Anda di halaman 1dari 78

MODUL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA

SEMESTER GANJIL 2022/2023

Penyusun:
apt. I Gede Made Suradnyana, S.Si., M.Farm.
apt. Ni Made Dharma Shantini Suena, M.Sc.

IDENTITAS MAHASISWA
NAMA :
NPM :
KELAS :
GRUP :

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2022
VISI KEILMUAN DAN MISI
PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI

1. Visi Keilmuan Program Studi Diploma Tiga Farmasi


Menghasilkan ahli madya farmasi yang unggul di bidang farmasi klinik dan
komunitas yang berwawasan budaya serta memiliki jiwa kewirausahaan.
2. Misi Program Studi Diploma Tiga Farmasi
a. Menyelenggarakan pendidikan diploma tiga farmasi bermutu dan
berwawasan budaya untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sebagai
tenaga teknis kefarmasian, dan memiliki jiwa kewirausahaan.
b. Menyelenggarakan penelitian inovatif dan berkelanjutan dalam bidang
kefarmasian yang mengutamakan pengembangan obat herbal sebagai
pengobatan komplementer dan alternatif dengan luaran invensi dan produk
inovatif.
c. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat di bidang kefarmasian
dengan mengutamakan penerapan hasil penelitian terkini yang mampu
berkontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

ii
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penyusun panjatkan ke hadapan Ida Sanghyang Widhi
Washa/Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat-Nya Modul Praktikum
Teknologi Sediaan Solida ini dapat diselesaikan dengan baik.

Modul praktikum ini disusun sebagai panduan untuk mahasiswa dalam melaksanakan
Praktikum Teknologi Sediaan Solida dengan harapan sebelum praktikum mahasiswa
memahami landasan teori, tujuan dan langkah-langkah praktikum yang akan dilakukan
sehingga praktikum berjalan dengan lancar dan mahasiswa memiliki pengalaman
praktis berkaitan dengan bahan kajian Teknologi Sediaan Solida.

Terima kasih penyusun sampaikan kepada teman-teman dosen, laboran, pimpinan dan
seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Mahasaraswati Denpasar yang telah
memberikan masukan, saran dan bantuan sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan
baik.

Penyusun menyadari bahwa modul praktikum ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan modul praktikum ini di masa yang akan datang. Penyusun berharap semoga
modul praktikum ini dapat bermanfaat.

Denpasar, September 2022

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Visi Keilmuan dan Misi Program Studi Diploma Tiga Farmasi .............................................. ii
Kata Pengantar .............................................................................................................................................. iii
Daftar Isi ........................................................................................................................................................... iv
Tata Tertib Praktikum Teknologi Sediaan Solida ......................................................................... v
Jadwal Praktikum Praktikum Teknologi Sediaan Solida ........................................................... vi
Ketentuan Laporan Praktikum .............................................................................................................. vii
Materi 1 – Preformulasi ............................................................................................................................. 1
Materi 2 – Sediaan Granul ........................................................................................................................ 6
Materi 3 – Sediaan Kapsul ........................................................................................................................ 16
Materi 4 – Sediaan Tablet (Metode Granulasi Basah) ................................................................ 30
Materi 5 – Sediaan Tablet (Metode Kempa Langsung) .............................................................. 46
Materi 6 – Sediaan Supositoria .............................................................................................................. 59
Daftar Pustaka ................................................................................................................................................ 70

iv
TATA TERTIB PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA

1. Mahasiswa wajib hadir 5 menit sebelum praktikum dimulai, dengan toleransi waktu 15
menit.
2. Mahasiswa yang terlambat diperkenankan mengikuti praktikum dan diberi sanksi berupa
tugas tambahan.
3. Mahasiswa wajib mengenakan pakaian rapi, memakai sepatu, memakai name tag dengan
mencantumkan Nama dan NIM serta memakai jas praktikum.
4. Mahasiswa diwajibkan membawa peralatan praktikum lain yang tidak disediakan di
laboratorium seperti tissue, serbet, gunting, wadah sediaan, dan lain-lain.
5. Sebelum praktikum, mahasiswa harus mempersiapkan diri tentang praktikum yang akan
dikerjakan dengan mengisi jurnal di bagian pendahuluan tiap materi praktikum.
6. Mahasiswa wajib menjaga ketenangan selama praktikum
7. Mahasiswa tidak diperkenankan meninggalkan laboratorium selama praktikum, kecuali
dengan ijin dari dosen atau asisten dosen jaga.
8. Mahasiswa wajib mengikuti praktikum sesuai jadwal yang telah direncanakan, kecuali ada
ijin dari koordinator praktikum dalam hal sakit, meninggal, menikah.
9. Mahasiswa yang tidak dapat mengikuti kegiatan praktikum diharuskan menghadap dosen
pengampu paling lambat 1 hari setelah jadwal praktikum.
10. Mahasiswa wajib menjaga kebersihan laboratorium dan seluruh peralatan maupun fasilitas
di dalam laboratorium.
11. Sebelum dan setelah praktikum mahasiswa harus merapikan dan membersihkan peralatan
yang digunakan.
12. Mahasiswa yang merusakkan, memecahkan, atau menghilangkan peralatan praktikum atau
peralatan laboratorium lainnya harus melapor kepada laboran dan segera mengganti sesuai
dengan ketentuan.
13. Laporan harus diserahkan kepada dosen pengampu paling lambat saat praktikum berakhir
pada hari pengumpulan laporan.

Denpasar, September 2022

Koordinator Praktikum

v
JADWAL PRAKTIKUM
TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA

Minggu Materi/Kegiatan/Grup
Ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 S
2 S
3 A+B C
4 A+B C
5 C A+B
6 C A+B
7 Presentasi materi 3 s.d 6
8 Ujian Tengah Semester
9 A B C
10 A B C
11 C A B
12 C A B
13 B C A
14 B C A
15 Presentasi hasil praktikum materi 7 s.d 12
16 Ujian Akhir Semester
Keterangan:
S = semua grup
A, B, C = grup

Kode Materi Keterangan


• Tata tertib praktikum
• Pemaparan rencana & materi praktikum
1 Pendahuluan • Ketentuan laporan
• Penilaian praktikum
• Pembagian kelompok
2 Preformulasi • Presentasi hasil studi preformulasi
3 • Pembuatan granul (granulasi basah)
Granul
4 • Evaluasi mutu fisik granul
• Evaluasi mutu fisik isi kapsul
5
Kapsul • Pengisian cangkang kapsul
6 • Evaluasi mutu fisik kapsul
• Evaluasi mutu fisik serbuk
7
Tablet (Kempa langsung) • Pengempaan serbuk menjadi tablet
8 • Evaluasi mutu fisik tablet
• Pembuatan granul (granulasi basah)
9
• Evaluasi mutu fisik granul
Tablet (Granulasi basah)
• Pengempaan granul menjadi tablet
10
• Evaluasi mutu fisik tablet
11 • Pembuatan suppositoria
Suppositoria
12 • Evaluasi mutu supositoria

vi
KETENTUAN LAPORAN PRAKTIKUM

1. Ketentuan Laporan:
a. Laporan praktikum dibuat setelah praktikum evaluasi mutu sediaan dilakukan
b. Laporan dikumpulkan 1 minggu setelah praktikum
c. Laporan diketik pada kertas A4 dengan margin kanan, atas dan bawah 2 cm dan
margin kiri 3 cm
d. Jenis font Time New Roman ukuran 12 pt
e. Khusus halaman judul ukuran font dapat disesuaikan

2. Kerangka Laporan
a. Cover Laporan harus berisi informasi berikut:
1) nama mata praktikum
2) judul praktikum
3) logo Unmas Denpasar
4) nama dan NIM penyusun
5) nama prodi
6) nama fakultas
7) nama universitas
8) tahun
b. Isi Laporan terdiri dari:
1) Judul praktikum
2) Tujuan praktikum
3) Dasar teori
4) Pelaksanaan praktikum (alat dan bahan; cara kerja)
5) Hasil praktikum (lebih baik berbentuk tabel)
6) Pembahasan
7) Kesimpulan
8) Daftar pustaka

vii
MATERI 1-PREFORMULASI

A. Tujuan Praktikum
Mampu melakukan studi preformulasi sediaan padat

B. Landasan Teori
Formulasi adalah proses pengembangan calon obat menjadi produk obat.
Awalnya, mungkin ada sejumlah calon molekul obat potensial, masing-masing dengan
sifat fisikokimia yang unik dan masing-masing menunjukkan aktivitas terhadap target
biologis tertentu. Pada akhirnya, hanya satu (yang paling baik) yang akan dikembangkan
menjadi produk obat. Keputusan untuk memilih kandidat obat yang berhasil untuk
dikembangkan tidak tergantung pada efikasi farmakologis saja. Dalam prakteknya, sifat
fisikokimia molekul mempengaruhi bagaimana suatu bahan akan diproses secara
farmasi, stabilitasnya, interaksinya dengan eksipien dan bagaimana kelarutannya dan,
pada akhirnya, akan menentukan bioavailabilitasnya. Oleh karena itu,
mengkarakterisasi sifat fisikokimia kandidat obat di awal proses pengembangan akan
memberikan dasar pengetahuan dalam pemilihan kandidat obat, desain bentuk sediaan,
dan metode pembuatan sehingga dapat mengurangi waktu dan biaya pengembangan.
Preformulasi merupakan tahapan dalam pengembangan obat dan sediaan obat
sebelum dilakukan formulasi. Tujuan studi preformulasi adalah untuk menghasilkan
informasi yang berguna bagi formulator dalam mengembangkan bentuk sediaan yang
stabil dengan ketersediaan hayati baik dan dapat di produksi dalam skala besar,
sehingga berguna untuk mengoptimasi proses pengembangan kandidat obat menjadi
produk obat.
Selama preformulasi sifat fisika kimia kandidat obat ditetapkan. Sifat fisikokimia
dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni sifat intrinsik molekul dan sifat turunan dari
perilaku bulk (misalnya serbuk atau kristal). Sifat intrinsik bersifat inheren dari suatu
molekul dan hanya dapat diubah dengan modifikasi kimia, sedangkan sifat turunan
merupakan hasil dari interaksi intermolekular dan dapat dipengaruhi oleh bentuk
keadaan-padatan, bentuk fisik dan lingkungan.
Organoleptis
Preformulasi harus dimulai dengan mengamati pemerian zat aktif, warna, bau,
dan rasa zat aktif harus dicatat dengan menggunakan terminologi deskriptif.
Analisis fisikokimia
Tahap awal studi preformulasi adalah mengembangkan metode analisis yang
sesuai, karena tidak ada sifat fisikokimia relevan yang dapat diukur tanpa suatu analisis.
Prosedur pengujian harus memerlukan jumlah sampel minimal. Idealnya percobaan
harus memungkinkan penentuan beberapa parameter. Misalnya penyiapan larutan
jenuh untuk menentukan kelarutan dan mungkin dapat digunakan untuk menentukan
koefisien partisi.
Analisis fisikokimia ini dilakukan untuk identifikasi (kualitatif) dan penetapan
kadar zat aktif (kuantitatif). Untuk penetapan kualitatif digunakan kromatografi lapis
tipis, spektrum serapan inframerah, reaksi warna, spektrum serapan ultraviolet, dan
reaksi lainnya. Penetapan kadar dilakukan dengan metode spektrofotometri,
kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi, titrasi kompleksometri, asam basa,
argentometri, dan iodometri.
Sifat fisikokimia

1
Kelarutan dalam air merupakan sifat kritis suatu kandidat obat. Tidak ada obat
yang dapat mencapai target terapetik tanpa terlarut terlebih dahulu. Oleh karena itu
kelarutan merupakan parameter pertama yang ditentukan. Secara umum kelarutan
kadidat obat yang lebih besar dari 10 mg/ml adalah optimal untuk obat yang diberikan
secara oral, sedangkan kelarutan kurang dari 1 mg/ml mungkin menjadi masalah.
Koefisien partisi ditetapkan pada fase air dan pelarut organik (biasanya n-
oktanol). Koefisien partisi umumnya dinyatakan sebagai nilai log P. Senyawa lipofilik
memiliki nilai log P positif, sendangkan senyawa hidrofilik memiliki nilai log P negatif.
Pengetahuan tentang kelarutan dan koefisien partisi memungkinkan ditetapkan
kategori Sistem Klasifikasi Biofarmasi (BCS) untuk kandidat obat, yang memberikan
indikasi kemungkinan kemudahan formulasi.
Titik lebur dan entalpi peleburan adalah karakteristik dari bentuk polimorfik dan
memungkinkan perhitungan kelarutan ideal. Jika suatu kandidat obat memiliki pKa,
maka kelarutannya akan dipengaruhi oleh pH dan kemungkinan terbentuk garam.
Garam meningkatkan kelarutan dengan mengubah pH pada pelarutan. Pembentukan
garam idealnya memerlukan perbedaan 3 unit pKa antara obat bebas dan asam atau
basa. Garam juga dapat digunakan untuk mengisolasi senyawa aktif, atau untuk
meningkatkan stabilitas.
Laju disolusi, pengetahuan tentang kelarutan tidak secara langsung memberikan
informasi tentang laju disolusi karena kelarutan dihitung pada keadaan kesetimbangan
dan bukan menunjukkan kecepatan pencapaian. Sehingga kelarutan tinggi dalam air
tidak selalu berarti senyawa menunjukkan absorpsi yang memuaskan. Absorpsi dapat
diasumsikan tidak bermasalah jika kandidat obat memiliki laju disolusi intrinsik lebih
besar dari 1 mg/cm2/menit.

Sumber: Aulton and Taylor 2018


Higroskopisitas menunjukkan kecenderungan suatu senyawa menarik air dari
lingkungan, baik melalui absorpsi maupun adsorpsi. Jumlah lembap yang diadsorpsi
oleh suatu bobot tetap sampel anhidrat berada dalam keseimbangan dengan lembap

2
dari udara pada suhu tertentu disebut “kandungan keseimbangan lembap”. Peningkatan
kandungan air umumnya menyebabkan perubahan sifat fisikokimia. Misalnya, serbuk
yang lembab akan menjadi lebih kohesif dan laju alirnya menurun. Air juga bertindak
sebagai media dari banyak reaksi keadaan padatan, sehingga peningkatan kandungan
air sering kali dapat meningkatkan laju reaksi penguraian kimia bahan aktif atau
interaksi dengan banyak eksipien. Jika senyawa bersifar amorf, absorpsi air
menyebabkan plastisisasi matrik dan mengakibatkan perubahan besar pada struktur.
Jika matrik amorf merupakan serbuk freeze-dried, absorpsi air sering kali menyebabkan
struktur rusak. Pada kondisi ekstrim, absorpsi air dapat menyebabkan bahan amorf
berubah menjadi kristal. Zat-zat higroskopis harus disimpan dalam suatu wadah
tertutup rapat, yang lebih baik dilengkapi dengan suatu zat pengering.
Sifat terbasahi dapat memengaruhi granulasi solid, perembesan cairan disolusi ke
dalam tablet dan granul, dan adhesi bahan solut pada tablet. Sifat terbasahi dinyatakan
dengan sudut kontak dengan menempatkan setetes cairan pada bahan yang dipadatkan.
Semakin hidrofobik suatu bahan, semakin tinggi sudut kontak.

Sumber: Aulton and Taylor 2018


Polimorfisa adalah sifat zat aktif yang terdiri atas satu bentuk kristal dengan
pengaturan ruang kisi-kisi yang berbeda. Polimorf adalah bentuk kristal yang berbeda.
Pseudopolimorf adalah suatu kristal solid yang sering menjerat molekul pelarut dalam
suatu posisi kisi-kisi tertentu dan dalam stokiometri. Banyak solid dapat dibuat dalam

3
suatu bentuk polimorfisa tertentu melalui perlakuan kondisi kristalisasi yang tepat. Ada
dua tipe polimorfisa, yaitu tipe monotorik dan tipe polimorf enantiotropik. Monotropik
adalah polimorfisa yang hanya satu bentuk zat aktif yang stabil (terlepas dari suhu dan
tekanan) dan bentuk menstabil akan kembali ke bentuk stabil seiring dengan waktu.
Polimorf enantiotropik adalah perubahan dari suatu bentuk ke bentuk lain yang bersifat
reversible.
Perubahan dalam proses kristalisasi juga dapat menyebabkan masuknya molekul
pelarut dalam kristal, menghasilkan solvant (atau terutama jika air yang masuk berupa
hidrat). Kristal ini mempunyai sifat-sifat yang berbeda dari nonsolvant.
Crystal habit adalah istilah yang diberikan pada penampilan luar kristal. Habit
suatu kristal dapat berubah dengan tanpa mengubah bentuk polimorf. Kedua parameter
ini bersifat independen. Variasi crystal habit tergantung dari susunan kristal yang
meliputi kubik, tetragonal, ortorombik, monoklinik, triklinik, trigonal, dan hexagonal.
Perubahan habit dapat mempengaruhi proses (misalnya aliran dan pengempaan selama
pentabletan) dan penggunaan bentuk sediaan. Laju disolusi dipengaruhi oleh rasio
permukaan terhadap volume. Habit dapat diubah dengan perubahan proses kristalisasi.
Sifat fisikomekanik
Ukuran partikel, berbagai sifat kimia dan fisik zat aktif dipengaruhi oleh distribusi
ukuran dan bentuk partikel. Zat aktif yang sangat halus sulit ditangani, tetapi banyak
kesulitan dapat diatasi dengan membuat dispersi padat zat aktif dengan suatu
pembawa, seperti polimer larut air. Ukuran partikel mempengaruhi faktor dalam
stabilitas, bahan halus agak lebih terbuka pada pajanan oksigen atmosfer, panas, cahaya,
kelembapan, dan interaksi eksipien daripada bahan kasar. Tidak hanya ukuran, tetapi
bentuk juga mempengaruhi aliran dan efisiensi pencampuran serbuk dan granul.
Metode yang digunakan untuk memantau ukuran partikel, antara lain metode
mikroskopik, pengayakan, penetapan volume partikel. Pengukuran volume partikel
meanggunakan alat yang disebut coulter counter, memungkinkan menghitung suatu
diameter setara dengan volume. Untuk analisis kuantitatif, distribusi ukuran partikel
bahan yang berkisar lebih dari 50 µm dapat menggunakan metode pengayakan,
walaupun bentuknya mempunyai pengaruh kuat pada hasil.
Bentuk dan luas permukaan partikel, bentuk dan luas permukaan partikel
diperlukan karena bentuk memengaruhi aliran dan sifat permukaan suatu serbuk dan
mempunyai pengaruh pada luas permukaan. Bentuk partikel mempengaruhi aliran.
Aliran dinilai menggunakan ukuran kompresibilitas (Carr’s indeks atau Hausner ratio)
dan sudut istirahat.
Sifat aliran serbuk sangat penting untuk pembuatan tablet, pengisian serbuk ke
dalam kemasan (botol atau sachet) dan pengisian kapsul keras yang efisien. Sifat aliran
serbuk yang baik merupukan hal penting untuk pengisian yang seragam dan untuk
memudahkan gerakan bahan disekitar fasilitas produksi. Sifat aliran dipengaruhi oleh
aliran, ukuran partikel, bobot jenis, muatan elektrostatik dan kelembapan.
Ketermampatan adalah kemampuan mengurangi volume di bawah tekanan.
Manfaat dari uji kemampatan adalah memberi petunjuk tentang sifat serbuk yang
elastis, plastis atau rapuh. Kompaktibilitas adalah kemampuan bahan serbuk yang
dikempa menjadi suatu tablet dengan kekuatan regang tertentu.
Pengempaan memerlukan sifat kompresi dan kohesi yang baik. Pemadatan
merupakan hasil dari sifat kompresi dan kohesi obat. Sifat ini umumnya kurang baik
untuk hampir semua serbuk obat, tetapi tablet jarang dibuat hanya dari bahan aktif obat.
Eksipien dengan sifat pemadatan baik dapat ditambahkan. Untuk obat dosis rendah,
mayoritas dari komponen tablet merupakan eksipien sehingga sifat bahan aktif obat

4
kurang penting. Tetapi jika dosis meningkat lebih dari 50 mg, sifat pemadatan obat akan
mempengaruhi sifat tablet secara keseluruhan.
Stabilitas
Stabilitas kimia dan fisik bahan obat tunggal, dan bila dikombinasikan dengan
komponen formulasi, sangat penting diketahui dalam pengembangan produk farmasi.
Untuk obat tertentu, satu jenis struktur kristal dapat memberikan stabilitas yang lebih
besar daripada struktur lain dan karena itu mungkin lebih disukai. Untuk obat yang
rentan terhadap dekomposisi oksidatif, penambahan zat penstabil antioksidan ke dalam
formulasi mungkin diperlukan untuk melindungi potensinya. Untuk obat yang
terdegradasi oleh hidrolisis, perlindungan terhadap kelembaban dalam formulasi,
pemrosesan, dan pengemasan mungkin diperlukan untuk mencegah dekomposisi.
Dalam setiap kasus, pengujian stabilitas obat pada berbagai suhu, kondisi kelembaban
relatif (RH) (misalnya 40°C RH 75% atau 30°C RH 60%), durasi, kondisi cahaya, udara,
dan pengemasan sangat penting dalam menilai obat dan stabilitas produk obat.
Informasi tersebut sangat penting dalam mengembangkan instruksi label untuk
penggunaan dan penyimpanan, menetapkan tanggal kedaluwarsa produk, pengemasan
dan pengiriman.
Parameter yang mempengaruhi absorpsi
Absorpsi zat aktif solid yang diberikan secara oral terdiri dari dua proses
berurutan yaitu proses disolusi, diikuti dengan transportasi zat terdisolusi. Sifat
fisikokimia yang berkaitan dengan proses absorpsi yaitu koefisien partisi, yang
merefleksikan kelarutan relatif dalam air dan lemak suatu zat dan perilaku ionisasi.
Ketiga parameter ini secara bersamaan/masing-masing membantu mengkarakterisasi
perilaku permeasi suatu zat aktif.
Koefisien partisi diterapkan untuk penilaian kelarutan dalam air, petunjuk respon
biologis, mengekstraksi zat aktif dari cairan berair (terutama darah dan urine),
membantu pemilihan kolom atau fase gerak untuk analisi kromatografi, menetapkan
konsentrasi zat aktif dan/pengawet dalam fase berair sediaan emulsi, memperkirakan
pelepasan zat aktif sediaan semisolid seperti salep.
Konstanta ionisasi, absorpsi zat aktif yang bersifat asam atau basa lemah dalam
saluran cerna merupakan fraksi zat aktif tidak terionisasi. Faktor penting dalam absorpsi
zat aktif yang bersifat asam dan basa lemah adalah pH pada tempat absorpsi, konstanta
ionisasi, dan kelarutan spesi tak terionisasi dalam lemak. Semua faktor ini merupakan
teori pH partisi yang diterima secara luas.

C. Tugas
Membuat studi preformulasi untuk bahan aktif natrium klorida, trinatrium sitrat,
kalium klorida, kloramfenikol, parasetamol, asetosal dan aminofilin.

5
MATERI 2-SEDIAAN GRANUL

A. Tujuan Praktikum
a. Mampu membuat sediaan granul
b. Mampu melakukan evaluasi mutu sediaan granul

B. Landasan Teori
Granul adalah sediaan yang mengandung padatan, kelompok agregat kering dari
partikel serbuk yang lebih kecil, atau partikel individu yang lebih besar yang mungkin
memiliki dimensi keseluruhan lebih besar dari 1000 µm. Granul dimaksudkan untuk
diberikan secara oral, bisa langsung ditelan, dikunyah atau dilarutkan/didispersikan
dalam air atau cairan lain yang sesuai terlebih dahulu sebelum digunakan. Granulasi
adalah proses di mana partikel serbuk kering diolah sehingga melekat membentuk
entitas multipartikulat yang lebih besar yang disebut granul.
Granul farmasi biasanya memiliki kisaran ukuran antara 0,2 mm dan 4,0 mm,
tergantung pada penggunaan granul selanjutnya. Dalam sebagian besar kasus, jika
granul akan dibuat sebagai produk antara untuk pembuatan tablet, granul tersebut
biasanya memiliki kisaran ukuran 0,2 mm hingga 0,5 mm. Jika granul disiapkan untuk
digunakan sebagai bentuk sediaan, biasanya ukurannya lebih besar (1 mm sampai 4
mm).
Granul harus memiliki sifat mekanik yang sesuai. Granul yang diproduksi sebagai
bentuk sediaan harus cukup kuat untuk menahan penanganan (pengemasan dan
transportasi). Granul yang dimaksudkan untuk dikempa menjadi tablet juga harus kuat
dan tidak mudah pecah, tetapi juga harus dapat berubah bentuk dan terikat selama
pengempaan untuk memastikan bahwa terbentuk massa yang kompak.
Granul mengandung satu atau lebih zat aktif dengan atau tanpa eksipien dan, jika
perlu, zat pewarna dan pengaroma yang sesuai. Granul terutama digunakan untuk obat
toksisitas rendah dengan dosis tinggi. Granul metilselulosa, misalnya, digunakan sebagai
pencahar pembentuk massa dan memiliki dosis 1 g hingga 4 g setiap hari.
Granul disajikan sebagai sediaan dosis tunggal atau dosis ganda. Setiap dosis
sediaan dosis ganda diberikan dengan alat yang sesuai untuk mengukur jumlah yang
ditentukan. Untuk butiran dosis tunggal, setiap dosis dikemas dalam paket individu,
(misalnya sachet atau vial). Jika sediaan mengandung bahan yang mudah menguap atau
isinya harus dilindungi, maka sediaan tersebut harus disimpan dalam wadah kedap
udara. Misalnya, butiran metilselulosa harus disimpan dalam wadah kedap udara
bermulut lebar.
Metode granulasi dapat dibagi menjadi dua jenis: metode basah, yang
menggunakan cairan dalam prosesnya, dan metode kering, di mana tidak ada cairan
yang digunakan. Dalam formulasi sediaan granul, selain bahan aktif sejumlah eksipien
akan dibutuhkan. Eksipien yang umum digunakan adalah pengisi, yang digunakan untuk
menghasilkan berat dosis satuan dengan ukuran yang sesuai, dan zat penghancur, yang
ditambahkan untuk membantu pemecahan granul ketika mencapai media cair
(misalnya setelah tertelan oleh pasien). Perekat (juga dikenal sebagai pengikat) dalam
bentuk serbuk kering juga dapat ditambahkan, terutama jika digunakan granulasi
kering. Semua bahan akan dicampur sebelum granulasi.
Granulasi kering
Pada metode granulasi kering, partikel serbuk dikumpulkan dan diberi tekanan
tinggi. Ada dua proses perantara utama, yakni produksi tablet besar (dikenal sebagai

6
'slug') dalam mesin pres tablet (proses yang dikenal sebagai slugging) atau menekan
serbuk antara dua rol untuk menghasilkan lembaran atau serpihan material (pemadatan
rol). Selanjutnya produk antara yang dihasilkan dipecah menggunakan teknik
penggilingan yang sesuai untuk menghasilkan granul yang biasanya diayak untuk
memisahkan fraksi ukuran yang diinginkan. Bahan halus yang tidak terpakai dapat
dikerjakan ulang untuk menghindari pemborosan. Metode kering ini dapat digunakan
untuk obat yang tidak terkompresi dengan baik setelah granulasi basah atau yang
sensitif terhadap kelembaban.
Granulasi basah (melibatkan massa basah)
Granulasi basah melibatkan massa campuran partikel serbuk kering dan
menggunakan cairan granulasi. Cairan granulasi mengandung pelarut yang harus
mudah menguap, sehingga dapat dihilangkan dengan pengeringan, dan tidak beracun.
Cairan yang cocok biasanya air, etanol dan 2-propanol baik sendiri atau dalam
kombinasi. Cairan granulasi dapat digunakan sendiri atau sebagai pelarut yang
mengandung perekat terlarut (juga disebut sebagai pengikat atau bahan pengikat), yang
digunakan untuk memastikan adhesi partikel setelah granul kering.
Air biasanya digunakan untuk alasan ekonomi dan ekologi. Kerugian dari air
sebagai pelarut adalah dapat mempengaruhi stabilitas obat, menyebabkan hidrolisis
produk yang rentan, dan membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama dari pada
pelarut organik.
Waktu pengeringan yang lama ini meningkatkan durasi proses dan sekali lagi
dapat mempengaruhi stabilitas kimia obat karena paparan panas yang diperpanjang.
Keuntungan utama air adalah tidak mudah terbakar, yang berarti bahwa tindakan
pencegahan keamanan yang mahal seperti penggunaan peralatan tahan api tidak perlu
dilakukan. Pelarut organik digunakan sebagai alternatif untuk granulasi kering ketika
melakukan granulasi obat yang sensitif terhadap air, atau ketika diperlukan waktu
pengeringan yang cepat.
Dalam metode granulasi basah tradisional, massa basah dipaksa melalui ayakan
untuk menghasilkan butiran basah, yang kemudian dikeringkan. Tahap pengayakan
berikutnya memecah gumpalan butiran dan menghilangkan bahan halus, yang dapat
didaur ulang. Variasi metode tradisional ini tergantung pada peralatan yang digunakan,
tetapi prinsip umum agregasi partikel awal menggunakan cairan tetap ada di semua
proses. Sebuah alternatif untuk proses granulasi basah tradisional adalah granulasi leleh
dimana polimer termoset digunakan untuk membentuk butiran.
Evaluasi mutu granul, granul harus memenuhi persyaratan uji dan standar
farmakope yang sangat mirip dengan sediaan serbuk, yang mencakup keseragaman unit
dosis, keseragaman kandungan, keseragaman massa dan keseragaman massa dosis dari
wadah dosis ganda.
Keseragaman unit dosis, granul oral dosis tunggal harus memenuhi uji
keseragaman satuan dosis atau, jika dibenarkan dan diizinkan, dengan uji keseragaman
kandungan dan/atau keseragaman massa. Keseragaman massa, granul oral dosis
tunggal harus memenuhi uji keseragaman massa sediaan dosis tunggal. Jika produk
memenuhi uji keseragaman kandungan untuk semua zat aktif, maka uji keseragaman
massa tidak diperlukan. Keseragaman massa dosis yang dikeluarkan dari wadah
multidosis, granul oral yang dikemas dalam wadah multidosis harus memenuhi
pengujian ini. Pelepasan obat, sediaan granul tertentu, misalnya granul tersalut, granul
pelepas termodifikasi, granul tahan gastro, kecepatan dan tingkat pelepasan obat aktif
harus dikuantifikasi dan dibandingkan dengan spesifikasi yang disyaratkan.

7
Evaluasi mutu fisik yang dilakukan terhadap sediaan granul meliputi distribusi
ukuran partikel dan sifat aliran. Distribusi ukuran granul, yaitu evaluasi untuk
mengetahui penyebaran ukuran granul yang diperoleh. Zat padat yang secara alamiah
berada dalam bentuk partikel dan zat yang telah digranul memiliki bentuk yang tidak
beraturan dan ukuran partikel bervariasi. Metode statistik yang telah dikembangkan
menyatakan bahwa untuk ukuran partikel tidak beraturan dinyatakan dengan
diameternya. Berbagai metode untuk mengetahui ukuran diameter ini, antara lain:
metode pengendapan, pengayakan dan mikroskopi. Metode pengayakan merupakan
metode yang lebih banyak dipilih, karena kepraktisan dan mudah dalam
pelaksanaannya. Alat yang digunakan adalah ayakan bertingkat. Tipe gerakan, vibrasi,
gerakan memutar, dan durasi pengayakan merupakan faktor penting pada uji dengan
metode ini, oleh karena itu dalam metode ini tipe gerakan, lama waktu dan beban
pengayakan harus distandarkan.
Sifat alir dapat diuji dengan waktu alir, sudut diam dan kompresibilitas. Waktu alir,
yaitu waktu yang diperlukan untuk mengalir sejumlah granul atau serbuk pada alat uji.
Mudah tidaknya granul atau serbuk mengalir dipengaruhi oleh bentuk, luas permukaan,
kerapatan dan kelembaban granul. Ketidakseragaman dan semakin kecilnya ukuran
granul akan menaikkan daya kohesi sehingga granul menggumpal dan tidak mudah
mengalir. Untuk 100 gram granul atau serbuk dengan waktu alir lebih dari 10 detik akan
mengalami kesulitan pada waktu penabletan.
Sudut diam, yaitu sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel berbentuk
kerucut dengan bidang horizontal, jika sejumlah serbuk atau granul dituang ke dalam
alat pengukur. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk, ukuran partikel dan
kelembaban granul.

Sumber: Aulton and Taylor 2018


Pengetapan, yaitu penurunan volume sejumlah granul akibat hentakan (tapped)
dan getaran (vibrating). Semakin kecil indeks pengetapan (dalam persen) maka semakin
baik sifat alirnya. Uji pengetapan dilakukan dengan Jolting Volumeter yang terdiri dari
gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur ke atas dan ke bawah dengan bantuan
motor penggerak. Dari proses pengetapan ini juga dapat dihitung harga kerapatan bulk
dan kerapatan mampatnya.

8
Sumber: Aulton and Taylor 2018

Keterangan:
m = Massa partikel
Vo = Volume bulk (sebelum pengetapan)
Vf = volume mampat (setelah pengetapan)
Bmin = Kerapatan bulk (sebelum pengetapan)
Bmax = Kerapatan mampat (setelah pengetapan)
Berdasarkan hasil pengukuran tersebuat dapat dihitung Husner Ratio dan Carr’s
index (persen kompresibilitas).

9
Sumber: Aulton and Taylor 2018

C. Pelaksanaan Praktikum
1. Bahan dan Alat
a. Bahan: natrium klorida, trisodium sitrat, potasium klorida, glukosa dan orange
flavor, etanol 70%.

b. Alat: timbangan gram dan mg, kantong plastik, waskom, mortir, oven, moisture
analyzer, satu seri ayakan (20, 30, 40, 50, 60, 80 dan 100 mesh), wadah sediaan
(botol coklat), sieve shaker, gelas ukur 100 ml, alat uji kecepatan alir granul,
penggaris, kalkulator, stopwatch.
2. Formula
Tiap 32 g granul (bobot penyajian) mengandung:
Natrium klorida 12,7 %
Trisodium sitrat 14,2 %
Potasium klorida 7,3 %
Glukosa 65,8 %
Orange flavor q.s.
Dibuat sediaan granul sebanyak 320 gram.

3. Prosedur Kerja

a. Pembuatan Granul
1) Penimbangan

10
2) Fungsi masing-masing komponen dalam formula

3) Prosedur pembuatan granul


a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Ditimbang setiap bahan berdasarkan perhitungan formulasi
c) Digerus semua bahan di dalam mortir dan campurkan sampai homogen
d) Tambahkan etanol 70% secukupnya dan gerus sampai terbentuk massa granul
e) Kemudian diayak dengan ayakan mesh 40
f) Keringkan dalam oven suhu 40oC selama 15 menit
g) Serbuk yang telah jadi dikemas dalam botol cokelat kaca
h) Kemasan botol ditutup rapat dan diberi etiket.

b. Evaluasi mutu granul


1) Distribusi ukuran granul
a) Prosedur kerja
(1) Ditimbang 100 g granul.
(2) Ditimbang bobot masing-masing pengayak (20, 30, 50, 60, 80 dan 100
mesh) dan pan penampung yang akan digunakan.
(3) Pengayak-pengayak tersebut disusun dengan ukuran terbesar diletakkan di
atas dan pan penampung di bawah.
(4) Susunan pengayak tersebut diletakkan di atas penggetar pengayak.
(5) Granul yang telah ditimbang diletakkan pada pengayak paling atas,
kemudian ditutup dan dikencangkan.
(6) Pengayak digetarkan selama 5 menit.
(7) Ditimbang bobot masing-masing pengayak dan granul yang terdapat di
dalamnya.
(8) Dihitung bobot granul yang terdapat pada masing-masing pengayak dan
pada pan penampung tersebut.
(9) Buatlah tabel dan kurva distribusi ukuran granul yang diperoleh.
b) Hasil Pengamatan
(1) Tabel distribusi ukuran

11
Pengayak Bobot Bobot Granul
Diameter Bobot Pengayak +
Nomor granul (g) Bobot (g) % % Kumulatif
Lubang (µm) (g)

20

30

50

60

80

100

Pan

Jumlah

(2) Kurva Histogram Frekuensi

(3) Persentase fines

Fines adalah partikel-partikel dengan diameter <100 µm.

𝑤 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑦𝑎𝑘𝑎𝑛
% fines = 𝑤 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑥 100%

= ……………………………
2) Bobot jenis bulk
Bobot jenis bulk adalah massa terhadap volume dari sejumlah bahan yang dituang
bebas ke dalam gelas ukur.
a) Prosedur kerja:
(1) Ditimbang bahan sejumlah 40-130 g pada kertas timbang

12
(2) Bahan tersebut dituang ke dalam gelas ukur 100 mL yang dimiringkan pada
sudut 45° dengan cepat (dapat melalui corong).
(3) Gelas ukur ditegakkan dan digoyangkan dengan cepat untuk meratakan
permukaan bahan dan dibaca volume yang terukur (mL).
(4) Dihitung bobot jenis bulk dengan rumus sebagai berikut:
ρB = w/v (g/mL)
b) Hasil pengamatan:
Replikasi w (g) V0 (mL) ρB (g/mL)
1 85 95
2 85 96
3 85 95
Rata-rata
3) Bobot jenis mampat
Bobot jenis mampat adalah perbandingan massa terhadap volume setelah massa
tersebut dimampatkan sampai volume tetap.
a) Prosedur kerja:
(1) Setelah pembacaan volume bulk pada pengukuran bobot jenis bulk, gelas
ukur yang berisi bahan tersebut diberi ketukan.
(2) Volume bahan diamati pada tiap interval 100 ketukan dari 100 sampai 500
ketukan, sampai menunjukkan volume yang tetap (Vt ml).
(3) Dilakukan tiga kali pengulangan dengan granul yang berbeda.
(4) Dihitung bobot jenis mampat dengan rumus sebagai berikut:
ρT = w/Vt (g/ml)
b) Hasil pengamatan:
Jumlah Volume Setelah Pemampatan (ml)
ρ (g/ml)
Ketukan 1 2 3
100 91 92 91
200 88 89 87
300 85 86 85
400 85 86 85
500 85 86 85
4) Kompresibilitas
Berdasarkan data hasil uji bobot jenis bulk dan bobot jenis mampat, hitunglah
kompresibilitas granul dengan rumus:
 -
% Kompresibilitas = t b × 100%
t
= ………………………
= ………………………
= ………………………
Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….

13
5) Kandungan lembab
a) Prosedur Kerja:
(1) Dimasukkan kurang lebih 5 g bahan ke dalam sample tray moisture
analyzer.
(2) Letakkan sample tray di dalam alat
(3) Tutup alat dan tunggu sampai alat berbunyi yang menandakan pengukuran
moisture content (MC) telah selesai.
(4) Dibaca kadar air (MC) pada alat.
b) Hasil pengamatan
No. % MC
1
2
3
Rata-rata :
6) Kecepatan alir granul
a) Prosedur kerja:
(1) Corong dipasang pada statif dengan jarak ujung pipa bagian bawah ke
bidang datar = 10,0 ± 0,2 cm.
(2) Ditimbang teliti 100 g bahan (w).
(3) Bahan tersebut dituang ke dalam corong dengan dasar lubang corong dalam
keadaan tertutup.
(4) Tutup dasar lubang corong dibuka sambil menyalakan stopwatch.
(5) Waktu yang diperlukan dicatat mulai dari bahan mengalir sampai bahan
dalam corong habis (t)
(6) Dihitung kecepatan alir dengan rumus sebagai berikut:
Kecepatan alir = w/t (g/detik)
b) Hasil pengamatan
No W (g) t (detik) Kecepatan Alir (g/detik)
1
2
3
Rata-rata
Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….
7) Sudut istirahat
Penentuan sudut istirahat dapat dilakukan bersama-sama dengan penentuan
kecepatan alir.
a) Prosedur Kerja
(1) Diukur tinggi tumpukan bahan di bawah corong hasil penentuan kecepatan
alir (h).
(2) Jari-jari alas kerucut tumpukan bahan tersebut diukur (r)
(3) Dihitung sudut istirahat dengan rumus sebagai berikut:
α = tan-1 (h/r)

14
b) Hasil pengamatan
No h (cm) r (cm) α (°)
1
2
3
Rata-rata

Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….

15
MATERI 3-SEDIAAN KAPSUL

A. Tujuan Praktikum
a. Mampu membuat sediaan kapsul keras
b. Mampu melakukan evaluasi mutu sediaan kapsul keras
B. Landasan Teori
Kata capsule berasal dari bahasa Latin calsula yang berarti kotak kecil. Dalam bidang
farmasi kata ini digunakan untuk menjelaskan edible package (kemasan yang dapat
dimakan) yang terbuat dari gelatin atau bahan lain yang sesuai yang berisi bahan obat
untuk menghasilkan unit dosis, yang umumnya digunakan cera oral. Ada dua jenis kapsul
yaitu hard capsule (kapsul keras) dan sift capsule (kapsul lunak). Kapsul keras terdiri dari
2 bagian yaitu badan dan tutup.

Sumber: Allen and Ansel 2014


Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan
lain yang sesuai. Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5)
sampai nomor paling besar (000). Umumnya ukuran nomor 00 adalah ukuran terbesar
yang dapat diberikan kepada pasien. Ada juga kapsul gelatin keras ukuran 0 dengan
bentuk memanjang (dikenal sebagai ukuran OE), yang memberikan kapasitas isi lebih
besar tanpa peningkatan diameter.
Cara paling sederhana memperkirakan berat serbuk yang bisa dimasukkan ke
dalam kapsul keras adalah dengan mengalikan volume badan kapsul dengan bobot jenis
mampat serbuk. Berat cairan yang dapat dimasukkan ke dalam cangkang kapsul dihitung
dengan mengalikan kerapatan cairan dengan volume badan kapsul dan mengalikan
dengan 0,9.

16
Sumber: Aulton and Taylor18

Sumber: Allen and Ansel 2014


Kapsul keras dapat diisi dengan berbagai bahan yang memiliki sifat fisikokimia
berbeda-beda. Keterbatasan jenis bahan yang dapat diisikan ke dalam kapsul keras
adalah harus tidak bereaksi dengan gelatin atau bahan alternatif cangkang kapsul, harus
tidak mengandung lembab dalam jumlah besar, dan volume unit dosis tidak melebihi
ukuran kapsul yang tersedia.

Sumber: Aulton and Taylor18

Sumber: Allen and Ansel 2014

17
Semua formula isi kapsul keras harus memenuhi persyaratan: dapat diisikan
dengan seragam untuk menghasilkan produk dengan bobot stabil, harus melepaskan
bahan aktif sehingga tersedia untuk diabsorpsi, dan harus memenuhi persyaratan
farmakope atau peraturan yang berlaku. Jenis eksipien yang digunakan dalam formula isi
kapsul berupa serbuk adalah pengisi (laktosa, mikrokristalin selulosa dan amilum),
lubrikan dan glidan (silikon dioksida, magnesium stearat, kalsium stearat, asam stearat,
talk), pembasah (sodium lauril sulfat), disintegran (pregelatinezed starch, croscarmellose
dan sodium starch glicolate) dan stabilizer. Pemilihan eksipien tergantung dari sifat zat
aktif (dosis, kelarutan, ukuran partikel dan bentuk partikel), jenis mesin pengisi yang
akan digunakan (manual, semiotomatis atau otomatis) dan ukuran kapsul yang akan
digunakan.
Tahapan pembuatan kapsul keras meliputi: pengembangan dan penyiapan formula
serta pemilihan ukuran kapsul, mengisi cangkang kapsul, sealing kapsul (bila diperlukan),
pembersihan dan polishing. Tujuan dari pengembangan formula kapsul adalah
menyiapkan kapsul dengan dosis akurat, bioavailabilitas baik, mudah diisikan dan
diproduksi, stabil dan elegan. Pada formulasi kering, bahan aktif dan bahan tambahan
harus dicampur untuk menjamin keseragaman campuran serbuk. Perhatian dalam
pencampuran menjadi sangat penting untuk obat dengan dosis rendah, karena mungkin
menghasilkan homogenistas yang jelek dan berpengaruh signifikan pada efek terapi.
Untuk mendapatkan distribusi obat yang seragam, densitas dan ukuran partikel obat dan
bahan tambahan harus sama.
Evaluasi mutu kapsul meliputi uji kadar zat aktif, uji waktu hancur, uji disolusi,
variasi bobot, keseragaman kandungan, uji stabilitas, uji permeasi lembab.
Uji waktu hancur menggunakan alat disintegration tester. Uji waktu hancur
dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam
masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa kapsul dirancang untuk
pelepasan kandungan obat secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau
melepaskan obat dalam dua periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas di
antara periode pelepasan tersebut. Tetapkan jenis sediaan yang akan diuji dari etiket
serta dari pengamatan dan gunakan prosedur yang tepat untuk 6 unit sediaan atau lebih.
Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut
sempurna. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan, yang tertinggal pada
kasa alat uji merupakan massa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas. Kecuali bagian
dari cangkang kapsul yang tidak larut.
Uji disolusi menggunakan alat dissolution tester. Uji ini digunakan untuk
menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing
monografi untuk sediaan yang digunakan secara oral. Jenis alat yang digunakan adalah
salah satu sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi. Untuk kapsul
gelatin keras yang tidak memenuhi syarat uji disolusi ulangi uji sebagai berikut: jika
media disolusi yang dinyatakan pada masing- masing monografi adalah air atau media
dengan pH kurang dari 6,8 gunakan media yang sama dengan penambahan pepsin yang
dimurnikan hingga aktivitas tidak lebih dari 750.000 Unit per 1000 mL; dan untuk media
dengan pH 6,8 atau lebih besar, dapat ditambahkan pankreatin hingga aktivitas protease
tidak lebih dari 1750 Unit FI per 1000 mL.

18
Gambar: Alat Uji Waktu Hancur

Sumber: Aulton and Taylor 2018

19
Gambar: Alat Uji Disolusi
Uji keseragaman sediaan, keseragaman sediaan didefiniskan sebagai derajat
keseragaman jumlah zat aktif dalam satuan sediaan. Persyaratan yang ditetapkan berlaku
untuk masing-masing zat aktif yang terkandung dalam satuan sediaan yang mengandung
satu atau lebih zat aktif, kecuali dinyatakan lain dalam farmakope. Keseragaman sediaan
ditetapkan dengan salah satu dari dua metode yaitu keragaman bobot dan keseragaman
kandungan. Uji keseragaman kandungan berdasarkan pada penetapan kadar masing-
masing kandungan zat aktif dalam satuan sediaan untuk menentikan apakah kandungan
masing-masing terletak dalam batasan yang ditentukan. Metode keseragaman kandungan
dapat digunakan untuk semua kasus. Keseragaman sediaan untuk kapsul keras yang
mengandung zat aktif 25 mg atau lebih yang merupakan 25% atau lebih terhadap bobot
ditetapkan dengan metode keragaman bobot. Untuk kapsul keras yang tidak memenuhi
persyaratan di atas ditetapakan dengan uji keseragaman kandungan.
C. Pelaksanaan Praktikum
1. Bahan dan Alat
c. Bahan: cangkang kapsul nomor 1, kloramfenikol, avicel 101, talk, etanol, dan HCl

d. Alat: timbangan gram dan mg, kantong plastik, oven, moisture analyzer, satu seri
ayakan (20, 30, 40, 50, 60, 80 dan 100 mesh), sieve shaker, gelas ukur 100 ml, alat
uji kecepatan alir granul, penggaris, kalkulator, stopwatch, alat uji waktu hancur,
alat uji disolusi, spektrofotometer UV-Vis, seperangkat alat gelas.
2. Formula
Tiap kapsul mengandung:
Kloramfenikol 250 mg
Avicel 101 xg
Talk 2%
Dibuat kapsul sebanyak 200 biji dengan bobot masing-masing ……. mg (sesuai dengan
hasil orientasi) dalam cangkang kapsul keras no. 1.
3. Prosedur Kerja

20
a. Orientasi bobot isi kapsul nomor 1
(1) Ditimbang bahan-bahan dalam formula untuk 10 kapsul (bobot total 500 mg x 10
= 5000 mg):
(a) Kloramfenikol sejumlah 2500 mg
(b) Talk (2%) sejumlah 100 mg
(c) Avicel 101 sejumlah = (5000-2500-100)mg = 2400 mg
(d) Campur semua bahan sampai homogen
(2) Siapkan 10 buah cangkang kapsul keras no.1 pada alat pengisian kapsul
(3) Masukkan campuran bahan ke dalam cangkang kapsul dengan merata
(4) Jika ada bahan yang berlebih (tidak masuk ke dalam cangkang), kumpulkan
bahan dengan baik dan ditimbang (a gram). Avicel 101 yang akan digunakan
dalam formula dikurangi a gram.
(5) Jika terdapat kekurangan bahan, timbang sejumlah tertentu avicel 101 lalu
tambahkan pada cangkang. Catat bobot avicel 101 yang ditambahkan (b gram).
Avicel 101 yang akan digunakan dalam formula nantinya ditambah b gram.

b. Pembuatan isi kapsul


1) Penimbangan

2) Fungsi masing-masing komponen dalam formula

3) Prosedur pembuatan
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Ditimbang setiap bahan berdasarkan perhitungan formulasi hasil orientasi.
c) Ayak bahan dengan ayakan nomor 60, kecuali talk dengan ayakan nomor 100.
d) Campurkan kloramfenikol dan avicel di dalam kantong plastik sampai homogen.
e) Tambahkan talk dan kocok sampai homogen.
f) Lakukan evaluasi mutu fisik serbuk yang dihasilkan.
g) Setelah lolos evaluasi mutu fisik, kemas campuran serbuk dalam cangkang
kapsul keras no.1 pada alat pengisian kapsul.

21
c. Evaluasi mutu isi kapsul
1) Bobot jenis bulk
Bobot jenis bulk adalah massa terhadap volume dari sejumlah bahan yang dituang
bebas ke dalam gelas ukur.
a) Prosedur Kerja:
(1) Ditimbang bahan sejumlah 40-130 g pada kertas timbang
(2) Bahan tersebut dituang ke dalam gelas ukur 100 mL yang dimiringkan pada
sudut 45° dengan cepat (dapat melalui corong).
(3) Gelas ukur ditegakkan dan digoyangkan dengan cepat untuk meratakan
permukaan bahan dan dibaca volume yang terukur (mL).
(4) Dihitung bobot jenis bulk dengan rumus sebagai berikut:
ρB = w/V0 (g/mL)
b) Hasil pengamatan:
Replikasi w (g) V0 (mL) ρB (g/mL)
1
2
3
Rata-rata
2) Bobot jenis mampat
Bobot jenis mampat adalah perbandingan massa terhadap volume setelah massa
tersebut dimampatkan sampai volume tetap. Pengukuran dapat dilakukan dengan
menggunakan “tapping machine”
c) Prosedur kerja:
(1) Setelah pembacaan volume bulk pada pengukuran bobot jenis bulk, gelas
ukur yang berisi bahan tersebut diletakkan pada alat pengetuk.
(2) Alat dioperasikan dan volume bahan diamati pada tiap interval 100 ketukan
dari 100 sampai 500 ketukan.
(3) Volume bahan dalam gelas ukur dicatat pada tiap interval 100 ketukan,
sampai tiga pengamatan berurutan menunjukkan volume yang tetap (Vt mL).
(4) Dihitung bobot jenis mampat dengan rumus sebagai berikut:
ρT = w/v’ (g/mL)
d) Hasil pengamatan:
Jumlah Volume Setelah Pemampatan (mL)
ρ (g/ml)
Ketukan 1 2 3
100
200
300
400
500
3) Kompresibilitas
Berdasarkan data hasil uji bobot jenis bulk dan bobot jenis mampat, hitunglah
kompresibilitas granul dengan rumus:
 -
% Kompresibilitas = t b × 100%
t
= ………………………

22
= ………………………
= ………………………
Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….
4) Kandungan lembab
a) Prosedur kerja:
(1) Dimasukkan kurang lebih 5 g bahan ke dalam sample tray moisture analyzer.
(2) Letakkan sample tray di dalam alat
(3) Tutup alat dan tunggu sampai alat berbunyi yang menandakan pengukuran
moisture content (MC) telah selesai.
(4) Dibaca kadar air (MC) pada alat.
b) Hasil pengamatan
No. % MC
1
2
3
Rata-rata :
5) Kecepatan alir granul
a) Prosedur kerja:
(1) Corong dipasang pada statif dengan jarak ujung pipa bagian bawah ke bidang
datar = 10,0 ± 0,2 cm.
(2) Ditimbang teliti 100 g bahan (w).
(3) Bahan tersebut dituang ke dalam corong dengan dasar lubang corong dalam
keadaan tertutup.
(4) Tutup dasar lubang corong dibuka sambil menyalakan stopwatch.
(5) Waktu yang diperlukan dicatat mulai dari bahan mengalir sampai bahan
dalam corong habis (t)
(6) Dihitung kecepatan alir dengan rumus sebagai berikut:
Kecepatan alir = w/t (g/detik)
b) Hasil pengamatan
No W (g) t (detik) Kecepatan Alir (g/detik)
1
2
3
Rata-rata
Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….
6) Sudut istirahat
Penentuan sudut istirahat dapat dilakukan bersama-sama dengan penentuan
kecepatan alir.
a) Prosedur Kerja
(1) Diukur tinggi timbangan bahan di bawah corong hasil penentuan kecepatan
alir (h).
(2) Jari-jari alas kerucut timbangan bahan tersebut diukur (r)
(3) Dihitung sudut istirahat dengan rumus sebagai berikut:
α = tan-1 (h/r)

23
b) Hasil pengamatan
No h (cm) r (cm) α (°)
1
2
3
Rata-rata
Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….
d. Evaluasi mutu kapsul
1) Penetapan kadar
a) Pembuatan larutan baku kloramfenikol, penetapan panjang gelombang maksimal
dan absorbansinya
(1) Timbang 100 mg kloramfenikol, kemudian masukkan dalam labu tentukur
100 ml.
(2) Tambahkan 6 ml etanol p.a, kocok sampai larut, tambahkan aquades sampai
tanda batas, kocok sampai homogen dan disaring dengan kertas saring.
(3) Pipet 1ml filtrat dan masukkan dalam labu tentukur 100 ml dan tambahkan
aquades sampai tanda batas, dan homogenkan.
(4) Baca spektrumnya pada panjang gelombang 200-400 nm dengan blanko
aquades
(5) Tentukan panjang gelombang maksimal dan catat absorbansinya pada
panjang gelombang tersebut (Ab).
b) Pembuatan, penetapan absorbansi larutan sampel kapsul kloramfenikol dan
perhitungan kadar kapsul kloramfenikol
(1) Timbang 20 kapsul, keluarkan isinya
(2) Bersihkan cangkangnya sampai benar benar bersih
(3) Timbang cangkang yang sudah bersih
(4) Hitung bobot isi kapsul total dan bobot rata-rata per kapsul
(5) Campur isi kapsul dan timbang sejumlah yang setara dengan 100 mg
kloramfenikol, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
(6) Tambahkan 6 ml etanol p.a, kocok sampai larut, tambahkan aquades sampai
tanda batas, dikocok sampai homogen dan disaring
(7) Pipet filtrat 1 ml dan masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan ditambah
aquades sampai tanda batas, dan homogenkan
(8) Baca serapannya pada panjang gelombang maksimum yang sudah
ditentukan dengan blanko aquades (As)
(9) Hitung kadar kapsul kloramfenikol dengan rumus:
As
Kadar kloramfenikol = × 100%
Ab
c) Hasil pengamatan
Absorbansi Absorbansi Kadar Kloramfenikol
Persyaratan
Baku (Ab) Sampel (As) dalam Kapsul (%)

2) Uji disolusi
Media disolusi : 900 ml asam klorida 0,01 N.
Alat tipe1 : 100 rpm.

24
Waktu : 30 menit
Toleransi : dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 85% (Q),
kloramfenikol, C11H12Cl2N2O5, dari jumlah yang tertera pada
etiket.
a) Prosedur uji disolusi
(1) Masukkan 900 ml (±1%) media disolusi (Asam klorida 0,01 N) ke dalam
wadah pada alat disolusi tipe 1 (tipe keranjang).
(2) Jalankan pemanas alat hingga media disolusi mencapai suhu 37°±0,5°C,
dengan menekan tombol heater.
(3) Setelah suhu tercapai, masukkan 1 unit sediaan (kapsul) ke dalam masing-
masing wadah, dijaga agar gelembung udara tidak menempel pada
permukaan sediaan, dan segera operasikan alat pada kecepatan 100 rpm.
(4) Setelah 30 menit, ambil dari tiap-tiap chamber disolusi ± 50 ml pada daerah
pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas keranjang,
tidak kurang dari 1 cm dari dinding wadah.
(5) Sejumlah sampel yang sudah diambil harus segera disaring menggunakan
kertas saring.
(6) Pipet filtrat sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan
diencerkan dengan larutan HCl 0,01 N sampai garis tanda dan homogenkan
(7) Diukur serapan masing-masing larutan uji dengan spektrofotometer UV
pada panjang gelombang maksimalnya dengan blanko HCl 0,01 N
(8) Buat larutan baku dengan cara:
(a) Timbang 100 mg kloramfenikol dan masukkan ke dalam labu tentukur
100 ml
(b) Tambahkan 30 ml HCl 0,01 N, kocok sampai larut dan tambahkan HCl
0,01 N sampai tanda.
(c) Pipet 1 ml larutan dan masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan
encerkan dengan HCl 0,01 N sampai tanda dan homogenkan
(d) Ukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimalnya dengan
blanko HCl 0,01 N (Ab).
(9) Hitung kloramfenikol yang terdisolusi dengan rumus:

As 100
Jumlah terdisolusi= ×10 µg/ml × × 900 ml × 0,001 mg/µg
Ab 5

(10) Hitung persentase kloramfenikol terdisolusi dengan rumus:

Jml kloramfenikol terdisolusi (mg)


Persentase terdisolusi= ×100%
Klaim dalam etiket (mg)

b) Hasil pengamatan
Jumlah Persentase
Absorbansi
Absorbansi Kloramfenikol Kloramfenikol
No. Sampel Persyaratan
Baku (Ab) Terdisolusi Terdisolusi
(As)
(mg) (%)
1
2
3
4

25
Jumlah Persentase
Absorbansi
Absorbansi Kloramfenikol Kloramfenikol
No. Sampel Persyaratan
Baku (Ab) Terdisolusi Terdisolusi
(As)
(mg) (%)
5
6
c) Kriteria penerimaan:
Jumlah yang
Tahap Kriteria Keberterimaan
Diuji
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5%
Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama
S2 6 dengan atau lebih besar dari Q, dan tidak satu
unit pun yang lebih kecil dari Q-15%
Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah
sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak
S3 12 lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari
Q-15% dan tidak satu unit pun yang lebih kecil
dari Q-25%

Kesimpulan: ………………………………………………………………………………………..
3) Uji keseragaman sediaan
a) Prosedur uji keragaman bobot
(1) Timbang saksama 10 kapsul satu per satu, beri identitas masing-masing
kapsul.
(2) Keluarkan isi masing-masing kapsul dengan cara yang sesuai.
(3) Timbang saksama tiap cangkang kapsul kosong, dan hitung bobot bersih dari
isi tiap kapsul dengan cara mengurangkan bobot cangkang kapsul dari
masing-masing bobot bruto.
(4) Hitung jumlah zat aktif dalam tiap kapsul berdasarkan hasil penetapan kadar.
(5) Hitung nilai penerimaan

26
b) Hasil pengamatan
Bobot Bersih Isi Kapsul Kadar Zat Aktif Kadar Zat Aktif
No.
(mg) (mg) (%)
1
2
3
4
5

27
Bobot Bersih Isi Kapsul Kadar Zat Aktif Kadar Zat Aktif
No.
(mg) (mg) (%)
6
7
8
9
10
Rata-rata

Rata-rata = …………….

n = ………………

k = ……………….

s = ………………..

M = ……………….

NP = ………….......
c) Kriteria penerimaan:
• Keseragaman sediaan memenuhi syarat jika nilai keberterimaan (NP) 10 unit
sediaan pertama kurang dari atau sama dengan L1%
• Jika nilai keberterimaan (NP) lebih besar dari L1%, lakukan pengujian pada 20
unit sediaan tambahan, dan hitung nilai keberterimaannya.
• Memenuhi syarat jika nilai keberterimaan akhir dari 30 unit sediaan lebih kecil
atau sama dengan L1% dan tidak ada satu unit pun sediaan yang kadarnya
kurang dari [1-(0,01)(L2)]M atau tidak satu unit pun lebih dari
[1+(0,01)(L2)]M.
• Kecuali dinyatakan lain L1 adalah 15,0 dan L2 adalah 25,0.

Kesimpulan: ………………………………………………
4) Uji waktu hancur
a) Prosedur kerja
(1) Pengatur suhu pada alat dinyalakan dan dimasukkan air hangat ke dalam
bejana sehingga keenam tempat kapsul diletakkan dapat terendam
kemudian diatur setting suhu pada 37°C.
(2) Sebanyak 6 kapsul ditempatkan pada masing-masing tabung yang terdapat
pada alat uji waktu hancur, tanpa ditutup dengan cakram.
(3) Sebagai pengganti cakram gunakan kasa yang ditempatkan pada permukaan
lempengan atas dari rangkaian keranjang.
(4) Timer di-setting selama 15 menit, lalu alat uji dioperasikan sehingga tabung-
tabung bergerak naik turun.
(5) Setelah 15 menit dan alat berhenti bergerak, amati keadaan keenam kapsul
dalam tabung, semua kapsul harus hancur kecuali bagian dari cangkang
kapsul

28
(6) Bila 1 atau 2 kapsul tidak hancur sempurna ulangi pengujian dengan 12
kapsul lainnya, tidak kurang dari 16 kapsul yang diuji harus hancur
sempurna.
(7) Persyaratan waktu hancur kapsul tidak lebih dari 15 menit.
b) Hasil pengamatan
No. Hancur Sempurna/Tidak
1
2
3
4
5
6

Kesimpulan: ………………………………………………………..

29
MATERI 4-SEDIAAN TABLET (METODE GRANULASI BASAH)

A. Tujuan Praktikum
a. Mampu membuat sediaan tablet dengan metode granulasi basah
b. Mampu melakukan evaluasi mutu sediaan tablet
B. Landasan Teori
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan
tablet kempa.
Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk
sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan
tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat
dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain
cetakan. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet besar
yang digunakan untuk obat hewan, umumnya untuk hewan besar.
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan
rendah ke dalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang
terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan
tekanan yang diberikan.
Tablet cetak dibuat dari campuran bahan obat dan bahan pengisi, umumnya
mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa serbuk
dibasahi dengan larutan yang mengandung etanol persentase tinggi. Kadar etanol
tergantung pada kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam sistem pelarut dan derajat
kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembab ditekan ke dalam cetakan,
dikeluarkan dan dibiarkan kering. Tablet cetak agak rapuh, sehingga harus hati-hati
dalam pengemasan dan pendistribusian.
Pada umumnya tablet kempa mengandung zat aktif dan bahan pengisi, bahan
pengikat, disintegran dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan warna dan lak (bahan
warna yang diadsorpsikan pada alumunium hidroksida yang tidak larut) yang diizinkan,
bahan pengaroma dan bahan pemanis. Bahan pengisi ditambahkan jika jumlah zat aktif
sedikit atau sulit dikempa. Bahan pengisi tablet yang umum adalah laktosa, pati, kalsium
fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal. Tablet kunyah sering mengandung sukrosa,
manitol atau sorbitol sebagai bahan pengisi. Jika kandungan zat aktif kecil, sifat tablet
secara keseluruhan ditentukan oleh bahan pengisi yang besar jumlahnya. Karena masalah
ketersediaan hayati obat hidrofobik yang kelarutannya dalam air kecil, maka digunakan
bahan pengisi yang larut dalam air.
Bahan pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu granulasi dan
pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Zat
pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering, tetapi lebih efektif jika ditambahkan
dalam larutan. Bahan pengikat yang umum meliputi gom akasia, gelatin, sukrosa, povidon,
metilselulosa, karboksimetilselulosa dan pasta pati terhidrolisis. Bahan pengikat kering
yang paling efektif adalah selulosa mikrokristal, yang umumnya digunakan dalam
membuat tablet kempa langsung.
Disintegran membantu hancurnya tablet setelah ditelan. Disintegran tablet yang
paling banyak digunakan adalah pati. Pati dan selulosa yang termodifikasi secara kimia,

30
asam alginat, selulosa mikrokristal dan povidon sambung-silang juga dapat digunakan.
Campuran efervesen digunakan sebagai disintegran dalam sistem tablet larut. Kandungan
disintegran, cara penambahan dan derajat kepadatan berperan dalam efektivitas daya
hancur tablet.
Lubrikan mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet dan juga berguna
untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan. Senyawa asam stearat dengan
logam, asam stearat, minyak nabati terhidrogenasi dan talkum digunakan sebagai
lubrikan. Pada umumnya lubrikan bersifat hidrofobik, sehingga cenderung menurunkan
kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet. Oleh karena itu kadar lubrikan yang berlebihan
harus dihindarkan. Polietilen glikol dan beberapa garam lauril sulfat digunakan sebagai
lubrikan yang larut, tetapi lubrikan seperti ini umumnya tidak memberikan sifat lubrikasi
yang optimal, dan diperlukan dengan kadar yang lebih tinggi.
Glidan adalah bahan yang dapat meningkatkan kemampuan mengalir serbuk,
umumnya digunakan dalam kempa langsung tanpa proses granulasi. Glidan yang paling
efektif adalah silika pirogenik koloidal.
Bahan pewarna dan lak yang diizinkan sering ditambahkan pada formulasi tablet
untuk menambah nilai estetik atau untuk identitas produk. Kebanyakan bahan pewarna
peka terhadap cahaya dan warnanya akan memudar jika terpapar cahaya.
Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin
rol atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk
meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa.
Granulasi basah merupakan metode yang banyak digunakan dalam produksi tablet
kempa. Tahapan granulasi basah meliputi: menimbang dan mencampur komponen tablet,
membuat massa serbuk lembab, mengayak massa lembab menjadi pelet atau granul,
mengeringkan granul, pengayakan granul kering, penambahan lubrikan dan
pencampuran dan pengempaan.

Sumber: Allen dan Ansel 2014


Gambar: Skema Pembuatan Tablet dengan Metode Granulasi Basah

31
Sejumlah tertentu bahan aktif, pengisi, penghancur dicampur di dalam mixer sampai
homogen. Ke dalam campuran kering tersebut ditambahkan larutan pengikat untuk
memfasilitasi adesi partikel serbuk. Pengikat yang baik menghasilkan kekerasan tablet
yang cukup dan tidak menghambat pelepasan obat dari tablet. Selanjutnya massa yang
lembab diayak untuk menghasilkan granul. Langkah ini dapat dilakukan dengan tangan
atau dengan mesin. Granul yang dihasilkan diratakan dalam tray dan dikeringkan sampai
massanya konstan atau kandungan lembabnya konstan. Setelah kering granul dilewatkan
pada ayakan dengan ukuran yang lebih kecil. Ukuran granul tergantung pada ukuran
punch yang akan digunakan. Secara umum semakin kecil ukuran tablet yang akan dibuat
semakin kecil ukuran granulnya. Biasanya tahapan ini menggunakan ayakan 12-20 mesh.
Setelah pengayakan kering, lubrikan kering ditambahkan di atas granul melalui ayakan
halus. Lubrikan meningkatkan aliran granul dalam hoper menuju lubang die, mencegah
melekatnya tablet pada punch dan die selama pengempaan, mengurangi gesekan antara
tablet dan dinding die selama pengeluaran (ejection) tablet dari lubang die, menghasilkan
tablet yang berkilau.
Tahapan pengempaan tablet meliputi pengisian ruang cetak (die filling) dan
pembentukan tablet. Pengisian ruang cetak terjadi karena aliran gravitasi serbuk dari
hoper melalui meja die menuju die. Selanjutnya punch atas bergerak turun dan masuk ke
lubang die dan menekan serbuk sampai terbentuk tablet. Selama fase kompresi, punch
bawah dapat tetap diam atau dapat bergerak ke atas. Setelah tekanan maksimal tercapai,
punch atas kembali ke atas dan diikuti oleh punch bawah sampai ujung atas punch bawah
rata dengan permukaan atas die.

Sumber: Allen and Ansel 2014


Evaluasi mutu sediaan tablet meliputi kadar zat aktif, disolusi, waktu hancur,
keseragaman sediaan, kekerasan dan friabilitas. Uji keseragaman sediaan, keseragaman
sediaan didefiniskan sebagai derajat keseragaman jumlah zat aktif dalam satuan sediaan.
Persyaratan yang ditetapkan berlaku untuk masing-masing zat aktif yang terkandung
dalam satuan sediaan yang mengandung satu atau lebih zat aktif, kecuali dinyatakan lain
dalam farmakope. Keseragaman sediaan ditetapkan dengan salah satu dari dua metode

32
yaitu keragaman bobot dan keseragaman kandungan. Uji keseragaman kandungan
berdasarkan pada penetapan kadar masing-masing kandungan zat aktif dalam satuan
sediaan untuk menentikan apakah kandungan masing-masing terletak dalam batasan
yang ditentukan. Metode keseragaman kandungan dapat digunakan untuk semua kasus.
Keseragaman sediaan untuk tablet tidak bersalut yang mengandung zat aktif 25 mg atau
lebih yang merupakan 25% atau lebih terhadap bobot ditetapkan dengan metode
keragaman bobot. Untuk tablet tidak bersalut yang tidak memenuhi persyaratan di atas
ditetapakan dengan uji keseragaman kandungan.
Uji waktu hancur menggunakan alat disintegration tester. Uji waktu hancur
dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam
masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet digunakan
sebagai tablet isap atau tablet kunyah atau dirancang untuk pelepasan kandungan obat
secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua periode
berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas di antara periode pelepasan tersebut.
Tetapkan jenis sediaan yang akan diuji dari etiket serta dari pengamatan dan gunakan
prosedur yang tepat untuk 6 unit sediaan atau lebih. Uji waktu hancur tidak menyatakan
bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Sediaan dinyatakan hancur
sempurna bila sisa sediaan, yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan massa lunak
yang tidak mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari penyalut yang tidak larut.

Sumber: Aulton and Taylor 2018

33
Uji disolusi merupakan cara terpenting untuk mengetahui pelepasan obat dari
sediaan padat secara in vitro dan merupakan alat yang penting untuk menilai faktor yang
mempengaruhi bioavailabilitas obat dari sediaan padat. Selama uji disolusi, jumlah
kumulatif obat yang terlarut diukur sebagai fungsi dari waktu. Uji disolusi dilakukan
dengan meletakkan tablet di dalam bejana yang berisi media disolusi.
Semua faktor yang mempengaruhi proses disolusi harus distandarkan, seperti
faktor yang mempengaruhi kelarutan (komposisi dan suhu media disolusi) dan faktor
yang mempengaruhi proses disolusi (konsentrasi senyawa terlarut dalam media
disolusi).
Kekerasan tablet adalah suatu parameter yang menggambarkan ketahanan tablet
dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, tekanan dan kemungkinan
terjadinya keretakan tablet pada saat pembungkusan atau pengepakkan, pengangkutan
dan penyimpanan. Kekerasan tablet sangat berkaitan erat dengan waktu hancurnya.
Faktor yang dapat mempengaruhi kekerasan tablet antara lain metoda granulasi, tekanan
kompresi, kekerasan granul, serta macam dan jumlah bahan pengikat yang digunakan.
Tablet yang baik mempunyai kekerasan antara 4-8 kg, kekerasan minimum untuk tablet
yang tidak bersalut adalah 5 kg. Tablet yang pembuatannya melalui tahap granulasi
kekerasannya dipengaruhi oleh ikatan yang terjadi antar partikel setelah tablet
mengalami pengempaan.

Gambar: Alat Uji Kekerasan Tablet (Hardness Tester)

Gambar: Friability Tester

34
Friabilitas atau resistensi terhadap abrasi merupakan pengujian yang sangat
penting karena menggambarkan kejadian yang dialami tablet selama produksi,
pengemasan, pengananan, distribusi dan penggunaan. Dimana selama proses tersebut
tablet mengalami benturan, tekanan, bergesekan satu dengan lainnya dan dengan
permukaan padat lainnya, yang menyebabkan lepasnya partikel dari permukaan tablet
sehingga bobot tablet berkurang atau bahkan tablet menjadi pecah menjadi bagian-
bagian kecil. Disamping itu uji friabilitas juga dapat mendeteksi tahap awal capping.
C. Pelaksanaan Praktikum
1. Bahan dan Alat
a. Bahan: Parasetamol, avicel 101, PVP, amylum, talk, magnesium stearat, NaOH,
KH2PO4
b. Alat: timbangan gram dan mg, kantong plastik, oven, moisture analyzer, satu seri
ayakan (14, 20, 30, 40, 50, 60, 80 dan 100 mesh), sieve shaker, gelas ukur 100 ml,
alat uji kecepatan alir granul, penggaris, kalkulator, stopwatch, alat uji waktu
hancur, alat uji disolusi, Monsanto Hardness Tester, friability tester, pinset,
spektrofotometer UV-Vis, seperangkat alat gelas.
2. Formula
Tiap tablet mengandung:
Parasetamol 500 mg
Avicel 101 55,25 mg Fase dalam
PVP 20 mg
Amylum 10%
Talk 1% Fase luar
Magnesium Stearat 0,5%
Dibuat sebanyak 700 tablet dengan bobot @650 mg

3. Prosedur Kerja
a. Pembuatan granul
1) Penimbangan fase dalam

35
2) Fungsi masing-masing komponen dalam formula

3) Prosedur pembuatan granul


a) Timbang masing-masing komponen fase dalam sesuai hasil perhitungan bahan
b) Larutkan PVP dengan 70 ml etanol 70% di dalam beaker glass 100 ml
c) Ayak Avicel pH 101 dan paracetamol dengan ayakan nomor 14 dan campur di
dalam kantong plastik sampai homogen
d) Pindahkan campuran avicel-paracetamol ke dalam waskom
e) Tambahkan larutan PVP sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan tangan dan
diremas-remas sampai larutan PVP habis dalam adonan homogen dan terbentuk
massa granul. Tambahkan etanol jika massa granul belum terbentuk.
f) Ayak massa granul dengan ayakan nomor 14
g) Hasil ayakan diratakan di atas tray yang sudah dialasi kertas perkamen
h) Keringkan di dalam oven suhu 50oC sampai setengah kering (selama 40 menit)
i) Granul setengah kering diayak dengan ayakan nomor 20
j) Hasil ayakan dikeringkan lebih lanjut sampai kering (kadar air 2-3%)
k) Timbang granul kering = ………….. g
l) Hitung fase luar yang diperlukan:
(1) Amilum = ………………….. mg
(2) Talkum = ………………….. mg
(3) Mg stearat = ………………….. mg
m) Campur fase luar di dalam kantong plastik
n) Setelah homogen tambahkan granul kering dan kocok sampai homogen
b. Evaluasi mutu granul
1) Distribusi ukuran granul
a) Prosedur kerja
(1) Ditimbang 100 g granul.
(2) Ditimbang bobot masing-masing pengayak (20, 30, 50, 60, 80 dan 100 mesh)
dan pan penampung yang akan digunakan.
(3) Pengayak-pengayak tersebut disusun dengan ukuran terbesar diletakkan di
atas dan pan penampung di bawah.
(4) Susunan pengayak tersebut diletakkan di atas penggetar pengayak.
(5) Granul yang telah ditimbang diletakkan pada pengayak paling atas,
kemudian ditutup dan dikencangkan.
(6) Pengayak digetarkan selama 5 menit.
(7) Ditimbang bobot masing-masing pengayak dan granul yang terdapat di
dalamnya.
(8) Dihitung bobot granul yang terdapat pada masing-masing pengayak dan
pada pan penampung tersebut.
(9) Buatlah tabel dan kurva distribusi ukuran granul yang diperoleh.

36
b) Hasil Pengamatan
(1) Tabel distribusi ukuran
Pengayak Bobot Bobot Granul
Diameter Bobot Pengayak + %
Nomor granul (g) Bobot (g) %
Lubang (µm) (g) Kumulatif
20
30
50
60
80
100
Pan
Jumlah
(2) Kurva Histogram Frekuensi

(3) Persentase fines

Fines adalah partikel-partikel dengan diameter <100 µm.

𝑤 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑦𝑎𝑘𝑎𝑛
% fines = 𝑤 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑥 100%

= ……………………………
2) Bobot jenis bulk
Bobot jenis bulk adalah massa terhadap volume dari sejumlah bahan yang dituang
bebas ke dalam gelas ukur.
a) Prosedur Kerja:

37
(1) Ditimbang bahan sejumlah 40-130 g pada kertas timbang
(2) Bahan tersebut dituang ke dalam gelas ukur 100 mL yang dimiringkan pada
sudut 45° dengan cepat (dapat melalui corong).
(3) Gelas ukur ditegakkan dan digoyangkan dengan cepat untuk meratakan
permukaan bahan dan dibaca volume yang terukur (mL).
(4) Dihitung bobot jenis bulk dengan rumus sebagai berikut:
ρB = w/V0 (g/mL)
b) Hasil pengamatan:
Replikasi w (g) V0 (mL) ρB (g/mL)
1
2
3
Rata-rata
3) Bobot jenis mampat
Bobot jenis mampat adalah perbandingan massa terhadap volume setelah massa
tersebut dimampatkan sampai volume tetap. Pengukuran dapat dilakukan dengan
menggunakan “tapping machine”
a) Prosedur kerja:
(1) Setelah pembacaan volume bulk pada pengukuran bobot jenis bulk, gelas
ukur yang berisi bahan tersebut diletakkan pada alat pengetuk.
(2) Alat dioperasikan dan volume bahan diamati pada tiap interval 100 ketukan
dari 100 sampai 500 ketukan.
(3) Volume bahan dalam gelas ukur dicatat pada tiap interval 100 ketukan,
sampai tiga pengamatan berurutan menunjukkan volume yang tetap (Vt mL).
(4) Dihitung bobot jenis mampat dengan rumus sebagai berikut:
ρT = w/v’ (g/mL)
b) Hasil pengamatan:
Jumlah Volume Setelah Pemampatan (mL)
ρ (g/ml)
Ketukan 1 2 3
100
200
300
400
500
4) Kompresibilitas
Berdasarkan data hasil uji bobot jenis bulk dan bobot jenis mampat, hitunglah
kompresibilitas granul dengan rumus:
V0 -Vt
% Kompresibilitas = × 100%
V0
= ………………………
= ………………………
= ………………………
Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….
5) Kandungan lembab

38
a) Prosedur kerja:
(1) Dimasukkan kurang lebih 5 g bahan ke dalam sample tray moisture analyzer.
(2) Letakkan sample tray di dalam alat
(3) Tutup alat dan tunggu sampai alat berbunyi yang menandakan pengukuran
moisture content (MC) telah selesai.
(4) Dibaca kadar air (MC) pada alat.

b) Hasil pengamatan
No. % MC
1
2
3
Rata-rata :
6) Kecepatan alir granul
a) Prosedur kerja:
(1) Corong dipasang pada statif dengan jarak ujung pipa bagian bawah ke bidang
datar = 10,0 ± 0,2 cm.
(2) Ditimbang teliti 100 g bahan (w).
(3) Bahan tersebut dituang ke dalam corong dengan dasar lubang corong dalam
keadaan tertutup.
(4) Tutup dasar lubang corong dibuka sambil menyalakan stopwatch.
(5) Waktu yang diperlukan dicatat mulai dari bahan mengalir sampai bahan
dalam corong habis (t)
(6) Dihitung kecepatan alir dengan rumus sebagai berikut:
Kecepatan alir = w/t (g/detik)
b) Hasil pengamatan
No W (g) t (detik) Kecepatan Alir (g/detik)
1
2
3
Rata-rata
Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….
7) Sudut istirahat
Penentuan sudut istirahat dapat dilakukan bersama-sama dengan penentuan
kecepatan alir.
a) Prosedur Kerja
(1) Diukur tinggi timbangan bahan di bawah corong hasil penentuan kecepatan
alir (h).
(2) Jari-jari alas kerucut timbangan bahan tersebut diukur (r)
(3) Dihitung sudut istirahat dengan rumus sebagai berikut:
α = tan-1 (h/r)
b) Hasil pengamatan
No h (cm) r (cm) α (°)
1
2

39
3
Rata-rata
Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….
c. Pembuatan tablet
1) Siapkan mesin kempa tablet dengan punch dan die yang sesuai dengan bobot
tablet dan lakukan orientasi bobot dengan memutar mesin secara manual.
2) Prosedur pengempaan tablet
a) Masukkan massa cetak yang sudah homogen ke dalam hoper
b) Kempa campuran dengan mesin cetak single punch dengan bobot 650 mg per
tablet
c) Lakukan pemantauan bobot tablet secara berkala untuk mamastikan bobot tablet
berada dalam rentang yang disyaratkan.
d) Masukkan tablet yang dihasilkan ke dalam kantong plastik yang dilengkapi
dengan silika gel.
d. Evaluasi mutu tablet
1) Penetapan kadar
a) Pembuatan larutan baku, penetapan panjang gelombang maksimal dan
absorbansinya
(1) Parasetamol ditimbang teliti sebanyak 50 mg, dimasukkan ke dalam labu
tentukur 10 mL, ditambah sedikit NaOH 0,1 N, kocok sampai larut,
tambahkan NaOH 0,1 N sampai tanda dan homogenkan.
(2) Lalu dipipet 1 mL masukkan ke dalam labu tentukur 10 mL, dan ditambah
NaOH 0,1 N sampai tanda dan homogenkan (konsentrasi 500 µg/ml).
(3) Sebanyak 1 mL larutan parasetamol baku (500 µg/ml) dimasukkan ke
dalam labu tentukur 100 ml dan encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai tanda
dan homogenkan (konsentrasi 5 µg/ml)
(4) Serapan diukur pada panjang gelombang 200-400 nm dengan blanko NaOH
0,1 N, dan dibuat spektrumnya.
(5) Tentukan panjang gelombang maksimal (λ) dan absorbansi pada panjang
gelombang tersebut (Ab).
b) Penetapan kadar sampel
(1) Dua puluh tablet ditimbang satu persatu dan dihitung bobot rata-ratanya.
(2) Tablet diserbukkan lalu ditimbang seksama seberat bobot rata-ratanya,
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
(3) Tambahkan 25 mL NaOH 0,1 N, dikocok, kemudian dicukupkan volumenya
hingga 100 mL, lalu disaring dengan kertas saring.
(4) Filtrat yang diperoleh dipipet 1 mL masukkan ke dalam labu tentukur 10 mL
dan encerkan dengan NaOH 0,1 N hingga tanda dan homogenkan.
(5) Kemudian dipipet sebanyak 1 mL, masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
dan diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga tanda dan homogenkan.
(6) Diukur serapannya pada gelombang maksimalnya (As) dengan blanko NaOH
0,1 N.
(7) Dihitung kadar parasetamol dalam tablet dengan rumus:
As
Kadar paracetamol = x100%
Ab

40
c) Hasil pengamatan
Absorbansi Absorbansi Kadar Paracetamol
Persyaratan
Baku (Ab) Sampel (As) dalam Tablet (%)

2) Uji disolusi
Media disolusi : 900 ml Larutan dapar fosfat pH 5,8
Alat tipe 2 : 50 rpm.
Waktu : 30 menit
Toleransi : dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q),
parasetamol, C8H9NO2, dari jumlah yang tertera pada etiket.
a) Prosedur uji disolusi
(1) Masukkan 900 ml (±1%) media disolusi (Larutan dapar fosfat pH 5,8) ke
dalam wadah pada alat disolusi tipe 2 (tipe dayung).
(2) Jalankan pemanas alat hingga media disolusi mencapai suhu 37°±0,5°C,
dengan menekan tombol heater.
(3) Setelah suhu tercapai, masukkan 1 unit sediaan (tabel) ke dalam masing-
masing wadah, dijaga agar gelembung udara tidak menempel pada
permukaan sediaan, dan segera operasikan alat pada kecepatan 100 rpm.
(4) Setelah 30 menit, ambil dari masing-masing chamber disolusi ± 50 ml pada
daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas
keranjang, tidak kurang dari 1 cm dari dinding wadah.
(5) Sejumlah sampel yang sudah diambil harus segera disaring menggunakan
kertas saring.
(6) Filtrat dipipet 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, encerkan
dengan NaOH 0,1 N sampai tanda dan homogenkan.
(7) Diukur serapan larutan uji dengan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang maksimalnya =…… nm (As) dengan blanko NaOH 0,1 N.
(8) Buat larutan baku dengan cara:
(a) Timbang 10 mg paracetamol dan masukkan ke dalam labu tentukur 100
ml
(b) Tambahkan 30 ml NaOH 0,1 N, kocok sampai larut dan tambahkan
NaOH,0,1 N sampai tanda dan homogenkan.
(c) Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan
encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai tanda dan homogenkan
(d) Ukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimalnya = …… nm
(Ab) dengan blanko NaOH 0,1 N.
(9) Hitung paracetamol yang terdisolusi dengan rumus:

As 100
Jumlah terdisolusi= × 5 µg/ml × × 900 ml × 0,001 mg/µg
Ab 1

(10) Hitung persentase paracetamol terdisolusi dengan rumus:

Jml paracetamol terdisolusi (mg)


Persentase terdisolusi= ×100%
Klaim dalam etiket (mg)

41
b) Hasil pengamatan
Jumlah Persentase
Absorbansi
Absorbansi Parasetamol Paracetamol
No. Sampel Persyaratan
Baku (Ab) Terdisolusi Terdisolusi
(As)
(mg) (%)
1
2
3
4
5
6
c) Kriteria penerimaan
Jumlah
Tahap Kriteria Keberterimaan
yang Diuji
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5%
Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama
S2 6 dengan atau lebih besar dari Q, dan tidak satu
unit pun yang lebih kecil dari Q-15%
Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah
sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak
S3 12 lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari
Q-15% dan tidak satu unit pun yang lebih kecil
dari Q-25%

Kesimpulan: ………………………………………………………………………………………..
3) Keseragaman sediaan
a) Prosedur uji keragaman bobot
(1) Timbang saksama 10 talet satu per satu
(2) Hitung jumlah zat aktif dalam tiap tablet dari hasil penetapan kadar.
(3) Hitung nilai penerimaan
b) Hasil pengamatan
No. Bobot Tablet (mg) Kadar Zat Aktif (mg) Kadar Zat Aktif (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata

Rata-rata = …………….

42
n = ………………

k = ……………….

s = ………………..

M = ……………….

NP = ………….......

43
c) Kriteria penerimaan:
• Keseragaman sediaan memenuhi syarat jika nilai keberterimaan (NP) 10 unit
sediaan pertama tidak kurang atau sama dengan L1%
• Jika nilai keberterimaan (NP) lebih besar dari L1%, lakukan pengujian pada 20
unit sediaan tambahan, dan hitung nilai keberterimaannya.
• Memenuhi syarat jika nilai keberterimaan akhir dari 30 unit sediaan lebih kecil
atau sama dengan L1% dan tidak ada satu unit sediaan pun yang
kandungannya kurang dari [1-(0,01)(L2)]M atau tidak satu unit sediaan pun
kandungannya lebih dari [1+(0,01)(L2)]M.
• Kecuali dinyatakan lain L1 adalah 15,0 dan L2 adalah 25,0.

Kesimpulan: ………………………………………………
4) Waktu hancur
a) Prosedur kerja
(1) Pengatur suhu pada alat dinyalakan dan air hangat dimasukkan ke dalam
bejana sehingga keenam tempat tablet diletakkan dapat terendam
kemudian diatur setting temperature pada 37°C.
(2) Sebanyak 6 tablet ditempatkan pada masing-masing tabung yang terdapat
pada alat uji waktu hancur, lalu ditutup dengan cakram.
(3) Atur timer pada alat selama 15 menit, lalu alat uji dioperasikan sehingga
tabung-tabung bergerak naik turun.
(4) Setelah 15 menit dan alat berhenti bergerak, amati keadaan keenam tablet
dalam tabung.
b) Hasil pengamatan
No. Hancur Sempurna/Tidak
1
2
3
4
5
6

Kesimpulan: ………………………………………………
5) Kekerasan
a) Prosedur kerja
(1) Tablet ditempatkan pada ujung alat dan atur skala alat sampai menunjukkan
angka nol.
(2) Tuas alat diputar searah jarum jam sampai tablet pecah dan skala yang
terbaca menunjukkan kekerasan tablet.
(3) Dicatat hasil uji kekerasan masing-masing tablet sebanyak 20 tablet.
b) Hasil pengamatan
No. Kekerasan (kg) No. Kekerasan (kg)
1 11
2 12
3 13

44
4 14
5 15
6 16
7 17
8 18
9 19
10 20
6) Friabilitas
c) Prosedur kerja
(1) Satu persatu tablet dibersihkan dari debu menggunakan sikat halus
sebanyak 20 tablet.
(2) Ditimbang seluruh tablet menggunakan neraca analitik.
(3) Masing-masing 20 tablet dimasukkan ke dalam alat uji alat “friability tester”.
(4) Alat uji dioperasionalkan pada 25 rpm selama 4 menit.
(5) Ditimbang kembali sejumlah tablet yang dimasukkan ke dalam masing-
masing alat.
(6) Dihitung selisih bobot tablet dan nyatakan dalam % friabilitas dengan
rumus berikut:
Wa-Wb
% Friablilitas = Wa ×100%

Wa = bobot awal tablet


Wb = bobot akhir tablet
d) Hasil pengamatan
Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Friabilitas (%) Persyaratan

<1%

45
MATERI 5-SEDIAAN TABLET (METODE KEMPA LANGSUNG)

A. Tujuan Praktikum
a. Mampu membuat sediaan tablet dengan metode kempa langsung
b. Mampu melakukan evaluasi mutu sediaan tablet
B. Landasan Teori
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan
tablet kempa.
Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk
sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan
tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat
dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain
cetakan. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet besar
yang digunakan untuk obat hewan, umumnya untuk hewan besar.
Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan
rendah ke dalam lubang cetakan. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang
terbentuk selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan
tekanan yang diberikan.
Tablet cetak dibuat dari campuran bahan obat dan bahan pengisi, umumnya
mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa serbuk
dibasahi dengan larutan yang mengandung etanol persentase tinggi. Kadar etanol
tergantung pada kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam sistem pelarut dan derajat
kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembab ditekan ke dalam cetakan,
dikeluarkan dan dibiarkan kering. Tablet cetak agak rapuh, sehingga harus hati-hati
dalam pengemasan dan pendistribusian.
Pada umumnya tablet kempa mengandung zat aktif dan bahan pengisi, bahan
pengikat, disintegran dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan warna dan lak (bahan
warna yang diadsorpsikan pada alumunium hidroksida yang tidak larut) yang diizinkan,
bahan pengaroma dan bahan pemanis. Bahan pengisi ditambahkan jika jumlah zat aktif
sedikit atau sulit dikempa. Bahan pengisi tablet yang umum adalah laktosa, pati, kalsium
fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal. Tablet kunyah sering mengandung sukrosa,
manitol atau sorbitol sebagai bahan pengisi. Jika kandungan zat aktif kecil, sifat tablet
secara keseluruhan ditentukan oleh bahan pengisi yang besar jumlahnya. Karena masalah
ketersediaan hayati obat hidrofobik yang kelarutannya dalam air kecil, maka digunakan
bahan pengisi yang larut dalam air.
Bahan pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu granulasi dan
pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Zat
pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering, tetapi lebih efektif jika ditambahkan
dalam larutan. Bahan pengikat yang umum meliputi gom akasia, gelatin, sukrosa, povidon,
metilselulosa, karboksimetilselulosa dan pasta pati terhidrolisis. Bahan pengikat kering
yang paling efektif adalah selulosa mikrokristal, yang umumnya digunakan dalam
membuat tablet kempa langsung.
Disintegran membantu hancurnya tablet setelah ditelan. Disintegran tablet yang
paling banyak digunakan adalah pati. Pati dan selulosa yang termodifikasi secara kimia,
asam alginat, selulosa mikrokristal dan povidon sambung-silang juga dapat digunakan.
Campuran efervesen digunakan sebagai disintegran dalam sistem tablet larut. Kandungan

46
disintegran, cara penambahan dan derajat kepadatan berperan dalam efektivitas daya
hancur tablet.
Lubrikan mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet dan juga berguna
untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan. Senyawa asam stearat dengan
logam, asam stearat, minyak nabati terhidrogenasi dan talkum digunakan sebagai
lubrikan. Pada umumnya lubrikan bersifat hidrofobik, sehingga cenderung menurunkan
kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet. Oleh karena itu kadar lubrikan yang berlebihan
harus dihindarkan. Polietilen glikol dan beberapa garam lauril sulfat digunakan sebagai
lubrikan yang larut, tetapi lubrikan seperti ini umumnya tidak memberikan sifat lubrikasi
yang optimal, dan diperlukan dengan kadar yang lebih tinggi.
Glidan adalah bahan yang dapat meningkatkan kemampuan mengalir serbuk,
umumnya digunakan dalam kempa langsung tanpa proses granulasi. Glidan yang paling
efektif adalah silika pirogenik koloidal.
Bahan pewarna dan lak yang diizinkan sering ditambahkan pada formulasi tablet
untuk menambah nilai estetik atau untuk identitas produk. Kebanyakan bahan pewarna
peka terhadap cahaya dan warnanya akan memudar jika terpapar cahaya.
Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin
rol atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk
meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa.
Tablet kempa langsung (direct compression tablet), beberapa senyawa kimia
berupa granul, menunjukkan sifat bebas mengalir dan kohesif sehingga memungkinkan
dikempa langsung di dalam mesin tablet tanpa perlu di granulasi terlebih dahulu. Untuk
senyawa yang tidak memiliki karakteristik tersebut, eksipien khusus dapat digunakan
untuk mendapatkan kualitas yang diperlukan dalam produksi tablet secara kempa
langsung. Eksipien itu meliputi pengisi (seperti laktosa spray-dried, mikrokkristal dari
laktosa alfa-monohidrat, mikrokristalin selulosa, kristalin maltosa dan dikalsium fosfat),
bahan penghancur (seperti amilum untuk kempa langsung, sodium carboxymethyl starch,
cross-linked carboxymethyl-cellulose fibers dan cross-linked PVP), lubrikan (seperti
magnesium stearat dan talk), dan glidan (seperti silikon dioksida).

Sumber: Allen dan Ansel 2014


Gambar: Skema Pembuatan Tablet dengan Metode Kempa Langsung
Evaluasi mutu sediaan tablet meliputi kadar zat aktif, disolusi, waktu hancur,
keseragaman sediaan, kekerasan dan friabilitas. Uji keseragaman sediaan, keseragaman
sediaan didefiniskan sebagai derajat keseragaman jumlah zat aktif dalam satuan sediaan.
Persyaratan yang ditetapkan berlaku untuk masing-masing zat aktif yang terkandung
dalam satuan sediaan yang mengandung satu atau lebih zat aktif, kecuali dinyatakan lain
dalam farmakope. Keseragaman sediaan ditetapkan dengan salah satu dari dua metode
yaitu keragaman bobot dan keseragaman kandungan. Uji keseragaman kandungan
berdasarkan pada penetapan kadar masing-masing kandungan zat aktif dalam satuan

47
sediaan untuk menentikan apakah kandungan masing-masing terletak dalam batasan
yang ditentukan. Metode keseragaman kandungan dapat digunakan untuk semua kasus.
Keseragaman sediaan untuk tablet tidak bersalut yang mengandung zat aktif 25 mg atau
lebih yang merupakan 25% atau lebih terhadap bobot ditetapkan dengan metode
keragaman bobot. Untuk tablet tidak bersalut yang tidak memenuhi persyaratan di atas
ditetapakan dengan uji keseragaman kandungan.
Uji waktu hancur menggunakan alat disintegration tester. Uji waktu hancur
dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam
masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet digunakan
sebagai tablet isap atau tablet kunyah atau dirancang untuk pelepasan kandungan obat
secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua periode
berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas di antara periode pelepasan tersebut.
Tetapkan jenis sediaan yang akan diuji dari etiket serta dari pengamatan dan gunakan
prosedur yang tepat untuk 6 unit sediaan atau lebih. Uji waktu hancur tidak menyatakan
bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Sediaan dinyatakan hancur
sempurna bila sisa sediaan, yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan massa lunak
yang tidak mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari penyalut yang tidak larut.
Uji disolusi merupakan cara terpenting untuk mengetahui pelepasan obat dari
sediaan padat secara in vitro dan merupakan alat yang penting untuk menilai faktor yang
mempengaruhi bioavailabilitas obat dari sediaan padat. Selama uji disolusi, jumlah
kumulatif obat yang terlarut diukur sebagai fungsi dari waktu. Uji disolusi dilakukan
dengan meletakkan tablet di dalam bejana yang berisi media disolusi.
Semua faktor yang mempengaruhi proses disolusi harus distandarkan, seperti
faktor yang mempengaruhi kelarutan (komposisi dan suhu media disolusi) dan faktor
yang mempengaruhi proses disolusi (konsentrasi senyawa terlarut dalam media
disolusi).
Kekerasan tablet adalah suatu parameter yang menggambarkan ketahanan tablet
dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, tekanan dan kemungkinan
terjadinya keretakan tablet pada saat pembungkusan atau pengepakkan, pengangkutan
dan penyimpanan. Kekerasan tablet sangat berkaitan erat dengan waktu hancurnya.
Faktor yang dapat mempengaruhi kekerasan tablet antara lain metoda granulasi, tekanan
kompresi, kekerasan granul, serta macam dan jumlah bahan pengikat yang digunakan.
Tablet yang baik mempunyai kekerasan antara 4-8 kg, kekerasan minimum untuk tablet
yang tidak bersalut adalah 5 kg. Tablet yang pembuatannya melalui tahap granulasi
kekerasannya dipengaruhi oleh ikatan yang terjadi antar partikel setelah tablet
mengalami pengempaan.
Friabilitas atau resistensi terhadap abrasi merupakan pengujian yang sangat
penting karena menggambarkan kejadian yang dialami tablet selama produksi,
pengemasan, pengananan, distribusi dan penggunaan. Dimana selama proses tersebut
tablet mengalami benturan, tekanan, bergesekan satu dengan lainnya dan dengan
permukaan padat lainnya, yang menyebabkan lepasnya partikel dari permukaan tablet
sehingga bobot tablet berkurang atau bahkan tablet menjadi pecah menjadi bagian-
bagian kecil. Disamping itu uji friabilitas juga dapat mendeteksi tahap awal capping.
C. Pelaksanaan Praktikum
1. Bahan dan Alat
a. Bahan: asetosal, avicel 102, talkum, HCl pekat, metanol, natrium asetat, asam asetat
glasial.

48
b. Alat: timbangan gram dan mg, kantong plastik, satu seri ayakan (20, 30, 40, 50, 60,
80 dan 100 mesh), sieve shaker, gelas ukur 100 ml, alat uji kecepatan alir granul,
penggaris, kalkulator, stopwatch, alat uji waktu hancur, alat uji disolusi, Monsanto
Hardness Tester, friability tester, pinset, spektrofotometer UV-Vis, seperangkat alat
gelas.
2. Formula
Tiap tablet mengandung:
Asetosal 500 mg
Avicel 102 18%
Talk 2%
Dibuat tablet sejumlah 500 tablet, dengan bobot @625 mg.
3. Prosedur Kerja
a. Penyiapan massa cetak
1) Penimbangan bahan

2) Fungsi masing-masing komponen dalam formula

3) Prosedur penyiapan massa cetak


a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Ditimbang setiap bahan berdasarkan perhitungan bahan
c) Ayak asetosal dan Avicel 102 dengan ayakan nomor 20
d) Ayak talkum dengan ayakan nomor 100
e) Campurkan asetosal dan avicel 102 di dalam kantong plastik dan kocok sampai
homogen
f) Tambahkan talk dan kocok sampai homogen
b. Evaluasi mutu massa cetak
1) Distribusi ukuran granul
a) Prosedur kerja
(1) Ditimbang 100 g massa cetak.
(2) Ditimbang bobot masing-masing pengayak (20, 30, 50, 60, 80 dan 100 mesh)
dan pan penampung yang akan digunakan.

49
(3) Pengayak-pengayak tersebut disusun dengan ukuran terbesar diletakkan di
atas dan pan penampung di bawah.
(4) Susunan pengayak tersebut diletakkan di atas penggetar pengayak.
(5) Massa cetak yang telah ditimbang diletakkan pada pengayak paling atas,
kemudian ditutup dan dikencangkan.
(6) Pengayak digetarkan selama 5 menit.
(7) Ditimbang bobot masing-masing pengayak dan granul yang terdapat di
dalamnya.
(8) Dihitung bobot massa cetak yang terdapat pada masing-masing pengayak
dan pada pan penampung tersebut.
(9) Buatlah tabel dan kurva distribusi ukuran granul yang diperoleh.
b) Hasil Pengamatan
(1) Tabel distribusi ukuran
Pengayak Bobot Bobot Granul
Pengayak +
Diameter Bobot Massa Cetak Bobot (g)
Nomor % % Kumulatif
Lubang (µm) (g) (g)
20
30
50
60
80
100
Pan
Jumlah
(2) Kurva histogram frekuensi

(3) Persentase fines

Fines adalah partikel-partikel dengan diameter <100 µm.

𝑤 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑎𝑦𝑎𝑘𝑎𝑛
% fines = 𝑤 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑥 100%

= ……………………………

50
2) Bobot jenis bulk
Bobot jenis bulk adalah massa terhadap volume dari sejumlah bahan yang dituang
bebas ke dalam gelas ukur.
a) Prosedur kerja
(1) Ditimbang bahan sejumlah 40-130 g pada kertas timbang
(2) Bahan tersebut dituang ke dalam gelas ukur 100 mL yang dimiringkan pada
sudut 45° dengan cepat (dapat melalui corong).
(3) Gelas ukur ditegakkan dan digoyangkan dengan cepat untuk meratakan
permukaan bahan dan dibaca volume yang terukur (mL).
(4) Dihitung bobot jenis bulk dengan rumus sebagai berikut:
ρB = w/V0 (g/mL)
b) Hasil pengamatan
Replikasi w (g) V0 (mL) ρB (g/mL)
1
2
3
Rata-rata
3) Bobot jenis mampat
Bobot jenis mampat adalah perbandingan massa terhadap volume setelah massa
tersebut dimampatkan sampai volume tetap. Pengukuran dapat dilakukan dengan
menggunakan “tapping machine”
a) Prosedur kerja:
(1) Setelah pembacaan volume bulk pada pengukuran bobot jenis bulk, gelas
ukur yang berisi bahan tersebut diletakkan pada alat pengetuk.
(2) Alat dioperasikan dan volume bahan diamati pada tiap interval 100 ketukan
dari 100 sampai 500 ketukan.
(3) Volume bahan dalam gelas ukur dicatat pada tiap interval 100 ketukan,
sampai tiga pengamatan berurutan menunjukkan volume yang tetap (Vt mL).
(4) Dihitung bobot jenis mampat dengan rumus sebagai berikut:
ρT = w/v’ (g/mL)
b) Hasil pengamatan:
Jumlah Volume Setelah Pemampatan (mL)
ρ (g/ml)
Ketukan 1 2 3
100
200
300
400
500
4) Kompresibilitas
Berdasarkan data hasil uji bobot jenis bulk dan bobot jenis mampat, hitunglah
kompresibilitas granul dengan rumus:
V0 -Vt
% Kompresibilitas = × 100%
V0
= ………………………
= ………………………

51
= ………………………
Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….
5) Kandungan lembab
a) Prosedur kerja:
(1) Dimasukkan kurang lebih 5 g bahan ke dalam sample tray moisture analyzer.
(2) Letakkan sample tray di dalam alat
(3) Tutup alat dan tunggu sampai alat berbunyi yang menandakan pengukuran
moisture content (MC) telah selesai.
(4) Dibaca kadar air (MC) pada alat.
b) Hasil pengamatan
No. % MC
1
2
3
Rata-rata :
6) Kecepatan alir granul
a) Prosedur kerja:
(1) Corong dipasang pada statif dengan jarak ujung pipa bagian bawah ke bidang
datar = 10,0 ± 0,2 cm.
(2) Ditimbang teliti 100 g bahan (w).
(3) Bahan tersebut dituang ke dalam corong dengan dasar lubang corong dalam
keadaan tertutup.
(4) Tutup dasar lubang corong dibuka sambil menyalakan stopwatch.
(5) Waktu yang diperlukan dicatat mulai dari bahan mengalir sampai bahan
dalam corong habis (t)
(6) Dihitung kecepatan alir dengan rumus sebagai berikut:
Kecepatan alir = w/t (g/detik)
b) Hasil pengamatan
No W (g) t (detik) Kecepatan Alir (g/detik)
1
2
3
Rata-rata
Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….
7) Sudut istirahat
Penentuan sudut istirahat dapat dilakukan bersama-sama dengan penentuan
kecepatan alir.
a) Prosedur kerja
(1) Diukur tinggi timbangan bahan di bawah corong hasil penentuan kecepatan
alir (h).
(2) Jari-jari alas kerucut timbangan bahan tersebut diukur (r)
(3) Dihitung sudut istirahat dengan rumus sebagai berikut:
α = tan-1 (h/r)

52
b) Hasil pengamatan
No h (cm) r (cm) α (°)
1
2
3
Rata-rata
Kesimpulan: ………………………………………………………………………………….
c. Pembuatan tablet
1) Siapkan mesin kempa tablet dengan punch dan die yang sesuai dengan bobot
tablet dan lakukan orientasi bobot dengan memutar mesin secara manual.
2) Prosedur pengempaan tablet
a) Masukkan massa cetak yang sudah homogen ke dalam hoper
b) Kempa campuran dengan mesin cetak single punch dengan bobot 650 mg per
tablet
c) Lakukan pemantauan bobot tablet secara berkala untuk mamastikan bobot tablet
berada dalam rentang yang disyaratkan.
d) Masukkan tablet yang dihasilkan ke dalam kantong plastik yang dilengkapi
dengan silika gel.
d. Evaluasi mutu tablet
1) Penetapan kadar
a) Pembuatan larutan baku asetosal, penetapan panjang gelombang maksimal dan
absorbansinya
(1) Sebanyak 10 mg asetosal ditimbang dengan teliti kemudian kemudian
masukkan labu tentukur 100 ml
(2) Tambahkan larutan HCl 0,1 N : metanol (1:1) sebanyak 50 mL, kocok kuat
sampai larut.
(3) Tambahkan HCl 0,1 N : metanol (1:1) sampai tanda batas dan homogenkan
(konsentrasi 100 µg/ml).
(4) Ukur spektrumnya pada panjang gelombang 200-400 nm dengan blanko
pelarut HCl 0,1 N : metanol (1:1) dan tentukan panjang gelombang maksimal
dan nilai absorbansinya (Ab).
b) Penyiapan dan pengujian sampel
(1) Dua puluh tablet ditimbang satu persatu dan dihitung bobot rata-ratanya.
(2) Tablet diserbukkan lalu ditimbang seksama seberat bobot rata-ratanya,
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml.
(3) Tambah pelarut HCl 0,1 N: metanol (1:1) sebanyak 50 mL dan kocok sampai
larut.
(4) Tambahkan dengan pelarut HCl 0,1 N : metanol (1:1) sampai batas dan
homogenkan.
(5) Saring dengan kertas saring
(6) Filtrat yang diperoleh dipipet sebanyak 2 mL dan dimasukkan dalam labu
tentukur 100 mL, tambahkan pelarut HCl 0,1 N : metanol (1:1) sampai batas
dan homogenkan.
(7) Ukur serapannya pada panjang gelombang maksimalnya (As) dengan blanko
pelarut HCl 0,1 N : metanol (1:1).

53
(8) Hitung kadar asetosal dalam tablet dengan rumus:
As
Kadar asetosal= ×100%
Ab

c) Hasil Pengamatan
Absorbansi Absorbansi Kadar Asetosal dalam
Persyaratan
Baku (Ab) Sampel (As) Tablet (%)

2) Uji disolusi
Media disolusi : 500 ml Dapar asetat 0,05 M yang dibuat dengan mencampur 2,99 g
natrium asetat trihidrat dan 1,66 ml asam asetat glasial P dengan air
hingga 1000 ml dengan pH 4,50±0,05.
Alat tipe 2 : 50 rpm.
Waktu : 30 menit
Toleransi : dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q), asam
asetilsalisilat, C9H8O4, dari jumlah yang tertera pada etiket.
a) Prosedur uji disolusi
(1) Masukkan 500 ml (±1%) media disolusi (Larutan dapar asetat pH 4,50) ke
dalam wadah pada alat disolusi tipe 2 (tipe dayung).
(2) Jalankan pemanas alat hingga media disolusi mencapai suhu 37°±0,5°C, dengan
menekan tombol heater.
(3) Setelah suhu tercapai, masukkan 1 unit sediaan (tabel) ke dalam masing-masing
wadah, dijaga agar gelembung udara tidak menempel pada permukaan sediaan,
dan segera operasikan alat pada kecepatan 50 rpm.
(4) Setelah 30 menit, ambil ± 50 ml dari masing-masing chamber disolusi pada
daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas
keranjang, tidak kurang dari 1 cm dari dinding wadah.
(5) Sejumlah sampel yang sudah diambil harus segera disaring menggunakan
kertas saring.
(6) Filtrat yang diperoleh dipipet 2 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml
dan encerkan dengan dapar asetat 0,05 M sampai tanda dan homogenkan.
(7) Ukur serapan larutan uji dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang
maksimalnya (As) dengan blanko dapar asetat 0,05 M.
(8) Buat larutan baku dengan cara:
(a) Timbang 100 mg asetosal dan masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml.
(b) Tambahkan 5 ml etanol 95%, kocok sampai larut dan tambahkan dapar
asetat 0,05 M sampai tanda dan homogenkan.
(c) Pipet 2 ml larutan dan masukkan ke dalam labu tentukur 10 ml dan
encerkan dengan dapar asetat 0,05 M sampai tanda dan homogenkan
(d) Scan spektrumnya pada rentang panjang gelombang 200-400 nm
(e) Tentukan panjang gelombang maksimalnya dan absorbansinya pada
panjang gelombang maksimalnya tersebut (Ab) dengan blanko dapar
asetat 0,05 M.
(9) Hitung asetosal yang terdisolusi dengan rumus:

54
As 10
Jumlah terdisolusi= × 200 µg/ml × × 500 ml × 0,001 mg/µg
Ab 2

(10) Hitung persentase asetosal terdisolusi dengan rumus:

Jml asetosal terdisolusi (mg)


Persentase terdisolusi= ×100%
Klaim dalam etiket (mg)
b) Hasil Pengamatan
Jumlah Persentase
Absorbansi
Absorbansi Asetosal Asetosal
No. Sampel Persyaratan
Baku (Ab) Terdisolusi Terdisolusi
(As)
(mg) (%)
1
2
3
4
5
6

c) Kriteria penerimaan:
Jumlah yang
Tahap Kriteria Keberterimaan
Diuji
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5%
Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama
S2 6 dengan atau lebih besar dari Q, dan tidak satu
unit pun yang lebih kecil dari Q-15%
Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah sama
dengan atau lebih besar dari Q,, tidak lebih dari 2
S3 12
unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15% dan
tidak satu unit pun yang lebih kecil dari Q-25%

Kesimpulan: ………………………………………………………………………………………..
3) Keseragaman sediaan
a) Prosedur uji keragaman bobot
(1) Timbang saksama 10 tablet satu per satu.
(2) Hitung jumlah zat aktif dalam tiap tablet yang dinyatakan dalam persen dari
jumlah yang tertera pada etiket dari hasil penetapan kadar.
(3) Hitung nilai penerimaan

55
b) Hasil pengamatan
No. Bobot Tablet (mg) Kadar Zat Aktif (mg) Kadar Zat Aktif (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata

56
Rata-rata = …………….

n = ………………

k = ……………….

s = ………………..

M = ……………….

NP = ………….......
c) Kriteria penerimaan
• Keseragaman sediaan memenuhi syarat jika nilai keberterimaan (NP) 10 unit
sediaan pertama tidak lebih atau sama dengan L1%
• Jika nilai keberterimaan (NP) lebih besar dari L1%, lakukan pengujian pada 20
unit sediaan tambahan, dan hitung nilai kebertierimaannya.
• Memnuhi syarat jika nilai keberterimaan akhir dari 30 unit sediaan lebih kecil
atau sama dengan L1% dan tidak ada satu unit pun kurang dari [1-
(0,01)(L2)]M atau tidak satu unit pun lebih dari [1+(0,01)(L2)]M.
• Kecuali dinyatakan lain L1 adalah 15,0 dan L2 adalah 25,0.

Kesimpulan: ………………………………………………
4) Waktu hancur
a) Prosedur kerja
(1) Pengatur suhu pada alat dinyalakan dan air hangat dimasukkan ke dalam
bejana sehingga keenam tempat tablet diletakkan dapat terendam
kemudian diatur setting temperature pada 37°C.
(2) Sebanyak 6 tablet ditempatkan pada masing-masing tabung yang terdapat
pada alat uji waktu hancur, lalu ditutup dengan cakram.
(3) Atur timer pada alat selama 15 menit, lalu alat uji dioperasikan sehingga
tabung-tabung bergerak naik turun.
(4) Setelah 15 menit dan alat berhenti bergerak, amati keadaan keenam tablet
dalam tabung.
b) Hasil pengamatan
No. Hancur Sempurna/Tidak
1
2
3
4
5
6

Kesimpulan: ………………………………………………

57
5) Kekerasan
a) Prosedur kerja
(1) Tablet ditempatkan pada ujung alat dan atur skala alat sampai menunjukkan
angka nol.
(2) Tuas alat diputar searah jarum jam sampai tablet pecah dan skala yang
terbaca menunjukkan kekerasan tablet.
(3) Dicatat hasil uji kekerasan masing-masing tablet sebanyak 20 tablet.
b) Hasil pengamatan
No. Kekerasan (kg) No. Kekerasan (kg)
1 11
2 12
3 13
4 14
5 15
6 16
7 17
8 18
9 19
10 20
6) Friabilitas
a) Prosedur kerja
(1) Satu persatu tablet dibersihkan dari debu menggunakan sikat halus
sebanyak 20 tablet.
(2) Ditimbang seluruh tablet menggunakan neraca analitik.
(3) Masing-masing 20 tablet dimasukkan ke dalam alat uji alat “friability tester”.
(4) Alat uji dioperasionalkan pada 25 rpm selama 4 menit.
(5) Ditimbang kembali sejumlah tablet yang dimasukkan ke dalam masing-
masing alat.
(6) Dihitung selisih bobot tablet dan nyatakan dalam % friabilitas dengan
rumus berikut:
Wa-Wb
% Friablilitas = Wa ×100%

Wa = bobot awal tablet


Wb = bobot akhir tablet
b) Hasil pengamatan
Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Friabilitas (%) Persyaratan

<1%

58
MATERI 6-SEDIAAN SUPPOSITORIA

A. Tujuan Praktikum
a. Mampu membuat sediaan supositoria
b. Mampu melakukan evaluasi mutu sediaan supositoria
B. Landasan Teori
Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu
tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai
pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar supositoria yang
umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam lemak
polietilen glikol. Eksipien seperti pengencer/diluent, surfaktan, lubrikan, pengawet dan
pewarna dapat ditambahkan jika diperlukan. Kandungan obatnya sangat bervariasi mulai
dari <0,1% sampai hampir 40%.

Sumber: Aulton and Taylor 2018


Bahan dasar supositoria yang digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat
terapetik. Lemak coklat cepat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan
cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada
tempat yang diobati. Polietilen glikol adalah bahan dasar yang sesuai untuk beberapa
antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik, lebih baik menggunakan bentuk ionik
dari pada nonionik, agar diperoleh ketersediaan hayati yang maksimum. Meskipun obat
bentuk nonionik dapat dilepas dari bahan dasar yang dapat bercampur dengan air, seperti
gelatin tergliserinasi dan polietilen glikol, bahan dasar ini cenderung sangat lambat larut
sehingga menghambat pelepasan. Bahan pembawa berminyak seperti lemak coklat

59
jarang digunakan dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat
diserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang digunakan melalui rektal karena
disolusinya lambat. Lemak coklat dan penggantinya (lemak keras) lebih baik untuk
menghilangkan iritasi, seperi pada sediaan untuk hemoroid internal.
Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur
bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang
dihasilkan dibuat dalam bentuk sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur
dan suspensi yang dihasilkan didiamkan menjadi dingin di dalam cetakan. Sejumlah zat
pengeras yang sesuai dapat ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa obat,
(seperti kloralhidrat dan fenol) melunakkan bahan dasar. Yang penting, supositoria
meleleh pada suhu tubuh.
Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu
badan dan biasa digunakan sebagai bahan dasar supositoria. Karena pelepasan dari bahan
dasar lebih ditentukan oleh disolusi dari pada pelelehan, maka masalah dalam pembuatan
dan penyimpanan jauh lebih sedikit dibanding masalah yang disebabkan oleh jenis
pembawa yang melebur. Tetapi polietilen glikol dengan kadar tinggi dan bobot molekul
lebih tinggi dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan. Pada
etiket supositoria polietilen glikol harus tertera petujuk “Basahi dengan air sebelum
digunakan”.
Beberapa bahan telah dikembangkan untuk mengganti lemak coklat, misalnya
Cotmar®, Dehydag®, Fattibase®, Suppocire® dan Witepsol®. Ini merupakan campuran
minyak lemak alami atau sintetis yang mengandung campuran trigliserida dari asam
lemak jenuh C12-C18, lilin dan lemak alkohol. Dengan menggunakan kombinasi
komponen ini, dapat dirancang rentang suhu leleh, misalnya grade berbeda dari
Witepsol® memiliki rentang titik leleh 29-44oC.
Eksipien yang digunakan dalam formulasi supositoria antara lain peningkat
viskositas, deaglomerator, peningkat kelarutan obat, peningkat absorpsi dan pengawet
antimikroba. Bahan peningkat viskositas diperlukan jika obat menurunkan titik leleh
basis sehingga menurunkan viskositas pada 37oC. Disamping itu penambahan bahan ini
juga mampu meningkatkan viskositas lelehan basis tanpa mempengaruhi titik lelehnya.
Contoh bahan peningkat viskositas adalah lilin lebah, silikon dioksida koloidal, aluminium
monostearat, HPMC dan PVP.
Deaglomerator merupakan eksipien yang ditambahkan ke dalam formula suspensi
supositoria untuk mencegah aglomerasi partikel obat. Lisitin merupakan contoh bahan
daglomerator yang mampu mengurangi gaya tarik menarik antar partikel obat dan
meningkatkan sifat alir dispersi. Surfaktan juga dapat berperan sebagai deaglomerator
dengan mencegah pembentukan cake pada lelehan supositoria.
Peningkat kelarutan, eksipien ini dapat ditambahkan untuk meningkatkan
kelarutan obat lipofilik di dalam cairan rektal, sehingga memungkinkan disolusi obat
sempurna. Dapar merubah pH cairan rektal sehingga obat mengalami ionisasi, hal ini
meningkatkan kelarutan obat basa lemah atau asam lemah dalam air. Surfaktan nonionik
seperti poloxamer dapat digunakan sebagai bahan pembasah. Tetapi jumlah surfaktan
melebihi konsentrasi misel kritis dapat menghambat pelepasan beberapa obat dari
supositoria.
Bahan peningkat absorpsi, asam lemak, surfaktan, garam empedum donor nitric
oxide, fenotiazin dan salisilat merupakan kelompok peningkat permeasi yang dapat

60
meningkatkan absorpsi obat di rektal. Salisilat dan fenotiazin merupakan antagonis
calmodulin dan mengganggu keutuhan dinding rektal dengan membuka calsium tight
junction, sehingga meningkatkan permeabilitas dinding rektal. Donor nitric oxide
meningkatkan aliran darah menuju membran rektal, mengakibatkan dilatasi tight
junction. Asam lemak berinteraksi dengan fraksi lemak dan protein dari membran rektal
membentuk pori.
Pengawet antimikroba, pengawet diperlukan pada supositoria dengan basis larut
air untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
Supsitoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu atau kedua ujungnya
dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g. Supositoria vaginal umumnya berbentuk bulat
atau bulat telur dan berbobot lebih kurang 5 g, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam
air atau yang dapat bercampur dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin
tergliserinasi.
Supositoria dibuat dengan dua metode yaitu mencetak lelehan dan membentuk
dengan tangan. Metode membentuk dengan tangan sudah lama ditinggalkan dan metode
yang paling banyak digunakan baik untuk skala kecil maupun industri adalah mencetak
lelehan dalam cetakan.
Tahapan pencetakan supositoria meliputi: pelelehan basis, mencampur bahan obat
ke dalam lelehan basis, menuangkan lelehan ke dalam cetakan, membiarkan lelehan
dingin dan membentuk supositoria, dan melepaskan supositoria yang sudah terbentuk
dari cetakan.

Sumber: Allen and Ansel 2014


Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup
baik, sebaiknya pada suhu di bawah 30oC (suhu kamar terkendali). Meskipun dapat
disimpan tanpa pendinginan, supositoria dengan basis polietilen glikol harus dikemas
dalam wadah tertutup rapat.
Evaluasi mutu sediaan supositoria meliputi penampilan/organoleptik, kadar zat
aktif, keseragaman unit dosis, keseragaman kandungan, keseragaman bobot, waktu
hancur, waktu meleleh supositoria lipofilik, kekuatan mekanik, disolusi, efikasi pengawet
antimikroba, dan keamanan (iritasi mukosa).

61
C. Pelaksanaan Praktikum
1. Bahan dan Alat
a. Bahan: aminofilin, oleum cacao, cera alba dan parafin cair.
b. Alat: timbangan gram dan mg, ayakan 20 mesh, cawan porcelin, kalkulator,
penangas air, pisau, aluminum foil, termometer, stopwatch, alat cetak supositoria,
lemari pendingin, kapas.
2. Formula
Tiap supositoria mengandung:
Aminofilin 250 mg
Basis q.s.

Basis terdiri dari Oleum cacao = 94% dan cera alba = 6%

Dibuat 24 suppositoria (karena keterbatasan cetakan dibuat 2 kali)


3. Prosedur Kerja
a. Penentuan bilangan pengganti aminofilin
1) Pembuatan suppositoria 100% basis
a) Timbang 37,6 g oleum cacao dan 2,4 g cera flava
b) Lebur cera flava di dalam cawan porcelin di atas tangas air
c) Siapkan cetakan suppositoria dan berikan pelumas (parafin cair) pada bagian
dalam lubang cetakan
d) Setelah melebur tambahkan oleum cacao dan aduk sampai campuran melebur
dan homogen
e) Tuangkan leburan ke dalam lubang cetakan dan biarkan mendingin pada suhu
kamar selama 10 menit, selanjutnya masukkan ke dalam lemari pendingin
sampai membeku sempurna selama 30 menit
f) Setelah membeku sempurna, keluarkan dari lemari pendingin dan potong bagian
suppositoria yang lebih pada permukaan cetakan
g) Buka cetakan dan keluarkan suppositoria dari cetakan
h) Timbang berat masing-masing suppositoria dan hitung rata-rata beratnya (E
gram)
2) Pembuatan suppositoria dengan 10% aminofilin
a) Timbang 33,84 g oleum cacao, 2,16 g cera flava dan 4 g aminofilin (ayak dengan
ayakan nomor 30 sebelum ditimbang)
b) Lebur cera flava di dalam cawan porcelin di atas tangas air
c) Siapkan cetakan suppositoria dan berikan pelumas (parafin cair) pada bagian
dalam lubang cetakan
d) Setelah melebur tambahkan oleum cacao dan aduk sampai campuran melebur
dan homogen
e) Turunkan cawan porselin dari atas tangas
f) Masukkan aminofilin ke dalam cawan porselin yang berisi leburan basis dan aduk
sampai terdistribusi merata

62
g) Tuangkan campuran ke dalam lubang cetakan dan biarkan mendingin pada suhu
kamar selama 10 menit, selanjutnya masukkan ke dalam lemari pendingin
sampai membeku sempurna selama 30 menit
h) Setelah membeku sempurna, keluarkan dari lemari pendingin dan potong bagian
suppositoria yang lebih pada permukaan cetakan
i) Buka cetakan dan keluarkan suppositoria dari cetakan
j) Timbang berat masing-masing suppositoria dan hitung rata-rata beratnya (G
gram)
3) Perhitungan bilangan pengganti
Misalnya dari hasil percobaan di atas diperoleh nilai E = 3,1 g dan G = 3,18 g. Dalam
supositoria yang mengandung 10% aminofilin terdapat:
• Aminofilin = 10% x 3,18 g = 0,318 g
• Basis = 90% x 3,18 g = 2,862 g
0,318 g aminofilin setara dengan 3,1 g-2,862 g = 0,238 g basis
1 g aminofilin setara dengan 0,238/0,318 g = 0,748 g basis.
Jadi bilangan pengganti (f) aminofilin adalah 0,748
b. Pembuatan supositoria
1) Perhitungan penimbangan bahan untuk 15 suppositoria (dilebihkan 3 buat
supositoria untuk mengantisipasi bahan yang menepel di wadah)
a) Aminofilin = 15 x 250 mg = 3,75 g
b) Basis = 15 x (E – (f x 0,25 g))
= 15 x (…… – (…… x 0,25 g))
= 15 x (…… – ……)
= 15 x (………)
= ………… g (B gram), yang terdiri dari:
94
(1) Oleum cacao = 100 × B g
94
= 100 × ……. g = …….. g
6
(2) Cera flava = 100 × B g
6
= × …….. g = …….. g
100

2) Prosedur pembuatan:
a) Timbang masing-masing bahan sesuai hasil perhitungan penimbangan
(aminofilin diayak dengan ayakan nomor 30 sebelum ditimbang)
b) Lebur cera flava di dalam cawan porcelin di atas tangas air
c) Siapkan cetakan suppositoria dan berikan pelumas (parafin cair) pada bagian
dalam lubang cetakan
d) Setelah melebur tambahkan oleum cacao dan aduk sampai campuran melebur
dan homogen
e) Turunkan cawan porselin dari atas tangas

63
f) Masukkan aminofilin ke dalam cawan porselin yang berisi leburan basis dan aduk
sampai terdistribusi merata
g) Tuangkan campuran ke dalam lubang cetakan dan biarkan mendingin pada suhu
kamar selama 10 menit, selanjutnya masukkan ke dalam lemari pendingin
sampai membeku sempurna selama 30 menit
h) Setelah membeku sempurna, keluarkan dari lemari pendingin dan potong bagian
suppositoria yang lebih pada permukaan cetakan
i) Buka cetakan dan keluarkan suppositoria dari cetakan
j) Bungkus suppositoria satu per satu dengan aluminium foil dan simpan di lemari
pendingin.
k) Ulangi prosedut tersebut di atas untuk menghasilkan 12 supositoria lainnya.

c. Evaluasi mutu sediaan


1) Organoleptik
Prosedur: amati bentuk, kondisi permukaan, warna dan bau supositoria yang
dihasilkan

Aspek yang Supositoria


Diamati 1 2 3
Bentuk
Kondisi
permukaan
Warna
Bau

2) Kadar zat aktif


3) Keseragaman bobot
a) Prosedur pengujian:
(1) Ambil secara acak 20 supositoria dan timbang satu per satu
(2) Hitung bobot rata-rata
(3) Hitung persentase deviasi bobot masing-masing supositoria terhadap bobot
rata-rata
b) Kriteria penerimaan: tidak lebih dari 2 sediaan memiliki deviasi bobot terhadap
bobot rata-rata lebih dari 5% dan tidak ada supositoria memiliki deviasi lebih
dari 10% terhadap bobot rata-rata
4) Uji waktu melunak (liquefaction time)
Prosedur pengujian:
a) Sirkulasikan air dengan suhu 37oC ke dalam alat
b) Tuang kurang lebih 5 ml air ke dalam tabung (untuk melebabkan supositoria
seperti kondisi di dalam rektum)
c) Setelah 5 menit (air sudah mencapai suhu 37oC), masukkan supositoria ke dalam
tabung dengan ujung menghadap ke bawah.

64
d) Masukkan batang kaca ke dalam tabung dan jalankan timer.
e) Catat waktu yang diperlukan untuk turunnya batang kaca sampai ujung atas dari
tabung.
f) Ulang prosedur di atas dengan 2 supositoria lainnya.
g) Jika perbedaan di antara ketiga supositoria lebih dari 105 detik, lakukan
pengujian 2 supositoria lainnya (total 5 supositoria).
h) Hitung waktu rata-rata meleleh.

Gambar: Alat Uji Waktu Melunak (Liquefaction Time)

5) Uji titik leleh


Prosedur pengujian:
a) Supositoria diletakkan pada keranjang dari kaca spiral di dalam bejana uji yang
dikelilingi water jacket dan dipanaskan dengan sirkulasi dari termostat suhu
37oC.
b) Catat waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh atau terdispersi.

6) Uji kekerasan/breaking test


Prosedur pengujian:
a) Atur termostat pada suhu 37oC dan jalankan heater sampai suhu mencapai 37oC.
b) Masukkan supositoria ke dalam alat dan tambahkan beban 600 g, tunggu selama
1 menit.

65
c) Setiap interval waktu 1 menit tambahkan beban 200 g.
d) Catat jumlah beban yang diperlukan sampai supositoria pecah.

Gambar: Alat Uji Titik Leleh

66
Gambar: Alat Uji Kekerasan Supositoria
7) Uji waktu hancur
a) Alat:

Alat terdiri dari selongsong kaca atau bahan transparan lainnya dan 2 buah
piringan stainless steel dengan diameter sama dengan diameter dalam
selongsong dan berlubang dengan diameter 4 mm sebanyak 39 buah. Kedua
piringan diletakan dan dikunci di dalam selongsong dengan jarak 30 mm.

b) Prosedur pengujian:
(1) Atur termostat pada suhu 37oC dan jalankan heater sampai suhu mencapai
37oC dan konstan.
(2) Letakkan supositoria pada piringan bagian bawah, tutup dengan piringan
lainnya dan kunci.
(3) Balik alat setiap 10 menit.
(4) Kriteria penerimaan: supositoria hancur tidak lebih dari 30 menit (untuk
yang menggunakan basis lemak) dan tidak lebih dari 60 menit (untuk yang
menggunakan basis larut air).

67
Gambar: Alat Uji Waktu Hancur Supositoria

68
8) Homogenitas sediaan
Prosedur pengujian:
a) Ambil 4 buah supositoria
b) 2 buah supositoria dipotong dengan arah vertikal
c) 2 buah supositoria dipotong dengan arah horizontal
d) Amati homogenitas supositoria pada bidang yang dipotong.
9) Disolusi
10) Keseragaman sediaan

69
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H 2021, Suppositories and their quality control tests, Available from:
https://automate.video/suppositories_qc_new_006d1330 [23 September 2021].
Allen, LV and Ansel, HC 2014, Ansel’s pharmaceutical dosage forms and drug delivery
systems, 10th edn, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore
Allen, LV, Worthen, DB & Mink, B 2008, Suppositories, Pharmaceutical Press, London
Aulton, ME and Taylor, KMG 2018, Aulton’s pharmaceutics the design and manufacture of
medicines, 5th edn, Elsevier, Edinburgh
Gusmayadi, I, Widayanti, A, Nining, dan Sjahid, LR 2018, Modul praktikum sediaan solid,
Fakultas Farmasi dan Sains Uhamka, Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2020, Farmakope Indonesia, 6th edn,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Kuntari, Aprianto, T, Noor, RH, Baruji, 2017, Verifikasi Metode Penentuan Asetosal Dalam
Obat Sakit Kepala dengan Metode Spektrofotometri UV, Jurnal Sains dan Teknologi
Vol. 6, No. 1, pp. 31-40
Murtini, G dan Elisa, Y 2018, Buku ajar farmasi teknologi sediaan solid, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Rowe, RC, Sheskey, PJ and Quinn, M 2009, Handbook of pharmaceutical excipients, 6th edn,
Pharmaceutical Press, London

70

Anda mungkin juga menyukai