Oleh :
TIM DOSEN SJMP
SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020/2021
(EDISI REVISI)
Modul praktikum ini disusun sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan praktikum mata kuliah
Analisis Mutu Kimiawi Pangan (AMKP) untuk mahasiswa program keahlian Supervisor Jaminan Mutu
Pangan (SJMP), Sekolah Vokasi IPB. Modul ini terwujud berdasarkan materi-materi praktikum yang telah
dilakukan oleh mahasiswa SJMP sejak tahun 2006, kemudian dilakukan beberapa perubahan sampai
tahun 2019, dalam hal pemilihan metode pengujian demi peningkatan keberhasilan tujuan praktikum.
Selain itu Program Diploma IPB juga bertransformasi menjadi Sekolah Vokasi IPB pada tahun 201.
Praktikum AMKP juga dilengkapi format kerja dan laporan secara terpisah yang memuat hal-hal yang
perlu diamati, diperhatikan, dicatat, digambar, dihitung ataupun dibahas secara rinci dari apa yang telah
dilakukan saat praktikum untuk meningkatkan pemahaman materi oleh mahasiswa. Semoga cara ini dapat
menjadi salah satu alternatif membantu mahasiswa menghayati atau mendalami lebih lanjut materi
praktikum.
Pada kesempatan ini, disampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
dosen TIM penyusun materi praktikum AMKP, semua dosen PK. SJMP yang telah banyak membantu
dalam penyempurnaan modul praktikum ini, dan Sekolah Vokasi IPB, yang telah memberi kesempatan
serta kepercayaan kepada TIM untuk melaksanakan praktikum ini. TIM juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada rekan sesama pengajar mahasiswa Diploma, beserta semua pihak yang telah membantu
terwujudnya modul praktikum ini.
Kami sangat berterima kasih terhadap kritik dan saran demi kesempurnaan modul praktikum ini.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembacanya, amin.
1. Praktikan sudah siap di depan laboratorium paling lambat 5 menit sebelum praktikum dimulai
dan sudah memakai jas laboratorium
2. Praktikan wajib bersepatu tertutup, menutupi seluruh badan kaki
3. Praktikan wajib membawa masker, sarung tangan, label, lap, tissue gulung, korek api dan
obat pribadi (bagi yang berpenyakit khusus)
4. Materi praktikum yang akan dikerjakan harus sudah dikuasai dan sebelum praktikum harus
sudah mengisi tujuan, pertanyaan pre-lab dan bagan kerja/diagram alir
5. Data pengamatan dan catatan lain yang berhubungan dengan praktikum dicatat pada lembar
kerja dan laporan praktikum
6. Praktikan hanya diperbolehkan mempergunakan ruangan praktikum pada waktu praktikum
sendiri, kecuali telah mendapatkan ijin dari dosen atau penanggung jawab praktikum atas
sepengetahuan pengelola laboratorium Sekolah Vokasi IPB
7. Laporan praktikum dikumpulkan pada minggu berikutnya
8. Alat-alat gelas yang disediakan di atas meja praktikum menjadi tanggung jawab praktikan,
apabila alat tersebut pecah, rusak atau hilang, maka praktikan wajib menggantinya pada
waktu yang telah ditentukan
9. Pemeriksaan alat dilakukan pada awal dan akhir setiap kali praktikum dan disaksikan oleh
dosen/asisten dosen
10. Selama praktikum berlangsung dilarang berbicara keras, berfoto, makan dan minum serta
menyalakan HP. Praktikan juga wajib menjaga ketenangan, kenyamanan dan kebersihan
selama praktikum berlangsung.
11. Praktikan tidak diperkenankan meninggalkan ruangan praktikum sebelum waktu praktikum
berakhir, tanpa seijin, dan sebelum pemeriksaan alat-alat oleh asisten yang bertugas selesai.
12. Praktikum wajib dihadiri 100%, jika berhalangan hadir secara sah, praktikan dapat meminta
waktu lain kepada penanggung jawab praktikum sedapat mungkin pada hari-hari sebelum
mengerjakan praktikum selanjutnya.
13. Pelanggaran dari ketentuan-ketentuan di atas, dapat mengakibatkan sanksi akademis
(skorsing praktikum, tidak diperkenankan mengikuti ujian dan sebagainya).
DIBERIKAN APABILA :
1. Untuk alat yang pecah, penggantian dilakukan oleh praktikan yang memecahkan
2. Untuk alat yang hilang, penggantian dilakukan oleh kelompok atau subkelompok yang bersangkutan
3. Penggantian alat yang pecah atau hilang, dapat berupa :
a. Barang sesuai dengan spesifikasi alat yang dipecahkan/dihilangkan disertai dengan bon
pembeliannya
b. Uang sebesar harga barang
1. Lembar kerja dan laporan praktikum wajib dibawa setiap kali praktikum
2. Menuliskan judul/materi praktikum dan tujuan praktikum
3. Menjawab pertanyaaan pre-lab dan membuat bagan/diagram alir kerja secara singkat dan jelas
sebelum praktikum
4. Mengisi data pengamatan hasil percobaan
5. Melengkapi perhitungan, pembahasan, kesimpulan dan pertanyaan-pertanyaaan yang tercantum
dalam lembar kerja dan laporan praktikum
6. Laporan praktikum dikumpulkan pada minggu berikutnya
Materi Praktikum
I Penjelasan tatib dan materi praktikum IX Analisis total gula metode Luff Schoorl
II Analisis kadar abu X Penetapan serat kasar
III Penetapan vitamin C XI Analisis Mineral Phospor (P) metode Molibdat
Vanadat
IV Analisis kadar protein metode Mikro Kjeldahl XII Analisis mineral NaCl
V Analisis kadar air metode oven XIII Kromatografi Lapis Tipis
VI Penetapan pH dan TAT XIV Pengenalan Alat HPLC
VII Analisis kadar lemak metode Soxhlet XV Pengenalan Alat GC
VIII Penetapan FFA dan bilangan peroksida XVI Responsi (Review)
Waktu Praktikum
A/P2 : Rabu 13.00-18.40 B/P1 : Jumat 06.00-11.40
A/P1 : Kamis 13.00-18.40 B/P2 : Jumat 13.00-18.40
JADWAL PRAKTIKUM…………………………………………………………………………………… v
I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………. 1
V PENETAPAN GULA………………………………………………………………………………... 12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………… 42
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
I PENDAHULUAN
Salah satu kompetensi utama yang harus dimiliki oleh lulusan Supervisor Jaminan Mutu Pangan adalah memiliki
kemampuan untuk bekerja di laboratorium sebagai analis kimia. Untuk mencapai kompetensi itu, mahasiswa harus
menguasai pengetahuan dan ketrampilan tentang analisis kimia komponen pangan secara kualitatif dan kuantitatif.
Selain itu mahasiswa harus mampu memilih teknik analisis pangan yang tepat sesuai tujuan dan sifat bahan pangan,
mampu menjelaskan prinsip analisis, dan terampil melakukan analisis di laboratorium berdasarkan prinsip Good
Laboratory Practices. Mata Kuliah Analisis Mutu Kimiawi Pangan memberikan pengalaman praktik di laboratorium
agar mahasiswa terampil dalam melakukan teknik analisis kimia.
Untuk dapat menghasilkan data yang dapat diterima, harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya diantaranya faktor yang berasal dari dalam dan luar laboratorium. Faktor-faktor yang berasal dari
dalam laboratorium diantaranya: pengambilan dan persiapan sampel, peralatan dan instrumen yang digunakan,
ketrampilan teknis analis, kalibrasi alat, kondisi analisis, dan komputasi data. Sedangkan faktor-faktor yang berasal
dari luar laboratorium adalah bahan kimia dan bahan habis lainnya, standar untuk kalibrasi dan lingkungan yang
tercemar baik udara maupun air.
Parameter yang sangat penting dalam menentukan keterimaan data analisis diantaranya adalah ketepatan
(akurasi) dan ketelitian (presisi). Hasil analisis yang baik adalah menghasilkan data yang akurat dan presisi.
a. Akurasi (ketepatan)
Hasil yang akurat adalah sesuatu yang disepakati sangat mendekati nilai yang sebenarnya dalam suatu
pengukuran kuantitas. Jadi akurasi dari suatu metode analisis adalah derajat seberapa jauh data yang diperoleh dari
suatu pengukuran berbeda dari nilai yang sebenarnya. Akurasi dapat dinyatakan sebagai kesalahan (galat) relatif
atau persentasenya.Galat relatif adalah kesalahan rata-rata dari suatu seri hasil analisis, dinyatakan sebagai
persentase dari nilai sebenarnya. Selain galat relatif, ada yang disebut sebagai galat absolut. Galat absolut yaitu
perbedaan antara nilai eksperimen dengan nilai yang sebenarnya.
% Kesalahan relatif = x -
Sebagai contoh, jika seorang analis mendapatkan hasil kadar besi dari suatu sampel 25.49 %, padahal
sebenarnya sampel tersebut mengandung kadar besi 25.24%. Maka galat absolutnya adalah: (25.49 – 25.24)% =
0.25%. Sedangkan galat relatifnya adalah: 0.25/25.24 x 100 % = 0.99. Semakin kecil galat, semakin besar
keakuratan.
b. Presisi (ketelitian)
Istilah presisi menunjukkan seberapa jauh pengulangan hasil analisis memberikan data yang sama. Presisi
biasanya diukur dengan menghitung standard deviation (SD) dari data yang didapat, kemudian dihitung nilai relative
standard deviation (RSD). Nilai RSD disebut juga sebagai CV (coefficient of varians). Nilai RSD semakin kecil
menunjukkan ketelitian yang semakin tinggi. Nilai RSD yang dapat diterima tergantung dari konsentrasi analat yang
diperoleh dari hasil pengujian. Nilai RSD yang dapat diterima dibandingkan dengan RSD Horwitz. Bila RSD hasil
analisis lebih kecil dari RSD Horwitz, maka data hasil analisis tersebut dapat diterima. Berikut rumus perhitungannya
x = Σ xi/n
SD = √ [ Σ(xi - x)2/ (n-1) ]
%RSD = CV = SD/ x * 100
%RSD Horwitz : 2 exp (1-0.5 log C)
x = nilai rata-rata
xi = nilai terukur, x1, x2, x3………… xn
n = jumlah analisis
SD = standard deviation
RSD = relative standard deviation
CV = coefficient of variance
C = nilai rata-rata konsentrasi analat (dalam bentuk fraksi),
(misalnya jika konsentrasi analat = 2.45% maka C= 2.45/100 = 0.0245
jika konsentrasi analat = 30 ppm maka C= 30/106= 0.0245 = 3 x 10-5
Contoh soal:
Di bawah ini dapat dilihat data hasil analisis kadar air mie instan yang dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Rata-
rata kadar air yang diperoleh adalah 6.38 % (wet basis). Apakah data analisis tersebut dapat diterima? Tentukan SD,
RSD dan RSD Horwitz nya.
Ulangan % Kadar air (wb)
1 6.45
2 6.36
3 6.32
xi 19.13
X = 6.38
Jawaban:
Seorang analis di laboratorium harus selalu berusaha mendapatkan hasil analisis yang benar, akan tetapi tidak
ada satu metode analisis di laboratorium yang terlepas dari kesalahan. Kesalahan dapat berupa kesalahan acak
(random error) dan kesalahan sistematis (sistematic error). Contoh kesalahan acak dapat berasal dari pembacaan
meniskus pipet, buret atau alat pengukur lain. Kesalahan ini mengakibatkan analisis yang dilakukan berulang-ulang
pada satu sampel yang sama menghasilkan data yang menyimpang satu sama lain (data tersebar di sekitar rata-
rata). Untuk mengurangi kesalahan acak, nilai RSD harus diturunkan dengan mengulang analisis beberapa kali
sampai pada taraf yang dapat diterima. Kesalahan acak sulit dihindari. Contoh kesalahan sistematis diantaranya
kesalahan kalibrasi dari alat ukur dan instrumen seperti timbangan, pH-meter, spektrofotometer dan sebagainya.
Selain itu, kesalahan sistematis dapat berasal dari kesalahan dalam memilih metode analisis atau bahan kimia
standar untuk menyiapkan kurva standar. Kesalahan ini susah dideteksi bahkan analis mungkin saja melakukan
kesalahan ini tanpa disadarinya. Kesalahan ini menyebabkan data menyimpang dari data yang sebenarnya pada
suatu arah tertentu.
Dalam melaporkan hasil analisis, seorang analis harus memperhatikan penulisan satuan, konversi satuan,
penulisan angka penting, dan pembulatan angka yang benar dan sesuai dengan kaidah ilmiah. Pada Tabel 1dapat
dilihat beberapa satuan konsentrasi dan definisinya. Kesalahan intrepretasi data dapat terjadi jika data yang
disajikan kurang tepat.
Seorang analis juga harus memperhatikan dalam menyatakan suatu data komposisi. Seperti misalnya data
kadar air. Kadar air dapat menentukan kadar-kadar komponen yang lainnya. Kadar air dapat dinyatakan dalam basis
basah (wet basis) maupun basis kering (dry basis). Sebagai contoh: Bila kadar lemak suatu sampel adalah 20% dan
kadar airnya adalah 10% (wet basis), tentukan kadar lemak berdasarkan basis kering. Maka kadar lemak basis
kering (%) = 20/(100-10) x 100 %= 22 %
Kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang analis dalam melakukan analisis di laboratorium
diantaranya:
- menimbang - menghitung konsentrasi larutan -
- memipet - melakukan pengenceran
- membaca meniskus - mengukur pH
- membuat larutan - melakukan titrasi
Dalam melakukan analisis di laboratorium, untuk memperoleh data yang bermutu perlu menerapkan prinsip GLP
(Good Laboratory Practices). GLP adalah aturan-aturan, prosedur-prosedur dan praktik labotarotrium yang cukup
untuk menjamin mutu dan intensitas data analitik di laboratorium tersebut. Tujuan dari GLP adalah sebagai penuntun
bagi personal laboratorium untuk merencanakan suatu pengujian secara berhati-hati dan bekerja sedemikian rupa
sehingga seluruh proses dapat terdokumentasi secara tepat dan lengkap serta dapat terdokumentasi secara rinci
bilamana diperlukan.
Beberapa penerapan GLP di laboratorium kimia diantaranya:
1. Prinsip umum: anggap semua bahan kimia yang digunakan berbahaya dan hindari kontak antara bahan kimia
dan pekerja, bahan kimia diletakkan di wadah tertutup, gunakan ruang asap (fume hood), gunakan jas lab,
sarung tangan dan pelindung mata
2. Bacalah dan ikuti petunjuk yang ada pada setiap label bahan kimia
3. Jangan tinggalkan alat bekerja sendiri
4. Simpan bahan kimia di tempat yang seharusnya (bukan di ruang asap)
5. Bawa bahan kimia dengan benar
6. Jaga agar lingkungan bekerja selalu rapi
7. Jangan sekali-kali memipet dengan mulut
8. Sifat-sifat bahan dan cara bekerja dengan bahan kimia harus diketahui dengan baik
9. Hindari kebakaran, dll
Penerapan GLP dapat mengurangi bahkan menghindari adanya kesalahan acak maupun sistematis dalam
analisa mutu pangan, sehingga data analisis yang dihasilkan bermutu.
A. Pendahuluan
Abu merupakan residu anorganik yang diperoleh dengan memanaskan bahan sampel pada suhu tinggi
lebih dari 450 oC atau dengan pendestruksian komponen-komponen organik (C, H, O) dengan asam-asam kuat.
Residu anorganik ini terdiri dari bermacam-macam mineral yang komposisi dan jumLahnya tergantung pada
jenis bahan pangan dan metode ananlisis yang digunakan. Abu dan mineral dapat berasal dari bahan pangan
itu sendiri (indigenous) maupun penambahan dari luar. Penambahan dari luar dapat disengaja (proses
penggaraman, perendaman dalam larutan CaCO3) atau tidak sengaja (kontaminasi alat, lingkungan).
Kandungan abu di dalam bahan pangan sangat rendah dengan rata-rata kurang dari 3%, meskipun demikian
analisis kadar abu sering dilakukan karena kaitannya dengan pengawasan mutu pangan.
Beberapa fungsi analisis kadar abu antara lain :
1. Sebagai indeks kemurnian tepung.
2. Sebagai indeks kemurnian tebu.
3. Sebagai detektor pemalsuan cuka buah.
4. Sebagai parameter kebersihan (karena adanya kontaminasi).
Penetapan abu total dapat dilakukan dengan cara : 1) Pengabuan Kering dan 2) Pengabuan Basah.
1. Pengabuan Kering
Pengabuan kering terdiri dari penimbangan sekitar 5 gram sampel di dalam cawan porselin yang telah
dipanaskan dan diketahui beratnya. Cawan dan sampel bersama-sama dipanaskan di dalam tanur. Mula-mula
dengan suhu 200-250 oC kemudian dinaikkan perlahan-lahan sampai suhu 450-550 oC. Pengabuan biasanya
dilakukan selama 16 jam atau sampai terbentuk abu yang berwarna putih keabuan.
Selama proses pengabuan, bentuk mineral di dalam bahan pangan berubah, misalnya kalsium yang dalam
bahan pangan berbentuk kalsium oksalat selama pemanasan menjadi kalsium karbonat dan akhirnya menjadi
kalsium oksida. Beberapa bahan pangan seperti serealia sangat sulit diabukan, oleh karena itu dapat dilakukan
dulu proses pra pengabuan. Sampel yang telah ditimbang dipanaskan diatas hot plate di ruang asap. Sewaktu
dipanaskan sampel akan berasap, tahap pra pengabuan selesai bila sampel tersebut sudah tidak berasap,
kemudian baru sampel masuk tahap pengabuan di dalam tanur. Apabila setelah pemanasan selama 16 jam,
pengabuan belum sempurna (terlihat adanya bagian yang masih berwarna hitam) maka sampel harus diabukan
kembali. Pengabuan kembali yang biasa dilakukan adalah dengan cara membasahi sampel dengan aquades,
memanaskan diatas hot plate di ruang asap sampai sampel tidak berasap, kemudian mengabukan lagi di dalam
tanur. Apabila cara tersebut belum berhasil, aquades dapat diganti dengan asam sitrat, asam sulfat, atau asam
klorida encer, dan pekerjaan ini harus dilakukan dengan hati-hati.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam melakukan pengabuan adalah :
1. JumLah abu dalam bahan pangan sangat rendah, oleh karena itu jumLah bahan yang harus diabukan
menjadi sangat besar.
2. Waspadai kemungkinan terjadinya kontaminasi.
3. Abu bersifat sangat ringan dan sangat mudah terbang.
4. Abu bersifat sangat higroskopis.
Berdasarkan hasil analisis abu total dapat pula dilanjutkan dengan analisis abu terlarut dan abu tidak
terlarut dalam air atau asam. Analisis abu terlarut dan abu tidak larut dapat dilakukan dengan melarutkan total
abu yang diperoleh dengan air lalu dilewatkan pada kertas saring bebas abu. Abu yang tertinggal pada kertas
saring adalah abu yang tidak larut air. Kegunaan analisis ini adalah sebagai petunjuk kadar buah dari selai
atau jeli. Analisis abu tidak larut asam digunakan untuk mengukur pencemaran di permukaan buah dan sayur
atau sekam padi dan gandum. Prinsip analisis sama dengan analisis abu tidak larut air hanya digunakan
pelarut asam (HCl) dan abu yang tertinggal pada kertas saring adalah abu yang tidak larut asam. Kebasaan
abu dapat dihitung dari abu total atau abu tak larut air yang berfungsi untuk petunjuk mutu buah dan jus buah.
Abu dari buah dan sayuran bersifat basa (Ca, Mg, K, Na) sedangkan dari daging dan sereal bersifat asam (p,S,
Cl)
2. Pengabuan Basah
Pengabuan basah terutama dilakukan untuk analisis trace minerals dan mineral-mineral yang bersifat
toksik. Prinsip pengabuan basah adalah destruksi komponen organik (C, H, O) dengan pemanasan sampel
yang ditambahkan oksidator kuat seperti asam-asam kuat seperti : asam nitrat, sulfat, perklorat atau
campurannya. Suhu yang dicapai saat pemanasan sekitar 300-350 oC.
Pengabuan basah yang hanya dilakukan dengan asam sulfat saja membutuhkkan waktu sangat lama, oleh
karena itu sering dilakukan pencampuran beberapa jenis asam kuat, atau penambahan potassium sulfat untuk
menaikkan titik didih campuran dan mempercepat destruksi. Asam nitrat merupakan oksidator yang baik, tetapi
cepat habis sebelum seluruh sampel terdestruksi, oleh karena itu asam nitrat sering dicampur dengan asam
sulfat yang sekaligus berfungsi sebagai pencegah timbulnya buih. Asam perklorat merupakan oksidan terbaik
tetapi bersifat sangat mudah meledak.
− Sampel makanan susu bayi dan makanan bayi instan dengan berbagai merk
− HCl pekat
− HCL 10%,
− H2SO4 pekat
− HNO3 pekat
− HCl O4 (Asam perklorat)
− Aquades
− Labu kjeldahl
− Gelas piala griffin
− Cawan porselen
− Tanur listrik
− Neraca analitik
− Desikator
− Gegep (penjepit cawan)
− Segitiga porselen
− Kawat kasa
− Kaki tiga
− Bunsen
− Pemanas
− Batu didih
− Kertas saring (jika diperlukan)
− Peralatan gelas : pipet tetes, labu takar 100 mL dan batang pengaduk
C. Prosedur Kerja
1. Analisis Kadar Abu Total Cara kering (Metode Gravimetri)
(Masing-masing kelompok melakukan tiga kali : untuk penentuan abu larut/tak larut air ; penentuan abu
larut/tak larut asam adan penentuan mineral Fe dan P)
− Masukkan cawan porselen ke dalam oven pada suhu 105 oC selama kira-kira 15 menit
− Keringkan cawan porselen dalam tanur pada suhu 550 oC selama 15 menit lalu dinginkan dalam
desikator, kemudian timbang dengan neraca analitik
− Timbang 2 g sampel ke dalam cawan porselen yang telah disiapkan
− Bakar di atas segitiga porselin. Gunakan terlebih dahulu api kecil, cawan porselin agak dimiringkan, cawan
ditutup sedikit dan usahakan nyala api dari samping. Setelah tidak berasap lagi, cawan porselin
ditegakkan, tutup dibuka dan pembakaran dilanjutkan kembali (gunakan nyala api besar) sampai timbul
sedikit warna keputihan di dinding bawah cawan
− Masukkan ke dalam tanur suhu 550 oC sampai diperoleh abu putih
− Dinginkan dalam desikator, lalu timbang
Perhitungan :
Kadar Abu tidak larut air (%) = bobot abu tidak larut air x 100
bobot sampel awal
Kadar Abu larut air (%) = bobot abu total - bobot abu tidak larut air x 100
bobot sampel awal
Perhitungan :
Kadar Abu tidak larut asam (%) = bobot abu tidak larut asam x 100
bobot sampel awal
Kadar Abu larut asam (%) = bobot abu total - bobot abu tidak larut asam x 100
bobot sampel awal
A. Pendahuluan
Vitamin C atau asam askorbat tergolong vitamin yang larut dalam air. Vitamin C dapat berbentuk sebagai
asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat, keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam L-
askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversibel menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat
secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak
memiliki keaktifan vitamin C lagi.
Asam askorbat dalam keadaan kering cukup stabil, tetapi dalam larutan cepat dioksidasi oleh udara.
Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh beberapa ion logam, utamanya tembaga, besi dan mangan. Oleh pengaruh
sinar, vitamin C lambat laun akan berubah menjadi warna coklat.
Kadar vitamin C dalam pangan dapat ditentukan melalui titrasi redoks. Titrasi redoks lebih disukai
dibandingkan dengan titrasi asam basa karena sejumLah bahan lain dalam sampel dapat bertindak sebagai
asam, sedangkan pada titrasi redoks pengaruhnya cukup rendah dengan oksidasi asam askorbat oleh iodin.
Kadar vitamin C dengan titrasi redoks dapat dilakukan dengan iodometri langsung dan iodometri tidak langsung.
1. Metode iodometri langsung Pada metode ini, penetapan vitamin C dilakukan melalui titrasi langsung
dengan larutan iodium standar. Jadi disini iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi. Iodin berikatan
kovalen sehingga sulit larut dalam air. Kelarutannya dalam air dapat diperbesar dengan penambahan Iodida
(KI) sehingga terbentuk ion triiodida (I3)
I2(aq) + I I3-
Triiodida kemudian mengoksidasi vitamin C menghasilkan asam dehidroaskorbat :
C6H5O6 + I3- + H2O C6H6O6 + 3I- + 2H+
Titik akhir titrasi dapat ditentukan dengan penambahan suspensi pati/kanji yang akan menghasilkan
larutan berwarna biru tua. Selama masih ada vitamin C, triiodida dengan cepat berubah menjadi ion iodida
(I-) yang tidak berwarna, dan ketika semua vitamin C telah teroksidasi, maka kelebihan triiodida akan
bereaksi dengan kanji membentuk warna biru.
2. Metode iodometri tidak langsung
Pada metode ini, vitamin C tidak langsung dititrasi dengan iodin, akan tetapi ke dalam larutan
ditambahkan iodin berlebih yang volumenya diketahui dengan pasti. Iodin yang ditambahkan dapat berupa
iodin standar atau iodin yang dihasilkan dari reaksi kalium iodat dengan KI dalam suasana asam sesuai
reaksi :
kemudian kelebihan iodin yang tidak bereaksi dengan vitamin C dititrasi kembali dengan larutan natrium
tiosulfat :
Iodin membentuk kompleks warna biru tua dan titik akhir titrasi ditandai dengan hilangnya warna biru.
Dengan mengetahui jumlah iodin yang terbentuk, dan jumLah sisa iodin yang bereaksi dengan tiosulfat,
maka dapat dihitung jumlah iodin yang bereaksi dengan vitamin C.
Konsentrasi KIO3 standar dapat dihitung langsung berdasarkan massa KIO3 yang ditimbang dan
dilarutkan dalam labu takar volume tertentu. Larutan tiosulfat harus distandardisasi menggunakan larutan
KIO3 standar. Sejumlah volume tertentu KIO3 ditambahkan ke dalam kalium iodida berlebih menghasilkan
I3-, I3- kemudian dititrasi dengan larutan tiosulfat menggunakan indikator suspensi kanji.
C. Prosedur kerja:
Perhitungan:
Metode Iodometri langsung
mL I2
N Na2S2O3 = mg KIO3
Fp x mL Na2S2O3 x BE KIO3
A. Pendahuluan
Setiap zat yang dapat larut dalam larutan asam encer dan basa encer dalam prosedur ini dapat dihilangkan,
yang tinggal dalam saringan adalah serat kasar dan abu. Serat kasar adalah pengurangan sisa residu setelah
penguraian bahan atau sampel dengan larutan H2SO4 dan NaOH pada kondisi tertentu
C. Prosedur Kerja
− Timbang sebanyak 2 gram dari contoh halus dan diektraksi lemaknya dengan menggunakan soxhlet
dengan pelarut petroleum eter.
− Pindahkan contoh yang sudah bebas lemak secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer 600 mL. Tambahkan
0.5 g asbes yang telah dipijarkan dan 2 tetes zat anti buih (anti-foaming agent).
− Tambahkan 200 mL larutan H2SO4 mendidih ke dalam erlenmeyer.
− Letakkan erlenmeyer di dalam pendingin balik (wadah harus dalam keadaan tertutup).
− Didihkan contoh di dalam erlenmeyer selama 30 menit dengan sesekali digoyang-goyangkan.
− Setelah selesai, saring suspensi dengan kertas saring.
− Cuci residu yang tertinggal dengan air mendidih. Pencucian dilakukan hingga air cucian tidak bersifat asam
lagi (diuji dengan kertas lakmus).
− Pindahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer kembali
− Cuci kembali sisa residu di kertas saring dengan 200 mL larutan NaOH mendidih sampai semua residu
masuk ke dalam erlenmeyer.
− Didihkan kembali contoh selama 30 menit dengan pendingin balik sambil sese-kali digoyang-goyangkan.
− Saring kembali contoh melalui kertas saring yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%.
− Cuci residu di kertas saring dengan air mendidih, kemudian dengan alkohol 95%.
− Keringkan kertas saring dalam oven 110oC sampai berat konstan (1-2 jam).
− Setelah didinginkan dalam desikator, timbang contoh.
− Hitung berat residu serat kasar dengan menghitung selisih antara berat contoh dan kertas saring dengan
berat kertas saring.
Perhitungan
Penuntun Praktikum Analisis Mutu Kimiawi Pangan
Program Studi Supervisor Jaminan Mutu Pangan - Sekolah Vokasi IPB
12
Nyatakan kadar serat kasar per 100 gram berat contoh yang dianalisis, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
W2 − W1
Kadar serat kasar (g/100g contoh) = x100
W
dimana: W2= berat residu dan kertas saring yang telah dikeringkan (g)
W1= berat kertas saring (g)
W= berat contoh yang dianalisis (g)
V PENETAPAN GULA
[Metode Luff Schoorl-SNI No. 01-2892-1992 ]
A. Pendahuluan
Karbohidrat yang disusun oleh monomer yang sedikit disebut gula sederhana. Kelompok gula sederhana
adalah monosakarida dan disakarida. Monosakarida yang mengandung gugus aldehida seperti D-glukosa dan
D-galaktosa dikelompokkan sebagai gula pereduksi (reducing sugar). Dalam struktur siklik (proyeksi Haworth),
gula pereduksi ditandai dengan adanya gugus hidroksil (OH) bebas pada C1. Gula pereduksi dapat bereaksi
dengan senyawa lain melalui mekanisme reaksi reduksi oksidasi dan menghasilkan senyawa tereduksi dan gula
teroksidasi.
Sifat reduksi dari disakarida ditentukan oleh ada tidaknya residu gugus aldehida bebas dalam strukturnya.
Sukrosa tidak bersifat sebagai gula pereduksi karena gugus aldehida pada unit D-glukosa sudah berikatan
dengan gugus hidroksil pada C2 unit D-fruktosa. Hidrolisis sukrosa akan menghasilkan campuran glukosa dan
fruktosa yang disebut sebagai gula invert. Laktosa dan maltosa bersifat sebagai gula pereduksi karena memiliki
gugus aldehida bebas pada unit D-glukosa nya. Sifat gula pereduksi ini biasanya dihubungkan dengan reaksi
pencoklatan non-enzimatis (reaksi Maillard), yaitu reaksi yang terjadi antara gula pereduksi (terutama -D-
glukosa) dengan gugus amin bebas dari asam amino, bagian protein atau senyawa lain yang mengandung
gugus amin.
Prinsip penetapan gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl adalah gula pereduksi seperti glukosa
(dekstrosa), fruktosa, maltosa dan laktosa akan mereduksi larutan Luff Schoorl menjadi Cu2O. JumLah larutan
gula yang mereduksi larutan Luff Schoorl ditentukan dengan cara titrasi (iodometri) dengan larutan natrium
tiosulfat.
Prinsip penetapan gula total (sebagai sukrosa) dengan metode Luff Schoorl adalah sukrosa dihidrolisis
menjadi gula pereduksi. Pereaksi garam Cu2+ (larutan Luff Schoorl ) akan tereduksi menjadi Cu+. Kelebihan Cu2+
ditetapkan dengan titrasi (iodometri) dengan larutan natrium tiosulfat. Hasil kali faktor kimia dengan selisih kadar
gula sebelum dan setelah inversi menunjukkan kadar sukrosa.
− Pendingin tegak
− Termometer
− Buret 50 mL
− Stopwatch
− Bak berisi es
C. Prosedur kerja:
− Timbang sejumLah kalium dikromat menggunakan gelas arloji (hitung dulu berapa gram K2Cr2O7 yang
harus ditimbang)
− Larutkan dengan aquades, kemudian encerkan dan tera dalam labu takar 50 mL
− Ambil masing-masing 10 mL ke dalam erlenmeyer (duplo)
− Pipet 20 mL HCl 4 N ke dalam erlenmeyer
− Pipet 7.5 mL KI 20% ke dalam erlenmeyer
− Titrasi dengan Na2S2O3 0.1 N sampai warnanya memucat (coklat terang)
− Tambahkan 3 tetes indikator kanji
− Hentikan titrasi sampai titrat berwarna hijau muda
− Catat volume titran
− Hitung normalitas Na2S2O3 hasil standarisasi
N Na2S2O3 = mg K2Cr2O7
Faktor pengenceran x mL Na2S2O3 x bobot ekivalen K2Cr2O7
Perhitungan :
(V2-V1) mL tio yang dibutuhkan oleh contoh dijadikan mL 0.1000 N dengan cara perhitungan sebagai
berikut:
0.1
Kemudian lihat Tabel 2 cari berapa mg glukosa yang tertera untuk mL tio yang dipergunakan (misalnya W1
mg), maka:
W
Keterangan : W1 = glukosa, mg (Tabel 2)
fp = faktor pengenceran
W = bobot contoh (mg)
Perhitungan :
(V2-V1) mL tio yang dibutuhkan oleh contoh dijadikan mL 0.1000 N dan dikonversi menjadi berapa mg glukosa
seperti cara perhitungan sebelumnya.
W
Keterangan : W1 = glukosa, mg (Tabel 2)
fp = faktor pengenceran
W = bobot contoh (mg)
A. Pendahuluan
Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya air yang terdapat dalam suatu bahan
pangan. Kadar air sering dijadikan parameter mutu suatu bahan pangan, kadar air juga sering dihubungkan
dengan kecepatan kerusakan bahan pangan, baik yang sifatnya fisik, mikrobiologis, maupun kimiawi.
Terdapat beberapa metode pengukuran kadar air, diantaranya metode pengeringan oven udara, metode
destilasi atau metode oven vakum. Dalam praktikum ini akan dilakukan analisis kadar air dengan metode oven
udara. Metode pengeringan berprinsip pada pengukuran kehilangan berat akibat menguapnya air dari bahan
yang dikeringkan pada suhu sekitar 105 oC.
Metode ini memiliki beberapa kelemahan :
1. Minyak volatil (mudah menguap) akan teruapkan pada suhu pengeringan 100 oC,oleh karena itu bahan
yang banyak mengandung minyak volatil tidak cocok dianalis kadar airnya dengan metode ini karena akan
memberikan nilai kadar air lebih besar dari semestinya.
2. Pada jenis bahan pangan tertentu, tidak seluruh air yang dikandung bahan pangan dapat teruapkan. Air
yang dapat teruapkan disebut air bebas, sementara sisanya disebut air terikat yang sulit teruapkan karena
berikatan dengan komponen bahan pangan lainnya.
3. JumLah air bebas akan meningkat dengan meningkatnya suhu pengeringan, oleh karena itu penting untuk
menggunakan suhu yang sama untuk suatu jenis bahan pangan jika akan dibandingkan.
− Sampel makanan tepung bubuk kacang hijau, susu bayi instan dengan berbagai merk
− Oven
− Cawan almunium
− Penjepit cawan (gegep)
− Desikator
− Timbangan analitik
C. Prosedur Kerja
− Keringkan cawan aluminium dalam oven pada suhu 105 oC selama 15 menit, dinginkan dalam desikator
10 menit lalu timbang cawan dengan neraca analitik
− Timbang sampel sebanyak 2 gram (dicatat sampai 4 desimal), penimbangan dapat dilakukan dengan
menempatkan sampel langsung dalam cawan yang telah kering diatas, lalu ditimbang
− Masukkan ke dalam oven bersuhu 105 oC selama 5 jam (waktu dihitung setelah oven bersuhu 105 oC)
− Dinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar, kemudian timbang
− Keringkan kembali dalam oven selama 30 menit, dinginkan dalam desikator, lalu timbang kembali. Ulangi
perlakuan ini hingga diperoleh berat sampel kering relatif konstan, yaitu jika selisih berat sampel yang
ditimbang dengan berat sebelumnya adalah 0,0002 gram.
[SNI 06 6989.19.2004]
A. Pendahuluan
Mineral Natrium dan klorida merupakan mineral makro yang terdapat dalam tubuh manusia maupun dalam
makanan. terdapat beberapa cara untuk menganalisis mineral Natrium dan klorida ini, salah satunya dengan
metode argentometri mohr. Metode ini memiliki prinsip senyawa klorida dalam contoh dapat dititrasi dengan
larutan perak nitrat dalam suasana netral atau sedikit basa (pH 7 sampai pH 10), menggunakan larutan indikator
kalium kromat. Perak klorida diendapkan secara kuantitatif sebelum terjadinya titik akhir titrasi, yang ditandai
dengan mulai terbentuknya endapan perak kromat yang berwarna merah kecoklatan.
− Larutan abu
− Bahan makanan
− Kertas saring
− H2SO4 pekat
− Air suling bebas klorida
− Garam NaCl( padatan telah di oven suhu 140C selama 2 jam)
− Larutan natrium klorida (0.025N)
− Larutan indikator kalium kromat (K2CrO4) 5%b/v (buat sebanyak 25 ml dan larutkan dengan AgNO3
− Larutan perak nitrat 0.025 M.
− Peralatan gelas
C. Prosedur Kerja
Penetapan Sampel
− Timbang sampel sebanyak 1 gram dan larutkan dengan air bebas klorida sebanyak 10 ml
− Tambahkan 1 ml larutan indikator K2CrO4 5% b/v
− Titrasi dengan larutan baku AgNO3 sampai titik akhir titrasi yang ditandai dengan terbentuknya endapan
berwarna merah kecoklatan dari Ag2CrO4
− Catat volume AgNO3 terpakai.
− Ulangi prosedur tersebut sebanyak 3 ulangan
− Hitung standar deviasi konsentrasi Cl- maupun NaCl
A. Pendahuluan
Sampel diperlakukan dengan asam nitrat untuk mengubah semua metafosfat dan pirofosfat menjadi
ortofosfat, kemudian sampel direaksikan dengan asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang
ada dalam sampel akan bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut dan membentuk kompleks asam
vanadimolibdifosfat yang berwarna kuning orange. Intensitas warna dari senyawa kompleks dapat diukur
absorbans-nya pada panjang gelombang 400 nm dan dibandingkan dengan standar phosfor yang telah
diketahui konsentrasinya.
− Larutan abu
− Pereaksi vanadat-molibdat [larutkan 20 g amonium molibdat dalam 400 mL aquadest hangat (50oC),
dinginkan. Larutkan 1 g amonium vanadat (amonium meta vanadat) dalam 300 mL aquadest mendidih,
kemudian dinginkan. Perlahan-lahan tambahkan 140 mL asam nitrat pekat sambil diaduk. Masukkan
larutan molibdat ke dalam larutan vanadat dan aduk. Encerkan sampai 1 liter dengan aquades.
− Larutan standar P2O5 200 ppm
− Aquades
− Peralatan gelas : labu takar 50 mL, pipet mohr 5 dan 10 mL, gelas piala
− Neraca analitik
− Spektrofotometer
C. Prosedur Kerja
− Buat larutan phosfor standar 0; 5; 10; 15; 20; dan 25 ppm dalam labu takar 50 mL dengan cara
memipet 0; 1.25; 2.5; 3.75; 5; dan 6.25 mL larutan fosfor standar 200 ppm ke dalam labu takar 50 mL
− Tambahkan 12.5 mL pereaksi vanadat-molibdat ke dalam masing-masing labu takar
− Encerkan masing-masing labu takar dengan aquades sampai tanda tera
− Ukur absorbans-nya dengan alat spektrophotometer pada panjang gelombang 400 nm
− Buat kurva hubungan absorbans (sumbu y) VS konsentrasi P2O5 dalam ppm (sumbu x)
2. Penetapan Sampel
− Gunakan larutan abu yang telah disiapkan, ambil 5 mL masukkan dalam labu takar 50 mL
− Tambahkan 12.5 mL pereaksi vanadat-molibdat
− Encerkan dengan aquades sampai tanda tera
− Ukur absorbans-nya dengan alat spektrophotometer pada panjang gelombang 400 nm
− Tentukan kadar Phosfor sampel dalam % (b/b)
− Bandingkan dengan kadar Phosfor yang tertera dalam label kemasan
A. Pendahuluan
Metode yang paling banyak digunakan dalam analisis kadar protein adalah metode standar AOAC
[Associatioon of Official Agriculture Chemist ], yaitu Metode Kjeldahl. Pada metode ini, pengukuran kadar
protein didasarkan atas pengukuran kandungan nitrogen total di dalam bahan pangan. Oleh karena kandungan
nitrogen rata-rata di dalam protein adalah sekitar 16 %, maka faktor 6,25 (100 : 16) dapat digunakan untuk
mengkonversi nitrogen menjadi protein.
Ada beberapa jenis metode Kjeldahl, yaitu metode mikro, semi-mikro. dan makro kjeldahl dimana
perbedaan utama adalah pada jumLah sampel yang digunakan. Apabila sampel kandungan proteinnya rendah,
maka metode makro akan memberikan hasil yang lebih baik. Metode makro digunakan untuk menganalisis
sampel yang sukar dihomogenisasi, sedang metode semi-mikro lebih banyak digunakan untuk sampel yang
relatif homogen. Pada praktikum kali ini akan digunakan metode mikro Kjeldahl untuk menganalisis kadar
protein berbagai merk makanan bayi instan.
Pada prinsipnya sampel mula-mula didestruksi dengan asam sulfat pekat di dalam labu mikro kjeldahl.
Potassium atau sodium sulfat dapat ditambahkan untuk menaikkan titik didih asam dan mempercepat
destruksi. Destruksi dapat dipercepat kecepatan dan kesempurnaan reaksinya dengan penambahan katalisator
tembaga, selenium, atau merkuri. Selama destruksi, protein akan terpecah dan nitrogen dikonversi menjadi
amonium sulfat. Oleh karena penggunaan asam sulfat pekat dan katalisator yang bersifat sangat beracun, maka
proses destruksi harus dilakukan pada ruang asap (Fume Hood), dengan leher labu kjeldahl menghadap ke
dinding. Lamanya destruksi berbeda-beda, tergantung pada jenis bahan pangan yang dianalisis. Pada akhir
destruksi, larutan harus tampak jernih tanpa adanya bagian-bagian yang masih berwarna hitam. Penambahan
akuades dapat dilakukan untuk membentuk proses destruksi, tetapi penambahannya harus dilakukan pada saat
sampel dalam keadaan dingin. Setelah larutan dibuat alkalis dengan penambahan sodium hidroksida pekat (
atau campuran sodium hidroksida dan sodium tiosulfat, bila katalisator yang digunakan merkuri), amonia
didestilasi ke dalam asam borat berlebih. Nitrogen diestimasi dengan cara titrasi. Penetapan kadar protein
berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia. Selanjutnya amonia
bereaksi dengan kelebihan asam membentuk ammonium sulfat. Larutan dibuat menjadi basa dan amonia
diuapkan untuk kemudian diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan dapat
ditentukan jumLahnya dengan titrasi menggunakan HCl 0,02 N.
− Peralatan gelas (erlenmeyer, buret, pipet volumetrik, labu takar, batang pengaduk)
− Neraca analitik
C. Prosedur Kerja
2. Penetapan Sampel
− Timbang 0.1 g sampel (susu bayi instant), pindahkan ke dalam labu kjeldahl (usahakan tidak menempel
ke dinding labu)
− Tambahkan 5 mL H2SO4 pekat dan 5 gram campuran K2SO4 dan CuSO4
− Siapkan 1 blanko pada labu Kjeldahl lainnya (tanpa sampel)
− Goyangkan labu pelan-pelan sampai seluruh sampel terkena asam dengan merata
− Panaskan labu dengan nyala api kecil sampai cairan berwarna coklat (15 menit), kemudian perbesar api
tetapi jangan terlalu besar, teruskan pemanasan sampai warna cairan hijau jernih
− Angkat labu, dinginkan, kemudian tambahkan 50 mL air suling (tidak perlu kuantitatif)
− Setelah homogen, masukan larutan tadi ke dalam labu destilasi, tambahkan kembali aquades sampai
kira-kira setinggi setengah labu destilasi
− Siapkan penampung destilat yaitu 10 mL asam borat 4% dalam erlenmeyer 250 mL, ditambah indikator
merah metil (larutan berwarna merah jingga), ujung pipa destilasi harus tercelup ke dalam penampung
− Tambahkan 25-30 mL NaOH 30% dan segera tutup dengan bagian destilasi, lalu nyalakan api
− Setelah destilasi selesai (kurang lebih selama 15 menit atau warna larutan berubah menjadi kuning),
erlenmeyer penampung destilat diangkat, bilas ujung pipa destilasi dengan air suling ke dalam
erlenmeyer, baru matikan api
− Titrasi cairan dalam erlenmeyer dengan HCl 0.02 N (titik akhir berwarna merah jingga) dan catat volume
titran untuk sampel
− Lakukan pula titrasi blanko dan catat volume titran untuk blanko
− Hitung kadar N dan kadar protein sampel
Faktor konversi untuk masing-masing jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 3.
A. Pendahuluan
Definisi pH, atau power of hydrogen merupakan angka logaritma negatif dari ion Hidrogen atau
merupakan perbandingan dari konsentrasi ion H+ dan ion OH- dengan demikian akan menentukan sifat
keasaman dari larutan secara Arhenius. Pengukuran pH dengan pH meter pada prinsipnya adalah mengukur
potensial listrik yang terbentuk antara gelas dan elekrode ketika dicelupkan kedalam larutan kemudian potensial
listrik tersebut dikonversikan manjadi nilai pH.
Kalibrasi pH meter perlu dilakukan supaya rentang nilai pH dari pH meter tersebut tetap berada pada
kisarannya. Untuk kalibrasi ini diperlukan campuran penahan (buffer). Buffer adalah larutan yang dapat
mempertahankan pH jika ditambahkan sedikit asam atau basa. Larutan buffer terbentuk dari pasangan asam
basa konjugasi, sehingga mampu menetralisir penambahan asam atau basa. Pada umumnya larutan buffer
mengandung mengandung campuran (dalam konsentrasi yang hampir sama):
(a) asam lemah dan garamnya (buffer asam)
(b) basa lemah dan garamnya (buffer basa)
Titrasi merupakan penambahan suatu larutan dari buret sedikit-sedikit sampai jumLah zat yang
direaksikan tepat menjadi ekivalen satu sama lain. Pada praktikum titrasi asam basa ini, reagent basa berfungsi
sebagai titran dan asam dari sampel berfungsi titrat. Titrasi asam basa dapat digunakan untuk menentukan
kandungan asam dalam suatu produk pangan, misalnya pada buah-buahan. Pada jeruk biasanya kandungan
asamnya dinyatakan sebagai persen asam sitrat. Pada apel dinyatakan sebagai persen asam malat, pada
anggur sebagai asam tartarat, dan lain-lain.
Kalibrasi pH Meter
Setiap buffer yang digunakan untuk kalibrasi pH meter mempunyai karakteristik yang berbeda , seperti
koefisien suhu, kapasitas buffer, masa simpan, dan kemampuan mengikat C02. Perbedaan karakteristik ini akan
mempengaruhi ketepatan buffer dan ketepatan pengukuran pH meter.
Buffer yang yang baik adalah yang dapat digunakan berulang kali dengan ketepatan yang tinggi, hal ini
dapat diusahakan dengan mencegah kontaminasi pada larutan buffer dan secara periodik larutan buffer harus
diganti dengan yang baru.
C. Prosedur kerja
− Untuk sampel larutan homogen yang tidak terlalu pekat, maka penetapan pH bisa langsung diukur atau
jika terlalu pekat maka harus diencerkan lebih dulu (perhatikan faktor pengencerannya )
− Jika sampel berupa padatan, maka harus diencerkan terlebih dulu dengan air dengan perbandingan
tertentu dan cantumkan pengenceran yang dilakukan pada laporan
Berikut beberapa contoh persiapan sampel untuk sampel juice, jelli dan buah segar :
a. Juice :
− Aduk merata sampai homogen, kemudian saring dengan kapas.
− Untuk juice buah segar , buah diperas sampai terekstrak hampir seluruh juice keluar,
kemudian disaring.
.
b. Jelli
− Timbang sekitar 300 g dan masukkan ke dalam labu ukur 2 L, kocok, dan tepatkan sampai tanda tera
dengan aquadest.
− Jika sampel tidak tersedia banyak, dapat dilakukan modifikasi yaitu dengan menimbang 25-50 gram
sampel, masukkan dalam labu takar 250 mL, tambahkan aquadest sampai tanda terra.
c. Buah segar :
− Timbang sampel sekitar 300 g, kemudian di blender untuk dijadikan pulp. Pindahkan ke dalam gelas
piala 1.5 – 2L. Bilas blender dengan aquadest beberapa kali sampai bersih, hasil cucian masukkan
ke gelas piala. Tambahkan aquadest + 800 mL, lalu didihkan selama 1 jam. Didinginkan, lalu
pindahkan ke labu takar 2 l, bilas gelas piala dengan aquadest dan masukkan ke labu takar, tambah
aquadest sampai tanda terra. Kocok dan saring dengan kertas saring.
− Jika sampel tidak tersedia banyak, dapat dilakukan modifikasi yaitu dengan menimbang 25-50 gram
sampel, masukkan dalam labu takar 250 mL, tambahkan aquadest sampai tanda terra. Kocok dan
saring.
2. Kalibrasi pH meter
3. Penetapan nilai pH
− Pipet 10 mL sampel, masukkan ke dalam labu takar 100 mL, encerkan dengan aquades sampai
tanda tera
− Tuangkan ke dalam gelas ukur, masing-masing sebanyak 25 mL (tidak perlu kuantitatif)
− Ukur suhu larutan sampel lalu set pengatur suhu pada pH meter pada suhu terukur
− Bilas elektrode dengan aquades
− Celupkan elektroda pada larutan sampel, biarkan sampai pembacaan stabil
− Catat nilai pH yang diperoleh
− Bilas elektroda dengan aquades sampai bersih, lalu keringan dengan tissue.
− Timbang dengan teliti sejumLah asam oksalat murni dengan kaca arloji (gelas piala kecil),
sebelumnya hitung berapa gram asam oksalat yang harus ditimbang
− Larutkan dengan sedikit aquades dalam gelas piala
− Masukkan larutan tersebut dalam labu takar 50 mL, bilas gelas piala dengan aquades, dan
masukkan air bilasan ke labu takar
− Tambahkan aquades ke labu takar sampai tanda tera, dan kocok
Penuntun Praktikum Analisis Mutu Kimiawi Pangan
Program Studi Supervisor Jaminan Mutu Pangan - Sekolah Vokasi IPB
25
− Pipet secara kuantitatif 10 mL larutan (hasil pengenceran pada penetapan nilai pH) ke dalam
erlenmeyer (lakukan duplo)
− Tambahkan 2-3 tetes indikator penolpthalein (pp) ke dalam erlenmeyer
− Titrasi titrat dengan NaOH 0.1 N sampai muncul warna merah muda (pink)
− Catat volume titran
− Tentukan nilai TAT sampel, nyatakan sebagai gram asam yang dominan/100 mL sampel
Perhitungan
A. Pendahuluan
Secara kimiawi lemak termasuk di dalam kelompok senyawa organik ester yang terbentuk dari reaksi
alkohol dengan asam organik. Komponen pembentuk lemak pada umumnya terdiri dari suatu molekul gliserol
yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak, dikenal sebagai trigliserida. Apabila ketiga asam lemak di
dalam trigliserida sama, maka disebut triglserida sederhana dan jika berlainan disebut trigliserida campuran.
Lemak pangan merupakan komponen yang heterogen, oleh karena itu analisis terhadap komponen
penyusun lemak menjadi sangat kompleks. Trigliserida merupakan komponen netral dari lemak, dan memiliki
sifat-sifat lemak karena asam-asam lemak yang dikandungnya. Komponen lemak lain yang sering dianalisis
adalah digliserida, monogliserida dan asam lemak bebas yang bersifat lebih kompleks serta komponen yang
lebih spesifik seperti sterol, karotenoid, dan vitamin-vitamin larut lemak.
Metode standar untuk ekstraksi lemak belum tersedia sampai saat ini. Metode-metode yang telah
digunakan biasanya tergantung pada jenis sampel yang dianalisis dan jenis analisis yang akan dilakukan pada
sampel tersebut setelah ekstraksi lemak. Ekstraksi lemak susu relatif lebih mudah dilakukan jika dibandingkan
dengan ekstraksi lemak dari jaringan hewan maupun tanaman. Untuk sampel tanaman memerlukan suatu
fragmentasi seperti penggilingan, homogenisasi, dan lain-lain.
Analisis komponen lemak jarang dilakukan untuk keperluan yang bersifat rutin karena sifatnya yang
kompleks dan membutuhkan waktu. Analisis kandungan lemak total biasanya dilakukan dengan jalan ekstraksi
menggunakan pelarut.
C. Prosedur Kerja
− Ambil labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet, keringkan dalam oven, kemudian
dinginkan dalam desikator dan ditimbang
− Timbang sampel dengan teliti sebanyak 5 gram
− Masukkan ke dalam hulls/selongsong (dibuat dari kertas saring)
− Ekstrak dalam soxhlet dengan heksan selama 3-6 jam
− Setelah ekstraksi selesai, pelarut dari lemak dipisahkan dengan penyulingan
− Masukkan labu lemak ke dalam oven selama kira-kita 15 menit pada suhu 105 oC
− Dinginkan dalam desikator kemudian timbang sampai bobot tetap
Catatan : - Untuk sampel yang mengandung banyak air, dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu
(bekas analisis kadar air) atau dengan cara menghidrolisis sampel dengan menggunakan asam
klorida, disaring, residunya dikeringkan kemudian diekstrak dengan pelarut lemak.
- Untuk sampel yang sudah kering langsung diekstrak
A. Pendahuluan
Bilangan asam berkaitan dengan proses hidrolisa minyak atau lemak dan sangat menentukan mutu
minyak/lemak. Bilangan asam biasanya dinyatakan sebagai jumLah milligram KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 g minyak atau lemak. Kadar asam lemak bebas dihitung
sebagai asam lemak bebas yang dominan dalam contoh minyak tersebut, seperti asam oleat, laurat, atau
palmitat.
− KOH 0,1 N
− Indikator PP 1%
− Alkohol 95% yang sudah dinetralkan [alkohol : benzene netral = 1:1)
− Penangas air ( waterbath)
− Peralatan gelas: buret, gelas ukur, erlenmeyer 250 mL, batang pengaduk, gelas piala
− Statif
C. Prosedur Kerja
Perhitungan
M = Bobot molekul asam lemak yang dominan dalam minyak /lemak ( rataan dari
campuran asam lemak)
A. Pendahuluan
Bilangan peroksida adalah parameter pertama penentuan kerusakan oksidasi lemak/minyak. Asam-asam
lemak tidak jenuh dari contoh dapat mengikat oksigen pada ikatan-ikatan rangkapnya. Tahap awal terjadinya
oksidasi adalah terbentuknya senyawa radikal bebas yang kemudian membentuk peroksida karena bereaksi
dengan oksigen. Peroksida ini bersifat sangat reaktif dan berperan penting pada tahap autooksidasi
lemak/minyak.
Penentuan bilangan peroksida didapat dengan mengukur sejumLah iod yang dibebaskan dari potasium
iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida dalam lemak/minyak pada suhu ruang di dalam medium asam
asetat/kloroform. Iodin yang terbentuk ditentukan dengan titrasi menggunakan natrium tiosulfat.
− Pelarut, terdiri dari 60% asam asetat glacial dan 40% kloroform [atau dari 100 mL asam asetat : 125 mL
alkohol : 275 mL kloroform]
− Potasium iodida (KI) jenuh
− Indikator kanji
− Sodium Thiosulfat 0,1 N
− K2Cr2O7
− KI 20%
− HCl 4N
− Aquades
− Neraca analitik
− Statif
− Peralatan gelas: erlenmeyer 250 mL, pipet mohr, gelas piala, buret, labu takar 50 mL, kaca arloji
− Stirer / shaker
− Ruang gelap /plastik hitam
C. Prosedur kerja
− Timbang sejumLah kalium dikromat menggunakan gelas arloji (hitung dulu berapa gram K2Cr2O7 yang
harus ditimbang)
− Larutkan dengan aquades, kemudian encerkan dan tera dalam labu takar 50 mL
− Ambil masing-masing 10 mL ke dalam erlenmeyer (duplo)
− Pipet 20 mL HCl 4 N ke dalam erlenmeyer
− Pipet 7.5 mL KI 20% ke dalam erlenmeyer
− Titrasi dengan Na2S2O3 0.1 N sampai warnanya memucat (coklat terang)
− Tambahkan 3 tetes indikator kanji
− Hentikan titrasi sampai titrat berwarna hijau muda
− Catat volume titran
− Hitung normalitas Na2S2O3 hasil standarisasi
N Na2S2O3 = mg K2Cr2O7
Faktor pengenceran x mL Na2S2O3 x bobot ekivalen K2Cr2O7
Catatan: Jika warna larutan sampel sebelum titrasi sudah pucat (tidak berwarna coklat gelap), maka
indikator kanji ditambahkan sebelum larutan sampel dititrasi dengan Na2S2O3
[mL Na2S2O3 contoh - mL Na2S2O3 blanko] x N Na2S2O3 x bobot ekivalen oksigen x 100
bobot contoh (gram)
Kromatografi adalah teknik untuk memisahkan campuran menjadi komponennya didasarkan atas perbedaan
distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Berdasarkan
fase gerak yang digunakan, kromatografi dibedakan manjadi 2 golongan besar yaitu kromatografi gas dan cairan
seperti pada Gambar 1.
A. Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan teknik dengan kegunaan yang sangat luas dan juga merupakan suatu
metode yang teruji untuk pemisahan dan analisis campuran senyawa volatil. Metode kromatografi gas meliputi
injeksi sampel kedalam aliran gas yang disebut fase mobil atau gas pembawa. Kemudian sampel dibawa oleh
aliran gas melalui kolom yang terdiri dari tabung dengan isi partikel cairan atau padat. Karena partikel cairan
atau padat tersebut berada diam di dalam kolom maka disebut fase diam. Pemisahan suatu campuran sampel
ke dalam komponen individualnya dicapai jika komponen-komponen ditahan oleh kolom memiliki
kecenderungan yang berbeda.
Di dalam metode elusi dari kromatografi, gas pembawa sedikit diadsorpsi oleh kolom dibandingkan
komponen-komponen yang ada di dalam sampel. Sampel yang masuk ke dalam kolom kemudian dipartisi
diantara fase stasioner dan fase gas, dan komponen yang ada di dalam fase gas akan digerakkan oleh aliran
gas pembawa. Sebagai hasilnya, sampel akan dibawa melalui kolom dalam waktu tertentu (waktu retensi) yang
tergantung pada afinitas kolom, suhu, dan laju alir gas pembawa. Komponen yang dipisahkan dengan
kromatografi gas harus mudah menguap pada suhu kolom pada saat pemisahan terjadi. Oleh karena itu, suhu
pengoperasian alat lebih tinggi dari suhu kamar dan biasanya dilakukan derivatisasi terhadap sampel yang sulit
menguap.
Terdapat beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam kromatografi gas antara lain silinder tempat
gas pembawa/pengangkut (tabung gas), pengatur aliran dan pengatur tekanan, tempat injeksi, kolom dan suhu
kolom, detektor, dan rekorder/pencatat (Gambar 2)
1. Gas pembawa/pengangkut
Gas pengangkut (carrier gas) ditempatkan dalam silinder bertekanan tinggi. Gas-gas yang sering
dipakai adalah helium, argon, nitrogen, karbon dioksida dan hidrogen. Gas helium dan argon sangat
baik, tidak mudah terbakar, tetapi sangat mahal. H2 mudah terbakar, sehingga harus berhati-hati dalam
pemakaiannya. Kadang-kadang digunakan juga CO 2. Pemilihan gas pengangkut atau pembawa
ditentukan oleh ditektor yang digunakan. Tabung gas pembawa dilengkapi dengan pengatur tekanan
keluaran dan pengukur tekanan sebelum masuk ke kromatografi.
Gas pengangkut harus memenuhi persyaratan:
a. Harus inert, tidak bereaksi dengan sampel, sampel-pelarut, dan material dalam kolom.
b. Murni dan mudah diperoleh, serta murah.
c. Sesuai/cocok untuk detektor.
d. Harus mengurangi difusi gas.
Untuk menghasilkan kromatogram yang baik, suhu kolom harus dikendalikan dengan baik. Suhu
optimum kolom sangat tergantung pada titik didih sampel. Sebagai petunjuk praktis, suhu sedikit diatas
titik didih rata-rata sampel akan menghasilkan waktu elusi antara 2-30 menit. Suhu minimum elusi akan
memberikan keterpisahan yang baik namun waktu retensi akan semakin lama. Suhu terprogram secara
terus menerus maupun bertingkat dapat digunakan untuk sampel dengan rentang titik didih yang lebar.
5. Detektor
Detektor berfungsi sebagai pendeteksi komponen-komponen yang telah dipisahkan dari kolom
secara terus-menerus, cepat, akurat, dan dapat melakukan pada suhu yang lebih tinggi. Terdapat
berbagai macam detektor yang digunakan di dalam KG. Perbedaan detektor akan mengakibatkan
perbedaan selektivitas terhadap sampel. Detektor non-selektif dapat digunakan untuk mendeteksi seluruh
senyawa kecuali gas pembawa, detektor selektif hanya mendeteksi senyawa dengan karakteristik fisik dan
kimia yang umum, dan detektor spesifik hanya mendeteksi satu senyawa saja. detektor dapat juga
dikelompokkan kedalam concentrated dependant detector dan mass flow dependant detector. Terdapat
beberapa detektor yang digunakan pada KG (Tabel 5).
Detektor yang banyak digunakan pada KG adalah Flame Ionization Detector (FID). FID merupakan
detektor yang umum digunakan untuk analisis senyawa organik, memiliki sensitifitas tinggi, kisaran respon
linier yang besar dan tingkat kebisingan yang rendah, namun menghancurkan sampel. Prinsip kerja dari
detektor ini adalah hasil pemisahan senyawa pada kolom dicampur dengan gas hidrogen dan udara,
kemudian dinyalakan (Gambar 5). Senyawa organik akan terbakar dalam nyala menghasilkan ion dan
elektron yang dapat menghasilkan listrik melalui api. Pada ujung nyala api diberikan potensial listrik yang
besar dan elektroda kolektor di atas nyala api. Arus yang dihasilkan dari pirolisis dari setiap senyawa
organik diukur. FID lebih sensitif terhadap massa dibandingkan dengan konsentrasi yang memberikan
keuntungan perubahan laju alir fase gerak tidak mempengaruhi respon detektor.
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) melakukan pemisahan komponen sampel dengan bantuan pelarut
fase gerak pada kecepatan yang seragam yang dihasilkan oleh pompa. Kelebihan KCKT dibandingkan
kromatografi cair gravitasi adalah bahwa sampel dapat dipisahkan dengan cepat. Hal lainnya, HPLC juga dapat
digunakan untuk sampel yang tidak volatil dan sampel yang mudah terdekomposisi dalam panas. Sehingga
KCKT merupakan teknik pemisahan yang saling melengkapi dengan KG.
Teknik pemisahan KCKT dilakukan dengan menginjeksikan sedikit sampel yang berbentuk cairan ke
dalam aliran cairan (fase mobil/fase gerak) yang berjalan melalui kolom yang berisi partikel dari suatu fase
stasioner. Sebagaimana dalam GC, pemisahan campuran kedalam komponennya tergantung pada tingkat
retensi masing-masing komponen di dalam kolom. Kecenderungan suatu komponen ditahan di dalam kolom
ditentukan oleh partisinya diantara cairan fase mobil dan fase stasioner.
Terdapat beberapa komponen penting yang perlu diperhatikan dalam sistem KCKT yaitu reservoir (fase
gerak) beserta pompa untuk isokratik dan gradien, sistem injektor, kolom, detektor, rekorder atau data station
seperti pada Gambar 7.
sedangkan pada gradient elusi menggunakan komposisi fase gerak yang berubah ubah sesuai dengan
pengaturan pada KCKT.
2. Pompa
Pompa KCKT dapat dianalogikan dengan jantung pada tubuh manusia yang berfungsi untuk
mengalirkan fase gerak cair keseluruh system. Terdapat beberapa tipe pompa yang tersedia untuk analisis
KCKT yaitu pompa piston bolak balik, pompa tipe siringe, dan pompa tekanan konstan. Pompa piston
bolak balik merupakan tipe pompa yang banyak digunakan pada KCKT dikarenakan pengaturan laju aliran
fase gerak yang dapat diatur dengan mudah. Selain itu, pompa ini secara signifikan lebih halus
dikarenakan satu pompa adalah mengisi sementara pompa lain mengirim kan pelarut.
3. Injektor.
Injektor merupakan tempat masuknya sampel kedalam sistem KCKT. Injektor pada KCKT pada
umumnya terdiri dari valve injektor dan loop sampel (Gambar 8). Sampel yang akan masuk ke dalam
KCKT dilarutkan dahulu dengan pelarut yang akan digunakan sebelum dimasukkan ke dalam loop sampel.
Sampel diambil menggunakan syringe dan dimasukkan kedalam injektor melalui valve injektor menuju loop
sampel. Selanjutnya valve injektor diputar yang menyebabkan sampel yang berada di loop sampel masuk
kedalam sistem KCKT. Loop sampel berkisar antara 10 hingga 500 µL.
4. Kolom
Pemisahan senyawa senyawa pada sampel dilakukan pada kolom. Sampel yang diinjeksikan ke
dalam fasa gerak melalui injektor, kemudian melewati fase diam kolom dan terpisah menurut interksi non-
kovalen pada fase diam. Sebagai contoh, suatu senyawa yang memiliki interaksi kuat dengan fase gerak
akan memiliki waktu retensi yang lebih lama apabila dibandingkan dengan senyawa yang memiliki
interaksi yang kuat terhadap fase gerak. Terdapat beberapa tipe fase diam kolom yang ada dipasaran
diantaranya liquid-liquid, liquid solid, (adsorbtion), size exculsion, normal phase, reverse phase, ion
exchange, dan affinitas. Berdasarkan ukuran kolom, terdapat beberapa ukuran kolom diantaranya guard
kolom, analytcal kolom, capillary kolom, fast kolom, dan preparatory kolom (Gambar 9)
5. Detektor
Terdapat beberapa cara mendeteksi senyawa yang telah melewati kolom. Metode yang umum dan
mudah untuk dijelaskan adalah absorbsi sinar ultraviolet. Banyak senyawa organik yang mengabsorb
cahaya UV pada berbagai panjang gelombang. Prinsip kerja detektor UV pada KCKT mirip dengan pada
spektroskopi UV, namun pada KCKTsampel yang dideteksi berjalan secara kontinyu. JumLah cahaya
yang terabsorbsi akan bergantung pada jumLah senyawa yang melewati lampu UV pada saat itu. Hasil
akhir deteksi ini adalah kromatogram dalam bentuk puncak puncak. Terdapat beberapa detektor KCKT
diantaranya detektor UV-Vis, Refrakto index, flourescent, Photo Diode Array, dan Mass spetroscopy.
Bahan
− Fase gerak KCKT metanol, air, asetonitril, dan buffer
− Fase gerak KG gas helium dan udara
Praktikum
Pengenalan alat HPLC dan GC
Kromatografi kertas
A. Pendahuluan
Kromatografi kertas merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan distribusi suatu senyawa pada dua
fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan sederhana suatu campuran senyawa dapat dilakukan dengan
kromatografi kertas, prosesnya dikenal sebagai analisis kapiler dimana lembaran kertas berfungsi sebagai pengganti
kolom
Kromatografi kertas adalah salah satu pengembangan dari kromatografi partisi yang menggunakan kertas
sebagai padatan pendukung fasa diam. Oleh karena itu disebut kromatografi kertas. Sebagai fasa diam adalah air
yang teradsorpsi pada kertas dan sebagai larutan pengembang biasanya pelarut organik yang telah dijenuhkan
dengan air.
Kromatografi kertas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara naik (ascending chromatography) dan cara turun
(descending Chromatography). Pada cara naik, fasa gerak bergerak mulai dari bawah dan dalam pergerakannya
membawa komponen yang dipisahkan. Pada cara turun fasa gerak ditempatkan di atas dan bergerak turun sambil
membawa komponen yang dipisahkan. Pada percobaaan ini digunakan cara naik.
Dalam kromatografi kertas fasa diam didukung oleh suatu zat padat berupa bubuk selulosa. Fasa diam
merupakan zat cair yaitu molekul H2O yang teradsorpsi dalam selulosa kertas.fasa gerak berupa campuran pelarut
yang akan mendorong senyawa untuk bergerak disepanjang kolom kapiler. Analisis kualitatif menggunakan
kromatografi kertas dilakukan dengan cara membandingkan harga relative response factor (Rf).
Harga Rf zat baku dapat diidentifikasikan komponen campuran, karena harga besaran ini bersifat khas untuk
setiap zat asal digunakan jenis pengembang yang sama. Kadang-kadang pemisahan dalam satu arah belum
memberikan hasil yang memuaskan. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dapat dipakai cara kromatografi
kertas dua dimensi, yang mana letak kertas diubah sehingga arah pemisahan juga berubah.
Secara umum kromatografi kertas dilakukan dengan menotolkan larutan yang berisi sejumlah komponen pada
jarak 0,5 sampai 1cm dari tepi kertas. Setelah penetesan larutan pada kertas, maka bagian bawah kertas dicelupkan
dalam larutan pengambang(developing solution). Larutan ini umumnya terdiri atas campuran beberapa pelarut
organik yang telah dijenuhkan dengan air.
Sistem ini akan terserap oleh kertas dan sebagai akibat dari gaya kapiler akan merambat sepanjang kertas
tersebut. Rambatan ini dapat diusahakan dalam modus naik atau menurun. Selama proses pemisahan dilakukan,
sistem secara keseluruhannya disimpan dalam tempat tertutup, ruang didalamnya telah jenuh dengan uap sistem
pelarut ini.
− Pada garis start dibuat titik sebagai tanda komponen dengan jarak 2 cm dari tepi kertas dan jarak antar titik
sejauh 2 cm.
− Diatas garis front ditambahkan kode standar dan sampel
− Pada titik garis start ditotolkan sampel atau analat dengan menggunakan pipa kapiler yang telah diruncingkan
ujungnya dengan menggunakan api
− Penotolan dilakukan secara perlahan dan dikeringkan dengan lampu, diulangi sampai 3 x pada spot yang sama
dengan lebar spot maksimum 3 mm.
− Setelah semua sampel ditotolkan, kertas dibentuk menjadi silinder dengan bantuan penjepit, bagian start
sebagai bagian bawah dan front sebagai puncak silinder.
− Dengan hati hati silinder kertas dimasukkan kedalam chamber yang telah dijenuhkan dengan eluen. Jangan
sampai eluen bergoncang / beriak.
− Biarkan sistem bekerja dan angkat kertas apabila eluen telah mencapai front.
− Setalah eluen mencapai front, angkat kertas, buka penjepit dan keringkan
− Beri tanda pada spot yang tampak pada kertas dan hitung jaraknya dari titik start.
− Hitung RF dengan rumus
1-2 cm
Front
2 cm
start
2 cm
A. Pendahuluan
Kromatografi lapis tipis (KLT) sebagai salah satu kromatografi planar, seperti halnya kromatografi kertas,
dapat digunakan untuk identifikasi komponen berdasarkan nilai Rf. Pada KLT penyangga merupakan lapisan
tipis absorben berfungsi sebagai fase diam. KLT dapat digunakan untuk tujuan analitik maupun preparatif. Pada
KLT analitiik digunakan lapisan tipis dengan ketebalan 1 mm dan digunakan untuk identifikasi komponen
berdasarkan perbandingan nilan Rf sampel dengan standar. Selain itu KLT analitik juga sering digunakan untuk
pemantauan fraksi eluat dari kromatografi kolom.
KLT preparaif digunakan dalam rangkaian fraksional ( pemisahan analat/ekstrak) menjadi beberapa
fraksi yang kemudian dikerjakan lebih lanjut. Pada KLT preparatif pada umumnya digunakan lapisan denga
ketebalan 3-5 mm
− Oven
− Pipet volumeterik
− Corong pisah
C. Prosedur kerja
− Tabung kromatografi diisi dengan 10-20 ml eluen, kemudian ditutup rapat dan dikocok perlahan dan dibiarkan
jenuh.
− Pada kromatografi lapis tipis dibuat garis start dengan pensil pada jarak 2 cm dari tepi kertas dan pada tepi
yang berlawanan dibuat garis front pada jarak 1-2 cm dari tepi kertas.
− Pada garis start dibuat titik sebagai tanda komponen dengan jarak 2 cm dari tepi kertas dan jarak antar titik
sejauh 2 cm.
− Diatas garis front ditambahkan kode standar dan sampel
− Pada titik garis start ditotolkan sampel atau analat dengan menggunakan pipa kapiler yang telah diruncingkan
ujungnya dengan menggunakan api
− Penotolan dilakukan secara perlahan dan dikeringkan dengan lampu, diulangi sampai 3 x pada spot yang sama
dengan lebar spot maksimum 3 mm.
− Dengan hati hati KLT dimasukkan kedalam chamber yang telah dijenuhkan dengan eluen. Jangan sampai
eluen bergoncang / beriak.
− Biarkan sistem bekerja dan angkat KLT apabila eluen telah mencapai front.
− Setalah eluen mencapai front, angkat KLT dan keringkan
− Beri tanda pada spot yang tampak pada kertas dan hitung jaraknya dari titik start.
− Hitung RF dengan rumus
1-2cm
1-2 cm
Front
2 cm
start
2 cm
DAFTAR PUSTAKA
Penuntun Praktikum Analisis Mutu Kimiawi Pangan
Program Studi Supervisor Jaminan Mutu Pangan - Sekolah Vokasi IPB
40
Andarwulan, N., F. Kusnandar, D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Jakarta : PT Dian Rakyat.
Apriyantono, A., Fardiaz, Puspitasari, N. L., Sedarnawati, S., Budiyanto, S. 1989. Analisa Pangan. Bogor : PT. IPB
Press.
Faridah DN, Kusnandar F, Herawati D, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2010. Penuntun Praktikum
Analisis Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. FATETA : IPB.
Nielsen, S. Suzanne. 2003. Food Analysis. New York : Kluwer Academic, Plenum Publisher.
Rohman, A dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press.
Underwood AL, Day RA. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke :6. Terjemahan : Sofyan I, editor : Wibi H, Hilarius,
Simarmata L. Jakarta : Erlangga.
Lampiran 2 Bobot molekul dan bobot ekivalen dari beberapa asam yang umumnya terdapat pada
produk pangan