Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2020 JPI Vol.

22 (1): 89-100
ISSN 1907-1760 E-ISSN 2460-6626 DOI: 10.25077/jpi.22.1.89-100.2020
Accredited: 14/E/KPT/2019 Available online at http://jpi.faterna.unand.ac.id/

Komposisi Kimia dan Korelasi Beberapa Karakteristik Daging Pipi Sapi Bali

Chemical Composition and Correlation of Some Characteristics of Beef Bali Cheek-Meat

Rosmawati1*, M. I. Said2, E. Abustam3, dan A. B. Tawali4


Universitas Muhammadiyah Kendari, Jalan K.H. Ahmad Dahlan No. 10 Kendari 93117 – Indonesia
1

2
Laboratorium Teknologi Pengolahan Sisa Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,
Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar 90245 - Indonesia
3
Laboratorium Ilmu Daging dan Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin,
Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar 90245 - Indonesia
4
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Jalan Perintis
Kemerdekaan, Makassar 90245 - Indonesia
*Corresponding E-mail: rosrossie.ummumuthe@gmail.com
(Diterima: 23 Oktober 2019; Disetujui: 22 Desember 2019)

ABSTRAK

Daging pipi termasuk hasil samping pemotongan ternak dan tidak dikategorikan sebagai karkas.
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi sifat fisikokimia daging pipi sapi Bali untuk menjadi pertimbangan
bahan baku dalam berbagai proses pengolahan pangan berbasis hewani. Sampel berasal dari Rumah Potong
Hewan Tamangapa Makassar yang dianalisis setelah enam jam pemotongan. Hasil analisis menunjukkan
komposisi kimia daging pipi menyerupai daging skeletal pada umumnya. Rataan pH otot berkisar pada
5,73 sampai 6,01, daya mengikat air sebagai refleksi dari kadar air lepas 32,64 sampai 51,64 mg, susut
masak 26,84 sampai 35,90%, daya putus daging 2,96 sampai 3,53 kg/cm2, dan warna menunjukkan tingkat
kecerahan (L) 33,86 sampai 43,13, kemerahan (a*) 18,20 sampai 24,78, dan kekuningan (b*) 0,80 sampai
3,85. Koefisien korelasi antara pH dan daya mengikat air adalah r = -0,92, artinya semakin rendah pH maka
kemampuan otot melepaskan air semakin tinggi. Terdapat korelasi sangat kuat antara pH dan susut masak,
yaitu r = -0,84, menunjukkan semakin rendah pH daging susut masak semakin tinggi. Kofisien korelasi
antara nilai L, a* dan b*, secara berturut turut terhadap pH daging pipi adalah r = -0,62, r = -0,71, dan r =
-0,56.
Kata kunci: daging pipi, daya mengikat air, daya putus daging, pH, susut masak

ABSTRACT

Cheek-meat is a by-product of slaughtering livestock and is not categorized as a carcass. The research
objective was to identify the physicochemical characteristics of Bali beef cheek meat to be considered raw
materials in various food processing. Samples came from Slaughterhouse Tamangapa-Makassar which
was analyzed after six hours of slaughter. Generally, the results of the analysis indicated that the chemical
composition of cheek meat resembled skeletal meat. The average muscle pH between 5.73 to 6.01, water
holding capacity as a reflection of released water were 32.64 to 51.64 mg, cooking losses were 26.84 to
35.90%, shear force were 2.96 to 3.53 kg/cm2, and the color shows the level of brightness (L) 33.86 to
43.13, reddish (a*) 18.20 to 24.78, and yellowish (b*) 0.80 to 3.85. The value of r to the linkage between pH
and water holding capacity was r = -0.92, meaning the pH-lower caused the ability of muscles to release
water was higher. The correlation between pH and cooking losses was very strong (r = -0.84) which means
if the cheek meat pH-lower leads the higher of cooking losses. Correlation coefficient between value of L,
a* and b* respectively to cheek meat pH were r = -0.62, r = -0.71, and r = -0.56.
Keyword: cheek meat, cooking loss, pH, shear force, water-holding capacity

Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.) 89


JPI Vol. 22 (1): 89-100

PENDAHULUAN terdapat penebalan jaringan ikat yang cukup


padat. Jaringan ikat yang padat ini mungkin
Sisa hasil pemotongan ternak adalah ada hubungannya dengan fungsi kerja dari
semua bagian dari tubuh ternak yang tidak otot pipi yang banyak melakukan aktivitas
dikategorikan sebagai karkas, dan untuk seekor bergerak ketika hewan mengunyah/memamah
ternak sapi jumlahnya sekitar 44% dari berat biak (Purslow, 2005), akibatnya terjadi
hidupnya (Marti et al., 2012). Diperkirakan penebalan jaringan ikat di sekitar bagian otot.
bahwa 11,4% dari pendapatan kotor dari Keadaan ini dapat mempengaruhi sifat fisiko-
daging sapi berasal dari produk sampingan, kimianya (Hoffman et al., 2012).
dihasilkan oleh rumah potong, pengolah Ada beberapa sifat fisiko-kimia daging
daging, grosiran dan pabrik pengolahan pipi yang akan diamati, dengan demikian,
lemak (Jayathilakan et al., 2012). Daging pipi meskipun informasi yang disajikan terbatas,
(Musculus masseter) merupakan jenis daging penelitian ini akan membantu dalam
yang mempunyai karakteristik menyerupai mendeskripsikan otot pipi sapi sebagai
daging merah pada umumnya, misalnya informasi untuk penelitian selanjutnya. Tujuan
daging bagian abdominal (Ranken, 2000). penelitian ini adalah mengkarakterisasi
Daging pipi termasuk hasil samping pemotong sifat fisikokimia daging pipi, sehingga
ternak dan tidak dikategorikan sebagai karkas. dapat menjadi pertimbangan sebagai daging
Daging yang terdapat pada bagian tulang pipi alternatif dalam berbagai proses pengolahan
ini menurut Pereira et al. (2016) merupakan pangan seperti bakso, sosis dan produk-
jenis daging dengan kemampuan mengikat air produk berbasis hewani lainnya.
sedang (intermediate water holding capacity)
dibandingkan dengan daging skeletal.
METODE
Sangat sedikit informasi penelitian
yang dilaporkan terkait komposisi dan
Hewan, Kondisi, dan Sampling
karakteristik daging pipi (Musculus masseter),
kecuali yang dilaporkan oleh Talmant et al. Daging pipi adalah sampel utama
(1986); Vasudevan and Venkataramanujam penelitian, disampling dari lima ekor sapi Bali
(2012). Informasi terkait daging pipi sapi Bali umur sekitar 4 sampai 5 tahun, tanpa melalui
sejauh ini belum ada. Daging pipi termasuk perlakuan apapun selain dipuasakan selama 24
salah satu jenis daging yang sering digunakan jam. Ternak dipotong di rumah potong hewan
dalam olahan makanan khas Sulawesi Selatan Tamangapa Makassar, Sulawesi Selatan,
seperti “pallu basa”, karena memiliki rasa Indonesia. Preparasi dan analisis sampel
khas, tidak berlemak, dan agak kenyal. dilakukan di Laboratorium Teknologi Daging
dan Telur dan Laboratorium Kimia Makanan
Secara visual, daging pipi menyerupai
Ternak Fakultas Peternakan Universitas
daging skeletal pada umumnya, meskipun
Hasanuddin.
demikian daging ini dikategorikan sebagai
daging non-karkas karena posisi anatomisnya Setelah proses pengkarkasan, daging
terletak pada bagian kepala. Otot pipi adalah pipi dilepaskan dari kepala. Daging diangkut
bagian dari otot rangka yang memiliki fungsi ke laboratorium menggunakan cool box.
anatomis tersendiri, tetapi karakteristik Beberapa karakteristik daging pipi diamati
ototnya tidak berbeda jauh dengan otot-otot setelah enam jam postmortem yang dihitung
pada bagian tubuh lainnya. dari mulai waktu penyembelihan, dan
parameter diukur dalam suhu kamar. Waktu
Daging pipi tersusun atas komposit
enam jam setelah pemotongan menjadi
serat otot, jaringan ikat, adipose, vascular
acuan waktu pengamatan, sebagai alasannya
dan saraf, sebagaimana daging skeletal
bahwa umumnya masyarakat setempat mulai
pada umumnya (Listrat et al., 2016). Pada
mengolah daging setelah penyembelihan pada
hampir seluruh permukaan daging pipi

90 Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.)


JPI Vol. 22 (1): 89-100

rentang waktu tersebut. dimasak dalam waterbath suhu 70oC selama


Teknik Analisis 30 menit. Sampel yang telah dimasak
dikeluarkan dari plastik dan dibiarkan
Analisis Proksimat. Analisis
hingga sekitar 1 jam sehingga air yang
proksimat dilakukan menggunankan metode
masih menempel pada bagian luar sampel
AOAC (1995). Kadar air diukur secara
telah menguap. Sampel ditimbang untuk
gravimetric dengan mengoven sampel pada
medapatkan nilai susut masak, yang dihitung
suhu 105 oC hingga konstan. Kadar protein
dengan persamaan:
kasar ditentukan dengan metode Kjeldahl
menggunakan faktor konversi nitrogen (6,25 % susut masak =
x N). Kandungan lemak kasar ditentukan
menggunakan metode Soxhlet. Kandungan
abu dianalisis melalui proses incinerasi pada Analisis Data
tungku pembakaran suhu 500 oC selama 16
Seluruh data hasil uji dianalisis secara
jam.
desktriptif. Korelasi antara nilai pH dengan
Nilai pH. Nilai pH ditentukan melalui parameter lain dianalisis menggunakan
pH meter (Lutron pH-201) dengan cara koefisien korelasi Pearson. Seluruh data diolah
memasukkan elektroda khusus ke dalam menggunakan software Microsof Excell.
daging. Sebelum pengukuran, pH meter
dikalibrasi pada bufer pH 4 dan 7. Pembacaan
skala angka pada layar dilakukan setelah HASIL DAN PEMBAHASAN
angka yang ditunjukkan stabil.
Komposisi Kimia Daging Pipi
Keempukan. Keempukan dinyatakan
sebagai daya putus daging dan diukur Kadar air daging pipi berkisar pada 75,75
menggunakan CD-Shear Force, berdasarkan ± 0,25%, tidak berbeda dari yang dilaporkan
metode Abustam (2012). Daging ditempatkan Rotta et al. (2009) pada otot Longissimus dari
pada celah CD-Shear force yang dilengkapi sapi Nellore, yaitu 75,1 ± 0,38% (Tabel 1).
probe pisau-tumpul untuk memotong sampel. Huff-Lonergan (2010) mengemukakan bahwa
Semakin besar beban yang digunakan untuk di dalam otot, air adalah komponen utama
memutus daging maka daging semakin alot. cairan ektrakseluler, sedangkan di dalam
Nilai daya putus daging dinyatakan dalam kg/ sel sebagai cairan sitoplasma yang berperan
cm2. dalam proses termoregulasi, media dalam
proses seluler sel, dan untuk transportasi
A = A1/L
nutrisi. Air yang dikandung dan tertahan di
Keterangan: dalam otot adalah air yang terdapat di dalam
A = Daya putus daging (kg/cm2) myofibril, antara myofibril dan selaput sel
A1 = Tekanan yang digunakan (kg) (sarcolemma), antara sel otot dan antara
L = Luas penampang sampel (πr2) = 1,266 cm2 kumpulan otot (Offer and Cousins, 1992).
Air di dalam otot terbagi atas tiga bagian
Daya Mengikat Air. Daya mengikat
sebagaimana Abustam (2012), yaitu air terikat
air diukur menggunakan metode penekanan
secara kimiawi oleh protein otot, air ini tidak
(Filter-Paper Press method) berdasarkan
mudah mengalami pergerakan; air yang terikat
metode Hamm dengan beberapa modifikasi
agak lemah (air yang terperangkap), yaitu air
oleh Abustam (2012), sesuai dengan
yang tertahan dalam struktur otot tetapi tidak
persamaan berikut:
terikat oleh protein, dan air ini akan terikat
H2O (mg) = oleh protein jika tekanan uap air meningkat;
dan air bebas, yaitu air yang mengalir dari
Susut Masak. Sebanyak 40 g sampel jaringan tanpa hambatan. Huff-Lonergan and
dimasukkan dalam plastik klip kemudian Lonergan (2005) menyatakan bahwa air yang

Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.) 91


JPI Vol. 22 (1): 89-100

Tabel 1. Komposisi kimia daging pipi (%)

Nilai kisaran Nilai rataan±sd


Air 75,55 - 76,03 75,75±0,25
Protein 21,87 - 22,33 22,25±0,35
Lemak 0,20 - 0,32 0,31±0,02
Karbohirat 0,85 - 1,25 0,99±0,23
Abu 0,95 - 1,05 0,99±0,05
Keterangan: Rataan ± sd (n=3), sd = standard deviasi, n = jumlah sampel

berperan dalam proses konversi otot menjadi cadangan energy yang dapat dirombak
daging adalah jenis air yang terperangkap. menjadi deposit lemak akibat penggunaan
Protein daging pipi sekitar 22,25 ± energy yang berjalan efektif sepanjang waktu.
0,35%, dan merupakan komponen terbesar Tetapi kadar lemak bisa bervariasi tergantung
kedua otot setelah air. Protein pada otot dapat pada usia hewan, tingkat gizi hewan, dan jenis
bervariasi antara 16-22% (Huff-Lonergan, otot (Huff-Lonergan, 2010).
2010), sebagaimana juga yang dilaporkan Kadar karbohidrat pada daging pipi
oleh Hoffman et al. (2012) pada beberapa adalah sekitar 0,99%. Cobos and Diaz (2014)
jenis otot bangsa sapi South African, bahkan menyebutkan bahwa kadar karbohidrat otot
dapat mencapai 24,0% (Rotta et al., 2009). berkisar antara 0,5-1,5%, yang terutama
Protein adalah representasi kadar asam merupakan cadangan glikogen dengan
amino yang merupakan sumber nutrisi fungsi sebagai sumber energi bagi otot,
penting pangan konsumsi manusia. Pada otot ketika konversi otot menjadi daging. Kadar
sendiri, protein terdiri atas protein terlarut glikogen otot adalah salah satu indikator
(protein sarkoplasma), yaitu protein yang yang menentukan kualitas daging. Glikogen
terlibat dalam proses pensinyalan seluler dan merupakan substrat utama dalam proses
enzim yang penting dalam metabolisme dan metabolik yang akan menghasilkan asam
degradasi protein; dan protein tidak mudah laktat pada konversi otot menjadi daging,
larut (kecuali pada kekuatan ion yang lebih menyebabkan terjadinya penurunan pada nilai
tinggi), adalah protein yang terlibat langsung pH dan berimplikasi terhadap karaktristik
dalam proses pergerakan (protein kontraktil, daging yang lain, diantaranya daya mengikat
protein miofibrilar) dan protein yang mengatur air dan warna daging (Aberle et al., 2001;
interaksi antara protein kontraktil (Huff- Abustam, 2012). Kadar abu yang dikandung
Lonergen, 2010). Lebih lanjut disebutkan daging pipi adalah 0,99% dan tidak berbeda
bahwa protein otot mempunyai fungsi yang nyata dengan kadar abu otot longissimus
beragam, dan fungsi utama protein diperankan sapi Simmental muda (Ćirić et al., 2017).
oleh miofibrilar dengan komponen aktin dan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
miosinnya dan sejumlah organel lain yang komposisi kimia daging pipi pada dasarnya
terlibat dalam proses kontraksi-relaksasi otot. menyerupai daging skeletal pada umumnya
Kadar lemak pada daging pipi (Huff-Lonergan, 2010; Onyango et al., 1998;
cukup rendah yaitu sekitar 0,31 ± 0,02% Williams, 2007).
dibandingkan dengan kadar lemak yang Karakteristik Daging Pipi Sapi Bali
dilaporkan pada jenis otot skeletal yang Hasil pengamatan nilai pH daging pipi
lain, yaitu lebih dari 1% (Hoffman et al., sapi sekitar 6 jam postmortem berkisar pada
2012; Rotta et al., 2009). Rendahnya kadar 5,73 sampai 6,01 (5,91 ± 0,07) (Tabel 2), lebih
lemak ini mungkin ada kaitannya dengan rendah dari nilai pH 24 jam yang dilaporkan
intensitas aktivitas otot pipi, dimana aktivitas oleh Talmant et al. (1986) pada daging pipi
mengunyah menyebabkan tidak tersisanya

92 Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.)


JPI Vol. 22 (1): 89-100

Tabel 2. Karakteristik daging pipi

Nilai kisaran Nilai rataan±sd


pH 5,73 - 6,01 5,86±0,11
mg H2O 32,64 - 51,64 42,24±7,60
Susut masak (%) 26,84 - 35,90 31,57±3,36
Daya putus daging (kg/cm2) 2,96 - 3,53 3,12±0,33
Warna
L 33,86 - 43,13 39,12±3,44
a* 18,29 - 24,78 22,97±2,77
b* 0,80 - 3,85 2,57±1,27
Keterangan: Rataan ± sd (n=5), Sd = standard deviasi, n = jumlah sampel, mg H2O = miligram air, L =
kecerahan, a* = kemerahan, b* = kekuningan

sapi yaitu sekitar 6,20 dan Vasudevan and asam laktat yang dihasilkan pada dasarnya
Venkataramanujam (2012) pada daging pipi ditujukan untuk mempertahankan kadar ATP
kerbau (6,46 ± 0,02). Nilai pH daging pipi dalam tingkat yang normal (homeostasis).
hasil penelitian relatif sedikit agak tinggi Hubungan Antara Beberapa Karakteristik
(0,21 poin) dibanding pH-ultimat normal Daging Pipi Sapi Bali
daging sapi (5,3-5,7) (Aberle et al., 2001).
Hasil analisis menunjukkan rata-
Nilai pH daging pipi pada 6 jam rata daya mengikat air daging pipi yang
postmortem masih relatif tinggi dari nilai pH direfleksikan sebagai mg H2O yang terlepas
normal. Keadaan ini ada kaitannya dengan dari otot adalah antara 32,64 sampai 51,64
kondisi ternak antemortem. Cadangan mg air (42,24 ± 7,60 mg air) (Tabel 2). Hasil
glikogen berkurang akibat aktivitas otot analisis koefisien korelasi (r) menunjukkan
maupun faktor lain yang berpotensi ada hubungan yang sangat kuat antara pH
menyebabkan stress (kekurangan pakan, dan daya mengikat air, yaitu r = -0,92 (Tabel
cekaman panas, transportasi dan sebagainya) 3). Ini mengindikasikan bahwa semakin
yang terus berlangsung sesaat sebelum rendah pH maka kemampuan otot dalam
ternak disembelih. Tidak ada catatan maupun melepaskan air semakin tinggi. Berdasarakan
informasi latar belakang sapi Bali yang persamaan garis menunjukkan bahwa setiap
disembelih baik jenis kelamin, pakan maupun penurunan pH 0,1 poin akan menyebabkan
aktivitas lain sebelum penyembelihan, kecuali daging pipi melepaskan air sebesar 6,58 mg
umur (4-5 tahun), sehingga diasumsikan dengan R2 = 0,85 (Gambar 1). Tidak ada
bahwa sapi yang disembelih berada pada standard yang menunjukkan nilai besaran
kondisi yang relatif sama. Henckel et al. daya mengikat air daging, tetapi secara umum
(2000) berpendapat bahwa penurunan nilai telah diilustrasikan oleh Abustam (2012) dan
pH setelah hewan mati dipengaruhi oleh Pereira et al. (2016) menyebutkan bahwa
kondisi fisiologis otot dan ini berhubungan kemampuan mengikat air daging pipi berada
dengan produksi asam laktat maupun pada kisaran sedang (intermediate binding
kapasitas produksi energi otot dalam bentuk capacity) sebagaimana yang dikuatkan oleh
ATP. Terjadinya penurunan pH ini disinyalir penelitian Komariah et al. (2009) terhadap
akibat berkurangnya oksigen dalam darah daya mengikat air otot longissimus dorsi sapi
dalam waktu yang singkat setelah postmortem yang lebih tinggi dibanding yang diperoleh
sehingga proses oksidasi terhenti dan beralih pada hasil penelitian.
pada proses glikolisis yang menghasilkan
Kemampuan daging untuk mengikat air
asam laktat. Menurut Puolanne et al. (2002)
merupakan sifat kompleks yang dipengaruhi

Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.) 93


JPI Vol. 22 (1): 89-100

Gambar 1. Hubungan laju penurunan nilai pH terhadap daya mengikat air daging pipi sapi Bali
(mg H2O)

Gambar 2. Hubungan laju penurunan pH dan susut masak daging pipi sapi Bali

oleh perubahan struktural dan biokimiawi terhadap tingkat molecular, seperti penyusutan
yang terjadi selama transformasi otot pada kisi miofilamen dan jembatan silang
menjadi daging (Bowker and Zhuang, 2018), aktomiosin, penyusutan pada miofibrilar dan
tetapi variasinya dapat bergantung pada kontraksi serta denaturasi myosin; sealin
sejumlah faktor antara lain pH, status ternak itu, terjadi perubahan struktural pada serat
(umur, kelamin, spesies), letak otot, pakan, dan serabut bundel sehingga memperluas
transportasi, suhu, dan perlakuan sebelum ruang esktra selular; dan terjadi perubahan
dan setelah penyembelihan (Abustam, 2012). permeabilitas terhadap air dalam sel dan
Penurunan kadar air daging pipi sebagaimana membrane basal.
pada daging secara umum menurut Joo et al. Susut masak daging pipi pada 6 jam
(1995) dan Listrat et al. (2016) disebabkan postmortem menunjukkan nilai kisaran 26,84-
oleh tingkat penurunan pH, dimana perlakuan 35,90% atau sekitar 31,57±3,36% (Tabel 2).
sebelum dan setelah penyembelihan maupun Atribut penting lain dari kualitas daging
faktor intrinsik ternak tercermin pada adalah susut masak. Terdapat korelasi yang
tingkat penurunan pH. Penurunan pH ini sangat kuat antara pH dan susut masak, yaitu
menyebabkan asam laktat terakumulasi r = -0,84, dengan kata lain jika pH daging
dalam otot, tetapi keadaan ini tergantung semakin rendah maka sebaliknya pada susut
pada kondisi ternak antemortem. Aksi asam masak. Kondisi ini tergambar pada tingkat
laktat dalam otot mengakibatkan terjadinya linearitas persamaan garis hubungan laju
denaturasi protein otot, sebagaimana Schafer antara pH dan susut masak (Gambar 2). Dari
et al. (2002) menjelaskan bahwa penurunan persamaan tersebut menunjukkan bahwa
pH postmortem berakibat pada perubahan terjadi kenaikan persentase susut masak

94 Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.)


JPI Vol. 22 (1): 89-100

Tabel 3. Hubungan antara beberapa karakteristik daging pipi (pH, mg H2O, susut masak, daya
putus daging, nilai L, a* dan b*) berdasarkan analisis uji korelasi Pearson (r)
Susut Daya putus
Item pH mg H2O L a* b*
masak daging
pH 1
mg H2O -0,925* 1
Susut masak -0,836 0 ,974** 1
Daya putus daging 0,659 -0,374 -0,222 1
L -0,623 0,659 0,525 -0,257 1
a* -0,710 0,510 0,302 -0,723 0,798 1
b* -0,564 0,415 0,215 -0,434 0,849 0,929* 1
Keterangan: *(P<0,05), **(P<0,01)

sebesar 2,63% setiap terjadinya penurunan Termasuk atribut parameter kualitas


pH 0,1 poin. daging yang berkaitan dengan kandungan
Terjadinya peningkatan pada persentase air dalam daging adalah susut masak.
susut masak ada hubungannya dengan Kadar air terlepas setelah pemanasan yang
daya mengikat air daging. Hal ini dapat sedikit berimplikasi pada susut masak
dijelaskan berdasarkan Gambar 3, dimana yang rendah. Hal ini menurut Aaslyng et al.
terdapat korelasi positif antara kenaikan (2003) mengindikasikan kemampuan daging
persentase susut masak dengan air yang mengikat air relatif tinggi. Sebagaimana
dilepaskan oleh otot, dengan r = 0,97. Nilai Shanks et al. (2002) juga menyebutkan bahwa
r yang tinggi ini mengindikasikan keterkaitan besarnya susut masak tidak terlepas dari faktor
yang erat antara susut masak dengan daya seperti kerusakan pada membran seluler, daya
mengikat air. Berdasarkan persamaan ikat air rendah serta degradasi protein.
linear memperlihatkan bahwa setiap terjadi Kualitas daging yang lain adalah
kenaikan persentase susut masak sebesar keempukan. Keempukan dapat diduga dengan
0,43% menyebabkan terjadinya pelepasan mengukur daya putus daging. Kisaran daya
air otot sebesar 10 mg dengan R2 = 0,95. putus daging pipi adalah 2,96 sampai 3,53 kg/
Hubungan positif antara susut masak dengan cm2 atau rata-rata 3,12 ± 0,33 kg/cm2 (Tabel
kemampuan otot melepaskan airnya (mg 2). Daya putus daging pipi menunjukkan nilai
H2O), menurut Ekiz et al. (2009) diakibatkan yang lebih tinggi dibanding hasil penelitian
oleh terjadinya penurunan pH. Adha (2015) pada tiga jenis otot yang berbeda
Daging pipi sapi pada penelitian ini yaitu Longissimus, Semitendinosus dan
termasuk tipe daging yang memiliki susut Infraspinatus yaitu berturut-turut 2,49, 3,04,
masak relatif sedang yaitu sekitar 31,57 ± dan 2,64 kg/cm2.
3,36% jika dibandingkan hasil penelitian Uji korelasi Pearson menunjukkan
Komariah et al. (2009) pada otot Longissimus ada hubungan yang kuat antara pH dan daya
ternak sapi pada jam pengamatan yang sama, putus daging yaitu r = 0,66, ini sebagaimana
yaitu 41,40 ± 0,39%, tetapi lebih rendah dari pernyataan Coleman et al. (2016) bahwa
daging domba (28,54 ± 0,92%) dan tidak ada korelasi pH ultimat dengan daya putus
berbeda jauh dengan daging kerbau (31,40 daging. Analisis regresi menunjukkan terjadi
± 0,38%). Menurut Lawrie et al. (2003) penuruan daya putus daging sebesar 0,20%
kisaran susut masak dapat bervairiasi dari jika terjadi penurunan nilai pH 0,1 poin,
1,5% sampai 54,5%. Perbedaan pada susut dengan R2 = 0,43 (Gambar 4). Rendahnya
masak ini, akan tetapi dapat dipengaruhi oleh nilai R2 menunjukkan bahwa ada faktor lain
perbedaan letak otot dan jenis ternak. selain pH yang mempengaruhi daya putus

Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.) 95


JPI Vol. 22 (1): 89-100

Gambar 3. Hubungan antara daya mengikat air dan susut masak daging pipi sapi Bali

Gambar 4. Hubungan laju penurunan pH dan daya putus daging pipi sapi Bali (kg/cm2)

daging, termasuk daya mengikat air, jaringan kekuningan yang disimbolkan dengan L, a*
ikat dan lemak intramuscular (Ablikim et dan b*. Nilai notasi warna diantara sampel
al., 2015; Wyrwisz et al., 2012). Terdapat daging pipi yang diamati menunjukkan nilai
korelasi negatif yang sangat kuat antara daya yang cukup bervariasi, dan ini ada kaitannya
putus daging dengan daya mengikat air yaitu dengan penurunan pH. Nilai L daging pipi
r = -0,61 dan berdasarkan persamaan garis berkisar pada 33,86 sampai 43,13 dengan
(Gambar 5) menunjukkan bahwa jika terjadi rataan pada 39,12 ± 3,44 dengan kofisien
penurunan pada air otot sebesar 14,15 mg korelasi terhadap pH adalah r = -0,62. nilai a*
maka akan berakibat pada meningkatnya daya berkisar pada 18,29 sampai 24,78 atau sekitar
putus daging sebesar 1 kg/cm2 dengan R2 = 22,97 ± 2,77 dan r = -0,71, dan nilai b* berada
0,14. pada kisaran 0,80 sampai 3,85 atau sekitar
Daya putus daging yang tinggi 2,57 ± 1,27 dan r = -0,56 (Tabel 2). Warna
mengindikasikan bahwa daging cenderung daging pipi menunjukkan korelasi yang kuat
alot. Daya putus daging pipi terindikasi lebih dengan pH. Berdasarkan persamaan garis
tinggi dibanding beberapa jenis otot pada (Gambar 6) menunjukkan penurunan pada
bagian lainnya. Hal ini dapat dihubungkan tingkat kecerahan (L), kemerahan (a*) dan
dengan sifat daging pipi yang relatif hampir kekuningan (b*) daging pipi secara berturt-
tidak mengandung lemak, tetapi banyak turut yaitu sekitar 2,1 (R2 = 0,38), 1,8 (R2 =
mengandung jaringan ikat. 0,50) dan 0,59 (R2 = 0,32) seiring terjadinya
peningkatan terhadap nilai pH sebesar 0,1
Warna daging adalah salah satu atribut
poin.
penting tingkat ketertarikan konsumen
dalam menilai daging. Warna daging pipi Tingkat kecerahan (L) daging pipi
yang diukur menggunakan colorimeter relatif berada pada kisaran sebagaimana yang
memiliki tingkat kecerahan, kemerahan dan dilaporkan oleh Coleman et al. (2016) Page

96 Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.)


JPI Vol. 22 (1): 89-100

Gambar 5. Hubungan laju pelepasan air pada otot (mg) terhadap daya putus daging pipi sapi Bali
(kg/cm2)

Gambar 6. Hubungan laju perubahan pH terhadap warna daging pipi sapi Bali

et al. (2001); Samootkwam et al. (2015) rendah dibanding nilai b* beberapa jenis otot
yaitu pada kisaran 37 sampai 41, meskipun yang dilaporkan oleh (Diniz et al., 2016; Page
nilai pH otot yang mereka laporkan sedikit et al, 2001; Stadnik and Dolatowsky, 2011;
lebih rendah dari hasil penelitian, tetapi Wyrwisz et al., 2012). Intensitas b* oleh
tingkat korelasinya sangat kuat. Nilai a* hasil Colemen et al. (2016) lebih dikaitkan dengan
penelitian berada pada kisaran yang relatif tingkat perlekatan lemak pada daging; atau
sedikit lebih rendah dari yang dilaporkan mungkin jaringan ikat yang banyak terdapat
Page et al. (2001) pada otot longissimus pada daging pipi (Wyrwisz et al., 2012).
beberapa jenis sapi yaitu berkisar pada 23,40 Terdapat korelasi negatif antara nilai
(sapi perah), 24,78 (heifer), 25,20 (steer) pH dengan warna otot daging pipi. Pasca
dan 25,17 (Brahman); dan lebih tinggi dari penyembelihan, pH cenderung menurun
yang dilaporkan oleh Coleman et al. (2016) akibat proses glikolisis, hal ini menyebabkan
pada otot longissimus beberapa bangsa sapi warna daging menjadi lebih cerah. Sebaliknya
persilangan. Otot sapi yang dilaporakan pada pH di atas pH normal, warna cenderung
tersebut memiliki nilai pH yang berada pada mengarah pada warna merah gelap. Menurut
kisaran pH normal (5,4 sampai 5,7), dibanding (Wyrwisz et al., 2012) ketika pH berada
hasil penelitian. Keragaman pada nilai a* di atas pH normal, protein menyerap air
dapat dihubungkan dengan kadar myoglobin di otot sehingga serat otot lebih kencang,
otot (Page et al., 2001). Warna daging yang menyebabkan dispersi cahaya ke permukaan
mengarah pada kekuningan dinotasikan menjadi berkurang, tetapi otot dengan pH
sebagai b* menunjukkan nilai yang cukup lebih rendah maka tingkat air bebasnya

Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.) 97


JPI Vol. 22 (1): 89-100

semakin banyak sehingga akan banyak serabut and Quality. 1st Ed. Masagena Press.
otot yang membengkak, menyebabkan warna Makassar.
myoglobin akan terpantul dan secara visual Adha, N. 2015. Karakteristik Fisik Daging Sapi
menghasilkan perpaduan intensitas warna Bali Hasil Penggemukan Menggunakan
yang lebih terang. Warna merah cerah pada Pakan dengan Level Kulit Biji Kakao
daging merupakan refleksi dari kandungan dan Otot Berbeda. Skripsi. Fakultas
myoglobin dalam daging (Suman and Joseph, Peternakan Universitas Hasanuddin.
2013). Ini menunjukkan bahwa perbedaan
Assosiation of Official Analytical Chemists
jenis ternak, letak otot dan aktivitas otot dapat
(AOAC). 1995. Official Methods of
menghasilkan perbedaan pada warna daging
Analysis (16th ed.). Washington, DC.
(Abustam, 2012).
Bowker, B. and H. Zhuang. 2015. Relationship
between water-holding capacity and
KESIMPULAN protein denaturation in broiler breast
meat. Poultry Science, 94:1657–1664.
Hasil penelitian menunjukkan baik Ćirić, J., M. Lukić, S. Radulović, J. Janjić, N.
komposisi kimia maupun karakteristik Glamočlija, R. Marković, and M. Ž.
fisiko-kimia daging pipi tidak berbeda jauh Baltić. 2017. The relationship between
dengan otot skeletal pada umumnya. Dengan the carcass characteristics and meat
demikian meskipun otot pipi bukan bagian composition of young Simmental beef
dari otot skeletal, akan tetapi sifat-sifat otot cattle. IOP Conf. Ser.: Earth Environ.
pada umumnya melekat pada otot ini sehingga Sci. 85 012061.
direkomendasikan untuk dijadikan sebagai
Cobos, Á. and O. Díaz. 2014. Chemical
daging alternatif dalam pengolahan berbagai
Composition of Meat and Meat
jenis pangan hewani antara lain bakso dan
Products. In: Cheung P. (eds) Handbook
sosis.
of Food Chemistry. Springer, Berlin,
Heidelberg.
DAFTAR PUSTAKA Coleman, L. W., R. E. Hickson, N. M.
Schreurs, N. P. Martin, P. R. Kenyon,
Aaslyng, M. D., C. Bejerholm, P. Ertbjerg, N. Lopez-Villalobos, and S. T. Morris.
H. C. Bertram, and H. J. Andersen. 2016. Carcass characteristics and meat
2003. Cooking loss and juiciness of quality of Hereford sired steers born to
pork in relation to raw meat quality and beef-cross-dairy and Angus breeding
cooking procedures. Food Quality and cows. Meat Science, 121: 403–408.
Preference, 14: 277-288.
Ekiz, B., A. Yilmaz, M. Ozcan, C. Kaptan, H.
Aberle, E. D., J. C. Forrest., D. E. Gerrard, Hanoglu, I. Erdogan, and H. Yalcintan.
and E. W. Mills. 2001. Principles of 2009. Carcass measurements and meat
Meat Science. Iowa: Kendall/Hunt quality of Turkish Merino, Ramlic,
Publishing Company. 354 p. Kivircik, Chios and Imroz lambs raised
Ablikim, B., Y. Liu, A. Kerim, P. Shen, P. under an intensive production system.
Abdurerim, and G. H. Zhou. 2016. Meat Science, 82: 64-70.
Effects of breed, muscle type, and Henckel, P., A. Karlsson, N. Oksbjerg,
frozen storage on physico-chemical and J. S. Petersen. 2000. Control of
characteristics of lamb meat and its Postmortem pH decrease in Pig muscle:
relationship with tenderness. CyTA – Experimental desigen and Testing of
Journal of Food, 14(1): 109–116. Animal Models. Meat Science, 55:
Abustam, E. 2012. Meat Science: Aspects of 131-138.
Production, Chemistry, Biochemistry

98 Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.)


JPI Vol. 22 (1): 89-100

Hoffman, L. C., A. Vermaak, and N. Muller. 125.


2012. Physical and chemical properties Page, J. K., D. M. Wulf, and T. R. Schwotzer.
of selected beef muscles infused with 2001. A survey of beef muscle color
a phosphate and lactate blend. South and pH. Journal of Animal Science, 79:
African Journal of Animal Sciences, 678–687.
42(4): 317–340.
Pereira, J., G. Zhou, and W. Zhang. 2016.
Huff-Lonergan, E. 2010. Chemistry and Effects of Rice Flour on Emulsion
Biochemistry of Meat. In: Handbook Stability, Organoleptic Characteristics
of Meat Processing. Fidel Toldrá (ed). and Thermal Rheology of Emulsified
Wiley-Blackwell. Pp. 5-24. Sausage. Journal of Food and Nutrition
Jayathilakan, K., K. Sultana, K. Radhakrishna, Research, 4(4): 216–222.
and A. S. Bawa. 2012. Utilization of Puolanne, E., A. R. Pösö, M. H. Ruusunen,
byproducts and waste materials from K.V. Sepponen, and M.S. Kylä-Puhju.
meat, poultry and fish processing 2002. Lactic acid in muscle and its
industries: A review. Journal of Food effects on meat quality. Proceedings of
Science and Technology, 49(3): 278– the 55th Reciprocal Meat Conference,
293. 57-62.
Joo, S-T., R. G. Kauffman, B-C. Kim, and C-J. Purslow, P. P. 2005. Intramuscular connective
Kim. 1995. The relationship between tissue and its role in meat quality. Meat
color and water‐holding capacity in Science, 70(3): 435–447.
postrigor porcine longissimus muscle.
Ranken, M. D. 2000. Handbook of Meat
Journal of Muscle Foods, 6(3): 211-
Product Technology. Blackwell
226.
Science.
Komariah., S. Rahayu, dan Sarjito. 2009.
Rotta, P. P., I. N. do Prado, R. M. do Prado,
Physical characteristics of beef, buffalo
J. L. Moletta, R. R. Silva, and D.
and lamb meat on different postmortem
Perotto. 2009. Carcass Characteristics
periods. Buletin Peternakan. 33(3):
and Chemical Composition of the
183-189.
Longissimus Muscle of Nellore, Caracu
Lawrie, R. A. 2003. Meat Science. The 6th ed. and Holstein-friesian Bulls Finished in
Terjemahan. A. Paraksi dan A. Yudha. a Feedlot. Asian-Australasian Journal
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. of Animal Sciences, 22(4): 598-604.
Listrat, A., B. Lebret, I. Louveau, T. Astruc, Samootkwam, K., S. Jaturasitha, B. Tipnate,
M. Bonnet, L. Lefaucheur, and J. A. Waritthitham, M. Wicke, and M.
Bugeon. 2016. How Muscle Structure Kreuzer. 2015. Effect of Improving
and Composition Influence Meat and Lamphun Cattle with Black Angus on
Flesh Quality. Scientific World Journal, Carcass and Meat Quality. Agriculture
2016:3182746. and Agricultural Science Procedia 5:
Marti, D. L., R. J. Johnson, and K. H. 145 – 150.
Mathews. 2011. Where’s the (Not) Schafer, A., K. Rosenvold, P. P. Purslow, H.
Meat? By products From Beef and J. Andersen, and P. Henckel. 2002.
Pork Production. A Report from the Physiological and structural events
Economic Research Service. USDA. postmortem of importance for drip loss
www.ers.usda.gov in pork. Meat Science, 61: 355–366.
Onyango, C. A., M. Izumimoto, and P. M. Shanks, B. C., D. M. Wolf, and R. J. Maddock.
Kutima. 1998. Comparison of physical 2002. Technical note: The effect of
and chemical properties of selected freezing on Warner Bratzler shear force
games meat. Meat Science, 49(1): 117-

Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.) 99


JPI Vol. 22 (1): 89-100

values of beef longissimus steak across in 18 bovine muscles. Meat Science,


several postmortem aging periods. 18(1), 23–40.
Journal of Animal Science, 80: 2122- Williams, P. G. 2007. Nutritional composition
2125. of red meat. Nutrition & Dietetics, 64
Stadnik, J. and J. Z. Dolatowski. 2011. Influence (Suppl. 4): S113–S119.
of sonication on Warner-Bratzler shear Wyrwisz, J., A. Półtorak, M. Zalewska, R.
force, colour and myoglobin of beef Zaremba, and A. Wierzbicka. 2012.
(m. semimembranosus). Eur Food Res Analysis of Relationship Between
Technol, 233:553–559. Basic Composition, pH, and Physical
Suman, S. P. and P. Joseph. 2013. Myoglobin Properties of Selected Bovine Muscles.
Chemistry and Meat Color. Annual Bulletin of the Veterinary Institute in
Review of Food Science and Pulawy, 56(3): 403–409.
Technology, 4(1): 79–99. Vasudevan, V. N. and V. Venkataramanujam.
Talmant, A., G. Monin, M. Briand, M. Dadet, 2012. Quality Characteristics of Buffalo
and Y. Briand. 1986. Activities of Cheek Meat. Journal of Veterinary
metabolic and contractile enzymes Animal Science, 43: 85-86.

100 Komposisi Kimia dan Korelasi … (Rosmawati et al.)

Anda mungkin juga menyukai