ketakwaandan keimanankita kepada Allah subhanahuwa ta'ala dengan menjalankan semua kewajiban dan meniaubkan diri darise0alaVangilarana Jamah yang dimuliakan Allah.
Selama satu bulan Ramadhan, Allah swt
mendorong umat Muslim untuk memperbanyak ibadah.Ada yang senantiasa bertadarus Al-Qur'an, rajin
shalat tarawih, berbagi sedekah takjil,
rajin shalat jamaah, dan ibadah-ibadah lainnya. Di penghujung Ramadhan, kita
semua bersiap untuk melepas kepergian
bulan mulia inisekaligus bersiap
menyambut kedatangan hari raya ldul
Fitri.
Saat ldul Fitri inilah semua umat Muslim
bersukaria. Memakai baju baru,
menyiapkan aneka kue lebaran untuk
menyambut tamu, berkumpul dengan sanak saudara,dan sejumlah momen bahagia lainnya. Anjuran untuk memperlihatkan ekspresi bahagia saat hari kemenangan ini dianjurkan oleh
Rasulullah saw.Dalam satu hadits
Artinya, "Diriwayatkan dari sahabat Anas, ia berkata, 'Sekali waktu Nabi saw datang di Madinah, di sana penduduknya sedang bersuka ria selama dua hari. Lalu Nabi
bertanya 'Hari apakah ini(sehingga
penduduk Madinah bersuka ria)?' Mereka
menjawab 'Dulu semasazaman jahiliah
padadua hari ini kami selalu bersuka ria.' Kemudian Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya Allah swt telah menggantikannya dalam Islam dengan dua hari yang lebih baik dan lebih mulia,
yaitu hari raya kurban (ldul Adha) dan hari
raya fitri (ldul Fitri)." (HRAbu Dawud).
Ma'asyiral muslimn a'azzakumullh.
Hanya saja,jangan sampai kebahagiaan
di momen ldul Fitri membuat kita larut dalam kesenangan sehingga lupa bahwa pada hari kemenangan ini Allah
menganjurkan kepadakita untuk
beribadah dan tetap memiliki kesadaran sosial. Sebab, bisa jadi saat itu ada saudara sesama Muslim yang kondisi ekonominya sedang tidak baik-baik saja sehingga jangankan mengenakanbaju baru, untuk menikmati makananspesial Saat hariraya ldul Fitri, kesadaran sosial kita seharusnyasemakin matang. Jika selama Ramadhan kita digembleng untuk menahan lapar dan dahaga sehingga bisa merasakan bagaimana menjadi orang yang hidupnya berkekurangan, maka ldul Fitri menjadi puncak kematangan empatikita sebagai seorang Muslim. Berbagikepada saudara yang sedang berkekurangan di momen mulia ini menjadi salah satu bentukpengamalan dari pengalaman yang sudah kita laluiselama berpuasa.
sedang menikmati Bisajadi saat kita
opor ayam atau bersuka ria memakai
baju baru,masih adasaudara yang belum bisa merasakan kenikmatan ini. Oleh
sebab itu tepat kiranya jika ldul Fitri
dijadikan sebagai momen berbagi.
Syekh Abdul Hamid al-Makki asy-Syaf'i dalam Kanzun Najh was Surr mengatakan, Artinya, "Bukanlah disebut hari 'id (hari
raya ldul Futri) bagi orang yang
mengenakan (pakaian)baru. Hari id
sesungguhnya adalah ketika ketaatan
seseorang meningkat. Setiap hari ketika
ia tidak melakukan maksiat, maka hari itu
dinamakan 'id."(Abdul Hamid al-Makki
asy-Syafii,Kanzun Najh was Surür, 2009:h. 263).
Apayang dikatakan Syekh Abdul Hamid
diatas menegaskan bahwa esensi hari
raya ldul Fitriadalah sejauhmana kita
mampu menjaga konsistensi ibadah
kepada Allah dan berbuat baik terhadap sesamamanusia. Memakai baju baru memang dianjurkansebagai bentuk
syukur atas nikmat hari agung ini, tapi
jangan sampaiekspresi syukur tersebut berlebihan sehingga membuat kita lupa
bahwa ternyata masih banyak saudara
Ma'asyiral muslimin a'azzakumullh.
Hanya saja, jangan sampai kebahagiaan
di momen ldul Fitri membuat kita larut
dalam kesenangan sehingga lupa bahwa
pada hari kemenangan ini Allah
menganjurkan kepada kita untuk
beribadah dan tetap memiliki kesadaran
sosial. Sebab,bisa jadi saat itu ada saudara sesama Muslim yang kondisi ekonominya sedang tidakbaik-baiksaja sehingga jangankan mengenakan baju baru,untuk menikmati makanan spesial
ldul Fitrisaja belum bisa.
Saat hari raya ldul Fitri, kesadaran sosial
kita seharusnya semakin matang. Jika
selama Ramadhan kita digembleng untuk
menahan lapardan dahaga sehingga bisa merasakan bagaimana menjadi orang yang hidupnya berkekurangan, maka ldul Fitri menjadipuncak kematangan empati kita sebagai seorang Muslim. Berbagi kepada saudara yang sedang berkekurangan di momen mulia ini menjadi salah satu Bisa jadi saat kita sedang menikmati
opor ayam atau bersuka ria memakai
baju baru, masih ada saudara yang belum bisa merasakan kenikmatan ini. Oleh
sebab itu tepat kiranya jika ldul Fitri
dijadikan sebagai momen berbagi.
Syekh Abdul Hamid al-Makki asy-Syafi'i dalam Kanzun Najh was Surr mengatakan,
Artinya, "Bukanlah disebut hari 'id (hari
raya ldul Futri) bagi orang yang
mengenakan (pakaian)baru. Hari 'id
sesungguhnya adalah ketika ketaatan
seseorangmeningkat. Setiap hari ketika
ia tidak melakukan maksiat, maka hari itu
dinamakan 'id."(Abdul Hamid al-Makki
asy-Syafi'i,Kanzun Najh was Surür,
2009:h. 263).
Apa yang dikatakan Syekh Abdul Hamid
di atas menegaskan bahwa esensi hari
raya ldul Fitri adalah sejauhmana kita
mampu menjaga konsistensi ibadah
kepada Allah dan berbuat baik terhadap
sesama manusia. Memakai baju baru
memang dianjurkan sebagai bentuk
syukur atas nikmat hari agung ini, tapi
jangan sampai ekspresi syukurtersebut
berlebihan sehingga membuat kita lupa
bahwa ternyata masih banyak saudara
Sesanamuslim vangbelum bisa Ma'asyiral muslimina'azzakumullh.
Selain menumbuhkan semangat berbagi,
momen ldul Fitri juga harus digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, terutamadi malam harinya. Malam ldul
Fitri merupakan momen bersuka cita,
berkumpul dengan keluarga, bersilaturahmi ke sanak saudara,dan
ragam pernik keceriaanlainnya. Namun
jangan sampai suasana penuh gembira ini
membuat kita terlalu larut dalam
kesenangan sehingga lupa mengingat Allah swt.Sebab itu, Rasulullah pernah
menyampaikan bahwa siapa yang
menghidupkan malam ldul Fitri dengan
beribadah maka hatinya akan tetap hidup
saatbanyak hati yang mati. Rasul bersabda,
Artinya, "Siapa saja yang menghidupkan
dua malam ld (ldul Fitri dan ldul Adha) karena Allah demi mengharapridha-Nya, maka hatinya tidak akan mati pada haridi Menurut Syekh Ahmad ash-Shawi, maksud "hatitidakmati"pada hadits di atas adalah orangtersebuttidak akan mengalami kebingungan saat sakaratul maut, menghadapi pertanyaan malaikat dialam kubur,dan di hari kiamat kelak.