Anda di halaman 1dari 136

TANGGUNG JAWAB DEALER PT.

INDAKO TRADING COY


KAMPUNG PAJAK TERHADAP KONSUMEN DALAM
PERJANJIAN JUAL BELI SEPEDA MOTOR
SECARA INDENT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum


Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH

AFRIANTI
190200019

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
HALAMAN PENGESAHAN

TANGGUNG JAWAB DEALER PT. INDAKO TRADING COY KAMPUN


G PAJAK TERHADAP KONSUMEN DALAM
PERJANJIAN JUAL BELI SEPEDA MOTOR
SECARA INDENT

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjan


a Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

AFRIANTI
190200019

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKU


M PERDATA BW

Disetujui Oleh :

Ketua Program Studi

Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum


NIP. 197512102002122001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum Dr. Mulhadi.,SH.M.Hum


NIP 196908201995121001 NIP 197308042002121001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : AFRIANTI

NIM : 190200019

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

JUDUL SKRIPSI : TANGGUNG JAWAB DEALER PT. INDAKO TRADING COY


KAMPUNG PAJAK TERHADAP KONSUMEN DALAM
PERJANJIAN JUAL BELI SEPEDA MOTOR SECARA INDENT

Melalui ini saya menyatakan:

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan

ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala

akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan
dari pihak manapun.

Medan, 15 April 2023

Afrianti
190200019
ABSTRAK

Afrianti*
Dedi Harianto**
Mulhadi***

Kemajuan dalam bidang transportasi yang begitu pesat cukup memberi dampak
terhadap perdagangan otomotif. Meningkatnya minat dari pembeli menyebabkan tak
jarang kemudian jual beli sepeda motor dilakukan dengan cara harus memesan terlebih
dahulu (indent). Pelaksanaan jual beli dengan cara indent ini banyak memunculkan
permasalahan pada kedua belah pihak. Hal yang paling sering ditemukan adalah sepeda
motor yang dipesan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh pihak penjual.
Permasalahan yang dibahas yakni proses pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda motor
secara indent, kendala dalam pelaksanaan jual beli kendaraan secara indent,
pertanggungjawaban Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak apabila sepeda
motor yang diterima konsumen tidak sesuai yang dipesan dan melewati batas waktu
yang diperjanjikan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yakni metode
penelitian hukum normatif, yaitu dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder
yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier
kemudian menganalisis dengan melakukan perbandingan antara tuntutan nilai-nilai ideal
yang ada dalam peraturan perundang-undangan. Penulis juga melakukan penelitian
lapangan berupa wawancara.
Melalui penelitian skripsi ini diperoleh hasil bahwa pertama proses pelaksanaan
perjanjian jual beli sepeda motor secara indent pada Dealer PT. Indako Trading Coy
Kampung Pajak dilakukan dengan perjanjian tertulis berupa SPK (Surat Pesanan
Kendaraan) yang sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang terdapat di dalam
KUHPer. Kedua, yang menjadi kendala dalam pelaksanaan jual beli kendaraan secara
indent pada Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak yaitu, adanya wanprestasi
pihak penjual. Ketiga, Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak memiliki
tanggung jawab atas tindakan wanprestasi yang dilakukannya terhadap konsumen.
Kata Kunci: Indent, Wanprestasi, Tanggung Jawab Hukum
* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
*** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Ridho

dan Inayah-Nya serta memberikan kekuatan dan kesabaran , sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tanggung Jawab Dealer PT. Indako

Trading Coy Kampung Pajak Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Jual Beli

Sepeda motor Secara Indent” untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi

serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini tentunya tidak akan dapat diselesaikan tanpa dukungan, semangat,

motivasi, dan doa dari berbagai pihak terutama untuk orang tua penulis Bapak Rabil dan

Ibu Partik serta seluruh keluarga yang tidak henti-hentinya memberikan bantuan,

semangat dan dukungan untuk penulis disegala keadaan baik dan buruk. Selain itu pada

kesempatan ini, Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara;

3. Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universit

as Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Unive

rsitas Sumatera Utara;

5. Dr. Mohammad Ekaputra, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Huku

m Universitas Sumatera Utara;

ii
6. Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi S1 Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

7. Dr. Affila, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi S1 Fakultas Hukum U

niversitas Sumatera Utara;

8. Bapak Amsali Putra Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing

Akademik Penulis selama masa perkuliahan;

9. Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I penulis, yang

telah meluangkan banyak waktu dan pikiran untuk memberikan banyak

masukan, bimbingan, untuk penyempurnaan skripsi ini;

10. Dr. Mulhadi.,SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II penulis, yang juga telah

meluangkan banyak waktu dan pikiran untuk memberikan banyak masukan,

bimbingan, untuk penyempurnaan skripsi ini;

11. Romadona dan Nurhalima A.Md.Kom selaku abang dan kakak yang selalu

menasihati, dan memberi dukungan yang kuat serta mendoakan penulis dalam

pengerjaan skripsi;

12. Qwen Aleta yang selalu menghibur dan memberikan semangat di setiap hari;

13. Ibrahim Sanjani sebagai teman yang selalu ada saat penulis membutuhkan

bantuan dan memberikan nasihat-nasihat baik;

14. Kepada sahabat penulis Siti Yusniar dan Ahmad Riski semasa kuliah yang

saling mendukung, memberi semangat, penolong dan mengisi hari awal

perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini;

iii
15. Terima kasih untuk Fitra Idra Lubis A.Md.AB dan Neessa Azhima Dwi Ananda

teman kos yang selalu menjadi pendengar, penasehat dan memberikan

pengalaman yang tak terlupakan.

16. Semua pihak yang bersedia membantu dan menyemangati, serta menghibur

penulis dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikianlah penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu penyusunan skripsi ini. Berharap semoga skripsi yang disusun penulis dapat

berguna bagi pembaca dalam mengembangkan pengetahuan seputar hukum

keperdataan. Semoga ilmu yang penulis terima di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dapat berguna bagi bangsa dan negara.

Medan, 15 April 2023

Afrianti

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah...........................................................................................9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
D. Keaslian Penulisan
E. Tinjauan Pustaka
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI SEPEDA MOTOR


DENGAN SISTEM INDENT PADA DEALER PT. INDAKO
TRADING COY KAMPUNG PAJAK................................................................ 26

A. Ketentuan tentang Perjanjian menurut Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata.............................................................................................26
1. Pengertian Perjanjian.......................................................................26
2. Unsur-Unsur Perjanjian....................................................................27
3. Syarat Sah Perjanjian ......................................................................28
B. Tinjauan Umum Perjanjian Jual Beli...........................................................30
1. Pengertian Perjanjian Jual Beli........................................................30
2. Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli.............................................32
3. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli
..........................................................................................................35
4. Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli...........................................38
C. Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor dengan Sistem
Indent...........................................................................................................42

v
1. Tinjauan tentang Indent...................................................................42
2. Perjanjian Jual Beli dengan Sistem Indent.......................................43
3. Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Sepeda motor dengan
Sistem Indent pada Dealer PT. Indako Trading Coy
Kampung Pajak................................................................................45

BAB III KENDALA DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI


SEPEDA MOTOR DENGAN SISTEM INDENT PADA DEALER
PT. INDAKO TRADING COY KAMPUNG PAJAK.....................................49

A. Bentuk dan Isi Perjanjian Jual Beli Sepeda motor Secara Indent................49
B. Kendala dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda motor Secara Indent
pada Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak...............................52
1. Terjadinya Wanprestasi ...................................................................52
2. Bentuk-bentuk Wanprestasi yang Menjadi Kendala dalam
Perjanjian Jual Beli Sepeda motor dengan Sistem Indent................55
C. Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda
motor dengan Sistem Indent pada Dealer PT. Indako Trading Coy
Kampung Pajak............................................................................................61

BAB IV TANGGUNG JAWAB DEALER PT. INDAKO TRADING COY


KAMPUNG PAJAK ATAS TINDAKAN WANPRESTASI
DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SEPEDA MOTOR DENGAN
SISTEM INDENT APABILA SEPEDA MOTOR YANG
DITERIMA KONSUMEN TIDAK SESUAI DENGAN
PERJANJIAN DAN DITERIMA MELEWATI WAKTU YANG
DIPERJANJIKAN............................................................................................65

A. Tanggung Jawab Hukum...........................................................................65


1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum.............................................67
2. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab dalam Hukum...........................69
B. Tanggung Jawab Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak
atas Tindakan Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda
motor dengan Sistem Indent......................................................................70

vi
1. Tanggung Jawab Perdata PT. Indako Trading Coy
Kampung Pajak Berdasarkan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata..............................................................................70
2. Tanggung Jawab Pidana PT. Indako Trading Coy
Kampung Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.............................75
3. Tanggung Jawab Hukum Administrasi Negara PT. Indako
Trading Coy Kampung Pajak Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen......................................................................................79
C. Upaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Wanprestasi dalam
Perjanjian Jual Beli Sepeda motor dengan Sistem Indent pada
Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak.....................................81
1. Penyelesaian Sengketa Wanprestasi dalam Perjanjian Jual
Beli Sepeda motor dengan Sistem Indent secara Litigasi..............81
2. Penyelesaian Sengketa Wanprestasi dalam Perjanjian Jual
Beli Sepeda motor dengan Sistem Indent secara Non-
Litigasi...........................................................................................85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................88

A. Kesimpulan................................................................................................88
B. Saran..........................................................................................................89

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................91

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam

kebutuhan transportasi. Di zaman yang modern ini, alat transportasi juga

merupakan salah satu kebutuhan manusia, salah satunya adalah sepeda motor.

Sepeda motor merupakan alat transportasi yang sangat vital, karena sepeda

motor sangat mendukung kebutuhan aktifitas manusia sehari-hari. Selain itu

sepeda motor juga lebih mudah dan praktis dibanding dengan alat transportasi

lainnya untuk mendukung segala aktifitas. Oleh karena itu, kebutuhan akan sepeda

motor sebagai alat transportasi menjadi sangat tinggi dan menyebabkan jual beli

sepeda motor cukup meningkat.

Berdasarkan laporan Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia (AISI)

mencatat, penjualan sepeda motor domestik dan ekspor kembali tumbuh pada Juni

2022. Di samping itu, penjualan sepeda motor ekspor juga mengalami

pertumbuhan. Per Juni 2022, volume nya mencapai 71.618 (tujuh puluh satu ribu

enam ratus delapan belas) unit atau naik 41,27% (empat puluh satu koma dua

puluh tujuh persen). Secara kumulatif, penjualan sepeda motor domestik selama

periode Januari-Juni 2022 berjumlah 2.246.627 (dua juta dua ratus empat puluh

enam ribu enam ratus dua puluh tujuh) unit. Sedangkan, total volume ekspor

sepeda motor dari Indonesia mencapai 346.547 (tiga ratus empat puluh

1
2

enam ribu lima ratus empat puluh tujuh) unit pada periode yang sama. Realisasi

penjualan sepeda motor domestik mencapai 296.334 (dua ratus sembilan puluh

enam ribu tiga ratus tiga puluh empat) unit per Juni 2022. Angka itu naik 19,37%

(sembilan belas koma tiga puluh tujuh persen) (month-on-month/mom)

dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 248.235 (dua ratus empat puluh

delapan ribu dua ratus tiga puluh lima) unit.1

Tabel.1 Penjualan Sepeda Motor Domestik dan Ekspor Indonesia (Juni 2021-Juni 2022)

Sumber : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/01/12/ekspor-sepeda-

motor-indonesia-turun-75-pada-2022

Jual beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata yaitu “suatu persetujuan
1
Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia, https://www.aisi.or.id/statistic/ diakses pada 9
Februari 2023 pukul 22.00 WIB.
3

dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu

kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.”

Perjanjian jual beli secara umum merupakan “suatu ikatan bertimbal balik dimana

pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu

barang, sedangkan pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar

harga dengan atas perjanjan sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.”2

Berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ada

beberapa macam perjanjian jual beli, diantaranya adalah:

1. Jual beli dengan percobaan, ditentukan bahwa barang yang dibeli


harus dicoba dulu oleh si pembeli.
2. Jual beli dengan contoh (koop op monster), waktu jual beli terjadi,
belum lihat barang tertentu yang akan dibeli, melainkan
ditunjukkan saja kepadanya suatu contoh dari yang akan dibeli.
3. Jual beli secara kredit, unsur dari jual beli yang dibuktikan dengan
adanya persetujuan jual beli barang. Penjualan suatu piutang meliputi
segala sesuatu yang melekat pada piutang tersebut. Pihak yang
berhutang telah mengikatkan dirinya untuk jumlah harga pembelian
yang telah diterima untuk piutangnya dan cara pembayarannya.
4. Jual beli dengan memesan lebih dahulu (indent), jual beli dianggap telah
terjadi antara kedua belah pihak, setelah terjadi antara pembeli dan
penjual mencapai sepakat tentang benda tersebut dan harganya,
meskipun benda itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.3

Indent merupakan “sistem untuk memesan barang kemudian

membayarnya terlebih dahulu”. Di dealer PT. Indako Trading pembeli membayar

uang panjar atau DP (Down Payment) terlebih dahulu kepada penjual. Jadi,

pembeli memberikan uang panjar yang telah ditentukan, lalu sisa pembayaran

dapat dilakukan dengan cara tunai cash atau kredit setelah barang yang menjadi

objek jual beli tersebut datang.4

2
R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hal.12
3
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan (penjelasan makna pasal 1313
sampai1456 BW), (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), hal.62
4
Yahya Harahap, Segi – Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: PT Alumni, 1986), hal 10 &
4

Pasal 1334 KUHPerdata menyatakan, “Kebendaan yang baru akan ada di

kemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian....”. Kebendaan yang

diperjanjikan oleh para pihak pada saat dibuat tidak mutlak atau harus ada.5

Jual beli secara indent biasanya dilakukan untuk mendapatkan sepeda

motor dengan model dan tipe baru yang belum banyak dijual. Dapat dilakukan

dengan memesan terlebih dahulu atau indent. Adapun sistem perjanjian dan

pembayarannya tergantung dari masing-masing toko sepeda motor dengan

pembelinya. Umumnya pembeli memesan model dan tipe atau merek sepeda

motor tertentu dengan membayar uang muka atau panjar, kemudian disepakati

cara pembayarannya dan sanksi-sanksi yang diberlakukan dalam suatu akta

perjanjian jual beli sepeda motor.

Perjanjian jual beli dengan sistem indent merupakan kesepakatan yang

terjadi antara para pihak yakni penjual dan pembeli. Di mana pembeli memesan

barang yaitu sepeda motor karena barang tersebut belum keluar atau

diproduksinya terbatas oleh perusahaan. Kesepakatan yang dicapai oleh kedua

belah pihak merupakan kesepakatan yang dicapai secara lisan dan mengikat

sebagai perjanjian antara kedua belah pihak yakni penjual dan pembeli yang

kemudian melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang harus ditaati dan

dilaksanakan.6

Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai

dengan asas “konsensualisme” yang tercantum di dalam ketentuan Pasal 1320

60
5
Gunawan Widjaja & Kartini Muljadi, Jual Beli, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003), hal.
18
6
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: PT
Raja Grafindo, 2003), hal 34-35
5

ayat (1) KUHPerdata menyatakan “bahwa suatu perjanjian sah jika terdapat

kesepakatan diantara para pihak yang nantinya akan mengikat para pihak.” Maka

dari itu, perjanjian jual beli sudah dilahirkan pada detik tercapainya kata “sepakat”

mengenai barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.

Pasal 1320 KUHPerdata menyatakan untuk sahnya suatu perjanjian

diperlukan empat syarat yaitu:7

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian,

3. Suatu hal tertentu, dan

4. Kausa/sebab yang halal.

Dua syarat yang pertama mewakili syarat subjektif, yang berhubungan den

gan subjek dalam perjanjian, dan dua syarat yang terakhir berhubungan dengan sy

arat objektif yang berkaitan dengan objek perjanjian yang disepakati oleh para pih

ak dan akan dilaksanakan sebagai prestasi atau utang dari para pihak.8

Jual beli ada dua subjek yaitu penjual dan pembeli, yang masing-masing m

empunyai kewajiban dan berbagai hak, maka mereka masing-masing dalam beber

apa hal merupakan pihak yang berwajib dan dalam hal-hal lain merupakan pihak y

ang berhak. Ini berhubungan dengan sifat timbal balik dari persetujuan jual beli

(Werdering overenkomst).9

Apabila subjek dari jual beli adalah si penjual dan pembeli, yaitu uns

ur-unsur yang bertindak, maka objek dari jual beli adalah barang yang dijua
7
R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet 28, (Jakarta:
Pradnya Paramita,1996), hal.339
8
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang
(Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2005), hal. 53
9
Idris Zainal, Ketentuan Jual Beli Menurut Hukum Perdata, (Medan: Fakultas Hukum
USU), hal. 36
6

l atau dibeli. Untuk menentukan apa yang menjadi objek jual beli adalah bara

ng atau hak yang dimiliki. Ini berarti, bahwa yang dapat dijual atau dibeli itu tid

ak hanya barang yang dimiliki, melainkan suatu hak atas barang yang bukan

hak milik. Syarat dari objek jual beli adalah layak, apabila pada waktu jual

beli terjadi. Apabila barang sudah musnah sama sekali, maka perjanjian bata

l, sedangkan apabila barangnya hanya sebagian saja musnah, maka si pembe

li dapat memilih antara pembatalan jual beli atau penerimaan bagian barang ya

ng masih ada dengan pembayaran sebagian dari harga yang sudah diperjanjikan.
10

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1474 KUH Perdata yang

menyebutkan bahwa “sebagai pihak penjual memiliki dua kewajiban penting

dalam pelaksanaan perjanjian. Kewajiban tersebut adalah menyerahkan suatu

barang dan menanggungnya.” Penanggungan dalam hal ini adalah “penjual baik

secara sengaja maupun tidak sengaja harus menanggung atas cacat-cacat

tersembunyi pada barang yang dijualnya.” Berkaitan dengan hal tersebut, penjual

tidak hanya memiliki kewajiban untuk menyerahkan sepeda sepeda motor

yang sesuai dengan pesanan konsumen, tetapi juga menanggung segala risiko

yang ditimbulkan dari penyerahan sepeda sepeda motor tersebut. Jual beli

dengan cara indent tidak berakhir seketika setelah dilakukan penyerahan,

tetapi masih tetap berlangsung dalam jangka waktu tertentu.

Pembelian sepeda motor dengan cara indent tak jarang menimbulkan

beberapa masalah salah satunya yaitu adalah keterlambatan datangnya barang.

Jadwal kedatangan barang indent sering tidak sesuai dengan awal kesepakatan
10
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet.20, (Jakarta: PT.Intermasa,1985), hal.16
7

tetapi dalam mengatasi hal ini pada umumnya pihak dealer akan terus melakukan

follow-up terhadap konsumen mengenai informasi kedatangan barang. Selain itu

kualitas barang juga tak jarang menjadi masalah, dimana barang yang datang tidak

sesuai dengan yang sudah disepakati. Hal ini disebabkan karena ketika melakukan

kesepakatan jual beli, pembeli tidak dapat melihat ataupun memeriksa secara

langsung barang yang sudah dipesan.11

Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak adalah dealer yang

menjalankan kegiatan usaha jual beli sepeda motor. Dalam menjalankan

kegiatan usaha jual beli sepeda sepeda motor tersebut, dealer PT. Indako Trading

Coy Kampung Pajak pernah mengalami kejadian konsumen yang mengalami

ketidaksesuaian pada sepeda motor yang diterima, dimana ketika sepeda

motor yang telah diterima oleh konsumen tersebut mengalami gangguan pada

komponen mesin, tepatnya pada hari ketujuh penggunaan, mesin sepeda motor

mengalami gangguan yang mengakibatkan berasap dan lecet pada cub body

depan sepeda motor.12

Berkaitan dengan terjadinya ketidaksesuaian pada sepeda motor yang

diterima oleh konsumen tersebut, sebagai pihak penjual dealer PT. Indako

Trading Coy Kampung Pajak melakukan bentuk -bentuk pertanggung jawaban

tersendiri kepada konsumen. Kemudian terhadap ketidakpastian (gharar) waktu

penyerahan barang tersebut yang menimbulkan kerugian terhadap konsumen tidak

semata-mata dapat dibebankan kepada dealer PT. Indako Trading Coy Kampung

11
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
12
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
8

Pajak, karena Dealer PT.Indako Trading Coy Kampung Pajak hanya bertindak

sebagai penjual sepeda motor dan untuk penyerahan masih bergantung kepada

produsen. Setiap sales dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak selalu

menjelaskan perihal keterlambatan atas penyerahan sepeda motor tersebut beserta

alasan-alasan penyebab keterlambatan penyerahannya, karena keterlambatan

tersebut juga bukan merupakan kesengajaan atau kelalaian pihak Dealer PT.

Indako Trading Coy Kampung Pajak, maka selama barang belum diterima

konsumen selalu ada komunikasi-komunikasi terkait hal dan alasan

keterlambatannya. Dalam hal tersebut sengaja dipilih untuk lebih dalam meneliti

tentang pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda motor dengan sistem indent pada

Dealer PT.Indako Trading Coy Kampung Pajak.13

Dengan latar belakang diatas, maka sengaja dipilih judul skripsi tentang

“Tanggung Jawab Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak

Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda motor Secara

Indent”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda motor secara

indent pada Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak ?

13
Hasil wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
9

2. Apakah kendala dalam pelaksanaan jual beli kendaraan secara indent pada

Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak ?

3. Bagaimana pertanggungjawaban Dealer PT. Indako Trading Coy

Kampung Pajak apabila terjadi tindakan wanprestasi sepeda motor yang

diterima konsumen tidak sesuai yang dipesan dan melewati batas waktu

yang diperjanjikan ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka adapun

tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda motor

secara indent pada dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak.

b. Untuk mengetahui apa upaya yang dapat dilakukan oleh kosumen

agar perusahaan memenuhi hak konsumen.

c. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab dealer PT. Indako

Trading Coy Kampung pajak apabila sepeda motor yang diterima

konsumen tidak sesuai yang dipesan dan melewati batas waktu yang

diperjanjikan.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan yang ingin dicapai dalam penyusunan skripsi

ini yaitu sebagai berikut:


10

a. Secara Teoretis

1) Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan dan masukan pemikiran dibidang ilmu

pengetahuan hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum

perdata dibidang jual beli sepeda motor secara indent di

dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak.

2) Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk

kajian lebih lanjut dan menjadi referensi pada penulis lainnya

serta diharapkan dapat memberikan manfaat lebih

dikemudian hari.

b. Secara Praktis

1) Pada penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan

masukan serta pengetahuan bagi masyarakat dan para pihak

yang berperan serta secara langsung dalam perjanjian jual

beli secara indent.

2) Pada penulisan skripsi ini harapkan para pihak dapat lebih

memperhatikan kedudukan masing-masing pihak agar

seimbang dalam penyusunan dan pelaksanaan perjanjian jual-

beli sepeda sepeda motor secara indent tersebut sehingga

mengurangi resiko timbulnya suatu permasalahan di

kemudian hari.

D. Keaslian Penelitian
11

Sebelum memulai penulisan skripsi ini yang berjudul “Tanggung Jawab

Dealer PT Indako Trading Coy Kampung Pajak Terhadap Konsumen Dalam

Perjanjian Jual Beli Sepeda motor Secara Indent”, telah dilakukan penelusuran

judul skripsi di lingkungan Fakultas Hukum pada Perguruan Tinggi di Indonesia

melalui media internet, dan hasilnya belum ada penulis lain yang memiliki judul

yang sama. Namun, ada beberapa judul yang memiliki kaitan dengan judul ini,

yaitu:

1. Wariskun Lillah, Universitas Islam Indonesia, 2018, Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Transaksi Jual Beli Mobil Dengan Sistem Indent (Studi

Di Astra International Daihatsu Jl. Magelang Km. 7,2 Sleman, Daerah

Istimewah Yogyakarta).

Rumusan masalah:

a. Bagaimana praktik jual beli mobil indent di Astra International

Daihatsu Jl, Magelang Km 7,2 Sleman. Daerah Istimewah

Yogyakarta?

b. Bagaimana akad transaksi jual beli indent yang dilakukan di Astra

International Daihatsu Jl.Magelang Km 7,2 Sleman, Daerah

Istimewa Yogyakarta. Menurut pandangan hukum islam?

2. Naro Istiqlal. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018, Pelaksanaan

Perjanjian Jual – Beli Mobil Secara Kredit Dengan Sistem Indent (Studi

Kasus Pt. Nasmoco Solo Baru.

Rumusan masalah:

a. Bentuk dan isi perjanjian jual-beli mobil secara kredit dengan


12

sistem indent di PT.Nasmoco Solo Baru?

b. Bagaimana pelaksanaan perjanjian jual-beli mobil secara kredit

dengan sistem indent di PT. Nasmoco Solo Baru?

3. Joice Jesica. Universitas Sumatera Utara, 2017, Tanggung Jawab Dealer

Sebagai Pelaku Usaha Terhadap Indentor Dalam Perjanjian Jual Beli

Sepeda motor Secara Indent (Studi Pada PT.Indako Trading Coy,

Medan).

Rumusan masalah:

a. Bagaimana pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda motor secara

indent pada PT.Indako Trading Coy, Medan?

b. Bagaimana upaya indentor agar perusahaan memenuhi hak

indentor?

c. Bagaimana tanggung jawab PT.Indako Trading Coy, dalam hal

sepeda motor yang diterima indentor tidak sesuai yang dipesan dan

diterima melewati waktu yang diperjanjikan?

4. Muhammad Abror. Institut Agama Islam Negeri (IAIN), 2020,

Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Sepeda motor Dengan Sistem Indent

Persepektif Ekonomi Islam (Studi Pada Dealer PT.Thamrin Brother Kota

Bengkulu).

Rumusan masalah:

a. Bagaimana proses pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda motor

dengan sistem indent pada dealer PT. Thamrin Brother Kota

Bengkulu?
13

b. Bagaimana tinjauan ekonomi islam terhadap pelaksanaan

perjanjian jual beli sepeda motor dengan sistem indent pada

dealer PT. Thamrin Brother Kota Bengkulu?

5. Wiji Yudha Lestari. Universitas Brawijaya Malang, 2013, Upaya

PertanggungJawaban CV..Adfan Putra Sebagai Sub Dealer Untuk

Menjamin Kesesuaian Mobil Dalam Perjanjian Jual-Beli Dengan Sistem

Indent (Study Kasus di CV. Adfan Putra, Yogyakarta).

Rumusan masalah:

a. Upaya apa yang dilakukan oleh CV. Adfan Putra Sebagai sub

dealer untuk menjamin kesesuaian mobil yang dipesan oleh

indentor?

b. Bagaimana pertanggung jawaban CV. Adfan Putra kepada

indentor dalam hal terjadinya ketidaksesuaian pada mobil yang

diterima oleh indentor?

Untuk mengetahui keaslian penulisan dari skripsi ini terlebih dahulu juga

dilakukan uji bersih berupa penelusuran terhadap judul skripsi yang tercatat pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan tujuan untuk mengetahui

apakah ada judul ataupun topik yang sama maupun menyerupai dengan judul lain

yang sudah pernah ditulis. Dalam hal ini, perbedaan topik antara penelitian ini

dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini penulis berfokus pada

upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan pemenuhan

haknya sedangkan pada beberapa penelitian terdahulu lebih berfokus pada bentuk

perjanjian dan pelaksanaannya. Maka dari itu, Pusat Dokumentasi dan Informasi
14

Hukum/Perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum USU melalui surat

tertanggal 11 November 2022 menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama.

E. Tinjauan Pustaka

1. Tanggung Jawab

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab a

dalah “kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa bole

h dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan.” Dalam kamus hukum, tanggu

ng jawab adalah “suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan a

pa yang telah diwajibkan kepadanya.”14 Sugeng Istanto mengemukakan pe

rtanggungjawaban berarti “kewajiban memberikan jawaban yang merupak

an perhitungan atas semua hal yang terjadi dan kewajiban untuk memberik

an pemulihan atas kerugian yang mungkin ditimbulkannya.”15

Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus me

mpunyai dasar, yaitu “hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi s

eorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan ke

wajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya.”16

Dalam hukum perlindungan konsumen pelaku usaha harus dapat di

mintakan pertanggung jawabnya, yaitu jika perbuatan telah melanggar ha

k-hak dan kepentingan konsumen, menimbulkan kerugian, atau kesehatan

konsumen terganggu. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen dip

14
Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 10
15
Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Cet.2, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, 2014), hal. 77
16
Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2010), hal. 48
15

erlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung ja

wab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-p

ihak terkait.17

2. Perjanjian

Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perd

ata adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatka

n dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Pasal ini menjelaskan tentan

g pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak ya

ng saling mengikatkan diri tentang suatu hal.”18

Menurut Subekti, perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seoran

g berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji unt

uk melaksanakan sesuatu hal.”19 Sudikno Mertokusumo juga menjelaskan

bahwa perjanjian adalah “hubungan hukum antara dua pihak atau lebih ber

dasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum d

alam hal ini adalah menimbulkan hak dan kewajiban dan kalau kesepakata

n itu dilanggar maka ada akibat hukumnya.”20

3. Jual Beli Sistem Indent

Indent merupakan “memesan barang terlebih dahulu kemudian

membayarnya terlebih dahulu.” Jadi, pembeli memberikan uang panjar

yang telah ditentukan, lalu pembayaran dapat dilakukan dengan cara tunai

17
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta:
Grasindo,2004), hal. 93
18
Ahmadi Miru, Hukum Perikatan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 63
19
R. Subekti, Op.Cit, hal.11
20
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty, 2005),
hal. 95
16

cash atau kredit setelah barang yang menjadi objek jual beli tersebut

datang.21

Perjanjian jual beli dengan sistem indent merupakan “kesepakatan

yang terjadi antara para pihak yakni penjual dan pembeli.” Di mana

pembeli memesan barang yaitu sepeda motor karena barang tersebut

belum keluar atau diproduksinya terbatas oleh perusahaan. Kesepakatan

yang dicapai oleh kedua belah pihak merupakan kesepakatan yang dicapai

secara lisan dan mengikat sebagai perjanjian antara kedua belah pihak

yakni penjual dan pembeli yang kemudian melahirkan hak dan kewajiban

bagi para pihak yang harus ditaati dan dilaksanakan.22

Pembeli yang telah melakukan indent sepeda motor dengan

memberikan uang panjar, dan telah menentukan batas waktu yang

disepakati kapan barang atau objek perjanjian akan datang, apabila

pembeli membatalkan pembelian barang yang dipesan, maka uang panjar

tidak dapat dikembalikan kepada pembeli yang telah dijelaskan dalam

pasal 1464 KUHPerdata.23

Pasal 4 UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

huruf b, “Konsumen berhak untuk memilih barang dan/atau jasa serta

mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan

kondisi serta jaminan yang dijanjikan.”24

Jadi, pasal di atas menjelaskan bahwa barang yang dipesan oleh

21
Yahya Harahap, Op. Cit, hal. 10 dan 60
22
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Op Cit, hal.18
23
R. Subekti, Op Cit, hal. 20
24
Celina Tri Siwi Kristianti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika,
2009), hal. 31
17

pembeli apabila tidak sesuai seperti yang telah dijelaskan pada pasal

tersebut di atas maka pembeli sebagai konsumen dapat menerima uangnya

kembali, karena terdapat cacat dalam kendaraan sepeda motor tersebut.

Pembeli berhak mendapatkan barang sesuai dengan apa yang telah ia

pesan meskipun belum melihat secara langsung namun dapat dipastikan

bahwa nilai yang dibayar sesuai dengan barang yang dipesan.

F. Metode Penelitian

Penelitian secara ilmiah dilakukan manusia untuk menyalurkan hasrat ingi

n mengetahui yang sudah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan kenyataa

n bahwa setiap gejala yang terjadi dapat ditelaah dan dicari hubungan causal se

bab akibatnya, atau kecenderungan yang timbul.25 Metode yang digunakan dala

m penulisan skripsi ini adalah:

1. Jenis Penelitian

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum

normatif. Penelitian hukum normatif, yaitu “penelitian hukum yang

meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, kemudian

dianalisis dengan membandingkan antara tuntutan nilai-nilai ideal yang

ada dalam peraturan perundang-undangan.”26

25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: University Indonesia Press,
1986), hal.6
26
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1983), hal. 24
18

Dalam hal ini penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian

terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan yang dapat

menunjang pemecahan permasalahan dan dijadikan acuan dalam bentuk

teori dan landasan berpikir, seperti peraturan perundang-undangan dan

bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penelitian ini digolongkan ke dalam

penelitian deskriptif, yaitu “penelitian yang menggambarkan objek tertentu

dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan atau melukiskan secara

sistematis fakta-fakta atau karakteristik populasi tertentu dalam bidang

tertentu secara faktual dan cermat.”27

3. Pendekatan Penelitian

a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) merupakan

“penelitian yang mengutamakan bahan hukum yang berupa

peraturan perundang-undangan sebagai bahan acuan dasar dalam

melakukan penelitian.” Pendekatan perundang-undangan (statute

approach) biasanya di gunakan untuk meneliti peraturan

perundang-undangan yang dalam penormaannya masih terdapat

kekurangan atau malah menyuburkan praktek penyimpangan baik

dalam tataran teknis atau dalam pelaksanaannya dilapangan.


27
Sarifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal.7
19

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan

perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan

(isu hukum) yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-

undangan ini misalnya dilakukan dengan mempelajari

konsistensi/kesesuaian antara Undang-Undang Dasar dengan

Undang-Undang, atau antara Undang-Undang yang satu dengan

Undang-Undang yang lain.28

b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan konseptual (conceptual approach) merupakan :29

“jenis pendekatan dalam penelitian hukum yang memberikan sudut


pandang analisa penyelesaian permasalahan dalam penelitian
hukum dilihat dari aspek konsep-konsep hukum yang
melatarbelakanginya, atau bahkan dapat dilihat dari nilai-nilai yang
terkandung dalam penormaan sebuah peraturan kaitannya dengan
konsep-konsep yang digunakan.”

Sebagian besar jenis pendekatan ini dipakai untuk memahami

konsep-konsep yang berkaitan dengan penormaan dalam suatu

perundang-undangan apakah telah sesuai dengan ruh yang

terkandung dalam konsep-konsep hukum yang mendasarinya.

Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-

doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini

menjadi penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin

yang berkembang dalam ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk

membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan isu hukum

28
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2011), hal. 93
29
Ibid.
20

yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas ide-ide

dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum,

maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan.

4. Waktu dan Lokasi Penelitian

a. Waktu

Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 05 November 2022

b. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di dealer PT. Indako Trading Coy

Kampung Pajak. Alasan dipilihnya lokasi ini karena pada dealer

sepeda motor Indako ini terdapat banyak sepeda sepeda motor yang

diminati masyarakat yang pemesanan harus melalui sistem indent.

5. Sumber Data

Penelitian yuridis normatif menggunakan jenis data sekunder

sebagai data utama. Data sekunder adalah “data yang didapat tidak secara

langsung dari objek penelitian melainkan diperoleh dari studi

kepustakaan.”30

Data sekunder tersebut dapat dibagi menjadi:

a. Bahan hukum primer, yaitu “bahan-bahan hukum yang mengikat”

berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang N

omor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, perjanjian

pemesanan kendaraan secara indent.

30
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya:
Bayumedia,2006), hal.192.
21

b. Bahan hukum sekunder, “yang memberikan penjelasan mengenai b

ahan hukum primer, seperti misalnya, rancangan undang-undang, h

asil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum;”31

c. Bahan hukum tersier, yaitu “bahan hukum yang memberikan petun

juk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif.”32

6. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan

(library research), melakukan wawancara secara langsung dengan

informan (field research) dan juga dokumentasi untuk melengkapi data

laporan sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan (library research) adalah :

“serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca,


menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan
pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan
perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada
relevasinya dengan permasalahan penelitian.”

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dilakukan dalam bentuk wawancara. Wawanca

ra, merupakan “teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawa

b lisan yang berlangsung satu arah , artinya pertanyaan datang dari

31
Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal.52
32
Ibid
22

pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwaw

ancara.”33

Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu:

1) Studi Dokumen

Metode ini dapat diartikan sebagai cara pengumpulan data dengan

cara memanfaatkan data-data berupa buku, catatan (dokumen) sepe

rti peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen-dokumen

perjanjian dan bahan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini,

sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Sanapiah Faesal bahwa me

tode dokumenter, sumber informasinya berupa bahan-bahan tert

ulis atau tercatat. Pada metode ini petugas pengumpulan data tingga

l mentransper bahan-bahan tertulis yang relevan pada lembaran-le

mbaran yang telah disiapkan..untuk mereka sebagaimana mesti

nya.34

2) Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan sebagai arahan dalam melakukan

wawancara dan bertujuan untuk mengumpulkan data dengan lebih l

engkap. Cara bertanya pada saat wawancara juga dapat dikembang

kan dan disesuaikan dengan situasi pada saat wawancara sedang be

rlangsung. Wawancara dilakukan secara langsung dan direkam

33
Abdurrahman Fatoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyususna Skripsi (Jakarta:
Rineka Cipta, 2011), hal. 105
34
Sanafiah Faesal, Dasar dan Teknik Penelitian Keilmuan Sosial (Surabaya: Usaha
Nasional, 2002), hal.42-43
23

menggunakan rekaman suara agar tidak ada informasi yang terlewa

tkan dan data yang diperoleh dijamin keabsahannya.

7. Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif.

Miles and Huberman, mengemukakan bahwa “aktifitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus

sampai tuntas, sehingga datanya sudah penuh.”35

Pada dasarnya analisis data ini merupakan pemaparan teori-teori

yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori terebut dapat ditarik beberapa

hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.

Pada penelitian ini penarikan kesimpulan dilakukan dengan

menggunakan metode analisa data deduktif. Metode analisa data deduktif

merupakan :

“apa saja yang dipandang benar pada semua peristiwa dalam suatu kelas
atau jenis jenis berlaku juga sebagai hal yang benar pada semua peristiwa
termasuk di dalam suatu kelas dianggap benar maka secara logika atau
teoritik orang dapat menarik kesimpulan bahwa kebenaran sebagai
peristiwa yang khusus itu.”36

Berdasarkan pengertian tersebut, metode analisa data deduktif

adalah “suatu pemikiran yang berdasarkan pengamatan dari yang hal-hal

bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus.”37 Oleh karena itu

metode ini digunakan untuk menganalisa masalah yang bersifat umum

35
Sugiyono, Metodologi Penelitian Administrasi, (Bandung: CV Alfabeta,1998), hal.300
36
Sutrisno Hadi, Metodologi Researh II Cet. XVI, (Jogyakarta: Yayasan Penerbitan Fak.
Psikologi UGM, 1987) hal. 36
37
Ibid.
24

berkaitan dengan pembahasan yang di angkat dalam skripsi ini, kemudian

ditarik kepada kesimpulan yang khusus.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan penulisan skripsi yang baik, maka pembahasannya

harus diuraikan secara sistematika. Sistematika penulisan ini disusun dalam suatu

kerangka yang terdiri atas lima bab dengan masing-masing bab memiliki beberapa

sub bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan

skripsi diuraikan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, pada bab ini akan membahas mengenai gambaran

umum tentang skripsi yang terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode

penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II Pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda motor dengan sistem indent

pada dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak, pada bab ini akan

membahas mengenai ketentuan perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, tinjauan umum perjanjian jual beli, pelaksanaan perjanjian jual beli

sepeda motor dengan sistem indent.

Bab III Kendala dalam pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda motor

dengan sistem indent pada dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak.

Membahas mengenai bentuk dan isi perjanjian jual beli sepeda motor secara

indent, terjadinya wanprestasi, akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian jual

beli sepeda motor dengan sistem indent pada dealer PT. Indako Trading Coy
25

Kampung Pajak.

Bab IV Tanggung jawab dealer sebagai pelaku usaha atas tindakan

wanprestasi dalam perjanjian jual beli sepeda motor dengan sistem indent dalam

hal sepeda motor yang diterima konsumen tidak sesuai dengan perjanjian dan

diterima melewati waktu yang diperjanjikan. Bab ini membahas tanggung jawab

hukum, tanggung jawab dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak atas

tindakan wanprestasi dalam perjanjian jual beli sepeda motor dengan sistem

indent, upaya hukum dalam penyelesaian sengketa wanprestasi dalam perjanjian

jual beli sepeda motor dengan sistem indent pada dealer PT. Indako Trading Coy

Kampung Pajak.

Bab V Kesimpulan dan Saran. Bab ini merupakan bab penutup, dalam bab

ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran berkaitan dengan

pembahasan yang dibahas.


BAB II
PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI SEPEDA MOTOR DENGAN
SISTEM INDENT PADA DEALER PT. INDAKO TRADING COY
KAMPUNG PAJAK

A. Ketentuan tentang Perjanjian menurut Kitab Undang-Undang


Hukum Perdata

1. Pengertian Perjanjian

Dalam KUH Perdata perjanjian diatur dalam Buku III ( Pasal 1233-1864)

tentang Perikatan. BW menggunakan istilah kontrak dan perjanjian untuk

pengertian yang sama. Hal ini dapat dilihat jelas dari judul Bab II Buku III BW

yaitu: Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian.38

Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih.”

Subekti mengatakan, perjanjian adalah: “Suatu peristiwa di mana seorang

berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal”. Sedangkan perikatan adalah: “Perhubungan hukum

antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak

menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban

untuk memenuhi tuntutan tersebut.”39

Dengan demikian suatu kesepakatan berupa perjanjian atau kontrak pada

hakikatnya adalah mengikat, bahkan sesuai dengan Pasal 1338 Ayat 1

38
Niru Anita Sinaga, Nurlely Darwis, Wanprestasi dan Akibatnya dalam Pelaksanaan
Perjanjian, (Jakarta: Universitas Surya Darma, 2020), hal. 45
39
R.Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2005), hal.1

26
27

KUHPerdata, kesepakatan ini memiliki kekuatan mengikat sebagai undang-

undang bagi para pihak yang membuatnya.40

Berdasarkan rumusan pengertian perjanjian yang telah dikemukakan diatas

dapat disimpulkan bahwa perjanjian itu terdiri dari:

a. Ada pihak-pihak.
b. Ada persetujuan antara pihak-pihak.
c. Ada prestasi yang akan di laksanakan.
d. Ada bentuk tertentu lisan atau tulisan.
e. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian.
f. Ada tujuan yang hendak di capai.41

2. Unsur-Unsur Perjanjian

Menurut Abdul Kadir Muhammad berdasarkan pengertian perjanjian terda

pat beberapa unsur, yaitu “adanya pihak-pihak sedikitnya dua orang, adanya perse

tujuan para pihak, adanya tujuan yang akan dicapai, adanya prestasi yang akan dic

apai.“42

Dilihat dari syarat-syarat perjanjian dalam perjanjian itu sendiri terdapat 3

(tiga) unsur, yaitu sebagai berikut:

a. Unsur Essensialia
Unsur essensialia adalah “unsur perjanjian yang selalu harus ada di
dalam suatu perjanjian, unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur t
ersebut, perjanjian tidak mungkin ada.” Dengan demikian unsur ini
penting untuk terciptanya perjanjian, mutlak harus ada agar perjanji
an itu sah sehingga merupakan syarat sahnya perjanjian.
b. Unsur Naturalia
Unsur naturalia adalah “unsur lazim melekat pada perjanjian yaitu
unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian seca
ra diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian kar
ena sudah merupakan bawaan atau melekat pada perjanjian.” Deng
40
Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, (Bandung: Refika Aditama,
2006), hal.15
41
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,
1999), hal. 82
42
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000),
hal. 31
28

an demikian, unsur ini oleh undang-undang diatur tetapi oleh para


pihak dapat disingkirkan. Jadi sifat unsur ini adalah aanvullendrech
t (hukum mengatur).
c. Unsur Accidentalia
Unsur accidentalia adalah “unsur yang harus dimuat atau disebut s
ecara tegas dalam perjanjian.” Unsur ini dtambahkan oleh para piha
k dalam perjanjian artinya undang-undang tidak mengaturnya. Den
gan demikian unsur ini harus secara tegas diperjanjikan para pihak.
43

3. Syarat Sah Perjanjian

Perjanjian atau persetujuan (overeenkomst) yang dimaksud dalam Pasal

1313 KUHPerdata hanya terjadi atas izin atau kehendak (toestemming) dari semua

mereka yang terkait dengan persetujuan itu, yaitu mereka yang mengadakan

persetujuan atau perjanjian yang bersangkutan.44

Untuk membuat suatu perjanjian maka harus memenuhi syarat-syarat

sahnya perjanjian. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tersebut diatur dalam

Pasal 1320 KUHPerdata mengatur bahwa untuk sahnya perjanjian, diperlukan

empat syarat :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ;


Kesepakatan diperlukan dalam mengadakan perjanjian, ini berarti
bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan
kehendak, artinya masing-masing pihak tidak mendapat suatu
tekanan yang mengakibatkan adanya cacat dalam mewujudkan
kehendaknya.45
b. Kecakapan untuk melakukan suatu perikatan ;
Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-
orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan
perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-
undang.46 Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akhil

43
J.Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2002), hal.67-72
44
Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, cet. 2,
(Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, 1990) hal. 430
45
I Ketut Oka Setiawan, Hukum Perikatan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), hal. 61
46
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2003), hal.33
29

baliq dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.47


c. Suatu hal tertentu ;
Syarat ketiga dari suatu perjanjian haruslah memenuhi “hal
tertentu”, maksudnya adalah suatu perjanjian haruslah memiliki
objek (bepaald onderwerp) tertentu yang sekurang-kurangnya
dapat ditentukan. Objek Perjanjian itu diatur dalam pasal 1333
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.48
d. Suatu sebab yang halal.
Perkataan “sebab” yang dalam bahasa Belanda disebut oorzaak,
dan dalam bahasa Latin disebut causa, merupakan syarat keempat
dari suatu perjanjian yang disebutkan dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata sebagai “sebab yang halal”.
Dalam praktik, adanya syarat causa merupakan upaya untuk
menempatkan perjanjian dibawah pengawasan hakim. Hakim dapat
menguji apakah tujuan dari perjanjian itu dapat dilaksanakan dan
apakah isi perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum dan kesusilaan.49

Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena menyangkut

pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Apabila syarat pertama dan kedua tidak

terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan. Artinya salah satu pihak dapat

mengajukan ke pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakati. Tetapi

sepanjang para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu adalah tetap

dianggap sah.50

Syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut

objek dari perjanjian. Jika syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka

perjanjian itu batal demi hukum artinya, bahwa dari semula perjanjian dianggap

tidak pernah terjadi.51

47
R. Subekti, Op.Cit, hal. 17
48
I Ketut Oka Setiawan, Op.Cit., hal. 67
49
Sugeng, Hukum Telematika Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2020), hal. 108
50
Niru Anita Sinaga, Nurlely Darwis, Op.Cit, hal. 47
51
Ibid.
30

B. Tinjauan Umum Perjanjian Jual Beli

1. Pengertian Perjanjian Jual Beli

Perjanjian jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya

undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan

secara khusus terhadap perjanjian ini. Pengaturan perjanjian bernama dapat diatur

dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-undang

Hukum Dagang.52

Buku III KUHPer mengatur tentang “Verbintenissenrecht”, dimana

tercakup pula istilah “Overeenkomst”. Dikenal 3 (tiga) terjemahan dari

“Verbintenis”, yaitu: perikatan, perutangan, dan perjanjian, sedang untuk

“Overeenkomst” ada 2 (dua) terjemahan, yaitu: perjanjian dan persetujuan. 53 Pasal

1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) mengatur bahwa “suatu

perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”54

Selain itu, pengaturan mengenai perjanjian jual-beli adalah dalam

penjelasan Pasal 1457 sampai dengan penjelasan Pasal 1540 KUHPerdata. Jual

beli menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu “jual beli

adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang

telah dijanjikan.”

52
Triyana Syahfitri & Wandi, “Tinjauan Yuridis Jual Beli Menurut Hukum Perdata”,
(Riau: Universitas Islam Indragiri), hal.2
53
Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan
(Bandung : Nuansa Aulia, 2007), hal. 75
54
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta: PT
Pradnya Paramita, 2004), hal. 338
31

Terjadinya perjanjian jual-beli terhadap sebuah barang, apabila telah

terjadi kesepakatan. Oleh sebab itu, kata sepakat merupakan syarat sahnya

perjanjian sesuai dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Kesepakatan transaksi perjanjian

jual-beli tersebut dianggap sah secara hukum apabila “jual-beli dianggap telah

terjadi segera setelah orang-orang itu telah mencapai kesepakatan tentang barang

tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya

belum dibayar.”55

Dalam penjelasan Pasal 1458 KUHPerdata tersebut, terdapat unsur-unsur

yang harus ada dalam terjadinya kesepakatan antara penjual dan pembeli. Unsur

yang harus dilaksanakan oleh penjual dan pembeli itu adalah sebuah kewajiban

yang harus dipenuhi, kewajiban tersebut meliputi:

a. Adanya kewajiban dari penjual untuk memberikan barang yang

telah dibeli.

b. Adanya kewajiban dari pembeli untuk membayarkan sejumlah

uang dari besaran nilai objek yang diperjanjikan terhadap penjual.56

Para pakar hukum juga memberikan pengertian mengenai perjanjian jual

beli, yang mengatakan bahwa secara sederhana perjanjian jual-beli adalah

“kesepakatan yang dibuat oleh penjual dan pembeli” (Salim H.S.).57

Konsep sederhana dari perjanjian jual-beli tersebut menurut Salim adalah

“pemberian suatu barang sebagai objek perjanjian kepada penerima barang atau

pembeli sebagai hak yang seharusnya diberikan kepada pembeli oleh pemilik

barang atau penjual.” Kewajiban pemilik barang atau penjual menyerahkan


55
Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
56
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni,1986), hal. 181
57
Salim H.S, Op. Cit, hal. 49
32

barang kepada pembeli ini dilakukan agar pemilik barang menerima haknya

berupa uang.58

Landasan yang mendasari berlakunya perjanjian jual-beli yang dilakukan

oleh masing-masing pihak yang mengikatkan diri berdasarkan kata sepakat yaitu

penyerahan barang dan uang. Penyerahan ini dilakukan apabila masing-masing

pihak telah sepakat atas objek yang dijual untuk menjadi objek perjanjian.

Kesepakatan dalam melakukan perjanjian jual-beli dapat dipahami dalam

penjelasan berikut ini: “jual-beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak

seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga,

meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”

(penjelasan Pasal 1458 KUHPerdata).59

2. Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli

Subjek dari perbuatan hukum adalah subjek hukum. Subjek hukum terdiri

dari manusia serta badan hukum. Maka dari pada itu semua manusia dan badan

hukum dapat melakukan perjanjian, dengan syarat manusia (orang) dan badan

hukum tersebut sudah dinyatakan cakap menurut hukum.60

Subjek hukum menurut Apeldoorn adalah “segala sesuatu yang

mempunyai kewenangan hukum atau persoonlijkheid.” Kewenangan hukum

tersebut merupakan kecakapan untuk menjadi pendukung subjek hukum yang

diberikan oleh hukum objektif.61

58
Ibid.
59
R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 2
60
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta: Prenada
Media 2008), hal. 40
61
L.J.van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hal. 203
33

Subjek hukum dalam menjalankan perbuatan hukum memiliki wewenang.

Wewenang subjek hukum terbagi menjadi dua. Pertama, wewenang untuk

mempunyai hak (rechts-bevoegdheid). Kedua, wewenang untuk melakukan

(menjalankan) perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.62

Subjek hukum menurut Utrecht adalah “suatu pendukung hak yaitu

manusiaatau badan yang menurut hukumberkuasa menjadi pendukung hak.”

Suatu subjek hukum mempunyai kekuasaan guna mendukung hak atau

rechtsvoegdhei.63

Subjek perjanjian jual beli adalah pihak-pihak dalam perjanjian. Sekurang-

kurangnya ada dua pihak, yaitu penjual yang menyerahkan hak milik atas benda

dan pembeli yang membayar harga dari benda tersebut. Subjek dari perjanjian jual

beli adalah penjual dan pembeli, yang masing-masing pihak mempunyai hak dan

kewajiban.

Subjek yang berupa orang atau manusia ini telah diatur oleh Undang-

Undang yaitu harus memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu

perbuatan hukum antara lain, ia harus dewasa, sehat pikirannya, dan tidak dilarang

atau dibatasi di dalam melakukan suatu perbuatan hukum yang sah oleh undang-

undang.64

Tentang objek/prestasi perjanjian harus dapat ditentukan adalah suatu yang

logis dan praktis. Takkan ada arti perjanjian jika undang-undang tidak

menentukan hal demikian. Itulah sebabnya Pasal 1320 Angka 3 menentukan,

62
Dyah Hapsari Prananingrum, Telaah Terhadap Esensi Subjek Hukum: Manusia dan
Badan Hukum, (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2014), hal. 74
63
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Universitas, 1965), hal. 234
64
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 34
34

bahwa “objek/prestasi perjanjian harus memenuhi syarat, yaitu objeknya harus

tertentu.”

Objek perjanjian harus dapat ditentukan. Tidak dilihat dari apakah barang

itu sudah ada untuk sekarang atau yang akan ada nanti. Sehingga yang dapat

menjadi objek perjanjian antara lain:

a. Barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUH Perdata)


b. Barang yang dapat ditentukan jenisnya ( Pasal 1333 KUH Perdata)
Tidak menjadi masalah jika untuk sekarang jumlahnya tidak bisa
ditentukan, yang jelas dikemudian hari jumlahnya dapat
ditentukan.
c. Barang-barang yang akan ada dikemudian hari (Pasal 1334 ayat (2)
KUH Perdata)65

Bagaimana kalau objek perjanjian tidak tertentu atau jika jenisnya tidak

tertentu. Oleh karena itu objek atau jenis objek merupakan persyaratan dalam

mengikat perjanjian dengan sendirinya perjanjian demikian tidak sah jika seluruh

objek /voorwerp nya tidak tertentu.66

Pada Pasal 1320 KUHPer Angka 4 ada disebutkan bahwa “isi persetujuan

harus memuat/ causa yang diperbolehkan.” Apa yang menjadi objek, atau apa

yang menjadi isi dan tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian, harus kausa yang

sah. Karena itu persetujuan yang mengisi perjanjian itu tidak boleh bertentangan

dengan undangundang, kepentingan umum dan nilai-nilai kesusilaan. Setiap

perjanjian yang objek/prestasinya bertentangan dengan yang diperolehkan oleh

undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, perjanjian demikian melanggar

persyaratan yang semestinya seperti yang diatur pasal 1320 point 4.67

65
M. Sianipar, Tinjauan Hukum atas Kekuatan Uang Panjar Dalam Perjanjian Jual Beli
Tanah, (Medan: Universitas HKBP Nommensen, 2021), hal. 19
66
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 10
67
Ibid, hal. 9-15
35

3. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli

Konsep sederhana dari perjanjian jual-beli menurut Salim adalah :

“pemberian suatu barang sebagai objek perjanjian kepada penerima barang atau
pembeli sebagai hak yang seharusnya diberikan kepada pembeli oleh pemilik
barang atau penjual. Kewajiban pemilik barang atau penjual menyerahkan barang
kepada pembeli ini dilakukan agar pemilik barang menerima haknya berupa
uang.”68

Secara tersirat pengertian Salim tersebut dimaknai dalam perjanjian jual-

beli, yaitu “perjanjian jual-beli menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban

yang harus dipenuhi oleh subjek hukum yang melakukan perbuatan hukum berupa

transaksi jual-beli.”69

a. Hak dan Kewajiban Penjual

Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hak penjual

adalah “menuntut harga pembayaran atas barang-barang yang diserahkannya

kepada pembeli, sedangkan kewajiban penjual adalah menyerahkan barang ke

dalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli dan menanggung terhadap barang

yang dijual itu.”

Hak penjual antara lain:

1) Hak atas harga barang yang dijualnya;

2) Menerima harga tanah yang telah dijualnya dari pihak

pembeli sesuai kesepakatan harga antara kedua belah pihak, dan

berhak memperoleh pembayaran atas tanah yang dijualnya.70

68
Salim H.S, Op. Cit, hal. 49
69
Ibid.
70
Felly Yanti Sheilli Lumempouw, Kedudukan Hukum Pihak Pembeli Terhadap Pihak
Penjual yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum dalam Perjanjian Jual Beli Tanah menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 2017), hal.113
36

Secara spesifik , Pasal 1491 KUH Perdata mengatur tentang kewajiban

penjual terhadap pembelian adalah “untuk menjamin dua hal yaitu: penguasaan

barang yang dijual itu secara aman dan tenteram; dan tiadanya cacat yang

tersembunyi pada barang tersebut atau yang sedemikian rupa sehingga

menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian.”71

Dalam kaitannya dengan cacat tersembunyi, terdapat dua kewajiban yang

harus dilakukan:

1) Jika penjual telah mengetahui terdapat cacat pada barang tersebut,


maka penjual wajib mengembalikan uang harga pembelian yang
telah diterimanya dan mengganti segala biaya, kerugian , dan
bunga;
2) Jika penjual tidak mengetahui adanya cacat dalam barang tersebut,
maka penjual wajib mengembalikan uang harga barang pembelian
dan mengganti biaya untuk menyelenggarakan pembelian dan
penyerahan , sekedar itu dibayar oleh pembeli.72

Ketentuan umum mengenai perikatan untuk menyerahkan sesuatu

(Pasal 1235 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), dan ketentuan yang

diatur secara khusus dalam ketentuan jual beli (Pasal 1474 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata), penjual memiliki tiga kewajiban pokok, mulai dari

sejak jual beli terjadi menurut ketentuan Pasal 1458 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Menurut ketentuan tersebut, secara prinsip penjual memiliki

kewajiban untuk :

1) Memelihara dan merawat kebendaan yang akan diserahkan


kepada pembeli hingga saat penyerahannya;
2) Menyerahkan kebendaan yang dijual pada saat yang telah
ditentukan, atau jika tidak telah ditentukan saatnya,atas

71
AQirom Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta
Perkembangannya, (Yogyakarta: Liberty, 2010), hal. 38
72
Khepin Panagian Naibaho, Marthin Simangunsong, Roida Nababan, Perlindungan
Hukum Bagi Konsumen atas Barang Rusak dalam Perjanjian Jual Beli Barang Elektronik,
(Medan: Universitas HKBP Nommensen, 2019), hal. 126
37

permintaan pembeli;
3) Menanggung kebendaan yang dijual tersebut.73

b. Hak dan Kewajiban Pembeli

Hak pembeli adalah menuntut penyerahan barang yang telah dibelinya dari

si penjual, sedangkan kewajibannya adalah membayar harga pembelian pada

waktu dan tempat sebagaimana yang ditetapkan di dalam perjanjian mereka.74

Hak pembeli yaitu :

1) Menerima tanah yang telah dibelinya baik nyata maupun secara


yuridis;
2) Pada hal terdapat cacat tersembunyi pembeli berhak untuk
mengembalikan harga pembelian dan meminta ganti biaya
yang dikeluarkan pembeli dalam rangka pembelian dan
penyerahan;
3) Hak-hak pembeli kalau terjadi ingkar janji:
a) Hak menuntut pemenuhan perikatan (nakomen);
b) Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan
itu bersifat timbal balik, menuntut pembatalan perikatan
(ontbinding);
c) Hak menuntut ganti rugi (schade vergoeding);
d) Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi;
e) Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan
dengan ganti rugi.75

Di dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Penjualan

barang-barang Internasional (United Nations Convention on Contract for the

International Sale of Goods) telah diatur tentang kewajiban antara penjual dan

pembeli. Pasal 53 sampai 60 United Nations Conventin on Contract for the

International Sale of Goods mengatur tentang kewajiban pembeli, yaitu pembeli

wajib memeriksa barang-barang yang dikirim oleh penjual, membayar harga

barang sesuai dengan kontrak dan menerima penyerahan barang seperti disebut

73
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), hal. 128
74
A Qirom Syamsudin Meliala, Op.Cit, hal. 46
75
Felly Yanti Sheilli Lumempouw, Op. Cit, hal. 114
38

dalam kontrak.76

Kewajiban pembeli untuk membayar harga barang termasuk tindakan

mengambil langkah-langkah dan melengkapi dengan formalitas yang mungkin

dituntut dalam kontrak atau oleh hukum dan peraturan untuk memungkinkan

pelaksanaan pembayaran.Tempat pembayaran di tempat yang disepakati kedua

belah pihak. Kewajiban pihak pembeli adalah membayar harga barang yang

dibelinya sesuai dengan janji yang telah dibuat dan memikul biaya yang

ditimbulkan dalam jual beli, misalnya ongkos antar, biaya akta dan sebagainya

kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya.77

4. Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli

Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang artinya “prestasi buruk, dim

ana sikap seseorang yang tidak memenuhi atau lalai dalam melaksanakan kewajib

an sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian antara pihak yang member

ikan utang dengan pihak yang berutang.” 78 Dalam perjanjian, wanprestasi dapat ti

mbul dikarenakan adanya kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri dan adany

a keadaan memaksa (overmacht).79

Menurut J.Satrio, wanprestasi merupakan “suatu peristiwa atau keadaan, d

i mana debitur tidak memenuhi kewajiban prestasi perikatannya dengan baik, dan

debitur punya unsur salah atasnya.”80


76
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007), hal. 69
77
Triyana Syahfitri & Wandi, Op.Cit, hal. 9
78
Abdul R. Saliman, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 15
79
P.N.H Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia,(Jakarta: Prenadamedia Group, 2015)
hal. 292
80
J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1995), hal.3
39

Jenis-jenis prestasi menurut Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Per

data yaitu memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. 81 Berd

asarkan jenis prestasi yang disebutkan di dalam Pasal 1234 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, maka bentuk-bentuk dari Wanprestasi meliputi :

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan debitur


yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak me
menuhi prestasi sama sekali.
b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi de
bitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur diangga
p memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang me
menuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tid
ak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi pr
estasi sama sekali.82

Sementara itu, menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam, yai

tu:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;


b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanji
kannya;
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
83

Berdasarkan keterangan diatas terlihat bahwa ingkar janji bisa terjadi

dalam beberapa bentuk sebagaimana dikemukakan diatas. Hal yang sama juga

dapat terjadi dalam perjanjian pengikatan jual beli karena tidak selamanya setiap

orang yang membuat kesepakatan mampu untuk melaksanakan semua

kesepakatan tersebut.

Wanprestasi yang dilakukan penjual terhadap perjanjiannya dengan

81
P.N.H Simanjuntak, Op. Cit., hal. 292
82
Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, (Jakarta: Putra Abadin, 1999), hal.18
83
R. Subekti, Op.Cit, hal. 43
40

pembeli di dalam perjanjian jual beli menimbulkan keresahan bagi pembeli

sebagai konsumen. Untuk itu terdapat undang – undang yang mengatur mengenai

perlindungan konsumen yaitu UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Menurut pasal tersebut, perlindungan konsumen adalah “segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen.”

Beberapa isi pasal UUPK, diantaranya Pasal 4 menyebutkan mengenai hak

– hak konsumen, Pasal 7 mengenai kewajiban – kewajiban yang harus ditunaikan

pelaku usaha, dan lebih tegasnya lagi dalam Pasal 8 ditentukan perbuatan –

perbuatan yang dilarang dilakukan bagi pelaku usaha dalam transaksi jual beli.

Selain itu ada beberapa perlindungan yang dapat diberikan jika salah satu

pihak melakukan wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli :

a. Perlindungan terhadap calon penjual


Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada calon penjual
biasanya adalah berupa persyaratan yang biasanya dimintakan
sendiri oleh calon penjual itu sendiri. Misalnya ada beberapa calon
penjual yang didalam perjanjian pengikatan jual beli yang
dibuatnya memintakan kepada pihak pembeli agar melakukan
pembayaran uang pembeli dengan jangka waktu tertentu yang
disertai dengan syarat batal, misalnya apabila pembeli tidak
memenuhi pembayaran sebagaimana telah dimintakan dan
disepakati maka perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah yang
telah dibuat dan disepakati menjadi batal dan biasanya pihak
penjual tidak akan mengembalikan uang yang telah dibayarkan
kecuali pihak pembeli meminta pengecualian.
b. Perlindungan terhadap calon pembeli
Berbeda dengan perlindungan terhadap penjual perlindungan
terhadap pembelian biasanya selain dilakukan dengan persyaratan
juga di ikuti dengan permintaan pemberian kuasa yang tidak dapat
ditarik kembali. Tujuannya adalah apabila pihak penjual tidak
memenuhinya maka pihak pembeli dapat menuntut dan
memintakan ganti rugi sesuai dengan kesepakatan yang diatur
dalam perjanjian pengikatan jual beli.84
84
Bambang Eko Muljono, “Perlindungan Hukum Bagi Pihak Penjual Terhadap Pihak
41

Ketika penjual melakukan wanprestasi terhadap perjanjiannya dengan

pembeli, disitulah muncul kewajiban tanggung jawab penjual. Tanggung jawab

tersebut lahir karena pembeli menderita kerugian akibat penjual tidak memenuhi

prestasinya. Akibat hukum bagi penjual yang telah melakukan wanprestasi adalah

hukuman atau sanksi berikut ini:

a. Penjual diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita


oleh pembeli (Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.
b. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu
pihak memberikan hak kepada pihak lainnya membatalkan atau
memutuskan perjanjian lewat hakim (Pasal 1266 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata).
c. Resiko beralih kepada penjual sejak saat terjadinya wanprestasi
(Pasal 1237 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Ketentuan ini
hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu.
d. Membayar biaya perkara apabila diperkarakan dimuka hakim Pasal
181 ayat 1 (HIR) Herziene Inland Reglement. Penjual yang terbukti
melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam perkara. Ketentuan
ini berlaku untuk semua perikatan.
e. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan
perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian kepada
pembeli (Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Ini
berlaku untuk semua perikatan.85

Mengenai pembatalan perjanjian, bertujuan membawa kedua belah pihak

kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Kalau suatu pihak sudah

menerima sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang, maka itu harus

dikembalikan. Intinya, perjanjian itu ditiadakan.86

Pembeli harus membuktikan terlebih dahulu kesalahan penjual (kesalahan

tidak berprestasi), kerugian yang diderita, dan hubungan kausual antara kerugian

Pembeli Wanprestasi Dalam Ikatan Jual Beli Tanah”, Jurnal Independent, Vol.4 No.2, (2016),
hal.43
85
Ibid, hal. 44
86
Ibid, hal. 45
42

dan wanprestasi. Apabila hal – hal tersebut dapat membuktikan bahwa benar

penjual lalai berprestasi maka menurut isi Pasal 1266 ayat (1) KUHPerdata,

menentukan perjanjian dapat dibatalkan.87

Kesalahan penjual disini tidak dapat serta merta dijatuhkan sanksi karena

penjual memiliki hak membela diri dari sanksi akibat ia dinyatakan lalai. Penjual

dapat mengajukan beberapa alasan untuk membebaskan dirinya dari sanksi, alasan

tersebut berupa:

a. Mengajukan alasan bahwa tidak berprestasinya penjual sebagai


kreditur karena adanya keadaan yang memaksa (overmacht, force
majeur);
b. Mengajukan alasan bahwa tidak berprestasinya debitur karena
kreditur selaku pelaku usaha telah lalai (exceptio non adimpleti
contractus);
c. Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk
menuntut ganti rugi.88

C. Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor dengan Sistem Indent

1. Pengertian Indent

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Indent diartikan sebagai

“pembelian barang dengan cara memesan dan membayar terlebih dahulu.” 89 Atas

dasar pengertian tersebut, Indent dapat diartikan bahwa “barang yang dipesan

pembeli saat itu belum ada atau barang tersebut sudah ada tetapi belum dalam

penguasaan penjual.”

Indent dapat diartikan “sebagai janji untuk terjadinya jual beli di

kemudian hari.” Selain itu, Indent dapat diartikan “sebagai keadaan dimana

87
Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Bagian
Pertama), (Yogyakarta: FH UII Press, 2014), hal. 282
88
Ridwan Khairandy, Op. Cit, hal. 288-289
89
Poerwadarminta W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka,
2007), hal. 145
43

pembeli menunggu barang yang dipesan, yang mana penjual sedang

mengusahakan untuk mendapatkan barang tersebut dan pembeli akan memberikan

uang muka sebagai jaminan.” Hal diartikan bahwa pembayaran indent adalah

“proses transaksi yang terjadi dalam jual beli indent, dalam hal ini pembayarannya

adalah proses pembayaran uang muka atau tanda jadi.”90

2. Perjanjian Jual Beli dengan Sistem Indent

Jual beli secara indent dapat dilakukan berdasarkan Pasal 1333

KUHPerdata yang menyebutkan bahwa “Suatu persetujuan harus mempunyai

sebagai pokok atas suatu barang paling sedikit ditentukan jenisnya”. 91


Tidaklah

menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian

dapat ditentukan atau dihitung dan Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya.”

Barang yang seketika belum ada (toekomstige zaken) dapat menjadi objek

suatu persetujuan. Istilah belum ada dapat berarti mutlak (absolut) seperti halnya

dalam jual beli kendaraan, penjual dapat menjual sepeda motor dengan pemesanan

terlebih dahulu (indent).

Dalam perjanjian jual beli secara indent dikenal adanya unsur uang panjar

atau uang muka. Panjar ini dikenal dalam Hukum Barat yang sebagaimana diatur

dalam Pasal 1464 KUH Perdata, umumnya diberikan oleh pembeli dalam wujud

sejumlah uang tertentu sebagai tanda pengikat untuk kemudian hari yang dibuat
90
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka,
, 2007), hal. 145
91
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op. Cit, hal. 341
44

dalam perjanjian jual beli yang kemudian dengan memesan terlebih dahulu atas

suatu barang (kendaraan) yang akan dibeli atau yang diinginkan oleh pembeli.92

Objek indent berupa benda diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, hukum benda diatur dalam buku II tentang benda. Klasifikasi benda yang

diatur dalam buku II KUH Perdata bersifat tertutup dan mutlak, sehingga aturan

tersebut tidak dapat dikesampingkan. Pada dasarnya barang yang menjadi objek

jual beli dapat dibedakan menjadi:

a. Barang yang sudah ada (saat ini sudah tersedia);

b. Barang yang akan ada.

khusus untuk barang yang akan ada dapat dibedakan lagi menjadi dua yaitu:

a. Benda yang akan ada absolut, yaitu benda yang saat ini belum ada;

b. Benda yang akan ada relatif, yaitu benda yang saat ini sudah ada

tetapi belum dalam penguasaannya.93

Relevansi pembedaan benda tersebut adalah untuk menentukan jaminan

umum dan jaminan khusus yang dibebankan terhadap barang tersebut sebagai

jaminan pelunasan utang kreditur. Selain itu, pembedaan barang (benda) yang

menjadi objek jual beli juga berkaitan dengan cara penyerahan benda tersebut.94

Perjanjian jual beli secara indent untuk objek barang yang akan ada

(kendaraan) berakhir apabila:

a. Prestasi telah dilaksanakan;


Pihak pembeli telah melakukan kewajibannya sebagai konsumen
untuk membayar biaya barang yang dipesannya, dan pihak penjual
memberikan barang yang dipesan oleh konsumen. Dengan

92
Wariskun Lillah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Jual Beli Mobil
Dengan Sistem Inden, Skripsi, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2018), hal.35
93
Ibid, hal. 36
94
Ibid.
45

demikian, telah dilaksanakan objek perjanjian. Perjanjian antara


penjual dan pembeli telah berakhir, baik secara diam-diam maupun
secara tegas.
b. Pembeli atau konsumen meninggal dunia;
Perjanjian jual beli secara indent berakhir karena meninggalnya
pembeli atau konsumen. Dalam hal ini pembeli meninggal dunia,
ahli waris pembeli dapat mengakhiri perjanjian jual beli indent
setelah berunding dengan pihak penjual dan berhak mendapatkan
hak-haknya sesuai dengan peraturan yang telah diatur dalam
perjanjian jual beli secara indent.
c. Adanya wanprestasi berdasarkan putusan hakim.
Pemutusan perjanjian jual beli secara sepihak merupakan salah satu
cara untuk mengakhiri perjanjian jual beli yang dibuat oleh para
pihak. Artinya pihak kreditur menghentikan berlakunya perjanjian
jual beli yang dibuat dengan debitur, walaupun jangka waktunya
belum berakhir. Ini disebabkan debitur tidak melaksanakan prestasi
tersebut sebagaimana mestinya.95

3. Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor dengan Sistem


Indent pada Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak

Tingginya minat dari masyarakat untuk memiliki sepeda sepeda motor

baru dengan fasilitas yang dimilikinya, mengakibatkan ketidak adanya barang

yang sudah siap pada dealer, akibat permintaan customer atas tipe dan warna

tertentu yang diinginkan lebih banyak sedangkan ketidaksiapan stock barang pada

dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak, maka terjadilah jual beli sepeda

sepeda motor yang ditawarkan pihak dealer tersebut kepada konsumen dengan

menggunakan sistem indent (Pesanan).

Akibat hal tersebut, maka masyarakat yang akan membeli sepeda sepeda

motor dengan tipe dan warna yang tertentu, harus membeli dengan melalui sistem

indent yang ditawarkan oleh pihak dealer kepada konsumen. Dan konsumen harus

memesan terlebih dahulu sepeda sepeda motor sesuai dengan yang diinginkannya

dengan membayar sejumlah uang muka sebagai tanda jadi sebagai ikatan transaksi
95
Ibid, hal. 36-37
46

jual beli tersebut.

Dalam konteks jual beli indent, ada syarat dan ketentuan yang harus

disetujui para pihak, sehingga mencapai kesepakatan yang kuat. Demikian juga

halnya pada proses pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda sepeda motor dengan

sistem indent pada dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak. Sistem indent

nyaris sama halnya dengan jual beli sepeda sepeda motor biasa, yaitu pada

awalnya biasanya konsumen mencari informasi terkait barang yang diinginkannya

dan diterangkan oleh sales counter dari pihak dealer.

Berdasarkan pengumpulan data yang diperoleh pada dealer PT. Indako

Trading Coy Kampung Pajak, maka dilakukan wawancara secara langsung kepada

sales counter dealer tersebut. Pertanyaan pertama yang diajukan kepada Ibu Tika

adalah mengenai mekanisme pemesanan sepeda sepeda motor secara indent.

Jawaban dari Ibu Tika sebagai sales counter, mengatakan:

“Perjanjian jual beli sepeda motor yang dilakukan antara PT. Indako
Trading Coy Kampung Pajak dengan konsumen dilakukan secara tertulis
berupa SPK (Surat Pemesanan Kendaraan) dan di dalam tidak dijelaskan
hak dan kewajiban kedua belah pihak secara jelas, di dalam SPK
selanjutnya terdapat penandaan formulir berisi penyerahan barang
(kendaraan) yang dipesan. Hanya saja hak dan kewajiban biasanya akan
disampaikan secara lisan. Setelah itu pihak kami (dealer) menyerahkan
barang atau kendaraan kepada pembeli sesuai dengan kesepakatan.
Sebelum diserahkan pihak konsumen atau pembeli harus melunasi
kekurangan pembayaran barang tersebut.”96

Dalam proses indent ini telah disepakati pihak konsumen harus membayar

uang jaminan atau uang muka sebagai tanda jadi minimal Rp. 300.000,- (tiga

ratus ribu rupiah) dan barang atau kendaraan tersebut sudah ada dalam Surat

Pemesanan Kendaraan (SPK). Mulai dari tipe, warna, dan waktu penyerahan yang
96
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
47

telah disepakati. Dan telah ditanda tangan pemesan atau konsumen juga pihak

dealer.97

Syarat dan ketentuan dalam SPK berisikan beberapa hal penting yang

perlu diperhatikan oleh pemesan, diantaranya:

a. Harga yang tercantum dapat berubah sesuai dengan harga yang


berlaku saat penyerahan barang;
b. SPK dianggap sah apabila telah ditanda tangani oleh pemesan dan
telah disetujui oleh kepala cabang;
c. Nama tertera pada faktur STNK yang tercantum dalam SPK tidak
dapat diubah;
d. Pembayaran tunai dianggap sah apabila telah dikeluarkan kuitansi
atas nama dealer;
e. Pembayaran dengan cek/bilyet, giro/transfer harus diatasnamakan;
f. Pemesan berkewajiban membayar tambahan biaya/pajak kendaraan
bersepeda motor dalam hal penambahan pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan, tentang Pajak Progresif Atas Pemilikan dan
Pendaftaran Kendaraan Bersepeda motor karena adanya perubahan
tarif pajak saat pendaftaran;
g. Pemesan bersedia menerima telepon untuk follow-up, penawaran
dan keperluan lainnya dari pihak dealer.98

Proses penyerahan kendaraan sepeda motor dilakukan setelah kendaraan

yang dipesan sudah sampai dari pusat dan pihak dealer akan menghubungi pihak

konsumen untuk melakukan pelunasan pembayaran sisanya, kemudian kendaraan

akan diserahkan secara langsung, dan pihak dealer akan tetap memberikan garansi

service kepada konsumen sesuai dengan standar operasional perusahaan.99

97
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
98
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
99
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
48

BAB III
KENDALA DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI
SEPEDA MOTOR DENGAN SISTEM INDENT PADA DEALER
PT. INDAKO TRADING COY KAMPUNG PAJAK

A. Bentuk dan Isi Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor Secara Indent

Perjanjian jual beli sepeda motor secara indent merupakan perjanjian

dalam bentuk tertulis. Sehingga para pihak yang mengadakan perjanjian

diwajibkan melaksanakan prestasi dari apa yang telah disepakati, seperti yang

terdapat di dalam rumusan Pasal 1234 KUHPerdata yang menyebutkan “tiap-tiap

perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat

sesuatu.”100

Membuat suatu perjanjian pada dasarnya tidak terikat dengan suatu bentuk

tertentu. KUHPerdata tidak menyebutkan secara sistematis tentang bentuk

perjanjian. Setiap pihak yang melakukan perjanjian mempunyai kebebasan dalam

membuat perjanjian, dalam artian bebas membuat perjanjian secara tertulis

ataupun lisan.101

Dalam KUH Perdata Pasal 1320 menentukan syarat sahnya suatu

perjanjian diperlukan kata “sepakat” untuk mereka saling mengikatkan diri.

100
I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Implementasi Ketentuan-
Ketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, (Bali: Udayana University Press,
2010), hal. 52
101
Billy Dicko Stepanus Harefa, Tuhana, Kekuatan Hukum Perjanjian Lisan Apabila
Terjadi Wanprestasi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor
44/PDT.G/2015/PN.YYK), Privat Law Vol. IV No. 2 (2016), hal. 115-116
49

Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Berpijak dari

asas konsensualitas dalam perjanjian jual beli sejak tercapainya kata sepakat

mengenai jual beli atas barang dan harga walaupun belum dilakukan penyerahan

barang ataupun pembayaran maka sejak saat itulah sudah lahir suatu perjanjian

jual beli.102

Begitu kedua pihak sudah setuju dengan barang dan harga, maka

terlahirlah perjanjian jual-beli yang sah. Sifat “konsensual” dari jual-beli tersebut

ditegaskan dalam Pasal 1458 yang berbunyi : “Jual-beli dianggap sudah terjadi

antara kedua itu belah pihak seketika mereka mencapai sepakat tentang barang

dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum

dibayar.”103

Perjanjian yang telah terbentuk dengan tercapainya kata sepakat di antara

para pihak tidak memerlukan formalitas lain sehingga dikatakan juga perjanjian

ini sebagai perjanjian bebas bentuk. Jika perjanjian ini dituangkan dalam

perjanjian tertulis, maka tulisan itu hanya merupakan alat bukti saja dan bukan

syarat untuk melakukan perjanjian.104

Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan

perjanjian dalam pasal tersebut tidak disebutkan adanya formalitas tertentu

disamping kesepakatan yang sudah tercapai, sehingga dapat disimpulkan bahwa

perjanjian sudah sah apabila telah ada kesepakatan para pihak mengenai hal-hal

102
Prihatini Purwaningsih, “Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tanaman Hias secara Lisan di
Rehan Floris Kota Bogor”, Yustisi: Jurnal Hukum & Hukum Islam, Vol. 5, No. 2, (2018), hal. 132
103
R. Subekti, Op.Cit, hal. 2
104
Januba Munawarah Pane, Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda
Sepeda motor dengan Sistem Inden (Studi di CV. Indah Sakti Kota Pinang), Skripsi, (Medan:
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 2022), hal.37
50

yang pokok.105

Dengan hanya disebutkannya “sepakat” saja tanpa di tuntutnya sesuatu

bentuk cara (formalitas) apapun, sepertinya tulisan, pemberian tanda panjar dan

lain sebagainya, dapat kita simpulkan bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu,

maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah

ia sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.106

PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak dalam perjanjian ini akan

menjelaskan mengenai sistem indent dan hak serta kewajiban para pihak secara

lisan dan tidak dituangkan dalam SPK, seperti pihak konsumen harus membayar

atau memberikan DP (Down Payment) atau tanda jadi minimal Rp 300.000,- (tiga

ratus ribu rupiah) dan maksimal sebanyak yang pihak konsumen berikan. Lalu,

menjelaskan seberapa lama waktu indent dan waktu indent berbeda-beda

tergantung dengan tipe sepeda motor yang akan diambil, bisa memakan waktu

paling cepat 2 minggu sampai ada yang memakan waktu 7 bulan.

Lalu pihak PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak juga akan

menjelaskan jika pihak konsumen sudah menyetujui melakukan pemesanan dan

sepeda motor yang diinginkan maka konsumen tidak dapat membatalkan

pemesanan, jika menginginkan pembatalan biasanya uang tanda jadi atau DP yang

konsumen berikan akan hangus. Ini dikarenakan pihak PT. Indako Trading Coy

Kampung Pajak akan langsung memasukkan pesanan di sistem untuk langsung

dibuatkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atas nama konsumen tersebut.

Untuk membuktikan sahnya perjanjian ini, pihak PT. Indako Trading Coy

105
Ibid.
106
Ibid, hal. 4
51

Kampung Pajak mempunyai bukti format indent yang ada di sistem pemesanan.

PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak dan Konsumen memiliki bukti bahwa

telah membayar uang panjar atau DP berupa kwitansi pembayaran.107

Jika indent telah selesai biasanya konsumen harus menanda tangani surat

jalan, surat kuasa serta formulir pemesanan, biasanya jika konsumen meminta unit

sepeda motor di antar, semua yang harus di tanda tangani oleh konsumen akan di

bawa oleh supir pengantar unit.108

Berdasarkan isi perjanjian jual beli indent unit kendaraan sepeda motor

yang dilaksanakan oleh pihak PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak dengan

konsumen, maka perjanjian jual beli indent tersebut sudah dapat dibuktikan

dengan adanya format indent yang ada di sistem pemesanan dan juga adanya

kwitansi pembayaran bahwa konsumen telah melakukan pembayaran uang panjar

sebesar minimal Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah).109

B. Kendala dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor Secara Indent


pada Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak

1. Terjadinya Wanprestasi

Ingkar janji atau wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam Bahasa Bel

anda “wanprestatie” yang artinya “tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yan

g telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik per

107
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
108
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
109
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
52

ikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena

undang-undang.”110

Sebagai lawan kata melakukan prestasi, wanprestasi adalah “perilaku dima

na debitur tidak memenuhi prestasi tersebut”. Bentuk-bentuk dari wanprestasi adal

ah sebagai berikut:

a. Timbulnya Ganti Rugi (Schade Vergoeding)


Kewajiban ganti rugi tidak dengan sendirinya timbul pada saat kela
laian. Ganti rugi baru efektif menjadi kemestian debitur, setelah de
bitur di nyatakan lalai. Harus ada pernyataan lalai dari si kreditur. P
ernyataan lalai ini ditegaskan oleh Pasal 1243, yang berbunyi: “Per
gantian perongkosan, kerugian dan bunga, baru merupakan kewajib
an yang harus di bayar debitur setelah ia ditegur ke alpaannya mela
ksanakan perjanjian; sekalipun sudah ditegur ia tetap juga melalaik
an peringatan yang dimaksud”.
b. Bentuk Pernyataan Lalai
Bentuk pernyataan lalai ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1238 B
W:
1) Berbentuk surat perintah atau akta lain yang sejenis.
2) Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri. Apabila dalam
surat perjanjian telah diterapkan ketentuan: debitur telah di
anggap bersalah jika satu kali sajapun dia melewati batas w
aktu yang diperjanjikan. Hal ini untuk mendorong debitur te
pat melaksanakan kewajiban. Dengan adanya penegasan se
perti ini dalam perjanjian; tanpa peneguran kelalaian, denga
n sendirinya debitur sudah dalam keadaan lalai bila dia tak
melakukan prestasi tepat pada waktunya.
3) Jika teguran kelalaian sudah dilakukan barulah menyusul pe
ringatan atau aanmaning, dan biasa juga disebut somasi. So
masi berarti peringatan agar debitur melaksanakan kewajiba
nnya sesuai teguran/pernyataan kelalaian yang telah disamp
aikan kreditur kepadanya.
c. Tidak Tepat Waktu
Debitur tidak dapat menepati pelaksanaan pemenuhan prestasi sesu
ai dengan waktu yang ditentukan. Akibatnya debitur dapat diangga
p melakukan wanprestasi yang mewajibkan dia membayar ganti ru
gi (schade vergoeding).
d. Tidak Sepatutnya Memenuhi
e. Debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjkan atau a
pa yang di tentukan oleh undang-undang. Tetapi tidak sebagaimana

110
Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hal. 20
53

mestinya menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau m


enurut kualitas yang ditetapkan oleh undang-undang.111

Menurut Subekti, bentuk wanprestasi tersebut adalah:

a. Apabila debitur tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilaku


kan;
b. Debitur melaksanakan janjinya akan tetapi tidak sebagaimana yang
diperjanjikan;
c. Debitur terlambat memenuhi perjanjian;
d. Debitur melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dil
akukan.112

Wanprestasi bisa terjadi karena adanya unsur kesalahan dari salah satu pih

ak. Suatu tindakan kemudian dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan

jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Ada unsur kesengajaan (dolus),


b. Ada unsur kelalaian (culpa), dan
c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsro
nd), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lai
n-lain.113

Selain itu, wanprestasi dapat terjadi akibat suatu kondisi memaksa (force

majeur) yang mengakibatkan debitur tidak bisa memenuhi kewajibannya, tetapi b

ukan menjadi kesalahannya. Karena kondisi itu terjadi di luar dugaan dan tidak di

ketahui oleh debitur akan terjadi dalam kurun waktu perjanjian.114

Dalam konteks hukum perdata force majeure adalah “suatu kondisi diman

a seseorang tidak dapat menjalankan kewajibannya bukan karena ia sengaja atau l

alai, melainkan karena ada hal-hal yang ada di luar kuasanya dan mempengaruhi d

irinya untuk tidak menjalankan kewajibannya (overmacht).”115


111
Salim H.S, Op. Cit., hal. 63
112
R.Subekti, Op.Cit, hal. 45
113
Indah Sari, Jurnal Ilmiah: Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Dalam Hukum Pidana dan
Hukum Perdata, (Jakarta: Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, 2020), hal. 68
114
R.Subekti, Op.Cit, hal. 55
115
Mariam Darus Badrulzaman, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum
54

Dalam yurisprudensi Mahkamah Agung keadaan memaksa harus memenu

hi unsur-unsur tertentu hal mana juga dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Agun

g No.409K/Sip/1983 tertanggal 25 Oktober 1984 dalam kasus antara Rudy Suarda

na vs Perusahaan Pelayaran Lokal PT Gloria Kaltim pada intinya Majelis Hakim b

erpendapat bahwa keadaan memaksa harus memenuhi unsur sebagai berikut:

a. Tidak terduga;

b. Tidak dapat dicegah oleh pihak yang harus memenuhi kewajiban at

au melaksanakan perjanjian; dan


55

c. Di luar kesalahan dari pihak tersebut.116

Menurut Sri Soedewi Masyehoen Sofwan, debitur dinyatakan wanprestasi

apabila memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu:

a. Perbuatan yang dilakukan debitur tersebut dalam disesalkan.


b. Akibatnya dapat diduga lebih dahulu baik dalam arti yang objektif
yaitu orang yang normal dapat menduga bahwa keadaan itu akan ti
mbul. Maupun dalam arti yang subjektif, yaitu sebagai orang yang
ahli dapat menduga keadaan demikian akan timbul.
56

c. Dapat diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, arti


57

nya bukan orang gila atau lemah ingatan.117

2. Bentuk-bentuk Wanprestasi yang Menjadi Kendala dalam Perjanjian


Jual Beli Sepeda motor dengan Sistem Indent

Perjanjian jual beli dengan sistem indent di sini pembeli sepakat untuk

membayar harga yang telah ditentukan atas pembayaran barang yang telah

dipesan kepada penjual, dan penjual berjanji akan menyerahkan barang sebagai

objek perjanjian yang telah dipesan pada waktu yang telah ditentukan

sebelumnya. Ketika para pihak hendak membuat suatu perjanjian harus ada

kesesuaian kehendak atau kesepakatan sebelumnya terlebih dahulu, kemudian


58

kedua belah pihak menjalankan hak dan kewajibannya.118

Kesepakatan yang dicapai oleh kedua belah pihak merupakan kesepakatan

yang dicapai secara tertulis dan mengikat sebagai perjanjian antara kedua belah

pihak yakni penjual dan pembeli yang kemudian melahirkan hak dan kewajiban
59

bagi para pihak yang harus ditaati dan dilaksanakan.119

Berdasarkan Pasal 1457 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu

persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang

dijanjikan.” Hal ini di mana pembeli membayar harga yang telah ditentukan

kepada penjual, dan penjual menyerahkan barang kepada pembeli. Pembeli

sepakat dengan penjual (dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak) untuk

melaksanakan jual beli sepeda motor secara indent. Kemudian, para pihak

melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing yakni pembeli membayar

sejumlah harga yang telah ditetapkan kepada penjual, dan penjual menyerahkan
60

barang kepada pembeli.120

Pasal 1334 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “kebendaan yang baru

akan ada di kemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian.....” Barang yang

menjadi objek jual beli dengan sistem indent dapat dilaksanakan sebagai suatu

kesepakatan para pihak dalam perjanjian. Namun, objek tersebut harus pula sesuai

dengan apa yang terdapat dalam perjanjian, apabila mengandung kecacatan dan

ketidaksesuaian maka pembeli dapat menuntut pengembalian uang maupun ganti


61

kerugian.121

Penjual setelah melakukan kesepakatan dengan pembeli, mempunyai

kewajiban – kewajiban yang harus dilaksanakan, di antaranya:

a. Penjual wajib menjaga dan merawat benda yang hendak diberikan


kepada pembeli (pasal 1235 KUHPerdata); barang yang telah
dipesan oleh pembeli setelah sampai ke dealer maka pihak penjual
wajib untuk merawat barang tersebut sampai diserahkan kepada
pihak pembeli.
b. Penjual wajib memberikan benda yang telah dibeli oleh pembeli
pada waktu yang telah disepakati, apabila tidak maka sesuai
dengan persetujuan pembeli (pasal 1474 KUHPerdata); penjual
sesuai dengan waktu yang ditentukan wajib menyerahkan benda
atau barang yakni sepeda motor kepada pembeli sesuai dengan
kesepakatan.
c. Menanggung kebendaan yang dijual tersebut (pasal 1458
62

KUHPerdata).122

Kewajiban Pembeli, Pasal 1513 KUHPerdata : “Kewajiban utama pembeli

ialah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana

ditetapkan menurut persetujuan.” Setelah melakukan kesepakatan dan perjanjian

dengan penjual maka pembeli wajib membayar uang sebagaimana harga yang

telah ditentukan, di mana jual beli sepeda motor dengan sistem indent ini

menggunakan uang panjar atau DP.

Dalam pelaksanaan jual beli sepeda sepeda motor, sering sekali terjadi

kesalahan atau kelalaian yang tidak sesuai dengan perjanjian. Kesalahan-

kesalahan tersebut yang dinamakan wanprestasi.

Menurut Subekti, bentuk wanprestasi tersebut adalah:

a. Apabila debitur tidak melakukan apa yang disanggupi untuk dilakukan;


Dalam hal ini menjelaskan bahwa salah satu bentuk wanprestasi yaitu
ketika terdapat satu unsur yang dijanjikan untuk dilakukan namun
pihak yang menjanjikannya tidak melakukan atau tidak memenuhi apa
yang dijanjikan yang mana kemudian menimbulkan kerugian baik
63

secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak lainnya. 123


Apabila diibaratkan dalam kasus ini yaitu ketika pihak dealer tidak
memberikan unit sepeda motor sama sekali maka saat itulah bentuk
tidak melakukan apa yang disanggupi terpenuhi, namun pada kasus ini
pihak dealer pada akhirnya tetap memberikan unit sepeda motor
sesuai pesanan, maka dari itu bentuk ini tidak ada dalam kasus yang
sedang diangkat.
b. Debitur melaksanakan janjinya akan tetapi tidak sebagaimana yang dip
erjanjikan;
Ketika salah satu pihak melakukan apa yang diperjanjikan namun
tidak sebagaimana apa yang diperjanjikan. Atau dalam kata lain,
prestasi tetap terpenuhi namun terdapat perbedaan cara dan waktu
pelaksanaan yang berbeda dengan apa yang diperjanjikan keduanya di
64

awal.124 Apabila bentuk ini diterapkan dalam kasus yang telah diangkat
maka bentuk ini terpenuhi karena pihak dealer tetap melaksanakan
perjanjian dengan memberikan unit sepeda motor yang dijanjikan
namum tidak sesuai dengan yang dijanjikan yaitu sepeda motor tidak
datang dalam keadaan yang baik.
c. Debitur terlambat memenuhi perjanjian;
65

Poin ketiga dapat dijabarkan dimana permasalahan atau prestasi yang


66

dilanggar adalah masalah waktu.125 Dalam bentuk ketiga ini terjadi


ketika pihak yang berjanji melakukan suatu prestasi terlambat atau
melebihi waktu yang diperjanjikan di awal. Hal ini dimana, waktu
kedatangan sepeda motor tidak sesuai dengan yang sudah disepakati.
d. Debitur melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaku
kan.
67

Sedangkan penjabaran poin keempat ialah ketika salah satu pihak


melakukan apa yang tidak diperjanjikan yang dapat mengakibatkan
68

kerugian pihak lain.126

Wanprestasi itu terjadi apabila salah satu pihak dalam perjanjian tidak

melakukan atau lalai melakukan prestasi (kewajiban) yang menjadi objek

perjanjian antara mereka dalam kontrak yang sudah disepakati. Berdasarkan Pasal

1233 KUHPer, tindakan wanprestasi bisa menimbulkan kerugian bagi mitra

kontraknya. Maka dari itu pihak mitra kontraknya bisa mengajukan perlindungan

hukum melalui pengadilan agar bisa membantu dengan cara memaksa orang yang
69

melakukan pelanggaran atau wanprestasi untuk dapat kembali menjalankan


70

kewajibannya sebagaimana mestinya.127

Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa bentuk-bentuk

wanprestasi yang terjadi antara dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak

dengan konsumennya dalam kasus ini yaitu:

a. Melaksanakan Perjanjian, Tetapi Terlambat

Wanprestasi bagi debitur yaitu suatu keadaan yang disebabkan karen

a kesalahan atau kelalaiannya, sehingga tidak memenuhi prestasi sesuai d

engan apa yang telah menjadi kesepakatan bersama kreditur dalam suatu

perjanjian. Dalam hal ini, prestasi berarti suatu pelaksanaan hal-hal yang
71

tertulis dalam suatu kontrak perjanjian yang telah dilakukan oleh pihak te
72

rkait yaitu antara kreditur dan debitur.128

Dalam pelaksanaan indent antara pihak dealer dengan konsumen, pa

ra pihak telah menyepakati jadwal kedatangan unit sepeda motor. Namun

saat jadwal yang telah ditentukan sepeda motor masih saja belum datang

dan diundur. Hal ini biasanya terjadi karena berbagai hal, salah satunya

adalah unit sepeda sepeda motor yang datang sangat lama dari main

dealernya. Hal ini tidak menjadi suatu masalah yang berat di Dealer PT.

Indako Trading Coy Kampung Pajak, karena biasanya jika unit atau

sepeda motor yang dijanjikan akan telat datang pihak dealer tetap
73

melakukan follow-up kepada konsumen mengenai jadwal kedatangan


74

unit sepeda motor yang sudah dipesan.129

b. Melaksanakan Perjanjian, Tetapi Tidak Sesuai Perjanjian


75

Dalam perjanjian jual beli secara indent, para pihak telah membuat s

uatu perjanjian mengenai metode pembayaran, jadwal kedatangan unit


76

sepeda motor, jenis unit yang dipesan, sampai ke kondisi unit.130

Hal ini turut menjadi tindakan wanprestasi dimana dealer

melaksanakan perjanjian tetapi tidak sesuai dengan apa yang sudah

diperjanjikan. Adanya cacat tersembunyi dimana unit sepeda motor datang

dalam kondisi yang kurang baik sedangkan dalam kesepakatan unit sepeda

motor yang diberikan harusnya dalam kondisi yang baik dan tanpa cacat

namun pada kenyataannya sepeda motor yang diterima oleh konsumen ters

ebut mengalami gangguan pada komponen mesin, tepatnya pada hari ketuj
77

uh penggunaan, mesin sepeda motor mengalami gangguan yang meng


78

akibatkan berasap dan lecet pada cub body depan sepeda motor.131

C. Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda


Motor dengan Sistem Indent pada Dealer PT. Indako Trading Coy
Kampung Pajak

Perjanjian, baik yang sepihak maupun yang dua pihak adalah suatu perbuat

an hukum, yang tiap-tiap perbuatan yang menimbulkan akibat hukum, baik berupa

timbulnya hak maupun berupa lenyapnya hak. Perbuatan hukum yang bersegi satu
79

hanya memerlukan kehendak atau pernyataan kehendak dari satu pihak saja sudah
80

cukup menimbulkan akibat hukum.132

Demi terwujudnya suatu perbuatan hukum yang bersegi dua, maka diperlu

kan adanya pernyataan kehendak antara dua pihak atau lebih misalnya, dalam hal j

ual beli sesuatu benda, hanya terjadi sesudah adanya pernyataan kehendak antara

penjual dan pembeli mengenai barang dan harga dalam suatu transaksi jual beli. A

ntara kedua pihak, baik penjual maupun pembeli ditimbulkan hak dan kewajiban s

ecara timbal balik. Si pembeli berkewajiban membayar harga barang yang disepak

ati dan berhak menerima barang yang telah dibayar, sebaliknya si penjual berkewa

jiban menyerahkan barang yang telah dijual dan berhak menerima uang pembayar

an dari transakki yang dilakukan. Dengan demikian, hak bagi satu pihak merupaka
81

n kewajiban bagi pihak lainnya, sedang kewajiban bagi pihak yang satu menjadi h
82

ak bagi pihak yang lain.133


83

Perjanjian-perjanjian yang timbal balik ini dalam bahasa Belanda disebut

wederkerig. “Dalam persetujuan seperti ini selalu masing-masing pihak


84

mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban.”134

Menurut Ridwan Halim, akibat hukum adalah:

“Segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan
oleh subjek hukum terdapat objek hukum ataupun akibat-akibat lain yang
disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang
bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.
85

Atau akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat
86

yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum.”135

Salim H.S menyampaikan ada empat akibat terhadap adanya wanprestasi,

yaitu sebagai berikut:

a. Perikatan tetap ada;


Kreditur masih dapat menuntut kepada debitur pelaksanaan prestasi, ap
abila ia terlambat memenuhi prestasi. Di samping itu, kreditur berhak
menuntut ganti rugi akibat melaksanakan prestasinya. Hal ini desbabka
n kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan pr
estasi tepat pada waktunya.
b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata);
c. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan timbul setel
ah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan be
sar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk
berpegan pada keadaan memaksa;
87

d. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membeb
askan diri dari kewajiban memberikan kontra prestasi dengan menggun
88

akan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.136

Dalam praktik jual beli, timbulnya hak dan kewajiban adalah salah satu

contoh akibat hukum, sama halnya dengan yang terjadi di Dealer PT. Indako

Trading Coy Kampung Pajak. Ketika perjanjian secara indent dibuat, maka para

pihak dalam perjanjian tersebut, yaitu Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung

Pajak dengan konsumen memiliki masing-masing hak dan kewajiban.

Jika terjadi masalah atau kelalaian di Dealer PT. Indako Trading Coy

Kampung Pajak biasanya mengutamakan musyawarah terlebih dahulu, seperti

unit indent sering datang tidak tepat waktu, biasanya pihak dealer akan menelpon

pihak konsumen kembali dan menjelaskan bahwa unit akan datang terlambat dan

menanyakan kembali apakah akan melanjutkan indent atau membatalkan, dan

seperti adanya cacat tersembunyi, konsumen datang untuk komplain dan Dealer

PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak siap bertanggung jawab atas kecacatan
89

tersebut sampai unit sepeda motor yang cacat kembali bagus dan dapat
90

digunakan.137

Salah satu prinsip yang sangat mendasar dalam hukum perjanjian adalah

prinsip perlindungan kepada para pihak, terutama pihak yang dirugikan.

Berlandaskan kepada prinsip perlindungan pihak yang dirugikan ini, maka apabila

terjadinya wanprestasi terhadap suatu perjanjian, kepada pihak lainnya diberikan

berbagai hak sebagai berikut :

a. Exceptio non adimpleti contractus, menolak untuk melakukan


prestasinya atau menolak melakukan prestasi selanjutnya manakala
pihak lainnya telah melakukan wanprestasi;
b. Penolakan prestasi selanjutnya dari pihak lawan, apabila pihak
lawan telah melakukan wanprestasi, misalnya mulai mengiri
barang yang rusak dalam perjanjian jual beli , maka pihak yag
dirugikan berhak untuk menolak pelaksanaan prestasi selanjutnya
dari lawan tersebut, misalnya menolak menerima barang
selanjutnya yang akan dikirim oleh pihak lawan dalam contoh
perjanjian jual beli tersebut.
c. Menurut restitusi, ada kemungkinan sewaktu pihak lawan
melakukan wanprestasi, pihak lainnya telah selesai atau telah mulai
melakukan prestasinya seperti yang telah diperjanjikannya dalam
perjanjian yang bersangkutan. Dalam hal tersebut, maka pihak
yang telah melakukan prestasi tersebut berhak untuk menuntut
restitusi dari pihak lawan, yakni menuntut agar kedepannya
91

diberikan kembali atau dibayar setiap prestasi yang telah


92

dilakukannya.138

Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga mengatur tentang jual beli

secara pemesanan atau indent, yaitu terdapat di dalam Pasal 16 yang berbunyi

pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang

untuk :

a. Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian

sesuai dengan yang dijanjikan;


93

b. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.”139

Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi

“Pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1),

Pasal 14, Pasal 16,dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan
94

pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
95

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”140


BAB IV
TANGGUNG JAWAB DEALER PT. INDAKO TRADING COY ATAS
TINDAKAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI
SEPEDA MOTOR DENGAN SISTEM INDENT APABILA
SEPEDA MOTOR YANG DITERIMA KONSUMEN
TIDAK SESUAI DENGAN PERJANJIAN DAN
DITERIMA MELEWATI WAKTU
YANG DIPERJANJIKAN

A. Tanggung Jawab Hukum


Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 21
116

https://putusan3.mahkamahagung.go.id/restatement/detail/11e9b3876b28a09683cd313833363231.
html, diakses tanggal 10 Maret 2023, pukul.12.30 WIB.
117
Sri Soedewi Masyohen Sofwan, Hukum Acara Perdata Indonesia dalam Teori dan
Praktek, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal.15
118
Mulyawan, Avica Vianida, Septarina Budiwati, Analisis Yuridis Perjanjian Jual Beli
Sepeda motor dengan Sistem Inden Berdasarkan Perspektif Hukum Perjanjian (Studi di Dealer
Honda Pati). Skripsi thesis, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020), hal. 3
119
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal. 34-35
120
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
121
Mulyawan, Avica Vianida, Septarina Budiwati, Op. Cit, hal. 9-10
122
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Op. Cit, hal. 127 & 189
123
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata (Jakarta: Rajawali Press, 2014), hal. 207
124
Yahman, Karateristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan, Cet Ke-2 (Jakarta:
Kharisma Puta Kencana, 2015), hal. 81.
125
Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia, Cetakan Pertama (Yogyakarta: FH UII
Press, 2013), hal. 278.
126
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, cetakan ketujuh, (Bandung: Sumur
Bandung, 1979), hal. 56.
127
Putri, N. A., Aminah, A., & Adhi, Y. P., Kajian Yuridis Wanprestasi dalam Perjanjian
Jual Beli Semen PT. K-NE Global Persada dengan PT. Holcim Indonesia, Tbk. (Studi Kasus
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.528/PDT/2019/PT SMG), (Diponegoro Law Journal,
2021), hal. 405
128
Sudjana, “Akibat Hukum Wanprestasi dan Tanggung Jawab Para Pihak dalam
Transaksi Anjak Piutang”, Jurnal VeJ, Vol. 5, No. 2, (Bandung: Universitas Parahyangan, 2019),
hal. 387
129
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
130
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
131
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
132
Marvita Langi, “Akibat Hukum Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli”,
Vol. 4 No. 3 Lex Privatum. E Journal Fakultas Hukum Unsrat, (2016), hal. 100
133
Ibid.
134
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, cet. ketiga, (Bandung: Sumur,
1987), hal. 75
135
Muhammad Sadi, Op.Cit, hal. 90
136
Salim H.S, Op.Cit., hal. 99

96
97

1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum

Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) a

dalah “kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa bole

h di tuntut, dipersalahkan, dan diperkarakan.”141 Dalam kamus hukum, tan

ggung jawab adalah “suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanaka

n apa yang telah diwajibkan kepadanya.” 142 Menurut hukum, tanggung jaw

ab adalah “suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbu

atannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu pe

rbuatan.”143

Selanjutnya menurut Titik Triwulan, “pertanggungjawaban harus m

empunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi s

eorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan ke

wajiban hukum orang lain untuk member pertanggungjawabannya.”144

Ketika ada subjek hukum yang melalaikan kewajiban hukum yang

seharusnya dijalankan atau melanggar hak itu dibebani tanggung jawab da

n dituntut memulihkan atau mengembalikan hak yang sudah dilanggar ters

ebut. Beban tanggung jawab dan tuntutan ganti rugi atau hak itu ditunjuka

137
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
138
Niru Anita Sinaga, Op.Cit, hal. 53
139
Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999
140
Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999
141
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia. 2016. https://kbbi.kemendikbud.go.id/entri/Tanggung%20jawab, diakses pada
Selasa tanggal 25 Juni 2022 pukul 11:30 WIB
142
Andi Hamzah, Op.Cit.hal. 100
143
Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 35
144
Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Op.Cit,hal. 48
98

n kepada setiap subjek hukum yang melanggar hukum, tidak peduli apakah

subjek hukum itu seseorang, badan hukum, ataupun pemerintah.145

Terdapat dua istilah dalam pertanggungjawaban hukum, yakni tang

gung gugat dan tanggung jawab. Dalam bidang hukum perdata, istilah tang

gung gugat (aansprakelijheid/liability) digunakan untuk membedakan pen

gertian istilah tanggung jawab (verantwoorelijheid/responsibility), dan tan

ggung jawab lebih sering digunakan dalam hukum pidana. Tanggung guga

t menurut Yudha Hernoko adalah “kewajiban menanggung beban ganti rug

i akibat adanya wanprestasi atau perbuatan melanggar hukum.”146

Sebenarnya tanggung gugat itu ada pada pihak yang terbukti bersal

ah yang menanggung resiko dari perbuatan melanggar hukum atau yang di

sebut wanprestasi, membayar ganti rugi kerugian itu adalah kewajiban yan

g tidak lain dari akibat klausa dalam adanya sebuah perjanjian yang ketent

uan hukumnya secara sukarela tunduk berdasarkan yang sudah disepakati

dalam (Pasal 1338 KUHPerdata). Tanggung gugat dapat lahir karena :

a. Adanya tanggung gugat yang didasarkan oleh hubungan ko


ntraktual dari para pihak;
b. Tanggung gugat atas dasar perbuatan melawan hukum (torti
ous/statutory obligation), tidak mensyaratkan adanya hubun
gan kontraktual.147

2. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan

145
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 55
146
Handayani, Emi Puasa, Zainal Arifin, dan Saivol Virdaus, Jurnal Hukum Acara Perdata:
“Liability Without Faulth dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia.” (Kediri:
Adhaper, 2018), hal.19
147
Suriyadi, Jurnal El-Iqtishady 3, No. 1 : “Tanggung Gugat Penjual dan Jasa
Pengantaran dalam Transaksi Jual Beli Online dengan Metode Cash On Delivery”, (Makassar:
Universitas lslam Negeri Alauddin, 2021), hal.32
99

Pertanggungjawaban hukum perdata dapat berupa pertanggungjawa

ban hukum berdasarkan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onre

chtmatige daad). Pertanggungjawaban hukum perdata berdasarkan wanpre

stasi baru dapat ditegakkan dengan terlebih dahulu harus adanya perjanjian

yang melahirkan hak dan kewajiban. Perjanjian diawali dengan adanya per

setujuan para pihak. Berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Huku

m Perdata (yang selanjutnya akan disebut dengan KUHPerdata) definisi pe

rsetujuan adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih meng

ikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”148

Dalam hubungan hukum para pihak yang berlandaskan perikatan, p

ihak yang dibebankan suatu kewajiban, kemudian tidak melaksanakan atau

melanggar kewajiban yang dibebankan kepadanya maka ia dapat dinyataka

n lalai dan atas dasar kelalaian itu ia dapat dituntut pertanggungjawaban hu

kum perdata berdasarkan wanprestasi.149

Menurut hukum perdata, dasar pertanggungjawaban dibagi menj

adi dua macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian

dikenal dengan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (liability wi

thout based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan yang

dikenal (liability without fault) yang dikenal dengan tanggung jawab risi

ko atau tanggung jawab mutlak (strictliabiliy).150

148
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
149
Yudhi Setiawan, Budi Sutrisno, dan Ari Rahmad Hakim B.F., Jurnal Kompilasi
Hukum, No. 1 : “Pelaksanaan Pasal 1338 Ayat (1) (3) KUHPdt Tentang Kebebasan Berkontrak
dan Itikad Baik”, (Mataram: Universitas Mataram, 2020), hal.159
150
Ibid, hal. 49
100

Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandu

ng arti “bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena ia melakukan ke

salahan karena merugikan orang lain.” Sebaliknya prinsip tanggung jawab

risiko adalah “bahwa konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainka

n produsen tergugat langsung bertanggung jawab sebagai risiko usahany

a.”151

Tanggung jawab dalam hukum perdata sendiri meliputi :

a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaia


n) sebagaimanapun terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu:
“tiap-tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian k
epada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya mener
bitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan khususnya kelalaian seba
gaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUHPerdata yaitu: “setiap oran
g bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan pe
rbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian a
tau kurang hati-hatinya.”
c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) sebagaimana terdapat da
lam Pasal 1367 KUHPerdata yaitu:
1) Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian
yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi ju
ga untuk kerugain yang disebabkan karena perbuatan or
ang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabka
n oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasan
nya;
2) Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugia
n, yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa, yang
tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melaku
kan kekuasaan orang tua dan wali;
3) Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-
orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adala
h bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan
oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di
dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang in
i dipakainya;
4) Guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggu
ng jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid-
151
Merli Yunita Sari, Tanggung Jawab Rumah Sakit Dalam Transaksi Terapeutik,
(Lampung: Universitas Lampung, 2014), hal 9
101

murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-o


rang ini berada dibawah pengawasan mereka;
5) Tanggung jawab yang disebutkan diatas berkahir, jika o
rangtua, wali, guru sekolah dan kepala-kepala tukang it
u membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah p
erbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung j
awab.152

Maka dari tanggung jawab perbuatan melawan hukum, KUHPerdat

a melahirkan tanggung jawab hukum perdata berdasarkan wanprestasi. 153

Diawali dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban. Ap

abila dalam hubungan hukum berdasarkan perjanjian tersebut, pihak yang

melanggar kewajiban (debitur) tidak melaksanakan atau melanggar kewaji

ban yang dibebankan kepadanya maka ia dapat dinyatakan lalai (wanpresta

si) dan atas dasar itu ia dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum berd

asarkan wanprestasi. Sementara tanggung jawab hukum perdata berdasark

an perbuatan melawan hukum didasarkan adanya hubungan hukum, hak da

n kewajiban yang bersumber pada hukum.154

Tanggung jawab dalam bidang hukum (legal responsibility) dimaks

udkan sebagai keterikatan terhadap ketentuan–ketentuan hukum. Maka dar

i itu, dealer dapat dimintai ganti rugi terhadap kesalahannya. Hal tersebut j

uga disebutkan dalam Pasal 1366 KUHPerdata yakni “Setiap orang bertan

ggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbu

152
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2006),hal.73-79.
153
Soerjono Soekamto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1988),
hal. 79.
154
M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita,
1979), hal. 55
102

atan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesemb

ronoannya.”155

B. Tanggung Jawab Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak


atas Tindakan Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli Sepeda motor
dengan Sistem Indent

1. Tanggung Jawab Perdata Dealer PT. Indako Trading Coy


Kampung Pajak Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata

Dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya masih terdapat wanprest

asi yang dilakukan oleh Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak.

Wansprestasi tersebut berupa waktu penyerahan obyek perjanjian yang tid

ak sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan dan memberikan unit

kepada konsumen namun tidak seperti apa yang diperjanjikan yaitu dalam

kondisi tidak baik.

Apabila Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak melakuka

n wanprestasi, Salim H.S menyampaikan ada empat akibat terhadap adany

a wanprestasi, yaitu sebagai berikut:

a. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur/ganti rugi; Debitur har


us membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 Kitab Undang-U
ndang Hukum Perdata);
b. Pembatalan perjanjian/pemecahan perjanjian;
c. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan timbul setel
ah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan be
sar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk
berpegan pada keadaan memaksa;
d. Membayar biaya perkara , jika perkara diperkarakan didepan hakim.156

155
I Made Surya Kartika, 2016, Tanggung Jawab Pelaku Usaha
PeriklananDalamMemeberikanInformasi Yang Lengkap Dan Benar , Hukum BisnisFakultas
Hukum Universitas Udayana, hal. 7
156
Salim H.S, Op.cit., hal. 99
103

Ganti rugi sering diperinci dalam 3 (tiga) unsur, yaitu biaya, rugi

dan bunga. Yang dimaksud dengan biaya adalah “segala pengeluaran atau

pengongkosan yang nyata -nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak”. Yang

dimaksud dengan rugi adalah “kerugian karena kerusakan barang-barang

kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur”. Sedang

yang dimaksud dengan bunga adalah “kerugian yang berupa kehilangan

keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.”157

Dalam soal penuntutan ganti rugi, oleh undang-undang diberikan ket

entuan-ketentuan tentang apa yang dapat dimasukkan dalam ganti rugi ters

ebut. Ketentuan-ketentuan itu merupakan pembatasan dari apa yang boleh

dituntut sebagai ganti rugi. Ketentuan-ketentuan itu diatur dalam Pasal 124

7 KUH Perdata yang menentukan :

“Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga


yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu
perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian
itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya.”

Dalam Pasal 1248 KUH Perdata juga menentukan :

“Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan


karena tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan bunga,
sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan
keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang
merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perjanjian.”

Jadi, ganti rugi itu dibatasi hanya meliputi kerugian yang dapat

diduga dan yang merupakan akibat langsung dari wanprestasi.158

157
Nurdianto, F. T. , Pembayaran Ganti Rugi Oleh Debitur Kepada Kreditur Akibat
Wanprestasi Dalam Perjanjian Berdasarkan Pasal 1236 KUHPERDATA. Lex Et Societatis, 6(7),
(2018), hal. 205
158
Slamet, Sri Redjeki. "Tuntutan Ganti Rugi Dalam Perbuatan Melawan Hukum: Suatu
104

Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian merupakan salah

satu sanksi atas kelalaian dari debitur. Pasal 1266 KUHPerdata :

“memandang kelalaian debitur itu sebagai suatu syarat batal yang


ditanggap dicantumkan dalam setiap perjanjian, dalam hal yang
demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan
harus dimintakan kepada hakim, pembatalan perjanjian bertujuan
membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum
perjanjian diadakan”.

Peralihan risiko yang disebutkan dalam Pasal 1237 ayat (2) KUH

Perdata. Risiko adalah “kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi

suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang

yang menjadi obyek perjanjian”. Peralihan resiko terjadi karena suatu

kelalaian. Resiko yang sebenarnya harus dipikul oleh pihak yang satu

beralih kepada pihak yang lain.

Berdasarkan uraian diatas pihak dealer PT. Indako Trading Coy

Kampung Pajak akan bertanggung jawab apabila terjadi kerugian yang

diderita oleh pembeli dalam jual beli kendaraan bersepeda motor roda dua

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Apabila kerusakan diketahui sebelum penandatanganan

berita acara penyerahan sepeda motor kepada pembeli maka

pihak Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak akan

langsung bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan

atau penggantian terhadap kerusakan.

b. Apabila kerusakan diketahui setelah penandatanganan

berita acara penyerahan sepeda motor maka pihak Dealer

Perbandingan Dengan Wanprestasi." Lex Jurnalica 10.2 (2013): 18068.


105

PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak akan bertanggung

jawab apabila kerusakan memenuhi syarat yang ditentukan

dalam buku garansi, akan tetapi apabila kerusakan tidak

sesuai dengan ketentuan syarat buku garansi atau dengan

kata lain merupakan kelalaian pembeli maka pihak Dealer

PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak tidak akan

bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.159

Pihak Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak telah

menentukan tentang prosedur yang harus ditempuh oleh pembeli yang

ingin mengajukan klaim atas kerugian yang diderita dalam jual beli sepeda

motor dengan sistem indent di Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung

Pajak, yaitu :

a. Apabila kerusakan diketahui ketika melakukan test drive

waktu delivery order maka pembeli menyampaikan tentang

kerusakan yang dijumpainya tersebut kepada petugas yang

mengirim sepeda motor. Pembeli disarankan tidak

menandatangani berita acara penyerahan sepeda motor

terlebih dahulu. Petugas yang mengirimkan sepeda motor

tersebut menyampaikan tentang kerusakan kepada divisi

bagian mesin dan peralatan untuk giganti atau diperbaiki.

b. Apabila kerugian muncul dan diketahui stelah melakukan

serah terima kendaraan maka pembeli dapat mengajukan

159
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
106

klaim dengan membawa kendaraannya ke bengkel-bengkel

resmi Honda dengan membawa buku garansi.

c. Apabila pembeli ingin mengajukan klaim mengenai

keterlambatan penerimaan kendaraan yang dipesannya

makan dapat langsung menuju divisi penjualan dengan

membawa Surat Pemesanan Kendaraan (SPK).

d. Apabila pembeli menemukan indikasi adanya permainan

nomor urut tunggu yang dilakukan oleh karyawan Dealer

PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak dalam pembelian

secara indent. Maka pembeli dapat melaporkannya kepada

bagian Human Relation PT. Indako Trading Coy Kampung

Pajak.160

Mengenai kerugian akibat keterlambatan penyerahan unit dengan

sistem indent maka pihak Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak

selalu mengupayakan agar tidak terjadi kendala-kendala dalam pengiriman

ekspedisi. Akan tetapi kendala-kendala diluar dugaan seperti adanya

bencana alam memang tidak bisa dicegah oleh pihak Dealer PT. Indako

Trading Coy Kampung Pajak.

Sistem pembelian secara indent rentan terjadi kendala seperti

keterlambatan penyerahan sepeda motor kepada pembeli. Dikarenakan

Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak bukan merupakan

produsen akan tetapi produsen pabriknya berada di Jakarta. Keterlambatan

160
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
107

tersebut sering terjadi karena daya pengangkutan ekspedisi yang terbatas

dan terjadinya kendala-kendala diperjalanan seperti ekpedisi pengangkut

yang rusak serta kendala seperti perjalanan yang terhambat akibat bencana

alam dan sebagainya.161

2. Tanggung Jawab Pidana Dealer PT. Indako Trading Coy


Kampung Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Selain membahas tentang hak dan kewajiban para pihak dalam

perjanjian jual beli, Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga

mengatur tentang jual beli secara pemesanan atau indent, yaitu terdapat di

dalam Pasal 16 yang berbunyi :

“Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui


pesanan dilarang untuk :
a. Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan
waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
b. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau
prestasi.”

Pelaku usaha yang melalaikan tanggung jawabnya dan melanggar

larangan-larangan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen dikategorikan sebagai telah

melakukan wanprestasi dan untuk itu terdapat 3 (tiga) jenis sanksi, yaitu:

a. Sanksi Administratif;
Sanksi administratif ditentukan dalam Pasal 60 Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen dimana Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) diberi kewenangan untuk menjatuhkan
sanksi administratif yaitu yang berupa ganti rugi paling
banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
161
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
108

Sehingga kewenangan ada pada Badan Penyelesaian


Sengketa Konsumen (BPSK), bukan pada pengadilan.
Sanksi administrasi tersebut dapat dijatuhkan terhadap para
pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal
19 ayat (2) dan ayat (3), yaitu tentang tanggung jawab
pembayaran ganti kerugian dari pelaku usaha kepada
konsumen yang dirugikan akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

b. Sanksi Pidana Pokok;


Sanksi pidana pokok adalah sanksi yang dapat dikenakan
dan dijatuhkan oleh pengadilan atas tuntutan jaksa penuntut
umum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku
usaha.
1) Pidana penjara paling lama 5 tahun atas pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal
11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17
ayat (1) huruf a, b, c, dan e, ayat (2) dan Pasal 18.
2) Pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) terhadap pelanggaran atas ketentuan Pasal
11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16,
Pasal 17 ayat (1) huruf d dan f.

c. Sanksi Pidana Tambahan.


Ketentuan Pasal 63 Undang-Undang tentang Perlindungan
Konsumen memungkinkan diberikannya sanksi pidana
tambahan di luar sanksi pidana pokok yang dapat
dijatuhkan berdasarkan ketentuan Pasal 62 Undang-Undang
tentang Perlindungan Konsumen. Selain sanksi pokok maka
diatur juga sanksisanksi pidana tambahan yang dapat
dijatuhkan berupa:
1) Perampasan barang tertentu;
2) Pengumuman keputusan hakim;
3) Pembayaran ganti rugi;
4) Perintah penghentian kegiatan tertentu yang
menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
5) Kewajiban penarikan barang dari peredaran
6) Pencabutan izin usaha.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun

1999 khususnya Pasal 62 ayat (1) disebutkan tentang sanksi pidana yang

dapat diberikan terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 16 ayat (2).
109

Ketentuan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 yang

mengenakan sanksi pidana merupakan sanksi utama bagi pelaku usaha

yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang

No. 8 Tahun 1999. Sanksi di dalam Pasal 62 ayat (1) berupa sanksi pidana

penjara maksimal 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak

Rp.2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

Didalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen Pasal 19 dijelaskan mengenai tanggung jawab pelaku usaha

yaitu :

a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi


atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen
akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilakan
atau diperdagangkan.
b. Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara
nilainya atau perawatan, kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
d. Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan
adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut
mengenai adanya unsur kesalahan.

Lingkup tanggung jawab pembayaran ganti kerugian, secara

umum, tuntutan ganti kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat

penggunaan produk, baik yang berupa kerugian materi, fisik maupun jiwa,

dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang telah disebutkan yang

secara garis besar hanya ada dua kategori, yaitu tuntutan ganti kerugian

berdasarkan wanprestasi dan perbuatan melanggar hukum.162


162
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2005), hal. 127
110

Ditetapkannya Undang-undang No.8 tahun 1999, tentang

Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat UUPK) memberikan dasar

hukum yang kuat pada konsumen untuk menuntut hak-haknya. Dalam

praktek pada umumnya pihak produsen mau bertanggung jawab

terhadap sepeda motor baru yang terbukti mengandung cacat tersembunyi,

akan tetapi tanggung jawab produsen tersebut tidak diberikan secara

langsung kepada konsumen yang mengalami kerugian dalam hal ini

pihak produsen bertanggung jawab melalui penjual, kemudian pihak

penjual bertanggung jawab kepada konsumen.

Dalam pelaksanaan jual beli sepeda sepeda motor secara tunai

maupun kredit, pihak dealer memberikan garansi servis selama empat

kali dalam satu tahun dan pada servis awal akan diberikan gratis

ganti oli setelah kilometer pada sepeda sepeda motor sudah mencapai

1000 dan seterusnya. Garansi tersebut bisa diklaim hanya dengan

membawa buku garansi servis dan juga surat tanda nomor kendaraan

(STNK) pemilik.163

Pada penggantian kerugian akibat cacat tersembunyi akan sama

saja antara konsumen yang membeli tunai ataupun kredit. Sepeda motor

yang mengalami kerusakan dipersilahkan untuk dibawa ke bengkel resmi

AHASS PT Indako Trading Coy Kampung Pajak untuk segera di perbaiki

dan biaya di tanggung pihak Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung

Pajak. Dalam hal ini antara penjual dan konsumen telah melakukan suatu

163
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
111

perjanjian dimana apabila ada kerusakan akibat cacat tersembunyi maka

yang akan mengganti dan menanggung biaya kerusakan adalah dealer.

Sudah bagian tanggung jawab dealer untuk menanggung segala hal

kerusakan ataupun yang lainnya yang berhubungan dengan konsumen

yang ditanggungnya.164

3. Tanggung Jawab Hukum Administrasi Negara Dealer PT.


Indako Trading Coy Kampung Pajak Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen

Dalam hukum administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi

merupakan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal

dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis. Pada umumnya,

memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan norma-

norma hukum administrasi tertentu, diiringi pula dengan memberikan

kewenangan untuk menegakkan norma-norma itu melalui penerapan

sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma hukum administrasi

tersebut.165

Sanksi hukum administrasi merupakan sanksi yang penerapannya

tidak melalui perantaraan hakim. Pemerintah berwenang untuk bilamana

perlu, tanpa keharusan perantaraan hakim terlebih dahulu bertindak jauh

secara nyata. Sasaran sanksi administrasi adalah perbuatan yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sehingga secara

164
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
165
Ridwan HR, Hukum Adminstrasi Negara, (Jakarta: PT. Radja Grafindo, 2008), hal. 313-314
112

prinsipil berbeda dengan pemberian sanksi pidana maupun tanggung jawab

perdata yang ditujukan kepada orang (pelakunya).166

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, mengatur mengenai Sanksi Administratif, Pasal 60 ayat:

1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang


menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha
yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20,
Pasal 25, dan Pasal 26.
2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling
banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan
perundang-undangan.

C. Upaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Wanprestasi dalam


Perjanjian Jual Beli Sepeda motor dengan Sistem Indent pada Dealer
PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak

1. Penyelesaian Sengketa Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli


Sepeda motor dengan Sistem Indent secara Non-Litigasi

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan secara khusus diatur dala

m Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pe

nyelesaian Sengketa. Dalam Pasal 1 Ayat (10) Undang-Undang No. 30 Ta

hun 1999 ini memberikan definisi tentang alternatif penyelesaian sengketa,

yaitu: “Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian seng

keta atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakn

166
Ibid.
113

i penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, medias

i, konsiliasi, atau penilaian ahli.”167

Alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan memiliki beber

apa cara sebagai berikut:

a. Konsultasi merupakan “suatu tindakan yang bersifat person


al antara suatu pihak tertentu (client) dengan pihak lain yan
g merupakan pihak konsultan, dimana pihak konsultan mem
berikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan
dan kebutuhan kliennya.”
b. Negosiasi merupakan “suatu upaya penyelesaian sengketa a
ntara para pihak tanpa melalui proses pengadilan dengan tuj
uan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama ya
ng lebih harmonis dan kreatif.”
c. Mediasi merupakan “cara penyelesaian sengketa melalui pr
oses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para piha
k dengan dibantu oleh mediator.”
d. Konsilasi merupakan “penengah yang akan bertindak menja
di konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan tujuan
mengusahakan solusi yang dapat diterima oleh masing-masi
ng pihak.”
e. Penilaian ahli merupakan “pendapat para ahli untuk suatu h
al yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang keahlianny
a.”168

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tenta

ng Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa pada Pasal 6, penyelesa

ian sengketa melalui cara-cara alternatif di atas harus diselesaikan dalam p

ertemuan langsung antara para pihak dan hasilnya dituangkan dalam suatu

kesepakatan tertulis. Apabila penyelesaian sengketa melalui alternatif peny

elesaian sengketa dapat tercapai, maka hal tersebut bersifat final dan meng

Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), ( Jakarta: Sinar Grafika, 2008),
167

hal. 180
168
Pasal 6 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
114

ikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib did

aftarkan pada Pengadilan Negeri.169

Sebaliknya, apabila usaha perdamaian melalui alternatif penyelesai

an sengketa tidak tercapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secar

a tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaian ke lembaga arbitrase.

Non litigasi ialah “upaya diskusi secara kekeluargaan untuk menca

pai kesepakatan dimana dapat dilakukan melalui musyawarah dan/atau neg

oisasi.”170

Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen memberikan

alternatif penyelesaian melalui badan di luar sistem peradilan yang disebut

dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), selain melalui

pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan

konsumen.171

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dalam Pasal 23 mengatakan bahwa apabila pelaku usaha

pabrikan dan/atau pelaku usaha distributor menolak dan/atau tidak

memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan

konsumen, maka konsumen diberikan hak untuk menggugat pelaku usaha

dan menyelesaikan perselisihan yang timbul melalui Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen atau dengan cara mengajukan gugatan kepada badan

peradilan di tempat kedudukan konsumen.172


169
Ibid.
Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2003),
170

hal.121
171
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Cetakan
Keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 72
172
Ibid, hal.73
115

Untuk mengakomodasi kewenangan yang diberikan oleh undang-

undang tentang perlindungan konsumen kepada BPSK selaku lembaga

yang betugas untuk menyelesaikan persengketaan konsumen di luar

pengadilan. Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen memberikan

kewenangan kepada BPSK untuk menjatuhkan sanksi adminsitrasi bagi

pelaku usaha yang melanggar larangan-larangan tertentu yang dikenakan

bagi pelaku usaha. BPSK sebagai suatu lembaga penyelesaian perselisihan

di luar pengadilan dalam memutuskan pelaksanaan atau penetapan

eksekusinya harus meminta keputusan dari pengadilan.173

Dalam kasus ini Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak

biasanya mengutamakan musyawarah terlebih dahulu, seperti unit indent

sering datang tidak tepat waktu, biasanya pihak dealer akan menelpon

pihak konsumen kembali dan menjelaskan bahwa unit indent akan datang

terlambat dan menanyakan kembali apakah akan melanjutkan indent atau

membatalkan, dan seperti adanya cacat tersembunyi, konsumen datang

untuk complain dan Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung siap

bertanggung jawab atas kecacatan tersebut sampai unit sepeda sepeda

motor yang cacat kembali bagus dan dapat digunakan.174

Pada umumnya upaya hukum dilakukan harus terlebih dahulu beru

pa jalur non litigasi, jika telah dilakukan upaya hukum melalui jalur litigasi

namun belum tercapai hasil maka baru dilakukan melalui jalur litigasi yait

u gugatan ke pengadilan negeri setempat. Oleh karena itu maka dalam


173
Ibid, hal. 73-74
174
Hasil Wawancara dengan Tika, Sales Sepeda motor Indako, Wawancara Tanggal 05
November 2022
116

kasus ini digunakan upaya hukum yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku yaitu melalui non litigasi maupun litigasi 175

2. Penyelesaian Sengketa Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli


Sepeda motor dengan Sistem Indent secara Litigasi

Proses penyelesaian sengketa yang dilaksanakan melalui pengadila

n atau yang sering disebut dengan istilah litigasi, yaitu “proses penyelesaia

n sengketa ini mengakibatkan semua pihak yang bersengketa saling berhad

apan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya di muka pengadila

n.” Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah put

usan yang menyatakan win-lose solution.176

Dalam undang-undang disebut bahwa apabila upaya hukum jalur n

on litigasi tidak membuahkan hasil, maka dapat dilakukan upaya hukum ja

lur litigasi dimana penyelesaiannya dilakukan melalui gugatan Pengadilan

Negeri setempat.177 Karena atas penjabaran panjang diatas bahwa perjanjia

n antara kedua pihak telah sah secara hukum dan memiliki kekuatan huku

m maka pihak pemilik online shop dapat mengajukan gugatan wanprestasi

nya ke pengadilan negeri setempat. 178 Hal ini sesuai dengan Pasal 1267 Kit

ab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:

175
Sukarmi, Cyber Law Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha,
(Bandung: Pustaka Sutra, 2008), hal.26
176
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan,
(Jakarta: Grafindo Persada, 2012), hal. 16
177
Muhammad Teguh Pangestu, Pokok-pokok Hukum Kontrak, (Makassar: CV. Social
Politics Genius, 2019), hal.48
178
Marilang, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Makassar:
Indonesia Prime, 2017), hal.149
117

“Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih;

memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu

masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, den

gan penggantian biaya, kerugian dan bunga.”

Menurut Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

bahwa :

“Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pen
gembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejeni
s atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberia
n santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-und
angan yang berlaku.”

Dalam kasus yang diangkat pada penelitian ini, ganti rugi yang dap

at dilakukan dealer yaitu berupa pengembalian uang muka dan

memberikan service sesuai garansi kepada konsumen karena konsumen ti

dak menerima haknya dengan benar seperti apa yang telah diperjanjian seb

elumnya.

Konsumen dapat melakukan gugatan ke pengadilan negeri dengan

gugatan wanprestasi yang dilakukan dealer untuk mendapatkan hak-hakny

a kembali. Gugatan dianggap sebagai suatu upaya hukum yang paling efek

tif yang dapat dilakukan konsumen untuk mendapatkan ganti kerugian sert

a memberikan efek jera kepada pihak yang melanggar prestasi atau pihak y

ang melakukan wanprestasi.179

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa upaya hukum ya

ng dapat diambil oleh konsumen kepada pihak dealer apabila terjadi wanpr
179
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta:
Kencana, 2008), hal. 229
118

estasi ialah berupa upaya hukum melalui jalur litigasi maupun non-litigasi

asal terpenuhinya syarat sah perjanjian dan cukup bukti.180

Pada umumnya upaya hukum dilakukan harus terlebih dahulu beru

pa jalur non litigasi, jika telah dilakukan upaya hukum melalui jalur non-lit

igasi namun belum tercapai hasil maka baru dilakukan melalui jalur litigasi

yaitu gugatan ke pengadilan negeri setempat.181

Apabila penyelesaian sengketa secara non litigasi tidak berhasil, m

aka penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan penyelesaian secara liti

gasi, yakni dengan mengajukan gugatan dengan tuntutan berupa pemenuha

n prestasi atau permintaan ganti rugi, bunga, pembatalan perjanjian yang te

lah dibuat, membayar biaya perkara, membayar biaya eksekusi.182

Supianto, Hukum Jaminan Fidusia Prinsip Publisitas Pada Jaminan Fidusia,


180

(Yogyakarta: Garudhawaca, 2015), hal.54


181
Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan: Yang Lahir dari
Hubungan Kontraktual, (Jakarta: Kencana, 2014), hal.82
182
Sarwono,Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal.
306
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dalam skripsi

ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda motor secara indent pada

Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak dilakukan dengan

perjanjian tertulis berupa SPK. Dimana, perjanjian ini sudah memenuhi

syarat sahnya perjanjian yang terdapat di dalam KUHPer. SPK berisi

mengenai jenis sepeda sepeda motor yang dipesan, metode pembayaran dan

jumlah DP (Down Payment) yang diberikan serta waktu pengiriman unit

sepeda motor yang kemudian akan ditanda tangani oleh pihak yang

bersangkutan. Hak dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan perjanjian

jual beli sepeda motor secara indent pada Dealer PT. Indako Trading Coy

Kampung Pajak akan dijelaskan secara lisan. Setelah sepeda motor yang

dipesan datang, maka pihak konsumen akan melakukan pelunasan yang

kemudian disusul dengan dikirimnya unit sepeda motor tersebut oleh dealer

ke alamat konsumen.

2. Ditemukan kendala dalam pelaksanaan jual beli kendaraan secara indent

pada Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak yaitu, adanya

wanprestasi pihak penjual dalam bentuk keterlambatan kedatangan unit

sepeda motor yang mana jadwalnya tidak sesuai dengan kesepakatan awal

88
120

dan adanya cacat tersembunyi pada sepeda motor yang diterima oleh

konsumen.

3. Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak bertanggung jawab atas

tindakan wanprestasi yang dilakukannya terhadap konsumen. Dalam hal ini

mereka akan melakukan musyawarah bersama konsumen dengan

menjelaskan alasan keterlambatan datangnya unit sepeda motor yang

dipesan serta memberikan tawaran seperti apakah indent akan tetap

dilanjutkan atau dibatalkan. Selain itu, sebagai bentuk

pertanggungjawabannya terhadap cacat tersembunyi, pihak dealer PT.

Indako Trading Coy Kampung Pajak akan melakukan pengajuan claim

garansi untuk membawa sepeda motor ke bengkel resmi Honda Dealer PT.

Indako Trading Coy Kampung Pajak untuk segera di perbaiki dan biaya di

tanggung pihak Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak.

B. Saran
Saran yang dapat dikemukakan oleh penulis terkait penulisan skripsi ini

adalah antara lain:

1. Sebaiknya dalam proses pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda motor

secara indent pada Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak, hak

dan kewajiban para pihak secara jelas dan rinci dicantumkan dalam SPK

yang berupa perjanjian tertulis agar dapat lebih rinci menafsirkan maksud-

maksud para pihak dalam perjanjian, serta memberikan perlindungan hukum

yang pasti dalam proses pelaksanaannya.


121

2. Seharusnya karena perjanjian jual beli yang dilakukan telah memenuhi

syarat, para pihak diharapkan benar-benar menjalankan hak dan kewajiban

sesuai dengan apa yang telah ditetapkan di dalam isi perjanjian mengingat

perjanjian tersebut menjadi Undang-Undang bagi para pihak yang

membuatnya.

3. Sebaiknya pihak Dealer PT. Indako Trading Coy Kampung Pajak lebih

berhati-hati dan teliti dalam memenuhi pesanan konsumen sebagai bentuk

tanggung jawab dalam pelaksanaan perjanjian jual beli agar tidak

menimbulkan kerugian-kerugian yang diderita oleh konsumen.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adolf, Huala. 2006. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional. Refika Aditama,


Bandung.

Amriani, Nurnaningsih. 2012. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di


Pengadilan. Grafindo Persada, Jakarta.

Andasasmita, Komar. 1990. Notaris II Contoh Akta Otentik dan Penjelasannya, C


et. 2. Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, Bandung.

Anita Sinaga, Nur. 2020. Wanprestasi dan Akibatnya dalam Pelaksanaan Perjanji
an. Universitas Surya Darma, Jakarta.

Azwar, Sarifudin. 1998. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar, Yogyakarta


.
Faesal, Sanafiah. 2002. Dasar dan Teknik Penelitian Keilmuan Sosial. Usaha Nasi
onal, Surabaya.

Fatoni, Abdurrahman. 2011. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skrip


si. Rineka Cipta, Jakarta.

H.S. Salim. 2003. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar
Grafika, Jakarta.

Hadi, Sutrisno. 1987. Metodologi Research II Cet, XVI. Yayasan Penerbitam Faku
ltas Psikologi UGM, Yogyakarta.

Hamzah, Andi. 2005. Kamus Hukum. Ghalia Indonesia, Jakarta

Hanitijo Soemitro, Ronny. 1983. Metodologi Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia,


Jakarta.

Harahap, Yahya. 1986. Segi – Segi Hukum Perjanjian, PT Alumni, Bandung

Ibrahim, Jhonny. 2006. Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif. Bayum
edia, Surabaya.

Istanto, Sugeng. 2014. Hukum Internasional Cet. 2. Universitas Atmajaya, Yogya


karta.

91
123

Khairandy, Ridwan. 2013. Hukum Kontrak Indonesia, Cetakan Pertama. FH UII,


Yogyakarta.

Mahmud Marzuki, Peter. 2011. Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media


Group, Jakarta.

Masyohen Sofwan, Sri Soedewi. 1981. Hukum Acara Perdata Indonesia dalam
Teori dan Praktek. Liberty, Yogyakarta.

Mertokusumo, Sudikno. 2005. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty,


Yogyakarta.

Miru, Ahmad. 2011. Hukum Perikatan (Penjelasan Pasal 1313 sampai 1456 BW).
Rajagrafindo Persada, Jakarta

___________. 2012. Hukum Perikatan. Rajawali Press, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2000. Hukum Perjanjian. Pt Citra Aditya Bakti,


Bandung.

Muljadi, Kartini. 2003. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. PT Raja Grafindo,
Jakarta.

_____________. 2005. Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang. PT Raja


Grafindo, Jakarta

Notoatmojo,Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

Oka Setiawan, I Ketut. 2017. Hukum Perikatan. Sinar Grafika, Jakarta.

Panagian Naibaho, Khepin. 2019. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen atas


Barang Rusak dalam Perjanjian Jual Beli Barang Elektronik. Universitas
HKBP Nommensen, Medan.

Poerwadarminta, W.J.S. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka,


Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono. 1979. Asas-asas Hukum Perdata, cetakan ketujuh. Sumur,


Bandung.

S. Meliala, Djaja. 2007. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan


Hukum Perikatan. Nuansa Aulia, Bandung.

Satrio, J. 2002. Hukum Perjanjian. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sheili Lumempow, Felly Yanti. 2017. Kedudukan Hukum Pihak Pembeli


Terhadap Pihak Penjual yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum
124

dalam Perjanjian Jual Beli Tanah menurut Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata. Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi. Grasindo,


Jakarta.

Sianipar, M. 2021. Tinjauan Huku, atas Kekuatam Uang Panjar Dalam


Perjanjian Jual Beli Tanah. Universitas HKBP Nommensen, Medan.

Soekamto, Soerjono. 1979. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Rajawali Pers,


Jakarta.

__________________. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. University Indonesia


Press, Jakarta.

Subekti, R. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. 2. PT Intermasa, Jakarta.

________. 1995. Aneka Perjanjian. Citra Aditya Bakti, Jakarta

________. 2002. Hukum Perjanjian. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sugeng. 2020. Hukum Telematika Indonesia. Prenadamedia Group, Jakarta.

Sugiyono. 1998. Metodologi Penelitian Administrasi. CV Alfabeta, Bandung.

Sukarmi. 2008. Cyber Law Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku


Usaha. Pustaka Suttra, Bandung.

Syamsudin Meliala. Aqirom. 2010. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta


Perkembangannya. Liberty, Yogyakarta.

Teguh Pangestu,Muhammad. 2019. Pokok-pokok Hukum Kontrak. CV. Social


Politics Genius, Makassar.

Tjitrosudibio, R. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet 28. Pradnya


Paramita, Jakarta.

Tri Siwi Kristianti, Celina. 2009. Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika,
Jakarta.

Triwulan, Titik. 2010. Perlindungan Hukum Bagi Pasien. Prestasi Pustaka,


Jakarta.

Utrecht. E. 1965. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Universitas, Jakarta.

Van Apledoorn, L. J. 1983. Pengantar Ilmu Hukum. Pradnya Paramita, Jakarta.


125

Widjaja, Gunawan (2003). Jual Beli. PT Rajagrafindo, Jakarta

Yahman. 2015. Karateristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan, Cet Ke-2.
Kharisma Putra Kencana, Jakarta.

Yahya Harahap, M. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung.

Yunita Sari, Merli. 2014. Tanggung Jawab Rumah Sakit Dalam Transaksi
Terapeutik, Universitas Lampung, Lampung,

Zainal, Idris. 1985. Ketentuan Jual Beli Menurut Hukum Perdata. Fakultas
Hukum USU, Medan.

B. Jurnal
Eko Muljono,Bambang. 2016. Perlindungan Hukum Bagi Pihak Penjual Terhadap
Pihak Pembeli Wanprestasi Dalam Ikatan Jual Beli Tanah. Jurnal
Independent, Vol.4 No.2. Hal. 43

Handayani, Emi Puasa, Zainal Arifin, dan Saivol Virdaus. 2018. Jurnal Hukum
Acara Perdata: “Liability Without Faulth dalam Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup di Indonesia”. Kediri: Adhaper. Hal. 19

Indah Sari. 2020. Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Dalam Hukum Pidana dan
Hukum Perdata. Jurnal Ilmiah Jakarta: Universitas Dirgantara Marsekal
Suryadarma. Hal. 68

Purwaningsih, Prihatini. 2018. Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tanaman Hias


secara Lisan di Rehan Floris Kota Bogor. Yustisi: Jurnal Hukum &
Hukum Islam, Vol. 5, No. 2. Hal. 132

Slamet, Sri Redjeki. 2013. Tuntutan Ganti Rugi Dalam Perbuatan Melawan
Hukum: Suatu Perbandingan Dengan Wanprestasi. Lex Jurnalica 10.2.
Hal. 93

Sudjana. 2019. Akibat Hukum Wanprestasi dan Tanggung Jawab Para Pihak
dalam Transaksi Anjak Piutang. Jurnal VeJ, Vol. 5, No. 2. Bandung:
Universitas Parahyangan. Hal. 71

Suriyadi. 2021. Tanggung Gugat Penjual dan Jasa Pengantaran dalam Transaksi
Jual Beli Online dengan Metode Cash On Delivery. Jurnal El-Iqtishady 3,
No. 1. Hal.32

Yudhi Setiawan, Budi Sutrisno, dan Ari Rahmad Hakim B.F. 2020. Pelaksanaan
Pasal 1338 Ayat (1) (3) KUHPdt Tentang Kebebasan Berkontrak dan
Itikad Baik dalam Pembiayaan Kendaraan Bersepeda Motor. Jurnal
126

Kompilasi Hukum. Hal.102

C. Skripsi

Mulyawan, Avica Vianida, Septarina Budiwati. 2020. Analisis Yuridis Perjanjian


Jual Beli Sepeda motor dengan Sistem Inden Berdasarkan Perspektif
Hukum Perjanjian (Studi di Dealer Honda Pati). Skripsi thesis,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Munawarah Pane, Januba. 2022. Akibat Hukum Wanprestasi dalam Perjanjian


Jual Beli Sepeda Sepeda motor dengan Sistem Inden (Studi di CV. Indah
Sakti Kota Pinang), Skripsi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Medan.

Wariskun Lillah, 2018. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Jual Beli
Mobil Dengan Sistem Inden, Skripsi, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta.

D. Laman/Internet
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/restatement/detail/
11e9b3876b28a09683cd313833363231.html.

E. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Anda mungkin juga menyukai