Anda di halaman 1dari 2

Indahnya Sebuah Persahabatan

Betapa menyenangkannya menjadi orang kaya. Hidup serba berkecukupan. Apapun yang
diinginkan akan terpenuhi. Karena semua sudah tersedia. Seperti halnya Tiyas. Seorang anak
orang kaya yang menjadi banyak sorotan, Berangkan dan pulang selalu diantar oleh supir
pribadi dan mobil mewahnya.

Meskipun bergelimang harta tiyas tidaklah menyombongkan diri. Tidak kalah dengan Tiyas,
Orang tua Tiyas juga merupakan orang yang baik dan ramah, Tidak berpatokan pada harta
dalam bergaul dan tidak membeda-bedakan orang disekelilingnya. Kawan-kawan Tiyas
sangat suka dan betah berlama-lama di rumah Tiyas karena mereka selalu disambut ramah
dan diperlakukan seperti keluarga sendiri oleh keluarga Tiyas.Tiyas memiliki seorang sahabat
yang sangat setia menemaninya dalam menghadapi lika liku kehidupan. Tidak jauh dari
rumahnya Dwi sahabat tiyas tinggal di kampung dekat rumah Tiyas, hanya saja dipisahkan
oleh RT saja. Namun sudah hampir dua minggu Dwi tidak mengunjungi Tiyas di rumahnya.

“Hmmm Dwi kemana ya mah, Biasanya hampir setiap hari Dwi main kesini. Tapi ini sudah
hampir lewat dua minggu Dwi tidak datang lagi.” Ujar Tiyas.

“Mungkin Dwi sedang sakit!” jawab Mama Tiyas.

“Ih, iya juga ya mah, siapa tahu memang Dwi lagi sakit. Kalo begitu nanti sore Tiyas mau
menengoknya” katanya dengan penuh semangat.

Sudah lima kali Tiyas mengetuk pintu rumah Dwi. Karena menunggu lama tidak kunjung
dibuka akhirnya Tiyas memberanikan diri untuk bertanya kepada tetangga tentang
menghilangnya Dwi. Benar saja, Ternyata sudah dua minggu Dwi ikut orang tuanya pulang
ke desa. Sebab ayahnya habis kena PHK. Akhirnya keluarga Dwi memutuskan untuk kembali
ke desa dan memilih menjadi petani.“Oh, kasihan sekali Dwi,” ujarnya didalam hati.

Di rumahnya, Tyas tampak melamun sambil memikirkan nasib sahabat setianya itu.
“Ada apa Yas? Kok kamu nggak seperti biasanya, malah tampak lesu dan kurang semangat.”
Papa bertanya sambil menegur.
“Dwi, Pa.” Jawab Tiyas
“Memangnya ada apa dengan Dwi sehingga membuatmu muram, Apa dia sedang sakit?”
Tyas menggeleng kepada ayah.
“Lantas kenapa?” Papa menjadi penasaran.
“Sekarang Dwi sudah pindah rumah. Kata tetangga sebelah rumahnya Dwi ikut orang tuanya
pulang ke desa. Kabarnya bapaknya habis di PHK dan memilih untuk menjadi petani”.
Sambil menatap Tiyas papa termenung memikirkan ucapan tiyas dengan rasa setengah tidak
percaya.
“Kalau Papa tidak langsung percaya, Coba tanya deh, sama Pak RT atau ke tetangga lain”
ujarnya.
“Lalu apa rencana kamu?”
“Aku harap Papa bisa menolong Dwi!”
“Maksudmu?”“Aku pengen Dwi bisa disini lagi” Tyas memohon dengan agak mendesak.
“Baik kalau itu bisa biki kamu seneng. Tapi, kamu harus bisa mencari alamat rumah Dwi
yang di desa” kata Papa.

Berkat bantuan pemilik kontrakan bekas rumah Dwi akhirnya tiga hari kemudian Tiyas
berhasil memperoleh alamat rumah Dwi yang berada di desa. Ia merasa sangat senang.
Kemudian Papa bersama dengan Tiyas datang ke rumah Dwi di sebuah desa terpencil dan
lokasi rumahnya masih masuk ke dalam lagi. Bisa di tempuh dengan jalan kaki dua
kilometer. Kedatangan kami disambut orang tua Dwi dan Dwi sendiri. Betapa gembira hati
Dwi ketika bertemu dengan Tiyas. Mereka berpelukan cukup lama untuk melepas rasa rindu.
pada awalnya Dwi sangat kaget dengan kedatangan Tiyas secara tiba-tiba.
“Maaf ya Yas. Aku tak sempat memberi kabar ke kamu kalo aku mau pindah”
“Ah, tidak apa-apa. Yang penting aku sudah ketemu kamu dan merasa senang.”

Setelah berbincang cukup lama, Papa menjelaskan tujuan kedatangan mereka kepada orang
tua Dwi. Ternyata orang tua Dwi tidak keberatan, mereka menyerahkan segala keputusan
kepada Dwi sendiri.
“Begini, Dwi, kedatangan kami kemari, ingin mengajak kamu untuk ikut kami ke Surabaya.
Kami menganggap kamu itu sudah seperti keluarga kami sendiri. Gimana Dwi, apakah kamu
bersedia ikut?” Tanya Papa.
“Soal sekolahmu,” lanjut Papa, “kamu nggak usah khawatir. Sseluruh biaya pendidikanmu
biar papa yang menanggung.”
“Baiklah kalau memang Bapak dan Tiyas menghendaki saya ikut, saya mau pak. Saya juga
mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak yang mau membantu saya dan
keluarga saya.”

Kemudian Tiyas bangkit dari tempat duduk lalu mendekat memeluk Dwi. Tampak mata Tyas
berkaca-kaca tidak kuat menahan kebahagiaan. Kini Dwi tinggal di rumah Tiyas. Sementara
orang tuanya tetap tinggal di desa. Selain untuk mengerjakan sawah, mereka juga merawat
nenek Dwi yang sudah semakin tua.

Anda mungkin juga menyukai