Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PROYEK ANATOMI DAN FISIOLOGI HEWAN (BI-2103)

SISTEM RESPIRASI MENCIT (Mus musculus), IKAN KOMET


(Carassius auratus), DAN KECOA (Periplaneta americana)

Tanggal Praktikum : 11 September 2019


Tanggal Pengumpulan : 18 September 2019

Disusun oleh:
Kukuh Panji Dewantara
10618042
Kelompok 10

Asisten:
Willy Septian Anggrayana
10616055

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Organ respirasi pada setiap individu berbeda tergantung pada habitat
dan cara hidupnya. Hewan akuatik memiliki organ pertukaran gas yang
khusus yang disebut insang. Insang merupakan daerah dengan luas
permukaan yang besar dan jarak yang sangat pendek untuk difusi O2 dan
CO2 di antara air sekelilingnya dengan darah. Selain itu, hewan akuatik juga
memiliki organ respirasi inaktif yaitu kulit. Pada ikan terdapat organ
respirasi tambahan berupa kantung udara (swim bladder) yang berfungsi
juga untuk mengatur daya apung tubuh sehingga dapat bergerak naik atau
turun (Jumhana, 2006). Mekanisme respirasinya adalah dengan mensekresi
gas (sebagian oksigen) atau mengabsorbsinya kembali sehingga gelembung
udara akan menyusut atau mengembang (Jumhana, 2006).
Organ respirasi pada hewan terestrial berbeda dengan hewan akuatik.
Organ-organ tersebut diantaranya paru-paru difusi, paru-paru buku, trakhea,
paru-paru alveoler, dan paru-paru sempurna. Paru-paru difusi merupakan
modifikasi dari insang yang berupa rongga mantel, dan pada mekanismenya
pertukaran gas tidak dipengaruhi oleh pertukaran udara, tetapi oleh laju
difusi gas. Mekanisme respirasi pada hewan terestrial dibedakan menjadi
mekanisme inspirasi dan ekspirasi. Mekanisme inspirasi merupakan
pembesaran rongga thorax yang diikuti mengembangnya paru-paru sehingga
tekanan dalam paru-paru lebih rendah dari tekanan udara luar, akibatnya
udara akan masuk ke dalam paru-paru. Mekanisme inspirasi yaitu
pengecilan dari rongga thorax dan paru-paru yang diikuti oleh pengeluaran
udara dari paru-paru (Materi Biologi, 2014).
Respirasi sangat berkaitan dengan proses metabolisme dalam tubuh.
Respirasi berperan sebagai penyedia oksigen yang kemudian digunakan
untuk proses metabolisme sehingga dihasilkan energi yang bermanfaat
untuk menjalankan sistem-sistem kehidupan. Oleh karena itu eksperimen
mengenai laju respirasi suatu organisme menjadi sangat penting untuk
mengetahui tingkat metabolisme organisme tersebut (Isnaeni, 2006).
Salah satu hal penting dalam proses respirasi hewan akuatik adalah
tingkat oksigen terlarut dalam air. Oksigen terlarut (Dissolved oxygen)
berasal dari difusi udara dan hasil fotosintesis organisme berklorofil yang
hidup dalam suatu perairan dan dibutuhkan oleh organisme untuk
mengoksidasi zat hara yang masuk ke dalam tubuhnya (Nybakken, 1988).
Aplikasi pengukuran DO yang biasanya dilakukan bertujuan untuk
mengetahui tingkat pencemaran suatu wilayah perairan dan mencari solusi
dari masalah tersebut (Simanjuntak, 2007).
Oleh karena itu, mengingat bahwa respirasi sangat berkaitan dengan
proses metabolisme suatu organisme maka pada praktikum ini akan
dilakukan pengukuran laju konsumsi oksigen terhadap beberapa hewan uji
berupa mencit, kecoa, dan ikan komet.

1.2. Tujuan
Praktikum sistem respirasi ini bertujuan untuk:
1. Menentukan laju konsumsi oksigen mencit (Mus musculus).
2. Menentukan laju konsumsi oksigen kecoa (Periplaneta americana).
3. Menentukan laju konsumsi oksigen ikan komet (Carassius auratus) pada
air keran.
4. Menentukan laju konsumsi oksigen ikan komet (Carassius auratus) pada
air sabun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Respirasi
Sistem respirasi memiliki fungsi utama untuk memasok oksigen ke
dalam tubuh serta membuang karbondioksida dari dalam tubuh. Pada
dasarnya, sistem respirasi dibedakan menjadi dua, respirasi eksternal dan
respirasi internal. Respirasi eksternal sama dengan bernapas sedangkan
respirasi internal atau respirasi seluler ialah proses penggunaan oksigen oleh
sel tubuh dan pembuangan zat sisa metabolisme sel berupa karbondioksida.
Oksigen yang didapat dari lingkungan ini kemudian digunakan dalam proses
fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP. Fungsi lain dari respirasi
adalah untuk menjaga keseimbangan pH dan keseimbangan elektrik dalam
cairan tubuh. Difusi gas antara organ respirasi dengan lingkungan dapat
terjadi karena adanya perbedaan tekanan gas (Isnaeni, 2006).

2.2. Mekanisme Respirasi Mencit, Kecoa, dan Ikan


Pertukaran gas antara tubuh hewan dengan lingkungannya selalu
terjadi pada lingkungan akuatik maupun terestrial. Hewan mamalia,
contohnya mencit memiliki sistem repirasi yang hampir sama dengan
manusia. Mekanisme respirasinya dibagi menjadi dua, yaitu mekanisme
inspirasi dan ekspirasi. Mekanisme inspirasi merupakan pembesaran rongga
thorax yang diikuti mengembangnya paru-paru sehingga tekanan dalam
paru-paru lebih rendah dari tekanan udara luar, akibatnya udara akan masuk
ke dalam paru-paru. Mekanisme inspirasi yaitu pengecilan dari rongga
thorax dan paru-paru yang diikuti oleh pengeluaran udara dari paru-paru
(Materi Biologi, 2014).
Mekanisme respirasi pada serangga, contohnya kecoa, meliputi tiga
fase, yaitu fase inspirasi, pertukaran gas, dan fase ekspirasi. Fase inspirasi
memerlukan waktu seperempat detik, spirakel pada bagian dada terbuka,
udara masuk. Fase pertukaran gas memerlukan waktu sekitar satu detik,
spirakel daerah dada ataupun perut menutup. Fase ekspirasi memerlukan
waktu sekitar satu detik, spirakel daerah perut terbuka selama kurang lebih
sepertiga detik. Setelah masuk ke dalam trakea, oksigen menuju trakeol,
kemudian masuk ke dalam sel-sel tubuh secara difusi. Karbondioksida yang
merupakan sisa pernapasan dikeluarkan juga melalui sistem trakea yang
bermuara pada spirakel (Sunarto, 2004).
Mekanisme respirasi pada ikan melalui fase inspirasi dan ekspirasi.
Fase inspirasi adalah fase pemasukan air ke dalam rongga mulut. Penutup
insang menyamping, tetapi celah belakang masih tertutup selaput sehingga
rongga mulut membesar. Keadaan ini menyebabkan tekanan udara pada
rongga mulut lebih kecil daripada tekanan udara luar. Kemudian, bersamaan
dengan membukanya celah mulut, air masuk ke rongga mulut. Fase
ekspirasi adalah fase pengikatan oksigen dan air serta pelepasan
karbondioksida dari dalam tubuh. Setelah rongga mulut penuh terisi air,
celah mulut tertutup dan celah insang membuka. Bersamaan dengan itu, air
didorong melewati lembaran insang sehingga terjadi pertukaran gas darah di
dalam pembuluh kapiler selaput insang melepaskan karbondioksida ke
dalam air dan mengikat oksigen dari air (Sunarto, 2004).

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi suatu organisme
diantaranya usia, berat badan, jenis kelamin, suhu, aktivitas, dan emosi.
Semakin tua usia suatu organisme maka semakin sedikit respirasi yang
dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh penurunan regenerasi sel. Semakin
berat suatu organisme maka semakin banyak respirasi yang dibutuhkan,
karena jumlah sel yang dimiliki organisme tersebut menjadi lebih banyak.
Pada organisme betina, laju respirasinya lebih besar karena betina memiliki
sistem hormonal yang lebih kompleks dibanding organisme jantan. Semakin
tinggi suhu maka semakin banyak respirasi yang dibutuhkan karena H2O
yang dihasilkan oleh respirasi berguna untuk menurunkan suhu internal
tubuh. Apabila aktivitas yang dilakukan suatu organisme meningkat maka
respirasi yang dibutuhkan menjadi lebih banyak karena organisme tersebut
membutuhkan banyak energi. Semakin tinggi emosi maka semakin banyak
respirasi yang dilakukan karena adanya hormon-hormon yang
mempengaruhi metabolisme (Isnaeni, 2006).

2.4. Metode Winkler


Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan kadar
oksigen yang terlarut dalam air. Dalam metode ini, kadar oksigen dalam air
ditentukan melalui proses titrasi dan prinsip kerja tersebut digunakan untuk
mengetahui laju konsumsi oksigen suatu hewan uji dalam air (Chiya
Numako, 1995).

Gambar 2.1 Rangkaian alat metode winkler Gambar 2.2 Botol winkler

(Dokumen pribadi, 2015) (Pearson Education, 2015)

Pada metode Winkler digunakan beberapa reagen dengan tujuan


tertentu, yaitu KOH-KI dan MnSO4 berfungsi untuk mengikat oksigen
sehingga terjadi endapan. H2SO4 berfungsi untuk melarutkan endapan yang
terbentuk sebelumnya, amilum digunakan sebagai indikator oksigen, dan
Na2S2O3 juga berfungsi sebagai indikator serta larutan standar titrasi
(Salmin, 2005). Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada metode Winkler
diantaranya:
2MnSO4 + O2 → 2MnO(OH)2
MnO2 + 2KI + 2H2O → MnO(OH)2 + I2 +2KOH
4 MnO(OH)2 + O2 + 2H2O → 4 MnO(OH)3
I2 + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2NaI
Mn(SO4) 2 + 2I- → Mn2+ + I2 + 2 SO42-
2S2O32- + I2 → S4O62- + 2I-

2.5. Respirometer
Respirometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur rata-rata
pertukaran oksigen dengan karbondioksida. Prinsip kerja respirometer
adalah dengan mengamati banyaknya oksigen yang digunakan untuk
pernapasan hewan uji dalam satu waktu yang ditandain dengan pergerakan
cairan uji (eosin) pada pipa skala. Reagen yang digunakan dalam uji
respirometer ini KOH dan eosin. KOH digunakan untuk mengikat
karbondioksida yang dihembuskan oleh hewan uji dan mengubahnya
menjadi K2CO3. Eosin bekerja sebagai penanda skala dan bergerak karena
adanya penyurutan volume udara dalam tabung respirometer (Pearson
Education, 2015).

Gambar 2.3 Mekanisme respirasi pada Respirometer

(Pearson Education, 2015)

Adapun reaksi kimia yang terjadi pada uji laju konsumsi oksigen
dalam respirometer adalah sebagai berikut.
2KOH + CO2 → K2CO3 + H2O
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum sistem respirasi ini
dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3. 1 Alat dan bahan praktikum

Alat Bahan
Timbangan hewan Mencit
Stopwatch Ikan komet
Respirometer Kecoa
Pipet tetes Kapas
Labu erlenmeyer 2L Larutan KOH 20%
Labu erlenmeyer 250 ml Larutan eosin
Botol winkler 250 ml Vaselin
Gelas ukur 100 ml Syringe
Sembat karet Larutan thiosulfat (Na2S2O3)
Selang plastik Larutan H2SO4
Penjepit Larutan KOH-KI
Buret Larutan MnSO4
Statif Larutan amilum 1%
Klemp
3.2. Cara Kerja
Dalam praktikum ini dilakukan beberapa percobaan dengan masing-
masing cara kerja sebagai berikut.
3.2.1. Pengukuran Laju Konsumsi O2 Ikan Komet dengan Metode Winkler
Labu erlenmeyer 2L dan 2 selang disusun sehingga membentuk alat
metode Winkler. Salah satu selang dihubungkan dengan kran air
(saluran masuk, SM) dan yang lainnya berfungsi sebagai saluran
keluar (SK). Diisikan air dan dimasukkan ikan yang telah ditimbang
berat badannya. Air pada labu dialirkan ke botol winkler melalui SK.
SK dan SM kemudian ditahan dengan penjepit. Air pada botol
winkler dititrasi, ditambahkan dengan 1 ml MnSO4 dan 1 ml KOH-
KI. Botol winkler ini kemudian dibolak-balik sampai oksigen terikat
sempurna dan didiamkan selama 20 menit sampai terbentuk endapan.
Diambil 2 ml larutan dipermukaan botol winkler dan tambahkan
dengan 1 ml H2SO4 pekat. Botol ditutup dan dibolak-balik sampai
larutan berwarna kuning kecoklatan dan endapan larut. Dipindahkan
100 ml larutan dibotol winkler ke labu erlenmeyer menggunakan
gelas ukur. Setelah itu dititrasi dengan Na2S2O3 hingga berwarna
kuning semu. Ditambahkan amilum 1% sebanyak 5-10 tetes sampai
larutan berwarna biru tua. Campuran ini kemudian dititrasi dengan
Na2S2O3 hingga warna biru menghilang. Percobaan ini dilakukan
kembali pada waktu ke-60menit. Dihitung laju konsumsi oksigen
ikan komet.

3.2.2. Pengukuran Laju Konsumsi O2 Mencit


Ke dalam tabung respirometer dimasukkan padatan KOH yang
telah dibungkus oleh kapas. Kemudian mencit yang telah ditimbang
berat badannya dimasukkan ke dalam tabung kawat. Pipa berskala
dipasang sedatar mungkin dan semua celah pada respirometer ditutup
dengan vaselin. Eosin dimasukkan dengan menggunakan syringe
pada ujung pipa berskala. Dihitung waktu yang diperlukan eosin
untuk berpindah setiap 0,5 skala dengan stopwatch.

3.2.3. Pengukuran Laju Konsumsi O2 Kecoa


Pada tabung respirometer dimasukkan padatan KOH yang telah
dibungkus kapas. Lalu kecoa yang telah ditimbang berat badannya
dimasukkan ke tabung respirometer. Pipa berskala dipasang sedatar
mungkin dan ditutup semua celah pada respirometer dengan vaselin.
Eosin dimasukkan ke ujung pipa berskala dengan menggunakan
syringe. Dihitung waktu yang dibutuhkan eosin untuk berpindah
setiap 0,5 skala dengan stopwatch.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan data-data serta
pengolahan sebagai berikut.
4.1.1. Perhitungan Laju Konsumsi O2 Mencit dengan Respirometer
Laju konsumsi oksigen mencit secara matematis dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Dengan a adalah volume oksigen dalam mililiter, b adalah berat


badan mencit dalam gram, dan t adalah waktu perpindahan eosin
dalam jam. Perhitungan terhadap laju konsumsi oksigen mencit dapat
dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4. 1 laju konsumsi oksigen mencit

Mencit Berat Badan Volume O2 Waktu Laju Konsumsi


(gram) (ml) (jam) O2
(ml/jam.gram)
Mencit 1 15,8 3 7,175 x 10-3 26,463
Mencit 2 15,8 0,3 7,175 x 10-3 2,646
Mencit 3 17,2 4 0,0142 16,377
Mencit 4 15,7 1 5,556 x 10-4 114,641
Mencit 5 19,8 19,5 0,0256 38,471
Mencit 6 19,8 19,5 0,0494 19,912
Mencit 7 15,8 0,8 2,78 x 10-4 182,133
Mencit 8 16,8 0,7 0,05 0,833
Total laju konsumsi oksigen mencit 410,476

Rata-rata 50,1845
4.1.2. Perhitungan Laju Konsumsi O2 Kecoa dengan Respirometer
Laju konsumsi oksigen kecoa secara matematis dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Dengan a adalah volume oksigen dalam mililiter, b adalah berat


badan kecoa dalam gram, dan t adalah waktu perpindahan eosin dalam
jam. Perhitungan terhadap laju konsumsi oksigen kecoa dapat dilihat
pada Tabel 4.2.

Tabel 4. 2 laju konsumsi oksigen kecoa

Kecoa Berat Badan Volume O2 Waktu Laju Konsumsi


(gram) (ml) (jam) O2
(ml/jam.gram)
Kecoa 1 0,85 0,5 3,181 x 10-3 184,922
Kecoa 2 0,85 0,2 3,181 x 10-3 73,969
Kecoa 3 0,83 3 0,0326 110,873
Kecoa 4 0,82 3,3 0,0356 113,045
Kecoa 5 1,1 0,3 0,0417 6,540
Kecoa 6 1,1 0,3 0,0417 6,540
Kecoa 7 0,49 0,3 0,09694 6,316
Kecoa 8 0,8 0,32 0,0355 11,268
Total laju konsumsi oksigen kecoa 513,473

Rata-rata 64,184125
4.1.3. Perhitungan Laju Konsumsi O2 Ikan Perlakuan Air Keran
Laju konsumsi oksigen ikan perlakuan air keran secara matematis
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Perhitungan terhadap laju konsumsi oksigen ikan perlakuan air


keran dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4. 3 laju konsumsi oksigen ikan perlakuan air keran

Ikan Massa Vt0 Vt60 Volume Waktu Laju Konsumsi


(gram) (ml) (ml) (Vt0 -Vt60) (jam) O2
(ml/jam.gram)
Ikan 1 7,3 0,35 0,25 0,1 1 3,425 x 10-3
Ikan 3 7,6 0,95 1,9 -0,95 1 -0,03125
Ikan 5 7,2 0,4 0,5 -0,1 1,25 -2,778 x 10-3
Ikan 7 3,2 0,3 0,7 -0,4 1 -0,03125
Total laju konsumsi ikan perlakuan air keran -0,061853

Rata-rata -0,01546325
4.1.4. Perhitungan Laju Konsumsi O2 Ikan Perlakuan Air Sabun
Laju konsumsi oksigen ikan perlakuan air sabun secara matematis
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Perhitungan terhadap laju konsumsi oksigen ikan perlakuan air


sabun dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4. 4 laju konsumsi oksigen ikan perlakuan air sabun

Ikan Massa Vt0 Vtx Volume Waktu Laju Konsumsi


(gram) (ml) (ml) (Vt0 -Vt60) (jam) O2
(ml/jam.gram)
Ikan 2 8,8 0,5 0,6 -0,1 0,46 -6,176 x 10-3
Ikan 4 9,5 1,4 2,4 -1 0,345 -0,0763
Ikan 6 7,2 0,9 1,1 -0,2 1 -6,944 x10-3
Ikan 8 10,7 0,9 2,4 -1,5 0,23 -0,1524
Total laju konsumsi ikan perlakuan air sabun -0,24182

Rata-rata -0,060455
4.2. Pembahasan
Berdasarkan data hasil percobaan tentang pengukuran laju konsumsi
oksigen mencit, kecoa, dan ikan komet ditemukan beberapa perbedaan
dengan data yang terdapat pada literatur. Dari percobaan yang dilakukan
beberapa kelompok, rata-rata laju konsumsi oksigen mencit adalah 50,1845
ml/jam gram, rata-rata laju konsumsi oksigen kecoa adalah 64,184125
ml/jam gram, rata-rata laju konsumsi oksigen ikan perlakuan air keran
adalah -0,01546325 ml/jam gram, dan rata-rata laju konsumsi oksigen ikan
perlakuan air sabun adalah -0,060455 ml/jam gram.
Sebagai contoh, nilai rata-rata laju konsumsi oksigen mencit hasil
percobaan adalah 50,1845 ml/jam gram, sedangkan pada literatur diketahui
laju respirasi mencit adalah 163 ml/gram menit atau sekitar 9780 ml/jam
gram dan terlihat perbedaan yang sangat signifikan (Singagerda,2009).
Untuk ikan, laju konsumsi oksigennya pada air keran adalah -0,01546325
ml/jam gram, pada air sabun -0,060455 ml/jam gram sedangkan pada
literatur 0,14 ml/jam gram pada saat tidak aktif dan 0,255 ml/jam gram pada
saat aktif (Seeley, 2003). Perbedaan ini juga terjadi pada laju konsumsi
oksigen kecoa, dari hasil percobaan didapat laju sebesar 64,184125 ml/jam
gram sedangkan menurut literatur adalah 0,38 ml/jam gram (Bell, J. W,
1981).
Secara tidak langsung, nilai laju konsumsi oksigen ini dapat
menggambarkan kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi laju
konsumsi oksigen itu sendiri. Namun data yang didapat itu kurang sesuai
dengan literatur yang ada. Salah satu faktor yang mempengaruhi laju
konsumsi oksigen adalah massa tubuh, semakin besar massa tubuh
organisme maka semakin besar juga laju konsumsi oksigennya (Isnaeni,
2006). Pada data hasil percobaan didapati bahwa mencit dengan massa
tubuh 19,8 gram memiliki laju konsumsi oksigen sebesar 38,471 ml/jam
gram sedangkan mencit dengan massa 15,7 gram memiliki laju konsumsi
oksigen 114,641 ml/jam gram. Hal ini juga terjadi pada laju konsumsi
oksigen kecoa, dimana organisme yang memiliki massa tubuh lebih ringan
justru memiliki laju konsumsi oksigen yang lebih besar dibanding dengan
organisme yang massanya lebih berat. Tentu saja hasil ini tidak sesuai
dengan literatur bahwa semakin besar ukuran tubuh suatu organisme maka
semakin besar kebutuhan oksigennya sehingga laju konsumsi oksigennya
juga makin besar (Isnaeni, 2006).
Selain itu juga terdapat beberapa data lain yang kurang valid, sebagai
contoh data tentang laju konsumsi oksigen pada ikan komet, dimana dalam
perhitungannya didapatkan laju konsumsi oksigen yang bernilai negatif.
Perbedaan perlakuan pada ikan komet mempengaruhi laju konsumsi oksigen
ikan tersebut. Ikan komet pada air sabun memiliki laju konsumsi oksigen
yang lebih kecil dibandingkan ikan komet pada air keran dan ini sesuai
dengan literatur bahwa kadar oksigen pada air sabun lebih rendah daripada
air keran (Salmin, 2005). Jika dibandingkan rata-rata laju konsumsi oksigen
dari tiga jenis organisme tersebut maka didapat bahwa urutan laju oksigen
kecoa > mencit > ikan perlakuan air keran > ikan perlakuan air sabun
didasarkan bahwa untuk hewan endoterm, hewan yang berukuran lebih kecil
akan memiliki laju konsumsi oksigen per unit massa yan lebih besar (Ecker,
1983).
Adanya data-data yang tidak sesuai ini menyebabkan kejanggalan pada
saat pengolahan data. Hal tersebut dapat terjadi karena proses pengamatan
yang kurang teliti sehingga banyak kejadian yang tidak teramati, praktikan
salah melakukan prosedur kerja, serta peralatan praktikum yang kondisinya
kurang mendukung.
Prinsip kerja respirometer adalah dengan mengamati banyaknya
oksigen yang digunakan untuk pernapasan hewan uji dalam satu waktu yang
ditandain dengan pergerakan cairan uji (eosin) pada pipa skala. Reagen yang
digunakan dalam uji respirometer ini KOH dan eosin. KOH digunakan
untuk mengikat karbondioksida yang dihembuskan oleh hewan uji dan
mengubahnya menjadi K2CO3. Eosin bekerja sebagai penanda skala dan
bergerak karena adanya penyurutan volume udara dalam tabung
respirometer (Pearson Education, 2015). Adapun reaksi kimia yang terjadi
dalam respirometer adalah sebagai berikut.
2KOH + CO2 → K2CO3 + H2O
Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan kadar
oksigen yang terlarut dalam air. Dalam metode ini, kadar oksigen dalam air
ditentukan melalui proses titrasi dan prinsip kerja tersebut digunakan untuk
mengetahui laju konsumsi oksigen suatu hewan uji dalam air (Chiya
Numako, 1995). Dalam metode Winkler digunakan beberapa reagen dengan
tujuan tertentu, yaitu KOH-KI dan MnSO4 berfungsi untuk mengikat
oksigen sehingga terjadi endapan. H2SO4 berfungsi untuk melarutkan
endapan yang terbentuk sebelumnya, amilum digunakan sebagai indikator
oksigen, dan Na2S2O3 juga berfungsi sebagai indikator serta larutan standar
titrasi (Salmin, 2005). Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada uji laju
konsumsi oksigen dengan metode Winkler diantaranya:
2MnSO4 + O2 → 2MnO(OH)2
MnO2 + 2KI + 2H2O → MnO(OH)2 + I2 +2KOH
4 MnO(OH)2 + O2 + 2H2O → 4 MnO(OH)3
I2 + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2NaI
Mn(SO4) 2 + 2I- → Mn2+ + I2 + 2 SO42-
2S2O32- + I2 → S4O62- + 2I-
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan sistem respirasi yang telah dilakukan, didapat


beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Laju konsumsi oksigen mencit adalah 50,1845 ml/jam gram.
2. Laju konsumsi oksigen kecoa adalah 64,184125 ml/jam gram.
3. Laju konsumsi oksigen ikan komet pada air keran adalah -0,01546325
ml/jam gram.
4. Laju konsumsi oksigen ikan komet pada air sabun adalah -0,060455
ml/jam gram.
DAFTAR PUSTAKA

Bell, J. W.1981. The American Cockroach. New York : Kluwer Academic


Publisher.
Chiya Numako and Izumi Nakai. 1995. “XAFS Studi of Some Precipitation and
Coloration Reaction Used in Analytic Chemistry”. Physica B: Condensed
Matter 208(209) : 387-388.
Ecker, R. 1983. Animal Energetics and Temperaturein: Animal Physiology
Mechanism and Adaptation 2nd Edition. New York: WH Freeman and
Company.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Jumhana, N. 2006. Konsep Dasar Biologi. Bandung: UPI PRESS.
Martini. 2012. Fundamental of Anatomy & Physiology Ninth Edition. San Fransisco:
Pearson Education.

Materi Biologi. 2014. Proses Respirasi pada Organisme Akuatik. [Online]


http://www.materibiologi.com/proses-respirasi-pada-organisme-akuatik/
diakses pada 29 September 2015.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta:


Gramedia.
Pearson Education. 2015. How The Respirometer Works. [Online]
http://www.phschool.com/science/biology_place/labbench/lab5/respwork.ht
ml diakses pada 24 September 2015.
Salmin, 2005. “Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan”. Oseana
30(3) : 21-26.
Seeley, R,R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology
4th. USA: McGraw-Hill Companies
Simanjuntak, Marojahan. 2007. “Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen
Utilization di Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka”. Ilmu Kelautan 12(2) :
59-66.
Singagerda, L. K. 2009. Hewan Uji dalam Eksperimen Farmakologi. Bandung:
ITB.
Sunarto. 2004. Konsep dan Penerapan Sains Biologi. Solo: Tiga Serangkai.

Anda mungkin juga menyukai