Anda di halaman 1dari 4

Masa Depan Milik Kita STUDIA Edisi 339/Tahun ke-8 (30 April 2007)

Gimana kabar kamu semua? Pasti senang ya UN udah kelar digelar. Kalo kamu termasuk
orang yang was-was dengan hasil UN, itu tandanya wajar. Berarti kamu memang
memikirkan masa depan kamu. Tapi, yang nggak wajar tuh kalo kamu menganggap
bahwa masa depan kamu cuma ditentukan oleh hasil UN. Sehingga kalo nilai UN-nya
jelek, kamu ngerasa dunia bagai kiamat dan hidup kamu berakhir karena semua orang
merendahkanmu. Nggak lha yauw!

Bro, jalan panjang kehidupan masih terbentang luas. Lulus sekolah dengan nilai UN
keren sebenarnya nggak terlalu ngejamin bisa bertahan dalam kehidupan. Ini bukan
nakut-nakutin, tapi sekadar ngingetin aja, bahwa hidup tak sesederhana mengerjakan
soal-soal UN yang targetnya harus bagus. Hasilnya harus sesuai target. Sehingga kamu
merasa terbebani karena harus berhasil. Nah, karena targetnya hasil, seringkali lupa diri
hingga akhirnya menempuh cara-cara tak terpuji demi menggapai hasil maksimal. Nggak,
kehidupan nyata nggak seperti itu. Kehidupan itu butuh proses. Jalani aja dengan penuh
kenikmatan sambil mencari jalan keluar yang positif ketika bertemu kesulitan atau
rintangan.

Boys and gals, para orangtua kita mungkin sering banget nasihatin kita soal kehidupan.
Maklumlah, mereka kan lebih banyak waktu yang dihabiskannya di dunia ini ketimbang
kita. Usianya aja jelas jauh beda ama kita. Iya dong, kalo seumuran namanya temen,
bukan ortu. So, wajar banget dong kalo nasihatin kita-kita soal hidup. Karena ortu kita
udah pengalaman puluhan tahun lebih lama di dunia ini ketimbang kita-kita. Tul nggak
sih?

Sobat, kita juga jadi bisa belajar kepada ortu atau siapa pun yang lebih pengalaman dan
lebih tahu tentang bagaimana menjalani hidup dengan nyaman, aman, dan tentunya
menikmatinya dengan senang hati. Meski, tentu saja, bukan hidup namanya kalo nggak
ada rintangan, halangan, dan bahkan tekanan. Karena kehidupan itu sendiri adalah ladang
ujian buat kita, sekaligus ladang ibadah dan amal. Kalo kita bisa menjalaninya dengan
baik, maka ujian hidup itu akan memberikan kita pengalaman yang sangat berarti.

Itu sebabnya, kita wajib heran kalo ada orang yang menjalani kehidupan tanpa mimpi,
tanpa cita-cita, tanpa target, tanpa evaluasi, dan bahkan tanpa belajar. Sebab, hidup di
dunia ini harus ada bekasnya. Baik untuk diri sendiri, orang lain, untuk agama kita, dan
juga untuk ibadah kepada Allah Swt. Tolong dicatet ya.

Hidup mengasah kedewasaan kita


Kita bisa belajar dari siapa pun dan di mana pun. Selama kita masih hidup di dunia,
berarti masih ada kesempatan untuk belajar di sekolah kehidupan yang bisa kita lakoni
sepanjang usia kita. Melintasi setiap jengkal peristiwa yang akan memberikan hikmah
bagi kehidupan kita. Kita bisa belajar tentang hidup dan kehidupan dari siapa saja. Tentu,
selama hal itu memang bermanfaat bagi kita dan bernilai pahala di sisi Allah Swt.
Yup, layaknya sekolah tempat kita menimba ilmu, sekolah kehidupan akan memberikan
polesan dalam kepribadian kita. Bahkan akan lebih banyak dan lebih luas lagi jangkauan
dan juga multidimensi. Nyaris nggak ada blank spot-nya deh. Nah, salah satu dari hasil
didikan di sekolah kehidupan itu insya Allah bakalan mengasah kedewasaan kita. Jujur
aja nih, hidup di dunia emang nggak lurus-lurus aja. Kalo lurus terus, kayak jalan tol,
rasa-rasanya mungkin kita nggak akan belajar dan bahkan melalaikan atau menyepelekan
kehidupan ini. Karena udah merasa enak, nyaman, dan nggak banyak halangan. Itu
sebabnya sering menganggap gampang dan ujungnya nggak bakalan bisa mengasah
pribadi kita dengan lebih baik dan benar. Kita mungkin saja nggak bisa dewasa karena
nggak pernah merasakan “lika-liku” kehidupan di dunia ini. Justru dengan “gelombang”
kehidupan itulah seenggaknya kedewasaan kita mulai akan terasah dengan baik.

Kalo kita ngelihat di perempatan jalan, betapa banyak pengamen dan pengemis yang
mencari makan di sana. Nggak usah kita berburuk sangka kepada mereka dengan
menyebut mereka pemalas. Belum tentu, karena siapa tahu mereka berbuat demikian
karena memang nggak mampu kerja di tempat lain, sementara urusan perut begitu
mendesak. Hanya itu yang bisa dilakukan mereka.

Terus, kita bisa berpikir dan mengukur diri sambil merenung, “Iya ya, saya bisa hidup
enak. Seenggaknya untuk makan nggak perlu ngamen atau ngemis-ngemis. Bisa sekolah
dan ortu kita masih kuat nyari nafkah.” Kesadaran seperti ini hanya mungkin tumbuh
kalo kita tuh udah berpikir dewasa. Mampu membedakan mana yang benar dan mana
yang salah. Kita pun bisa mengetahui dengan pasti dan yakin perbuatan apa saja yang
terkategori terpuji dan perbuatan mana yang disebut tercela. Kesadaran dan pengetahuan
yang ajeg seperti ini adalah hasil belajar kita memahami kondisi kita dan kehidupan kita.
So, nggak berlebihan banget kalo sekolah kehidupan itu bakalan ngasah kedewasaan kita.

Oya, karena kita hidup di masyarakat dan kehidupan yang begitu luas, maka mau nggak
mau, suka or nggak suka, pada akhirnya kita akan belajar dari sekolah kehidupan ini. Ya,
benar. Sekolah kehidupan memang bisa mengajarkan dan membeberkan begitu banyak
peristiwa dan fakta yang bisa kita rasakan dan bisa kita nilai. Ada yang baik, tentu
banyak juga yang buruk. Berhadapan dengan dua fakta ini, kita seenggaknya bisa
memilih dan menilai. Mana yang akan diambil, dan mana yang harus ditinggalkan.
Pilihan dan keputusan ada di tangan kita dan kita memutuskan sesuai dengan pemahaman
kita tentang kehidupan. Benar atau salah.

Bro, kita bisa membandingkan para pemuda Islam di jaman Rasulullah saw. Banyak para
pemuda di jaman itu yang rindu dan cintanya kepada Islam sangat besar. Salah satunya
yang membuat mereka seperti itu adalah karena kondisi kehidupannya mendukung.
“Sekolah kehidupan” telah mengajarkan dan membentuk kepribadian yang begitu hebat.
Itu sebabnya, jika sekarang banyak remaja yang amburadul ketimbang remaja yang baik-
baik, itu juga karena model kehidupan yang diajarkan di masyarakat nggak benar.
Gimana pun juga, individu itu pasti akan terwarnai oleh kondisi masyarakat. Kalo
masyarakatnya rusak seperti sekarang, kayaknya udah alhamdulillah banget jika masih
ada remaja yang selamat kepribadiannya, bahkan berani melawan arus kerusakan dan
berupaya mengubahnya.
Sobat muda muslim, singkat kata, untuk menjadi remaja yang dewasa tentu satu-satunya
cara adalah dengan belajar. Tanpa belajar, kita nggak akan tahu bagaimana cara berpikir
yang dewasa dan islami, kita nggak akan ngeh juga seperti apa berbuat yang benar,
dewasa, dan sesuai ajaran Islam. Sabda Rasulullah saw.: “Apabila Allah menginginkan
kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya
memperoleh ilmu hanya dengan belajar.” (HR Bukhari)

Nah, karena di sekolah kehidupan ini nggak seragam semuanya. Masih mungkin muncul
perbedaan di antara kita yang sama-sama belajar di masyarakat, maka kedewasaan kita
dalam menyikapi perbedaan harus terus dipoles. Tapi dengan catatan, perbedaan tersebut
sebatas hal-hal yang mubah. Maka, di sekolah kehidupan kita bisa belajar untuk
menghargai pendapat orang lain atau belajar menerima masukan dari orang lain.
Bandingkan waktu kita masih kecil. Kita pengennya menang sendiri, ingin menguasai
permainan dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena waktu kecil kita belum ngeh dan
belum mengerti soal pergaulan dan hubungan dengan pihak lain. Lagian, anak-anak kan
memang belum dewasa.

Selain itu, yang belum dewasa adalah ketika menghadapi kenyataan pesimis, cenderung
menyerah, mudah putus asa, dan sikap negatif lainnya. Sikap seperti itu wajar kalo
‘menyerang’ anak-anak. Tentu, jadi nggak wajar kalo dalam diri mereka yang sudah
dewasa masih ada hal-hal demikian. Tul nggak?

Meski demikian, karena di sekolah kehidupan ini memang nggak semuanya benar.
Apalagi kehidupan saat ini adalah produk dari sistem kehidupan Kapitalisme-
Sekularisme, maka belajar untuk dewasa dari sekolah kehidupan saat ini lebih berat dan
harus lebih selektif lagi. Itu sebabnya, dibutuhkan bimbingan dan arahan dari mereka
yang udah tahu dan paham mana yang keliru dan mana yang benar. Are you ready? Yes!
(jawabnya kudu itu ya. Semangat!)

Jadilah yang terbaik


Sobat, menjadi baik saja belum cukup. Tapi harus menjadi yang terbaik. Upayakan sebisa
mungkin. Kita bisa kok asal kita mau. Yakin deh. Lagian karena kehidupan itu adalah
sebuah proses, maka kita akan jalani tahap demi tahap. Rasakan perbedaannya dari setiap
tahap yang kita lalui.

Nah, karena setiap manusia itu saling mempengaruhi satu sama lain, maka dalam
menjalani kehidupan ini nggak lepas juga dari proses benchmarking. Artinya, jika kita
ingin tampil sukses seperti seseorang yang kita anggap berhasil dalam hidupnya, maka
kita akan menerapkan prinsip 3N. Apakah itu?

Niteni, niroake, dan nambahi. Ini bukan bahasa Italia, tapi ini bahasanya Mbah Marijan.
Niteni itu artinya mengamati, niroake artinya menirukan, dan nambahi boleh dibilang
modifikasi. So, biar lidah nggak keseleo gara-gara nggak biasa ngomong Jawa, kita
sepakati aja dengan istilah ATM alias Amati, Tirukan, dan Modifikasi. Setuju ya?
Nah, untuk jadi yang terbaik dalam kehidupan ini, pastinya kita pernah ukuran siapa yang
dianggap menurut kita terbaik dan perlu dicontoh, maka kita akan melakukan
benchmarking. Pertama banget, kita kudu amati perilakunya, juga kebiasaannya.
Kemudian tirukan apa yang dilakukannya untuk meraih sukses menjadi yang terbaik.
Biar nggak disebut membebek, maka lakukan modifikasi untuk meraih sukses itu dengan
kreasimu yang kamu ciptakan. Wuih, insya Allah keren deh!

Sekadar contoh nih, jika kamu ingin pinter dakwah dan sekaligus sukses di bidang
akademik, teladani deh mereka yang udah berhasil di kedua bidang tersebut. Kamu amati
kegiatan hariannya, cara belajarnya, dan sikap serta perbuatan baiknya. Kemudian kamu
tiru semua kebaikannya. Oya, karena nggak ada orang yang sempurna dalam hidup ini,
maka kalo ada yang kurang bagus dari karakter idolamu itu, kamu nggak usah contek,
tapi bikin polesan lain dengan modifikasi hasil kreasimu. Jadilah diri sendiri, gitu lho.
Oke?

So, bukan tak mungkin pula kalo masa depan bakalan menjadi milik kita. Tentu, masa
depan yang penuh dengan prestasi terbaik dari segala yang telah kita impikan, cita-
citakan dan upayakan dengan usaha keras untuk menjadi yang terbaik dalam kehidupan
ini. Insya Allah.

Oya, don’t forget, ukuran menjadi manusia yang terbaik bagi seorang muslim adalah:
beriman kepada Allah Swt., bertakwa kepadaNya, bermanfaat bagi manusia lainnya, dan
senantiasa bersemangat membela agamaNya dengan dakwah dan jihad. Siap ya? [solihin:
www.osolihin.wordpress.com]

Anda mungkin juga menyukai