Anda di halaman 1dari 92

TESIS

DISTRIBUSI EPIDEMOLOGI, DETERMINAN EKOLOGI, DAN


EFEKTIVITAS KINERJA PETUGAS SURVEILANS
DIARE DI DAERAH RAWAN BANJIR
KOTA MAKASSAR

EPIDEMOLOGY DISTRIBUTION, ECOLOGY DETERMINANTS, AND


PERFORMANCE EFFECTIVENESS DIARRHEA PERSONAL
SURVEILLANCE IN FLOOD-VULNERABLE AREAS
MAKASSAR CITY

KISTAN

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
DISTRIBUSI EPIDEMOLOGI, DETERMINAN EKOLOGI DAN
EFEKTIVITAS KINERJA PETUGAS SURVEILANS
DIARE DI DAERAH RAWAN BANJIR
KOTA MAKASSAR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Ilmu Biomedik

Disusun dan diajuka oleh

KISTAN

Kepada

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Kistan

Nomor mahasiswa : P1508215003

Program studi : Ilmu Biomedik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain, Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

hasil karya orang lain, saya menerima sanksi atas perubahan tersebut.

Makassar, 15 Agustus 2017

Yang menyatakan

Kistan
v

PRAKATA

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa, atas rahmat dan karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan

penyusunan tesis dengan judul : ”Distribusi Epidemologi, Determinan

Ekologi, dan Efektivitas Kinerja Petugas Surveilans Diare di Daerah

Rawan Banjir Kota Makassar”

Penyusunan tesis ini telah banyak mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu dengan rasa hormat dan

penghargaan yang setinggi-tingginya peneliti ucapkan terima kasih

kepada yang terhormat :

1. Prof. DR. Dwia Ariestina Pulubuhu, MA, selaku rector Universitas

Hasanuddin Makasaar

2. Prof. DR. Ir. Mursalim, selaku direktur program pasca sarjana

Universitas Hasanuddin Makassar atas kesempatan yang diberi

kepada peniliti untuk melakukan penelitian ini

3. Prof. DR. Dr. Andi Asadul Islam, Sp.Bs, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

4. DR. Dr. Andi Mardiah Tahir, Sp.OG (K), selaku Ketua Program

Studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada


vi

peneliti untuk melakukan penelitian ini.

5. Prof. DR. Ridwan Amiruddin, SKM., M.Kes., Msc.PH., selaku

pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang

sangat berharga bagi peneliti dalam penyusunan tesis ini.

6. Dr. Syafruddin Gaus, Ph.D., Sp.An-KMN-KNA selaku pembimbing

II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada peneliti demi

selesainya tesis ini.

7. Seluruh Staf Sekretariat Sekolah Sarjana Program Studi Ilmu

Biomedik Universitas Hasanuddin Makassar yang telah memberikan

informasi yang penulis butuhkan selama proses penyusunan tesis ini.

8. Lebih khusus bagi penulis mengucapkan terimah kasih dan

penghargaan tertinggi kepada kedua orang tuaku Muh.Nasir dan Upe

serta saudara saya Praka Kisman yang telah memberikan doa restu,

dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis.

9. Rekan-rekan Mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Program Studi

Ilmu Biomedik Universitas Hasanuddin Makassar angkatan 2015 yang

selalu memberikan dorongan.dan motivasi bagi penulis.

10. Ucapan terimakasih pula kepada Kanda Irfan Nur, S.Kep dan

Nasrullah, S.Kep, Ns yang sudah membantu dalam proses

penyelesaian tesis ini

11. Ucapan terimakasih juga kepada Wiwik Angreynie Maysyury yang

merupakan salah satu motivasi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian


vii

penyusunan laporan tesis ini.

Peneliti menyadari bahwa laporan tesis ini belum sempurna, untuk

itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi

kesempurnaan tesis ini.

Makassar, 15 Agustus 2017

Peneliti
viii

ABSTRAK

KISTAN. Distribusi Epidemologi, Determinan Ekologi, dan


Efektivitas Kinerja Petugas Surveilans Diare di Daerah Rawan Banjir Kota
Makassar (Dibimbing oleh Ridwan Amiruddin dan Syafruddin Gaus)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) gambaran kejadian


diare, mengetahui hubungan curah hujan, luas genangan dan kinerja
petugas surveilans dengan kejadian diare serta untuk mengetahui
hubungan (2) pendidikan, pengetahuan, pelatihan, masa kerja dan sikap
dengan kinerja petuga surveilans diare di daerah rawan banjir Kota
Makassar.
Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi time trend dan
analitik dengan pendekatan studi cross sectional. Sampel pada penelitian
ini menggunakan data sekunder yang tercatat dari Badan Pusat Statistik,
Badan Penanggulanagn Bencana dan Puskesmas sedangkan data primer
sebanyak 19 petugas surveilans dari masing-masing Puskemas dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Data dianalisis secara
statistik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis untuk melihat
hubungan curah hujan, luas genangan, kinerja petugas surveilans
(variabel independen) dengan kejadian diare (variabel dependen) dan
uji Fisher untuk melihat hubungan antara pendidikan, pengetahuan,
pelatihan, masa kerja dan sikap (variabel independen) dengan kinerja
petugas surveilans diare (variabel dependen) di daerah rawan banjir
Kota Makassar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui uji Kruskal-Wallis
dan uji Fisher diperoleh, antara variabel curah hujan dengan nilai
(p=0,047) α=<0,05 luas genangan dengan nilai (p=0,032) α=<0,05 dan
kinerja petugas surveilans (p=0,036) α=<0,05 yang berarti terdapat
hubungan antara curah hujan, luas genangan dan kinerja petugas
surveilans dengan kejadian diare serta antara variabel pengetahuan
dengan nilai (p=0,001) α=<0,05 pelatihan dengan nilai (p=0,018)
α=<0,05 dan masa kerja dengan nilai (p=0,036) α=<0,05. Hal itu berarti
bahwa juga terdapat hubungan antara pengetahuan, pelatihan, masa
kerja dengan kinerja petugas surveilans diare di daerah rawan banjir Kota
Makassar.
Kata kunci : Curah hujan, Luas Genangan, Kinerja, Diare
ix

ABSTRACT

KISTAN. Epidemology Distribution, Ecology Determinants, and


Performance Effectiveness of Diarrhea Personal Surveillance in Flood-
Vulnerable Areas Makassar City (guided by Ridwan Amiruddin and
Syafruddin Gaus)
This study aims to describe diarrhea; analyse the relationship
between diarrhea occurrence and rainfall, the scope of inundation, and
performance of surveillance personnels; and analyse the relationship
between the performance of diarrhea surveilance personnels in flood-
vulnerable bareas in Makassar City and education, knowledge, training,
length of work experience, and attitude.
The research used time trend and analytical study designs with the
cross sectional study approach. Secondary data were obtained from the
Central Bereau of statistics, Disaster management Agency, and
Community Health Centres; while primary data were collected from 19
surveillance officers selected from each Community Health Center using
the purposive sampling technique. The data were analyzed statistically by
using the Kruskal-Wallis test to see the relationship of rainfall, extent of
inundation, (independent variable) with diarrhea occurrence (dependent
variable) and Fisher test to analyse the relationship between rainfall,
scope of inundation, and performance of surveillance personnels as the
independent variables and diarrhea occurence as the dependent variable;
and the Fisher test to analyse the relationship between education,
knowledge, training, length of work experience, and attitude as the
independent variables and the performance off diarrhea surveillance
officers in flood-vulnereble area in Makassar City as the dependent
variable.
The results of Kruskal-Wallis test and Fisher test showed that the
values for rainfal, scope of inudation, and surveilance officers performance
variables were, (p=0.047) α =<0.05, (p=0.032) α=<0.05, and (p= 0.036)
α=<0.05 respectively. This means that there is a relationship between
rainfall, scope of inudation, the value for knowledge, training, and length of
work experince were p=0.001) α =<0.05, (p=0.018) α=<0.05, and (p=
0.036) α=<0.05. This means that there is also a relationship between
knowledge, training, length of work experince, and performance of
diarrhea surveillance officers in flood-vulnerable area in Makassar City.

Keywords : Rainfall, Wide inundation, Performance, Diarrhea


x
x

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA v
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
DAFTAR SINGKATAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 6

D. Manfaat Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8


A. Tinjuan Pustaka Tentang Diare 8

B. Tinjauan Pustaka Tentang Kinerja 15

C. Tinjauan Pustaka Tentang Distribusi Epidemologi 26

D. Tinjauan Pustaka Tentang Determinan Ekologi 34

E. Tinjauan Pustaka Tentang Surveilans 52

F. Penelitian Terdahulu 59

G. Kerangka Teori 68
xi

H. Kerangka Konsep 69

I. Hipotesis 70

J. Definisi Operasional 71

BAB III METODE PENELITIAN 74


A. Rancangan Penelitian 74

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 75

C. Populasi dan Sampel 76

D. Pengumpulan dan Pengolahan Data 78

E. Pengolahan dan Analisis Data 82

F. Etika Penelitian 84

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 86


A. Gambaran Lokasi Penelitian 86

B. Hasil penelitian 87

C. Pembahasan 105

D. Keterbatasan Penelitian 127

BAB V PENUTUP 128


A. Kesimpulan 128

B. Saran 129

DAFTAR PUSTAKA 130


xii

DAFTAR TABEL

nomor halaman

1. Pengelompokan Umur 29

2. Klasifikasi Luas Genangan 43

3. Tngkatan Daerah Rawan Banjir 44

4. Definisi Operasional Penelitian 71

5. Lokasi Penelitian daerah rawan banjir kota Makassar 75

6. Data Curah Hujan Kota Makassar Tahun 2013-2017 86

7. Distribusi Penderita Diare menurut Kelompok Umur di 88

Kota Makassar tahun 2013-2016

8. Distribusi Penderita Diare menurut Jenis Kelamin di Kota 89

Makassar tahun 2013-2016

9. Distribusi Penderita Diare menurut Kecamatan di Kota 89

Makassar tahun 2013-2016

10. Distribusi Penderita Diare menurut Perbulan di Kota 90

Makassar tahun 2013-2016


xiii

11. Distribusi Penderita Diare menurut Pertahun di Kota 91

Makassar tahun 2013-2016

12. Distribusi Frekuensi Curah Hujan dan Kejadian Diare 92

Perbulan di Daerah Rawan banjir Kota Makassar tahun

2013

13. Distribusi Frekuensi Luas Genangan dan Kejadian diare 93

Diare perkelurahan di Daerah Rawan banjir Kota

Makassar tahun 2013

14. Hubungan Antara Curah Hujan dengan Kejadian di 94

Daerah Rawan Banjir Kota Makassar tahun 2013

15. Hubungan Antara Luas Genangan dengan Kejadian di 95

Daerah Rawan Banjir Kota Makassar tahun 2013

16. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Petugas 96

Surveilans Diare di Daerah Rawan banjir Kota Makassar

tahun 2017

17. Gambaran Pendidikan, Pengetahuan , Pelatihan, Masa 97

kerja dan Sikap Petugas Surveilans Diare di Daerah

Rawan Banjir Kota Makassar tahun 2017


xiv

18. Gambaran Kinerja Petugas Surveilans Diare di Daerah 99

Rawan Banjir Kota Makassar tahun 2017

19. Hubungan antara Pendidikan, Pengetahuan, Pelatihan, 100

Masa kerja, dan Sikap dengan Kinerja Petugas

Surveilans Diare di Daerah Rawan Banjir Kota Makassar

tahun 2017

20. Hubungan antara Kinerja Petugas Surveilans dengan 103

Kejadian Diare di Daerah Rawan Banjir Kota Makassar

tahun 2017tahun 2017


xiii

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

1. Kompleksitas Pencemaran pangan 9


Hubungan Karakteristik Personel, Perilaku, dan Kinerja
2. 22

3. Teori Perilaku dan Kinerja 25

4. Gangguan keseimbangan terhadap rangkaian Host-Agent 28


Environment

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi status kesehatan 35

6. Pengaruh Iklim Terhadap Kesehatan dan Lingkungan 40

7. Hubungan Lingkungan dan Iklim Terhadap Kesehatan 49

8. Pemeriksaan validitas informasi tentang wabah 58

9. Kerangka Teori 68

10. Kerangka Konsep 69

11. Diagram Bar Rata-rata kasus Diare menurut kelompok 106


Umur di Daerah Rawan Banjir Kota Makassar 2013-2016

12. Diagram Pie Jumlah kasus Diare menurut Jenis Kelamin di 108
Daerah Rawan Banjir Kota Makassar Tahun 2013-2016

13 Grafik Garis Jumlah Penderita Penyakit Diare Pertahun di 109


Daerah Rawan Banjir Kota Makassar Tahun 2013-2016

14 Grafik Garis Jumlah Penderita Penyakit Diare Perbulan di 110


Daerah Rawan Banjir Kota Makassar Tahun 2013-2016
xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 2 Lembar Permintaan Menjadi Responden

Lampiran 3 Lembar Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 Master Tabel Data Hasil Penelitian

Lampiran 5 Output Hasil Analisis Penelitian

Lampiran 6 Surat Permohonan Data Awal dari Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Lampiran 7 Surat Permohonan Persetujuan Etik dari Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Lampiran 8 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik dari Komisi

Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin

Lampiran 9 Surat Izin Penelitian dari Sekretaris Universitas

Hasanuddin

Lampiran 10 Surat Keterangan Penelitian


xv

DAFTAR SINGKATAN

BAB Buang Air Besar

BMKG Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana

BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah

DEPKES Departemen Kesehatan

DINKES Dinas Kesehatan

EPEC Enteropathogenic Escherichia Coli

ER-GI Emergency Room-Gastrointestinal ilInes

ETEC Escherichia Coli Enterotoksigenik

KLB Kejadian Luar Biasa

LB Laporan Bulanan

MBS Manajemen Berdasarkan Sasaran

RR Rezative Risk
xvi

SAB Sarana Air Bersih

SDM Sumber Daya Manusia

SOP Standart Operational Prosedure

STP Surveilans Terpadu Penyakit

TC Toksin Cholerae
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Banjir adalah naiknya aliran sungai melebihi muka air normal

sehingga menyebabkan genangan yang nantinya mengalir dan melintasi

muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air. Menurut Noji (1997),

Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di dunia.

Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki 2 musim yakni

musim hujan (Desember-April) dan musim kemarau (Mei-November)

dengan sungai terbanyak sekitar 5.000 sungai yang diantaranya melewati

kawasan padat penduduk, yang tentunya mempunyai potensi terjadi

banjir. Berdasarkan data kejadian bencana alam di Indonesia selama

tahun 1815-2013 tercatat, 5.051 kejadian banjir (37,5%), diikuti tanah

longsor 2.149 (15,9%), kejadian dan angin topan 2.777 (20,6%) kejadian,

dan pada tahun 2014-2015 lebih dari 95% bencana disebabkan oleh

angin puting beliung, longsor dan banjir yang paling dominan Rumusan

Penelitian (BNPB, 2015).

Menurut Rosa et al. (2013), Bencana banjir di berbagai wilayah

Indonesia menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan maupun

kesehatan. dampak bencana banjir tersebut meliputi korban meninggal,

korban luka-luka, kerusakan rumah, kerusakan fasilitas umum dan


2

infrastruktur seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan

perkantoran. Menurut wade et al. (2014), Sebanyak 270.457 kunjungan

Emergency Room-Gastrointestinal ilInes (ER-GI) dari 129 banjir terjadi di

Massachusetts selama periode penelitian, yang berarti peningkatan

kunjungan Emergency Room-Gastrointestinal ilInes (ER-GI) berkaitan

dengan kejadian banjir yang berarti peningkatan kunjungan Emergency

Room-Gastrointestinal ilInes (ER-GI) berkaitan dengan kejadian banjir.

Menurut Suryani (2013) dan Rajabi et al. (2015), sependapat bahwa salah

satu dampak bagi kesehatan diantaranya berupa penyakit diare akibat

dari rusaknya kualitas lingkungan, sarana prasarana sanitasi akibat banjir.

Pendapat tersebut diperkuat dengan penemuan bahwa banjir secara

signifikan mempengaruhi peningkatan kejadian diare (Davies et al., 2014).

Menurut WHO (1984), diare adalah peningkatan frekuensi dan

konsistensi tinja secara tidak normal. Diare dapat menyebabkan

kehilangan air tubuh secara berlebihan yang sering diikuti oleh

kehilangan elektrolit dan perubahan keseimbangan asam-basa di dalam

tubuh Kehilangan air dan elektrolit, terutama kehilangan natrium, akan

mengancam kehidupan bagi penderitanya. Penyakit diare merupakan

pembunuh utama pada anak-anak. pada tahun 2015, yaitu sekitar 9%

kematian anak-anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia. Hal ini berarti

lebih dari 1.400 anak-anak meninggal setiap hari, atau sekitar 530.000

anak per tahun. Sebagian besar kematian akibat diare terjadi pada anak-
3

anak kurang dari 2 tahun yang hidup di Asia Selatan dan sub-Sahara

Afrika (UNICEF, 2015).

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang sering

menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) berdasarkan jumlah kejadiannya

dari tahun 2000 penyakit diare mencapai 301/1000 penduduk, tahun 2003

naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000

penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/100 penduduk. Berdasarkan pola

penyebab kematian semua umur di indonesia, diare termasuk penyebab

kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan

penyakit menular, diare termasuk penyebab kematian peringkat ke 3

setelah TB dan pneumonia (Depkes, 2010).

Menurut Oktavia et al. (2013), Peningkatan mortalitas dan

morbiditas kasus diare, selain di pengaruhi oleh kontaminasi air banjir ke

sumber-sumber air yang kemudian mengakibatkan munculnya kejadian

diare juga disebabkan oleh curah hujan, suhu udara, kelembaban udara

dan kecepatan angin. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Phung et al. (2015), bahwa ada hubungan antara suhu, kelembaban, dan

curah hujan dengan peningkatan diare. Perubahan cuaca akan

berdampak terhadap kejadian penyakit-panyakit yang ditularkan melalui

air karena terjadinya perubahan pada ekosistem lautan dan kawasan

pantai, misalnya pada keasaman (pH) air, kadar nutrien dan kontaminan

air dan kadar garam. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya cadangan

air untuk memenuhi kebutuhan umum akan air minum, yang berasal dari
4

sungai dan sumber air terbuka lainnya yang tidak diproses terlebih dahulu.

Hal ini akan meningkatkan terjadinya diare akibat infeksi bakteri, parasit,

atau rotavirus (Achmadi, 2008).

Fenomena kasus kejadian diare yang masih sering terjadi dan

secara aktual tetap masih ada, menurut penelitian Ginting et al. (2013)

Pematangsiantar, Salah satu faktor yang mendorong eksistensi penyakit

adalah kurangnya kinerja dari petugas surveilans. Menurut Zafrisal et al.

(2009), Adalah Pengetahuan, Motivasi Dan Prosedur kerja yang paling

berpengaruh terhadap kinerja petugas surveilans. Berdasarkan hasil

laporan Bappenas (2006), menyebutkan bahwa kinerja surveilans diukur

dengan melihat, keberadaan peta rawan, pelaksanaan diseminasi

informasi DBD, dan pelaporan, serta dengan melihat faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kinerja surveilans, yaitu mencakup, tenaga,

pengetahuan, data, sarana, dana, dan Standart Operating Procedure

(SOP). Selain itu, menurut penelitian Masrochah et al. (2006), kendala

juga terdapat pada sumber daya manusia seperti pengetahuan, dan

pelatihan yang masih perlu di tingkatkan dan memperbaharui kemampuan

sistem surveilans epidemologi Sedangkan menurut penelitian yang lain

mengatakan bahwa kualitas sistem surveilans di anggap buruk karena

tidak representative, tidak tepat waktu, pendokumentasian buruk, tidak

fleksibel karena tidak cepat merespon munculnya penyakit tidak

menggunakan data yang dikumpulkan untuk menerapkan intervensi untuk

kontrol dan pencegahan penyakit menular secara rutin (Sahal et al., 2011)
5

Dari data Dinas Kesehatan Provinsi dan kota (2016), Provinsi

Sulawesi Selatan termasuk dalam daerah endemis diare, Jika dilihat dari

jumlah kasus, diare menempati urutan pertama kelompok penyakit yang

memiliki jumlah kasus terbanyak dalam kurun waktu 2012-2014 yaitu

sekitar 242.041 penderita. Kota Makassar merupakan ibu kota dari

Provinsi sulawesi Selatan dan merupakan kota dengan jumlah kasus diare

terbanyak rata-rata peningkatan jumlah kasus terjadi pada bulan Januari

dan didominasi oleh anak-anak diatas lima tahun (Dinkes Kota Makassar,

2016) dan berdasarkan data analisis intesitas curah hujan tinggi juga

terjadi pada bulan Januari (BMKG, 2015).

Kota Makassar merupakan daerah rawan banjir dengan risiko

yang tinggi terdapat 6 kecamatan dan 24 kelurahan yang menjadi daerah

rawan banjir dan merupakan daerah dengan rata-rata jumlah kasus Diare

terbanyak yaitu Kecamatan manggala yang terdiri dari 5 kelurahan

diantaranya Batua, Antang, Bangkala, Manggala, Tamangapa, Kecamatan

tamalarea yang terdiri dari 6 Kelurahan yaitu Bira, Kapasa, Tamalanrea,

Tamalanrea Indah, Tamalanrea Jaya, Parangloe, Kecamatan Rappocini

yang terdiri dari 3 kelurahan yaitu Karunrung, Kassi-Kassi, Gunung Sari,

Kecamatan Panakukang terdiri dari 4 Kelurahan yaitu Tello baru,

Pampang, Paropo, Panaikang, Kecamatan Tallo yang terdiri dari 3

Kelurahan yaitu Tallo, Lakkang, Buloa, Kecamatan Biringkanaya yang

terdiri dari 3 Kelurahan yaitu Sudiang raya, Sudiang, dan Paccerakkang

(BPBD Kota Makassar).


6

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan

penelitian tentang distribusi epidemologi, determinan ekologi dan

efektivitas kinerja petugas surveilans diare di daerah rawan banjir di kota

Makassar.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam Penelitian ini adalah bagaimana

distribusi epidemologi, determinan ekologi, dan efektivitas kinerja petugas

surveilans diare di daerah rawan banjir kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

distribusi epidemologi, determinan ekologi, dan efektivitas kinerja petugas

surveilans penyakit diare di daerah rawan banjir di kota Makassar

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran distribusi epidemologi (Person:

Umur, Jenis kelamin, tempat dan waktu) dengan kejadian diare di

daerah rawan banjir kota Makassar


7

b. Untuk mengetahui hubungan determinan ekologi (curah hujan

dan Luas Daerah Genangan) dengan kejadian diare di daerah

rawan banjir kota Makassar

c. Untuk mengetahui hubungan pendidikan, pengetahuan, pelatihan,

masa kerja, dan sikap dengan efektivitas kinerja petugas

surveilans diare di daerah rawan banjir kota Makassar

d. Untuk mengetahui hubungan kinerja Petugas surveilans dengan

kejadian diare di daerah rawan banjir kota Makassar

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Makassar

Menjadi masukan bagi dinas kesehatan Kota Makassar dalam

merumuskan rencana kegiatan berbasis surveilans epidemologi Diare

melalui peningkatan kualitas petugas surveilans di Kota Makassar

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai rujukan referensi dan

bahan acuan untuk penelitian selanjutnya khusus surveilans penyakit.

3. Bagi Praktisi Kebencanaan

Sebagai bahan masukan untuk peningkatan kerjasama antara

BPBD dan petugas kesehatan dalam mencegah dan menanggulangi

wabah penyakit akibat banjir.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Pustaka Tentang Diare

1. Pengertian diare

Menurut WHO mendefinisikan diare Sebagai berak cair tiga kali

atau lebih dalam sehari semalam/ 24 jam, sedangkan menurut (Widoyono,

2011) Diare adalah Perubahan Frekuensi dan Konsistensi tinja diatas

normal. Sedangkan menurut Hippocrates berpendapat dalam (Suharyono,

2012), bahwa diare adalah buang air besar dengan frekuensi tidak normal

dan konsistensi tinja yang lembek atau cair.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah

keadaan seseorang dengan BAB tidak normal seperti meningkatnya

frekuensinya dan eksistensinya cair.

2. Penularan Penyakit Diare

Peningkatan kejadian diare paling sering di sebabkan oleh

kontaminasi bakteri dengan makanan dan minuman yang nantinya di

komsumsi oleh manusia. Pada keadaan teretentu seperti banjir

kontaminasi air banjir dengan kotoran yang masuk kedalam sumber air
9

pemukiman yang digunakan untuk keperluan sehari-hari (Clasen et al.,

2015).

Menurut (Bres, 1995) penularan penyakit diare pada umumnya,

sebagai berikut:

a. Kemungkinan sedang dengan cara penularan kontak langsung atau

tidak kontak langsung dengan feses, urin, sekresi oral, cairan dari

mukokutan, darah dan benda-benda yang terkontaminasi oleh

bahan-bahan tersebut

b. Kemungkinan tinggi dengan cara penularan kontak langsung

dengan orang dan dengan feses serta sekresi oral

c. Sangat tinggi, dengan cara penularan melalui udara.

Menurut Achmadi (2008), hubungan antara pencemaran udara,

pencemaran air, dan pangan di gambarkan sebagai berikut:

Limbah Rumah Pencemaran Udara


Tangga Pabrik/
Pertambangan
Pencemaran Air

Pencemaran Tanah

Makanan Siap Saji


Proses Pertanian
Peternakan Proses Pengolahan
Pangan
Gambar 1. Kompleksitas Pencemaran Udara, Pencemaran air dan
Pangan (Achmadi, 2008)
10

Menurut Widoyono (2011), penyebab diare 75% oleh virus dan

bakteri dengan penularan melalui air sebagai media penularan yang

utama seperti menggunakan air minum yang sudah tercemar baik

tercemar dari sumbernya dan tercemar tidak dari sumbernya. Sedangkan

penularan terjadi karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi

dengan bakteri Salmonella, seperti susu mentah dan buah atau sayuran

yang terkontaminasi dengan kotoran binatang. Sedangkan Shigella

penularan dapat berpindah langsung dari keluarga yang tinggal bersama

(Suharyono, 2012).

3. Bakteri Penyebab Diare

Menurut Kunoli (2013), menyebutkan beberapa bakteri penyebab

diare yaitu Escherichia Coli enterotoksigenik (ETEC) yang ditemukan

sekitar tahun1970 dari strain-strain yang berhubungan dengan penyakit

diare, (Levine, 1979) berpendapat bahwa spesies Salmonella yang ganas

terhadap manusia adalah S.Typhi, S.Pharatyphi, S. Hirshfeldi, S.

Weltevreden, S.Havana, S. Javiana. Bakteri tersebut masuk kedalam

tubuh melalui melalui media seperti minuman dan makanan yang sudah

tercemar oleh tinja penderita yang membawa bakteri. Sedangkan Shigella

terdapat empat kelompok spesies yang terdiri dari 39 tipe dan subtipe.

Empat kelompok terpenting tersebut di jumpai di daerah tropis seperti S.

Dysentriase dan S. Flexneri sedangkan S. Sonnei lebih banyak dijumpai di


11

daerah industri. Shigella adalah sangat ganas bagi manusia dan terkenal

dapat menyebabkan disentri basil yang sangat akut.

Beberapa penyebab dari diare seperti, vibrio cholerae yang

mempunyai racun yaitu Toksin Cholerae (CT) yang mampu mengganggu

fungsi penahan usus, C. difficile merupakan penyebab diare nasokomial

yang memiliki dua toksin yaitu TcdA dan TcdB serta racun tambahan yang

disebut dengan Binary Toxino, dimana menurut penelitian pada hewan

TcdA merupakan faktor utama penyebab diare, shiggella spesies yang

memiliki empat spesies yang mampu menyebabkan diare yaitu S. sonnei,

s. flexneri, S. desintriae, dan S. boydii, Eschericia coli adalah jenis bakteri

yang paling sering terdapat pada saluran pencernaan hanya beberapa

jam mampu membuat orang yang terinfeksi diare, Enterotoxigenic E.coli

penyebab utama diare sekretonik ditandai dengan meningkatnya sekresi

cairan usus, Enteropathogenic E.coli (EPEC), penyebab utama terjadinya

diare pada bayi, sering disertai dengan demam dan muntah,

Enterohemorrhagic E.coli merupakan jenis penyebab diare yang

menyebabkan gejala yang lebih parah seperti BAB berdarah,

Rotavirus, merupakan penyebab utama penyakit diare dikalangan

ank-anak rotavirus menginfeksi sel-sel pada usus kecil sehingga dapat

menyebabkan diare berair tanpa peradangan, Norovirus merupakan salah

satu jenis virus yang dapat menyebabkan virus gastriintestinal yang biasa

di sebut dengan flu perut, Astrovirus merupakan penyebab lain dari flu

perut dengan gejala BAB sering disertai dengan muntah-muntah.


12

Diare yang disebabkan oleh parasit, tidak seperti dengan diare

yang disebabkan oleh bakteri ataupun virus seperti Giardilamblia yang

umumnya menetap di usus manusia yang biasanya ditularkan melalui air,

Entamoeba Histolytica merupakan protozoa satu-satunya yang

menyebabkan infeksi usus besar pada manusia (Hodges et al., 2010).

Dari 333 kasus diare pada bulan Desember 2011 dan November

2013, rata-rata kasus usia 12 bulan , dengan di dominasi oleh laki-laki.

Rata-rata penundaan masuk rumah sakit sekitar 1 minggu dari Timbulnya

gejala pertama dan darah terdeteksi pada 5% kasus dari sampel tinja,

kasus tersebut lebih berat dari malnutrisi. Kebanyakan kasus diare yang

dirawat di rumah sakit disebabkan oleh shigella 9%, Cryptosporidium 10%,

parvum atau hominis 7%, astrovirus dan norovirus 7% (Breurec et al.,

2016).

4. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Diare

Masyarakat harus waspada tentang terjadinya kasus diare dengan

mengenal tanda dan gejalanya, sumber kontaminasinya, dan penggunaan

klorin tablet harus selalu disediakan, sumber air yang telah terkontaminasi

harus ditutup permanen. Air yang aman dan sehat harus dipasok dari

sumber lain menggunakan tangki air. Pada masa yang akan datang,

perencanaan yang tepat oleh pemerintah untuk mencegah diare harus

dilakukan dengan menjaga kondisi sanitasi dengan menjaga agar selalu


13

tertutup dan perlu adanya pengujian khualitas air agar aman untuk

dikonsumsi (Hiremath et al., 2015).

Menurut Carvajal-Velez et al. (2016), untuk pengobatan klinis

diare akut merekomendasikan penggunaan suplemen zinc, meningkatkan

jumlah cairan dan menambah porsi makanan, sangat di sarankan untuk

menggunakan oralit yang terbukti sangat sederhana bisa di berikan oleh

keluarga maupun tenaga kesehatan. Untuk mencegah kematian akibat

diare perlu adanya pendidikan bagi keluarga dan dukungan dari fasilitas

kesehatan yang berkualitas.

5. Jenis Penyakit Diare

Menurut WHO, ada 3 tipe klinik diare yaitu: diare akut berair, yang

berlangsung beberapa jam atau beberapa hari, diare akut berdarah yang

disebut dengan disentri, dan diare persisten yang berlangsung 14 hari

atau lebih

Berdasarkan derajat dehidrasi menurut Depkes (2010), dibagi

dalam 3 jenis, yaitu:

a. Diare tanpa dehidrasi: Keadaan umum terlihat baik, mata Normal,

rasa haus biasa, turgor kulit kembali cepat.

b. Diare dehidrasi ringan: Keadaan umum baik nampak gelisah, rewel,

Mata Nampak Cekung, rasa haus ingin minum banyak, Turgor kulit

Kembali lambat
14

c. Diare dehidrasi berat: keadaan umum nampak lesu, atau tidak

sadar, mata cekung, malas minum, turgor kulit kembali sangat

lambat (lebih dari 2 detik).

6. Jenis Laporan Diare

Ada tiga jenis laporan untuk pengumpulan data diare, yaitu:

a. Laporan Rutin, Dilakukan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit

melalui SP2TP (LB), SPRS (STP RL), dan rekapitulasi diare.

Karena diare termasuk penyakit yang dapat menimbulkan wabah

maka perlu dibuat laporan mingguan (W2). Untuk dapat membuat

laporan rutin perlu pencatatan setiap hari penderita diare yang

datang ke sarana kesehatan, posyandu atau kader agar dapat

dideteksi tanda–tanda akan terjadinya KLB atau wabah sehingga

dapat segera dilakukan tindakan penanggulangan secepatnya.

Laporan rutin ini dikompilasi oleh petugas RR/Diare di Puskesmas

kemudian dilaporkan ke Tingkat Kabupaten/Kota melalui laporan

bulanan (LB) dan STP setiap bulan. Petugas/Pengelola Diare

Kabupaten/Kota mem-buat rekapitulasi dari masing-masing

Puskesmas dan secara rutin (bulanan) dikirim ke tingkat Propinsi

dengan menggunakan formulir rekapitulasi diare. Dari tingkat

Propinsi direkap berdasar-kan kabupaten/kota secara rutin

(bulanan) dan dikirim ke Pusat.


15

b. Laporan KLB Diare, Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan

dalam periode 24 jam (W1) dan dilanjutkan dengan laporan khusus

yang meliputi : Kronologi kejadian, cara penyebaran serta faktor-

faktor yang mempengaruhinya, keadaan epidemiologis penderita,

hasil penyelidikan yang telah dilakukan, hasil penanggulangan KLB

dan rencana tindak lanjut

Pengumpulan data melalui studi kasus, Pengumpulan data ini

dapat dilakukan satu tahun sekali, misalnya pada pertengahan atau akhir

tahun. Tujuannya untuk mengetahui “base line data” sebelum atau setelah

program dilaksanakan dan hasil penilaian tersebut dapat digunakan

(Depkes, 2010).

B. Tinjauan Pustaka Tentang Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari pengertian kata performance, dan biasa

diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja (Wibowo, 2012).

Sedangkan menurut Amiruddin (2015), Kinerja adalah penampilan hasil

kerja perseorangan yang mempengaruhi pengaruh pada funsional dan

struktural dalam suatu kelompok. Sedangkan penilaian kinerja adalah

proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui

instrument kinerja.
16

Untuk menilai kinerja dengan menggunakan instrumen perlu

standart pengukuran kinerja yang mencakup 4 hal, yaitu:

a. Pengukuran kinerja dikaitkan dengan analisis pekerjaan atau uraian

pekerjaan

b. Pengukuran kinerja dilakukan dengan mengukur sifat/ karakter

pribadi

c. Pengukuran kinerja dilakukan dengan mengukur hasil dari

pekerjaan yang dicapai

d. Pengukuran kinerja dilakukan dengan mengukur perilaku atau

tindakan-tindakan dalam mencapai hasil (Sudarmanto, 2015).

2. Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Amiruddin (2015), penilaian kinerja pada dasarnya

mempunyai 2 tujuan utama dan 1 tujuan spesifik yaitu:

a. Menilai kemampuan personal, merupakan tujuan yang mendasar

dalam rangka penilaian personal secara individual, yang dapat

digunakan sebagai informasi untuk nantinya menilai efektivitas

manajemen sumber daya manusia.

b. Mengembangkan personal, sebagai informasi Sebagai informasi

untuk pengambilan keputusan dalam pengembangan personel

seperti: promosi, mutasi, rotasi, terminasi, dan penyesuaian

kompensasi.
17

c. secara spesifik penilaian kinerja bertujuan antara lain untuk:

mengenali SDM yang perlu dilakukan pembinaan, menentukan

kriteria tingkat pemberian kompensasi, memperbaiki kualitas

pelaksanaan pekerjaan, bahan perencanaan manajemen program

SDM masa datang, memperoleh umpan balik atas prestasi

personel.

Menurut Armstrong (2003), menyatakan bahwa pengukuran

kinerja merupakan sesuatu yang sangat penting agar mendapat perbaikan

pelaksanaan kerja yang ingin dicapai, dengan empat jenis ukuran kinerja,

yaitu:

a. Ukuran uang, yang mencakup penghasilan dan pengeluaran

b. Ukuran usaha, yang mencakup pencapaian sasaran dan

mempengaruhi perilaku pekerjaan

c. Ukuran reaksi, mencakup penilaian rekan kerja, atau pekerjaan

penilaian lainnya.

d. Ukuran waktu, yang menunjukkan pelaksanaan kinerja dengan

jadwal, batas akhir, kecepatan, respon, dan jumlah hasil kerja yang

diberikan (Sudarmanto, 2015).

3. Metode Penilaian Kinerja

Menurut Amiruddin (2015), metode penilaian pada dasarnya dapat

dibedakan atas beberapa metode diantaranya :


18

a. Metode Teknik essai menyeluruh, pada metode ini menuliskan

deskripsi tentang kelebihan dan kekurangan seorang personel yang

meliputi prestasi, kerja sama dan pengetahuan personel tentang

pekerjaannya.

b. Metode Penilaian Komparasi, penilaian yang didasarkan

perbandingan ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil

pelaksanaan pekerjaan seorang personel yang lain yang

melakukan pekerjaan sejenis.

c. Metode Penggunaan Daftar Periksa, dalam melakukan penilaian

kinerja seorang personel, kita dapat menggunakan daftar periksa

(checklist) yang telah disediakan sebelumnya. Daftar ini berisi

komponen-komponen yang dikerjakan seorang personel yang

dapat diberi bobot “Ya” atau “Tidak” , “Selesai” atau “Belum”, atau

dengan bobot persentase penyelesaian pekerjaan yang

bersangkutan. Biasanya komponen-komponen tingkah laku dalam

pekerjaan yang dinilai itu disusun dalam bentuk pertanyaan-

pertanyaan singkat. Dengan demikian setiap personel perlu

disediakan daftar checlist sesuai dengan bidang pekerjaannya

masing-masing.

d. Metode Penilaian Langsung, melakukan penilaian kinerja tidak

hanya dapat dilakukan diatas kertas berdasarkan catatan atau

laporan yang ada. Tetapi dapat pula melihat langsung pelaksanaan

pekerjaannya di lapangan. Petugas yang melakukan penilaian


19

kelapangan ini adalah orang yang mengetahui apa yang harus

dilihat dan dinilai. Kemudian hasil penilaiannya ini disampaikan

kepada pejabat yang berwenang yang menentukan penilaian

kinerja selanjutnya. Sewaktu melakukan penilaian kinerja di

lapangan, si penilai dapat saja langsung memberitahukan kepada

personel yang dinilai kekurangan atau kelemahan-kelemahan yang

telah dilakukan yang bersangkutan dalam melakukan pekerjaan.

Dengan demikian, si personal dapat memperbaiki kekurangan-

kekurangan itu berdasarkan arahan atau informasi dari penilai tadi.

Namun penilaian langsung kelapangan ini mempunyai

kelebihan dan kelemahan tersendiri. Kelebihannya terletak pada:

pelaksanaanya lebih objektif berdasarkan kesaksian si penilai sendiri,

kesalahan atau kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan dapat

langsung di informasikan sehingga tidak terulang, dengan mengamati

langsung ke lapangan, dapat diketahui hal-hal positif dan negatif dalam

pelaksanaan pekerjaan, Sedangkan kelemahannya antara lain:

memerlukan keahlian tertentu dari penilaian sesuai dengan bidang

pekerjaan yang dinilai, memerlukan biaya yang lebih besar

dibandingkan dengan menggunkan metode penilaian lain, tidak semua

pejabat mempunyai waktu luang untuk melakukan penilaian langsung

kelapangan ini terus menerus.

e. Metode Penilaian berdasarkan Perilaku, penilaian kinerja yang

didasarkan uraian pekerjaan yang sudah disusun sebelumnya.


20

Biasanya uraian pekerjaan tersebut menentukan perilaku apa saja

yang diperlukan oleh seorang personel untuk melaksanakan

pekerjaan itu. Oleh sebab itu, metode ini memberikan kesempatan

kepada personel yang dinilai untuk mendapatkan umpan balik.

Dengan umpan balik ini, ia dapat memperbaiki kelemahannya

dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tuntutan uraian

pekerjaan. Melalui metode ini akan jelas terlihat apa yang

menyebabkan tidak memuaskannya pelaksanaan pekerjaan

tersebut. Apakah faktor kekurangan-kemampuan, faktor kurang

motivasi, kurang disiplin dan sebagainya, sehingga dapat dicarikan

jalan keluarnya dengan memberi pelatihan peningkatan

kompensasi dan lain-lain.

f. Metode Penilaian berdasarkan Kejadian Krisis, penerapan

penilaian berdasarkan insiden krisis itu dilaksanakan oleh atasan

melalui pencatatan atau perekaman peristiwa-peristiwa yang

berkaitan dengan perilaku personel yang dinilai dalam

melaksanakan pekerjaan. Penilaian berdasarkan insiden krisis ini,

menghendaki kerajinan seseorang atasan untuk selalu mencatat

peristiwa pelaku yang terjadi baik positif ataupun yang negatif. Dan

pada waktunya catatan-catatan ini akan menjadi sumber penilaian

atasan yang diadakan pada akhir tahun.

g. Penilaian berdasarkan efektifitas (effectiveness based evalution)

dengan menggunkan sasaran perusahaan sebagai indikasi


21

penilaian kinerja. Metode penilaian ini biasanya dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan besar yang mempekerjakan banyak

personel dan menggunakan sistem pengelolaan perusahaan

berdasarkan sasaran (Manajemen Berdasarkan Sasaran = MDS).

Metode ini cukup rumit karena dalam penilaian yang diukur adalah

kontribusi personel, bukan kegiatan atau perilaku seperti pada yang

dilakukan dalam metode-metode penilaian lainnya. Dalam metode

MBS ini para personel tidak dinilai bagaimana menggunakan

waktunya dalam pelaksanaan pekerjaan, tetapi yang dinilai adalah

apakah yang mereka hasilkan (karena hasil kerja merupakan

sasaran akhir yang dituntut perusahaan dari para personelnya

h. Metode Berdasarkan Peringkat, Metode penilaian peringkat

berdasarkan pembawaan (trait based evalution) yang ditampilkan

bagi personel. Penilaian berdasarkan metode ini dianggap lebih

baik, karena keberhasilan pekerjaan yang dilaksanakan seorang

personel amat ditentukan oleh beberapa unsur ciri pembawaan

(trait) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dalam metode ini yang

dinilai adalah unsur-unsur kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan,

prakarsa, kerjasama, kepemimpinan dan sebagainnya.

Kelebihan metode peringkat ini mudah mempersiapakan

model atau formatnya, dapat digunakan unutk menilai personel

yang jumlahnya banyak, dapat digunkana oleh pimpinan pada

peringkat manapun dalam perusahaan, dan sebaliknya


22

kekurangannya terletak pada: sukar melepaskan penilai dari faktor

subyektivitas, karena banyak spektrum angka, maka sering terjadi

perbedaan penafsiran (interpretasi), unsur yang dinilai kadang-

kadang tidak berkhualitas dengan pelaksanaan pekerjaan.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Lyle Spencer dan Signe Spencer (1993), menyebutkan

bahwa ada Karakteristik Personil, perilaku dan kinerja, seperti gambar

dibawah ini:

Maksud Tindakan Hasil


(Intent) (Action) (Outcome)

Karakteristik Personal Perilaku Penampilan Kerja

Skill
Dorongan
Motive
Sifat/ Watak
Trait
Citra diri
Self Concept
Pengetahuan
Knowledge

Gambar 2. Hubungan Karakteristik Personel, Perilaku, dan Kinerja (Lyle


Spencer dan Signe (1993)
Gambar tersebut dijelaskan bahwa karakteristik personal yang

mencakup: dorongan, sikap, citra diri, pengetahuan akan menentukan

perilaku personal dalam bekerja. Perilaku yang merupakan tindakan

seseorang dalam pekerjaan di tentukan sejauh mana keahlian yang


23

dimiliki, jadi dapat disimpulkan bahwa semakin terampil seseorang

semakin mendorong penampilan kerja yang baik (Sudarmanto, 2015).

Menurut yuniarsih et al. (2008), membagi menjadi 2 faktor yaitu:

a. Faktor Internal, Bagi individu diantaranya, Komitmen, loyalitas,

minat, motivasi, etos kerja, disiplin, latar belakang, keterampilan

dan kemampuan, kepribadian. Bagi organisasi, visi misi, dan

tujuan, sistem dan praktik, sumber daya, ICT, Kepemimpinan,

komunikasi, kebijakan, budaya kerja, struktur pekerjaan, dan K3

b. Faktor Eksternal, kultur lingkungan, kebijakan pemerintah,

pengaruh politis, dampak globalisasi, umpan balik masyarakat,

kemitraan, dan dukungan steak holder.

Menurut Amiruddin (2015), menjelaskan beberapa faktor-faktor

yang mempengaruhi kinerja diantaranya adalah:

a. Karakteristik pribadi, yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu individu

baik jenis kelamin, umur, dan lain-lain.

b. Motivasi, menurut Berelson dan Steiner (1964) mendifinisikan

Motivasi sebagai all those inner striving condition variously

described as wishes, desires, needs, drives, and the like. Yang

dapat diartikan sebagai kondisis intrinsik kejiwaan, dan mental

individu seperti berbagai keinginan, harapan, cita-cita, kebutuhan,

dorongan dan kesukaan yang mendorong individu untuk berprilaku


24

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan kepuasan terhadap

apa yang dilakukannya.

c. Pendapatan atau Gaji, untuk meningkatkan kinerja personel

penyesuaian gaji digunakan sebagai alat yang efisien dan efektif,

seperti pada studi kasus Mechanics (1975) yang membandingkan

antara pembayaran langsung dan pembayaran setelah bekerja

pada dokter ditemukan bahwa dokter yang di bayar dimuka lebih

cenderung mempunyai jumlah pasien yang banyak dibandingkan

dengan dokter yang pembayarannya setelah bekerja.

d. Keluarga, Pengaruh tanggung jawab keluarga berbeda antara pria

dan wanita, pria dengan beban keluarga yang tinggi berhubungan

dengan peningkatan jam kerja yang lebih tinggi di bandingkan

dengan pria yang yang beban keluarganya rendah. Sebaliknya,

efek yang berlawanan terjadi pada wanita karena beban keluarga

yang tinggi akan mengurangi jam kerja, sedangkan beban keluarga

yang rendah meningkatkan jam kerja (Shey, 1991). Briody dkk

(1991) menemukan bahwa masalah adaptasi yang dialami oleh

pasangan International Service Personel (ISP) adalah satu darri

penyebab utama rendahnya kinerja kerja ISP.

e. Organisasi, Untuk memperbaiki kesenjangan perlu dilakukan

observasi terhadap kinerja yang kurang tersebut, untuk

memperbaiki kekurangan tersebut, organisasi harus menciptakan


25

lingkungan yang berbeda untuk personel profesional (Pasternak,

dkk).

f. Supervisi, adalah proses yang memacu anggota unit untuk kerja

berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi tercapai. Oliver

dan Anderson (1994) menemukan bahwa persepsi behaviour-

control govermmance yang dihubungkan dengan motivasi intrinsik,

yang dimaksud motivasi intrinsik adalah perhatian kepada tujuan

lembaga, kompetisi profesional penerimaan, dan pengaruhnya di

antara sales representative dan sebaliknya, outcome-control

governmance dihubungkan dengan motivasi ekstrinsik dan

keluaran standart minimal, penemuan mereka menyarankan bahwa

sistem kontrol penjualan yang berdasarkan behavior (perilaku)

menghasilkan perasaan dan perilaku yang lebih positif dari orang-

orang penjualan dari pada sistem yang berdasarkan

outcame/dampak.

Menurut Gibson dalam ilyas dikutip oleh Hanafi et al. (2006),

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sepertu gambar berikut:

Gambar 3. Teori Perilaku dan Kinerja (Gibson, 1996)


26

Dari gambar teori perilaku dan kinerja diatas dapat dijelaskan

bahwa:

a. Faktor individu yang terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar

belakang (keluarga, pengalaman, tingkat sosial) serta demografis

(Umur Jenis, etnis, jenis kelamin).

b. Faktor psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, dan

motivasi.

c. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap kinerja individu

seperti sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain

pekerjaan.

C. Tinjauan Pustaka Tentang Distribusi Epidemologi

1. Pengertian Epidemologi

Menurut Salmah (2013), epidemologi berasal dari bahasa Yunani

yang memuat tiga suku kata yaitu “epi” artinya berkaitan, “demos” artinya

masyarakat, dan “logos” artinya ilmu. Jadi epidemologi adalah ilmu yang

mempelajari proses penyakit-penyakit yang berkembang di masyarakat.

Menurut Riyadi (2016), epidemologi adalah suatu cabang ilmu

kesehatan yang mempelajari tentang, timbul dan proses penyakit, sebab

timbulnya penyakit, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya

penyakit, cara penyebarannya, dan pokok-pokok penanggulangannya.

Diantara definisi-definisi epidemologi, pengertian epidemologi menurut


27

Leavel dan Clark (1963), yang paling terkenal yang mengartikan

epidemologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari berbagai faktor dan

kondisi yang mempengaruhi suatu kejadian dan penyebaran keadaan

sehat, sakit, kerusakan jaringan, kelumpuhan serta kematian dalam

masyarakat.

Menurut Notoatmodjo (2007), penyebaran penyakit biasanya

timbul pertanyaan antara lain siapa, di mana, dan kapan sedangkan

batasan epidemologi mencakup 3 elemen, yaitu:

a. Mencakup semua penyakit

b. Populasi yaitu memperhatikan distribusi penyakit pada populasi

masyarakat atau kelompok.

c. Pendekatan ekologi yaitu distribusi penyakit dikaji dari latar

belakang terjadinya penyakit pada seseorang dimulai dari manusia

dan total lingkungannya.

2. Penyebab Timbulnya Penyakit

Teori fenomena Gordon, yang merupakan salah satu teori yang

paling tua yang menjelaskan bahwa timbulnya suatu penyakit dikarenakan

gangguan keseimbangan terhadap rangkaian Host-Agent-Environment.


28

Host

Agen Environment

Gambar 4. Teori Gangguan Keseimbangan (Teori Fenomena Gordon)

Dari gambar diatas dapat dijelaskan pengertian masing-masing

faktor, yaitu:

a. Host atau indung semang adalah tempat bibit penyakit masuk,

berkembang dan menjadi sakit. Host berperan penting dalam

penyebaran penyakit dikarenakan jika kondisi host baik maka

pertahanan semakin kuat dan bibit penyakit sulit untuk masuk dan

sebaliknya juka host lemah maka pertahanan juga lemah sehingga

memudahkan bibit penyakit untuk masuk.

b. Agen adalah yang menjadi penyebab timbulnya penyakit seperti:

virus, bakteri, jamur, dan lain-lain.

c. Lingkungan, dapat berkontribusi menimbulkan penyakit apabila

lingkungan sekitar kurang sehat (Salmah, 2013).

Ketiga faktor diatas saling berinteraksi untuk dapat menimbulkan

suatu kondisi sakit pada manusia. Dalam kondisi sehat, ketiga faktor diats

mencapai keadaan seimbang (Riyadi, 2016).


29

3. Jenis Epidemologi

Menurut Riyadi (2016), membedakan epidemologi menjadi 3

bagian utama, yaitu epidemologi deskriktif, epidemologi analitik,

epidemologi lingkungan. Untuk membedakan epidemologi deskriktif dan

epidemologi analitik dapat dijelaskan sebagai beriku:

a. Epidemologi deskriktif

1) Pemaparan data tentang mortalitas dan morbiditas penyakit dan

data kondisi kesehatan lainnya.

2) Pemaparan data dalam bentuk tabulasi yang tersusun secara

statistik

3) Kompilkasi data tabulasi menurut berbagai variabel, seperti:

a) Orang (person)

1) Umur, merupakan salah satu variabel yang selalu muncul

dan diperhatikan dalam kegiatan penyelidikan

epidemologi. Munculnya variabel umur memudahkan

membaca dan melihat pola kesakitan dan kematian

menurut golongan umur. Pengelompokan umur menurut

WHO, yaitu: Menurut tingkat kedewasaan,

Tabel 1. Pengelompokan Umur (WHO)

Kelompok umur Keterangan

0 – 14 Tahun Bayi dan anak-anak


15 – 49 Tahun Muda dan Dewasa
> 50 Tahun Orang Tua
30

Menurut Interval 5 Menurut Penyakit Anak


(lima) tahun
< 1 Tahun 0 – 4 Bulan
1 – 4 Tahun 5 – 10 Bulan
5 – 9 Tahun, dst 12 – 23 Bulan
1 – 4 Tahun
5 – 9 Tahun
10 – 14 Tahun
2) Jenis Kelamin, merupakan salah satu variabel yang

muncul pada pilar epidemologi. Berdasarkan berbagai

data luar negeri menginformasikan bahwa angka

kesakitan (morbiditas) lebih tinggi terjadi dan dialami oleh

jenis kelamin perempuan daripada jenis kelamin laki-laki.

Sedangkan angka kematian (mortalitas) lebih tinggi

terjadi pada laki-laki untuk semua golongan umur.

3) Kelas sosial, merupakan salah satu variabel yang

menggambarkan tingkat atau kelas sosial kehidupan

seseorang. Sering dikaitkan dengan angka kesakitan dan

kematian seseorang, digambarkan sebagai berikut:

tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, penghasilan, tempat

tinggal, dan pemenuhan kebutuhan hidup.

4) Golongan etnik, berbagai golongan etnik

menggambarkan keanekaragaman budaya dan suku

biasanya terdapat berbedaan yang bisa dilihat berupa

gaya hidup, kebiasaan, dan lain-lain.


31

5) Status Perkawinan, seperti: kawin, cerai, tidak kawin,

janda, dan duda menggambarkan angka kesakitan dan

kematian.

6) Besarnya keluarga, struktur keluarga dan paritas

merupakan relatif berpengaruh terhadap jumlah angka

kesakitan dan kematian

b) Tempat

Tempat merupakan salah satu variabel penting untuk

mengetahui pola timbulnya suatu penyakit, distribusi dan

etiologi penyakit. dengan cara membandingkan hal-hal

sebagai berikut:

1) Batas tempat berdasarkan batas alam seperti

pegunungan, sungai, laut, dan lain-lain.

2) Batas kota dan desa yang dibatasi oleh ketentuan

administrasi oleh penguasa wilayah.

3) Batas Negara dan wilayah regional.

Untuk mendapatkan etiologi suatu penyakit batas

alam lebih penting dari batas administrasi. Batas alam lebih

spesifik pola penyakitnya seperti:

1) kondisi lingkungan yang meliputi suhu udara, curah

hujan, ketinggian, keadaan tanah, sumber air dan lain-

lain.
32

2) Sifat biologis timbulnya penyakit tertentu yang menjadi

endemik di daerah tersebut

3) Faktor sosial budaya yang menjadi kebiasaan daerah

setempat

4) Derajat isolasi terhadap pengaruh luar

c) Waktu

Waktu dan penyakit merupakan satu kesatuan

didalam menganalisis epidemologi, karena saling

berhubungan. perubahan waktu dan memperlihatkan

perubahan angka kesakitan dan untuk membedakan

perubahan waktu dan penyakit tersebut dapay di bagi

menjadi 3 tahap, yaitu: fluktuasi jangka pendek, angka

kesakitan yang berlangsung beberapa jam, hari, minggu dan

bulan, secara siklus yaitu kejadian yang berulang, dan yang

berlangsung dalam waktu yang lama dan panjang (Salmah,

2013).

b. Epidemologi analitik

1) Meliputi keseluruhan data karakteristik deskriktif, ditambah

karakteristik analitik pada butir-butir berikutnya

2) Menggunakan berbagai metode penelitian epidemologi seperti

Cohort, Case-Control, Screening, dan lain-lain.

3) Menggunakan uji inferensial variabel data yang diteliti

4) Melakukan analisis untuk mencari korelasi sebab akibat


33

5) Mengembangkan pengetahuan dan prosedur penanganan

masalah letupan dan endemisias penyakit dengan cara baru

dan lebih operasional.

4. Epidemologi Vektor

Menurut Sumantri (2010), ada beberapa faktor epidemologi vektor

yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit, yaitu:

a. Cuaca, Iklim dan musim merupakan faktor utama yang dapat

mempengaruhi kejadian penyakit. Pergantian musim dapat

meningkatkan transmisi atau menyebabkan kerentanan terhadap

penyakit infeksi.

b. Vektor adalah Organisme perantara penularan penyakit.

c. Reservoir adalah hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen

sementara dan hewan tersebut tidak berdampak sedikitpun atau

hewan yang dapat hidup bersama dengan patogen disebut

reservoir. Misalnya lalat, tikus, dan lain-lain.

d. Geografis, Insiden penyakit yang ditularkan antropoda

berhubungan langsung dengan geografis tempat reservoir dan

vektor berada. Bertahan hidupnya agen penyakit bergantung pada

iklim (suhu, kelembaban, dan curah hujan).

e. Perilaku manusia, yang dimaksud adalah Interaksi antarmanusia

dengan lingkungan dapat menyebabkan penularan penyakit.


34

Contoh penyebaran penyakit melalui vektor yaitu nyamuk, lalat, dan

lain-lain.

D. Tinjauan Pustaka Tentang Determinan Ekologi

1. Pengertian Ekologi

Menurut Ernst Haeckel (1869), yang merupakan ahli biologi

mengartikan ekologi berasal dari bahasa yunani “oikos” yang berarti

rumah atau tempat untuk hidup. Sedangkan menurut konsep dasar ilmu

sanitasi yang mengartikan ekologi sebagai ilmu yang mempelajari

hubungan antara makhluk hidup dan lingkungannya. Jadi ilmu lingkungan

(ekologi) adalah penerapan berbagai prinsip dan ketentuan ekologi dalam

kehidupan manusia (Sumantri, 2010).

Kesehatan lingkungan pada umumnya adalah suatu kondisi

dimana lingkungan dalam keadaan optimum sehingga berpengaruh positif

terhadap status kesehatan manusia. Menurut hendrik L Blum (1972),

seorang ahli kesehatan menjelaskan bahwa ada 4 faktor yang

mempengaruhi status kesehatan dan secara keseluruhan saling

mempengaruhi, secara ringkas dijelaskan dalam (Notoatmodjo, 2007)

seperti gambar di bawah ini:


35

Keturunan

Pelayanan Status Lingkungan


Kesehatan
Kesehatan

Perilaku

Gambar 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan (Hendrik L


Blum, 1972)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dimaksud diuraikan

sebagai berikut:

a. Keturunan

Merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit pada

seseorang karena merupakan penyakit yang diturunkan dari orang tua

kepada penerusnya, dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa

dalam tubuh seseorang mulai lahir kemungkinan sudah mempunyai

penyakit turunan (kalau orang tua baik ibu maupun bapak atau keduanya

membawa gen penyakit turunan yang dimaksud), hanya saja menuggu

waktu kapan akan timbulnya keluhan dari penyakit yang dimaksud.


36

b. Pelayanan Kesehatan

Merupakan suatu wadah atau fasilitas untuk memperoleh

pelayanan kesehatan yang difasilitasi oleh pemerintahn daerah.

Tujuannya adalah untuk melayani masyarakat yang membutuhkan

pelayanan kesehatan yang memuat 4 (empat) unsur pelayanan kesehatan

seperti: preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

c. Perilaku

Merupakan salah satu faktor yang lebih besar mempengaruhi

status kesehatan seseorang. Perilaku masyarakat sangat menentukan

kesehatan seseorang seperti mampu untuk berfikir positif, dan menjaga

perilaku hidup sehat.

d. Lingkungan

Merupakan salah satu faktor yang paling besar pengaruhnya

terhadap status kesehatan masyarakat. Aplikasinya berupa kebutuhan

memperoleh air bersih, udara, ventilasi, pembuangan air limbah, interaksi

sosial sesama warga, dan ekonomi keluarga (Salmah, 2013).

2. Jenis Lingkungan Hidup Manusia

Lingkungan hidup pada manusia maupun makhluk hidup lainnya

menurut Sumantri (2010), dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:


37

a. Lingkungan Hidup Internal adalah proses fisiologis dan biokimia

yang berlangsung dalam tubuh manusia pada saat tertentu yang

juga mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dan keadaan

yang terjadi di luar tubuh untuk kelangsungan hidupnya yang

disebut homeostatis.

b. Lingkungan Hidup Eksternal adalah segala sesuatu yang berupa

benda hidup atau mati, ruang energi, keadaan sosial, ekonomi,

maupun budaya yang dapat membawa pengaruh terhadap

kehidupan manusia. Untuk lebih jelasnya lingkungan hidup

eksternal merupakan lingkungan di luar tubuh manusia yang terdiri

atas 3 komponen, antara lain: Lingkungan fisik, lingkungan biologis,

dan lingkungan sosial.

3. Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan

Menurut Sumantri (2010), salah satu dari lingkungan fisik yang

sangat berpengaruh terhadap proses terjadinya penyakit pada masyarakat

selain air, tanah, makanan, adalah cuaca dan iklim.

a. Pengertian Iklim

Memahami masalah iklim, tentunya harus dibedakan dua

terminologi, yakni cuaca dan iklim. Menurut (Trewartha, GT & Hom, LH,

1995) Iklim dan cuaca memiliki banyak kesamaan, tetapi keduanya tidak

identik. Cuaca adalah total dari keseluruhan variabel atmosfer di suatu


38

tempat dalam suatu periode waktu yang singkat. Sedangkan iklim

merupakan suatu konsep yang abstrak. Ini merupakan suatu komposit dari

keadaan cuaca hari ke hari dan elemen-elemen atmosfer, di dalam suatu

kawasan tertentu dalam jangka waktu yang panjang (Oktavia et al., 2013).

b. Unsur-unsur Iklim

1) Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah

dalam kurun waktu tertentu. Alat ukur untuk menentukan

banyaknya curah hujan disebut Rain Gauge.

Faktor-faktor yang mempengaruhi curah hujan diantaranya

adalah topografi, lereng, arah angina, dan jarak perjalanan angina

diatas medan datar.

Menurut Oktavia et al. (2013), mengutip pendapat Mori et. al,

membagai tingkatan hujan berdasarkan intensitasnya, yaitu:

a) Sangat deras (lebih dari 1,00 mm/menit)

b) Deras (0,25-1,00 mm/menit)

c) Sedang (0,05-0,25 mm/menit)

d) Lemah (0,02-0,05 mm/menit)

e) Sangat lemah (kurang dari 0,02 mm/menit).

Menurut Badan Meterorologi, Klimatologi dan Geofisika

berdasarkan analisa curah hujan bulanan diklasifikasikan sebagai

berikut:
39

a) Sangat tinggi (400->500 mm)

b) Tinggi (201-400 mm)

c) Menengah (101-200 mm)

d) Rendah (0-100 mm)

2) Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkadnung

dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu yang dinyatakan

dalam persen (%). Biasanya alat yang digunakan adalah

psychrometer atau hygrometer.

3) Kecepatan angin adalah gerakan horizontal udara terhadap

permukaan bumi suatu waktu yang diperoleh dari hasil pengukuran

harian dan dirata-ratakan setiap bulan dan memiliki satuan knot

(Neiburger, 1995). Sedangkan menurut Tjasyono (2004), dikutip

dalam Oktavia et al. (2013), kecepatan angin di wilayah Indonesia

berbeda pada saat musim hujan dan musim kemarau.

4) Suhu Udara adalah derajat panas dari aktivitas molekul dalam

atmosfer. Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang

diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan

thermometer. Satuan yang biasa digunakan adalah derajat Cecius

( ) sedangkan di Inggris dan beberapa Negara lainnya dinyatakan

dalam gerajat Fahrenheit ( ) yang dipengaruhi oleh jumlah radiasi

permusim, ketinggian tempat, angina secara tidak langsung, panas,

tanah, dan sinar matahari (Oktavia et al., 2013).


40

c. Dampak Iklim bagi Kesehatan

Perubahan iklim menyebabkan meningkatnya gelombang panas

yang berulang-ulang dan perubahan cuaca yang ekstrim, antara lain

peningkatan curah hujan, kekeringan, dan naiknya permukaan laut akibat

dari perubahan iklim tersebut mempengaruhi kesehatan masyarakat

seperti: badai, polusi udara, penyakit-penyakit infeksi yang peka terhadap

cuaca. hal tersebut meningkatkan resiko sakit dan mati akibat cuaca

ekstrim karena gangguan kesehatan fisik dan mental, meningkatkan

penyakit-penyakit yang ditularkan oleh makanan, air, dan serangga

(Soedarto, 2013).

Perubahan Iklim

Kebocoran Kerusakan
Ozon Tanah

Kesehatan Manusia

Menurunnya
Gangguan Ekosistem cadangan air bersih

Gambar 6. Pengaruh Iklim pada Kesehatan dan Lingkungan WHO


(Soedarto, 2013)
Menurut Phung et al. (2015), Terdapat hubungan yang signifikan

antara faktor iklim seperti Curah hujan, suhu, kelembaban dengan


41

kejadian diare dan kejadian yang lebih tinggi di terjadi di daerah pedesaan

dibanding di perkotaan.

Hasil serupa juga dikemukakan oleh Oktavia et al. (2013), bahwa

ada hubungan yang signifikan antara iklim (curah hujan,, kelembaban

udara, dan kecepatan angin) dengan peningkatan kejadian diare.

4. Dampak Perubahan Lingkungan terhadap Kesehatan

Menurut Sumantri (2010), selain perpindahan penduduk yang

tidak merata di Indonesia, jumlah penduduk juga berpengaruh besar

dalam bertambahnya sampah yang akhirnya dapat memicu pencemaran

udara, air, maupun tanah, terlebih lagi berbagai jenis bencana terjadi di

Indonesia yang menimbulkan kerugian material maupun kesehatan. Salah

satu bencana yang paling sering adalah banjir.

a. Pengertian Banjir dan Genangan

Banjir didefinisikan sebagai munculnya air di daerah yang

biasanya kering, Peningkatan air yang memiliki dampak yang signifikan

terhadap kehidupan manusia dan kesejahteraan, Kenaikan yang signifikan

dari permukaan air di sungai, danau, waduk atau wilayah pesisir dan

Setiap kasus dimana tanah tidak biasanya tertutup oleh air menjadi

tertutup oleh air (WHO, 2013).


42

Menurut Bakornas (2007), Naiknya aliran sungai melebihi muka

air normal sehingga menyebabkan genangan yang nantinya mengalir dan

melintasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air.

Banjir didefinisikan dengan kenaikan drastis dari aliran sungai,

kolam, danau, dan lainnya, dimana kelebihan aliran itu menggenangi

keluar dari tubuh air dan menyebabkan kerusakan dari segi sosial

ekonomi dari sebuah populasi (Smith et, al., 1998).

Menurut Mahardi et al. (2014), Genangan adalah luapan air yang

hanya terjadi dalam hitungan jam setelah hujan mulai turun. Genangan

terjadi akibat meluapnya air hujan pada saluran pembuangan sehingga

menyebabkan air terkumpul dan tertahan pada suatu wilayah dengan

tinggi muka air 5 hingga >20 cm. Sedangkan banjir adalah meluapnya air

hujan dengan debit besar yang tertahan pada suatu wilayah yang rendah

dengan tinggi muka air 30 hingga > 200 cm.

Menurut kodoatie (2002), dalam kepentingan yang lebih teknis,

banjir dapat disebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi

yang diakibatkan oleh adanya perubahan lahan tata guna di daerah aliran

sungai, Kawasan yang tidak terawatt sepanjang jalur drainase,

perencanaan banjir yang kurang tepat, curah hujan yang tinggi, pengaruh

sendimen sungai, pengaruh tanah, dan bendungan pengendali air (Steven

et al., 2015).
43

Berdasarkan klasifikasi luasan sungai yang di modifikasi menjadi

luasan genangan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi, diantaranya:

Tabel 2. Klasifikasi Luas Genangan (Hadi, 2007)

Luas Genangan Klasifikasi Genangan

<5 Kecil

5-150 Sedang

151-999 Besar

>1000 Sangat Besar

Pengertian antara banjir dan genangan di atas dapat disimpulkan

bahwa dampak dari genangan tidak seluas dan sebesar banjir, banjir

memiliki intensitas waktu lama dan frekuensi air yang besar di bandingkan

dengan genangan. Genangan akan muncul ketika sungai tidak mampu

menahan besarnya air dan resapan tanah kurang baik sehingga air

meluap di daerah tertentu disebut genangan.

b. Daerah rawan Banjir

Menurut Steven et al. (2015), untuk mengurangi dampak dari

banjir, maka perlu adanya pengenalan secara pasti daerah rawan banjir.

Daerah rawan banjir yang dimaksud berdasarkan karakter wilayah banjir

dapat dikelompokkan menjadi: limpasan dari tepi sungai, wilayah

cekungan, dan banjir akibat pasang surut. Secara meneyeluruh, tingkat

risiko di daerah rawan banjir beragam tergantung jenis topografi dan iklim

setempat. Dengan menggunakan peta daerah rawan banjir menjadi acuan


44

wilayah yang diketahui berisiko terdampak banjir sehingga dapat

ditanggulangi untuk mereduksi kerugian yang akan ditimbulkan baik

lingkungan maupun masyarakat.

c. Tingkat Bahaya banjir

Banjir sering terjadi di wilayah yang lebih rendah dan pada musim

hujan. Menurut daerah genangan pada debit banjir tahunan merupakan

daerah rawan banjir yang paling tinggi, hal tersebut dapat dijelaskan

seperti gambar berikut ini:

Tabel 3. Tingkat Bahaya Banjir (Steven et al., 2015)

Kelas Kala Ulang Debit Daerah rawan


Banjir Banjir

1 – Rendah

2 – Sedang

3 – Tinggi

4 – Sangat Tinggi

d. Jenis dan Penyebab Banjir

Menurut WHO (2013), ada beberapa tipe banjir diantaranya

adalah:

1. Banjir bandang, yang biasanya terjadi secara mendadak dengan

luas tangkapan kecil yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi
45

ditambah dengan sistem drainase yang tidak memiliki kapasitas

untuk mengatasi air.

2. Banjir daratan, yang biasanya terjadi dengan durasi yang lama

dengan wilayah cakupan yang luas di sebabkan oleh hujan yang

berlangsung lama sehingga tanggul tidak bisa menahan.

3. Banjir pesisir, biasanya didefinisikan sebagai genangan wilayah

pesisir untuk tingkat yang lebih besar. Banjir pesisir biasanya

disebabkan oleh kondisi cuaca ekstrim, seperti badai, gelombang

tinggi yang biasanya di sebabkan efek grafitasi.

Berdasarkan sumber airnya, untuk Negara tropis seperti Indonesia

dapat di bagi menjadi 3 kategori:

1. Banjir yang di sebabkan oleh hujan lebat yang sehingga tanggul

tidak bisa menahan kapasitas air yang tinggi

2. Banjir yang di sebabkan oleh meningkatnya muka air di sungai

akibat meningginya gelombang laut akibat badai

3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan

manusia seperti bendungan, tanggul, dan bangunan pengendali air

lainnya.

Penyebab banjir yang telah di jelaskan dapat disimpulkan bahwa

pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas

normal, kebiasaan masyarakat membuang sampah di sungai sehingga

pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta
46

sistem saluran drainase dan kanal menyempit sehingga tidak mampu

menampung air sehingga meluap kepermukaan. Pergantian hutan

menjadi pemukiman menyebabkan berkurangnya daerah resapan jika

terjadi hujan dengan intensitas tinggi sebagian besar air akan langsung

masuk kedalam sistem pengaliran air/ sungai sehingga kapasitasnya

terlampaui mengakibatkan banjir (Bakornas, 2007).

e. Dampak Banjir bagi Kesehatan

Menurut WHO (2013), dampak banjir di bagi menjadi 2 yaitu

dampak langsung dan tidak langsung diantaranya adalah:

1. Dampak langsung bagi kesehatan, tenggelam, terluka atau cedera

pada saat ingin menyelamatkan diri, diare atau penyakit hewan

lainnya, ISPA, Keracunan bahan kimia dan stress.

2. Dampak tidak langsung bagi fasilitas kesehatan, hilangnya akses

ke pelayanan kesehatan lanjutan, kerusakan pada infrastruktur

pelayanan kesehatan, kerusakan rumah sakit dan fasilitas

masyarakat lainnya, kerusakan tanaman dan pasokan makanan

lainnya, gangguan mata pencaharian

Menurut Lowe et al. (2013), membagi 3 kategori dampak banjir

bagi kesehatan, yaitu:

1. Sebelum banjir
47

Angka mortalitas dari sebelum banjir terjadi tidak ada di temukan

kematian, namun sejumlah kasus sebelum banjir terjadi menunjukkan

bahwa penyakit gastrointestinal sering di jumpai pada fase tersebut.

2. selama banjir

Mortalitas dampak banjir bagi kesehatan dikaitkan dengan

tenggelam, trauma, cedera, serangan jantung, listrik, keracunan

Morbilitas dampak banjir bagi kesehatan dikaitkan dengan

penyakit gastrointestinal, tekanan psikologis, luka-luka, hipotermia, sakit

telinga, penyakit kulit, asma menjadi buruk, dan gangguan pernafasan.

3. Setelah banjir

Kasus morbiditas setelah banjir dtemukan keracunan karbon

monoksida, paparan kimia, keseleo, demam typoid, penyakit pernafasan,

kelainan darah, infeksi ginjal, infeksi telinga, penyakit gastrointestinal,

infeksi virus, psikologis (anxeitas, depresi, tertekan, insomnia), tekanan

darah tinggi, sakit kepala, reumatik, infeksi kulit, sedangkan kasus

mortalitas di dapatkan kanker, sesak napas, mati karena listrik, serangan

jantung.

Kasus morbiditas menunjukkan bahwa penyakit gastrointestinal

selalu ditemukan di setiap fase sebelum banjir, sedang berlangsung dan

sesudah banjir, hal tersebut sesuai dengan temuan dari (Ding et al.,

2013), bahwa secara signifikan banjir meningkatkan resiko penyakit diare


48

dan selain itu banjir yang berkepanjangan dapat memperbanyak

penularan penyakit diare.

Menurut (Siahaan, 2002), menemukan bahwa ada pengaruh

genangan pasang pada lingkungan kumuh terhadap tingginya kasus

kesakitan penduduk seperti kasus kesakitan diare, Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA), penyakit kulit dan TBC menunjukkan angka

kesakitan lebih tinggi di daerah yang tergenang dibanding kasus kesakitan

di daerah tidak tergenang.

5. Dampak Perubahan Lingkungan dan Perubahan Iklim terhadap


kesehatan

Menurut Achmadi (2008), iklim adalah rata-rata cuaca harian

dalam jangka waktu dan tempat tertentu, cuaca terdiri dari variabel suhu,

kelembaban, arah, dan kecepatan angin (McMichael, 2006) Perubahan

iklim akan diikuti perubahan ekosistem yang pada akhirnya perubahan

pola hubungan interaksi antara lingkungan dan manusia yang berdampak

pada kesehatan masyarakat. Perubahan iklim termasuk perubahan rata-

rata suhu harian, kelembaban, arah, dan kecepatan angin yang akan

membentuk pola musim seperti musim hujan, kemarau yang

berkepanjangan, curah hujan yang luar biasa dan masih banyak lagi.

Perubahan iklim seperti Curah hujan yang terjadi dengan sangat luar

biasa menimbulkan berbagai kejadian banjir yang sangat merugikan bagi

kesehatan masyarakat.
49

Hubungan lingkungan dan iklim terhadap kesehatan menurut

(Achmadi, 2008), digambarkan dalam teori simpul seperti gambar di

bawah ini:

Manajemen Kesehatan

1.Udara Sakit
Komunitas
2.Air 1. Perilaku
Sumber 3.Pangan 2. Umur
4.Vektor 3. Gender
5.Manusia
Sehat

Iklim

Lingkungan

1 2 3 4

Gambar 7. Hubungan Lingkungan dan Iklim terhadapa kesehatan

Hubungan interaktif tersebut di jelaskan dalam uraian sebagai

berikut:

a. Simpul satu adalah sumber penyakit

Sumber penyakit bisa berupa penderita penyakit menular maupun

sumber penyakit tidak menular seperti: industri, kendaraan bermotor, gas

buangan, limbah rumah tanggah.


50

b. Simpul dua adalah media transmisi

Media transmisi yaitu udara, air, vektor penyakit seperti serangga

atau manusia itu sendiri, yang mengandung atau memiliki agen dengan

demikian memindahkan agen penyakit seperti mikroba, bahan toksin,

maupun zat yang memiliki energy yang diradiasikan.

c. Simpul tiga adalah manusia dengan segala atributnya

Seperti, perilaku, umur, gender, tempat tinggal, sistem kekebalan

tubuh yang berinteraksi dengan komponen lingkungan

d. Simpul empat adalah outcome

Hubungan interaktif antara manusia dan lingkungan yaitu antara

sehat dan sakit tergantung intensitas hubungan interaktif antara simpul 2

dan simpul 3 (Achmadi, 2008).

6. Masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia

Sebagai Negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar,

masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks hal

ini disebabkan oleh beberapa masalah, seperti:

a. Urbanisasi Penduduk

Perpindahan penduduk dari desa kekota dalam jumlah yang besar

untuk mencari pekerjaan sampai akhirnya menetap akibatnya lahan yang


51

seharusnya tempat ekosistem hewan dan tumbuhan beralih menjadi

pemukiman masyarakat.

b. Sampah/ Limbah

Jumlah penduduk yang semakin padat menjadikan sampah

semakin meningkat, dengan sistem pembuangan sampah yang

menempatkan sampah di lahan yang luas sehingga menyebabkan

pencemaran udara, air dan tanah menjadi tempat perkembangbiakannya

agen dan vektor peyakit.

c. Air bersih

Berdasarkan beberapa penelitian dan survey yang dilakukan,

masyarakat di Indonesia masih banyak yang menggunakan air sumur dan

sumber lainnya untuk mendapatkan air, dan hanya sekitar 60%

masyarakat menggunakan air PDAM sehingga jika terjadi pergantian

musim seperti musim hujan dapat menyebabkan penyakit gastrointestinal.

d. Udara

Pencemaran udara di Indonesia sudah sangat parah akibat dari

gas buangan kendaraan, gas buangan pabrik-pabrik yang semakin

meningkat bahkan pembakaran hutan yang semakin sering terjadi di

Indonesia yang mengakibatkan penyakit ISPA.


52

e. Bencana Alam

Gempa bumi, tanah longsor, kebakaran hutan dan pemukiman,

banjir dan masih banyak lagi kejadian bencana yang sering terjadi di

Indonesia yang menimbulkan kerugian material dan kesehatan bagi

manusia (Sumantri, 2010).

E. Tinjauan Pustaka Tentang Surveilans

1. Pengertian Surveilans

a. Menurut WHO surveilans kesehatan adalah proses pengumpulan,

pengelolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan

terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang

membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan dengan segera.

Dengan ruang lingkup yang luas, mulai dari sistem peringatan dini

untuk penyakit menular dan tindakan terencana untuk kasus

penyakit kronis yang umumnya memiliki waktu yang lama antara

paparan dan penyakit (Bonita et al., 2006).

b. Menurut Depkes (2003), surveilans epidemologi adalah kegiatan

analisis secara sistematis dan terus masalah-masalah kesehatan

seperti penyakit dan keadaan yang mempengaruhi terjadinya

peningkatan dan penularan penyakit agar dapat melakukan

tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses


53

pengumpulan data, pengelolahan dan penyebaran informasi

epidemologi kepada penyelenggara program kesehatan

c. Menurut Notoatmodjo (2010), surveilans diartikan sebagai

pengamatan terus menerus terhadap suati penyakit atau suatu

kelompok atau masyarakat, pengamatan tersebut berupa kejadian

penyakit menular maupun tidak menular melalui menilai mortalitas,

mobiditas, kematian, kesakitan, pencemaran lingkungan dan

menilai keberhasilan program.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

surveilans adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data dan

mengolah data berupa kejadian dan munculnya suatu penyakit menular

maupun tidak menular sehingga nantinya disebarluaskan untuk mencegah

penyebaran lebih luas.

2. Jenis Surveilans

Menurut Bres (1995), surveilans dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Surveilans epidemologis rutin adalah pengumpulan dan deteksi

penyakit dengan menerima laporan dari unit-unit kesehatan seperti

klinik, puskesmas dan rumah sakit kemudian di teruskan ketingkat

yang lebih tinggi. Kejadian penyakit yang terjadi kemudian dinilai

dengan selang waktu yang teratur melalui survei serologi terhadap,

kuman, bakteri ataupun vektor, sedangkan


54

b. Surveilans aktif, dimulai dengan pencarian secara khusus dan

tuntas penyakit sehingga demikian tindakan cepat dapat diambil

dan dicegah.

3. Fungsi dan Tujuan Surveilans

Menurut (Bonita et al., 2006), fungsi surveilans dibagi menjadi 5

(lima) bagian, yaitu:

a. Untuk mengenali kasus terisolasi atau kelompok

b. Untuk menilai pengaruh kejadian pada kesehatan masyarakat dan

menilai tren

c. Untuk mengukur faktor kausal auatu penyakit

d. Untuk memantau keefektifan dan mengevaluasi pengaruh upaya

pencegahan dan kontrol, strategi, intervensi, dan perubahan

kebijakan kesehatan

e. Untuk merencanakan dan memberikan pelayanan.

Tujuan surveilans adalah untuk menyediakan data dan informasi

terkait masalah epidemologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk

pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,

evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon

kejadian luar biasa yang cepat.

Menurut (Noor, 2008), tujuan dari surveilans adalah untuk

memperoleh gambaran kejadian morbiditas dan mortalitas serta kejadian


55

peristiwa vital secara teratur sehingga dapat digunakan dalam berbagai

kepentingan perencanaan dan tindakan yang berkaitan dengan kesehatan

dalam masyarakat.

4. Manfaat surveilans

Manfaat suatu sistem surveilans tergantung dari tujuan sistem

surveilans tersebut di adakan, sistem surveilans dapat dikatakan berguna

bila memenuhi suatu dari berbagai hal berikut: a) dapat mendeteksi

kecendrungan trend penyakit, b) dapat mendeteksi penyakit endemik, c)

dapat memperkirakan tentang besar dan mortalitas dan morbilitas

sehubungan dengan masalah kesehatan yang terjadi, d) dapat

mendorong dilakukannya penelitian tentang epidemologi untuk

pencegahan dan penanggulangan penyakit (Noor, 2008)

5. Sumber Data dan Informasi Surveilans

Sumber data surveilans epidemologi meliputi: data kesakitan dan

data kematian dari layanan kesehatan, data demografi dan geografi dari

BMKG, data laboratorium, data keadaan lingkungan, laporan wabah,

penyelidikan dan pengawasan kelompok atau perorangan, studi penelitian

lainnya, data vektor atau kejadian, laporan kondisi pangan, dan data

informasi penting lainnya (Depkes, 2003).


56

Sistem surveilans yang efektif mengukur secara kontinu

sepanjang waktu, bukannya intermiten atau sporadis, tentang insiden

kasus penyakit unutk mendeteksi kecendrungan. Pelaporan rutin data

penyakit yang harus dilaporkan (reportable disesase) dilakukan seminggu.

a. Representatif dan lengkap, Sistem surveilans diharapkan

memonitor situasi yang sesungguhnya terjadi pada populasi.

Konsejuensinya, data yang dikumpulkan perlu representatif dan

lengkap. Keterwakilan, cakupan, dan kelengkapan data surveilans

dapat menemui kendala jika penggunaan kapasitas tenaga petugas

telah melampaui batas, khususnya ketika waktu petugas surveilans

terbagi antara tugas surveilans dan tugas pemberian pelayanan

kesehatan lainnya.

b. Sederhana, fleksibel, dan akseptabel, Sistem surveilans yang

efektif perlu sederhana dan praktis, baik dalam organisasi struktur,

maupun operasi. Data yang dikumpulkan harus relevan dan

berfokus. Format pelaporan fleksibel, bagian yang sudah tidak

berguna dibuang. Sistem surveilans yang buruk biasanya terjebak

untuk menambah sasaran baru tanpa membuang sasaran lama

yang sudah tidak berguna, dengan akibat membebani pengumpul

data. Sistem surveilans harus dapat diterima okeh petugas

surveilans, sumber data, otoritas terkait surveilans, maupun

pemangku surveilans lainnya. Untuk memelihara komitmen perlu


57

pembaharuan kesepakatan para pemangku secara berkala pada

setiap level operasi (The Johns Hopkins et al., 2008).

Menurut Noor (2008), untuk penilaian data dan infromasi sistem

surveilans dapat dilakukan dengan menilai sifat yang meliputi:

a. Simplicity yaitu mudah untuk dipahami dan dioperasikan

b. Fleksibilitas mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan

informasi seperti terbatasnya waktu, personel dan anggaran

c. Tingkat penerimaan terhadap sistem, keinginan personel untuk ikut

serta dalam sistem surveilans

d. Sensitivitas, mampu mendeteksi secara cepat dan akurat

e. Nilai ramal positif, mampu mengidentifikasi suatu populasisebagai

kasus yang sesungguhnya

f. Representatif yaitu dapat menguraikan secara tepat kejadian

maupun penyebaran penyakit pada saat itu

g. Ketepatan waktu, tingkat kecepatan pelaporan

Menurut Bres (1995), Informasi tentang suatu wabah mungkin

berasal dari laporan-laporan rutin atau kedaruratan oleh tempat-tempat

pelayanan kesehatan. Suatu kejadian bisa terdeteksi oleh aparatur desa

dan disebarkan namun perlu pemeriksaan kembali secara cermat oleh

petugas surveilans mengenai kebenaran informasi tersebut

menggambarkan proses Pemeriksaan validitas informasi tentang

wabah seperti gambar di bawah ini:


58

Sumber informasi awal

Sistem pengawasan Laporan dari pusat Laporan dari


dini pelayanan medik sumber lain
(berita, dll)

Kordinator

Informasi dianggap Informasi dianggap salah

Penyelidikan cepat Keadaan siaga dihentikan


di tempat kejadian

Survei melalui Kunjungan


telepon lapangan

Jika di konfirmasi

 Konsultasi rencana
Tindakan Segera kontijensi
 Memberitahukan kepada
pihak yang berwenang
 Melakukan pertemuan
 Memulai investasi
lapangan

Gambar 8. Pemeriksaan Validitas Informasi Tentang Wabah (Bres,


1995)
Perbadingan informasi yang diperoleh dari sumber-sumber yang

berbeda menunjukkan apakah laporan-laporan awal yang dapat

diandalkan. Mungkin diperlukan juga kunjungan lapangan segera oleh


59

pihak yang memiliki kemampuan dan pengalaman klinik untuk

pemeriksaan laboratorium sehingga hasil dapat didiagnosa sementara.

F. Penelitian Terdahulu

a. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Breurec et al. (2016),

dengan judul etiologi dan epidemologi diare pada anak-anak yang

di rawat di negara berpenghasilan di Afrika tengah, dengan

menggunakan metode studi case-control dengan mencocokkan

usia, jenis kelamin dan lingkungan tempat tinggal masing-masing

kasus, dari kasus di temukan sebanyak 333 kasus dan 333 kontrol

di rekrut antara Desember 2011 dan November 2013. Usia rata-rata

kasus 12,9 bulan dan sekitar 56% adalah laki-laki. Mean delay

antara timbulnya gejala pertama dan masuk rumah sakit adalah 3,7

hari. 5% darah terdeteksi dari tinja. Kasus malnutrisi secara

signifikan memperberat diare sebanyak 78% dan 40% dari kasus

di rumah sakit dikarena rotavirus sebanyak 39%. Empat pathogen

yang dikaitkan dengan diare yang di rawat di rumah sakit

diantaranya Shigella, Cryptosporidium parvum, Astrovirus, dan

Norovirus masing-masing 9%, 10%, 7% dan 7%.

b. Menurut penelitian Davies et al. (2014), antara tahun 2001 dan

2012 di Kamboja dengan judul penyakit air dan cuaca ekstrim di

kamboja: ulasan dan dampak implikasi perubahan iklim dengan

menggunakan sebuah analisa time-series di bawah distribusi quasi-


60

Poisson yang nanti digunakan untuk mengevaluasi hubungan

antara banjir dan kejadian diare pada anak-anak di temukan bahwa

banjir secara signifikan berhubungan dengan diare di dua provinsi

di kamboja.

c. Menurut penelitian Ding et al. (2013), dengan judul analisis

kuantitatif beban infeksi diare berhubungan dengan banjir di barat

laut Anhui, Cina: dengan metode evaluasi campuran dengan anlisis

kasus-crossover untuk menguji hubungan kasus diare dan banjir di

fuyang 2007, di temukan sebanyak 197 diare menular didapatkan

selama eksposur dan control pada periode dua wilayah studi. Efek

terkuat terdapat pada waktu dua hari di Fuyang dan waktu 5 hari di

Bozhou. Analisis multivariate menunjukkan bahwa banjir secara

bermakna dikaitkan dengan peningkatan risiko kasus jumlah infeksi

penyakit diare dengan nilai (OR = 3,175,95% CI = 1,126-8,954 di

Fuyang sedangkan di Bozhou OR = 6,754,95%, CI = 1,954-23,344)

dari 1.000 diare akibat banjir 0,0081 di Fuyang dan 0,0209 di

Bozhou.

d. Menurut penelitian Phung et al. (2015), dengan judul hubungan

antara faktor-faktor iklim dan diare di daerah Mekong Delta pada

Agustus-Oktober 2014 yang dilakukan di kota Can Tho dengan

menggunakan desain series regression, mengekspolarasi antara

faktor-faktor iklim (suhu, kelembaban, dan curah hujan) yang

diperoleh dari pusat Hidro-Meteorologi perminggu. Data regresi


61

digunakan untuk menguji hubungan potfensial dan di temukan

(IRR=1,07,95% CI=1,04-1,08), kelembaban relative tinggi

(IRR=1,13,95% CI=1,12-1,15) dan tinggi (> 90th persenti ) curah

hujan kumulatif (IRR= 1,05,95% CI = 1,05-1,08). Hubungan antara

faktor iklim dan diare lebih kuat di daerah pedesaan daripada di

perkotaan.

e. Menurut penelitian Rajabi et al. (2015), dengan judul pandangan

staff tentang kualitas sistem surveilans penyakit menular di Negara

Khartoum, Sudan, 2005-2007 dengan studi kualitatif dengan

metode wawancara dengan masing-masing perwakilan perkotaan

dan pedesaan (n = 3 anggota), fasilitas kesehatan daerah (n = 3

anggota), fasilitas kesehatan tingkat provinsi (n = 4 anggota)

dengan hasil penelitian bahwa kualitas sistem dianggap buruk

karena tidak representatif, tidak tepat waktu, pendokumentasian

buruk, tidak fleksibel dan tidak menggunakan data yang

dikumpulkan untuk melakukan intervensi control dan pencegahan

penyakit.

f. Menurut penelitian Ginting et al. (2013), dengan judul Analisis

Determinan Kinerja Petugas Surveilans Demam Berdarah Dengue

di seluruh petugas surveilans DBD puskesmas di wilayah Kerja

Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar yang berjumlah 34 orang

sekaligus menjadi sampel penelitian Hasil penelitian menunjukkan

kinerja petugas surveilans DBD di Kota Pematangsiantar 58,8%


62

termasuk kurang. Hasil uji chi square menunjukkan terdapat

pengaruh pengetahuan (p=0,007), sikap (p=0,012), motivasi kerja

(p=0,000), beban kerja (p=0,000), dukungan pimpinan (p=0,017),

dan imbalan (p=0,000) terhadap kinerja petugas Surveilans DBD di

Kota Pematangsiantar. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa

petugas surveilans DBD yang memperoleh imbalan yang baik

berpeluang sebesar 29.085 kali mempunyai kinerja yang baik.

g. Menurut penelitian Masrochah et al. (2006), dengan judul Sistem

Informasi Surveilans Epidemiologi Sebagai Pendukung

Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit dengan

jenis penelitian kualitatif dengan rancangan penelitian eksperimen

kuasi, dengan sampel petugas surveilans Pusekesmas Dan Rumah

sakit dengan hasil keadaan sebelum dikembangkan sistem

informasi surveilans pencatatan dilakukan dengan semi manual

dengan program data excel, belum menggunakan softwere khusus,

informasi disajikan belum dapat menunjukkan distribusi penyakit

menurut kelurahan, menurut pekerjaan penderita belum dapat

menunjukkan kriteria kerja KLB secara rinci, belum dapat

menunjukkan insiden penyakit dengan peta. Setelah dilakukan

pengembangan sistem informasi epidemologi informasi yang

dihasilkan lebih lengkap yang meliputi ukuran epidemologi

berdasarkan orang, tempat, waktu, demikian juga dengan kriteria

kerja kejadian KLB ditampilkan secara rinci serta gambaran


63

kejadian KLB berupa gambaran peta, grafik, histogram sehingga

mendukung kewaspadaan dini kejadian KLB. Ini berarti ada

perbedaan antara kualitas sebelum dan sesudah dikembangkan

sistem informasi surveilans epidemologi dengan nilai p=0,028 ini

merupakan hasil evaluasi kualitas sistem.

h. Menurut penelitian Lowe et al. (2013), mengidentifikasi faktor risiko

morbiditas dan mortalitas efek sebelum, sementara dan sesudah

banjir dengan mencari penelitian yang berhubungan dengan

variabel tersebut d PubMed. Penelitian menemukan morbiditas dan

mortalitas dan karakteristik demografik seperti usia dan jenis

kelamin terhadap banjir masih kurang dan terbatas. Selama banjir

perempuan, lansia, dan anak-anak berisiko lebih besar berdampak

pada psikologis dan fisik, sementara bagi laki laki lebih rentan

terdampak banjir antara usia 10-29 tahun dan berisiko kematian

sedangkan setelah banjir laki-laki lebih berisiko gangguan fisik dan

perempuan gangguan psikologi sedangkan tidak didapat efek dari

sebelum banjir terjadi.

i. Menurut penelitian wade et al. (2014), dengan judul banjir dan

kunjungan ruang gawat darurat untuk penyakit gastrointestinal di

Masschusetss pada tahun 2003 sampai 2007 menggunakan studi

kasus-Crossover untuk menyelidiki hubungan antara banjir dan

kunjungan ruang darurat penyakit gastrointestinal di dapatkan

sebanyak 270.457 kunjungan dan 129 banjir yang terjadi dikaitkan


64

dengan peningkatan kunjungan dengan kejadian diare pada

periode 0-4 hari setelah banjir (Ratio = 1,08,95%, interval 1,03-

1,12) pada 5-9 hari (Ratio = 0.995,95%, interval 0,995,95-1,04),

pada 10-14 hari Odds Ratio: 0,966, 95% Confidence Interval:

0,927-1,01). Hasil yang serupa diamati di seluruh Kabupaten dan

menunjukkan perbedaan antara perbedaan daerah dengan dampak

banjir. Seluruh Negara bagian pada masa studi diperkirakan 7%

kunjungan disebabkan oleh banjir pada hari 0-4 hari setelah banjir.

j. Menurut penelitian Oktavia et al. (2013), dengan judul hubungan

iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan

angin) dengan kejadian diare di kota Jakarta pada tahun 2002-2013

dengan penelitian jenis ekologi studi dengan hasil penelitian ada

hubungan signifikan atara curah hujan dengan kasus diare

perbulan (p = 0,031) nilai (r = 0.621), ada hubungan signifikan

antara kelembaban dengan diare (p = 0,006) dan (r = 0,379),

sedangkan suhu dan kecepatan angina tidak berhubungan dengan

kejadian diare perbulan. Tetapi ada hubungan antara kecepatan

angin dengan diare pertahun ( p = 0,025) dan (r = 0,697).

k. Menurut penelitian Zafrisal et al. (2009), dengan judul Pengaruh

Sumber Daya Organisasi Puskesmas Terhadap Kinerja Petugas

Surveilans Epidemiologi Dalam Pelaporan Kesehatan Ibu Dan Anak

di Jakarta pusat pada bulan Januari sampai bulan Juni 2015 jumlah

sampel seluruh data diare kota Jakarta dengan jenis studi ekologi
65

menurut waktu ditemukan bahwa ada hubungan signifikan curah

hujan dengan kasus diare perbulan (p = 0,031) dan hubungan kuat

(r = 0,621) berpola positif, ada hubungan signifikan kelembaban

udara dengan kasus diare perbulan (p = 0,006), dan hubungan kuat

(r = 0,739) berpola positif, sedangkan suhu udara perbulan dan

kecepatan angin perbulan tidak berhubungan secara signifikan.

Kecepatan angin berhubungan signifikan dengan kasus diare (p =

0,025) dan hubungan kuat (r = 0,697) berpola positif, sedangkan

curah hujan pertahun, suhu udara pertahun dan kelembaban udara

pertahun tidak berhubungan secara signifikan.

l. Menurut Adisasmito (2007), dengan judul Faktor Risiko Diare Pada

Bayi Dan Balita Di Indonesia: Systematik Review Penelitian

Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat tahun 2000-2005 dengan

data yang dikumpulkan dari literature penelitian, buku, dan

departemen kesehatan di peroleh hasil Faktor risiko yang sering

diteliti adalah faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan jamban.

Faktor risiko diare menurut faktor ibu yang bermakna adalah:

pengetahuan, perilaku dan hygiene ibu. Faktor risiko diare menurut

faktor anak: status gizi, dan pemberian ASI eksklusif. Faktor

lingkungan berdasarkan sarana air bersih (SAB), yang lebih banyak

diteliti adalah jenis SAB (rerata OR=3,19), risiko pencemaran SAB

(OR=7,89), sarana jamban (OR=17,25). Berdasarkan hasil uji t ada

dua variabel yang menunjukkan perbedaan yang signifikan antara


66

skripsi dan tesis yaitu jumlah variabel independen dan jumlah

referensi yang digunakan. Kesimpulan penelitian ini: faktor risiko

diare yang paling banyak diteliti adalah faktor lingkungan. Kualitas

penulisan akademik yang direview belum memadai.

m. Menurut Siahaan (2002), menemukan bahwa terdapat jumlah

kasus kesakitan lebih tinggi di daerah genangan pasang (RW 05)

daripada jumlah kasus kesakitan di daerah tidak tergenang pasang

(RW 011). Uji statistic chi-square juga menunjukkan perbedaan

nyata kasus kesakitan di daerah genangan pasang dibanding

kasus kesakitan di daerah tidak tergenang pasang. Dengan kata

lain bahwa ada pengaruh genangan pasang pada lingkungan

kumuh terhadap tingginya kasus kesakitan penduduk. Ini berarti

bahwa hipotesis 1 memenuhi atau dapat diterima, Hasil penelitian

kasus kesakitan diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),

penyakit kulit dan TBC menunjukkan angka kesakitan lebih tinggi di

daerah genangan pasang (RW 05) dibanding kasus kesakitan di

daerah tidak tergenang pasang (RW 011). Analisis ReZative Risk

(RR) untuk keempat jenis penyakit tersebut menunjukkan risiko

menderita sakit jauh lebih tinggi di daerah genangan pasang

daripada mereka yang tinggal di daerah tidak tergenang pasang.

Hasil uji. Chi-square untuk masing-masing jenis penyakit tersebut

juga menunjukkan adanya perbedaan nyata antara kasus kesakitan

penduduk di daerah genangan pasang dengan kasus kesakitan


67

penduduk di daerah tidak tergenang pasang, Analisis statistik untuk

mengetahui adanya hubungan antara tingkat ketinggian pasang

pada lantai rumah dengan banyaknya kasus kesakitan dalam

keluarga, menunjukkan adanya hubungan nyata. Analisis statistic

adanya hubungan antara tingkat ketinggian pasang pada

halaman/jalanan dengan banyaknya kasus kesakitan dalam

keluarga juga menunjukkan hubungan nyata, dan Analisis statistik

untuk mengetahui adanya hubungan antara lama genangan

pasang pada lantai rumah dengan banyaknya kasus kesakitan

dalam keluarga, menunjukkan adanya hubungan nyata. Analisis

statistic untuk mengetahui adanya hubungan antara lama

genangan pasang pada halaman/jalanan dengan banyaknya angka

kesakitan dalam keluarga juga menunjukkan hubungan nyata.


68

G. Kerangka Teori

Status Kesehatan Epidemologi


1. Lingkungan (Ekologi)
a. Fisik 1. Person (orang)
1) Luas Daerah a. Umur
Genangan b. Jenis Kelamin
2) Curah hujan 2. Tempat
b. Biologis
3. Waktu
c. Sosial
2. Perilaku
3. Pelayanan Kesehatan
4. Keturunan

Diare

Kinerja Petugas Surveilans

1. Faktor Internal: faktor yang 2. Faktor Eksternal: faktor yang


berasal dalam diri berasal di luar dari diri
seseorang seseorang
a. Pengetahuan dan a. Kepemimpinan seperti
Pelatihan Desain pekerjaan, Beban
b. Latar belakang seperti: Kerja
Pendidikan, keluarga, b. Sarana/ SDM
pengalaman, tingkat c. Pendapatan/Imbalan
sosial d. Pengembangan Karier
c. Demografi seperti: umur, e. Supervisi yang
etnis, jenis kelamin mendorong.
d. Psikoligis seperti: sikap,
motivasi, kepribadian

Baik Kurang Efektivitas Kurang Baik

1. Kecepatan
2. Akurasi
3. Standart, seragam, Reliabel, Kontinu
4. Representatif/ Lengkap
5. Sederhana, Fleksibel, Akseptabel
69

H. Kerangka Konsep

Determinan Ekologi
1. Luas Daerah
Genangan
2. Curah hujan
1. Pendidikan
2. Pengetahuan
Kinerja
3. Pelatihan Petugas Diare
4. Masa Kerja Surveilans
5. Sikap

Distribusi Epidemologi
1. Orang
a. Umur
b. Jenis Kelamin
2. Tempat
3. Waktu
Keterangan :

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

= Hubungan Antar Variabel


70

I. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan

penelitian Hipotesis berfungsi untuk menentukan kearah pembuktian,

artinya hipotesisi ini merupakan pernyataan yang harus dibuktikan.

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara luas daerah genangan dan curah hujan

dengan kejadian diare di daerah rawan banjir kota Makassar

b. Ada hubungan antara pendidikan, pengetahuan, pelatihan, masa

kerja, sikap dengan kinerja petugas surveilans diare di daerah

rawan banjir Kota Makassar

c. Ada hubungan antara kinerja petugas surveilans diare dengan

kejadian diaera di daerah rawan banjir Kota Makassar

2. Hipotesis Nol (Ho)

a. Tidak ada hubungan antara luas daerah genangan dan curah

hujan dengan kejadian diare di daerah rawan banjir kota

Makassar

b. Tidak ada hubungan antara pendidikan, pengetahuan, pelatihan,

masa kerja, sikap terhadap kinerja petugas surveilans diare di

daerah rawan banjir Kota Makassar


71

c. Tidak ada hubungan antara kinerja petugas surveilans dengan

kejadian diare di daerah rawan banjir Kota Makassar

J. Definisi Operasional

Tabel 4. Definisi Operasional


Variabel Definisi Hasil Ukur Alat Ukur Cara ukur Skala
Ukur
Dependen
Diare penyakit 1. Meningkat Laporan Observasi Ordinal
dengan ciri-ciri 2. Menurun kasus diare Data Kasus
buang air di Diare Di
besar dengan Puskesmas Puseksmas
frekuensi di daerah Di Daerah
sering dengan rawan banjir Rawan
konsistensi kota Banjir Kota
encer atau cair Makassar Makassar
Jumlah kasus
diare pertahun
di daerah
rawan banjir
kota Makassar
selama kurun
waktu 5 tahun
(2013-2017)
Kinerja Petugas hasil kerja yang 1. Baik Kuesioner Dengan Ordinal
Surveilans dilakukan oleh 2. Kurang Wawancara
personel dalam Langsung
melaksanakan Berpedoman
kegiatan dan Pada
tugas-tugas Kuesioner
menganalisis
secara
sistematis dan
terus menerus
sebagai
petugas
surveilans
72

Independen
Distribusi
Epidemologi
Umur usia seseorang Jumlah Laporan Observasi Rasio
pada saat Kasus kasus diare Data Kasus
menderita di Diare Di
diare Puskesmas Puseksmas
di daerah Di Daerah
rawan banjir Rawan
kota Banjir Kota
Makassar Makassar
Jenis Kelamin laki-laki dan Jumlah Laporan Observasi Rasio
perempuan Kasus kasus diare Data Kasus
di Diare Di
Puskesmas Puseksmas
di daerah Di Daerah
rawan banjir Rawan
kota Banjir Kota
Makassar
Tempat Tempat Jumlah Laporan Observasi Rasio
terjadinya Kasus kasus diare Data Kasus
penyakit diare di Diare Di
Puskesmas Puseksmas
di daerah Di Daerah
rawan banjir Rawan
kota Banjir Kota
Makassar
Waktu Waktu Jumlah Laporan Observasi Rasio
munculnya Kasus kasus diare Data Kasus
kejadian di Diare Di
diare/bulan Puskesmas Puseksmas
di daerah Di Daerah
rawan banjir Rawan
kota Banjir Kota
Makassar
Determinan
Ekologi
Curah hujan Jumlah air 1.sangat Laporan Observasi Ordinal
hujan yang tinggi BMKG data BMKG
turun pada 2. tinggi
suatu daerah 3. sedang
dalam waktu 4. rendah
tertentu
73

Luas genangan Luas daerah 1. Lebar Laporan Observasi Ordinal


yang digenangi 2. Sedang BPBD kota Data BPBD
air akibat dari 3. kecil Makassar Kota Makassar
meluapnya
aliran sungai
atau sumber-
sumber air lain
yang
disebabkan
oleh hujan.

Pendidikan Jenjang 1. Tinggi Kuesioner Dengan Ordinal


pendidikan 2. Rendah wawancara
terakhir yang di langsung
tempuh oleh berpedoman
petugas pada
surveilans kuesioner
Pengetahuan segala sesuatu 1. Tinggi Kuesioner Dengan Ordinal
yang diketahui 2. Rendah wawancara
oleh petugas langsung
surveilans berpedoman
penyakit diare pada
di daerah kuesioner
rawan banjir
Pelatihan jenis-jenis 1. Ada Kuesioner Dengan Nominal
pendidikan 2. Tidak ada wawancara
tentang langsung
surveilans yang berpedoman
pernah diikuti pada
kuesioner
Masa kerja berapa lama 1. Lama Kuesioner Dengan Ordinal
menjadi sebagai 2. singkat wawancara
petugas langsung
surveilans yang berpedoman
dihitung dalam pada
tahun kuesioner
Sikap respon yang 1. Positif Kuesioner Dengan Ordinal
dilakukan oleh 2. Negatif wawancara
petugas langsung
surveilans berpedoman
penyakit diare pada
tentang upaya kuesioner
surveilans dan
keseluruhan
uraian tugasnya

Anda mungkin juga menyukai