Anda di halaman 1dari 5

Khutbah Idul Fitri:

MERAYAKAN LEBARAN DI TENGAH PANDEMI

Hadirin hafidhakumullah, Kami mengajak pribadi kami sendiri juga kepada hadirin sekalian, mari kita
selalu meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan usaha kita yang
sedemikian rupa ini, semoga bisa menyebabkan turunnya rahmat Allah kepada kita semua, sehingga
kelak kita dikumpulkan bersama Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dan orang-orang saleh, amin Allahumma amin.

Ayyuhal hâdlirûn hafidhakumullah, Alhamdulillah, pada pagi hari yang penuh kemuliaan ini, kita
semua masih diberi kesempatan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bisa bersujud, bersimpuh
mengumandangkan takbir, mengagungkan nama Allah, bertahmid, mengucap syukur, berterima kasih
kepada Allah, dan bertahlil, mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala. Kita pun telah diberi anugerah
oleh Allah bisa menyelesaikan ibadah puasa selama sebulan penuh. Pada hakikatnya, ibadah yang kita
lakukan, bukan atas kuasa kita sendiri, namun semata-mata pemberian dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Selain bersyukur, sebagai orang beriman, kita semestinya bersedih hati karena Ramadhan tahun ini
sudah meninggalkan kita. Selama hidup kita, Ramadhan tahun ini tidak akan kembali lagi sampai
kapan pun. Seumpama kita dianugerahi oleh Allah bisa bertemu pada Ramadhan di tahun mendatang,
mestinya Ramadhan mendatang bukanlah Ramadhan tahun ini yang datang kembali lagi. Sahabart
Ibnu Mas’ud pernah mendengar Baginda Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabada:

Artinya: “Seandainya para hamba mengetahui hakikat apa yang ada di bulan Ramadhan, mestinya
umatku berharap setahun penuh, semuanya menjadi bulan Ramadhan” (HR Ibnu Khuzaimah)

Idul Fitri merupakan hari raya khusus bagi orang yang berpuasa. Id artinya hari raya. Fathara artinya
berbuka puasa. Bagi orang yang kemarin-kemarin menjalankan perintah Allah dengan berpuasa
sebulan penuh, hari ini adalah hari raya berupa diperbolehkannya makan dan minum. Bahkan kita hari
ini diharamkan menjalankan puasa. Inilah yang dinamakan fathara. Sarapan (makan pagi) dalam bahasa
Arab adalah ..................... Karena itu, zakatul fithr sebenarnya adalah zakat untuk makan pada hari raya
idul Fitri.

Dahulu, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬memberikan zakat fithr (atau biasa disebut zakat fitrah) pada saat pagi
hari raya, sebelum menjalankan shalat id. Sehingga, hukum mengeluarkan zakat fithr paling afdhal
adalah antara setelah shalat subuh sampai sebelum shalat id dilaksanakan yang berarti di pagi hari
tanggal 1 Syawal. Harapannya, pada hari raya ini, semua umat muslim yang mempunyai kelebihan
makan sehari semalan hari raya ini, harus berbagi bahan makanan pokok kepada orang miskin di
sekitarnya, sehingga pada hari raya ini, semua orang bisa merasakan nikmatnya makan. Hal ini
merupakan salah satu hikmah yang dapat kita petik dari idul fithr, hari raya makan-makan.

Setelah orang berpuasa dan membayarkan zakat fithrahnya, hari raya merupakan kabar gembira atas
diterimanya amal orang yang sungguh-sungguh berpuasa, bertobat, shalat malam, shalat tarawih,
i’tikaf, sedekah, dan lain sebagainya. Allah akan menghapus semua keburukan mereka kemudian
diganti dengan kebaikan-kebaikan. Kabar gembira ini dapat kita baca:

Artinya: “Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal shalih; maka keburukan-
keburukan mereka tersebut diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan Allah maha Pengampun lagi
Maha Penyayang” (QS Al-Furqan: 70).
Artinya: “Dan orang-orang yang bertobat dan mengerjakan amal shalih, sesungguhnya dia bertobat
kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya” (QS Al-Furqan: 71).

Dalam hadits, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya Allah ta’ala menerima tobat dengan selebar-lebarnya di waktu malam supaya
orang yang menjalankan keburukan di waktu siang bisa bertobat, dan Allah membuka pintu tobat
seluas-luasnya di waktu siang bagi orang yang melakukan kesalahan di malam hari supaya bisa
bertobat sampai matahari terbit dari barat (kiamat)” (HR Muslim).

Kabar gembira juga datang dari Sayyidina Ali karramallahu wajhah

Artinya:“Barang siapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni
baginya dosa yang telah lampau.”

Sebagaimana kita ketahui bersama, semua penduduk bumi sedang diuji oleh Allah subhanahu wa ta’ala
berupa pandemi covid-19. Namun apa pun kondisi muka bumi ini, bagi orang beriman tetap
mempunyai potensi pahala. Sabda Nabi Muhammad ‫ﷺ‬:

Artinya: “Sangat menakjubkan urusan orang beriman. Semua urusannya merupakan kebaikan.

Hal tersebut tidak dimiliki siapa pun kecuali hanya dimiliki oleh orang beriman.
Apabila orang beriman mendapatkan kenikmatan, dia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya.

“Jika ia tertimpa musibah, dia bersabar. Dan itu juga menjadi kebaikan baginya” (HR Muslim: 7692).

Ramadhan ini, bukanlah Ramadhan kelabu. Hari raya ini bukan hari raya yang buruk. Wabah Covid-19
yang menyebabkan sebagian daerah tidak bisa menyelenggarakan jamaah tarawih dan tadarus di
masjid, sama sekali tak mengurangi keagungan Ramadhan. Semuanya tetaplah mutiara yang bernilai
tinggi bagi orang beriman. Kecuali bagi orang yang tidak bisa menghormati Ramadhan dengan mengisi
amal-amal yang baik, tentu Ramadhan dan hari raya ini tidak merupakan hari raya mereka. Bagi
mereka, hari raya ini adalah hari raya kelabu, penuh kemurungan.

Selain puasa, pada bulan Ramadhan, terdapat pula momen yang agung, yaitu memberikan zakat fitrah.
Bagi orang mampu, zakat dan sedekah akan meringankan beban sesama, dan menghasilkan pahala
yang sangat besar. Begitu pula untuk orang yang tidak mampu secara ekonomi, menerima pemberian
orang kaya merupakan jasa yang sangat besar. Orang miskin berjasa menjadi pembersih hartanya orang
kaya. Ini adalah soal hak dan kewajiban. Bukan soal mana yang tinggi dan mana yang lebih rendah.
Orang kaya memiliki kewajiban mengeluarkan hartanya, sementara orang miskin mempunyai hak
untuk menerima itu atas ketidakmampuannya.

Orang kaya tak seharusnya merasa berjasa atas ‘pengorbanan’ harta yang memang wajib ia keluarkan.
Kata Imam al-Ghazali, termasuk kategori mengungkit pemberian adalah ketika orang kaya merasa
menolong orang yang miskin. Perasaan ini tidak tepat dimiliki oleh siapa saja. Justru orang kaya harus
berterima kasih kepada orang miskin. Atas jasa merekalah harta orang kaya menjadi bersih, tidak kotor.
Jadi, orang kaya tidak boleh merasa mempunyai jasa berderma di hadapan orang miskin. Demikian
disampaikan oleh Imam al-Ghazali dalam al-Arbain fi Ushulid Din.

Kita sedang saling menguatkan antara satu dengan lainnya. Semua menjadi ladang ibadah. Yang kaya
berzakat itu ibadah, orang miskin menerima zakat, dia ikut andil membersihkan hartanya yang kaya, ini
juga ibadah. Sekali lagi, bagi orang beriman, apa pun posisi dan keadaannya, bernilai kebaikan.

Hadirin…
Di tengah pandemi ini, kita harus optimis bahwa kita bisa beradaptasi dengan keadaan secepat-
cepatnya. Kita berharap, ke depan, keadaan menjadi semakin membaik: pintu-pintu masjid kembali
terbuka sebagaimana sedia kala, kita bisa berkumpul bersama, mengaji bersama, menjalankan sistem
kontrol sosial bersama-sama melalui pintu-pintu masjid di sekitar kita.
Selain itu, di hari raya ini, meskipun sebagian di antara kita terhalang oleh keadaan, jangan sampai kita
lewatkan permohonan maaf kepada kedua orang tua walaupun sebagian di antara kita tidak bisa
bertatap muka. Silakan saling memaafkan antarsaudara, tetangga, teman, dan lain sebagainya dengan
menggunakan fasilitas yang ada, jika pertemuan fisik tidak memungkinkan. Kita fungsikan media
sosial yang kita punya sebagai sarana untuk merekatkan antarkeluarga, sesama muslim sehingga media
sosial kita menjadi wasilah kita menuju ridha Allah subhanahu wa ta’ala.

Semoga Allah senantiasa memberikan bimbingan, taufiq, hidayah serta inayah-Nya supaya kita dan
keluarga kita selalu menjadi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Pada puncaknya, kelak saat
kita akan menghadap Allah sang Pencipta, kita akan meninggalkan dunia ini dengan husnul khatimah,
amin.

Anda mungkin juga menyukai