konsepsi RBBR (risk based bank ratings) terhadap nilai perusahaan. Faktor risk
dilakukan oleh Yildirim dan Ildokuz (2020) yang telah menganalisis pengaruh
ROA namun masih memiliki keterbatasan dalam hal penggunaan konstruk yang
berbasis model CAMELS yang kini sudah tergantikan oleh konsep RBBR. Di
samping itu, Yildirim dan Ildokuz (2020) memisahkan komponen pada model
satu kesatuan integral dan utuh bila dikehendaki sebagai suatu kajian ilmiah.
55
Konsekuensinya penelitian Yildirim dan Ildokuz (2020) menjadi tidak jelas, baik
dalam kajian nya berfokus pada isu profitabilitas dalam meninjau kinerja
difokuskan juga pada nilai pasar perusahaan. Yildirim dan Ildokuz (2020) dalam
Untuk itu maka akan digunakan rasio Tobin’s Q dalam mengukur nilai
Tobin’s Q juga menghitung aktiva tak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan,
sehingga aktiva yang tercerminkan dalam rasio ini juga lebih lengkap. Disamping
itu, Tobin’s Q mencerminkan sentimen pasar, seperti analisis yang dilihat dari
sisi firm value sebagai isu sentral. Penelitian relevan untuk kajian ini telah
56
Risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional merupakan standar
minimum dari faktor profil risiko perbankan yang ditetapkan oleh Basel
RGEC hanya akan berfokus pada ketiga faktor risiko tersebut, di samping
sebelumnya.
Teori Consumer credit risk digunakan untuk mengkaji faktor risiko kredit
Consumer credit risk dikembangkan oleh McNab dan Taylor (2008), Arslan dan
Karan (2010) serta Rossi (2012). Dalam bukunya Rossi (2012) membahas
Akibatnya terjadi gangguan arus kas dan peningkatan biaya untuk penagihan.
Pada gilirannya hal ini dapat mempengaruhi jumlah dana pada perusahaan,
diharapkan variabel risiko kredit yang diukur dengan rasio NPF memengaruhi
salah satu instrumen penilaian kinerja sebuah bank syariah yang menjadi
akan menjadi salah satu penentu keputusan investasi di pasar modal untuk
57
berinvestasi pada pilihan saham perbankan. Dalam konteks ini, kredit atau
Argumentasi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan
Wirakusuma (2018), Prabawati et al. (2021) serta Hakim dan Sugianto (2018)
Teori foreign exchange risk akan digunakan untuk mengkaji risiko pasar.
Teori ini pertama kali dikenal melalui karya Jacque (1978) pasca meledaknya
volatilitas harga mata uang yang telah merevolusi teori dan praksis manajemen
risiko nilai tukar. Foreign exchange risk mempelajari risiko yang timbul dari
pergerakan pasar potensial dalam nilai tukar. Nilai pendapatan masa depan
dalam mata uang asing memiliki kerentanan karena mata uang dapat mungkin
tersebut, maka variabel risiko pasar dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio
Posisi Devisa Neto dalam valuta utama terhadap total modal. Diharapkan
variabel risiko pasar dalam penelitian ini dapat menjelaskan variabel Tobin’s Q,
karena terkait dengan fluktuasi nilai tukar yang dapat mengganggu stabilitas
dilakukan oleh Al-Dubai (2021), Odubasi et al. (2020), Handayani et al. (2019),
Muriithi et al (2016), Syafii et al. (2016) dan Koluku et al. (2015) sebagai
dukungan empiris.
umumnya masih berlandaskan pada konsepsi awal yang bersumber dari Basel
58
Committee on Banking Supervision mengenai risiko operasional. Pengukurannya
income dipandang sebagai metode standar atau basic indicator approach. Gross
income dijadikan proksi untuk skala operasi bisnis dan dengan demikian skala
Valipour et al. (2012) telah mengkaji Gross income dalam mengukur risiko
Selain profil risiko, faktor tata kelola juga menjadi komponen RGEC yang
diteliti. Agency theory digunakan untuk mengkaji faktor tata kelola. Agency theory
dikembangkan oleh Jansen dan Meckling (1976). Agency theory digunakan untuk
Penelitian yang dilakukan oleh Mollah dan Zaman (2015), Lestari dan
Wirakusuma (2018), Prabawati et al. (2021), Nawaz (2017), Kadim et al. (2018),
dan Ningsih et al. (2021) telah menguji pengaruh aspek GCG terhadap Tobin’s Q
tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah. Nawaz (2017), Mollah
dan Zaman (2015) secara spesifik mengacu pada ukuran dewan pengawas
59
syariah merupakan keunikan dari perbankan syariah dari sisi struktur tata kelola
Prabawati et al. (2021), Lestari dan Wirakusuma (2018) serta Mollah dan Zaman
faktor rentabilitas. Teori ini dikembangkan oleh Mukherjee (2002) dan Amit
menjadi lebih efisien daripada yang lain dalam hal manajemen operasi produktif
secara efisien. Dalam penelitian ini diharapkan ROA dapat memengaruhi nilai
semakin banyak laba yang dapat dialihkan, dan semakin tinggi nilai perusahaan.
Sebagai dukungan empiris, Lestari dan Wirakusuma (2018), Hadi et al. (2018),
Damayanti et al. (2019), Wahongan (2019), Prabawati et al. (2021) serta Larasati
60
Teori risk capital digunakan dalam penelitian ini untuk mengkaji faktor
permodalan. Teori risk capital dikembangkan oleh Merton dan Perold (1993),
Pyka dan Nocon (2021), serta Erel et al. (2021). Teori risk capital digunakan
untuk mempelajari jumlah modal yang disisihkan dan dipelihara oleh bank untuk
menutupi berbagai jenis risiko. Teori risk capital mengindikasikan bahwa modal
lainnya dari perusahaan. Lebih banyak modal risiko berarti kualitas kredit lebih
tinggi. Bagi bank, modal risiko digunakan sebagai penyangga terhadap klaim
atau pengeluaran dalam hal modal biasa tidak cukup untuk menutupinya.
Dengan demikian, modal risiko juga dapat dikenali sebagai modal penanggung
risiko atau dana surplus. Modal risiko dapat menghasilkan biaya yang sangat
tinggi, tetapi di sisi lain melindungi dari kebangkrutan. Berkorelasi dengan teori
risk capital, maka indicator Capital adequacy ratio (CAR) dianggap relevan
sebagai tolak ukur kajian permodalan pada penelitian ini. Sebab CAR mengukur
kemampuan bank untuk melihat risiko kerugian yang akan dihadapi dan
antara jumlah modal dengan aset tertimbang menurut risiko. Pada gilirannya nilai
dilakukan oleh Lestari dan Wirakusuma (2018), Prakarsa et al. (2020), serta
61
Selanjutnya, untuk mengakomodasi rekomendasi Yildirim dan Ildokuz
indikator GDP. Teori yang akan digunakan yaitu teori pertumbuhan ekonomi
Domar, Schumpeter, dan Robert Solow. Teori ini digunakan untuk mempelajari
tingkat tabungan dapat menentukan modal dalam proses produksi. Sama halnya,
semakin tinggi tingkat tabungan, maka semakin tinggi pula modal dan output
penghimpun dan penyalur modal masyarakat. Kinerja yang baik pada gilirannya
(2018), Sangkyun (1997), Hooker (2004), Nurlaily et al. (2013), Kewal (2012) dan
perusahaan.
menggunakan theory of the firm. Teori ini dikembangkan oleh Weston dan
62
Copeland (1997), Salvatore (2005), Brealey et al. (2007), Kantarelis (2007), serta
Brigham dan Houston (2011). Teori ini digunakan untuk mempelajari sifat
digunakan dalam penelitian ini, theory of the firm tetap bahwa diharapkan Tobin’s
Penelitian yang telah dilakukan oleh Rohali et al. (2021), Larasati dan
Achmad (2021), Prabawati et al. (2021), Ningsih et al. (2021), Prakarsa et al.
(2018), Hakim dan Sugianto (2018), Hadi et al. (2018) telah menggunakan rasio
63
Secara lebih rinci penelitian ini dimaksudkan untuk menguji: (i) pengaruh
risiko pembiayaan yang diproksikan oleh Non Performing Loan, (ii) pengaruh
risiko pasar yang diproksikan oleh rasio Posisi Devisa Neto dalam valuta utama
terhadap total modal, pengaruh risiko operasional yang diproksikan oleh gross
oleh return on asset (ROA), (v) pengaruh permodalan yang diproksikan oleh
capital adequacy ratio (CAR) dan (vi) pengaruh variabel makroekonomi yang
diproksikan oleh gross domestic product (GDP) terhadap nilai perusahaan yang
diproksikan atas Tobins Q. Secara teoritis dan empiris seluruh indicator variabel
tersebut berkaitan erat dengan nilai perusahaan yang diproksikan atas Tobins Q.
Non-Performing
CREDIT RISK
Financing (X1)
H1
RISK foreign exchange to NILAI
MARKET RISK
PROFILE PERUSAHAAN
equity (X2) H2
OPERATIONAL
Gross Income (X3) H3
RISK Tobins Q
H4 (Y)
GCG Ukuran DPS (X4)
H5
Capital adequacy H7
CAPITAL
ratio (X6)
mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima, sesuai jangka waktu yang telah
ditentukan. Risiko kredit pada penelitian ini diukur dengan Non Performing
financing (NPF). Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin buruknya kualitas
besar. Berdasarkan teori consumer credit risk, Rossi (2012) berpendapat bahwa
argumen tersebut dan asumsi-asumsi mengenai consumer credit risk, dalam hal
risiko kredit, peneliti menyatakan bahwa risiko kredit akan berdampak pada
gangguan arus kas dan peningkatan biaya untuk penagihan, selanjutnya dapat
65
Hakim dan Sugianto (2018), Lestari dan Wirakusuma (2018) serta Prabawati et
al. (2021) risiko kredit yang diproksikan oleh rasio Non-Performing Financing
oleh Tobins Q. Dari beberapa penjelasan dan penelitian terdahulu maka peneliti
nilai perusahaan
menyatakan bahwa risiko pasar adalah risiko perubahan nilai posisi keuangan
akibat perubahan nilai komponen yang mendasari posisi itu, seperti harga saham
atau nilai tukar. Potensi risiko ini karena besarnya penyimpangan antara tingkat
tidak menentu dari harga sekuritas atau fluktuasi nilai tukar, sehingga berdampak
dapat berimplikasi negatif pada nilai perusahaan di Bursa. Hal ini searah dengan
didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Muritthi et al. (2016), Odubasi
et al. (2020) dan Al-Dubai et al (2021) yang menemukan bahwa risiko pasar yang
66
didasari oleh risiko nilai tukar berpengaruh negatif secara signifikan terhadap nilai
nilai perusahaan
apabila terjadi kesalahan dalam proses dalam upaya mencapai target tersebut
berfungsinya prosedur kerja, atau akibat faktor eksternal. Suatu event terkait
pada bank lain sehingga bank tidak lagi mendapatkan sentimen positif oleh
eksposur risiko operasional pada bank. Gross income yaitu pendapatan margin
bersih dan pendapatan non margin dari perusahaan atau bank yang
67
berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Temuan
tersebut bertolak belakang dengan temuan Cummins et al. (2006) dan Ko et al.
perusahaan
masalah keagenan yang timbul dari pemisahan kepemilikan dan kontrol. Maka,
syariah dan kurang berisiko. Hal ini pada gilirannya dapat berdampak pada
Mollah dan Zaman (2015) serta Baklouti (2020), yang menunjukkan bahwa
Perusahaan
menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan pada suatu periode
akuntansi. Kinerja perbankan yang baik dapat dilihat dari kemampuannya dalam
namun ada beberapa investor yang menganggap jika perusahaan paling baik
pada argumen Mukherjee (2002) dan Amit (2017) dalam hal laba ekonomi
dari informasi tersebut yang menarik sentimen positif investor terhadap nilai
dilakukan oleh Prabawati et al. (2021), Larasati dan Achmad (2021), Damayanti
et al. (2019), Wahongan (2019), Lestari dan Wirakusuma (2018), dan Hadi et al.
Perusahaan
modal bank. Berdasarkan teori risk capital, Pyka dan Nocon (2021) berpendapat
bahwa risk capital atau capital at risk mengacu pada jumlah modal yang
disisihkan dan dipelihara oleh bank untuk menutupi berbagai jenis risiko. Bagi
pengeluaran dalam hal modal biasa tidak cukup untuk menutupinya. Dengan
demikian, modal risiko juga dapat dikenali sebagai modal penanggung risiko.
Dalam penelitian ini aspek permodalan atau capital diukur menggunakan Capital
Adequacy Ratio (CAR). Merujuk pada argumen Merton dan Perold (1993), Erel,
et al. (2014), serta Pyka dan Nocon (2021), dalam hal risk capital, peneliti
kecukupan modalnya untuk menjaga kualitas bank agar tetap sehat sehingga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Wirakusuma (2018),
70
Prakarsa et al (2020), dan Prabawati et al. (2021). Dari beberapa penjelasan dan
H6: Capital Adequacy Ratio berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai
perusahaan
menggunakan sisa uangnya untuk tujuan investasi dan atau tabungan melalui
layanan yang disediakan oleh bank umum. Selain itu, setelah menempatkan
dana mereka ke bank untuk tujuan tabungan atau investasi yang dapat
daya tarik bagi investor untuk membeli saham perusahaan. Dalam penelitiannya,
Mohammad et al. (2019), Said dan Ali (2016), Ali et al. (2011) dan Chua (2013)
keuangan perbankan. Hadi et al. (2018), Hooker (2004) dan Sangkyun (1997)
H7: Gross Domestic Product berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai
perusahaan.
71