Anda di halaman 1dari 11

Vol. 1(2) November 2017, pp.

187-197
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6885 (online)

PEMILIHAN KEPALA DAERAH SERENTAK


DENGAN SATU PASANGAN CALON

Muhammad Fadil
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Zainal Abidin
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh – 23111

Abstrak - Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala
Daerah menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah meliputi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil Bupati, serta Walikota dan wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan
kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati
dan wakil Bupati, serta Wali kota dan wakil Walikota secara langsung dan demokratis. Namun dalam
pelaksanaan pilkada serentak tahun 2015 terdapat sebuah permasalahan yaitu ada tiga daerah yang pilkadanya
hanya di ikuti oleh satu pasangan calon, sehingga Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang
membolehkan pilkada dengan calon tunggal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menjelaskan alasan dibolehkannya pelaksanaan pilkada dengan calon tunggal dan faktor-faktor yang dapat
menjadi penyebab munculnya calon tunggal. Penelitian ini menggunakan data kualitatif dengan menggunakan
studi data kepustakaan yaitu dengan cara mengutip dari bahan hokum seperti buku, jurnal, dan karya ilmiah
lainnya serta dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian. Berdasarkan hasil penelitian
ini diketahui bahwa alas an utama dibolehkannya pilkada dengan calon tunggal ini adalah untuk menyelamatkan
hak-hak konstitusional rakyat yaitu untuk memilih pemimpin daerahnya masing-masing sehingga penundaan
pilkada karena hanya ada satu pasang calon adalah bertentangan dengan konstitusi, namun pembolehan ini dapat
berdampak buruk bagi demokrasi karena berpeluang munculnya praktek politik pencalonan agar menjadi calon
tunggal. Sedangkan faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab munculnya calon tunggal yaitu beratnya
persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang pilkada baik itu bagi jalur partai politik juga bagi jalur
perseorangan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah
memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua
puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang
bersangkutan. Calon tunggal dikhawatirkan tidak baik bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia, oleh sebab itu
pemerintah dan lembaga legislatif haruslah melakukan beberapa perbaikan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan persyaratan pencalonan kepala daerah agar lebih dipermudah sehingga akan muncul banyak
calon yang akan berpengaruh pada hasil pemilihan kepala daerah.
Kata kunci : Pilkada, Serentak, Calon Tunggal.

Abstract - According to article 1 point 1 law of act Number 8 2015 about the local elections mention that the
local elections includes the election of Governor and Deputy Governor, Regent and Vice Regent, Mayor and
Deputy Mayor heirenafter called the elections is the implementation of the people’s soverignty in the provinces
and districts of the city to choose the Governor and Deputy Governor, Regent and Vice Regent, as well as the
Mayor and Deputy Mayor with direct and democratic. But in the 2015 election implementation simultaneosly
there is a problem that occurence of three areas the election was only followed by one pair of candidates, so
that Mahkamah Konstitusi issued a ruling to allow the election with a singgle candidate. This studi aims to
identify and explain the reason allowed the elections with a singgle candidate and factors as well as the cause of
a single candidate. This study using qualitative data by means of data study literatur that by quoting from legal
materials such as books, journals and other scholary works as well as from other laws and regulation relating
to this study. Based on the servey result revealed that the main reason allowed his election by a single candidate
is to save the constitutional rights of people to choose their leaders thus delay the elections because there is only
one pair of candidates is cantrary to the constituion. However, this permissibility can be bad for democracy as
is possible the emergence of political practice in order to become the sole candidate nominaion. While the
factor that cause her to appear her single candidate that is difficult to requirements stipulated in the election
law that is for the political parties as well as for the indivudual candidate, a political party or coalition of
political parties may register a candidate if meets the requirements of the acquisition of at least 20% (twenty
percent) of the total seats in parliament, or 25% (twenty five percent) of the accumulated acquisition of valid
votes in the election of members parliament in the relevant area. The single candidate feared not good for the
187
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.2 November 2017 188
Muhammad Fadil, Zainal Abidin

survival of democracy in Indonesia, therefore the Goverment anad the legislature need to make some changes
the law and regulations relating to the nomination requirement in the order to be eased so it would appear that
many candidates will affect the result of the local elections.
Key word : Local Election, Simultaneously, Single Candidate

PENDAHULUAN
Sejak Juni 2005, bangsa Indonesia memasuki babak baru berkaitan dengan
penyelenggaraan tata Pemerintahan di tingkat lokal. Kepala daerah, baik Gubernur, Bupati,
dan Walikota yang sebelumnya dipilih secara tidak langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD), sejak Juni 2005 dipilih secara langsung oleh rakyat melalui proses
pemilihan kepala daerah yang sering disingkat dengan Pilkada Langsung.
Bagir Manan mengatakan secara normatif, berdasarkan ukuran-ukuran demokrasi,
pilkada langsung menawarkan sejumlah manfaat dan sekaligus harapan bagi pertumbuhan,
pendalaman dan perluasan demokrasi lokal. Sistem demokrasi langsung melalui pilkada
langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi warga negara dalam proses
demokrasi dan menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal dibandingkan sitem
demokrasi perwakilan yang lebih banyak meletakkan kuasa untuk menentukan rekrutmen
politik ditangan segelitir orang di DPRD (Oligarkis).1
Pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah secara langsung dalam pilkada
serentak yang di mulai tahun 2015 diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang .
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 menyebutkan bahwa
pemilihan kepala daerah meliputi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah
pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih
Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, serta Walikota dan wakil Walikota
secara langsung dan demokratis.2

1
Bagir Manan, Politik Hukum Otonomi Sepanjang Peraturan Perundang-Undangan Pemerintah Daerah,
dalam Martin Hutabarat, et.al.,(edt), Hukum dan Politik Indonesia: Tinjauan Yuridis Analitis Dekrit Presiden
dan Otonomi Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar harapan,1996,hlm. 142).
2
Lihat Pasal (1) angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015’’ Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati danWakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yangselanjutnya disebut Pemilihan
adalah pelaksanaankedaulatan rakyat di wilayah provinsi dankabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan
WakilGubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota danWakil Walikotasecara langsung dan demokratis.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.2 November 2017 189
Muhammad Fadil, Zainal Abidin

Pasal 201 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 menyebutkan bahwa
pemungutan suara serentak dalam pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil
Bupati, serta Walikota dan wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2015
dan bulan Januari sampai Bulan Juni tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal yang sama pada
bulan Desember 2015.
Namun dalam pelaksanaan pilkada serentak tahun 2015 lalu, beberapa daerah hanya
diikuti oleh satu pasangan calon yang mendaftar. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai
penyelenggara pemilihan hanya menerima satu pasangan calon yang mendaftar meskipun
telah beberapa kali melakukan perpanjangan masa pendaftaran pada daerah-daerah tersebut.
Berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun
2015 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota menyatakan bahwa Dalam hal sampai dengan
akhir masa pendaftaran Pasangan Calon hanya terdapat 1 (satu) Pasangan Calon atau tidak
ada Pasangan Calon yang mendaftar, KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota memperpanjang masa pendaftaran Pasangan Calon paling lama 3 (tiga)
hari.3 Perpanjangan masa pendaftaran ini merupakan salah satu upaya agar tidak terjadinya
calon tunggal dalam pemilihan disuatu daerah.
Pada ayat selanjutnya yaitu pada Pasal 89 ayat (4) PKPU Nomor 12 Tahun 2015
menyatakan bahwa Dalam hal sampai dengan berakhirnya perpanjangan masa pendaftaran
hanya terdapat 1 (satu) Pasangan Calon atau tidak ada pasangan calon yang mendaftar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota menetapkan keputusan penundaan seluruh tahapan dan Pemilihan
diselenggarakan pada Pemilihan serentak berikutnya.4
Namun dalam perkembangannya permasalahan Calon Tunggal tersebut terselesaikan
setelah Mahkamah Konstitusi dalam permohonan Uji Materill beberapa Pasal Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang diajukan oleh Effendi Ghazali CS. Mahkamah Konstitusi
mengeluarkan putusan yang memperbolehkan daerah yang hanya memiliki satu pasangan
calon tetap dapat melaksanakan pilkada serentak dengan mekanisme tertentu. Mekanisme

3
Lihat Pasal 89 (1) PKPU Nomor 12 Tahun 2015’’Dalam hal sampai dengan akhir masa pendaftaran
Pasangan Calon hanya terdapat 1 (satu) Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar,
KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota memperpanjang masa pendaftaran Pasangan Calon
paling lama 3 (tiga) hari.
4
Pasal 89 (4)PKPU Nomor 12 Tahun 2015’’Dalam hal sampai dengan berakhirnya perpanjangan masa
pendaftaran hanya terdapat 1 (satu) Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan
keputusan penundaan seluruh tahapan dan Pemilihan diselenggarakan pada Pemilihan serentak berikutnya.”
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.2 November 2017 190
Muhammad Fadil, Zainal Abidin

yang dimaksud yaitu mengenai desain kertas suara yang berbeda dengan kertas suara pada
umumnya dimana terdapat pilihan “setuju dan tidak setuju” terhadap pasangan calon tunggal
tesebut.
Jika ditinjau dari segi demokratis,suatu pemilihan kepala daerah biasanya diikuti oleh
minimal dua pasangan calon yang akan menduduki jabatan sebagai kepala daerah di suatu
wilayah. Namun dalam pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2015 lalu ada tiga daerah
yang pilkadanya dilaksanakan dengan hanya satu pasangan calon yaitu Kabupaten Blitar,
Tasikmalaya, dan Timor Tengah Utara. Tentu hal ini bertentangan dengan semangat Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2015 dan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi menurut
Konstitusi tidak menginginkan demokrasi dibangun dengan konspirasi untuk membuka ruang
politik pencalonan kepala daerah digiring menjadi calon tunggal, demokrasi seperti ini tidak
sesuai dengan Konstitusi.

METODE PENELITIAN
Agar suatu Penelitian ilmiah dapat berjalan dengan baik maka perlu menggunakan
suatu metode penelitian yang baik dan tepat. Metodologi pada hakikatnya memberikan
pedoman tentang tata cara seorang ilmuan mempelajari, menganalisis dan memahami
lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. Metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak
harus ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.5
Menurut Hallway dalam bukunya Introduction to Research, penelitian tidak lain dari
metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna
terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tesebut.6
Abdulkadir Muhammad membagi penelitian hukum menjadi tiga jenis, yaitu
Penelitian Hukum Normatif (normative law research) atau penelitian hukum kepustakaan
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, Penelitian
Hukum Normatif-Empiris (applied law research) studi kasus hukum normatif, dan Penelitian
Hukum Empiris (actual behaviouri) atau studi kasus berupa perilaku manusia.7
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah :

5
Ibid , hal. 6-7
6
Johannes Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, cet.1, Rineka Cipta,Jakarta, 2003, hlm. 1.
7
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet. 1, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004,
hlm. 39-52.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.2 November 2017 191
Muhammad Fadil, Zainal Abidin

1. Apa Alasan dibolehkannya Daerah dengan Calon Tunggal Tetap Berhak


Melaksanakan Pilkada Serentak 2015 ?
2. Apa Faktor Yang dapat Menyebabkan Munculnya Calon Tunggal Pada Pilkada
Serentak 2015 ?

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Dari perspektif pendidikan politik, kontestasi dalam pemilu memberikan kesempatan
pada pemilih untuk menimbang, menilai dan memutuskan gagasan, ide, program maupun visi
siapa yang paling realistis dan pantas didukung dalam pemilihan umum atau pilkada.
Perdebatan yang lahir dari perbedaan ide, gagasan, program dan visi masingmasing kandidat
adalah dalam rangka mempertajam ide, gagasan, program dan visi tersebut, sehingga
siapapun yang akhirnya menang dalam kontestasi tersebut memiliki pemahaman yang
komprehensif terhadap persoalanpersoalan yang menjadi perhatian publik di daerah tersebut.8
Kondisi inilah yang sesungguhnya dihilangkan dari demokrasi tanpa kontestasi yang
diputuskan oleh MK beberapa waktu yang lalu. Dari perspektif yang lain, kontestasi ide,
gagasan, program dan visi kandidat akan memudahkan proses akuntabilitas demokratis bagi
kandidat yang terpilih. Penajaman visi misi dalam kampanye menjadi ide gagasan yang lebih
dimengerti dan difahami pemilih adalah tantangan setiap kandidat yang maju dalam pemilu
dan pemilukada. Masalah terbesar dari calon tunggal dalam demokrasi non kontestasi ini
adalah proses penajaman visi misi dan gagasan serta ide tersebut tidak seintensif jika ada
lebih dari satu calon.
Mahkamah Konstitusi (MK) menanggapi permohonan uji materill yang diajukan oleh
Effendi Ghazali CS telah mengeluarkan putusan Nomor 100/PUU-XIII/2015 yang
memperbolehkan daerah dengan calon tunggal berhak mengikuti pemilihan kepala daerah
serentak 2015. Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan yang memperbolehkan
pilkada dengan calon tunggal tersebut telah memperhatikan alasan-alasan yang layak dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun yang menjadi alasan
pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan tersebut adalah sebagai
berikut ;

8
http://ip.umy.ac.id/2015/10/12/calon-tunggal-dalam-pemilukada/ diakses pada tanggal 2 Agustus 2016
Pukul 22.20 WIB.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.2 November 2017 192
Muhammad Fadil, Zainal Abidin

1. Penundaan Pilkada Akan Menghilangkan Hak Pilih Masyarakat


Mahkamah Konstitusi berpendapat, rumusan norma Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2015 jika diterjemahkan secara sistematis terlihat nyata mengharuskan adanya dua pasang
calon. Akan tetapi Undang-Undang juga tidak memberi jalan keluar jika dua pasang calon
tidak terpenuhi Sehingga hal ini berpotensi menimbulkan kekosongan hukum apabila terjadi
kondisi calon tunggal. Penundaan Pilkada sama saja dengan tidak terpenuhinya hak memilih
dan dipilih. Oleh sebab itu Mahkamah Konstitusi tidak boleh membiarkan terjadinya
pelanggaraan dengan membiarkan norma dalam Undang-Undang tidak konsisten, apalagi
bersangkut paut pada pelaksanaaan kedaulatan rakyat yang akan berdampak luas.
Dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan pilkada dengan
calon tunggal dari segi hukum telah mengenyampingkan beberapa Pasal dalam Undang-
Undang Pilkada yaitu seluruh pasal yang mengatur penetapan dua pasang calon dianggap
inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai termasuk menetapkan satu pasang calon setelah
tiga hari pembukaan pendaftaran terlampaui tetapi masih terdapat satu pasang calon. Putusan
MK terhadap kondisi calon tunggal menjadi sejarah baru dalam pelaksanaan Pemilu di
Indonesia.
Berdasarkan seluruh alasan di atas, menurut Mahkamah, adalah bertentangan dengan
semangat UUD 1945 jika Pemilihan Kepala Daerah tidak dilaksanakan dan ditunda sampai
pemilihan berikutnya sebab hal itu merugikan hak konstitusional warga negara, dalam hal ini
hak untuk dipilih dan memilih, hanya karena tak terpenuhinya syarat paling sedikit adanya
dua pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah meskipun sudah diusahakan
dengan sungguh-sungguh. Dengan kata lain, demi menjamin terpenuhinya hak konstitusional
warga negara, pemilihan Kepala Daerah harus tetap dilaksanakan meskipun hanya terdapat
satu pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah walaupun sebelumnya telah
diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan paling sedikit dua pasangan calon.9
2. Faktor Penyebab Munculnya Calon Tunggal Pada Pilkada Serentak Tahun
2015
Dalam Pasal 201 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 menyebutkan bahwa
Pemungutan suara serentak dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun

9
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015, hlm. 43.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.2 November 2017 193
Muhammad Fadil, Zainal Abidin

2015 dan bulan Januari sampai Bulan Juni tahun 2016 dilaksanakan pada tanggal yang sama
pada bulan Desember 2015.10
Pelaksanaan Pilkada Serentak 2015 lalu telah dilaksanakan dan dapat dikatakan
sukses dan berjalan aman sesuai harapan. Namun ada suatu permasalahan yang menjadi
perbincangan masyarakat indonesia secara umum yaitu dalam pelaksanaan Pilkada serentak
tersebut ada beberapa daerah yang dilaksanakan pemilihan hanya dengan satu pasangan
calon. Pelaksanaan Pilkada dengan Calon Tunggal ini merupakan amanat Mahkamah
Konstitusi untuk tetap menjamin hak-hak konstitusional rakyat untuk memilih pemimpinnya
terwujud.
Adapun faktor-faktor yang dapat menjadi Penyebab terjadinya fenomena calon
tunggal tersebut yang telah penulis simpulkan adalah sebagai berikut :
1. Beratnya Persyaratan Yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pilkada
a. Persyaratan bagi Partai Politik
Seperti yang telah diketahui bahwa Pilkada Serentak merupakan amanat Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Undang-
Undang ini menggantikan UU sebelumnya yaitu UU No. 12 Tahun 2008 yang dianggap oleh
pembentuk UU telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan politik dan hukum di Indonesia,
padahal dalam Pilkada dibawah UU ini tidak ada fenomena calon tunggal yang artinya
secara administratif Undang-Undang ini berhasil.
Namun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 jika dikaji secara menyeluruh ada
beberapa perubahan mendasar yang berkaitan langsung dengan administrasi pelaksanaan
pemilihan kepala daerah, salah satu perubahan yang penulis munculkan adalah perubahan
mengenai persyaratan bagi partai politik dan bagi calon perseorangan (independen) yang
meningkat jika dibandingkan dengan Undang-Undang Pilkada sebelumnya yaitu UU No.12
Tahun 2008.
Perubahan yang dimaksud yaitu terdapat pada Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa Partai Politik atau gabungan Partai Politik
dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit
20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari
akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang
bersangkutan.11

10
Lihat Pasal 201 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
11
Lihat Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.2 November 2017 194
Muhammad Fadil, Zainal Abidin

Dalam Pasal tersebut ditetapkan bahwa Partai Politik atau Gabungan Partai Politik
dapat mendaftarkan Pasangan Calon kepala daerah kepada KPU apabila memenuhi syarat
yang ditetapkan. Bagi Partai Politik yang ingin langsung mendaftarkan Pasangan Calon tanpa
harus berkoalisi maka Partai tersebut harus memperoleh 20% jumlah kursi di DPRD.
Sedangkan Partai yang tidak memperoleh minimal 20% jumlah kursi di DPRD maka Partai
tersebut dapat bergabung dengan beberapa Partai lain (Koalisi) membentuk sebuah Gabungan
Partai.
Persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang tersebut ada kenaikan jumlah kursi
DPRD sebesar 5% untuk Partai tanpa koalisi dan kenaikan 10% bagi Gabungan Partai. Jika
dibandingkan dengan persyaratan yang ditetapkan dalam UU Pilkada sebelumnya. Dalam
Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 menyatakan bahwa; Patai Politik
atau gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat mendaftarkan
pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima
belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan
suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Menurut Yusril Ihza Mahendra, syarat keterwakilan 20 persen kursi Partai Politik di
DPRD merupakan penyebab banyaknya calon tunggal di pilkada serentak, hal ini
dikarenakan sangatlah langka ada satu partai yang memperolehjumlah kursi 20 persen di
DPRD sehingga partai-partai diharuskan untuk bergabung dengan partai lainnya agar bisa
mengajukan calon.12
b. Persyaratan Bagi Calon Perseorangan (Independen)
Peningkatan persyaratan seperti yang telah dibahas diatas tidak hanya bagi Partai
Politik, tetapi juga bagi jalur Perseorangan (independen) dimana ada kenaikan persyaratan
jumlah dukungan KTP bagi setiap orang yang ingin maju melalui jalur Perseorangan.
Kehadiran calon perseorangan atau independen sejatinya bukan hal baru lagi dalam
pemilihan kepala daerah, baik itu di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia.
Lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut juga melalui proses yang panjang.
Sebelum putusan Nomor 5/PUU-V/2007, UU Nomor 32 Tahun 2004 telah diujikan terlebih
dahulu dan menghasilkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005. Dalam
pengajuan putusan tersebut, calon kepala daerah jalur indepeden mengajukan untuk daftar
melalui jalur independen merasa adanya diskriminasi politik. Dimana calon kepala daerah

12
http://m.tribunnews.com/nasional/2015/08/06/versi-yusril-ini-penyebab-calon-tunggal-dipilkada-
serentak-2015. diakses pada tanggal 04 Juni 2016, Pukul 23.55 Wib.
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.2 November 2017 195
Muhammad Fadil, Zainal Abidin

dari jalur independen dalam Pasal 59 ayat (1) dan (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 yang
berbunyi:ayat (1)Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan
calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.Ayat
(3)Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-
luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang
demokratis dan transparan.
Dalam Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang mengatur
mengenai calon perseorangan menyatakan sebagai berikut:13
a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);
b. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan
6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah
persen);
c. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan
12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah
persen);
d. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus
didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan
e. jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d
tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di Provinsi
dimaksud.
Persyaratan bagi Calon Perseorangan juga mengalami kenaikan jika dibandingkan
dengan Persyaratan yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Kenaikan
persyaratan ini sangat berat bagi bakal calon kepala daerah yang ingin maju melalui jalur
perseorangan karena harus memperoleh dukungan masyarakat yang sangat banyak sehingga
menyebabkan para bakal calon tersebut mengurungkan niatnya untuk maju dalam pilkada
serentak 2015.

13
Lihat Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.2 November 2017 196
Muhammad Fadil, Zainal Abidin

KESIMPULAN
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak telah dilaksanakan pada 9
Desember 2015 lalu, dalam pelaksanaannya muncul sebuah fenomena baru yaitu adanya
beberapa daerah yang pilkadanya hanya diikuti oleh satu pasangan calon. Munculnya
fenomena calon tunggal ini tidak terprediksi sejak awal oleh pembentuk undang-undang
sehingga ketika calon tunggal muncul maka akan terjadi kekosongan hukum karena undang-
undang pilkada tidak mengakomodir hadirnya calon tunggal.
Alasan Mahkamah Konstitusi membolehkan pelaksanaan pilkada dengan calon tunggal
adalah semata-mata untuk menyelamatkan hak-hak konstitusional masyarakat yang telah
dijamin oleh UUD 1945. Sebelum MK mengeluarkan putusan tersebut, maka kemungkinan
yang akan terjadi apabila suatu daerah hanya ada satu pasangan calon adalah penundaan
seluruh tahapan pilkada didaerah tersebut.
Munculnya fenomena calon tunggal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
beratnya persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang pilkada baik itu persyaratan bagi
partai politik maupun bagi jalur perseorangan sehingga sulit untuk dipenuhi oleh bakal calon
pada saat ingin mendaftar sebagai calon kepala daerah.
Pembentuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 sebelumnya tidak terpikirkan
mengenai munculnya persoalan calon tunggal ini sehingga undang-undang tidak
mengakomodir pelaksanaan pilkada dengan calon tunggal, karena menurut undang-undang
pilkada dapat dilaksanakan apabila ada lebih dari satu pasangan calon yang tersedia. Oleh
sebab itu diharapkan kepada lembaga yang berwenang agar melakukan beberapa perubahan
undang-undang untuk memberikan dasar hukum yang kuat dan jelas mengenai pelaksanaan
pilkada dengan calon tunggal.
1. Perubahannya juga harus dimasukkan norma baru yaitu berkenaan dengan beberapa
tahapan pilkada dengan calon tunggal seperti pelaksanaan kampanye, karena untuk
saat ini belum ada dasar hukum untuk mekanisme kampanye bagi pasangan calon
tunggal.
2. Dari hasil penelitian juga mendapati bahwa persyaratan mengenai pencalonan kepala
daerah cenderung tinggi apabila dibandingkan dengan undang-undang pilkada
sebelumnya. Meningkatnya persyaratan itu dapat menjadi penyebab munculya
fenomena calon tunggal. Oleh sebab itu pembentuk undang-undang haruslah
melakukan kajian untuk merubah pasal-pasal mengenai persyaratan pencalonan agar
JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.2 November 2017 197
Muhammad Fadil, Zainal Abidin

dapat dimudahkan agar para kandidat calon tidak terhalang dengan persyaratan yang
berat untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah.

DAFTAR PUSTAKA
a. Buku-Buku
Bagir Manan, Politik Hukum Otonomi Sepanjang Peraturan Perundang-Undangan
Pemerintah Daerah, dalam Martin Hutabarat, et.al.,(edt), Hukum dan Politik
Indonesia: Tinjauan Yuridis Analitis Dekrit Presiden dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
Pustaka Sinar harapan,1996
Johannes Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, cet.1, Rineka Cipta,Jakarta, 2003
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet. 1, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004

b. Internet
http://ip.umy.ac.id/2015/10/12/calon-tunggal-dalam-pemilukada/ diakses pada tanggal 2
Agustus 2016 Pukul 22.20 WIB.
http://m.tribunnews.com/nasional/2015/08/06/versi-yusril-ini-penyebab-calon-tunggal-
dipilkada-serentak-2015. diakses pada tanggal 04 Juni 2016, Pukul 23.55 Wib.

c. Peraturan Perundang-Undangan
UUD 1945
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi
Undang-Undang .
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Pencalonan Gubernur
dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, serta Walikota dan wakil Walikota
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 Tentang Pemilihan Kepala
Daerah dengan Satu Pasangan Calon

Anda mungkin juga menyukai