Anda di halaman 1dari 17

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka koseptual penelitian ini berdasarkan paradigma pemikiran

terhadap manajemen keuangan sebagai pondasi ilmiah. Kajian teoritis dan

empirik dijadikan dasar untuk merumuskan masalah, tujuan dan hipotesis

penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis peranan

komponen-komponen yang tercakup sebagai aspek kesehatan bank dalam

konsepsi RBBR (risk based bank ratings) terhadap nilai perusahaan. Faktor risk

(risiko), governance (tata kelola), earnings (rentabilitas), dan capital

(permodalan) merupakan komponen kajian dalam RBBR. Disamping itu

diakomodasi pula faktor makroekonomi yang memiliki dukungan empiris atau

dari penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian penelitian ini.

Gagasan penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Yildirim dan Ildokuz (2020) yang telah menganalisis pengaruh

konstruk kesehatan bank terhadap kinerja profitabilitas yang diproksikan atas

ROA namun masih memiliki keterbatasan dalam hal penggunaan konstruk yang

berbasis model CAMELS yang kini sudah tergantikan oleh konsep RBBR. Di

samping itu, Yildirim dan Ildokuz (2020) memisahkan komponen pada model

CAMELS sebagai konstruk kesehatan bank dalam analisisnya dengan

memposisikan Earnings sebagai faktor dependen dan komponen CAMLS

lainnya sebagai faktor independen. Padahal aspek kesehatan bank merupakan

satu kesatuan integral dan utuh bila dikehendaki sebagai suatu kajian ilmiah.

55
Konsekuensinya penelitian Yildirim dan Ildokuz (2020) menjadi tidak jelas, baik

itu dilihat dari sudut pandang regulasi dan praktis.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Yildirim dan Ildokuz (2020)

dalam kajian nya berfokus pada isu profitabilitas dalam meninjau kinerja

perusahaan. Dalam penelitian ini kajian mengenai kinerja perusahaan akan

difokuskan juga pada nilai pasar perusahaan. Yildirim dan Ildokuz (2020) dalam

mengkaji isu profitabilitas menggunakan indicator ROA yang meninjau

profitabilitas dari sisi efisiensi penggunaan total asset perbankan untuk

menghasilkan laba. Penelitian ini akan menganalisis nilai pasar perusahaan

terkait dengan nilai instrinsiknya sebagai isu sentral penelitian.

Untuk itu maka akan digunakan rasio Tobin’s Q dalam mengukur nilai

perusahaan, karena perhitungan Tobin’s Q memperhitungkan kinerja

perusahaan melalui potensi perkembangan harga saham, potensi kemampuan

manajer dalam mengelola aktiva perusahaan dan potensi pertumbuhan investasi.

Tobin’s Q mencerminkan aset dari suatu perusahaan secara keseluruhan karena

Tobin’s Q juga menghitung aktiva tak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan,

sehingga aktiva yang tercerminkan dalam rasio ini juga lebih lengkap. Disamping

itu, Tobin’s Q mencerminkan sentimen pasar, seperti analisis yang dilihat dari

prospek perusahaan atau spekulasi. Tobin’s Q menggunakan neraca sebagai

basis penghitungan, sehingga permasalahan yang berhubungan dengan tingkat

keuntungan atau biaya marjinal pun dapat terhindari.

Meskipun penelitian Yildirim dan Ildokuz (2020) dalam kajian aspek

kesehatan bank sama sekali tidak mempertimbangkan prospek perusahaan dari

sisi firm value sebagai isu sentral. Penelitian relevan untuk kajian ini telah

tersedia sebagai dukungan empiris.

56
Risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional merupakan standar

minimum dari faktor profil risiko perbankan yang ditetapkan oleh Basel

Committee on Banking Supervision sehingga fokus kajian profil risiko berbasis

RGEC hanya akan berfokus pada ketiga faktor risiko tersebut, di samping

adanya dukungan empiris dari previous study yang telah disebutkan

sebelumnya.

Teori Consumer credit risk digunakan untuk mengkaji faktor risiko kredit

atau pembiayaan pada perbankan syariah. Berdasarkan studi literatur, teori

Consumer credit risk dikembangkan oleh McNab dan Taylor (2008), Arslan dan

Karan (2010) serta Rossi (2012). Dalam bukunya Rossi (2012) membahas

mengenai consumer credit risk yang berkenaan dengan ketidakmampuan

nasabah selaku konsumen, untuk membayar (default) pada produk kredit

konsumen. Teori consumer credit risk mengindikasikan tentang kemungkinan

kehilangan yang dialami oleh bank selaku kreditur karena kemungkinan

peminjam atau debitur bank tidak membayar kembali pinjaman tersebut.

Akibatnya terjadi gangguan arus kas dan peningkatan biaya untuk penagihan.

Pada gilirannya hal ini dapat mempengaruhi jumlah dana pada perusahaan,

mengganggu kinerja keuangan sehingga berimplikasi pada penurunan harga

sahamnya. Sebagaimana dalam penelitian ini, teori ini tetap sehingga

diharapkan variabel risiko kredit yang diukur dengan rasio NPF memengaruhi

variabel dependen yang diproksikan dengan Tobin’s Q. Rasio NPF merupakan

salah satu instrumen penilaian kinerja sebuah bank syariah yang menjadi

interpretasi penilaian pada aktiva produktif, khususnya dalam penilaian

pembiayaan bermasalah. Sehingga dapat diasumsikan bahwa tingkat rasio ini

akan menjadi salah satu penentu keputusan investasi di pasar modal untuk

57
berinvestasi pada pilihan saham perbankan. Dalam konteks ini, kredit atau

pembiayaan bermasalah turut menjadi faktor yang menentukan nilai perusahaan.

Argumentasi ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan

Wirakusuma (2018), Prabawati et al. (2021) serta Hakim dan Sugianto (2018)

yang menunjukkan pengaruh negatif yang signifikan pembiayaan (kredit)

bermasalah terhadap nilai perusahaan.

Teori foreign exchange risk akan digunakan untuk mengkaji risiko pasar.

Teori ini pertama kali dikenal melalui karya Jacque (1978) pasca meledaknya

volatilitas harga mata uang yang telah merevolusi teori dan praksis manajemen

risiko nilai tukar. Foreign exchange risk mempelajari risiko yang timbul dari

pergerakan pasar potensial dalam nilai tukar. Nilai pendapatan masa depan

dalam mata uang asing memiliki kerentanan karena mata uang dapat mungkin

melemah dengan segera (Steiner, 2002). Eksposur foreign exchange, jika

dibiarkan, dapat menggagalkan daya saing dan kemampuan perusahaan untuk

mencapai margin keuntungan (Jankensgård et al., 2020). Sebagaimana uraian

tersebut, maka variabel risiko pasar dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio

Posisi Devisa Neto dalam valuta utama terhadap total modal. Diharapkan

variabel risiko pasar dalam penelitian ini dapat menjelaskan variabel Tobin’s Q,

karena terkait dengan fluktuasi nilai tukar yang dapat mengganggu stabilitas

keuangan perusahaan, khususnya di pasar modal. Kajian ini sebelumnya telah

dilakukan oleh Al-Dubai (2021), Odubasi et al. (2020), Handayani et al. (2019),

Muriithi et al (2016), Syafii et al. (2016) dan Koluku et al. (2015) sebagai

dukungan empiris.

Adapun kajian risiko operasional terhadap nilai perusahaan di bursa

umumnya masih berlandaskan pada konsepsi awal yang bersumber dari Basel

58
Committee on Banking Supervision mengenai risiko operasional. Pengukurannya

dengan pendekatan metode standar dan pendekatan metode internal. Gross

income dipandang sebagai metode standar atau basic indicator approach. Gross

income dijadikan proksi untuk skala operasi bisnis dan dengan demikian skala

kemungkinan eksposur risiko operasional dalam masing-masing lini bisnis.

Valipour et al. (2012) telah mengkaji Gross income dalam mengukur risiko

operasional perusahaan untuk selanjutnya menunjukkan hasil penelitian

hubungan gross income dan nilai perusahaan.

Selain profil risiko, faktor tata kelola juga menjadi komponen RGEC yang

diteliti. Agency theory digunakan untuk mengkaji faktor tata kelola. Agency theory

dikembangkan oleh Jansen dan Meckling (1976). Agency theory digunakan untuk

mempelajari hubungan keagenan sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan

prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Agency theory

mengindikasikan bahwa masalah keagenan mungkin timbul dari pemisahan

kepemilikan dan kontrol. Karenanya mempengaruhi nilai korporasi. Sehingga

diperlukan tata kelola perusahaan untuk menyelaraskan masalah keagenan ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Mollah dan Zaman (2015), Lestari dan

Wirakusuma (2018), Prabawati et al. (2021), Nawaz (2017), Kadim et al. (2018),

dan Ningsih et al. (2021) telah menguji pengaruh aspek GCG terhadap Tobin’s Q

perbankan. Aspek governance structure menjadi Indikator GCG dalam

penelitian-penelitian tersebut. Governance structure merupakan salah satu

komponen GCG yang dinilai sesuai peraturan OJK Nomor 8/POJK.03/2014

tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah. Nawaz (2017), Mollah

dan Zaman (2015) secara spesifik mengacu pada ukuran dewan pengawas

syariah dalam memproksikan variabel GCG. Keberadaan dewan pengawas

59
syariah merupakan keunikan dari perbankan syariah dari sisi struktur tata kelola

nya. Eksistensi dewan tersebut akan melegitimasi perbankan selaku emiten

mengenai kepatuhan syariah dari perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh

Prabawati et al. (2021), Lestari dan Wirakusuma (2018) serta Mollah dan Zaman

(2015) menunjukkan bahwa GCG berpengaruh positif secara signifikan terhadap

nilai Tobin’s Q perbankan.

Compensatory theory digunakan dalam penelitian ini untuk mengkaji

faktor rentabilitas. Teori ini dikembangkan oleh Mukherjee (2002) dan Amit

(2017). Compensatory theory digunakan untuk mempelajari eksistensi laba

ekonomi. Compensatory theory mengindikasikan bahwa sebagian perusahaan

menjadi lebih efisien daripada yang lain dalam hal manajemen operasi produktif

dan berhasil memenuhi kebutuhan konsumen. Perusahaan dengan tingkat

efisiensi rata-rata memperoleh tingkat pengembalian rata-rata. Perusahaan

dengan keterampilan manajerial yang lebih tinggi dan efisiensi produksi

diharuskan untuk dikompensasikan dengan keuntungan di atas normal (laba

ekonomi). Berkorelasi dengan Compensatory theory, Return On Asset

(ROA) menjadi alat analisis yang mengukur kinerja manajemen perusahaan

dalam mendapatkan laba menyeluruh dengan memanfaatkan asset perusahaan

secara efisien. Dalam penelitian ini diharapkan ROA dapat memengaruhi nilai

Tobin’s Q perbankan. Sebab semakin besar profitabilitas suatu perusahaan,

semakin banyak laba yang dapat dialihkan, dan semakin tinggi nilai perusahaan.

Sebagai dukungan empiris, Lestari dan Wirakusuma (2018), Hadi et al. (2018),

Damayanti et al. (2019), Wahongan (2019), Prabawati et al. (2021) serta Larasati

dan Achmad (2021) menunjukkan bahwa ROA berpengaruh positif secara

signifikan terhadap Tobin’s Q perbankan.

60
Teori risk capital digunakan dalam penelitian ini untuk mengkaji faktor

permodalan. Teori risk capital dikembangkan oleh Merton dan Perold (1993),

Pyka dan Nocon (2021), serta Erel et al. (2021). Teori risk capital digunakan

untuk mempelajari jumlah modal yang disisihkan dan dipelihara oleh bank untuk

menutupi berbagai jenis risiko. Teori risk capital mengindikasikan bahwa modal

risiko untuk memberikan jaminan kepada kreditur dan pemegang kewajiban

lainnya dari perusahaan. Lebih banyak modal risiko berarti kualitas kredit lebih

tinggi. Bagi bank, modal risiko digunakan sebagai penyangga terhadap klaim

atau pengeluaran dalam hal modal biasa tidak cukup untuk menutupinya.

Dengan demikian, modal risiko juga dapat dikenali sebagai modal penanggung

risiko atau dana surplus. Modal risiko dapat menghasilkan biaya yang sangat

tinggi, tetapi di sisi lain melindungi dari kebangkrutan. Berkorelasi dengan teori

risk capital, maka indicator Capital adequacy ratio (CAR) dianggap relevan

sebagai tolak ukur kajian permodalan pada penelitian ini. Sebab CAR mengukur

kemampuan bank untuk melihat risiko kerugian yang akan dihadapi dan

memenuhi kebutuhan deposan dan kreditur lain dengan cara membandingkan

antara jumlah modal dengan aset tertimbang menurut risiko. Pada gilirannya nilai

CAR yang baik diharapkan berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat

dan investor terhadap perbankan, yang dicerminkan dari harga saham

perbankan. Karena adanya kecukupan modal bank yang memadai dalam

menampung risiko kerugian. Sebagai dukungan empiris, penelitian yang telah

dilakukan oleh Lestari dan Wirakusuma (2018), Prakarsa et al. (2020), serta

Prabawati et al. (2021) menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif dan

signfikan terhadap Tobin’s Q perbankan.

61
Selanjutnya, untuk mengakomodasi rekomendasi Yildirim dan Ildokuz

(2020) agar memasukkan variabel tambahan di samping konstruk kesehatan

bank. Maka, dalam penelitian ini dimasukkan variabel makroekonomi dengan

indikator GDP. Teori yang akan digunakan yaitu teori pertumbuhan ekonomi

neoklasik. Teori pertumbuhan ekonomi neoklasik dikembangkan oleh Harold

Domar, Schumpeter, dan Robert Solow. Teori ini digunakan untuk mempelajari

peningkatan aktivitas perekonomian di tengah masyarakat yang menyebabkan

kenaikan produksi barang dan jasa, serta berujung pada bertambahnya

pendapatan nasional. Teori ini mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang

tingkat tabungan dapat menentukan modal dalam proses produksi. Sama halnya,

semakin tinggi tingkat tabungan, maka semakin tinggi pula modal dan output

yang dihasilkan. Sebagaimana digunakan dalam penelitian ini, diharapkan faktor

GDP dapat mempengaruhi Tobin’s Q perbankan. Karena, GDP berkaitan dengan

perilaku menabung. GDP yang bertumbuh sekaligus dapat mempengaruhi

profitabilitas bank. Artinya, yakni apabila GDP meningkat maka pendapatan

masyarakat akan meningkat sehingga kemampuan menabung juga meningkat.

Peningkatan tabungan ini akan mempengaruhi kinerja bank sebagai lembaga

penghimpun dan penyalur modal masyarakat. Kinerja yang baik pada gilirannya

akan meningkatkan nilai pasar perbankan, karena menarik perhatian investor

untuk berinvestasi. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Hadi et al.

(2018), Sangkyun (1997), Hooker (2004), Nurlaily et al. (2013), Kewal (2012) dan

Rosyadi et al. (2014) yang menunjukkan pengaruh GDP terhadap nilai

perusahaan.

Sebagai isu sentral dalam penelitian ini, nilai perusahaan dikaji

menggunakan theory of the firm. Teori ini dikembangkan oleh Weston dan

62
Copeland (1997), Salvatore (2005), Brealey et al. (2007), Kantarelis (2007), serta

Brigham dan Houston (2011). Teori ini digunakan untuk mempelajari sifat

perusahaan, atau korporasi, termasuk keberadaannya, perilaku, struktur, dan

hubungannya dengan pasar. Teori ini mengindikasikan bahwa tujuan utama

suatu perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan (value of the firm)

tersebut, karena akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham

sehingga perusahaan ada dan membuat keputusan untuk memaksimalkan

keuntungan. Semakin tinggi nilai perusahaaan menggambarkan semakin

sejahtera pemilik perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menyebabkan tingkat

kepercayaan investor kepada perusahaan tersebut juga semakin tinggi,

dikarenakan penilaian investor mengenai prospek perusahaan. Sebagaimana

digunakan dalam penelitian ini, theory of the firm tetap bahwa diharapkan Tobin’s

Q dianggap relevan untuk memproksikan nilai perusahaan. Rasio Tobin’s Q

dinilai dapat memberikan informasi paling baik diantara pengukuran nilai

perusahaan lainnya karena ukuran ini mampu menggambarkan beragam gejala

aktivitas perusahaan, contohnya adanya pertentangan cross-sectional saat

mengambil keputusan berinvestasi dengan diversifikasi, hubungan antara

kepemilikan saham manajemen dengan nilai perusahaan, antara kinerja

manajemen dengan dividen serta kebijakan pendanaan.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Rohali et al. (2021), Larasati dan

Achmad (2021), Prabawati et al. (2021), Ningsih et al. (2021), Prakarsa et al.

(2020), Damayanti et al. (2019), Wahongan (2019), Lestari dan Wirakusuma

(2018), Hakim dan Sugianto (2018), Hadi et al. (2018) telah menggunakan rasio

Tobins Q dalam mengukur nilai perusahaan.

63
Secara lebih rinci penelitian ini dimaksudkan untuk menguji: (i) pengaruh

risiko pembiayaan yang diproksikan oleh Non Performing Loan, (ii) pengaruh

risiko pasar yang diproksikan oleh rasio Posisi Devisa Neto dalam valuta utama

terhadap total modal, pengaruh risiko operasional yang diproksikan oleh gross

income, (iii) pengaruh Good Corporate Governance yang diproksikan oleh

ukuran dewan pengawas syariah, (iv) pengaruh rentabilitas yang diproksikan

oleh return on asset (ROA), (v) pengaruh permodalan yang diproksikan oleh

capital adequacy ratio (CAR) dan (vi) pengaruh variabel makroekonomi yang

diproksikan oleh gross domestic product (GDP) terhadap nilai perusahaan yang

diproksikan atas Tobins Q. Secara teoritis dan empiris seluruh indicator variabel

tersebut berkaitan erat dengan nilai perusahaan yang diproksikan atas Tobins Q.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mencoba mengembangkan

kerangka konseptual penelitian ini. Jelasnya kerangka konseptual penelitian ini,

disajikan pada Gambar 3.1 sebagai berikut.

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Non-Performing
CREDIT RISK
Financing (X1)
H1
RISK foreign exchange to NILAI
MARKET RISK
PROFILE PERUSAHAAN
equity (X2) H2

OPERATIONAL
Gross Income (X3) H3
RISK Tobins Q
H4 (Y)
GCG Ukuran DPS (X4)
H5

EARNING Return on asset (X5)


H6

Capital adequacy H7
CAPITAL
ratio (X6)

MACRO Gross domestic


ECONOMIC product (X7)
64
3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan beberapa asumsi yang telah

dikemukakan terdahulu dapat dirumuskan hipotesis yang merupakan dugaan

sementara. Penulis merumuskan hipotesis berkenaan dengan masalah yang

diteliti sebagai berikut:

3.2.1 Pengaruh Risiko Pembiayaan yang diproksikan oleh Non-Performing

Financing Terhadap Nilai Perusahaan

Risiko kredit atau risiko pembiayaan dalam perbankan syariah merupakan

suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah dalam

mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima, sesuai jangka waktu yang telah

ditentukan. Risiko kredit pada penelitian ini diukur dengan Non Performing

financing (NPF). Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin buruknya kualitas

pembiayaan bank yang menyebabkan jumlah pembiayaan bermasalah semakin

besar. Berdasarkan teori consumer credit risk, Rossi (2012) berpendapat bahwa

risiko kredit timbul karena ketidakmampuan nasabah selaku konsumen, untuk

membayar (default) pada produk kredit konsumen. Merujuk pada eksistensi

argumen tersebut dan asumsi-asumsi mengenai consumer credit risk, dalam hal

risiko kredit, peneliti menyatakan bahwa risiko kredit akan berdampak pada

menurunnya kepercayaan investor dalam berinvestasi pada perbankan tersebut,

karena kinerja pengelolaan pembiayaan yang dianggap rendah. Karena debitur

berpotensi tidak membayar kembali pinjaman tersebut. Akibatnya terjadi

gangguan arus kas dan peningkatan biaya untuk penagihan, selanjutnya dapat

mengurangi jumlah dana pada perusahaan, sehingga berimplikasi pada

penurunan harga sahamnya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh

65
Hakim dan Sugianto (2018), Lestari dan Wirakusuma (2018) serta Prabawati et

al. (2021) risiko kredit yang diproksikan oleh rasio Non-Performing Financing

pengaruh negatif secara siginifikan terhadap nilai perusahaan yang diproksikan

oleh Tobins Q. Dari beberapa penjelasan dan penelitian terdahulu maka peneliti

merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Non-Performing Financing berpengaruh negatif secara signifikan terhadap

nilai perusahaan

3.2.2 Pengaruh Risiko Pasar yang diproksikan atas foreign exchange to

equity Terhadap Nilai Perusahaan

Mcnail, Frey, dan Embrechts (2005:374) dalam Koluku et al. (2015)

menyatakan bahwa risiko pasar adalah risiko perubahan nilai posisi keuangan

akibat perubahan nilai komponen yang mendasari posisi itu, seperti harga saham

atau nilai tukar. Potensi risiko ini karena besarnya penyimpangan antara tingkat

pengembalian yang diharapkan dengan tingkat yang sebenarnya akibat kondisi

tidak menentu dari harga sekuritas atau fluktuasi nilai tukar, sehingga berdampak

pada kegiatan investasi karena akan mempengaruhi semua saham. Berdasarkan

teori foreign exchange, Jankensgård et al. (2020) berpendapat bahwa eksposur

foreign exchange, jika dibiarkan, dapat menggagalkan daya saing dan

kemampuan perusahaan untuk mencapai margin keuntungan, sehingga risiko ini

dapat berimplikasi negatif pada nilai perusahaan di Bursa. Hal ini searah dengan

pendapat Handayani et al. (2019) yang meneranngkan bahwa peningkatan risiko

pasar membuat investor kurang tertarik pada saham. Argumentasi tersebut

didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Muritthi et al. (2016), Odubasi

et al. (2020) dan Al-Dubai et al (2021) yang menemukan bahwa risiko pasar yang

66
didasari oleh risiko nilai tukar berpengaruh negatif secara signifikan terhadap nilai

perusahaan. Dari beberapa penjelasan dan penelitian terdahulu maka peneliti

merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Foreign exchange to equity berpengaruh negatif secara signifikan terhadap

nilai perusahaan

3.2.3 Pengaruh Risiko Operasional yang diproksikan atas gross income

Terhadap Nilai Perusahaan

Dalam upaya mencapai tujuan dan target, bank melakukan berbagai

aktivitas yang menyebabkan bank selalu menghadapi risiko operasional, yaitu

apabila terjadi kesalahan dalam proses dalam upaya mencapai target tersebut

akibat kesalahan faktor manusia, kegagalan sistem, kesalahan atau tidak

berfungsinya prosedur kerja, atau akibat faktor eksternal. Suatu event terkait

risiko operasional dapat memberikan berbagai macam dampak kerugian, baik

kerugian finansial maupun nonfinansial. Pada perbankan risiko ini dapat

memberikan dampak reputasi bank menjadi rusak, nasabah memindahkan dana

pada bank lain sehingga bank tidak lagi mendapatkan sentimen positif oleh

investor di pasar karena kehilangan nilai jualnya.

Basel Committee on Banking Supervision menetapkan bahwa

pendekatan Basic Indicator, merupakan pendekatan pendekatan yang paling

sederhana, dimana Gross income dipandang sebagai proxy untuk skala

eksposur risiko operasional pada bank. Gross income yaitu pendapatan margin

bersih dan pendapatan non margin dari perusahaan atau bank yang

bersangkutan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Valipour et al. (2012)

serta Mitra dan Karathanasopoulos (2019) menemukan bahwa risiko operasional

67
berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Temuan

tersebut bertolak belakang dengan temuan Cummins et al. (2006) dan Ko et al.

(2019) yang justru menemukan bahwa risiko operasional justru berpengaruh

negatif secara signifikan terhadap nilai perusahaan.

H3: Gross Income berpengaruh negatif secara signifikan terhadap nilai

perusahaan

3.2.4 Pengaruh GCG yang diproksikan atas ukuran Dewan Pengawas

Syariah Terhadap Nilai Perusahaan

Mollah dan Zaman (2015) mengemukakan bahwa Dewan Pengawas

Syariah mewakili lapisan tata kelola tambahan. Dewan pengawas syariah

menjadi lapisan tambahan pemantauan dan pengawasan. Berdasarkan teori

Agency, Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa konflik kepentingan

antara manajemen (agen) dan pemegang saham (prinsipal) dapat dikurangi

dengan suatu mekanisme pengawasan. Juga berdasarkan Ziolkowski (2005) yang

berpendapat bahwa tata kelola perusahaan diperlukan untuk menyelaraskan

masalah keagenan yang timbul dari pemisahan kepemilikan dan kontrol. Maka,

peneliti menyatakan bahwa eksistensi Dewan Pengawas Syariah setidaknya

dapat mendorong produk perbankan syariah cenderung sesuai dengan prinsip

syariah dan kurang berisiko. Hal ini pada gilirannya dapat berdampak pada

kinerja bank syariah, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Argumentasi tersebut didukung oleh temuan penelitian yang dilakukan oleh

Mollah dan Zaman (2015) serta Baklouti (2020), yang menunjukkan bahwa

adanya Dewan Pengawas Syariah berpengaruh positif secara signifikan terhadap

nilai perusahaan. Dari beberapa penjelasan dan penelitian terdahulu maka

peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:


68
H4: Ukuran DPS berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan.

3.2.5 Pengaruh Earnings yang diproksikan atas ROA Terhadap Nilai

Perusahaan

Earnings berkenaan dengan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan pada suatu periode

akuntansi. Kinerja perbankan yang baik dapat dilihat dari kemampuannya dalam

memerdayakan asset yang dimiliki untuk menghasilkan laba yang optimal,

namun ada beberapa investor yang menganggap jika perusahaan paling baik

dilihat dari profitabilitasnya. Berdasarkan teori Compensatory theory, Amit (2017:

29) berpendapat bahwa perusahaan dengan tingkat efisiensi rata-rata

memperoleh tingkat pengembalian rata-rata dan perusahaan dengan efisiensi

produksi diharuskan untuk dikompensasikan dengan laba ekonomi. Merujuk

pada argumen Mukherjee (2002) dan Amit (2017) dalam hal laba ekonomi

perusahaan, maka peneliti menyatakan bahwa keuntungan yang diperoleh

menggambarkan perusahaan sanggup memaksimalkan pengendalian

operasional sehingga kelangsungan usaha untuk kedepannya akan lebih

terjamin. Saat perusahaan menghasilkan keuntungan yang tinggi dibandingkan

periode sebelumnya, maka pemangku kepentingan akan mendapat sinyal positif

dari informasi tersebut yang menarik sentimen positif investor terhadap nilai

perusahaan di Bursa. Argumentasi ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Prabawati et al. (2021), Larasati dan Achmad (2021), Damayanti

et al. (2019), Wahongan (2019), Lestari dan Wirakusuma (2018), dan Hadi et al.

(2018) yang menemukan bahwa Return On Asset (ROA) secara signifikan

berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Dari beberapa penjelasan dan

penelitian terdahulu maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:


69
H5: ROA berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan.

3.2.6 Pengaruh Capital yang diproksikan atas CAR Terhadap Nilai

Perusahaan

Permodalan adalah aspek kecukupan modal yang menunjukkan

kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan

kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengawasi dan

mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya

modal bank. Berdasarkan teori risk capital, Pyka dan Nocon (2021) berpendapat

bahwa risk capital atau capital at risk mengacu pada jumlah modal yang

disisihkan dan dipelihara oleh bank untuk menutupi berbagai jenis risiko. Bagi

bank, risk capital digunakan sebagai penyangga terhadap klaim atau

pengeluaran dalam hal modal biasa tidak cukup untuk menutupinya. Dengan

demikian, modal risiko juga dapat dikenali sebagai modal penanggung risiko.

Dalam penelitian ini aspek permodalan atau capital diukur menggunakan Capital

Adequacy Ratio (CAR). Merujuk pada argumen Merton dan Perold (1993), Erel,

et al. (2014), serta Pyka dan Nocon (2021), dalam hal risk capital, peneliti

menyatakan bahwa peningkatan kecukupan modal yang menanggung risiko

menunjukkan kemampuan bank yang semakin baik dalam mempertahankan

kecukupan modalnya untuk menjaga kualitas bank agar tetap sehat sehingga

meminimalisir terjadinya risiko sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan.

Di samping itu, stakeholder menganggap modal perusahaan yang cukup dapat

menutupi penyusutan aktiva atau memberikan laba perbankan yang besar.

Sehingga pada gilirannya akan meningkatkan nilai perusahaan. Argumentasi ini

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Wirakusuma (2018),

70
Prakarsa et al (2020), dan Prabawati et al. (2021). Dari beberapa penjelasan dan

penelitian terdahulu maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H6: Capital Adequacy Ratio berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai

perusahaan

3.2.7 Pengaruh GDP Terhadap Nilai Perusahaan

Tingkat GDP yang tinggi menyiratkan bahwa masyarakat memiliki

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan standar hidup

mereka. Setelah masyarakat memenuhi kebutuhan dasarnya, kemudian mereka

menggunakan sisa uangnya untuk tujuan investasi dan atau tabungan melalui

layanan yang disediakan oleh bank umum. Selain itu, setelah menempatkan

dana mereka ke bank untuk tujuan tabungan atau investasi yang dapat

meningkatkan tingkat permodalan bank dan memungkinkan bank untuk

melakukan kegiatan pinjaman. Dengan demikian, bank dapat memperoleh lebih

banyak pendapatan atas pembiayaan karena mereka meminjamkan lebih banyak

pinjaman. Sehingga keuntungan yang dihasilkan perusahaan ini akan menjadi

daya tarik bagi investor untuk membeli saham perusahaan. Dalam penelitiannya,

Mohammad et al. (2019), Said dan Ali (2016), Ali et al. (2011) dan Chua (2013)

yang menunjukkan hasil bahwa GDP berpengaruh positif terhadap kinerja

keuangan perbankan. Hadi et al. (2018), Hooker (2004) dan Sangkyun (1997)

menemukan bahwa GDP berpengaruh positif signifikan terhadap nilai

perusahaan. Dari beberapa penjelasan dan penelitian terdahulu maka peneliti

merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H7: Gross Domestic Product berpengaruh positif secara signifikan terhadap nilai

perusahaan.

71

Anda mungkin juga menyukai