Anda di halaman 1dari 3

Perjanjian Linggarjati (11 November 1946)

Sutan Syahrir, Komisi Jendral (Wim Schermerhorn, H. J. van Mook), dan Lord Killearn dari Inggris
(mediator) berunding di Linggarjati.

Mendatangani pejanjian Linggarjati yang berisi:

1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia yaitu Jawa, Sumatera, dan Madura.

2. Bilanda harus meningalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.

(digambar aja gausah dipakein dialog)

(setelah beberapa waktu)

I gusti ngurah Rai : ada baiknya kita membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di sini untuk
mengahadang agresi Belanda. (bicara di ruang pertemuan dengan bawahan-bawahannya)

Ajudan 1 : Saya kecewa, mengapa di Pertemuan Linggarjati Bali tidak diakui sebagai bagian dari RIS?

Ajudan lainnya : Iya iya

I gusti ngurah rai : sudah sudah, apapun yang terjadi kita tetaplah harus berjuang untuk melindungi
Bali. Saya membentuk sebuah pasukan Sunda Kecil bernama Ciung Wanara.

I gusti ngurah rai : saya ingin berkonsultasi dahulu ke markas besar TKR di Yogyakarta. Ciung Wanara,
lindungilah Bali, tanah kelahiran kita dari Belanda.

Ajudan semua : Siap Kolonel!

(2-3 Maret 1946)

Belanda mendaratkan pasukkannya di Bali didukung tokoh-tokoh pro Belanda.

Belanda : untuk membentuk Negara Indonesia Timur, Bali harus dikuasai

Tentara Belanda : Siap Pak

Belanda mulai menugsaia Bali. Ciung wanara tercerai berai menjadi pasukan pasukan kecil.

Begitu I gusti ngurah rai kembali dia mengumpulkan pasukan nya kembali. belanda mengajak
ngurah rai untuk bekerja sama. Terlihat surat kapten J.M.T Kunie kepada gnurah rai. Isinya untuk
mengajak ngurah rai berunding.

Ajudan 2 : Apakah kolonel akan menerima ajakan kapten J.M.T Kunie?

Ngurah rai :tentu tidak.

Ngurah rai : soal perundingan kami serahkan pada kebijaksanaan pemimpin – pemimpin kita di Jawa.
Bali bukan tempatnya perundingan diplomasi. Dan saya bukan kompromis. Saya atas nama rakyat
hanya mengingini lenyapnya Belanda dari pulau Bali atau kami sanggup bertempur terus sampai cita
–cita kami tercapai.

(tanggal 18 November 1946)

I gusti ngurah rai :siapkan senjata! Kita akan merebut senjata polisi NICA di kota Tabanan!

Ajudan semua : siap Pak!

I gusti ngurah rai dan Ciung Wanara menyerang NICA dan penyerangan berhasil.senjata NICA banyak
yang di rebut.

Ngurah rai : pasukan! Kembali ke Desa Marga!

(setelah itu)

Belanda : kita harus menambah bala bantuan dari lombok untuk menyergap pasukan I Gusti ngurah
rai di Tabanan.

(di markas gnurah rai)

Ngurah rai : sepertinya belanda sudah menambah bala bantuan dari lombok. Pasukan kita pindahkan
ke Desa Marga.

Mereka menyusuri wilayah ujung timur Pulau bali, termasuk melintasi gunung agung.

Upaya itu diendus oleh pasukan belanda dan akhirnya mengejar mereka.

(pada tanggal 20 november 1946) di desa marga

I gusti ngurah rai melakukan longmarch ke gunung agung. Tetapi sejak pagi buta tentara belanda
sudah ada untuk mencegat pasukan ciung wanara.

Pada pukul 10.00 pagi mulailah tembak menembak antara pasukan NICA dengan pasukan ngurah rai.
Ladang jagung daerah marga berubah menjadi ladang pertempuran (ada kilasan penglihatan ladang
jagung berubah menjadi medan pertempuran).

pasukan ciung wanara berfokus dengan pertahanannya dan menunggu komando dari ngurah rai
untuk membalas serangan. Begitu tembakan tanda menyerang diletuskan, puluhan pemuda
menyeruak dari ladang jagung dan membalas sergapan tentara Indische Civil Administration (NICA)
bentukan Belanda. Dengan senjata rampasan, akhirnya Ciung Wanara berhasil memukul mundur
serdadu Belanda.

Namun ternyata pertempuran belum usai. Kali ini serdadu Belanda yang sudah terpancing emosi
berubah menjadi semakin brutal. Oleh karena itu, Belanda segera mendatangkan bantuan dari
semua tentaranya yang berada di Bali ditambah pesawat pengebom yang didatangkan dari
Makassar.
Pasukan belanda : bala bantuan datang!

Kali ini, bukan hanya letupan senjata yang terdengar, namun NICA menggempur pasukan muda I
Gusti Ngurah Rai ini dengan bom dari pesawat udara. Hamparan sawah dan ladang jagung yang
subur itu kini menjadi ladang pembantaian penuh asap dan darah. Ketika hari beranjak malam,
pertempuran itu antara pasukan Ngurah Rai dan Belanda tidak juga berhenti. Pasukan Belanda juga
kian brutal dengan menggempur pasukan Ciung Wanara dengan meriam dan bom dari pesawat
tempur.

Pasukan ngurah rai : mundur! Mundur!

Hingga akhirnya pasukan Ciung Wanara terdesak ke wilayah terbuka di area persawahan dan ladang
jagung di kawasan Kelaci, Desa Marga. Dalam kondisi terdesak itu Ngurah Rai mengeluarkan
perintah Puputan atau pertempuran habis-habisan. Dalam pandangan pejuang Bali itu, lebih baik
berjuang sebagai kesatria daripada jatuh ke tangan musuh.

Nguurah rai : mari kita bertempur sampai titik darah penghabisan!

Di dalam pertempuran yang sengit itu semua anggota pasukan Ngurah Rai bertekad tidak akan
mundur sampai titik darah penghabisan. Di sinilah pasukan Ngurah Rai mengadakan "Puputan" atau
perang habis-habisan di Desa Margarana sehingga pasukan yang berjumlah 96 orang itu semuanya
gugur, termasuk Ngurah Rai sendiri. Sebaliknya, di pihak Belanda ada lebih kurang 400 orang yang
tewas. Untuk mengenang peristiwa tersebut pada tanggal 20 November 1946 dikenal dengan perang
puputan margarana, dan kini pada bekas arena pertempuran itu didirikan Tugu Pahlawan Taman
Pujaan Bangsa

Anda mungkin juga menyukai