Anda di halaman 1dari 21

Analisis Kadar dan Sifat

Fisikokimia Lemak/Minyak

Praktikum ini bertujuan untuk menjelaskan prinsip dan mempraktekkan analisis kadar
lemak, sifat fisikokimia lemak/minyak, dan penentuan komposisi asam lemak dengan
Gas Kromatografi dari contoh bahan pangan.

Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:


1. Menjelaskan prinsip beberapa metode analisis kadar lemak (metode Soxhlet dan
Babcock).
2. Memilih metode analisis kadar lemak berdasarkan karakteristik bahan pangan.
3. Menjelaskan prinsip analisis fisikokimia lemak/minyak dan kaitannya dengan
kualitas lemak/minyak (titik leleh, berat jenis, turbidity point, bilangan iod, asam
lemak bebas, bilangan asam, bilangan peroksida, derajat ketengikan (bilangan
peroksida, bilangan TBA, dan Bilangan Paraanisidin).
4. Menjelaskan prinsip identifikasi asam lemak dengan menggunakan Gas Kromato-
grafi (GC).
5. Membedakan analisis kadar lemak dengan metode ekstraksi soxhlet antara dengan
hidrolisis dan tanpa tahapan hidrolisis.
6. Mempraktekkan analisis kadar lemak dengan metode Soxhlet, baik dengan
hidrolisis dan tanpa hidrolisis.
7. Menghitung kadar lemak kasar bahan pangan dari metode ekstraksi soxlet dalam
basis basah dan basis kering.
8. Mempraktekkan analisis sifat kimia lemak/minyak (bilangan iod, bilangan asam,
asam lemak bebas, dan bilangan peroksida).

Praktikum Analisis Pangan 33


9. Mempraktekkan analisis identifikasi asam lemak dengan Gas Kromatografi, meng-
olah dan menginterpretasikan datanya.

Prinsip Analisis
Lipida merupakan senyawa yang larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut air.
Sifat kelarutan lipida sangat tergantung pada strukturnya, yaitu lipida sederhana
(seperti gliserol ester asam lemak dan lilin), lipida majemuk (seperti fosfolipida,
serebrosida, sulfolipida, aminolipida dan lipoprotein) dan turunan lipida (seperti asam
lemak, gliserol, steroid, alkohol, aldehid dan keton).
Kandungan dan sifat fisikokimia lemak/minyak berbeda-beda, tergantung sumbernya.
Perbedaan jumlah, komposisi dan sifat fisikokimia dari minyak dan lemak yang ber-
beda inilah yang mendasari dilakukannya analisis minyak/lemak baik secara kimia
maupun menggunakan instrumen. Analisis lemak/minyak dapat berupa analisis ka-
dar lemak, analisis sifat fisikokimia lemak dan analisis komposisi asam lemak yang
terkandung dalam contoh lemak/minyak.
Analisis Kadar Lemak
Analisis kadar lemak bertujuan untuk mengetahui kandungan lemak dari suatu bahan
pangan. Terdapat berbagai metode analisis kadar lemak, yaitu metode ekstraksi
soxhlet, metode Babcock dan metode modifikasi Babcock, ekstraksi solven dengan
suhu dingin dan lain-lain. Pemilihan metode analisis ini didasarkan pada sumber dan
sifat bahan yang akan dianalisis serta tujuan analisis.
Metode Ekstraksi Soxhlet
Metode ekstraksi soxhlet merupakan metode analisis kadar lemak secara langsung
dengan cara mengekstrak lemak dari bahan dengan pelarut organik seperti heksana,
petrolium eter dan dieteil eter. Ekstraksi dilakukan dengan cara refluks pada suhu
yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan. Selama proses refluks, pelarut
secara berkala akan merendam contoh dan mengekstrak lemak/minyak yang ada pada
contoh. Refluks dihentikan sampai pelarut yang merendam contoh sudah berwarna
jernih yang artinya sudah tidak ada lagi lemak/minyak yang terlarut. Jumlah lemak/
minyak pada contoh diketahui dengan menimbang lemak setelah pelarutnya diuap-
kan. Jumlah lemak per berat bahan yang diperoleh menunjukkan kadar lemak kasar
(curd fat) artinya komponen yang terekstrak oleh pelarut organik bukan hanya lemak/
minyak, tetapi komponen lain yang larut pelarut organik, seperti vitamin larut lemak
A, D, E, dan K serta karotenoid.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketelitian analisis metode soxhlet, di
antaranya ukuran partikel bahan/contoh, jenis pelarut, waktu ekstraksi, dan suhu
ekstraksi. Semakin kecil ukuran contoh maka kontak antara permukaan bahan dengan
pelarut akan semakin luas sehingga proses ektraksi lebih efisien. Setiap pelarut organik
mempunyai polaritas yang berbeda, pelarut yang mempunyai polaritas paling sesuai

Praktikum Analisis Pangan 34


dengan polaritas lemak akan memberikan hasil ekstraksi yang lebih baik. Semakin
lama waktu ekstraksi maka jumlah lemak yang terekstrak oleh pelarut akan semakin
banyak sampai suatu saat lemak pada contoh habis. Semakin tinggi suhu, maka eks-
traksi akan semakin cepat, tetapi pada ekstraksi soxhlet suhu yang digunakan harus
disesuaikan dengan titik didih pelarut yang digunakan. Penggunaan suhu yang lebih
rendah dari titik didih pelarut akan menyebabkan extraksi berjalan dengan lam-bat
dan kurang efisien, sedangkan penggunaan suhu yang lebih tinggi dari titik didih
pelarut akan menyebabkan ekstraksi tidak terkendali dan bisa menimbulkan resiko
terjadinya ledakan atau kebakaran.
Analisis soxhlet dapat diaplikasikan untuk hampir semua bahan pangan. Untuk bahan
pangan yang tidak banyak mengandung air seperti tepung atau produk kering lain-
nya, bahan dapat langsung dianalisis. Sedangkan untuk bahan pangan berbentuk utuh
dan banyak mengadung air seperti daging atau ikan, sebelum dianalisis bahan harus
dihidrolisis dengan asam kemudian dikeringkan untuk memudahkan lemak keluar
dari jaringan.
Metode Babcock
Analisis kadar lemak dengan metode Babcock digunakan untuk menentukan kadar
lemak contoh cair atau pasta. Metode ini sering digunakan untuk menentukan kadar
lemak pada susu segar. Lemak pada susu berada dalam bentuk emulsi O/W (lemak
dalam air). Emulsi ini dapat dipecah dengan menggunakan asam kuat seperti H2SO4
sentrifugasi dan pemanasan. Lemak susu yang bersifat non polar akan terpisah dari
komponen susu lainnya yang bersifat polar. Lemak susu yang mempunyai densitas
lebih rendah akan berada di bagian atas permukaan contoh. Sedangkan komponen
polar contoh susu yang mempunyai densitas lebih tinggi akan berada dibagian bawah
contoh.
Analisis lemak dengan metode Babcock pada contoh berbentuk pasta seperti daging
dan ikan segar, perlu melakukan proses “digest” menggunakan asam sulfat pekat
dengan waktu yang lebih lama dibandingkan contoh susu. Dengan demikian lemak
dari jaringan bahan akan keluar dengan optimal.
Pada analisis Babcock, contoh ditempatkan di dalam Botol Babcock yang telah dikali-
brasi. Botol Babcock mempunyai skala pengukuran dalam satuan volume, lemak susu
yang terpisah dari contoh dapat dengan mudah ditentukan dari skala tersebut.
Lemak dari bahan diekstrak dengan cara merusak emulsi (pada susu) atau merusak
jaringan bahan (pada bahan segar seperti ikan segar dan olahannya) menggunakan
asam sulfat yang dikombinasikan dengan sentrifusi dan atau pemanasan. Lemak yang
terpisah dapat ditentukan volumenya dari Botol Babcock yang telah dikalibrasi.

Analisis Sifat Fisikokimia Lemak


Analisis sifat fisikokimia lemak/minyak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
karakteristik mutu dan tingkat kerusakan minyak selama penanganan, penyimpanan
maupun aplikasi minyak dalam proses pengolahan. Parameter yang digunakan untuk
menentukan sifat fisik lemak antara lain titik leleh, berat jenis dan turbidity point.
Sifat kimia lemak/minyak dapat ditentukan berdasarkan reaksi spesifik antara kompo-
nen lemak/minyak dengan pereaksi tertentu. Berdasarkan reaksi spesifiknya tersebut,

Praktikum Analisis Pangan 35


beberapa parameter yang menentukan sifat kimia lemak/minyak yang dapat diketa-
hui. Parameter tersebut antara lain bilangan iod, bilangan asam, bilangan peroksida,
bilangan paraanisidin, ketengikan dan bilangan Thio Barbituric Acid (TBA).
Titik Leleh Lemak/Minyak
Titik leleh adalah suhu dimana lemak/minyak berubah wujud dari padat menjadi
cairan. Titik leleh minyak/lemak ditentukan dengan adanya ikatan rangkap asam
lemak penyusunnya. Asam lemak jenuh memiliki titik leleh yang lebih tinggi diban-
dingkan dengan asam lemak tidak jenuh. Titik leleh lemak dapat diukur dengan me-
masukkan lemak ke tabung kapiler. Tabung didinginkan kemudian dipanaskan secara
bertahap. Suhu pada saat lemak bersifat transparan adalah titik leleh lemak tersebut.
Berat Jenis Lemak/Minyak
Berat jenis lemak/minyak adalah berat minyak (gram) per satuan volume (ml). Pada
prinsipnya, berat jenis lemak/minyak ditentukan melalui perbandingan berat contoh
minyak dengan berat air yang volumenya sama pada suhu yang ditentukan (biasanya
250C).
Analisis Turbidity Point
Pengujian turbidity point atau titik kritis dilakukan untuk mengetahui adanya pengo-
toran oleh bahan asing atau pencampuran minyak. Pada prinsipnya, turbiditi point
suatu sample minyak dapat ditentukan dengan mengukur suhu minyak pada saat
minyak atau lemak cair berubah menjadi padat. Pengujian ini dinamakan uji Crismer
atau Valenta.
Bilangan Iod
Asam lemak yang menyusun lemak/minyak umumnya berupa campuran antara asam
lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Derajat ketidakjenuhan asam lemak yang
menyusun lemak/minyak dapat ditentukan berdasarkan reaksi adisi antara asam
lemak dengan iod. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh dapat
diadisi oleh senyawa iod sehingga menghasilkan senyawa yang jenuh. Reaksi adisi
ikatan rangkap asam lemak oleh senyawa iod dibantu dengan suatu 'carrier' seperti
Iodinklorida atau Iodinbromida. Reaksi adisi asam lemak oleh dapat adalah sebagai
berikut:
nI2 + - n(CH = CH) - - n(CH – CH) –
I I
Bilangan iod menyatakan jumlah gram iod yang digunakan untuk mengadisi 100 g
lemak/minyak. Semakin tinggi bilangan iod menunjukkan bahwa semakin banyak
ikatan rangkap yang diadisi dan semakin tinggi derajat ketidakjenuhan lemak/minyak
tersebut.
Penetapan bilangan iod dilakukan dengan cara menambahkan Iod secara berlebih ke
dalam sejumlah contoh lemak/minyak. Kelebihan Iod (I2) dititrasi dengan natrium tio-
sulfat (Na2S2O3) sehingga Iod yang digunakan untuk mengadisi lemak/minyak dapat
diketahui jumlahnya. Reaksi antara I2 dengan Na2S2O3 terjadi melalui reaksi reduksi
oksidasi seperti disajikan pada persamaan reaksi berikut:

Praktikum Analisis Pangan 36


I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI
Metode yang banyak digunakan dalam menetapkan bilangan Iod adalah metode Ha-
nus dan metode Wijs. Pembuatan pereaksi Hanus lebih mudah daripada pereaksi Wijs.
Ada sedikit perbedaan hasil yang diperoleh dengan kedua metode ini, akan tetapi
variasi perbedaan ini tidak lebih besar dari variasi bilangan Iod dalam lipid itu sendiri.
Bilangan Asam
Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang
terkandung dalam lemak/minyak yang biasanya dihubungkan dengan proses hidro-
lisis lemak/minyak. Hidrolisis lemak/minyak oleh air dengan katalis enzim atau
panas pada ikatan ester trigliserida akan menghasilkan asam lemak bebas (ALB)
seperti yang terdapat pada reaksi berikut:
Enzim
Trigliserida + H2O Digliserida + Monogliserida + ALB + Gliserol
Panas
Keberadaan asam lemak bebas dalam produk lemak/minyak biasanya dijadikan indi-
kator awal terjadinya kerusakan lemak/minyak karena proses hidrolisis. Pembentukan
asam lemak bebas akan mempercepat kerusakan oksidatif lemak/minyak karena asam
lemak bebas lebih mudah teroksidasi jika dibandingkan dalam bentuk esternya.
Jumlah asam lemak bebas pada contoh ditunjukkan dengan bilangan asam yang biasa-
nya dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan
asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Bilangan asam
ditentukan dengan reaksi penyabunan yaitu dengan cara mereaksikan lemak/minyak
dengan basa seperti KOH atau NaOH (lihat persamaan reaksi).
O O
 
R - C – OH + KOH R - C – OK + H2O

Bilangan Peroksida
Asam lemak bebas yang terdapat pada contoh lemak/minyak mudah mengalami
reaksi oksidasi. Stabilitas oksidasi asam lemak sangat tergantung pada jumlah ikatan
rangkapnya. Semakin banyak ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak maka
stabilitas oksidatif asam lemak tersebut semakin rendah. Selain dipengaruhi oleh jum-
lah ikatan rangkapnya, stabilitas oksidasi asam lemak dipengaruhi oleh konsentrasi
oksigen, suhu, luas permukaan, aktivitas air, pro-oksidan, antioksidan dan katalis (ini-
siator). Reaksi oksidasi asam lemak dapat berlangsung dengan adanya berbagai katalis
(inisiator) seperti cahaya, logam, panas maupun enzim.
Reaksi oksidasi terjadi melalui beberapa tahap, yaitu tahap inisiasi, tahap propagasi
dan terminasi. Radikal bebas yang terbentuk di tahap awal reaksi (tahap inisiasi) dapat
bereaksi dengan oksigen dan menghasilkan senyawa peroksida. Oleh karena itu, kebe-
radaan senyawa peroksida ini digunakan sebagai salah satu indikator terjadinya oksi-
dasi lemak/minyak.
Keberadaan senyawa peroksida pada lemak/minyak dapat ditentukan dengan metode
spektrofotometri maupun titrimetri. Penentuan peroksida dengan menggunakan

Praktikum Analisis Pangan 37


metode spektrofotometri dilakukan berdasarkan pengukuran senyawa berwarna yang
dihasilkan dari reaksi antara senyawa peroksida dengan senyawa tertentu.
Penentuan peroksida dengan metode titrimetri dilakukan dengan mengukur sejumlah
iod yang dibebaskan dari KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida di dalam pelarut
asam asetat/kloroform. Iod yang berhasil dibebaskan ditentukan jumlahnya dengan
menggunakan larutan Na2S2O3. Jumlah peroksida yang terdapat pada contoh dinyata-
kan dengan bilangan peroksida (miliequivalen oksigen aktif per kg) yang setara
dengan jumlah Na2S2O3 yang bereaksi dengan I2 yang berhasil dibebaskan oleh perok-
sida. Semakin tinggi bilangan peroksida menunjukkan bahwa jumlah peroksida sema-
kin banyak dan dapat diduga bahwa tingkat reaksi oksidasi semakin tinggi.
Bilangan Paraanisidin (p-anisidine value)
Pembentukan peroksida sebagai senyawa antara pada proses oksidasi lemak akan
meningkat sampai titik tertentu untuk kemudian menurun kembali. Penurunan ini ter-
jadi karena peroksida yang terbentuk akan mengalami dekomposisi menjadi senyawa
dengan berat molekul yang lebih pendek.
Dekomposisi peroksida menghasilkan berbagai senyawa terutama dari golongan alde-
hid. Jumlah aldehid pada contoh minyak dan lemak dinyatakan dengan paraanisidin
value (p-value). Reaksi antara senyawa aldehid dengan pereaksi paraanisidin pada
pelarut asam asetat akan menghasilkan warna kuning yang absorbansinya dapat diu-
kur pada  350 nm.
Bilangan peroksida dan bilangan paraanisidin yang diperoleh dapat digunakan untuk
menentukan bilangan total oksidasi (total oksidation value) yang equivalen dengan dua
kali bilangan peroksida ditambah dengan bilangan paraanisidin. Bilangan total oksi-
dasi ini sering dijadikan parameter tingkat kerusakan oksidasi lemak/ minyak.
Bilangan Thio Barbituric Acid (TBA)
Seperti halnya peroksida, senyawa aldehid juga bersifat tidak stabil dan dapat terde-
komposisi menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti malonaldehid. Keberadaan
malonaldehid pada contoh lemak/minyak menunjukkan bahwa contoh telah menga-
lami oksidasi lanjut.
Kandungan malonaldehid pada contoh lemak/minyak dapat ditentukan dengan me-
tode spektrofotometri. Senyawa malonaldehid yang direaksikan dengan pereaksi Thio
Barbituric Acid (TBA) akan menghasilkan pigmen warna merah yang aborbansinya
dapat diukur pada  530 nm. Hasil pengukuran yang diperoleh dinyatakan sebagai
bilangan TBA yang nilainya akan setara dengan jumlah malonaldehid pada contoh.
Semakin tinggi bilangan TBA maka tingkat oksidasi lemak/minyak semakin tinggi.
Uji Ketengikan (Metode Rancimat)
Uji ketengikan merupakan uji yang digunakan untuk mengukur stabilitas oksidasi
lemak. Stabilitas oksidasi lemak dapat diukur dengan metode yang cepat yaitu meng-
gunakan alat methrom rancimat.
Pada prinsipnya, alat rancimat akan mengukur waktu induksi, yaitu waktu yang
dibutuhkan oleh lemak dan minyak pada suhu tertentu sebelum mengalami kerusakan
yang cepat. Pengukuran kerusakan minyak dan lemak dilakukan berdasarkan

Praktikum Analisis Pangan 38


senyawa volatil hasil oksidasi lemak yang menyebabkan bau tengik seperti asam
dikarboksil. Senyawa berbau tengik ini dapat meningkatkan konduktivitas listrik
sehingga dapat diintegra-sikan dalam bentuk kurva hubungan antara waktu induksi
dengan konduktivitas. Minyak/lemak yang mempunyai waktu induksi lebih pendek
berarti memiliki stabilitas oksidasi yang rendah.

Analisis Komposisi Asam Lemak dengan Gas Liquid Chromatography


Komposisi asam lemak yang menyusun produk lemak/minyak berbeda-beda tergan-
tung kepada sumbernya. Komposisi asam lemak dari suatu sumber minyak dan lemak
dapat dianalisis dengan menggunakan metode kromatografi gas cair (gas liquid chro-
matography/GLC). Prinsip analisis komposisi asam lemak dengan GLC adalah dengan
mengubah komponen asam lemak pada lemak/minyak menjadi senyawa volatil metil
ester asam lemak (Fatty Acid Methyl Esther atau FAME). Berbagai jenis metil ester asam
lemak tersebut akan dibawa oleh gas (carrier) untuk melewati fase diam berupa cairan
di dalam kolom. Komponen yang keluar dari kolom akan dideteksi dengan alat detek-
tor ionisasi nyala api (Flame Ionization Detector/FID) yang memberikan responnya
berupa peak kromatogram. Jenis maupun jumlah asam lemak yang ada pada contoh
dapat diidentifikasi dengan membandingkan peak kromatogram contoh dengan peak
kromatogram standar yang telah diketahui jenis dan konsentrasi masing-masing asam
lemak penyusunnya.
Analisis asam lemak pada produk minyak/lemak dengan menggunakan GLC dilaku-
kan melalui dua tahap utama yaitu tahap derivatisasi (transmetilasi) dan tahap anali-
sis. Derivatisasi asam lemak bertujuan untuk mengubah asam lemak menjadi FAME
sehingga derivatiasi asam lemak sering disebut dengan metilasi. Pada prinsipnya meti-
lasi asam lemak terdiri dari dua tahap yaitu alkali hidrolisis (pemutusan asam lemak
dari ikatan ester gliserida dengan NaOH) dan transmetilasi (penggantian gugus hidro-
gen dari asam lemak dengan gugus metil dari metanol) dengan katalis BF3. Skema
reaksinya metilasi dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan Gambar 5.2.
O O
 
O - C – OR R - C – ONa OH
O O
 
O – C – OR + 3NaOH R – C – ONa + OH
O O
 
O - C - OR R - C - ONa OH
(Trigliserida) (Sabun asam lemak) (Gliserol)

Gambar 5.1. Reaksi alkali hidrolisis pada trigliserida.

O O
 BF3 
3 R – C – ONa + 3 CH3OH 3 R – C – OCH3 + 3 NaOH
(Sabun asam lemak) (Metanol) FAME

Gambar 5.2. Reaksi transmetilasi antara sabun asam lemak dengan metanol

Praktikum Analisis Pangan 39


FAME yang dihasilkan dari proses transmetilasi diekstraksi dengan menggunakan
pelarut organik seperti heksana. Fase heksana yang mengandung FAME diambil
dengan pipet kemudian ditambah dengan Na2SO4 anhidrous. Penambahan Na2SO4
anhidrous bertujuan untuk memerangkap air yang mungkin masih terbawa pada fase
heksan. Pemerangkapan air ini penting dilakukan untuk menghindari gangguan ana-
lisis karena detektor FID yang digunakan sensitif terhadap air. FAME yang dihasilkan
yang telah bebas dari air disimpan dalam vial yang tertutup rapat sampai proses
penyuntikan.

Contoh yang dibutuhkan untuk analisis GLC ini hanya berkisar 1 l. Penyuntikan con-
toh dilakukan dengan syringe yang berujung lancip dan menggunakan metode injeksi
splitless (semua contoh yang disuntikkan masuk ke dalam sistem). Penyuntikan dilaku-
kan pada injektor yaitu tempat untuk dilakukannya introduksi contoh. Injektor yang
digunakan pada alat GC ini diset pada suhu yang tinggi (250oC). Carrier gas yang
digunakan adalah helium dengan kriteria UHP (Ultra High Purity). Carrier gas akan
membawa contoh (FAME) ke dalam kolom. Di dalam kolom, FAME akan berinteraksi
dengan fase diam yang berupa cairan yang dilekatkan pada dinding kolom. Dimensi
dan komponen pengepak kolom pada suatu alat kromatografi kolom biasanya dapat
ditunjukkan oleh tipe kolom.
Di dalam kolom, contoh akan dipisahkan sesuai dengan tingkat volatilitas dan inter-
aksinya dengan fase diam. Pada metode GLC, pemisahan komponen yang baik dapat
diperoleh dengan melakukan gradien suhu kolom (Gambar 5.3). Pada gradien suhu
ini, suhu kolom diatur sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan suhu dengan pola
tertentu. Gradien suhu ini akan mempengaruhi pemisahan asam lemak. Asam lemak
dengan panjang rantai yang berbeda akan mempunyai volatilitas yang berbeda
sehingga asam lemak akan terpisah sesuai dengan volatilitasnya pada suhu tertentu.

Gambar 5.3. Gradien suhu untuk memisahkan asam lemak dengan metode GLC
Perbedaan volatilitas asam lemak serta interaksinya dengan fase diam akan menyebab-
kan masing-masing komponen asam lemak akan berada di dalam kolom dengan
waktu yang berbeda (waktu retensi/RT) yang berbeda. Asam lemak berantai pendek
cenderung lebih volatil jika dibandingkan dengan asam lemak berantai panjang.
Dengan demikian asam lemak berantai pendek akan lebih dulu keluar dari kolom dan
dideteksi oleh detektor. Selanjutnya berturut-turut akan keluar asam lemak rantai
sedang dan rantai panjang. Pemisahan dengan GC dipengaruhi juga oleh banyaknya
ikatan rangkap. Asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap akan cenderung ter-
tahan pada kolom.

Praktikum Analisis Pangan 40


Masing-masing komponen yang keluar dari kolom dideteksi oleh detektor FID (Flame
Ionization Dectector). Detektor FID bekerja dengan prinsip membakar senyawa yang
keluar dari kolom dalam nyala api gas hidrogen dan oksigen. Ke dalam nyala api dile-
watkan potensial elektroda. Adanya pembakaran senyawa organik yang mengandung
atom C yang terikat dengan atom H atau atom C lainnya akan menimbulkan peru-
bahan arus pada elektroda yang besarnya tergantung pada jumlah senyawa organik
yang terbakar. Arus ini dapat diamplifikasi dan dicatat. Indentifikasi jenis asam lemak
dan penentuan konsentrasinya dilakukan dengan cara membandingkan respon detek-
tor contoh dan respon detektor terhadap standar yang telah diketahui dengan pasti
komposisi dan konsentrasinya.

Prosedur Analisis

Praktikum 1 : Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)


Alat
 Kertas saring
 Alat ekstraksi soxhlet (kondensor dan pemanas listrik)
 Labu lemak 250 ml
 Oven
 Neraca analitik
 Kapas bebas lemak
 Desikator berisi bahan pengering (seperti fosfor pentoksida kering, kalsium klorida
atau butiran silika gel)
Pereaksi
 Pelarut non-polar (heksana)
 Pelarut non-polar (heksana)
 Larutan HCl 25%
Bahan
 Makanan bayi (Kelompok I dan II), susu bubuk (Kelompok III dan IV), dan mie
instan (Kelompok V dan VI)
Prosedur Kerja
Metode I : Tanpa Hidrolisis
1. Gunakan metode I ini untuk contoh makanan bayi.
2. Siapkan labu lemak, keringkan dalam oven bersuhu 105oC selama sekitar 15 menit.
Dinginkan dalam desikator dan timbang.
3. Timbang 1-2 g contoh, masukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi
dengan kapas.
4. Sumbat selongsong kertas yang berisi contoh dengan kapas, lalu keringkan dalam
oven pada suhu tidak lebih dari 80oC selama + 1 jam.
5. Masukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak (Gambar
5.1).
6. Ekstrak lemak dalam contoh dengan heksana selama ± 6 jam.
7. Suling heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven pengering pada suhu
105oC.

Praktikum Analisis Pangan 41


8. Dinginkan pada desikator dan timbang.
9. Ulangi pengeringan hingga bobotnya tetap.
10. Lakukan pekerjaan sebanyak 2 kali (duplo) untuk masing-masing contoh.

Gambar 5.4. Rangkaian alat ekstraksi soxhlet

Metode 2 : Dengan Hidrolisis


(a) Tahap hidrolisis contoh
1. Lakukan tahap hidrolisis untuk contoh susu bubuk dan mie instan.
2. Timbang 1-2 g contoh dalam gelas piala.
3. Tambah 30 ml HCl 25% dan 20 ml air.
4. Tutup gelas piala dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit dalam ruang
asam.
5. Saring dengan kertas saring dalam keadaan panas dan cuci dengan air panas
hingga tidak bereaksi asam lagi (diketahui dengan indikator kertas lakmus).
6. Keringkan kertas saring berikut isinya pada suhu 105o C.
7. Lipat kertas saring yang telah kering dan lanjutkan dengan proses ekstraksi.
8. Pekerjaan dilakukan sebanyak 2 kali (duplo) untuk masing-masing contoh.
(b) Tahap analisis kadar lemak
1. Siapkan labu lemak. Keringkan dalam oven suhu 105oC selama sekitar 15 menit.
Dinginkan dalam desikator dan timbang.
2. Ambil kertas saring kering hasil hidrolisis contoh dan masukkan ke dalam selong-
song kertas saring yang dialasi dengan kapas.
3. Sumbat selongsong kertas yang berisi contoh dengan kapas.
4. Masukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak.
5. Masukkan pelarut heksana sebanyak 150 ml.
6. Ekstrak lemak dalam contoh selama ± 6 jam.
7. Suling heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven pengering pada suhu
105oC.

Praktikum Analisis Pangan 42


8. Dinginkan pada desikator dan timbang.
9. Ulangi pengeringan hingga bobotnya tetap.
Perhitungan
1. Hitung kadar lemak dalam basis basah dan basis kering sebagai berikut:
a. Kadar lemak dalam basis basah

W 2  W1
Kadar lemak (g/100 g bahan basah)  x 100
Wo

b. Kadar lemak dalam basis kering (gunakan data kadar air dari data Praktikum
Analisis Kadar Air Metode Oven)

kadar lemak (bb)


Kadar lemak (g/100 g bahan kering)  x 100
(100  kadar air (bb))

Keterangan : Wo = Bobot contoh dalam gram (g)


W1 = Bobot labu lemak kosong (g)
W2 = Bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)
bb = Basis (bahan) basah
2. Hitung nilai rata-rata, standar deviasi dan RSD data hasil pengujian.

Praktikum 2 : Analisis Bilangan Iod (AOAC Official Methods 920.158)


Alat
 Timbangan analitik
 Erlenmeyer 250/300 ml
 Buret 50 ml
 Gelas piala 1 liter
 Labu takar
 Gelas ukur 100 ml
 Pipet mohr 5 ml
 Pipet mohr 10 ml
 Pipet volumetrik 25 ml
Pereaksi
 Pereaksi Hanus: sebanyak 13.2 g I2 murni dilarutkan dalam 1 l asam asetat glacial.
Sejumlah asam asetat glasial hangat ditambahkan ke dalam Iod. Jika seluruh Iod
sudah larut dan larutan sudah dingin, ditambahkan Br2 secukupnya (jumlah
halogen menjadi dua kali semula), biasanya 3 ml cukup.
 Kloroform
 Larutan KI 15%
 Larutan Na2S203 0.1 N
 Larutan pati 1% yang dibuat dengan cara melarutkan 1 g pati dengan aquades
secukupnya (untuk membentuk pasta yang encer). Tambahkan 100 ml aquades
mendidih, kemudian dididihkan selama satu menit sambil diaduk.
 Aquades

Praktikum Analisis Pangan 43


Bahan
 Minyak sawit (Kelompok I), minyak kelapa (Kelompok II), minyak kedelai (Kelom-
pok III), minyak jagung (Kelompok IV), minyak sawit jelantah (Kelompok V) dan
minyak wijen (Kelompok VI).

Prosedur Kerja
1. Masukkan sebanyak 0.5000 g contoh lemak atau 0.2500 g contoh minyak ke dalam
erlenmeyer bertutup.
2. Tambahkan ke dalam erlenmeyer tersebut 10 ml kloroform untuk melarutkan con-
toh.
3. Tambahkan juga 25 ml pereaksi Hanus dan biarkan 30 menit di tempat gelap.
Kocok sekali-kali. Sesudah reaksi sempurna diharapkan terdapat kelebihan Iod
yang mencapai minumum 60%.
4. Setelah reaksi sempurna, tambahkan ke dalam erlenmeyer tersebut 10 ml larutan
KI 15%. Kocok sampai homogen.
5. Tambahkan sebanyak 100 ml air destilata ke dalam erlenmeyer. Gunakan sebagian
air untuk membilas I2 yang mungkin terdapat pada tutup atau dinding bagian atas
erlenmeyer.
6. Titrasi contoh tersebut dengan larutan standar Na2S2O3 0.1N sampai warna kuning
larutan hampir hilang. Tambahkan 2 tetes larutan indikator pati sebelum titik
akhir titrasi.
7. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hampir hilang.
8. Goyang-goyang erlenmeyer dengan cepat sehingga iod yang masih tinggal dalam
kloroform akan pindah ke larutan KI.
9. Lanjutkan titrasi sampai titik akhir titrasi tercapai (sampai warna biru hilang).
10. Lakukan poraktikum dua kali (duplo) untuk setiap contoh.
11. Lakukan juga penetapan bilangan iod untuk blanko.
Perhitungan
1. Bilangan iod dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

(Vb  Vs ) xNx12.69
Bilangan iod =
W
dimana: Bilangan iod = Jumlah gram iod yang mengadisi 100 g lipid.
Vb = Volume Na2S2O3 untuk titrasi blangko
Vs = Volume Na2S2O3 untuk titrasi contoh
N = Normalitas Na2S2O3
W = Berat contoh (g)
2. Hitung nilai rata-rata, standar deviasi dan RSD

Praktikum Analisis Pangan 44


Praktikum 3 : Analisis Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas (AOAC Official
Method 940.28)

Alat

 Erlenmeyer
 Buret
 Neraca analitik
 Pipet tetes
 Penangas air
 Gelas ukur
 Labu takar
 Desikator

Pereaksi
 Aquades bebas CO2 yang disiapkan dengan mendidihkan aquades selama 20 menit
dan didinginkan dengan soda-lime protection. Gelembung udara dibebaskan dari
CO2 dengan melewatkan aquades pada tower soda-lime selama 12 jam.
 Asam potasium phthalate-NIST SRM untuk asidimetri 84 yang dipersiapkan
dengan dilewatkan pada saringan 100 mesh, dikeringkan selama 2 jam pada suhu
120oC dan didinginkan di dalam desikator
 NaOH O.1 N dan 0.25 N
- Pembuatan larutan
deaquades bebas CO2 ke dalam erlenmeyer. Aduk sampai larut sempurna.
Tutup erlenmeyer dengan sumbat karet. Diamkan selama 10 hari sampai
larutan benar-benar jernih.
- Persiapan larutan standar
Jumlah larutan NaOH (1+1) yang harus ditambahkan untuk memperoleh
larutan dengan konsentrasi tertentu dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Perkiraan normalitas ml NaOH (1+1) yang harus dilarutkan
dalam 10 L aquades bebas CO2
0.01 5.4
0.02 10.8
0.10 54.0
0.50 270.0
1.00 540.0

Untuk mendapatkan larutan NaOH yang mempunyai konsentrasi lebih rendah


dari konsentrasi yang terdapat pada tabel dapat dilakukan pengenceran.
Perkiraan volume larutan stok NaOH yang konsentrasi larutan yang diperoleh
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

V2 xN 2
V1 
N1
Dimana: V2dan N2 adalah volume dan normalitas larutan stok NaOH
V1 adalah volume larutan yang telah diencerkan untuk mendapatkan
normalitas larutan yang diinginkan (N1)

Praktikum Analisis Pangan 45


- Standardisasi
Konsentrasi larutan NaOH diuji dengan prosedur berikut. Timbang sejumlah
Asam potasium phthalat/KHC8H4O4 kering (yang membutuhkan titrasi NaOH
sekitar 40 ml) ke dalam erlenmeyer yang telah dibersihkan dari CO2.
Tambahkan 50 ml aquades bebas CO2 dingin. Tutup erlenmeyer dan digoyang
perlahan sampai larut. Titrasi dengan larutan NaOH yang akan distandarisasi
sampai pH 8.6 yang diukur dengan elektroda gelas pH meter). Selain dengan
pengukuran pH, titik akhir titrasi dapat diketahui dengan menggunakan 3 tetes
indikator fenolfetalin. Untuk menentukan volume NaOH yang dibutuhkan
untuk memproduksi titik akhir blangko dilakukan dengan membandingkan
warna dalam erlenmeyer yang mengandung 3 tetes fenolfetalin. Normalitas
NaOH dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Wo x1000
Normalitas 
Vo x 204.229

Dimana: Normalitas= Normalitas NaOH yang distandardisasi (N)


Wo=berat KHC8H4O4 (g)
Vo= volume NaOH yang digunakan untuk titrasi (ml)

 Aquades
 Etanol 95% netral
 Fenolftalein (PP) 0.5% dalam etanol 95%
 Pelarut campuran etanol 95%/ dietileter dengan perbandingan 1:1 (V/V)
Bahan
 Minyak sawit (Kelompok I), minyak kelapa (Kelompok II), minyak kedelai (Kelom-
pok III), minyak jagung (Kelompok IV), minyak sawit jelantah (Kelompok V) dan
minyak wijen (Kelompok VI)
Prosedur Kerja
Penetuan bilangan asam dan asam lemak bebas minyak kasar
1. Masukkan sebanyak 7.05 gram contoh minyak ke dalam erlenmeyer 250 ml.
2. Tambahkan sebanyak 50 ml etanol 95% netral (yang dibuat dengan cara
menambahkan 2 ml fenolfetalin kemudian dititrasi dengan 0.1 N NaOH sampai
menghasilkan pink permanen yang samar).
3. Titrasi dengan menggunakan NaOH 0.25 N sambil digoyang kuat sampai warna
pink permanen samar yang tampak selama  1 menit.
4. Lakukan penetapan contoh sebanyak dua kali (duplo).
Penetuan bilangan asam dan asam lemak bebas minyak murni (refined oils)
1. Masukkan sebanyak 50 ml alkohol ke dalam erlenmeyer 150 ml yang bersih dan
kering .
2. Tambahkan beberapa tetes minyak dan 2 ml larutan fenolfetalin.
3. Tempatkan erlenmeyer pada penangas air dengan suhu 60-65oC sampai hangat.

Praktikum Analisis Pangan 46


4. Tambah NaOH 0.1 N secukupnya (sampai warna pink samar tampak).
5. Tambahkan sampel minyak sebanyak 56.4 g ke dalam alkohol alkohol netral.
6. Titrasi dengan 0.1 N NaOH, sambil sesekali dipanaskan dan digoyang sampai
warna pink samar permanen terlihat dalam alkohol supernatan
Perhitungan
1. Hitung bilangan asam dan kadar asam lemak bebas dihitung dengan rumus beri-
kut:

VxNx 40
Bilangan asam (mg NaOH/g minyak) =
W
VxNxM
Kadar asam lemak bebas (%)=
10W
dimana: V = Volume NaOH (ml)
N = Normalitas NaOH hasil standarisasi
M = berat molekul contoh (sesuai dengan jenis lemak dominan contoh)
W = berat contoh (g)
2. Hitung nilai rata-rata, standar deviasi dan RSD data hasil pengujian.

Praktikum 4 : Analisis Bilangan Peroksida (AOAC Official Methods 965.33)


Alat
 Erlenmeyer 250 ml bertutup
 Buret
 Neraca analitik
 Pipet tetes
 Penangas air
 Gelas ukur
 Labu takar
 Vorteks
Pereaksi
 Larutan asam asetat glasial (CH3COOH)-kloroform (CHCl3) yang dibuat dengan
menambahkan 3 bagian CH3COOH dan 2 bagian CHCl3
 Larutan potasium iodida (KI) jenuh yang dibuat dengan cara melarutkan KI
berlebih dalam H2O mendidih. Padatan KI harus tersisa. Simpan larutan KI jenuh
pada kondisi gelap. Uji setiap hari dengan menambahkan 0.5 ml-30 ml larutan
CH3COOH-CHCl3, kemudian tambahkan 2 tetes larutan pati 1. Jika larutan
berubah menjadi biru dan membutuhkan >1 tetes 0.1N Na2S2O3 untuk
menghilangkan warna biru maka harus dibuat larutan KI yang baru.
 Sodium tiosulfat (Na2S2O3) 0.1N dan 0.01 N.
- Pembuatan larutan

Larutan Na2S2O3 0.1N dibuat dengan cara melarutkan kira-kira 25 g Na2S2O3.5


H2O dalam 1 liter air. Didihkan dengan panas sedang selama 5 menit. Pada saat
masih panas, pindahkan ke dalam botol penyimpanan yang sebelumnya telah
dicuci dengan larutan asam kromat pencuci dan dibilas dengan air hangat yang

Praktikum Analisis Pangan 47


telah dididihkan. Larutan disimpan di tempat gelap dan sejuk serta jangan
mengembalikan sisa larutan yang tidak terpakai ke dalam botol stok. Untuk
membuat larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah dari 0.1 N, encerkan
dengan aquadest yang telah dididihkan. Larutan yang lebih encer lebih tidak
stabil dan sebaiknya disiapkan sesaat sebelum digunakan.

- Standardisasi larutan

Timbang dengan tepat 0.20-0.23 g K2Cr2O7 dan tempatkan didalam elermeyer.


Larutkan ke dalam 80 ml aquades bebas klorin yang mengandung 2 g KI.
Tambahkan (sambil diaduk) 20 ml 1 N HCl dan simpan di tempat gelap selama
10 menit. Titrasi dengan larutan Na2S2O3, tambahkan larutan pati 1% pada saat
warna biru hampir hilang. Titrasi diteruskan sampai warna biru hilang
(seluruh I2 sudah habis). Normalitas larutan Na2S2O3 dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
Wo x1000
Normalitas 
Vo x 49.032

Dimana: Normalitas = normalitas Na2S2O3 yang distandardisasi (N)


Wo= berat K2Cr2O7 (g)
Vo= volume Na2S2O3 (ml)

 Larutan pati 1% yang dibuat dengan cara melarutkan 1 g pati dengan aquades
secukupnya (untuk membentuk pasta yang encer). Tambahkan 100 ml aquades
mendidih, kemudian dididihkan selama satu menit sambil diaduk.

Bahan
 Minyak sawit (Kelompok I), minyak kelapa (Kelompok II), minyak kedelai (Kelom-
pok III), minyak jagung (Kelompok IV), minyak sawit jelantah (Kelompok V) dan
minyak wijen (Kelompok VI)
Prosedur Kerja
Penentuan Bilangan Peroksida Minyak dan lemak

1. Timbang sebanyak 5.0 g contoh lemak atau 0.25 g contoh minyak. Masukkan ke
dalam erlenmeyer 250 ml
2. Tambahkan ke dalam erlenmeyer contoh sebanyak 30 ml pelarut CH3COOH-
CHCl3. Kocok sampai semua minyak terlarut.
3. Tambahkan sebanyak 0.5 ml larutan KI jenuh ke dalam erlenmeyer. Diamkan
selama 1 menit sambil sesekali digoyang.
4. Tambahkan ke dalamnya air destilata sebanyak 30 ml.
5. Titrasi contoh dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0.1 N secara perlahan sambil
digoyang dengan kuat sampai warna kuning hampir hilang
6. Tambahkan 0.5 ml indikator larutan pati 1%.

Praktikum Analisis Pangan 48


7. Teruskan titrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 N sambil digoyang dengan kuat untuk
melepaskan I2 dari lapisan CHCl3.
8. Hentikan titrasi pada saat warna warna biru menghilang.
9. Ulang titrasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0.01N jika volume sodium
tiosulfat yang digunakan <0.5 ml.
10. Lakukan penetapan sebanyak dua kali (duplo).
11. Lakukan penetapan bilangan peroksida untuk blanko dengan cara yang sama
dengan contoh. Jumlah Na2S2O3 0.1 N yang digunakan untuk titrasi blangko harus
 0.1 ml.
Perhitungan
1. Hitung bilangan peroksida contoh dengan menggunakan rumus berikut:

Bilangan Peroksida  (Vs  Vb ) xN x1000


W

dimana: BP= bilangan peroksida (milliequivalent peroxide/kg sampel)


Vs= volume sodium thiosulfat untuk titrasi contoh (ml)
Vb= volume sodium thiosulfat untuk titrasi blangko (ml)
N= konsentrasi sodium thiosulfat (N)
W= berat contoh (g)
2. Hitung nilai rata-rata, standar deviasi dan RSD data hasil pengujian.

Praktikum 5. Uji Ketengikan (Metode Rancimat)


Alat

 Seperangkat methrom rancimat


 Timbangan analitik

Pereaksi
 Sampel minyak
 Air bebas ion
 Minyak kedelai

Bahan
 Minyak sawit jelantah

Prosedur Kerja
1. Isi tabung reaksi dengan air bebas ion sebanyak 60 ml.
2. Nyalakan alat methrom rancimat.
3. Set alat dengan program komputer.
4. Nyalakan CPU dan masuk pada program rancimat.
5. Pilih metode yang diinginkan, misal suhu pemanasan 100oC dan gas flow 20
L/jam.

Praktikum Analisis Pangan 49


6. Klik pada jika ingin merubah parameter, rubahlah delta T menjadi 0.
7. Start pemanas blok A dan blok B (dengan memberi tanda  pada temperatur dan
gas flow).
8. Setelah suhu yang diinginkan tercapai (warna merah menjadi hijau), tentukan delta
T dengan minyak silikon, selama penentuan gas flow harus menyala. Penentuan
gas flow dilakukan dengan langkah sebagai berikut: klik tools, gas flow kontrol,
gas flow on. Tools determinan delta T blok A (jika minyak silikon yang digunakan
untuk pengukuran delta T diletakkan di blok A)
9. Klik Accept.
10. Tunggu sampai suhu blok A dan B stabil (berwarna hijau) dan siap running.
11. Masukkan 3 g sampel pada tabung sampel dan klik start pada blok-blok tempat
pengujian sampel.
12. Lakukan pengukuran ketengikan sampai waktu induksi terlampaui ( 6 jam).
13. Setelah selesai melakukan pengukuran, keluar dari program rancimat.
14. Matikan alat rancimat.
15. Matikan CPU.
16. Waktu induksi dapat dilihat pada kurva yaitu pada saat kurva akan naik dengan
tajam.

Praktikum 6. Analisis Komposisi Asam Lemak dengan Metode Gas Liquid Chro-
matography (AOAC Official Method 991.39 yang dimodifikasi)

Alat
 Seperangkat alat kromatografi gas (Shimadzu GC-9AM, Japan) dengan kromatopac
(Shimadzu C-R6A) untuk identifikasi dan kolom kapiler DB-23 (50 m x 0.32 mm i.d,
J  W Scientific, Folsom, CA),
 Neraca analitik
 Pipet tetes
 Pipet mohr 5 ml
 Pipet volumetrik 1 ml
 Hotplate
 Penangas air
 Tabung reaksi bertutup
 Vial
 Vortex
 Alat gelas lainnya

Pereaksi
 NaOH

Praktikum Analisis Pangan 50


 Air destilata
 Gas N2
 Heksan
 Na2SO4 anhidrous
 Larutan standar internal (SI) asam margarat (C17: 0). Sebanyak 25 mg (0.1 mg)
metil atau etil ester standar internal dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml.
Tambahkan heksan hingga tanda tera sehingga diperoleh larutan SI dengan
konsentrasi 1 mg/ml
 NaOH/MeOH 0.5N
 BF3 metanol (14%b/v)
 NaCl jenuh
 Standar eksternal asam lemak yang telah diketahui komposisinya.
Bahan
 Minyak sawit (Kelompok I), minyak kelapa (Kelompok II), minyak kedelai (Kelom-
pok III), minyak jagung (Kelompok IV), minyak sawit jelantah (Kelompok V) dan
minyak wijen (Kelompok VI)
Prosedur kerja
Tahap Trans-esterifikasi/Metilasi
1. Timbang sebanyak  100 mg contoh minyak dalam tabung reaksi
2. Tambahkan ke dalam tabung reaksi contoh sebanyak 1 ml larutan internal standar
(asam lemak margarat/C17:0).
3. Tambahkan ke dalam tabung contoh sebanyak 1.5 ml NaOH metanolik 0.5 N,
4. Tabung diisi dengan gas N2, ditutup rapat dan divorteks.
5. Panaskan tabung dalam penangas bersuhu 80 - 1000C selama 5 menit.
6. Tabung didinginkan
7. Tambahkan 2 ml BF3 metanol (14 % b/v) ke dalam tabung
8. Tabung diisi dengan N2 dan ditutup rapat
9. Panaskan tabung kembali pada suhu 80-1000C selama 30 menit.
10. Dinginkan tabung dibawah air mengalir hingga suhu ruang
11. Tambahkan 1 ml heksana ke dalam tabung dan divorteks.
12. Tambahkan larutan NaCl jenuh sebanyak 3 ml ke dalam tabung dengan segera,
dan dikocok
13. Pisahkan lapisan heksana dan tambahkan Na2SO4 anhidrous
14. Contoh siap diinjeksikan ke dalam alat GC.
Analisis Dengan GC

1. Suntikkan 1l contoh ke dalam alat GC dengan menggunakan sistem langsung


(spitless mode) dengan suhu injektor 250oC, dan suhu detektor 260oC.
2. Atur suhu kolom pada secara gradien yaitu: suhu kolom awal 120oC yang diper-
tahankan selama 6 menit, penambahan suhu kolom 3oC/menit hingga mencapai
suhu 230oC dan dipertahankan selama 25 menit.

Praktikum Analisis Pangan 51


3. Turunkan kembali suhu sampai 1200C dan contoh berikutnya dapat disuntikkan.
4. Tekanan gas helium sebagai pembawa digunakan pada tekanan 1 kg/cm2, sedang-
kan tekanan gas hidrogen dan udara masing-masing 0.5 kg/cm2.
5. Gunakan asam lemak standar sebagai pembanding untuk identifikasi dan kuantif-
ikasi asam lemak contoh.
Penentuan Jenis Asam Lemak
1. Cetak kromatogram dari masing-masing asam lemak yang dianalisis.
2. Tentukan jenis asam lemak dengan membandingkan RT (Retention Time) asam
lemak pada contoh dengan RT asam lemak pada standar eksternal.
3. Asam lemak dengan RT yang relatif sama berasal dari jenis asam lemak yang sama.
Perhitungan
1. Hitung konsentrasi asam lemak tertentu pada contoh dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

Aalx BSI
Alx = x x RF x 1000
ASI BS

Keterangan:
Alx = Konsentrasi asam lemak tertentu dalam contoh (mg/g)
Aalx = Area asam lemak tertentu pada contoh
ASI = Area standar internal pada contoh
BSI = Berat SI yang ditambahkan pada contoh (mg)
BS = Berat contoh yang dimetilasi (g)
RF =Respon faktor dari masing-masing asam lemak
2. Hitung respon faktor (RF) asam lemak dengan menggunakan rumus sebagai beri-
kut:

ASI Balx
RF = x
Aalx BSI

Keterangan:
RF = Respon faktor
ASI = Area standar internal pada standar eksternal
Aalx = Area asam lemak tertentu pada standar eksternal
BSI = konsentrasi standar internal pada standar eksternal
Balx = Konsentrasi asam lemak x pada standar eksternal

Praktikum Analisis Pangan 52


Andarwulan, N., Kusnandar, F. dan Herawati, D. 2006. Analisis Lipida. Modul Kuliah
Analisis Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian
Bogor.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, S. Yasni dan S. Budiyanto. 1989.
Petunjuk Praktikum Analisis Pangan. PT IPB Press, Bogor.
Belitz, H.D, W and W Grosch. Food Chemistry. 1999. Springer, Berlin Heidenberg,
New York, Barcelona, Hongkong, London, Milan, Paris, Singapore, Tokyo.
Fennema, O.R (ed). Principles of Food Science (Part I Food Chemistry). 1985. Marcel
Dekker, INC, New York and Basel.

Praktikum Analisis Pangan 53

Anda mungkin juga menyukai