


(2009) terjadi saat ikan telah mencapai tingkat kematangan tertinggi pada ukuran
pertama kali matang gonad (L50) pada ikan jantan 99,5 mm dan betina 99,2 mm.
Hal ini menggambarkan kematangan pada ikan pelangi merah jantan dan betina
terjadi pada ukuran yang relatif sama. Pencapaian ukuran pertama kali matang
gonad (L50) dapat juga berbeda pada ikan jantan dan betina. Diketahui juga
bahwa puncak pemijahan ikan pelangi merah jantan dan betina ikan pelangi merah
terjadi saat musim hujan. Kondisi ini dapat menjamin ketersediaan makanan di
alam.

2.8 Penelitian Terdahulu


Samik et al (2017) melakukan penelitian tentang Pemanfaatan Air
Buangan AC (Air Conditioner) sebagai Pengganti Aquades. Hasil penelitiannya
menunjukkan Berdasarkan konduktivitas dan TDS, kualitas air buangan AC
setelah melewati kolom berisi resin lebih bagus dari pada air buangan AC
sebelum melewati resin. Air buangan AC setelah melewati berbagai resin
mempunya konduktivitas 4.4 x 10-6 S - 2.5 x 10-5 S dan TDS 0.1 ppm – 0.5 ppm.
Air buangan AC yang kualitas pHnya lebih bagus dari akuades adalah air buangan
AC yang telah melewati kolom berisi RPK (dengan pH antara 7.44 - 7.62) dan air
AC yang melewati kolom berisi RPA lalu melewati kolom berisi RPK (dengan pH
antara 7.44 -7.69). Air buangan AC yang telah melewati resin memiliki kualitas
mirip akuades pada kriteria pH saja, sedangkan kriteria yang lain (TDS dan
konduktivitas) belum memenuhi kualitas akuades.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli - Agustus, bertempat di Laboratorium


Budidaya Perikanan, yang merupakan bagian dari Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa Serang, Banten.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

Alat dan Bahan Fungsi

Akuarium Untuk tempat inkubasi

Timbangan Sebagai penentu berat bobot ikan

pH meter Untuk mengukur pH


Mikroskop Berfungsi untuk mengamati telur ikan

Termometer Untuk mengetahui suhu


Induk Ikan Melatoneia bosemani Untuk menghasilkan telur ikan

Air AC, Air Keran Sebagai objek media untuk diteliti

DO meter Untuk mengukur Dissolved Oxygen

Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian menggunakan desain rancangan acak lengkap (RAL) yang


dibagi ke dalam empat kelompok perlakuan dan masing-masing terdiri dari tiga
kali ulangan. Adapun kelompok perlakuan yang digunakan adalah suhu air dalam
media inkubasi yang berbeda:

P1 : Air AC 100%

P2 : Air Keran 100%

P3 : Air AC 50% + Air Keran 50%

P4 : Air AC 75% + Air Keran 25%

Gambar skema rancangan perlakuan wadah inkubasi telur adalah sebagai berikut:

P1,1 P2,3 P3,2 P4,1

P2,2 P3,1 P4,2 P1,2

P4,3 P3,3 P2,1 P1,3

Keterangan : Pa,b ; Notasi a, b menyatakan; a = perlakuan ke-i ; b= ulangan ke-i


Gambar 1. Skema Rancangan Perlakuan
3.4 Sumber Data

Data adalah informasi atau keterangan mengenai sesuatu hal yang


berkaitan dengan keperluan penelitian, penelitian dilakukan untuk mendapatkan
data yang dibutuhkan (Sugiyono 2010). Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

3.4.1 Data Perimer


Data primer yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan atau
suatu organisasi secara langsung dari objek yang diteliti untuk kepentingan studi
yang bersangkutan yang dapat berupa wawancara, observasi (Situmorang 2010).
Data primer pada penelitian ini diperoleh dari hasil observasi dan eksperimen.

3.4.2 Data Sekunder


Situmorang (2010) menyatakan bahwa data sekunder adalah data yang
diperoleh peneliti yang bersumber dari buku-buku, literatur yang disusun oleh
para ahli, dan berbagai artikel yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari jurnal atau laporan dari
peneliti terdahulu dan buku yang berkaitan untuk menunjang penelitian yang
dilakukan.

3.5 Prosedur Penelitian

Dalam prosedur penelititan ini dilakukan melalui beberapa tahap meliputi:


persiapan wadah, seleksi induk, proses pemijahan, penetasan telur dan perlakuan,
pengamatan telur, serta pengukuran suhu air.

3.5.1 Persiapan Wadah

Wadah uji berupa akuarium dengan ukuran 20x20x15cm3 sebanyak 12


buah dengan ketinggian air 10 cm. Akuarium terlebih dahulu dibersihkan
kemudian dikeringkan. Masing-masing akuarium disusun dan dilakukan
pengacakan dan diberi label sesuai perlakuan yang digunakan.
3.5.2 Seleksi Induk

Seleksi induk dilakukan untuk mengetahui kesiapan induk ikan tambakan


untuk memijah. Indukan yang digunakan adalah indukan yang sehat, tidak cacat,
dan bentuk tubuh yang proporsional. Untuk mengetahui tingkat kematangan
gonad indukan dilakukan dengan menggunakan teknik kanulasi. Indukan yang
digunakan sebanyak 4 pasang indukan dengan perbandingan induk dalam proses
pemijahan adalah 1:1.

3.5.3 Proses Pemijahan

Pemijahan dilakukan dengan menggabungkan induk jantan dan betina ikan


tambakan dengan perbandingan 1:1 dalam wadah pemijahan yang sudah disiapkan
berupa akuarium dengan ukuran 40x40x30cm3 dengan volume air sebanyak 30
liter.

Untuk mengetahui induk sudah memijah atau belum maka dilakukan


pengecekan secara berkala pada pagi dan sore pada setelah indukan digabungkan
pada wadah pemijahan. Telur yang terbuahi akan berwarna putih bening,
sedangkan telur yang tidak terbuahi akan berwarna putih susu.

3.5.4 Penetasan Telur dan Perlakuan

Proses penetasan telur dilakukan dengan mengambil telur yang sudah


terbuahi secara alami di wadah pemijahan. Telur yang diambil berasal dari 1
pasang induk, kemudian telur dimasukkan ke dalam masing-masing wadah
perlakuan yang sudah disiapkan. Wadah perlakuan yang disiapkan sudah diberi
perlakuan Air AC 100%, Air Keran 100%, Air AC 50% + Air Keran 50%, dan
Air AC 100% dengan campuran methylyn blue.

3.5.5 Pengamatan Telur

Pengamatan telur dilakukan setelah telur dimasukkan ke dalam akuarium


pada masing-masing perlakuan. Jumlah telur yang diamati diambil sebanyak 20%
dari jumlah total sampel yang terdapat pada akuarium perlakuan. Pengamatan
perkembangan telur, dengan mengamati telur dibawah mikroskop. Frekuensi
pengamatan yang dilakukan yaitu, 60 menit sekali selama 12 jam setelah telur
dimasukkan ke dalam akuarium. Setelah itu, pengamatan dilakukan 4 jam sekali.
Pengamatan lama waktu penetasan diamati menggunakan mikroskop mulai dari
perkembangan embrio telur Ikan Pelangi (Melatoneia bosemani) hingga menetas.
Waktu perubahan tiap fase perkembangan embrio dicatat dan didokumentasikan.

3.6 Parameter Uji


3.6.1 Parameter Utama

a. Lama Waktu Penetasan


Lama waktu penetasan adalah waktu yang dibutuhkan telur untuk dapat
menetas. Perhitungan lama waktu penetasan atau Hatching time telur dapat di
hitung menggunakan rumus, yaitu selisih dari lama waktu akhir penetasan (Ht)
dengan waktu pasca pembuahan (H0) :

HT = H t −H 0

b. Hatching Rate (HR) dan Survival Rate (SR)

Pengamatan Hatching rate dilakukan selama penelitian berlangsung untuk


mengetahui persentase jumlah telur yang menetas. Hatching rate dihitung dengan
menggunakan rumus Effendie, (1997) :

Jumlah Telur yang Menetas


HR = x 100 %
Jumlah Telur

Survival rate diamati pada akhir pengamatan untuk mengetahui persentase


jumlah larva yang masih bertahan hidup. Survival rate dihitung menggunakan
rumus Adriana et al., (2013):

Jumlah larva sampai kuning telur habi s


SR = x 100 %
J umlah larva yang menetas
c. Abnormalitas
Pengamatan abnormalitas dalam penelitian ini meliputi bentuk kepala,
bentuk tubuh dan bentuk ekor. Perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui
besarnya abnormalitas seperti yang dikemukakan oleh Wirawan (2005), yaitu:

Jumlah Larva Abnormal


Abnormalitas = x 100 %
Jumlah Larva Normal

3.6.2 Parameter Kualitas Air

a. Suhu Air
Suhu air dilakukan pengukuran pada saat masa inkubasi di wadah
perlakuan sampai dengan telur menetas dengan sempurna. Parameter Suhu air
diukur setiap hari sebanyak 3 kali yaitu pada pagi, siang, dan sore hari.

b. Dissolved Oxygen (DO)

Pengukuran Dissolved Oxygen (DO) dilakukan pada saat awal dan akhir
pada saat telur di inkubasi di wadah perlakuan. Pengukuran dilakukan pada pagi,
siang, dan sore hari. Perlu dilakukan 3 kali pengukuran pada Dissolved Oxygen
(DO) agar mengetahui pada saat waktu terendah oksigen dan tertinggi oksigen.

c. pH Air

Pengukuran pH dilakukan pada saat pagi, siang, dan sore hari agar kita
dapat mengetahui tingkat keasaman tertinggi dan terendah pada saat penelitian.
Pengukuran pH air dilakukan pada saat awal penelitian serta dilakukan setiap 3
hari sekali pada saat penelitian berlangsung.

3.7 Analisis Data


Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara observasi langsung yaitu
dengan cara diamati secara langsung terhadap subyek penelitian. Data yang
diambil yaitu, Parameter perkembangan embrio, lama waktu penetasan, HR
(Hatching Rate), SR (Survival Rate), dan abnormalitas. Data yang di peroleh dari
hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, gambar dan dianalisis
secara deskriptif dan data diolah dengan software Microsoft excel dan dilanjutkan
dengan spss. Data dianalisis menggunakan analisis keragaman (ANOVA) untuk
mengetahui pengaruh perlakuan. Dasar pengambilan keputusan dalam analisa
anova yaitu jika nilai signifikansi (sig) <0,05 maka rata-rata berbeda dan
sebaliknya. Selanjutnya apabila uji anova menunjukkan perbedaan nyata antar
perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Tukey untuk membandingkan seluruh
pasangan rata-rata perlakuan setelah dilakukan analisa ragam. Selanjutnya,
keseluruhan data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan perhitungan dianalisis
lalu dicatat hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, M., Muslim dan M. Fitrani. 2013. Laju Penyerapan Kuning Telur
Tambakan (Helostoma temminckii CV) dengan Suhu Inkubasi
Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1 (1) : 34-45
Chumaidi, Chumaidi. 2009. Pemijahan dan Perkembangan Embrio Ikan Pelangi,
Melanotaenia spp. Asal Papua.
Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogjakarta.
Gilbert, Isabelle. 2010. Providing a stable methodological basis for comparing
transcript abundance of developing embryos using microarrays.
MHR: Basic science of reproductive medicine 16.8 : 601-616.
Himawan, Yogi, and I. Wayan Subamia. 2013. Performa ikan hias rainbow
kurumoi (Melanotaenia parva Allen, 1990) dengan pemberian
maggot." Jurnal Iktiologi Indonesia 13.2: 153-160.
Kerszberg, Michel, and Lewis Wolpert. 2007. "Specifying positional information
in the embryo: looking beyond morphogens." Cell 130.2: 205-209.
Kottelat, M, Whitten A. J., Kartikasari S. N., & Wirjoatmodjo S. 1993. Ikan air
tawar Indonesia bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Edition (HK)
Ltd.
Nasution, Syahroma Husni. 2017. Distribusi spasial dan temporal ikan endemik
rainbow selebensis (Telmatherina celebensis Boulenger) di Danau
Towuti, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
13.2: 95-104.
Mustahal, Mustahal, Dodi Hermawan, and Gugum Gumilar. 2014. Produksi Larva
Ikan Rainbow Merah Parrot (Glossolepis incisus) dengan Jumlah
Substrat Tali Rafia yang Berbeda. Jurnal Perikanan dan
Kelautan 4.4.
Samik, Pirim Setiarso, I Gusti Made Sanjaya. 2017. Pemanfaatan Air Buangan
AC (Air Conditioner) Sebagai Pengganti Aquades. Indonesia
Chemistry and Application Journal Vol 1.1.
Sulistiono, Eko. 2021. Uji Klinis Faktor Fisika, Kimia, Biologi Limbah Kondesat
Ac Sebagai Air Minum Di Universitas Islam Lamongan. VISIKES:
Jurnal Kesehatan Masyarakat 20.2.
Siby, Lisa Sofia, M. F. Rahardjo, and Djadja Subardja Sjafei. 2009. Biologi
Reproduksi Ikan Pelangi Merah (Glossolepis Incisus), Weber 1907)
Di Danau Sentani." Jurnal Iktiologi Indonesia 9.1: 49-61.
Situmorang, S. H. 2010. Analisis Data Untuk Riset Manajemen dan Bisnis. USU
press : Medan. 75 hlm.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung : Penerbit
Alfabeta.
Sabariah, Vera, Emanuel Manangkalangi, and Fadli Zainuddin. 2006. Kebiasaan
makanan ikan pelangi arfak (Melanotaenia arfakensis) dari
perairan Sungai di Kebar dan Prafi-Manokwari. Laporan
Penelitian. Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan
UNIPA. Tidak dipublikasikan.
Wirawan, I. 2005. Efek Pemaparan Copper Sulfat (CuSO4) terhadap Daya Tetas
Telur, Perubahan Histopatologik Insang dan Abnormalitas Larva
Ikan Zebra (Brachydanio rerio). Tesis. Program Pasca Sarjana.
Universitas Airlangga. Surabaya. 77 hal.
Yamada, S., Tanaka, M., Hirose, A., Uwabe, C., Kose, K., ... & Takakuwa, T.
2016. A novel strategy to reveal the latent abnormalities in human
embryonic stages from a large embryo collection. The Anatomical
Record, 299(1), 8-24.
Yuliani, Frenzysca, 2013. Perkembangan larva ikan rainbow boesemani
(Melanotaenia boesemani): tahap pembentukan sirip dan
pembelokan tulang ekor." Life Science 2.2.

Anda mungkin juga menyukai