Anda di halaman 1dari 5

Nama : I Putu Gede Reditya Sucahya Wiguna

NIM : 2005541165

MK : Pancasila dan Kewarganegaraan

Kelas : B

PENDEKATAN ASTA GATRA DALAM MEWUJUDKAN

KETAHANAN NASIONAL

Pendekatan Asta Gatra dalam mewujudkan ketahanan nasional adalah cara yang
holistik dan terintegrasi untuk mengelola dan memperkuat ketahanan nasional Indonesia
dengan memperhatikan delapan aspek utama yang telah dijelaskan sebelumnya. Berikut adalah
langkah-langkah pendekatan Asta Gatra dalam mewujudkan ketahanan nasional:

1. Brata (Ketahanan Moral dan Etika). Ini mencakup prinsip-prinsip moral, integritas, dan
kejujuran yang harus diterapkan oleh individu dan lembaga dalam membangun
ketahanan nasional. Ketahanan moral adalah pondasi penting untuk memastikan
pemerintahan yang baik dan keadilan dalam masyarakat. Contohnya:
• Mendorong pendidikan etika dan moral di sekolah-sekolah.
• Mengembangkan program anti-korupsi dan mendukung lembaga penegak
hukum yang independen.
• Memotivasi dan mempromosikan nilai-nilai moral dalam masyarakat.
2. Krida (Ketahanan Sosial). Ini mencakup upaya untuk memastikan kerukunan sosial,
keberagaman budaya, dan kesetaraan di masyarakat. Ketahanan sosial yang baik
membantu menjaga stabilitas sosial dan mengurangi potensi konflik. Contohnya:
• Memperkuat dialog antarbudaya dan kerukunan antaragama.
• Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembuatan kebijakan sosial.
• Mengembangkan program pemberdayaan masyarakat.
3. Karana (Ketahanan Ekonomi). Ini mencakup upaya untuk menciptakan ekonomi yang
kuat, berkelanjutan, dan adil. Diversifikasi ekonomi, investasi dalam sumber daya
manusia, dan pengentasan kemiskinan adalah komponen penting dari ketahanan
ekonomi. Contohnya:
• Mendiversifikasi basis ekonomi dengan mengembangkan sektor-sektor yang
berpotensi tinggi.
• Memperbaiki iklim investasi dan berusaha mengurangi ketidaksetaraan
ekonomi.
• Melakukan investasi dalam riset dan inovasi untuk meningkatkan daya saing
ekonomi.
4. Wira (Ketahanan Pertahanan dan Keamanan). Ini mencakup upaya untuk menjaga
keamanan negara dan melindungi wilayah dari ancaman luar dan dalam. Ketahanan
pertahanan adalah komponen vital dari ketahanan nasional. Contohnya:
• Memperkuat angkatan bersenjata dan perangkat keamanan nasional lainnya.
• Meningkatkan kerja sama pertahanan dengan negara-negara mitra.
• Memfasilitasi pelatihan dan pengembangan personel militer dan keamanan.
5. Laksana (Ketahanan Politik). Ini mencakup pembangunan tata kelola yang baik,
pemerintahan yang efektif, dan proses demokratis yang kuat. Ketahanan politik
memastikan stabilitas dan kesejahteraan politik dalam negeri. Contohnya:
• Mendukung sistem demokrasi yang kuat dan transparan.
• Mendorong partisipasi politik yang inklusif.
• Memperkuat lembaga-lembaga negara dan tata kelola yang baik.
6. Citra (Ketahanan Kultural dan Identitas). Ini mencakup upaya untuk memelihara dan
mempromosikan budaya, bahasa, dan identitas nasional. Pelestarian warisan budaya
adalah bagian penting dari ketahanan nasional. Contohnya:
• Melindungi dan mempromosikan budaya Indonesia melalui pendidikan dan
seni.
• Mendorong pertukaran budaya dan seni antarnegara.
• Mendukung pengembangan bahasa daerah dan keberagaman budaya.
7. Karya (Ketahanan Lingkungan). Ini mencakup upaya untuk melestarikan lingkungan
alam dan sumber daya alam yang penting bagi keberlanjutan negara. Ketahanan
lingkungan adalah bagian integral dari ketahanan nasional dalam jangka panjang.
Contohnya:
• Memperkuat regulasi perlindungan lingkungan dan keberlanjutan sumber daya
alam.
• Mendorong pengembangan teknologi ramah lingkungan.
• Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan.
8. Dharma (Ketahanan Agama dan Kepercayaan). Ini mencakup upaya untuk menjaga
toleransi, kebebasan beragama, dan kerukunan antarumat beragama. Ketahanan agama
memastikan bahwa semua warga negara merasa dihormati dan dapat menjalankan
keyakinan mereka dengan aman. Contohnya:
• Melindungi kebebasan beragama dan menjaga toleransi antarumat beragama.
• Mendorong dialog antaragama dan pembentukan lembaga yang mendorong
kerukunan antaragama.
• Mengatasi kasus intoleransi dan ekstremisme agama melalui pendekatan
pendidikan dan penegakan hukum.

Studi kasus dalam Asta Gatra:

Konflik Agama di Ciketing Asem

Latar Belakang:

Perkembangan agama Kristen di Ciketing Asem dimulai tahun 1990-an. Percis pada
saat daerah tersebut berubah dari agraris menjadi wilayah perumahan. Banyaknya pendatang
yang masuk ke wilayah tersebut menjadi titik awal terjadinya persinggungan antara budaya
lokal, agama dan nilai-nilai budaya baru dalam masyarakat. Salah satunya adalah Kristen
HKBP yang menghuni perumahan di Ciketing Asem sekitar tahun 1990-an. Sehingga lebih
dikenal dengan HKBP Pondok Timur Indah (PTI). Pada awalnya tidak ada gejolak dari
masyarakat, sebab proses penyebarannya secara tertutup dan diam-diam. Mereka mengajak
antar warga yang kebetulan beragama Kristen HKBP yang ada di perumahan PTI. Awalnya
jemaat HKBP ini berjumlah 10 keluarga, yang merupakan komunitas Suku Batak yang tinggal
di perumahan Pondok Timur Indah (PTI) Ciketing Asem. Kemudian tahun 1995 anggota
jemaat Kristen HKBP ini berkembang hingga 30 keluarga. Karena terus bertambah
anggotanya, maka pada 13 Juni 1997 Ephorus selaku pucuk pimpinan Kristen HKBP melalui
Surat Keputusan No.330/L05/VI/1997 menetapkan jemaat HKBP Pondok Timur Indah resmi
menjadi jemaat penuh di HKBP. Kemudian pada tahun 2005 anggota jemaat Kristen HKBP
semakin berkembang mencapai 150 keluarga. Hingga sekarang terus bertambah, mencapai
300-an keluarga yang menjadi anggota jamaat Kristen HKBP. Karena sudah mulai banyak,
akhirnya Kristen HKBP bermaksud mendirikan rumah ibadah. Selama kurun waktu itu, pihak
jemaat Kristen HKBP sudah tiga kali secara resmi mengajukan izin pembangunan gereja ke
Pemerintah Kota setempat, masing-masing pada 1995, 2005, dan terakhir 2010 (kemudian
menimbulkan bentrok warga setempat). Sambil menunggu izin sebab selama ini mereka
beribadah tidak menetap, dari rumah ke rumah anggota jemaat secara bergantian di perumahan
Pondok Timur Indah Kota Bekasi. Waktu itu, protes warga masih sangat kecil bahkan hampir
tidak ada, karena memang banyak warga yang kurang mengetahui aktifitas mereka. Lambat
laun aktifitas kebaktian Kristen HKBP diketahui warga juga, mulailah protes warga sekitar
bermunculan. Itupun masih bersifat temporal (sewaktu-waktu), sebab warga satu dengan
lainnya belum terkoordinasi, hanya protes orang perorangan. Puncaknya tahun 2010 aktivitas
mereka mulai diketahui banyak warga sekitar, akhirnya dilaporkan ke aparat Pemerintah Kota,
kemudian rumah tersebut disegel oleh Pemkot Bekasi pada 1 Maret 2010. Alasannya,
menyalahi aturan penggunaan rumah tinggal, bukan untuk tempat ibadah. Hingga sekitar
tanggal 12 September 2010 puncak amarah warga tak terbendung, terjadilah baku hantam serta
pengeroyokan antara jemaat HKBP dengan umat Islam setempat. Kasus ini melahirkan
“insiden Ciketing”. Jemaat HKBP Hasian Sihombing tertusuk perutnya dan pemukulan
terhadap Pendeta Luspida serta beberapa korban luka warga muslim.

Upaya Penyelesaian dan kaitannya dengan Asta Gatra dalam mewujudkan ketahanan nasional:

• Dialog dan Mediasi: Mendorong pihak yang terlibat dalam konflik untuk duduk
bersama dalam dialog terbuka dan jujur adalah langkah awal yang penting. Mediator
independen dapat membantu dalam memfasilitasi percakapan yang konstruktif.
• Identifikasi Akar Masalah: Penting untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasari
konflik. Apakah itu masalah tanah, ketidakpuasan atas pemerintahan, atau perbedaan
budaya dan agama? Memahami akar masalah dapat membantu dalam merancang solusi
yang lebih efektif.
• Kerja Sama dengan Pihak Terkait: Pemerintah, LSM, dan komunitas lokal dapat
bekerja sama untuk mencari solusi yang sesuai dengan kepentingan semua pihak. Ini
dapat mencakup pemetaan masalah dan perencanaan bersama untuk mengatasi konflik.
• Pengembangan Kesepakatan Bersama: Kesepakatan bersama atau perjanjian yang
disepakati oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik dapat membantu menciptakan
landasan yang lebih stabil. Ini harus mencakup langkah-langkah konkret untuk
mengatasi masalah yang ada.
• Implementasi dan Pengawasan: Penting untuk memastikan bahwa kesepakatan yang
dicapai diimplementasikan dengan benar. Ini mungkin memerlukan pengawasan dan
evaluasi berkala untuk memastikan kepatuhan.
• Pendidikan dan Komunikasi: Upaya untuk meningkatkan pemahaman dan komunikasi
antara pihak-pihak yang berkonflik dapat membantu mengurangi ketegangan. Ini dapat
melibatkan program-program pendidikan dan kesadaran masyarakat.
• Perdamaian dan Rekonsiliasi: Proses rekonsiliasi dapat memainkan peran penting
dalam mengakhiri konflik dan memulihkan hubungan yang rusak. Ini mungkin
melibatkan upaya-upaya untuk membangun kembali kepercayaan dan kerukunan
antaranggota komunitas.

Kesimpulan:

Integrasi dalam pluralitas beragama dapat terbentuk, salah satunya, melalui proses
budaya yang dapat memperkuat kohesifitas sosial dalam struktur masyarakat yang cenderung
homogen. Kesamaan (homogenitas) yang dibangun atas dasar pertalian perkawinan dan
kesatuan garis keturunan (unilineal discent associations) dalam rentang waktu yang lama telah
ditunjukan oleh masyarakat Kampung Sawah Jatimurni Kota Bekasi, sehingga menjadi entitas
yang saling melekat dan menyatu. Kondisi inilah yang menjadikan anggota masyarakat lebih
mudah membangun sistem sosial dan budaya yang harmoni yang didasarkan atas persepsi dan
kepentingan yang sama. Pola dan proses ini telah melahirkan sejumlah kesamaan-kesamaan
nilai dalam kehidupan masyarakat Kampung Sawah, sehingga mendorong pemahaman dan
pandangan yang sama dan menggeser kekuatan sensitifitas agama yang dapat menghambat
integrasi. Pendekatan Asta Gatra menekankan pentingnya keseimbangan dan integrasi antara
semua aspek kehidupan nasional, dari moral dan etika hingga keamanan dan lingkungan.
Dengan menjalankan pendekatan ini, Indonesia dapat memperkuat ketahanan nasionalnya
secara menyeluruh, menciptakan masyarakat yang lebih kuat, stabil, dan berkelanjutan untuk
masa depan.

Anda mungkin juga menyukai