Anda di halaman 1dari 127

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

KONSUMEN YANG MEMBELI SMARTPHONE BERSTATUS BLACK


MARKET DI E-COMMERCE YANG DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN
1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Ilmu Hukum

Program Kekhususan Hukum Perdata

Diajukan oleh:

Muhammad Nur Rizky

NIM: 30301900235

PROGRAM STUDI (S.1) ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)

SEMARANG

2023
i
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

- Niscaya Allah SWT akan meningkatkan orang-orang yang beriman

diantara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan ke berbagai

derajat

(Q.S. 58 : 11)

- Ubah suara cemoohan menjadi suara tepuk tangan.

Persembahan :

1. Kedua Orang Tua

2. Almamaterku UNISSULA

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT

yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada Penulis terutama dalam

penyelesaian skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada

junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam menjalani

kehidupan yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman

yang terang benderang ini.

Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penyusunan skripsi ini,

terdapat beberapa kendala. Namun, berkat bantuan, motivasi, dukungan serta do’a

dari berbagai pihak, akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

lancar. Oleh karena itu, dengan segala hormat serta kerendahan hati, Penulis

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua beserta kakak dan adik Penulis, atas dukungan,

motivasi, dan do’a setiap saat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Prof. Dr. H. Gunarto, S.H., S.E., Akt., M.Hum. selaku Rektor

Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

3. Dr. Bambang Tri Bawono S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

4. Dr. Hj. Widayati S.H., M.H. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang telah memberikan saya

v
kesempatan magang (internship) di PT KIW selama 6 bulan hingga Saya

menyelesaikan skripsi ini.

5. Dr. Achmad Arifullah, SH, M.H. selaku Kepala Program Studi S1 Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

6. Dr. Setyawati, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing skripsi yang

telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan arahan serta

motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Dr. Hj. Peni Rinda Listyawati, S.H., M.Hum. selaku Dosen Wali sejak

awal kuliah hingga Penulis menyelesaikan skripsi ini.

8. Dr. Denny Suwondo, SH, MH selaku Dosen yang telah menyetujui judul

skripsi yang Saya ambil ini.

9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen yang ada di Fakultas Hukum Universitas

Islam Sultan Agung Semarang, yang telah memberikan ilmu sehingga

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh Civitas Akademisi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan

Agung Semarang, yang telah membantu dan memfasilitasi segala

keperluan mahasiswa/i sehingga mahasiswa/i dapat melaksanakan

program kegiatan belajar mengajar dengan rasa nyaman.

11. Temen-temen perjuangan Angkatan 2019 yang selalu memberikan

semangat, dukungan serta motivasi kepada Penulis.

12. Temen-temen dari Lembaga Semi Otonom Debat, Peradilan Semu, dan

Riset (DPR) FH Unissula yang menemani hari-hari Penulis dengan

vi
berbagai kegiatannya sehingga Penulis tidak merasa jenuh dalam

menyelesaikan skripsi ini.

13. Serta seluruh pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu, yang

telah memberikan ide maupun tenaga sehingga Penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Demikian ucapan terima kasih ini Penulis sampaikan. Semoga Allah SWT

membalas kebaikan semua pihak dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi semua orang.

Aamiin ya rabbal ‘alamin.

Semarang, 07 Januari 2023

Muhammad Nur Rizky

vii
ABSTRAK

E-commerce adalah suatu transaksi jual beli secara elektronik melalui media
internet. E-commerce merupakan bentuk perdagangan yang mempunyai
karakteristik tersendiri yaitu tidak bertemunya konsumen dan pelaku usaha
melainkan melalui media internet. Dengan tidak bertemunya kedua pihak dalam
transaksi tersebut, sering terjadi perselisihan yang merugikan konsumen. Tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui mekanisme dan akibat hukum yang timbul
serta perlindungan hukum dan solusi terhadap konsumen yang membeli smartphone
berstatus black market di e-commerce yang ditinjau dari Undang-undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Metode penelitian yang digunakan Penulis yaitu dengan pendekatan
penelitian yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis yang
menggunakan data primer dan data sekunder dengan metode pengumpulan data
studi kepustakaan dan metode analisis data berupa data kualitatif.
Dari penelitian ini, terdapat 4 mekanisme dalam transaksi jual beli melalui
e-commerce yaitu penawaran, penerimaan, pembayaran, dan pengiriman. Akibat
hukum dalam transaksi jual beli e-commerce dikatakan sah sesuai dalam Pasal 18
ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Perlindungan hukum
terhadap konsumen terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 8
Tentang Perlindungan Konsumen. Solusi bagi konsumen yang membeli
smartphone berstatus black market di e-commerce dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu melalui litigasi dan non litigasi seperti mediasi, arbitrase, dan konsiliasi.
Kata Kunci : Analisis Yuridis, Perlindungan Hukum Konsumen, Smartphone
Black Market, E-Commerce, Perlindungan Konsumen

viii
ABSTRACT

E-commerce is an electronic buying and selling transaction through


internet media. E-commerce is a form of trade that has its own characteristics,
namely that consumers and business actors do not meet, but rather through the
internet. By not meeting the two parties in the transaction, disputes often occur
which harm consumers. The purpose of this study is to find out the mechanisms and
legal consequences that arise as well as legal protection and solutions for consumers
who buy smartphones with black market status in e-commerce in terms of Law no.
8 of 1999 concerning Consumer Protection.
The research method used by the author is a normative juridical research
approach with descriptive analytical research specifications using primary data and
secondary data using library study data collection methods and data analysis
methods in the form of qualitative data.
From this study, there are 4 mechanisms in buying and selling transactions
through e-commerce, namely offering, receiving, paying, and shipping. Legal
consequences in e-commerce buying and selling transactions are said to be valid
according to Article 18 paragraph (1) of the Electronic Information and Transaction
Law. Legal protection for consumers is contained in Article 1 paragraph (1) of Law
Number 8 Concerning Consumer Protection. Solutions for consumers who buy
smartphones with black market status in e-commerce can be done in 2 ways, namely
through litigation and non-litigation such as mediation, arbitration and conciliation

Key Word : Juridical Analysis, Consumer Legal Protection, Smartphone Black


Market, E-Commerce, Consumer Protection

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. i


MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .............................................................. iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN UNGGAH KARYA ILMIAH ................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ v
ABSTRAK ....................................................................................................................... viii
ABSTRACT ......................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... x
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian..................................................................................................... 9
D. Kegunaan Penelitian................................................................................................ 9
1. Manfaat Teoritis ................................................................................................ 10
2. Manfaat Praktis ................................................................................................. 10
E. Terminologi ........................................................................................................... 11
F. Metode Penelitian.................................................................................................. 15
1. Pendekatan Penelitian ....................................................................................... 15
2. Spesifikasi Penelitian ........................................................................................ 15
3. Jenis dan Sumber Data ...................................................................................... 16
4. Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 18
5. Lokasi Penelitian ............................................................................................... 19
6. Metode Analisis Data ........................................................................................ 19
G. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 20
BAB II ............................................................................................................................... 22
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 22
A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum..................................................... 22
1. Pengertian Perlindungan Hukum ...................................................................... 22
2. Bentuk Perlindungan Hukum ............................................................................ 24

x
B. Perlindungan Konsumen ....................................................................................... 25
1. Pengertian Perlindungan Konsumen ................................................................. 25
2. Asas Asas Perlindungan Konsumen .................................................................. 27
3. Tujuan Perlindungan Konsumen ....................................................................... 29
4. Hak dan Kewajiban Konsumen ......................................................................... 30
5. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha .................................................................... 31
C. Smartphone Black Market ..................................................................................... 33
1. Pengertian Black Market ................................................................................... 33
2. Gambaran Umum Smartphone Black Market ................................................... 34
3. Dampak Smartphone Black Market bagi Perekonomian Indonesia .................. 35
D. Jual Beli Melalui E-commerce .............................................................................. 36
1. Pengertian E-commerce..................................................................................... 36
2. Akibat Hukum Jual Beli Melalui E-Commerce ................................................ 37
3. Jenis-Jenis Transaksi Dalam E-commerce ........................................................ 39
4. Kelebihan dan Kekurangan Jual Beli Melalui E-commerce.............................. 44
BAB III.............................................................................................................................. 53
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................................. 53
A. Mekanisme dan Akibat Hukum Jual Beli Smartphone Berstatus Black Market
Melalui E-commerce ..................................................................................................... 53
1. Mekanisme Jual Beli Smartphone Melalui E-commerce .................................. 53
2. Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Smartphone Melalui E-Commerce ........... 65
B. Perlindungan Hukum dan Solusi Terhadap Konsumen Yang Membeli Smatphone
Berstatus Black Market di E-commerce Sesuai Dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Pelindungan Konsumen................................................................................................. 75
1. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Membeli Smatphone
Berstatus Black Market di E-commerce Sesuai Dengan UU No. 8 Tahun 1999
tentang Pelindungan Konsumen ................................................................................ 75
2. Solusi Terhadap Konsumen Yang Membeli Smatphone Berstatus Black Market
di E-commerce Sesuai Dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen ................................................................................................................. 80
BAB IV ........................................................................................................................... 106
PENUTUP ....................................................................................................................... 106
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 106
1. Mekanisme dan Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Smartphone Berstatus
Black Market melalui E-commerce ......................................................................... 106

xi
2. Perlindungan Hukum dan Solusi Terhadap Konsumen Yang Membeli
Smatphone Berstatus Black Market di E-commerce Sesuai Dengan UU No. 8 Tahun
1999 tentang Pelindungan Konsumen ..................................................................... 107
B. Saran.................................................................................................................... 108
1. Bagi Konsumen ............................................................................................... 108
2. Bagi Pelaku Usaha dan Pemerintah................................................................. 108
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 110
A. Buku .................................................................................................................... 110
B. Peraturan PerUndang-undangan .......................................................................... 111
C. Jurnal ................................................................................................................... 111
D. Kamus Hukum dan Kamus Lainnya ................................................................... 111
E. Intermet ............................................................................................................... 111

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsumen adalah sebagai orang atau pihak tertentu yang membayar

untuk mendapatkan jasa atau produk dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan mereka. Istilah lain dari konsumen adalah pelanggan.1 Dalam

Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK), menjelaskan

pengertian konsumen bahwasanya:

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”2.

Maka dari itu konsumen adalah suatu orang yang memiliki kebutuhan dalam

kehidupan sehari-harinya yang memenuhi kebutuhannya dengan cara

membeli barang maupun menggunakan jasa untuk memenuhi

kebutuhannya. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk

diperjualbelikan kembali, maka disebut pengecer atau distributor.

Menurut Philip Kotler arti konsumen adalah semua individu dan

rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk

1
https://money.kompas.com/read/2021/09/11/195821026/apa-yang-dimaksud-dengan-konsumen
diakses pada 18 September 2022 pada pukul 16.25
2
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45288/uu-no-8-tahun-1999 diakses pada 15 September
2022 pada pukul 16.25

1
dikonsumsi pribadi3. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud

dengan konsumen ialah setiap orang yang memakai barang atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya maupun untuk berbagai kepentingan tanpa memperdagangkannya

kembali.

Manusia sebagai makhluk sosial tentunya memiliki keinginan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, hal tersebut sangat wajar mengingat

mereka selalu berinteraksi dengan sekitarnya. Sudah menjadi kodrat

manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan bantuan orang lain untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya manusia merupakan suatu

kesatuan hidup yang bersama-sama dan membutuhkan timbal balik, (sama-

sama saling membutuhkan).

Salah satu cara agar dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia yaitu

dengan jalan perniagaan atau perdagangan. Meskipun ada kesamaan

timbulnya kegiatan ekonomi yakni disebabkan oleh adanya kebutuhan dan

keinginan manusia, namun karena manusia sebagai anggota masyarakat

selalu membutuhkan apa yang dimiliki orang lain. Oleh karena itu jual beli

adalah salah satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian

maka mudahlah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya 4.

3
https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-konsumen.html diakses 18 September 2022
pada pukul 09.18.

4
Muhammad, 2005, Sistem dan Presedur Operasional Bank Syariah, UII Parts, hal. 22

2
Namun dalam setiap transaksi baik jasa atau dagang pihak yang

seringkali diuntungkan yaitu pihak penjual atau pemberi jasa. Hal ini

dikarenakan baik penjual atau pemberi jasa selalu mendapatkan keuntungan

yang lebih dari biaya atau harga yang mereka tawarkan. Terutama penjual

yang selalu membeli barang dari tangan produsen yang mempunyai harga

atau biaya yang lebih murah daripada harga barang yang ia jual kembali

kepada konsumen. Sehingga para konsumen harus membayar harga yang

lebih mahal daripada biaya yang penjual keluarkan untuk produk yang

dibeli konsumen.

Hal ini membuat konsumen merasa malas untuk membeli produk

secara langsung dengan harga yang lebih mahal. Konsumen lebih memilih

membeli barang atau memenuhi kebutuhannya melalui e-commerce yang

disebabkan harga suatu produk lebih murah dan bersifat kompetitif.

Perkembangan teknologi yang sangat pesat dan canggih membuat manusia

merasa dapat melakukan apa saja dengan lebih mudah. Selain itu, dengan

adanya perkembangan tekonologi yang maju tanpa disadari turut mengubah

perilaku manusia secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari. Salah

satu bukti nyata saat ini yaitu dengan adanya keberadaan internet.

Internet adalah jaringan komunikasi elektronik yang

menghubungkan jaringan komputer dengan fasilitas komputer di seluruh

3
dunia. Jaringan ini tersusun dan terorganisir melalui telepon atau satelit 5.

Internet sebagai suatu media informasi dan komunikasi elektronik telah

menjadi hal yang sangat dibutuhkan di era globalisasi. Dengan adanya

keberadaan internet, membuat manusia menjadi lebih mudah dalam

melakukan aktifitas sehari-hari. Salah satu contoh kegiatan masyarakat

yaitu transaksi jual beli. Dengan munculnya internet, membuat kegiatan

transaksi jual beli suatu produk menjadi lebih mudah. Sebelum adanya

internet, manusia selalu melakukan transaksi jual beli secara langsung yaitu

dengan datang ke suatu pasar atau toko untuk mencari dan memenuhi

kebutuhan mereka.

Terlebih di era revolusi industri 4.0, masyarakat tidak perlu repot-

repot untuk datang ke suatu tempat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Terlebih di era yang serba modern ini, telah muncul banyak aplikasi e-

commerce yang banyak menjual barang atau produk yang dibutuhkan dalam

kebutuhan sehari-hari. Hal ini membuat masyarakat menjadi lebih mudah

dalam melakukan transaksi jual beli. Adanya aplikasi e-commerce membuat

masyarakat tidak perlu membutuhkan tenaga yang lebih untuk memenuhi

kebutuhannya. Masyarakat hanya perlu membuka smartphone mereka lalu

cari aplikasi online shop atau e-commerce yang ada dan ketik di kolom cari

untuk memenuhi kebutuhan yang mereka ingin.

5
https://katadata.co.id/intan/berita/61ee4467db13b/internet-adalah-jaringan-komputer-ini-
pengertian-dan-sejarahnya diakses pada 18 September 2022 pukul 09.25

4
Meskipun di era revolusi industri 4.0, masih banyak masyarakat

yang lebih memilih untuk bertransaksi secara langsung daripada

membelinya lewat e-commerce. Hal ini disebabkan karena banyak dampak

kerugian yang dialami oleh konsumen dalam membeli suatu produk lewat

e-commerce seperti penipuan produk yang diterima oleh konsumen.

Penipuan produk yang dibeli melalui e-commerce merupakan kasus yang

sudah banyak terjadi. Kasus ini disebabkan karena masyarakat lebih tergiur

dengan harga yang lebih murah dalam aplikasi e-commerce. Dengan harga

yang murah, masyarakat lebih memilih bertransaksi jual beli secara e-

commerce sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari

dengan lebih hemat. Salah satu contoh kasus penipuan yang sering terjadi

yakni kasus penipuan dalam bertransaksi jual beli smartphone berstatus

black market.

Black market atau pasar gelap ialah sektor kegiatan ekonomi yang

melibatkan transaksi ekonomi ilegal, khususnya pembelian dan penjualan

barang dagangan secara tak sah 6. Black market adalah istilah untuk

menyebutkan barang yang tidak resmi atau illegal, biasanya memiliki harga

yang lebih murah dari barang yang asli dan tidak berasuransi sehingga

apabila terjadi kerusakan dan sebagainya konsumen tidak bisa melakukan

klaim atau meminta ganti. Barang yang dijual dalam status black market

biasanya berupa penjualan senjata, obat-obatan terlarang, atau barang

6
https://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_gelap diakses pada tanggal 8 September 2022 pukul 13.58

5
elektronik lainnya. Barang yang dijual di dalam black market atau pasar

gelap terkadang dapat berupa barang resmi namun dijual secara illegal

untuk menghindari pembayaran pajak atau syarat lisensi.

Dengan adanya black market yang ada di Indonesia merusak harga

pasar yang ada, hal ini dikarenakan harga yang dijual oleh barang yang

berstatus black market cenderung lebih murah. Tentu saja, itu menjadi daya

tarik masyarakat untuk lebih memilih dan membeli barang dengan harga

yang lebih murah. Salah satu barang yang sering dijual dengan status black

market yaitu smartphone. Di era revolusi industri 4.0, banyak aplikasi

online shop atau e-commerce yang menjual smartphone dengan harga yang

murah daripada harga yang biasa kita temui di toko smartphone secara

langsung. Dengan harga yang relatif lebih murah, pasti masyarakat lebih

memilih smartphone yang dijual di e-commerce. Selain lebih murah,

masyarakat yang membeli smartphone melalui e-commerce jauh lebih

mudah dan tidak perlu repot-repot untuk datang ke toko langsung.

Namun, membeli suatu barang melalui e-commerce tidak selalu

menguntungkan konsumen. Bertransaksi melalui sistem online terkadang

juga dapat merugikan konsumen seperti membeli smartphone yang ternyata

berstatus black market. Tentu saja hal ini sangat merugikan bagi konsumen

yang kadang tidak tau bahwa smartphone yang ia beli ternyata berstatus

black market. Ketidaktahuan dan tidak ada informasi yang lengkap dari e-

commerce menyebabkan kerugian yang dialami konsumen. Dalam hal ini

6
sering terjadi kasus tersebut seharusnya mendapatkan perhatian khusus

seperti bentuk perlindungan konsumen seperti apa agar tidak terjadi

kejadian yang sama.

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disebut UUPK), yang dimaksud

Perlindungan Konsumen adalah segala upaya menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Adanya UUPK ini

bertujuan untuk melindungi hak dan kewajiban yang dimiliki oleh

konsumen ketika bertransaksi jual beli suatu produk khususnya smatphone.

Selanjutnya Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan

usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang

didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam Wilayah

Hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi.7. Penjelasan pelaku usaha dalam pengertian ini adalah

perusahaan, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.

Mengenai hak konsumen yang berkaitan dengan perdagangan

smartphone Black Market terdapat pada Pasal 4 (c) yang berbunyi “hak atas

informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang/atau jasa”. Kemudian Pasal 7 (b) menjelaskan tentang kewajiban

7
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45288/uu-no-8-tahun-1999 diakses pada 15 September
2022 pada pukul 20.30

7
pelaku usaha yang berbunyi “memberikan informasi yang benar, jelas dan

jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta

memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan”.

Dengan adanya ketentuan peraturan tersebut, maka pelaku usaha yang

menjual atau memasarkan produknya harus memberikan informasi yang

jelas terkait produk yang mereka jual. Hal ini bertujuan untuk

mengantisipasi adanya kejadian yang dapat menimbulkan kerugian oleh

konsumen.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian hukum dengan judul : ANALISIS YURIDIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG

MEMBELI SMARTPHONE BERSTATUS BLACK MARKET DI E-

COMMERCE YANG DITINJAU DARI UU NO. 8 TAHUN 1999

TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijabarkan tersebut, maka Peneliti

dapat merumuskan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana mekanisme dan akibat hukum perjanjian jual beli

Smartphone berstatus Black Market melalui E-commerce?

8
2. Bagaimana perlindungan hukum dan solusi terhadap konsumen yang

membeli Smatphone berstatus Black Market di E-commerce sesuai

dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan secara umum dari penelitian ini adalah untuk

memahami lebih dalam mengenai permasalahan yang tercantum dalam

rumusan masalah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui mekanisme dan akibat jual beli smartphone berstatus

black market melalui e-commerce.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum dan solusi yang dapat diberikan

oleh konsumen dalam bertransaksi Smartphone berstatus Black Market

melalui E-commerce sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

D. Kegunaan Penelitian

Dengan dilakukannya Penelitian hukum mengenai Analisis Yuridis

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Membeli Smartphone

Berstatus Black Market di E-commerce Yang Ditinjau Dari UU No. 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Hasil Penelitian diharapkan tidak

hanya bermanfaat bagi peneliti saja, melainkan peneliti juga berharap

9
bahwa hasil penelitian ini juga memiliki manfaat bagi semua pihak. Maka

dari itu, manfaat dari penelitian hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian hukum ini diharapkan memiliki manfaat

yaitu :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

proses perkembangan hukum keperdataan pada umumnya

khususnya dalam ruang lingkup Hukum Perdata terkait

Perlindungan Konsumen.

b. Dapat memperluas dan menambah ilmu bagi Peneliti selaku pihak

yang melakukan Penelitian.

2. Manfaat Praktis

Manfaat secara praktis dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat

sebagai berikut :

a. Bagi Peneliti

Manfaat dari penelitian bagi peneliti adalah untuk memberikan

jawaban atas permasalahan yang dibahas dan untuk meningkatkan

wawasan peneliti dalam pencapaian selama masa perkuliahan

sekaligus untuk memenuhi salah satu syarat guna menempuh ujian

sarjana di Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung

Semarang.

b. Bagi Mahasiswa dan Institusi Pendidikan

10
Manfaat penelitian bagi mahasiswa yaitu dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan bagi siapa saja yang ingin mengkaji lebih lanjut

mengenai Undang-undang Perlindungan Konsumen khususnya E-

commerce.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat membuat masyarakat lebih paham

dan berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli secara e-

commerce.

d. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan atau

sumbangan pemikiran bagi Pemerintah agar selalu meningkatkan

pengawasan terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan black

market khususnya dalam hal pembelian dengan cara menggunakan

e-commerce.

E. Terminologi

Terminologi atau peristilahan merupakan arti kata maupun kalimat yang

terkandung dalam judul penelitian. Dalam penelitian ini peneliti

mengangkat judul “ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP KONSUMEN YANG MEMBELI SMARTPHONE

BERSTATUS BLACK MARKET DI E-COMMERCE YANG DITINJAU

DARI UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

11
KONSUMEN”. Berdasarkan judul tersebut, maka terminologi dari judul

tersebut sebagai berikut :

1. Analisis

Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,

perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya

(sebab-musabab, duduk perkaranya)8.

2. Yuridis

Yuridis berdasarkan kamus hukum berarti menurut hukum atau

secara hukum. Pengertian Yuridis adalah segala hal yang mempunyai

arti hukum dan telah disahkan oleh pemerintah. Jika aturan tersebut

dilanggar, maka siapapun yang melanggarnya akan mendapatkan

sanksi. Yuridis ini sifatnya adalah memaksa. Maksudnya yaitu

seseorang haruslah mematuhinya.9

3. Perlindungan

Perlindungan secara umum berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal

yang membahayakan atau lebih bersifat negatif, sesuatu itu bisa saja

berupa kepentingan maupun benda atau barang. Selain itu Perlindungan

juga mengandung makna Pengayoman yang diberikan oleh seseorang

kepada orang yang lebih lemah. Dengan demikian, Perlindungan

Hukum artinya dengan segala upaya pemerintah untuk menjamin

8
https://www.kbbi.web.id/analisis diakses pada tanggal 8 September 2022 pada pukul 21.54

9
https://brainly.co.id/tugas/7902015 diakses pada tanggal 8 September 2022 pada pukul 22.00

12
adanya Kepastian Hukum untuk memberi Perlindungan kepada warga

negara agar haknya sebagai seorang Warga Negara tidak dilanggar, dan

bagi yang melanggar akan dapat dikenakan Sanksi sesuai Peraturan

yang ada.

4. Hukum

Pengertian Hukum menurut J.C.T Simorangkir sebagaimana yang

dikutip C.S.T Kansil, “Hukum adalah Peraturan-peraturan yang

bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam

lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang

berwajib, pelanggaran mana terhadap Peraturan-peraturan tadi

berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu”. 10

5. Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.11

6. Membeli

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata membeli

adalah memperoleh sesuatu melalui penukaran (pembayaran) dengan

10
C.S.T. Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet Ke-8, Balai
Pustaka, Jakarta, hal. 38.
11
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45288/uu-no-8-tahun-1999 diakses pada 16 September
2022 pada pukul 05.15

13
uang. Contoh: Ibu pergi ke pasar untuk membeli beras dan sayur. Arti

lainnya dari membeli adalah memperoleh sesuatu dengan pengorbanan

(usaha dan sebagainya) yang berat.12

7. Smartphone

Smartphone merupakan gadget genggam elektronik yang mencakup

fungsionalitas lanjutan selain melakukan panggilan telepon dan

mengirim pesan teks. Hal ini menjelaskan bahwasanya smartphone

memiliki kelebihan tertentu dalam memberikan pelayanan terhadap

penggunanya. Misalnya saja seperti iPhone atau ponsel berbasis

Android lainnya, yang mana dapat menjalankan aplikasi pihak ketiga

dengan menyediakan fungsionalitas tanpa batas.13

8. Black Market

Pasar gelap atau black market ialah sektor kegiatan ekonomi yang

melibatkan transaksi ekonomi ilegal, khususnya pembelian dan

penjualan barang dagangan secara tak sah. Black Market adalah istilah

untuk menyebutkan barang yang tidak resmi atau ilegal. Barang black

market biasanya memiliki harga yang jauh lebih murah dari pada harga

aslinya. Barang black market tidak memiliki asuransi sehingga apabila

terjadi kerusakan dan sebagainya tidak bisa melakukan klaim.14

12
https://kbbi.lektur.id/membeli diakses pada tanggal 8 September 2022 pukul 22.04
13
https://dianisa.com/pengertian-smartphone/ diakses pada tanggal 8 September 2022 pukul 22.08
14
https://sumsel.tribunnews.com/2021/09/24/arti-Black Market-dalam-belanja-online-berikut-
daftar-9-istilah-online-shop-yang-menjelaskan-kondisi-barang diakses pada tanggal 8 September
2022 pukul 22.10

14
F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah prosedur atau tata cara penyelesaian masalah

secara ilmiah untuk memperoleh data-data yang akan dianalisis pada

penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan fakta yang sebenarnya.

Berikut merupakan metode penelitian yang digunakan peneliti, sebagai

berikut :

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum yang berjudul Analisis Yuridis

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Membeli Smartphone

Berstatus Black Market di E-commerce Yang Ditinjau Dari UU No. 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, peneliti menggunakan

pendekatan penelitian yuridis normatif. Penelitian Yuridis Normatif

adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder belaka. Dikatakan

yuridis normatif karena merupakan pendekatan yang dilakukan

berdasarkan bahan hukum utama dengan cara meneelah teori-teori,

konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perUndang-undangan

yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Spesifikasi Penelitian

Sehubungan dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah

pendekatan yuridis normatif, maka penelitian ini bersifat deskriptif

15
analitis. Penelitian deskriptif analitis dilakukan dengan menganalisis

dan mendeskripsikan secara rinci, sistematis dan menyeluruh data-data

di lapangan yang berhubungan mengenai Analisis Yuridis Perlindungan

Hukum Terhadap Konsumen Yang Membeli Smartphone Berstatus

Black Market di E-commerce Yang Ditinjau Dari UU No. 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen.

3. Jenis dan Sumber Data

Untuk mendukung proses penelitian ini peneliti menggunakan jenis dan

sumber data berupa data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Sumber Data Primer adalah responden atau obyek

penelitiannya langsung sehingga Peneliti bisa terjun mengamati dan

menulis jawaban langsung dari obyek Penelitian. Sumber Data

Primer diambil secara langsung oleh Peneliti tanpa melalui perantara

sehingga data yang didapat berupa data mentah dengan cara

wawancara, survey, dan studi literatur, responden membuat

kuisioner dan juga data wawancara Penelitian dengan narasumber.

b. Data Sekunder

Sumber Data Sekunder adalah data yang diambil melalui

perantara atau pihak yang telah mengumpulkan data tersebut

sebelumnya, dengan kata lain Peneliti tidak langsung mengambil

data sendiri ke lapangan. Data Sekunder berupa diagram, tabel,

16
sebuah informasi penting yang berkaitan dengan Penelitian karena

data sekunder sudah diolah terlebih dahulu dan baru didapatkan

Peneliti dari sumber yang lain sebagai tambahan informasi . Sumber

Data Sekunder berupa buku, jurnal, publikasi, dan lain sebagainya.

Sedangkan kegunaan Data Sekunder memiliki fungsi seperti untuk

mengklasifikasi permasalahan, menciptakan tolak ukur untuk

mengevaluasi data primer serta memnuhi kesenjangan informasi.

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum

utama yang mempunyai otoritas meliputi peraturan

perUndang-undangan dan dokumen resmi terkait

permasalahan yang memuat ketentuan hukum dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945

b. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

c. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen

d. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan. Transaksi Elektronik (UU ITE)

2) Bahan Hukum Sekunder

17
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi buku-buku, jurnal, artikel, hasil

penelitian baik skripsi, tesis maupun disertasi yang relevan

dengan permasalahan yang diteliti untuk memberikan

penjelasan dan petunjuk atas bahan hukum primer yang

digunakan.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan data dan

informasi yang akan dijadikan sebagai fakta pendukung dalam

menjabarkan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan

data dengan menggunakan metode :

a. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan dapat diartikan sebagai serangkaian

kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,

membaca dan mencatat serta mengolah bahan Penelitian. Guna

mendapatkan informasi lebih lanjut untuk melengkapi data dalam

penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode Studi

Kepustakaan. Studi Kepustakaan adalah cara mengumpulkan data

dengan menelaah peraturan perUndang-undangan, bukubuku, hasil

penelitian skripsi, tesis, ataupun disertasi, dokumen, jurnal, artikel,

dan sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan permasalahan

yang diteliti.

18
b. Studi Lapangan

Studi Lapangan meupakan salah satu metode pengumpulan

data dalam Penelitian Kualitatif yang tidak memerlukan

pengetahuan yang mendalam akan literatur yang digunakan dan

kemampuan tertentu dari pihak Peneliti. Studi lapangan biasanya

dilakukan untuk memutuskan kearah mana penelitiannya

berdasarkan konteks.

5. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian ini dilakukan

yang mana lokasi penelitian ini merupakan tahap yang sangat penting

dalam sebuah penelitian karena dengan ditetapkannya lokasi penelitian

maka objek dan tujuan sudah ditetapkan sehingga membantu peneliti

dalam melakukan penelitian.

6. Metode Analisis Data

Berdasarkan pendekatan penelitian, sumber, jenis, dan metode

pengumpulan data yang digunakan serta spesifikasi penelitian yang

bersifat deskriptif analitis, maka peneliti menggunakan metode analisis

data kualitatif. Analisis data secara kualitatif merupakan metode

pengolahan data yang dilakukan secara mendalam terhadap hasil data

dari observasi atau literatur dengan menjawab pertanyaan yang diajukan

selama pengumpulan data. Data-data yang diolah dan dianalisis secara

kualitatif yang disajikan dalam bentuk teks atau narasi berdasarkan

19
penalaran-penalaran untuk menemukan kesimpulan yang logis sehingga

hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan penjelasan

menyeluruh kepada pembaca terkait bagaimana perlindungan hukum

bagi konsumen yang mengalami kerugian atas pembelian online

smartphone berstatus black market.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan hukum ini disusun secara sistematis dan beruntun

sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan terarah dalam 4 (empat)

bab. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab I ini menguraikan tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, terminologi, metode penelitian, sistematika

penelitian, dan jadwal penelitian yang disajikan sebagai

pengantar untuk masuk ke permasalahan yang diteliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II berisi tentang tinjauan umum mengenai penjelasan

perlindungan hukum terhadap konsumen yang membeli

smartphone berstatus black market di e-commerce yang

20
ditinjua menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam Bab III menjelaskan tentang mekanisme dan akibat

jual beli smatphone berstatus black market melalui e-

commerce serta perlindungan hukum dan solusi terhadap

konsumen yang membeli smartphone berstatus black market

di e-commerce sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

BAB IV PENUTUP

Dalam Bab IV berisi uraian dari penutup yang memuat

kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi uraian dari Peneliti

mengenai hal-hal yang dapat disimpulkan berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, kemudian

saran berisi rekomendasi terkait perlindungan hukum dan

solusi terhadap konsumen yang membeli smartphone

berstatus black market di e-commerce.

21
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Secara kebahasaan, kata perlindungan dalam bahas Inggris

disebut dengan protection. Istilah perlindungan menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) dapat disamakan dengan istilah proteksi,

yang artinya adalah proses atau perbuatan memperlindungi, sedangkan

menurut Black’s Law Dictionary, protection adalah the act of

protecting.15 Kata Perlindungan secara kebahasaan tersebut memiliki

kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu (1) unsur tindakan

melindungi; (2) unsur pihak-pihak yang melindungi; dan (3) unsur cara-

cara melindungi. Dengan demikian, kata perlindungan mengandung

makna, yaitu suatu tindakan perlindungan atau tindakan melindungi

dari pihak-pihak tertentu yang ditujukan untuk pihak tertentu dengan

menggunakan cara-cara tertentu.16 Perlindungan diartikan sebagai

suatu perbuatan atau tindakan untuk memberikan rasa aman, tentram,

dan kedamaian bagi setiap orang atas segala bahaya atau resiko yang

mengancamnya.

15
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, Jakarta, hal. 12.
16
Wahyu Sasongko, 2007, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen.
Universitas Lampung, Bandar Lampung, hal. 30.

22
Pengertian Hukum menurut Kamus Hukum adalah “peraturan-

peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku

manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan

resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi

berakibat diambilnya tindakan”.17 Pengertian Hukum juga dikatakan

oleh Sudikno Martokusumo bahwa: “hukum sebagai kumpulan

peraturan atau kaidah yang bersifat umum dan normatif, hukum

bersifat umum karena berlaku bagi setiap orang, dan bersifat normatif

karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak

boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana

caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah”.18 Dengan

kata lain, Hukum merupakan suatu ketentuan yang bersifat mengikat

bagi setiap orang. Di samping itu, hukum memiliki kekuatan memaksa

yang diakui secara resmi atau sah di dalam Negara. Dengan adanya

hukum yang berlaku, maka setiap aktifitas yang dilakukan oleh setiap

orang dapat terkontrol dengan baik dengan adanya batasan-batasan

yang sesuai dengan hukum atau ketentuan yang berlaku.

Perlindungan yang dapat diberikan kepada setiap orang dapat

diberlakukan dengan berbagai cara. Namun, yang menjadi topik dari

pembahasan ini adalah perlindungan hukum. Perlindungan Hukum

17
R.Subekti dan Tjitrosoedibio, 1999, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 49.
18
Sudikno Martokusumo, 2005, Mengenal Hukum Satu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hal. 4

23
adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum ke

dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang

bersifat represif, baik yang lisan maupun yang tertulis.19 Menurut

Satjito Rahardjo, Perlindungan Hukum adalah adanya upaya

melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu

hak asasi manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka

kepentingannya tersebut.20 Dengan kata lain, Perlindungan Hukum

wajib diberikan kepada setiap orang. Hal ini dikarenakan dengan

adanya perlindungan hukum kepada setiap orang maka sama saja

dengan memenuhi hak asasi manusia tiap orang.

2. Bentuk Perlindungan Hukum

Menurut R. La Porta dalam Jurnal of Financial Economics, bentuk

perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki dua

sifat, yaitu bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman

(sanction). 21 Bentuk perlindungan hukum yang ada saat ini yaitu dengan

adanya keberadaan institusi-institusi penegak hukum seperti Pengadilan,

Kejaksaan, Kepolisian, dan Lembaga-Lembaga Penyelesaian Sengketa

di Luar Pengadilan. Dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum atau

19
Wahyu Simon Tampubolon, 2016, Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Ditinjau Dari
Undang-undang Perlindungan Konsumen, Jurnal Ilmiah “Advokasi”, hal. 53.
20
Satjipro Rahardjo, 2003, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, hal. 121
21
Rafael La Porta, 1999, “Investor Protection and Corporate Governance; Journal of Financial
Economics”, No. 58, Oktober, Cammbridge hal. 9

24
legal protection merupakan kegiatan untuk menjaga atau memelihara

masyarakat demi mencapai keadilan. Kemudian perlindungan hukum

dikonstruksikan sebagai bentuk pelayanan, dan subjek yang dilindungi.22

Bentuk perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:23

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

peraturan perUndang-undangan dengan maksud untuk mencegah

suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-

batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa

sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang

diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu

pelanggaran.

B. Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Perlindungan Konsumen

22
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, 2013, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis
dan Disertasi”, cet. 1, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal. 261.
23
Dyah Permata Budi Asri, 2018, Perlindungan Hukum Preventif Terhadap Ekspresi Budaya
Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta, Vol. 1 No. 1, Journal of Intellectual Property, Yogyakarta, hal. 18.

25
Kata konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

consument/Konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer

adalah (lawan dari produsen) atau setiap orang yang menggunakan

barang. Istilah atau pengertian hukum konsumen dengan hukum

perlindungan konsumen merupakan istilah yang sering disamaartikan.

Ada yang mengatakan hukum konsumen adalah juga hukum

perlindungan konsumen. Namun ada pula yang membedakannya, dengan

mengatakan bahwa baik mengenai substansi maupun mengenai

penekanan luas lingkupnya adalah berbeda satu sama lain.24

Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999,

disebutkan bahwa konsumen adalah “setiap orang yang menggunakan

barang dan/atau jasa dalam masyarakat, baik untuk kepentingan dirinya

sendiri, keluarganya, orang lain, atau makhluk hidup lainnya, dan tidak

untuk diperdagangkan” Konsumen merupakan seseorang yang

melakukan pembelian

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999,

“perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen” Dapat

dikatakan, perlindungan konsumen adalah suatu upaya atau tindakan

yang dilakukan oleh penegak hukum untuk menjamin dan memberi

24
N.H.T Siahaan, 2005, Hukum Konsumen dan Perlindungan Konsumen, Panta Rei, Jakarta, hal.
30

26
perlindungan hukum terhadap konsumen. Dengan adanya perlindungan

konsumen, maka tiap orang tidak perlu khawatir terkait hak-hak dan

kewajiban yang dimiliki oleh konsumen.

2. Asas Asas Perlindungan Konsumen

Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, terdapat

beberapa Asas-asas dalam Hukum Perlindungan Konsumen, antara lain:

a. Asas Manfaat

Asas manfaat ini mengandung makna bahwa keberadaan UUPK

dalam perlindungan konsumen yaitu dalam melaksanakan hukum

perlindungan konsumen harus memberikan manfaat bagi kedua

pihak baik konsumen maupun pelaku usaha. Sehingga kedua belah

pihak tidak merasa dirugikan dengan adanya UUPK tersebut.

Dengan demikian Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen

dapat bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat termasuk para

pihak yang sedang bersengketa;

b. Asas Keadilan

Asas keadilan ini mengandung makna bahwa adanya Ketentuan

dalam UUPK ini dapat memberikan rasa adil kepada kedua pihak,

baik konsumen maupun pelaku usaha. Dengan demikian kedua

belah pihak dapat memperoleh Hak dan Kewajiban masing-masing

27
sesuai dengan posisinya baik konsumen maupun pelaku usaha. Oleh

karena itu di dalam UUPK telah mengatur secara jelas mengenai hak

dan kewajiban yang dapat dilakukan oleh konsumen maupun pelaku

usaha;

c. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan ini memiliki tujuan agar para pihak seperti

konsumen, pelaku usaha, maupun pemerintah selaku pembuat

peraturan dapat mendapatkan manfaat yang sama. Dengan demikian

kepentingan masing-masing pihak harus diatur dan diwujudkan

secara seimbang di dalam pergaulan hidup masyarakat;

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Asas keamanan dan keselamatan konsumen mengandung makna

bahwa adanya Ketentuan UUPK ini memberikan jaminan keamanan

dan keselamatan konsumen pada saat penggunaan dan pemakaian

serta mengkonsumsi barang atau jasa. Dengan adanya peraturan

tersebut, maka Konsumen akan merasa aman sehingga konsumen

dapat memperoleh manfaat dari produk yang dipakai dan

dikonsumsi; dan

e. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum mengandung makna bahwa dengan adanya

UUPK ini, maka Pemerintah selaku pembuat Peraturan tersebut

28
dapat memberikan Jaminan yang sama terhadap kedua pihak yaitu

antara konsumen dan pelaku usaha. Jaminan yang diberikan oleh

Pemerintah dapat berupa memperoleh jaminan Kepastian Hukum

bagi kedua pihak. Dengan adanya Jaminan tersebut, maka

diharapkan baik konsumen maupun pelaku usaha dapat mentaati

Peraturan yang ada.

3. Tujuan Perlindungan Konsumen

Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, terdapat

beberapa Asas-asas dalam Hukum Perlindungan Konsumen, antara lain:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkanya dari ekses negatif pemakaian barang atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan infomasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenal pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggungjawab dalam berusaha; dan

29
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

4. Hak dan Kewajiban Konsumen

Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, terdapat

Hak-hak Konsumen dalam Hukum Perlindungan Konsumen, antara lain:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

30
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perUndang-

undangan lainnya.

Sedangkan dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, terdapat

Kewajiban Konsumen dalam Hukum Perlindungan Konsumen, antara

lain:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan

dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; dan

d. Mengikuti upaya penyelesaian Hukum sengketa Perlindungan

Konsumen secara patut.

5. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, terdapat

Hak-hak Pelaku Usaha dalam Hukum Perlindungan Konsumen, antara

lain:

31
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan; dan

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perUndang-

undangan lainnya.

Sedangkan dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999,

terdapat Kewajiban Pelaku Usaha dalam Hukum Perlindungan

Konsumen, antara lain:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif;

32
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan; dan

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

dengan perjanjian.

C. Smartphone Black Market

1. Pengertian Black Market

Istilah black market hingga saat ini memna belum ada definisi yang

baku. Bahkan di dalam website Kementrian Perdagangan pun tidak

ditemukan definisi baku tentang black market. Namun menurut sumber

lain, black market atau pasar gelap adalah kegiatan atau transaksi

ekonomi yang tidak sah atau ilegal. Barang-barang yang diperjualbelikan

di pasar gelap biasanya senjata, obat-obatan terlarang, barang curian,

33
hingga barang resmi yang dijual secara gelap untuk menghindari

pembayaran pajak atau syarat lisensi (rokok atau senjata api).25

Sedangkan menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), black market atau

pasar gelap adalah pasar uang yang transaksinya bertentangan dengan

peraturan pemerintah. Sehingga dapat dikatakan bahwa black market

merupakan suatu kegiatan jual beli yang dilakukan secara diam-diam

untuk menghindari pembayaran pajak atas produk atau syarat lisensi

tertentu.

2. Gambaran Umum Smartphone Black Market

Berdasarkan pengertian tersebut, kasus yang banyak terjadi di

Indoesia ialah suatu produk yang masuk ke Indonesia tanpa pembayaran

pajak (bea masuk) seperti smartphone. Hal ini menyebabkan biaya

smartphone yang awalnya mahal karena ada pajak yang harus dibayar,

menjadi lebih murah karena tidak terkena pajak. Akibatnya banyak

masyarakat atau konsumen lebih tertarik dengan smartphone berstatus

black market, dengan harga yang lebih murah sehingga konsumen dapat

memenuhi gaya hidup mereka.

Namun ada yang menyebutkan bahwa konsep black market ialah

produk smartphone masuk dari suatu Negara lain di Terminal Peti Kemas

Semarang. Kemudian produk yang masuk tersebut, kemudian disimpan

di gudang sampai dengan para supplier mengambil produk tersebut untuk

25
https://kamus.tokopedia.com/p/pasar-gelap/ diakses pada 6 Oktober 2022 pukul 09.08

34
dikirim atau diteruskan kepada agen-agen. Selanjutnya para agen yang

mengambil produk tersebut akan melanjutkan ke reseller. Yang artinya

produk tersebut tidak bisa di trace.

Selain itu, ada juga yang menggunakan model “beli putus” yaitu

membeli dengan sejumlah uang dan barangnya tidak bisa

dikembalikan.26 Kemudian, ada pula yang berpendapat bahwa pasar

gelap atau black market sama halnya dengan toko atau kios yang tidak

memiliki izin usaha atau bangunan yang didirikan tanpa IMB (Izin

Mendirikan Bangunan) dan pemiliknya tidak memiliki surat izin usaha,

karena masalah administrasi pemerintahan itu adalah tanggung jawab

atau urusan pemilik barang, dan tempat usaha bukan tanggung jawab

pembeli atau konsumen.27 Dengan berbagai cara tersebut, para pelaku

usaha yang nakal dapat menyelundupkan produknya ke Indonesia tanpa

membayar pajak terlebih dahulu.

3. Dampak Smartphone Black Market bagi Perekonomian Indonesia

Maraknya peredaran smartphone black market di Indonesia

mempunyai dampak atau pengaruh yang penting dalam perekonomian di

Indonesia. Semua smartphone impor yang masuk di Indonesia harus

melalui prosedur yang berlaku seperti pembayaran atas bea dan cukai

26
https://evolincomarine.wordpress.com/2013/01/06/black-market/ diakses pada 6 Oktober 2022
pukul 11.30
27
https://doktermuslim.wordpress.com/2010/10/22/jual-beli-barang-bm-black-market/ diakses
pada 6 Oktober 2022 pukul 11.50

35
yang timbul dari smartphone tersebut. Dengan melakukan pembayaran

bea dan cukai memberikan pengaruh yang penting terhadap pendapatan

negara di Indonesia. Sehingga adanya black market yang mengedarkan

smartphone impor tanpa melalui prosedur yang berlaku dapat

mengakibatkan turunnya perekeonomian Indonesia dari segi pendapatan

bea dan cukai.

D. Jual Beli Melalui E-commerce

1. Pengertian E-commerce

Elektronik Commerce atau disingkat e-commerce dapat diartikan

sebagai suatu transaksi jual beli secara elektronik melalui media internet.

Istilah e-commerce hingga sat ini belum ada definisi yang seragam. Hal

ini disebabkan karena pengembangan dunia internet terus berkembang,

sehingga akan selalu mengalami perubahan.

Sedangkan e-commerce menurut David Baum (diterjemahkan oleh

Onno W. Purbo) adalah suatu satu set dinamis teknologi, aplikasi dan

proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan

komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan

barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik.

World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) juga

mengemukakan arti dari e-commerce, menurut mereka e-commerce

adalah produksi, distribusi, marketing, sales atau pengirimian

36
barang/jasa dengan cara elektronik.28 Sehingga dapat dikatakan bahwa,

e-commerce merupakan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk transaksi

yang dilakukan secara elektronik. Dengan adanya sistem e-commerce,

konsumen semakin mudah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

sehingga e-commerce tersebut sangat diminati oleh konsumen.

2. Akibat Hukum Jual Beli Melalui E-Commerce

Jual beli merupakan suatu kegiatan yang bergerak di bidang

ekonomi dan dilakukan oleh setiap orang dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari. Secara bahasa, jual beli mempunyai arti penukaran secara

mutlak. Sedangkan secara terminologi, jual beli adalah tiap orang yang

saling menukar harta dengan harta dengan ditandai pemindahan

kepemilikan. Definisi di atas dapat dipahami bahwa inti dari jual beli

yaitu suatu perjanjian tukar menukar yang dilakukan oleh kedua belah

pihak secara sukarela dengan cara menukar benda atau barang yang

memiliki nilai dengan salah satu pihak menerima uang sebagai

kompensasi benda dan pihak lainnya menerima benda sesuai perjanjian

yang telah disepakati. Di dalam Al-Quran terdapat beberapa landasan

hukum jual beli, diantaranya :

1. Al-Baqarah ayat 275

28
https://sharingvision.com/2015/definisi-ecommerce/ diakses pada 6 Oktober 2022 pukul 16.10

37
‫ش ۡي ٰط ُن مِ نَ ۡال َم ِس ٰذ لِكَ بِاَنَّ ُه ۡم‬ ِ َ‫اَلَّذ ِۡينَ يَ ۡا ُكلُ ۡون‬
ۡ ‫الر ٰبوا َل يَقُ ۡو ُم ۡونَ ا َِّل َك َما يَقُ ۡو ُم الَّذ‬
ُ َّ‫ِى يَت َ َخب‬
َّ ‫طهُ ال‬

‫ظة ِم ۡن َّربِه‬ ِ ‫ّللاُ ۡالبَ ۡي َع َو َح َّر َم‬


َ ‫الر ٰبوا فَ َم ۡن َجا ٓ َءه َم ۡو ِع‬ ِ ‫قَالُ ۡۤۡوا اِنَّ َما ۡالبَ ۡي ُع مِ ۡث ُل‬
ٰ ‫الر ٰبوا ۘ َوا َ َح َّل‬

ۚ ِ َّ‫ولٓٮِٕكَ اَصۡ حٰ بُ الن‬


َ‫ار ه ُۡم ف ِۡي َها ٰخ ِلد ُۡون‬ ٰ ُ ‫عادَ فَا‬ ِ ٰ ‫ف َواَمۡ ُر ۤۡه اِلَى‬
َ ‫ّللا َو َم ۡن‬ َ ‫فَ ۡانتَهٰ ى فَلَه َما‬
َ َ‫سل‬

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat

berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan

lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian

itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),

sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang

telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus

berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah

diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya

(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),

maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di

dalamnya.”

2. An-Nisa ayat 5

‫س ْوهُ ْم َوقُ ْولُ ْوا لَ ُه ْم قَ ْو ًل‬


ُ ‫ار ُزقُ ْوهُ ْم فِ ْي َها َوا ْك‬ ٰ ‫سفَ َه ۤۡا َء ا َ ْم َوالَ ُك ُم الَّتِ ْي َجعَ َل‬
ْ ‫ّللاُ لَ ُك ْم قِ ٰي ًما َّو‬ ُّ ‫وَ َل تُؤْ تُوا ال‬

‫َّم ْع ُر ْوفًا‬

Artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang

belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam

38
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.

Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan

ucapkanlah kepada mereka katakata yang baik”

3. An-Nisa ayat 29

‫ع ْن ت ََراض ِم ْن ُك ْم ۗ َو َل‬ ٓ َّ ‫ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َل ت َأ ْ ُكلُ ْٓوا ا َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِب ْالبَاطِ ِل ا‬
َ ‫ِل ا َ ْن ت َ ُك ْونَ تِ َج‬
َ ً ‫ارة‬

‫ّللا َكانَ بِ ُك ْم َرحِ ْي ًما‬ َ ُ‫ت َ ْقتُلُ ْٓوا ا َ ْنف‬


َ ٰ ‫س ُك ْم ۗ ا َِّن‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara

kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah

adalah Maha Penyayang kepadamu.”

3. Jenis-Jenis Transaksi Dalam E-commerce

Transaksi melalui e-commerce dapat dilakukan dengan beberapa

cara yang diantaranya sebagai berikut:

a. Business to Business (B2B)

B2B e-commerce meliputi semua transaksi elektronik barang

atau jasa yang dilakukan antar perusahaan. Produsen dan pedagang

tradisional biasanya menggunakan jenis e-commerce ini. Umumnya

e-commerce dengan jenis ini dilakukan dengan menggunakan EDI

(Electronic Data Interchange) dan email dalam proses pembelian

39
barang dan jasa, informasi dan konsultasi, atau pengiriman dan

permintaan proposal bisnis. EDI (Electronic Data Interchange)

adalah proses transfer data yang terstruktur, dalam format standar

yang disetujui, dari 1 (satu) sistem komputer ke sistem komputer

lainnya, dalam bentuk elektronik.

b. Business to Consumer (B2C)

B2C adalah jenis e-commerce antara perusahaan dan

konsumen akhir. Hal ini sesuai dengan bagian ritel dari e-commerce

yang biasa dioperasikan oleh perdagangan ritel tradisional. Jenis ini

bisa lebih mudah dan dinamis, namun juga lebih menyebar secara

tak merata atau bahkan bisa terhenti. Jenis e-commerce ini

berkembang dengan sangat cepat karena adanya dukungan

munculnya website serta banyaknya toko virtual bahkan mall di

internet yang menjual beragam kebutuhan masyarakat. Sementara di

negara maju seperti Amerika sudah banyak kisah sukses e-

commerce yang berhasil dibidang ritel online.

Jika dibandingkan dengan transaksi ritel tradisional,

konsumen biasanya memiliki lebih banyak informasi dan harga yang

lebih murah serta memastikan proses jual beli hingga pengiriman

yang cepat. Beberapa website di Indonesia yang menerapkan e-

commerce tipe ini adalah Bhinneka, Berrybenka dan Tiket.com.

Jenis e-commerce ini biasa digunakan oleh penjual atau produsen

40
yang serius menjalankan bisnis dan mengalokasikan sumber daya

untuk mengelola situs sendiri.

c. Consumer to Consumer (C2C)

C2C merupakan jenis e-commerce yang meliputi semua

transaksi elektronik barang atau jasa antar konsumen. Umumnya

transaksi ini dilakukan melalui pihak ketiga yang menyediakan

platform online untuk melakukan transaksi tersebut.

Beberapa contoh penerapan C2C dalam website di Indonesia

adalah Tokopedia, Bukalapak dan Shopee. Disana penjual

diperbolehkan langsung berjualan barang melalui website yang telah

ada. Namun ada juga website yang menerapkan jenis C2C dan

mengharuskan penjual terlebih dulu menyelesaikan proses

verifikasi, seperti Blanja dan Elevenia.

d. Consumer to Business (C2B)

C2B adalah jenis e-commerce dengan pembalikan utuh dari

transaksi pertukaran atau jual beli barang secara tradisional. Jenis e-

commerce ini sangat umum dalam proyek dengan dasar multi

sumber daya. Sekelompok besar individu menyediakan layanan jasa

atau produk mereka bagi perusahaan yang mencari jasa atau produk

tersebut.

Contohnya adalah sebuah website dimana desainer website

menyediakan beberapa pilihan logo yang nantinya hanya akan

41
dipilih salah satu yang dianggap paling efektif. Platform lain yang

umumnya menggunakan jenis e-commerce ini adalah pasar yang

menjual foto bebas royalti, gambar, media dan elemen desain seperti

www.istockphoto.com.

e. Business to Administration (B2A)

B2A adalah jenis e-commerce yang mencakup semua

transaksi yang dilakukan secara online antara perusahaan dan

administrasi publik. Jenis e-commerce ini melibatkan banyak

layanan, khususnya di bidang-bidang seperti fiskal, jaminan sosial,

ketenagakerjaan, dokumen hukum dan register, dan lainnya.

E-commerce B2A telah meningkat dalam beberapa tahun

terakhir dengan investasi yang dibuat melalui e-government atau

pihak pemerintah. Beberapa contoh website administrasi publik

yang menerapkan B2A adalah www.pajak.go.id dan www.bpjs-

online.com. Disana perusahaan dapat melakukan proses transaksi

atas jasa yang mereka dapatkan langsung kepada pihak administrasi

publik. Perusahaan diharuskan untuk mengisi sejumlah persyaratan

terlebih dahulu sebelum mendapatkan layanan dan baru diteruskan

dengan proses transaksi.

f. Consumer to Administration (C2A)

42
Jenis C2A meliputi semua transaksi elektronik yang

dilakukan antara individu dan administrasi publik. Contoh area yang

menggunakan jenis e-commerce ini adalah :

- Pendidikan – penyebaran informasi, proses pembelajaran jarak

jauh, dan lainnya.

- Jamsostek – penyebaran informasi, pembayaran, dan lainnya.

- Pajak – pengajuan pajak, pembayaran pajak, dan lainnya.

- Kesehatan – janji pertemuan, informasi mengenai penyakit,

pembayaran layanan kesehatan dan lainnya.

Contoh penerapan C2A sama dengan B2A, hanya saja

pembedanya ada pada pihak individu-administrasi publik dan

perusahaan-administrasi publik. Model B2A dan C2A sama-sama

terkait dengan gagasan efisiensi dan kemudahan penggunaan

layanan yang diberikan untuk masyarakat oleh pemerintah, juga

dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi.

g. Online to Offline (O2O)

O2O adalah jenis e-commerce yang menarik pelanggan dari

saluran online untuk toko fisik. O2O mengidentifiaksikan pelanggan

di bidang online seperti email dan iklan internet, kemudian

menggunakan berbagai alat dan pendekatan untuk menarik

pelanggan agar meninggalkan lingkup online. Walaupun sudah

banyak kegiatan ritel tradisional dapat digantikan oleh e-commerce,

43
ada unsur-unsur dalam pembelanjaan fisik yang direplikasi secara

digital. Namun ada potensi integrasi antara e-commerce dan belanja

ritel fisik yang merupakan inti dari jenis O2O. Hanya karena ada

bisnis tertentu yang tidak memiliki produk untuk dipesan secara

online, bukan berarti internet tak dapat memainkan perannya dalam

hampir semua bisnis.

Contohnya, sebuah pusat kebugaran tidak akan bisa

didirikan di ruang tamu rumah Anda, namun dengan menggunakan

layanan O2O yang disediakan perusahaan seperti Groupon Inc,

pusat kebugaran tersebut bisa menyalurkan bisnis offline nya

menjadi online. Beberapa perusahaan besar dengan pertumbuhan

yang cepat seperti Gojek dengan Gofood dan Gomart-nya dan

Airbnb juga menjalankan bisnis mereka dengan jenis O2O. Kini

melalui website seperti tersebut Anda bisa masuk ke dalam toko,

mengambil dan membayar barang yang dibeli, bahkan

mengembalikan barang ketika terjadi kesalahan.29

4. Kelebihan dan Kekurangan Jual Beli Melalui E-commerce

Dalam melakukan transaksi elektronik melalui e-commerce, terdapat

kelebihan dan kekurangan yang dapat dialami oleh konsumen dan pelaku

usaha, antara lain:

29
https://clodeo.com/blog/konsep-dan-berbagai-jenis-e-commerce-di-indonesia/ diakses pada 10
Oktober 2022 pukul 09.56.

44
a) Kelebihan dan Kekurangan Bagi Pelaku Usaha

Ada beberapa kelebihan jual beli melalui e-commerce, antara lain:30

1. Dapat digunakan sebagai lahan untuk menciptakan pendapatan

yang sulit atau tidak dapat diperoleh melalui cara konvensional,

seperti memasarkan langsung produk atau jasa, menjual

informasi, iklan, dan sebagainya.

Contohnya, Pelaku usaha tidak lagi repot-repot memasarkan

barang jualan secara langsung, tetapi cukup melakukan

pemasaran barang jualan melalui media elektronik (online).

2. Jual-beli dapat dilakukan tanpa terikat pada tempat dan waktu

tertentu. Jual-beli melalui e-commerce merupakan bisnis yang

dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun, selama tersedia

fasilitas untuk mengakses internet.

Contohnya, Seorang pengusaha melakukan perjalanan bisnis,

kemudian pada saat itu juga ada konsumen yang ingin memesan

barang sedangkan pengusaha tersebut tidak sedang dikantor,

pengusaha tersebut menganjurkan agar melakukan transaksi via

internet dan barang pesanan dapat diambil esoknya.

3. Modal awal yang diperlukan relatif kecil. Modal yang

diperlukan adalah fasilitas akses internet dan kemampuan

30
Arip Purkon, 2014, Bisnis Online Syari’ah: Meraup Harta Berkah Dan Berlimpah Via Internet,
Jakarta : Pt. Gramedia Pustaka Utama, hal.20

45
mengoperasikannya. Banyak penyedia jasa yang menawarkan

media promosi, baik yang berbayar maupun yang gratis.

Contohnya, Anto termasuk pengusaha pemula dengan modal

pemasaran yang sedikit, namun pada saat bersamaan anto juga

menerapkan pemasaran lewat internet sehingga tidak terlalu

mengeluarkan modal

4. Jual-beli melalui e-commerce dapat berjalan secara otomatis.

Pelaku usaha hanya melakukan bisnis jual beli ini beberapa jam

saja setiap harinya sesuai dengan kebutuhan. Selebihnya dapat

digunakan untuk melakukan aktivitas yang lain.

Contohnya, Ale seorang pengusaha namun juga merupakan

seorang guru disalah satu SMP ternama di Makassar, namun itu

tidak mengganggu usahanya karena Ale’ menerapkan perjualan

online sejak 2 tahun yang lalu.

5. Akses pasar yang lebih luas. Dengan adanya akses pasar yang

lebih luas, potensi untuk mendapatkan pelanggan baru yang

banyak semakin besar.

Contohnya, Penggunaan internet sekarang semakin luas, pasar

internet merupakan salah satu pasar modern yang diterapkan

sekarang, dengan hadirnya seperti zalora, berniaga.com, olx,

lazada, dll. Membuktikan bahwa pasar online telah terbuka

bebas

46
6. Pelanggan (konsumen) lebih mudah mendapatkan informasi

yang diperlakukan dengan online. Komunikasi antara pelaku

dan konsumen akan menjadi lebih mudah, praktis, dan lebih

hemat waktu serta biaya.

Contohnya, Banyaknya website yang menyediakan layanan

jual-beli online memungkinkan untuk dapat mengakses dengan

mudah spesifikasi barang yang ingin dibeli.

7. Meningkatkan efisiensi waktu, terutama jarak dan waktu dalam

memberikan layanan kepada konsumen selaku pembeli.

Contohnya, Seorang pengusaha dan konsumen yang

bertransaksi dari 2 negara yang berbeda.

Selain beberapa kelebihan tersebut, jual beli melalui e-

commerce ini juga mempunyai kekurangan, yaitu :31

1) Masih minimnya kepercayaan masyarakat pada bentuk transaksi

online. Masih banyak masyarakat khususnya di Indonesia yang

belum terlalu yakin untuk melakukan transaksi online, apalagi

berkenan dengan pembayaran. Biasanya mereka lebih suka

transaksi secara langsung walaupun dengan orang sudah

dikenal.

31
Ibid, hal. 20

47
Contohnya, konsumen yang memilih datang langsung

berbelanja ke toko dibandingkan dengan online shopping karena

takut terjandinya kepenipuan.

2) Masih minimnya pengetahuan tentang teknologi informasi,

khususnya dalam pemanfaatan untuk bisnis sehingga

menimbulkan banyak kekhawatiran.

Contohnya, banyak pedagang baju dipasar lebih memilih untuk

menjual barangnya secara langsung ketimbang menjualnya

secara online karena ketidaktahuannya dalam pengoperasian

teknologi informasi.

3) Adanya peluang penggunaan akses oleh pihak yang tidak

berhak, khususnya yang bermaksud tidak baik, misalnya

pembobolan data oleh para hacker yang tidak bertanggung

jawab, pembobolan kartu kredit, dan rekening tabungan.

Contohnya, pelaku usaha memasarkan produknya melalui social

media facebook, akan tetapi akun facebooknya telah di hack

oleh hacker sehingga mengambil alih akun pelaku usaha yang

dapat berakibat kerugian bagi pelaku usaha dan konsumen.

4) Adanya gangguan teknis, misalnya kesalahan dalam

penggunaan perangkat komputer dan kesalahan dalam pengisian

data. Hal ini bisa terjadi, khususnya bagi yang belum mahir

48
(kurang berpengalaman) dalam menggunakan teknologi

informasi.

Contohnya, pelaku usaha yang salah menuliskan alamat

konsumen sehingga barang yang dibeli konsumen tidak sampai

kepada konsumen karena pengiriman barang kepada alamat

yang salah.

5) Kehilangan kesempatan bisnis karena gangguan pelayanan

(server). Hal ini dapat terjadi ketika pesanan sedang ramai,

tetapi internet tidak dapat diakses karena masalah teknis,

sehingga kesempatan lewat begitu saja.

Contohnya, toko online yang sedang ramai dikunjungi oleh

konsumen, akan tetapi pelaku usaha tidak dapat berkomunikasi

dengan konsumen akibat terganggunya jaringan internet yang

berakibat konsumen tidak jadi memesan barang atau produk

pelaku usaha.

b) Kelebihan dan Kekurangan Jual-Beli Melalui E-Commerce bagi

Konsumen

Ada beberapa kelebihan jual beli melalui e-commerce bagi

konsumen, yaitu: 32

32
Rif’ah Roihanah, Perlindungan Hak Konsumen Dalam Transaksi Elektronik (E-Commerce), hal.
112

49
1) Home shopping. Pembeli dapat melakukan transaksi dari rumah

sehingga dapat menghemat waktu, menghindari kemacetan dan

menjangkau toko-toko yang jauh dari lokasi.

Contohnya, konsumen hanya memesan barang yang diinginkan

melalui media online dimanapun dan kapanpun, meskipun

konsumen hanya berada dirumah.

2) Mudah melakukannya dan tidak perlu pelatihan khusus untuk

bisa berbelanja atau melakukan transaksi melalui internet.

Contohnya, konsumen hanya mencari sebuah situs online

penjualan barang kemudian memesan barang dikolom komentar

situs tersebut.

3) Pembeli memiliki pilihan yang sangat luas dan dapat

membandingkan produk maupun jasa yang ingin dibelinya.

Contohnya, konsumen dapat melihat-lihat foto barang-barang

yang diposting oleh pelaku usaha, baik itu pelaku usaha a, b,

maupun c.

4) Tidak dibatasi oleh waktu. Pembeli dapat melakukan transaksi

kapan saja selama 24 jam per hari.

Contohnya, konsumen dapat melakukan transaksi jual beli

kapan saja tanpa harus takut toko pelaku usaha tertutup.

5) Pembeli dapat mencari produk yang tidak tersedia atau sulit

diperoleh di outlet atau pasar tradisional.

50
Contohnya, konsumen ingin membeli makanan khas suatu

daerah, akan tetapi makanan khas tersebut tidak terdapat

diwilayah tempat tinggal konsumen, sehingga konsumen

memesannya secara online.

Selain kelebihan yang didapatkan oleh konsumen dalam

melakukan transaksi online, konsumen juga sering menghadapi

masalah-masalah yang berkenan dengan haknya. Hal ini bisa

dikatakan sebagai kekurangan saat melakukan transaksi jual-beli

online, seperti :33

1) Konsumen tidak dapat langsung mengidentifikasi, melihat atau

menyentuh barang yang akan dipesan.

Contohnya, konsumen hanya melihat foto barang yang

diinginkan melalui postingan pelaku usaha.

2) Ketidakjelasan informasi tentang barang yang ditawarkan.

Contohnya, konsumen tidak dapat mengetahui secara jelas

apakah barang tersebut berkualitas a atau b karena hanya

melihat foto barangnya saja.

3) Tidak jelasnya status subjek hukum dari si pelaku usaha.

Contohnya, penjual selaku pelaku usaha yang tidak memberikan

jaminan kepastian agar konsumen tidak merasa diinginkan.

33
Ibid, hal. 113

51
4) Tidak ada jaminan keamanan bertransaksi dan privasi, serta

penjelasan terhadap resiko-resiko yang berkenaan dengan

sistem yang digunakan, khususnya dalam hal pembayaran

secara elektronik, baik dengan credit card maupun electronic

cash.

Contohnya, konsumen yang melakukan transaksi pembayaran

melalui electronic cash tidak dijamin keamanannya dari para

hacker.

5) Pembebanan resiko yang tidak berimbang, karena umumnya

terhadap jual-beli di internet, pembayaran telah lunas dilakukan

dimuka oleh konsumen, sedangkan barang belum tentu diterima

atau akan menyusul kemudian karena jaminan yang ada adalah

jaminan pengiriman.

Contohnya, konsumen yang mentransfer uang terlebih dahulu

kepada pelaku usaha saat membeli suatu produk, dan produk

tersebut baru dikirim kepada konsumen setelah konsumen

mentransfer uangnya kepada pelaku usaha.

52
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Mekanisme dan Akibat Hukum Jual Beli Smartphone Berstatus Black

Market Melalui E-commerce

1. Mekanisme Jual Beli Smartphone Melalui E-commerce

Mekanisme berasal dari bahasa Yunani yaitu mechane dan mechos.

Kata mechane yang memiliki arti instrumen, mesin pengangkat beban,

perangkat, peralatan untuk membuat sesuatu. Dan kata mechos memiliki

arti sarana dan cara menjalankan sesuatu. Kata mekanisme mempunyai

beberapa istilah lain yang mirip seperti, metode, operasi, prosedur,

proses, sistem, dan teknik. Menurut Poerwadarmita, definisi mekanisme

yaitu cara kerja dan seluk beluk dari suatu alat, perkakas, dan juga

sebagainya. Sedangkan menurut Moenir, definisi dari mekanisme

merupakan rangkaian kerja alat yang digunakan dengan tujuan guna

penyelesaian suatu masalah yang berhubungan dengan proses kerja,

tujuannya agar mendapatkan hasil yang maksimal.34 Dapat dikatakan

bahwa mekanisme merupakan suatu istilah yang memiliki arti suatu cara

dalam melakukan suatu hal untuk mendapatkan hasil yang sesuai.

Perlu kita ketahui bahwa dalam dunia e-commerce dikenal 2 (dua)

pelaku yaitu merchant sebagai pihak yang melakukan penjualan dan

34
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2021/07/mekanisme-adalah.html diakses pada 14
Oktober 2022 pukul 10.36

53
buyer/customer sebagai pihak yang melakukan pembelian melalui

e-commerce. Baik merchant atau buyer, diharuskan memiliki

pengetahuan yang mendasar tentang tata cara belanja dan pembayaran

yang dilakukan melalui e-commerce. Dengan memiliki pengetahuan

dasar tersebut akan semakin meningkatkan rasa waspada dan kehati-

hatian untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kecurangan

maupun penyadapan yang dilakukan oleh pihak yang tidak

bertanggungjawab.

Menurut hasil penelitian, terdapat 4 (empat) proses pelaksanaan jual

beli melalui e-commerce, yaitu :

1. Penawaran

Penawaran dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui

website pada Internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan

strorefront yang berisi catalog produk dan pelayanan yang akan

diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha

tersebut dapat melihat barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah

satu keuntungan jual beli melalui toko online ini adalah bahwa

pembeli dapat berbelanja kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi

ruang dan waktu. Penawaran dalam sebuah website biasanya

menampikan barang-barang yang ditawarkan, harga, nilai reting

atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli

sebelumnya, spesifikasi barang termasuk menu produk lain yang

54
berhubungan. Penawaran melalui Internet terjadi apabila pihak lain

yang mengunakan media Internet memasuki situs milik penjual atau

pelaku usaha yang melakukan penawaran, oleh karena itu apabila

seseorang tidak menggunakan media internet dan memasuki situs

milik pelaku usaha yang menawarkan sebuah produk maka tidak

dapat dikatakan ada penawaran. Dengan demikian, penawaran

melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang

membuka situs yang menampilkan sebuah tawaran melalui internet

tersebut. Penawaran yang dilakukan oleh penjual harus nyata dan

benar, baik berupa kondisi barang maupun harga barang, semuanya

harus dituliskan secara lengkap, yang benar-benar menggambarkan

keadaan barang yang akan dijual. Hal ini sesuai dengan Pasal 9

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transkasi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE)

yang menjelaskan bahwa “pelaku usaha yang menawarkan produk

melalui sistem elekronik harus menyediakan informasi yang

dilengkapi dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen,

dan produk yang ditawarkan”;

2. Penerimaan

Penerimaan dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi.

Apabila penawaran dilakukan melalui e-mail address, maka

penerimaan dilakukan melalui e-mail, karena penawaran hanya

55
ditujukan sebuah e-mail tersebut yang ditujukan untuk seluruh

masyarakat yang membuka website yang berisikan penawaran atas

suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha. Setiap

orang yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan itu

dapat membuat kesepakatan dengan penjual atau pelaku usaha yang

menawarkan barang tersebut. Pada transaksi jual beli secara

elektronik khususnya melalui website, biasanya calon pembeli akan

memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku

usaha, dan jika calon pembeli atau konsumen itu tertarik membeli

salah satu barang yang ditawarkan, maka barang itu akan disimpan

terlebih dahulu sampai calon pembeli/konsumen merasa yakin akan

pilihannya, selanjutnya pembeli/konsumen akan memasuki tahap

pembayaran;

3. Pembayaran

Pembayaran merupakan suatu kewajiban yang harus dibayar atas

nilai suatu barang sesuai dengan kesepakatan yang telah dilakukan.

Dalam hal ini pembeli/konsumen diwajibkan membayar kepada

penjual atas barang yang dibelinya. Pembayaran dengan jual beli

melalui e-commerce dapat dilakukan dengan berbagai macam cara

seperti transfer bank, melalui virtual account maupun melalui sistem

COD (cash on delivery) atau bayar di tempat ketika barang sudah

sampai. Dengan sistem pembayaran yang lebuh mudah, konsumen

56
semakin nyaman berbelanja melalui e-commerce tanpa harus keluar

rumah. Namun guna menjaga kepercayaan konsumen terhadap

penjual, maka penjual juga harus meningkatkan sistem keamanan

dan kenyamanan konsumen seperti dengan cara menjaga

kerahasiaan data pribadi agar terhindar dari bocornya data

konsumen kepada orang yang tidak bertanggungjawab. Hal ini dapat

dilakukan oleh penjual dengan cara bekerjasama dengan lembaga-

lembaga yang bersangkutan; dan

4. Pengiriman

Pengiriman merupakan suatu proses yang dilakukan setelah

pembayaran atas barang yang telah ditawarkan oleh penjual kepada

pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang

termaksud. Barang yang dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh

penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaimana telah

diperjanjikan antar penjual dan pembeli, biasanya biaya pengiriman

terpisah dari harga barang yang tercantum pada penawaran. Dalam

mengirimkan barang ke pembeli, penjual bekerjasama dengan

pengusaha jasa pengiriman barang seperti TIKI, JNE, dan lain

sebagainya. Proses penawaran dan penerimaan akan berjalan dengan

baik jika didukung oleh keamananan dan kelancaran jaringan, sesuai

dengan Pasal 15 UU ITE yang menjelaskan bahwa sistem

penyelenggaraan informasi dan transaksi elektronik harus

57
dilakukan secara aman, andal dan dapat beroperasi sebagaimana

mestinya. Penyelenggaraan sistem elektronik bertanggung jawab

atas sistem yang diselenggarakannya. Dalam Pasal 10 ayat (1) UU

ITE dijelaskan bahwa “setiap pelaku usaha yang

menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh

lembaga Sertifikasi keandalan”. Pasal 16 UU ITE menjelaskan

bahwa sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-undang

tersendiri, setiap penyelenggaraan system elektronik wajib

mengoperasikan sistem elektronik yang memenuhi persyaratan

minimum sebagai berikut :

a. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau

dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi

yang ditetapkan dengan peraturan perUndang-undangan;

b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan,

kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam

penyelenggaraan system elektronik tersebut;

c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam

penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;

d. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan

dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh

pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem

elektronik tersebut; dan

58
e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga

kebaruan, kejelasan, dan pertanggungjawaban prosedur atau

petunjuk.

Berdasarkan proses transaksi jual beli secara elektronik yang telah

diuraikan di atas, telah menggambarkan bahwa ternyata jual beli tidak

hanya dapat dilakukan secara konvensional, dimana antara penjual

dengan pembeli saling bertemu secara lansung, namun dapat juga hanya

melalui media Internet, sehingga orang yang saling berjauhan atau berada

pada lokasi yang berbeda tetap dapat melakukan transaksi jual beli tanpa

harus bersusah payah untuk saling bertemu secara langsung. Hal ini

meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu serta biaya baik bagi pihak

penjual maupun konsumen.

Dalam kegiatan bisnis, keberadaan e-commerce berfungsi sebagai

media transaksi bagi penjual dan pembeli yang bertransaksi. Sebagai

media transaksi, e-commerce memberikan berbagai kemudahan yang

dapat dirasakan oleh pengguna setelah melalui beberapa tahapan, yaitu:


35

a) Berbagi informasi adalah proses pertama dalam transaksi

e-commerce. Pada tahap ini, calon pembeli biasanya menelusuri

35
Widi Nugraha Ningsih dan Mira Erlinawati, 2017, Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi
Online, SurakartaCV. Pustaka Bengawan, hal. 32

59
internet untuk mendapatkan informasi tentang beberapa produk yang

akan dibeli. Informasi beberapa produk dapat diperoleh secara

langsung melalui website merchant atau perusahaan yang

memproduksi barang tersebut. Dalam hal informasi, ada 2 (dua) hal

utama yang dapat dilakukan pengguna di dunia maya, yaitu:

1. Iklan dapat dilihat pada berbagai produk, barang atau jasa yang

diiklankan oleh perusahaan melalui websitenya dan,

2. Data dapat dicari melalui informasi tertentu yang diperlukan

sehubungan dengan transaksi jual beli yang akan dilakukan;

b) Pesanan online adalah tahap pemasaran calon pembeli yang tertarik

dengan produk (barang atau jasa) yang ditawarkan. Oleh karena itu,

untuk memenuhi kebutuhan tersebut, perusahaan perlu memiliki

data center yang menyediakan informasi yang memadai terkait

berbagai produk yang ditawarkan, serta tata cara pembeliannya.

Untuk pemesanan melalui website, pedagang biasanya menyediakan

katalog yang berisi daftar barang yang akan dipasarkan. Setelah

mengisi form pemesanan, biasanya pada website terdapat pilihan

tombol konfirmasi untuk melanjutkan atau membatalkan pesanan;

c) Transaksi online adalah proses bisnis yang dilakukan secara online.

Ada banyak cara untuk berdagang secara online. Berkat Internet,

orang dapat melakukan transaksi online melalui obrolan atau audio

visual. Pada tahap ini biasanya diawali dengan proses tawar

60
menawar di dunia maya antara pihak-pihak yang terlibat dalam

e-commerce;

d) E-payment adalah sistem pembayaran yang dilakukan secara

elektronik. Biasanya, untuk dapat menyediakan layanan pembayaran

online, lembaga keuangan sebagai penerbit harus terlebih dahulu

menjalin kemitraan dengan penyedia jaringan. Sedangkan bagi

pelaku bisnis yang ingin menggunakan layanan pembayaran

tersebut, perlu menghubungi pihak penerbit untuk menggunakan

layanan tersebut. Dalam e-commerce, paket pembayaran elektronik

diimplementasikan dalam berbagai bentuk; dan

e) Digital cash adalah sistem pembayaran yang menggunakan uang

digital. Melalui sistem cash digital, uang dapat disajikan dalam

bentuk kecil sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Bank kemudian

bisa mendebit sejumlah uang yang ditransfer kerekening pelanggan

sebagai alat pembayaran belanja di internet.36

Adanya keberadaan e-commerce membuat konsumen lebih mudah

dalam melaksanakan kegiatan ekonomi di kehidupan sehari-hari. Banyak

keunggulan yang ditawarkan untuk bertransaksi melalui e-commerce

salah satunya sistem pembayaran transaksi elektronik melalui e-

commerce. Secara umum, masyarakat atau konsumen lebih memilih

36
Ibid, hal. 34

61
untuk melakukan pembayaran yang aman dan mudah digunakan oleh

konsumen. Sistem pembayaran saat ini dapat dikategorikan menjadi 5

(lima), antara lain :37

1. COD (cash on delivery)

COD (Cash On Delivery) atau membayar di tempat. Metode

pembayaran ini hanya tersedia untuk wilayah terdekat, atau wilayah

lain yang memiliki jaringan regional, dan pembeli membayar barang

yang dipesan pada saat kedatangan;

2. Transfer Bank

Transfer Bank, jika Anda memilih untuk membayar melalui transfer,

dapat mentransfer uang ke rekening Penjual. Transfer pembeli

(transfer dapat dilakukan dengan setor tunai, transfer melalui ATM

atau melalui klik BCA) jumlah yang dipesan paling lambat 3 hari

setelah melakukan transaksi dan mengirimkan bukti transfer melalui

email atau fax. Setelah dana transfer masuk dan bukti transfer

diterima barang pesanan langsung dikirim;

3. Sistem Utang

Sistem ini mengharuskan konsumen untuk memiliki rekening bank

terlebih dahulu. Jika dia akan melakukan pembayaran, pembayaran

akan ditarik dari rekening dengan cara debet. Contoh sistem tersebut

37
Abdul Halim Barkatullah, 2018, Hukum Transaksi Elektronik di Indonesia, Bandung, Nusa
Media, hal. 75

62
adalah: Bank Internet Payment Sistem, Electronik Check, dan Open

Financial Exchange (OFX);

4. Kartu Kredit

Penjual dapat menggunakan jasa bank yang terkait dengan jaringan

kartu kredit internasional, seperti Mastercard, JSB dan Visa. Setelah

pesanan selesai dan pembeli memilih untuk membayar dengan kartu

kredit, pembeli akan terhubung ke bank sebagai gateway

pembayaran. Pengisian semua data tentang kartu kredit dilakukan di

payment gateway. Tugas penjual adalah mengecek apakah ada

transaksi dengan CC dan mengecek ke bank apakah CC yang

digunakan valid. Sistem mengalihkan kewajiban pembayaran

kepada pihak ketiga (kredit), kemudian kredit tersebut akan

dibebankan ke tagihan orang yang bersangkutan; dan

5. Uang digital (e-money)

"Cash" atau "electronic "cash"/uang tunai digital. Sistem

pembayaran baru, seperti uang digital, hanya berfungsi jika

keberadaannya diterima oleh banyak orang.

63
Dengan adanya beberapa sistem pembayaran di atas, konsumen jauh

lebih mudah dalam melakukan kegiatan jual beli melalui e-commerce.

Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan

pembayaran melalui internet, yaitu :38

a) Security

Data atau infomasi yang berhubungan dengan hal-hal sensitif

semacam nomor kartu kredit dan password tidak boleh sampai

“dicuri” oleh yang tidak berhak karena dapat disalahgunakan

dikemudian hari;

b) Confidentiality

Perusahaan harus dapat menjamin bahwa tidak ada pihak lain yanng

mengetahui terjadinya transaksi, kecuali pihak-pihak yang memang

secar hukum harus mengetahuinya (misalnya bank);

c) Integrity

Sistem harus dapat menjamin adanya keabsahan dalam proses jual

beli, yaitu harga yang tercantum dan dibayarkan hanya untuk jenis

produk atau jasa yang telah dibeli dan disetujui bersama;

d) Authentication

38
Setia Putra, 2014, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Melalui E-
Commerce, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 4, Nomor 2, hal. 295

64
Proses pengecekan kebenaran. Disini pembeli maupun penjual

merupakan mereka yang benar-benar berhak melakukan transaksi,

seperti yang dinyatakan oleh masing-masing pihak;

e) Authorization

Mekanisme untuk melakukan pengecekan terhadap keabsahan dan

kemampuan seorang konsumen untuk melakukan pembelian

(adanya dana yang diperlukan unntuk melakukan transaksi jual beli);

dan

f) Assurance

Kondisi ini meperlihatkan kepada konsumen agar merasa yakin

bahwa merchant yang ada benar-benar berkompeten untuk

melakukan transaksi jual beli melalui internet (tidak melanggar

hukum, memiliki sistem yang aman, dan sebagainya).

2. Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Smartphone Melalui E-Commerce

Dalam kehidupan sehari-hari, kata “perjanjian” atau “kontrak”

sering kita jumpai atau kita temukan. Perjanjian merupakan suatu istilah

yang sering digunakan dalam melakukan kontrak atau perjanjian dalam

suatu hubungan baik perjanjian kerja, perjanjian jual beli dan lainnya.

65
Perjanjian adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para

pihak untuk memperoleh suatu hak. Perjanjian menurut Pasal 1313

KUH Perdata suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih. Sedangkan menurut M. Yahya Harahap perjanjian adalah suatu

hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang

memberikan kekuatan hukum kepada suatu pihak untuk memperoleh

prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melaksanakan

prestasi.39 Maka dari itu, setiap orang yang melakukan atau

mengikatkan dirinya ke dalam perjanjian maka sudah mempunyai akibat

hukum dari perjanjian yang dilakukannya.

Sebuah perjanjian biasanya dilakukan dalam transaksi jual beli yang

dilakukan oleh pelaku usaha dengan konsumen. Jual beli adalah suatu

persetujuan atau perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha dan

konsumen yang bersifat mengikat. Menurut Pasal 1457 KUH Perdata,

perjanjian jual beli adalah perjanjian antara penjual dan pembeli di

mana penjual mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak miliknya

atas suatu barang kepada pembeli, dan pembeli mengikatkan dirinya

untuk membayar harga barang itu. Dari Pasal 1457 KUH Perdata dapat

diartikan bahwa perjanjian jual beli ialah perjanjian yang saling

39
M. Yahya Harahap, 1982, Segi-segi Hukum Perikatan, PT. Alumni, Bandung, hal. 3

66
menguntungkan, karena masing-masing pihak antara pelaku usaha dan

konsumen mempunyai hak dan kewajiban sebagai akibat perjanjian

yang dilakukan atau diperbuatnya.

Berdasarkan pengertian tersebut terdapat 2 (dua) unsur yang

ditemukan yaitu unsur atau sifat konsensual dan esensial. Unsur atau

sifat konsensual dari jual beli ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH

Perdata yang berbunyi “Jual beli dianggap sudah terjadi antar kedua

belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang

dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya

belum dibayar”. Kemudian unsur esensial perjanjian jual beli adalah

adanya penyerahan hak milik atas suatu barang dan pembayarannya

harus dengan uang. Apabila pembayaran atas penyerahan hak milik atas

suatu barang tidak dengan uang, maka hal itu tidak dapat disebut

perjanjian jual beli melainkan barter atau tukar menukar. Dalam

kegiatan jual beli, terdapat syarat sah nya sebuah perjanjian pada saat

transaksi.

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, perjanjian dapat dikatakan sah

secara hukum apabila memenuhi beberapa syarat, antara lain :

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai

kemauan bebas untuk mengikatkan dirinya dan kemauan-kemauan

tersebut harus dinyatakan. Pernyataan dapat dilakukan secara tegas

67
maupun diam-diam. Kemauan yang bebas sebagai syarat pertama

untuk suatu perjanjian yang sah, dianggap tidak ada jika perjanjian

itu telah terjadi karena paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling) atau

penipuan (bedrog)40. Dalam Pasal 1321 KUH Perdata yaitu sepakat

yang dibuat karena kekhilafan (dwaling), paksaan (dwang) dan

penipuan (bedrog) dapat dikatakan sebagai cacat kehendak. Maksud

dari cacat kehendak adalah pernyataan kehendak yang dikeluarkan

seseorang yang mana kehendak tersebut telah ditentukan secara

tidak bebas atau tidak murni;

2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian diatur lebih lanjut dalam

Pasal 1329 KUH Perdata, yaitu bahwa setiap orang adalah cakap

untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh Undang-undang tidak

dinyatakan tidak cakap. Seseorang yang dianggap memiliki

kecakapan untuk membuat perjanjian adalah orang yang mampu

melakukan suatu tindakan hukum. Pada umumnya yang mampu

melakukan tindakan hukum adalah orang yang telah dewasa menurut

Undang-undang, orang yang sehat akal budinya, bukan orang yang

sedang berada di bawah pengampuan. Mengenai batas kedewasaan

seseorang adalah sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah

40
R. Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermassa, Jakarta, hal. 135

68
menikah, walaupun belum berumur 21 tahun.41 Dalam Pasal 1330

KUH Perdata yang dimaksud orang yang tidak cakap untuk

membuat suatu perjanjian yaitu :

1. Anak yang belum dewasa.

2. Orang yang ditaruh di bawah pengampunan.

3. Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan

Undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh

Undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.

Namun, dalam kenyataannya dengan sistem transaksi secara

konvensional atau tradisional orang yang tidak cakap sesuai dengan

yang disebutkan diatas pun dapat melakukan transaksi jual beli.

Contoh : seorang siswa SMP yang berumur 14 tahun membeli alat

tulis di supermarket, hal ini tidak dilarang oleh pihak supermarket

meski siswa tersebut belum berumur 21 tahun. Selama transaksi

tersebut tidak saling merugikan kedua belah pihak, maka transaksi

tersebut dapat dikatakan sah.

Keadaan di atas sama juga dengan transaksi dalam e-commerce.

Semakin sulit untuk menentukan apakah para pihak yang melakukan

perjanjian telah memenuhi ketentuan cakap dalam hukum atau tidak.

Hal ini karena para pihak tidak bertemu secara fisik melainkan

41
Soepomo, 1986, Hukum Perdata Jawa Barat, Djambatan, Jakarta, hal. 25

69
melalui internet sehingga para pihak tidak dapat mengetahui

bagaimana para pihak secara langsung. Selama para pihak dalam

transaksi e-commerce tidak ada yang ingin membatalkan, maka

transaksi tersebut dianggap sah, dan perjanjian tetap terus berjalan.

Jika ternyata yang melakukan transaksi adalah orang yang tidak

cakap maka pihak yang dirugikan dapat menuntut agar perjanjian

dibatalkan, tetapi akan semakin baik apabila pihak yang melakukan

e-commerce adalah orang yang cakap;

3) Suatu hal tertentu

Hal ini seperti ditentukan dalam Pasal 1333 KUH Perdata bahwa

suatu persetujuan harus mempunyai syarat sebagai pokok suatu

barang, paling sedikit ditentukan jenisnya. Maksud suatu hal

tertentu adalah bahwa objek dalam perjanjian itu harus mengenai

sesuatu tertentu. Objek atau prestasi tersebut sekurang-kurangnya

jenisnya dapat ditentukan baik mengenai benda berwujud atau tidak

berwujud. Objek perjanjian adalah prestasi, maka objek perjanjian

ini dapat berupa memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu. Dengan demikian, maka objek perjanjian tidak

selalu berupa benda; dan 42

4) Suatu sebab yang halal

42
R. Subekti, op.cit., hal. 137

70
Makna suatu sebab yang tidak terlarang atau halal dalam konteks

perjanjian berkaitan dengan isi perjanjiannya atau tujuan yang

hendak dicapai oleh para pihak yang terlibat. Isi dari suatu perjanjian

tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, kesusilaan,

maupun dengan ketertiban umum. Hal tersebut sebagaimana

ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata yang menerangkan bahwa suatu

sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh Undang-

undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau

dengan ketertiban umum.43

Jadi selama suatu perjanjian memenuhi 4 (empat) persyaratan

tersebut, maka Burgerlijk Wetboek (KUH Perdata), memandangnya

sebagai suatu perjanjian yang sah dan mengikat para pihak

sebagaimana mengikatnya Undang- undang (pacta sunt servanda).

2 (dua) syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif,

karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan

perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-

syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek

dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Apabila salah satu syarat

atau beberapa syarat tidak dipenuhi seperti syarat obyektif tidak

terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum. Artinya dari semula

43
https://www.hukumonline.com/berita/a/4-syarat-sah-perjanjian-di-mata-hukum-
lt6273669575348/?page=3 diakses pada 15 November pukul 21.26

71
tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu

perikatan.

Seiring perkembangan teknologi yang semakin pesat dan canggih,

banyak masyarakat yang sekarang sudah beralih untuk melakukan

transaksi secara elektronik dibandingkan dengan transaksi secara

konvensional. Hal ini disebabkan karena konsumen lebih mudah dalam

bertransaksi dan harga yang ditawarkan jauh lebih murah daripada

transaksi secara konvensional. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang

Informasi dan Transaksi Eelektronik (selanjutnya disebut UU ITE),

dijelaskan bahwa Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang

dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau

media elektronik lainnya. Dalam arti lain tranksaksi elektronik

merupakan sebuah pembayaran yang menggunakan teknologi. Dengan

mudahnya bertransaksi secara elektronik mempengaruhi banyak hal

salah satunya yaitu jaminan keamanan dan keabsahan suatu perjanjian

yang dilakukan secara elektronik bagi setiap konsumen yang melakukan

transaksi secara elektronik. Dengan adanya perkembangan teknologi

tersebut, maka tidak memungkinkan bahwa suatu perjanjian bisa

dilakukan secara elektronik atau disebut juga kontrak elektronik.

Dalam Pasal 1 ayat (17) UU ITE, Kontrak Elektronik adalah

perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Menurut

Edmon Makarim, kontrak elektronik atau e-contract adalah suatu

72
perikatan ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik

dengan memadukan jaringan (networking) dari sistem informasi

berbasiskan computer (computer based information system) dengan

sistem komunikasi yang berdasarkan atas jaringan dan jasa

telekomunikasi (telecommunication based) yang selanjutnya difasilitasi

oleh keberadaan computer global internet (network of network).44 Secara

umum, kontrak elektronik sama dengan kontrak pada umumnya.

Perbedaannya jika kontrak elektronik dibuat melalui sistem elektronik

sedangkan kontrak yang umum dibuat tidak melalui sistem elektronik

melainkan secara tertulis, lisan dan lainnya. Maka dari itu, kontrak

elektronik dapat dikatakan bahwa suatu kesepakatan yang dilakukan oleh

para pihak untuk saling mengikatkan demi tercapainya suatu tujuan

bersama yang dilakukan secara elektronik.

Namun dengan adanya kontrak elektronik yang dilakukan, banyak

konsumen yang meragukan keabsahan atau sah nya suatu kontrak atau

transaksi secara elektronik. Kontrak elektronik memiliki validasi dan

kekuatan hukum yang sama dengan kontrak yang dibuat secara fisik atau

tertulis. Hal ini sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) UU ITE bahwa Transaksi

Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para

pihak. Adapun ciri-ciri kontrak elektronik seperti kontrak elektronik

44
https://www.daya.id/usaha/artikel-daya/hukum-perizinan/hal-hal-penting-dalam-perjanjian-
elektronik-clik-wrap-agreement- diakses pada 29 November pukul 10.36

73
dilakukan secara jarak jauh bahkan melampaui batas-batas negara

melalui internet serta para pihak tidak pernah bertemu atau tidak akan

pernah bertemu.

Selanjutnya sesuai dengan Pasal 6 UU ITE maka, suatu informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik dianggap sah apabila memenuhi,

yaitu :

1. Dapat diakses

Yaitu data digital yang ditemukan dapat diakses oleh sistem

elektronik.

2. Dapat ditampilkan

Yaitu data digital tersebut dapat ditampilkan oleh sistem elektronik.

3. Dapat keutuhannya

Yaitu bukti diigtal yang dihasilkan proses pemeriksaan dan analisis

harus utuh isinya,

4. Dapat dipertanggungjawabkan

Yaitu apa yang dihasilkan mulai dari proses pembuatan dokumen

sampai dengan pengiriman dapat dijamin keasliannya.

Dengan adanya UU tersebut, Pemerintah berharap dapat menjawab

semua keraguan masyarakat terkait keabsahan transaksi elektronik

sehingga konsumen dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan rasa

aman.

74
B. Perlindungan Hukum dan Solusi Terhadap Konsumen Yang Membeli

Smatphone Berstatus Black Market di E-commerce Sesuai Dengan UU No.

8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen

1. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Membeli Smatphone

Berstatus Black Market di E-commerce Sesuai Dengan UU No. 8 Tahun

1999 tentang Pelindungan Konsumen

Sesuai dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar Negara Kesatuan

Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NKRI Tahun

1945) menerangkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.

Makna Pasal tersebut menjelaskan bahwa segala tatanan dalam

kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara harus dilandaskan

atas hukum yang berlaku. Selama kita masih tinggal di Indonesia harus

berhati-hati dalam melakukan setiap tindakan yang kita buat karena

setiap apa yang kita perbuat terdapat hukum atau norma yang berlaku.

Salah satu contoh tindakan yang mempunyai hukum yang mengikat yaitu

dalam melakukan transaksi jual beli melalui e-commerce.

Berdasarkan data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

(selanjutnya disebut YLKI), sepanjang tahun 2017, YLKI telah

menerima 642 (enam ratus empat puluh dua) aduan di luar pengaduan

biro perjalanan umrah. Aduan tersebut, berasal dari aduan mengenai

belanja online yang mendominasi dengan jumlah 101 (seratus satu)

aduan. Sementara dari toko online yang paling sering diadukan, urutan

75
pertama adalah Lazada dengan 18 (delapan belas) aduan, Akulaku

dengan 14 (empat belas) aduan, Tokopedia dengan 11 (sebelas) aduan,

Bukalapak dengan 9 (sembilan) aduan, Shopee dengan 7 (tujuh) aduan,

Blibli.com dengan 5 (lima) aduan, JD.ID dengan 4 (empat) aduan, dan

Elevenia dengan 3 (tiga) aduan. Adapun permasalahan yang sering

diadukan kepada YLKI adalah pesanan barang yang belum sampai,

cacat produk, sulitnya proses pengembalian barang, hingga proses

refund atau pengembalian uang.45 Dengan berbagai aduan diatas,

membuktikan bahwa jual beli dengan sistem transaksi elektronik belum

seratus persen terjamin keamanannya. Sehingga diperlukan adanya

regulasi yang memuat perlindungan hukum terhadap konsumen dalam

transaksi melalui e-commerce.

Perlindungan Hukum merupakan suatu upaya untuk memberikan

perlindungan kepada subyek hukum melalui peraturan yang ada. Dengan

adanya Perlindungan Hukum, maka subyek hukum tidak perlu merasa

cemas dan takut dalam melakukan aktifitas apapun. Karena tujuan

daripada Perlindungan Hukum untuk memberikan rasa aman dan nyaman

sehingga dapat terpenuhinya hak asasi manusia setiap subyek hukum

serta meminimalisir kerugian yang akan dialami oleh orang laiin. Selain

45
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/19/153100426/ylki--meski-dirugikan-konsumen-
indonesia-takut-melapor?page=all diakses pada 01 Desember 2022 pukul 18.25.

76
itu dengan adanya penegakan Perlindungan Hukum untuk mewujudkan

ketertiban dan ketentraman sehingga terciptanya perdamaian.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999,

“perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen” Dapat

dikatakan, perlindungan konsumen adalah suatu upaya atau tindakan

yang dilakukan oleh penegak hukum untuk menjamin dan memberi

perlindungan hukum terhadap konsumen. Dengan adanya perlindungan

konsumen, maka tiap orang tidak perlu khawatir terkait hak-hak dan

kewajiban yang dimiliki oleh konsumen.

Dengan disahkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen pada tanggal 20 April 1999, telah menjadikan

perlindungan konsumen menjadi problematika atau permasalahan

serius, yang artinya adanya ketentuan Undang-undang tersebut telah

memberikan posisi yang lebih kuat kepada konsumen untuk

mendapatkan hak-haknya. Adanya ketentuan tersebut, Pemerintah

berharap dapat tercipta regulasi yang lebih adil bagi semua pihak.

Disebutkan bahwa UUPK merupakan hukum yang melindungi

konsumen. Namun hal ini tidak dimaksudkan untuk menyerang dan

melemahkan posisi dari produsen selaku pelaku usaha. Ketentuan

tersebut justru memberikan dampak positif kepada posisi pelaku usaha.

Hal ini dikarenakan dengan adanya peraturan perlindungan konsumen

77
dapat mendorong iklim berdagang yang sehat serta lahirnya perusahaan

yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang

dan/jasa yang berkualitas.

Konsumen dan pelaku usaha merupakan dua pihak yang harus

mendapatkan perlindungan hukum. Namun, pada umumnya posisi

konsumen lebih lemah daripada pelaku usaha. Hal ini disebabkan karena

konsumen terkadang mempunyai kemampuan financial yang lebih

rendah. Meskipun begitu, tata hukum di Indonesia tidak bisa dinilai

berdasarkan kesenjangan ekonomi saja. Tata hukum di Indonesia harus

bersifat adil kepada semua pihak, baik untuk konsumen maupun pelaku

usaha sehingga mereka mempunyai kedudukan dan kesempatan yang

sama di hadapan hukum.

Dalam melakukan transaksi jual beli melalui e-commerce,

konsumen selaku yang membelanjakan uangnya juga harus waspada dan

lebih teliti terhadap setiap penawaran yang diberikan oleh suatu situs

dalam platform e-commerce. Terkadang pelaku usaha juga menawarkan

produk yang fiktif dengan harga murah agar konsumen tertarik dengan

produk tersebut. Contoh produk yang sering terjadi permasalahan yaitu

produk smartphone yang ternyata berstatus black market. Black market

merupakan salah satu kegiatan transaksi yang bertentangan dengan

peraturan yang dibuat oleh Pemerintah. Ini disebabkan transaksi melalui

black market dilakukan dengan cara diam-diam sehingga keaslian

78
smartphone diragukan. Selain itu, black market dilakukan untuk

menghindari biaya bea yang timbul dari smartphone yang dijual. Dengan

cara tersebut pelaku usaha mendapatkan keuntungan yang lebih besar

tanpa harus membayar bea yang timbul dari smartphone tersebut.

Smartphone jenis Iphone di Indonesia sangat digemari oleh

masyarakat terutama di kalangan remaja. Ini dikarenakan mayoritas

masyarakat beranggapan dengan mempunyai smartphone jenis Iphone

menandakan keadaan finansial yang bagus dan mampu sehingga dapat

mengikuti gaya hidup dengan teman-teman yang lain. Tak jarang juga

sebagian masyarakat bahkan sampai dengan rela mengeluarkan uang

untuk menyewa smartphone tersebut hanya beberapa jam agar bisa

mengimbangi gaya hidup dengan teman-temannya.

Tidak dapat dipungkiri harga smartphone jenis Iphone yang beredar

di pasaran atau biasanya kita jumpai di toko konvensional dapat

dikatakan sangat mahal untuk ukuran financial remaja pada umumnya.

Namun ketika kita melihat harga smartphone tersebut di website e-

commerce, harganya jauh lebih murah daripada yang beredar di toko

konvensional. Harga tersebutlah yang membuat para remaja

berbondong-bondong untuk membeli smartphone tersebut. Namun,

harga yang turun drastis inilah yang harus kita waspadai sebagai

konsumen. Hal ini harus diwaspadai dengan kecurigaan smartphone

79
tersebut tidak ori atau asli bahkan bisa jadi smartphone tersebut

merupakan barang yang berasal dari black market.

Produk yang dijual dengan cara diatas sama saja dengan produk

fiktif atau khayalan. Kita sebagai konsumen harus memperhatikan dan

memastikan dahulu sebelum memesan suatu barang. Salah satu caranya

yaitu dengan melihat ada atau tidaknya nomor telepon yang dapat

dihubungi atau dimiliki oleh merchant atau pelaku usaha tersebut beserta

alamat lengkapnya. Hal ini sangat penting, karena kita sebagai konsumen

harus melakukan komunikasi terlebih dahulu kepada penjual..

Melakukan komunikasi dengan penjual dapat dilakukan dengan

memastikan smartphone yang ditawarkan benar-benar ada atau tidak,

lalu kita bertanya terkait spesifikasi smartphone yang akan dibeli.

Dengan melakukan komunikasi terlebih dahulu kepada pelaku usaha,

maka akan dapat mengurangi dampak kerugian yang dapat dialami oleh

konsumen.

Dengan adanya regulasi UUPK diatas, besar harapan Penulis dapat

memberikan rasa aman dan dapat mencegah problematika transaksi

melalui e-commerce maupun kerugian yang akan dialami oleh konsumen

yang akan terjadi di masa yang akan datang.

2. Solusi Terhadap Konsumen Yang Membeli Smatphone Berstatus Black

Market di E-commerce Sesuai Dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen

80
Transaksi elektronik dalam dunia e-commerce terkadang menimbulkan

perselisihan atau permasalahan. Baik permasalahan yang disebabkan

konsumen maupun produsen selaku pelaku usaha. Namun, berdasarkan

data aduan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada

tahun 2017 diatas, menggambarkan bahwa perselisihan atau aduan yang

dilaporkan seringnya disebabkan oleh kesalahan atau kecurangan dari

produsen atau pelaku usaha. Salah satu contoh yang sering terjadi yaitu

transaksi jual beli smartphone berstatus black market.

Smartphone black market merupakan salah satu jenis barang yang bisa

dikatakan ilegal. Disebut ilegal karena smartphone black market tidak

mempunyai izin resmi atau nomor International Mobile Equipment

Identity atau biasa disingkat IMEI (selanjutnya disebut IMEI) yang

terdaftar yang biasa digunakan untuk berkomunikasi di Indonesia. Pada

dasarnya, nomor IMEI adalah sejenis nomor identitas buat HP kita.

Keberadaannya nomor IMEI sangat penting untuk membuktikan

smartphone kita benar-benar asli dan bukan merupakan produk black

market alias ilegal. Selain ilegal, karena smartphone tersebut beredar dan

hanya dapat diakses melalui pasar gelap atau black market. Cara

mendapatkan barangnya pun dengan cara menyelundupkan barang-

barang terlarang yang dilakukan secara diam-diam seperti cara

mengedarkan narkotika pada umumnya. Cara tersebut dilakukan agar

terhindar dari biaya bea dan cukai yang ada di Indonesia. Hal ini jelas

81
sangat bertentangan dengan peraturan yang ada di Indonesia yang sangat

melarang adanya kegiatan transaksi melalui pasar gelap. Selain

merugikan konsumen, keberadaan black market juga merugikan negara

dari segi pendapatan pajak yang seharusnya dapat diterima dari bea yang

timbul akibat keberadaan smartphone tersebut.

Kasus smartphone black market biasanya ditemukan dalam transaksi jual

beli melalui e-commerce. Smartphone tersebut biasanya dijual oleh

pelaku usaha dengan harga yang murah daripada harga pada umumnya

yang ada di pasaran. Misal saja harga pasaran smartphone merek iPhone

11 Pro di Indonesia berkisar antara Rp. 10.000.000 – Rp. 15.000.000,

sedangkan yang dijual melalui e-commerce jauh lebih murah atau bahkan

lebih rendah dari harga tersebut. Perbandingan dan selisih harga yang

jauh tersebut sering membuat konsumen tertarik untuk membeli

smartphone melalui e-commerce. Dengan harga yang jauh lebih murah

daripada harga pasaran, tidak membuat konsumen untuk berpikir dua kali

untuk membeli smartphone tersebut. Bahkan terkadang ada konsumen

yang rela membeli produk tersebut untuk memenuhi gaya hidup yang

terkesan mewah. Sehingga konsumen dapat memenuhi dan

mengimbangi gaya hidup teman-temannya. Padahal belum tentu produk

yang mereka beli sesuai dengan standar smartphone pada umumnya. Hal

ini perlu diperhatikan oleh konsumen yang seharusnya lebih cermat dan

82
waspada dengan terlebih dahulu membaca informasi lengkap terkait

smartphone beserta spesifikasi smartphone tersebut.

Namun, permasalahan ini juga disebabkan oleh produsen selaku pelaku

usaha yang menjual atau memasarkan smartphone black market tersebut.

Terkadang ada produsen yang curang atau licik dalam memasarkan

smartphone tersebut dengan sengaja tidak memberikan informasi yang

lengkap dan jujur terhadap smartphone yang dipasarkannya tersebut.

Jelas hal ini sangat merugikan konsumen sebagai pihak yang

membutuhkan smartphone dengan harga yang jauh lebih murah. Padahal

di dalam UUPK terdapat hak-hak konsumen yang perlu diperhatikan oleh

para produsen sebagai pelaku usaha dalam memasarkan produknya

melalui e-commerce.

Dalam Pasal 4 UUPK terdapat beberapa hak yang seharusnya didapatkan

oleh konsumen, antara lain:

1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonumsi barang dan/atau jasa.

Dalam transaksi e-commerce, agar konsumen terhindar dari

kerugian fisik maupun psikis dalam mengkonsumsi suatu produk

maka hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa menjadi penting. Hak ini

merupakan salah satu kunci dari laku atau tidaknya sutu produk yang

dijual oleh produsen. Apabila produsen sebagai pelaku usaha

83
memperhatikan hak-hak konsumen diatas, maka sudah dapat

dipastikan konsumen akan merasa aman dan nyaman untuk membeli

smartphone di platform tersebut;

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan.

Konsumen dapat dengan bebas memilih berbagai produk yang

tersedia melalui platform e-commerce manapun tanpa ada paksaan

ataupun tekanan dari pihak luar. Konsumen juga berhak

memutuskan untuk membeli atau tidak suatu produk, memilih

kisaran harga produk yang diinginkan, dan memilih kuantitas

maupun kualitas dari jenis produk yang konsumen inginkan;

3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur menngenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa

Penjual atau pelaku usaha dalam platform e-commerce diharuskan

memberikan keterangan secara lengkap dan jelas mengenai barang

atau spesifikasi smartphone serta keterangan lain yang berkaitan

dengan produk yang mereka jual melalui e-commerce. Selain

membuat konsumen merasa aman dengan adanya informasi yang

detail dan lengkap terkait smartphone yang ditawarkan, membuat

konsumen semakin mudah dan nyaman dalam mencari smartphone

sesuai dengan kebutuhannya;

84
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barnag dan/atau

jasa yang digunakan

Dalam hal ini, pelaku usaha sudah seharusnya memberikan

kebebasan terhadap konsumen untuk memberikan kritik dan saran

terkait produk, pelayanan, ketepatan pengiriman, garansi dan

lainnya. Di lain sisi, pelaku usaha juga dapat berinovasi dengan

menambahkan fitur yang mempunyai fungsi untuk menjawab dan

merespon dengan cepat pertanyaan-pertanyaan konsumen terhadap

suatu smartphone yang akan dibelinya. Sehingga hal itu, dapat

membuat konsumen lebih cepat dalam menentukan keputusan beli

atau tidaknya terhadap smartphone yang diminatinya;

5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut

Dalam hal ini, apabila terjadi perselisihan antara konsumen dengan

pelaku usaha (merchant), konsumen dapat melakukan upaya

penyelesaian sengketa melalui pengadilan maupun non pengadilan.

Hal ini sesuai dengan Pasal 45 UUPK, yang menyebutkan bahwa

penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan atau di

luar pengadilan. Pemilihan penyelesaian sengketa bersifat opsional

dan bebas tergantung daripada pilihan para pihak yang sedang

bersengketa. Hak ini juga memberikan suatu jaminan kepada kedua

belah pihak apabila terjadi perselisihan. Dengan adanya hak untuk

85
mendapatkan perlindungan hukum, maka kedua belah pihak dapat

bertransaksi secara lebih bebas dan tidak perlu merasa takut;

6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

Pendidikan konsumen adalan proses dimana konsumen :

a. Mengembangkan keahlian untuk membuat keputusan terdidik

(tepat) dalam pembelian barang dan jasa dalam mengingat nilai

personal, pemanfaatan maksimunan permintaan bantuan,

alternatif tersedia, pertimbangan ekologis, dan perubahan

kondisi ekonomi;

b. Mengetahui hukum, hak mereka dan metode permintaan

bantuan untuk berpastisipasi secara efektif dan percaya diri

dalam pasar dan mengambil tindakan yang tepat, untuk meminta

ganti rugi konsumen; dan

c. Meningkatkan pemahaman peran masyarakat dalam ekonomi,

sosial, dan sistem pemerintahan dan bagaimana memengaruhi

sistem tersebut membuat mereka tanggap terhadap kebutuhan

konsumen.

Hak ini diserahkan kembali kepada konsumen dimana

seharusnya pihak pelaku usaha atau penjual telah menyediakan

berbagai informasi yang dibutuhkan terkait produknya di suatu

platform e-commerce dan dapat diakses secara bebas. Dalam hal ini,

86
konsumen memang dituntut secara aktif, seperti membaca dengan

detail setiap informasi dari suatu produk tertentu;

7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif

Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif merupakan hak konsumen agar pelaku usaha

tidak membeda-bedakan berdasarkan suku, agama, budaya, daerah,

pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya. Dengan hak

konsumen ini diperhatikan oleh seluruh produsen selaku pelaku

usaha, maka konsumen akan merasa nyaman dan semakin leluasa

dalam memilih smartphone yang produsen tawarkan; dan

8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Dalam kegiatan jual beli melalui e-commerce terkadang

menimbulkan beberapa problematika atau permasalahan yang

dialami konsumen. Salah satu contoh permasalahan yang sering

terjadi yaitu ketidaksesuaian antara smartphone yang ditawarkan

dengan smartphone yang konsumen dapatkan atau terima. Hal ini

tentu sangat merugikan konsumen yang terkadang sudah menunggu

lama smartphone yang dibelinya untuk datang namun smartphone

yang datang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen.

87
Kelalaian dari produsen berakibat pada munculnya kerugian

konsumen yang merupakan faktor penentu adanya hak konsumen

dalam mengajukan ganti rugi. Hak inilah yang sering diabaikan oleh

pelaku usaha sebagai pihak yang menjual smartphone.

Adanya Ketentuan Peraturan tersebut, sudah seharusnya para pelaku

usaha lebih memperhatikan hak-hak konsumen. Dikarenkan apabila hak-

hak konsumen diatas tidak diperhatikan oleh para pelaku usaha maka

segala kerugian yang dialami oleh konsumen harus siap ditanggung oleh

para pelaku usaha. Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu ganti rugi

karena wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Ganti rugi karena

wanprestasi diatur dimulai dari Pasal 1243 KUH Perdata yang

menyatakan penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya

suatu perikatan. Sedangkan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum

diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Ganti rugi karena perbuatan

melawan hukum adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada

orang yang telah menimbulkan kesalahan kepada pihak yang

dirugikannya. 46

Adanya regulasi yang mengatur tentang hak-hak konsumen di atas sudah

seharusnya menjadi acuan oleh para pelaku usaha dalam menjalankan

46
Salim H.S., 2003, Hukum Kontrak (Teori dan Tekniik Penyusunan Kontrak), Sinar Grafika,
Jakarta, hal. 100

88
bisnisnya melalui e-commerce. Regulasi dibuat untuk meminimalisir

adanya permasalahan atau perselisihan antara produsen dengan

konsumen. Produsen yang tidak memperhatikan regulasi diatas harus

bersedia menerima segala konsekuensi yang akan timbul baik dari

konsumen sendiri maupun pihak lain yang merasa dirugikan.

Selain hak-hak konsumen yang menjadi acuan para pelaku usaha dalam

menjalankan usahanya, para produsen juga perlu memperhatikan

kewajiban pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini sesuai

dalam Pasal 7 UUPK yang memuat apa saja kewajiban pelaku usaha.

Dalam Pasal 7 UUPK terdapat beberapa hal yang menjadi kewajiban

pelaku usaha, antara lain:

a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

Dalam UUPK, itikad baik harus lebih ditekankan kepada pelaku

usaha. Karena pelaku usaha menjalankan usaha atau bisnisnya

dengan niatan yang baik atau tidak. Pada umumnya itikad baik

hanya bisa dinilai dan dimengerti oleh diri sendiri yaitu pelaku usaha

itu sendiri. Namun, konsumen juga dapat menilai pelaku usaha

beritikad baik atau tidak, hal ini dapat dilihat sejak barang dirancang

atau diproduksi sampai pada tahap penjualan. Apabila dari awal

memulai usaha, pelaku usaha tidak mempunyai itikad baik dalam

menjalankan bisnis, maka konsumen perlu berhati-hati dalam

89
membelanjakan uangnya atau melakukan transaksi jual beli kepada

pelaku usaha dengan tipe tersebut;

b) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan

Kewajiban ini merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh para

produsen atau pelaku usaha. Hal ini perlu dilakukan oleh produsen

guna meminimalisir terjadinya kerugian yang dapat dialami oleh

konsumen. Dengan adanya informasi yang jelas dan jujur terhadap

suatu produk yang dipasarkannya melalui e-commerce, maka dapat

meningkatkan kepercayaan konsumen kepada bisnis yang dilakukan

oleh pelaku usaha tersebut.

c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif

Sukses atau tidaknya usaha dari pelaku usaha (merchant) sangat

tergantung dari konsumen. Karena itu, sebagai pelaku usaha harus

membina hubungan baik kepada setiap konsumen. Walaupun

konsumen tidak jadi membeli produk, namun sebagai pelaku usaha

tetap harus memberikan pelayanan yang benar dan jujur untuk setiap

konsumen tanpa membedakan latar belakang dan stastus sosial

manapun dari konsumen;

90
d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku

Walaupun sebagai pelaku usaha yang merupakan hanya orang yang

memasarkan produk dan bukan sebagai tangan pertama dari produk

yang dijual, harus tetap memperhatikan mutu barang yang dijual dan

dipasarkannya dalam e-commerce. Dengan mutu barang yang

standar atau dengan kualitas yang bagus, akan meningkatkan

kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Karena

para konsumen pasti menginginkan produk yang jelas dan terjamin

mutunya. Maka dari itu, dengan memperhatikan mutu suatu produk

maka para konsumen akan merasa nyaman dan bahkan akan terus

berlangganan;

e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

diperdagangkan

Kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberikan jaminan garansi atas

setiap produk yang dibeli oleh konsumen. Dengan adanya jaminan

tersebut, konsumen tidak perlu merasa khawatir apabila produk yang

91
dibelinya mengalami kerusakan atau tidak berfungsi sebelum

pemakaian oleh konsumen.

f) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan

Pemberian kompensasi atau penggantian kerugian atas produk yang

dibeli konsumen merupakan salah satu cara untuk menjaga

kepercayaan dari konsumen. Apabila terdapat produk yang tidak

sesuai maupun mengalami kecacatan sebelum sampai di tangan

konsumen, maka pelaku usaha sudah seharusnya memberikan

kompensasi atau ganti rugi kepada konsumen. Dengan cara tersebut,

konsumen tidak akan khawatir dan akan merasa nyaman berbelanja

di toko tersebut; dan

g) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

dengan perjanjian

Hal ini perlu dilakukan oleh para pelaku usaha apabila produk yang

dipesan oleh konsumen tidak sesuai dengan yang dipasarkan. Maka

dari itu, pelaku usaha harus menerima resiko untuk mengganti

produk yang sudah dipesan oleh konsumen dengan produk yang

sesuai apa yang ada di website e-commerce.

92
Adanya Ketentuan Peraturan kewajiban pelaku usaha diatas, sudah

seharusnya menjadi landasan para pelaku usaha dalam menjalankan

bisnis atau usahanya. Hal ini perlu dilakukan agar permasalahan terkait

jual beli baik secara konvensional maupun secara elektronik dapat

terminimalisir. Sehingga para pihak yang berkaitan baik konsumen

maupun pelaku usaha sama-sama mendapatkan tujuannya. Konsumen

selaku pembeli dapat memenuhi semua kebutuhannya melalui

e-commerce. Dan pelaku usaha mendapatkan keuntungan yang mereka

harapkan dengan menjual produknya melalui website e-commerce.

Penyelesaian sengketa atau perselisihan yang sering terjadi dalam

transaski elektronik sudah seharusnya dilakukan oleh kedua pihak, baik

konsumen maupun pelaku usaha. Ini perlu dilakukan agar tercipta

perdamaian sehingga perselisihan tidak berlarut panjang. Perselisihan

dalam transaksi e-commerce biasanya disebabkan karena

ketidaksesuaian produk yang diterima oleh konsumen dengan apa yang

pelaku usaha tawarkan melalui website e-commerce. Ini biasa terjadi

dalam kasus dengan produk smartphone yang ternyata berstatus black

market.

Pasal 1 UUPK menyatakan bahwa “perlindungan konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen”. Dengan kata lain UUPK secara tegas

telah memberikan jaminan perlindungan terhadap konsumen yang

93
dirugikan oleh pelaku usaha. Sengketa konsumen juga dapat diartikan

sebagai sengketa dengan pelanggaran hak-hak konsumen yang dilakukan

oleh pelaku usaha yang menyebabkan adanya kerugian yang dialami

konsumen. Sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001

disebutkan bahwa “sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku

usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran dan atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi

barang atau memanfaatkan jasa”. Dengan demikian dikategorikan

sengketa konsumen apabila terpenuhi unsur adanya sengketa, pelaku

usaha, konsumen dan adanya kerugian pihak konsumen. Adanya

sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha harus dapat diatasi oleh

Pemerintah, dengan cara membuat aturan terkait penyelesaian sengketa

konsumen. Peraturan penyelesaian sengketa konsumen diatur dalam

Pasal 45 Undang-undang Perlindungan Konsumen sebagai berikut:

a. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha

melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara

konsumen dan pelaku usaha atau melalui Peradilan yang berada di

lingkungan Peradilan Umum;

b. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui

Pengadilan atau di luar Pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para

pihak yang bersengketa;

94
c. Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana

sebagaimana diatur dalam Undang-undang; dan

d. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar

Pengadilan gugatan melalui Pengadilan hanya dapat ditempuh

apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu

pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.

Berdasarkan pada ketentuan pasal tersebut, maka terdapat beberapa

cara atau mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh oleh

Konsumen, antara lain :

1) Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Jalur Litigasi

(Pengadilan)

Dalam Pasal 45 ayat (1) UUPK menyebutkan: “Setiap konsumen

yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga

yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku

usaha melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan

umum”. Penyelesaian sengketa konsumen melalui Pengadilan

merupakan suatu penyelesaian yang biasanya tidak diinginkan dan

dihindari oleh para pihak yang bersengketa. Hal ini disebabkan

penyelesaian sengketa melalui Pengadilan dianggap kurang efisien

dari segi waktu, biaya, maupun tenaga yang dikeluarkan. Pada

umumnya, penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku

95
usaha melalui jalur litigasi, akan menimbulkan rasa permusuhan

atau perselisihan yang berkepanjangan bagi para pihak yang

bersengketa, baik konsumen maupun pelaku usaha. Sehingga

hubungan bisnis antar para pihak akan semakin buruk.

Dalam Pasal 46 ayat (1), gugatan atas pelanggaran yang

dilakukan oleh pelaku usaha dapat dilakukan oleh :

a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang

bersangkutan;

b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang

sama;

c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang

memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan,

yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas

bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk

kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan

kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya; dan

d. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau

jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan

kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

Selain itu, penyelesaian sengketa konsumen melalui jalur Pengadilan

memiliki beberapa kekurangan, antara lain:

a) Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan sangat lambat

96
Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan dinilai sangat lambat

dan memakan waktu yang cukup lama. Ini disebabkan oleh

proses pemeriksaan yang sangat formal dan sangat teknis.

Sehingga para pihak yang bersengketa tidak ingin waktunya

terbuang sia-sia dengan menunggu pemeriksaan serta proses

yang lama;

b) Biaya perkara yang mahal

Biaya perkara yang harus dikeluarkan oleh para pihak yang

bersengketa dinilai terlalu mahal. Terlebih ditambah, dengan

lamanya waktu penyelesaian sengktea. Semakin lama

penyelesaian sengketa, semakin banyak biaya yang harus

dikeluarkan oleh para pihak. Biaya ini akan bertambah dengan

biaya pengacara yang dibutuhkan oleh para pihak yang

bersengketa;

c) Pengadilan tidak responsif

Penyelesaian melalui Pengadilan dinilai tidak responsif. Hal ini

disebabkan karena penyelesaian melalui Pengadilan dinilai

kurang tanggap dalam membela, melindungi kepentingan

umum, dan dianggap sering berlaku tidak adil karena hanya

memberi pelayanan dan kesempatan serta keleluasaan hanya

kepada “lembaga besar” atau “orang kaya”. Sehingga muncul

doktrin “hukum tumpul ke atas, namun tajam ke bawah”;

97
d) Putusan Pengadilan tidak memuaskan

Para pihak yang bersengketa menilai, melakukan penyelesaian

melalui Pengadilan tidak akan menyelesaikan masalah atau

perkara. Bahkan menyelesaiakan melalui Pengadilan dianggap

akan menambah rumit perkara karena dinilai putusan

Pengadilan tidak mampu memuaskan para pihak yang

bersengketa, serta tidak mampu memberikan kedamaian kepada

para pihak yang bersangkutan; dan

e) Kemampuan Hakim yang bersifat generalis

Para hakim yang ada di Indonesia pada umumnya berkisar

berumur 50-60 tahun. Dengan umur yang dapat dibilang tua atau

memasuki usia pensiun, dianggap mempunyai kemampuan atau

wawasan yang terbatas terkait iptek. Terutama dalam hal

perkembangan teknologi yang serba canggih di era globalisasi

sekarang. Dengan demikian, para pihak beranggapan para

hakim tidak akan memberikan putusan yang adil karena

keterbatasan pengetahuan di bidang teknologi.

Meskipun demikian, penyelesaian sengketa konsumen melalui jalur

Pengadilan tetap akan menjadi pilihan terakhir para pihak apabila

penyelesaian sengketa secara non-litigasi tidak menemui kata sepakat.

2) Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Jalur Non-Litigasi (di

Luar Pengadilan)

98
Penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha

melalui jalur non-litigasi merupakan salah satu alternatif dalam

menyelesaikan sengketa konsumen. Langkah ini menjadi salah satu

cara yang paling disukai oleh para pihak yang bersengketa. Sesuai

Pasal 47 UUPK, menyebutkan “Penyelesaian sengketa konsumen di

luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan

mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/ atau mengenai

tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau

tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh

konsumen”. Dengan tujuan tersebut, para pihak berharap dengan

melakukan penyelesaian melalui non-litigasi, perselisihan dan

permasalahan yang terjadi dapat selesai dengan baik.

Penyelesaian sengketa melalui non-litigasi dilakukan oleh

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut

BPSK). Sesuai Pasal 1 ayat (11) UUPK menjelaskan bahwa, “Badan

Peneyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas

menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan

konsumen”. BPSK adalah lembaga yang memeriksa sengketa

konsumen, yang bekerja seolah-olah sebagai sebuah pengadilan.

BPSK tidak menyelesaikan sengketa konsumen dengan jalan damai,

tetapi memeriksa sengketa berdasarkan hukum. Artinya, BPSK

99
dalam menjalankan perannya dalam penyelesaian sengketa tetap

berpegang teguh pada ketentuan Undang-undang yang berlaku.47

Penyelesaian sengketa melalui BPSK diawali dengan

permohonan atau pengaduan korban, baik tertulis maupun tidak

tertulis tentang peristiwa yang menimbulkan kerugian kepada

konsumen. Yang dapat mengajukan gugatan atau permohonan

penggantian kerugian melalui BPSK ini hanyalah seorang

konsumen atau ahli warisnya. Sedangkan pihak lain yang

dimungkinkan menggugat sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 46

UUPK, seperti kelompok konsumen, lembaga swadaya masyarakat,

dan pemerintah, hanya dapat mengajukan gugatannya ke pengadilan

(umum) tidak ke BPSK. Atas permohonan itu, BPSK membentuk

majelis yang berjumlah sekurang-kurangnya tiga orang, salah satu

diantaranya menjadi ketua majelis. Dalam sidang pemeriksaan,

majelis dibantu oleh seorang panitera.48

Pemeriksaan atas permohonan/tuntutan konsumen dilakukan

sama seperti persidangan dalam peradilan umum, yaitu ada

pemeriksaan terhadap saksi, saksi ahli, dan bukti-bukti lain. Setelah

melakukan pemeriksaan, majelis kemudian memutuskan dan

menetapkan ada atau tidak adanya kerugian pada konsumen yang

47
Janus Sidabalok, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta, hal. 144.
48
Hanum Rahmaniar Helmi, 2015, Eksistensi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam
Memutus Sengketa Konsumen di Indonesia, Jurnal Hukum Acara Perdata, Vol. 1, No. 1, Hal. 81

100
harus diganti oleh produsen. Putusan majelis BPSK kemudian difiat

ke pengadilan negeri supaya dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika

pihak-pihak yang bersengketa tidak puas dengan putusan majelis,

maka mereka dapat mengajukan keberatannya ke pengadilan negeri

setempat dalam waktu paling lambat empat belas hari kerja sejak

putusan diterima sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (2)

UUPK.49

Dalam penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku usaha,

jika tidak menemui kesepakatan untuk damai atau tidak sepakat atas

hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku usaha, maka terdapat

3 (tiga) cara penyelesaian sengketa sesuai dalam Pasal 52 ayat (1),

antara lain :

a. Mediasi

Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi berdasarkan KMPP

350/MPP/12/2001 Pasal 1 angka 10 menjelaskan bahwa mediasi

merupakan proses penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadilan dengan perantara BPSK sebagai penasehat dan

penyelesaiannya diserahkan pada para pihak yaitu konsumen

dan pelaku usaha. Penyelesaian dengan cara ini dilakukan

sendiri oleh konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa

dengan didampingi oleh majelis yang bertindak aktif (Pasal 5

49
Ibid, Hal. 82.

101
ayat 2 KMPP 350/MPP/12/2001). Dengan maksud Majelis

bertindak sebagai Mediator dengan memberikan nasehat,

petunjuk saran dan upaya-upaya lain dalam menyelesaikan

sengketa. Namun keputusan atau kesepakatan dalam

penyelesaian sengketa tetap diserahkan sepenuhnya kepada

konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa kemudian

dituang dalam perjanjian tertulis antara para pihak yang

bersengketa.

Penyelesaian sengketa melalui mediasi, sepenuhnya diserahkan

kepada pihak yang bersengketa untuk memperoleh kesepakatan

dalam menentukan baik dalam bentuk maupun jumlah ganti rugi

yang diterima oleh konsumen. Kesepakatan ini dituangkan

dalam perjanjian tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah

pihak yang bersengketa. Hal ini dimaksudkan sebagai bukti

untuk pembuatan berita acara oleh panitera BPSK;50

b. Arbitrase

Berdasarkan pasal 1 angka 11 KMPP 350/ MPP/12/2001,

Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar

pengadilan yang dalam hal ini pihak konsumen dan pelaku

usaha yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian

kepada BPSK. Dalam penyelesaian sengketa konsumen di luar

50
Ibid, Hal. 82.

102
pengadilan melalui cara arbitrase, pelaksanaannya berbeda

dengan cara penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi

maupun mediasi. Melalui cara ini, majelis bertindak aktif untuk

mendamaikan para pihak yang bersengketa bilamana tidak

tercapai kesepakatan. Yang dilakukan pertama kali adalah

dengan memberikan penjelasan kepada konsumen dan pelaku

usaha yang bersengketa tentang perihal peraturan perUndang-

undangan dibidang perlindungan konsumen serta diberikan

kesempatan yang sama kepada konsumen dan pelaku usaha

untuk menjelaskan hal-hal yang dipersengketakan. Melalui cara

ini keputusan/kesepakatan dalam penyelesaian sengketa ini

sepenuhnya menjadi kewenangan majelis yang dibentuk BPSK

tersebut; dan51

c. Konsiliasi

Dalam KMPP 350/MPP/12/2001 Pasal 1 angka 9 menjelaskan

bahwa konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa

konsumen diluar pengadilan dengan perantara BPSK untuk

mempertemukan pihak yang bersengketa, dan penyelesaiannya

diserahkan pada para pihak. Penyelesaian dengan cara ini

dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa yaitu

konsumen dan pelaku usaha dengan didampingi oleh Majelis

51
Ibid, Hal. 82.

103
dalam upaya penyelesaiannya. Majelis berupaya untuk

mendamaikan para pihak yang bersengketa dan menjelaskan

peraturan perUndang-undangan dibidang perlindungan

konsumen. Kepada konsumen dan pelaku usaha yang

bersengketa diberi kesempatan yang sama untuk menjelaskan

hal-hal yang disengketakan. Dalam konsiliasi ini Majelis hanya

bertindak pasif sebagai Konsiliator (Pasal 5 ayat (1) KMPP

350/MPP/12/2001) dalam proses penyelesaian sengketa

sedangkan keputusan atau kesepakatan penyelesaian sengketa

diserahkan kepada para pihak yang bersengketa, keputusan

tersebut tergantung dengan kesukarelaan para pihak.52

Pelaku usaha yang tidak puas terhadap putusan BPSK cenderung

melanjutkan perkaranya ke Pengadilan, bahkan apabila perlu ke

Mahkamah Agung sehingga keberadaan BPSK sebagai lembaga small

claim court yang menyelesaikan sengketa konsumen secara cepat, tidak

formal dan biaya murah tidak tercapai.53 BPSK ini merupakan peradilan

kecil (small claim court) yang digunakan untuk melakukan persidangan

serta dituntut untuk menghasilkan atau memberikan keputusan secara

depat, sederhana, dan dengan biaya murah sesuai dengan asas peradilan.

Disebut cepat, karena BPSK harus memberikan keputusan dalam waktu

52
Ibid, Hal. 83.
53
Widijantoro, J dan Wisnubroto, Al, Efektifitas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam
Upaya Perlindungan Konsumen, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, hal. 45.

104
maksimal 21 hari kerja setelah gugatan diterima sesuai dengan Pasal 55

UUPK dan tanpa ada penawaran banding yang dapat memperlama proses

pelaksanaan keputusan sesuai dengan Pasal 56 & 58 UUPK. Sederhana

karena proses penyelesaian melalui BPSK dapat dilakukan sendiri oleh

para pihak yang bersengketa. Dan disebut murah, karena biaya yang

dikeluarkan untuk menjalani proses persidangan sangat ringan bahkan

gratis karena biaya persidangan ditanggung oleh APBD masing-masing

daerah.

Banyaknya problematika atau kasus yang terjadi dalam transaksi

elektronik mengakibatkan konsumen yang mengalami kerugian

merupakan salah satu rapor buruk dalam dunia e-commerce. Dari 642

(enam ratus empat puluh dua) aduan YLKI pada tahun 2017 telah

menjadi tanda peringatan bahwa kita perlu meningkatkan pengawasan

dan selalu berhati-hati dalam setiap melakukan kegiatan transaksi dalam

dunia e-commerce. Selain itu, sebagai pelaku usaha juga harus

memperhatikan segala aspek baik dari hak-hak konsumen maupun

ketentuan peraturan dalam transaksi e-commerce. Dan sebagai konsumen

juga diperlukan untuk mendapatkan bimbingan atau edukasi terkait

bahaya transaksi melalui e-commerce oleh badan maupun instansi yang

bersangkutan. Sehingga permasalahan atau perselisihan yang timbul

dalam dunia e-commerce dapat dicegah dan diminimalisir.

105
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Mekanisme dan Akibat Hukum Perjanjian Jual Beli Smartphone

Berstatus Black Market melalui E-commerce

Jual beli merupakan suatu kegiatan yang bergerak di bidang ekonomi

dan dilakukan oleh setiap orang dalam memenuhi kebutuhan sehari-

hari. Dalam transaksi jual beli, terdapat 2 (dua) pihak yang berperan

yaitu pelaku usaha dan konsumen. Dengan era yang modern ini, banyak

masyarakat yang cenderung untuk lebih memilih untuk melakukan

kegiatan jual beli melalui e-commerce. Keabsahan suatu perjanjian

elektronik atau kontrak elektronik sempeat diragukan oleh berbagai

pihak terutama konsumen. Namun sesuai dalam Pasal 1320 KUH

Perdata terdapat 4 (empat) syarat sah nya suatu perjanjian yaitu sepakat,

cakap, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Hal ini ditegaskan

juga dalam Pasal 18 ayat (1) UU ITE yang menyatakan bahwa

“transaksi elektronik yang dtiuangkan ke dalam kontrak elektronik

mengikat para pihak”. Dengan beberapa regulasi hukum tersebut,

konsumen tidak perlu khawatir terkait keabsahan dalam melakukan

perjanjian secara elektronik. Dalam melakukan transaksi jual beli

melalui e-commerce, terdapat 4 (empat) proses pelaksanaan atau

mekanisme yang harus dilakukan oleh pelaku usaha yaitu penawaran,

106
penerimaan, pembayaran, dan pengiriman. Kemudian ada kewajiban

yang harus dilakukan oleh konsumen setelah maupun sebelum

menerima produk yang dipesan yaitu melakukan pembayaran atas

pemesanan produk yang dibeli oleh konsumen. Saat ini, terdapat 5

(lima) cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh konsumen antara

lain dengan sistem COD (cash on delivery), transfer bank, sistem utang,

kartu kredit, dan menggunakan digital cash (e-money). Dengan

beberapa mekanisme tersebut, konsumen semakin mudah dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2. Perlindungan Hukum dan Solusi Terhadap Konsumen Yang Membeli

Smatphone Berstatus Black Market di E-commerce Sesuai Dengan UU

No. 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen

Dari berbagai perselisihan yang melibatkan pelaku usaha dan

konsumen sudah sering terjadi. Dengan 642 aduan yang diterima oleh

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sudah cukup

menandakan problematika yang serius dan harus diperhatikan oleh

lembaga yang terkait. Data tersebut menunjukkan bahwa konsumen di

Indonesia, sangat membutuhkan perlindungan dan penegakkan hukum

agar konsumen tidak merasa dirugikan. Hal ini sesuai dalam Pasal 1

ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, “perlindungan

konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Konsumen

107
yang merasa dirugikan atau mengalami sengketa dengan pelaku usaha

terkait transaksi jual beli melalui e-commerce dapat menempuh

beberapa jalur untuk menyelesaikan masalah tersebut seperti jalur

litigasi atau pengadilan maupun jalur non litigasi atau non pengadilan

dengan 3 (tiga) cara yaitu : mediasi, arbitrase, dan konsiliasi. Dengan

beberapa cara tersebut, diharapkan konsumen dapat menyelesaikan

sengketa tersebut.

B. Saran

1. Bagi Konsumen

Dalam melakukan perjanjian jual beli melalui e-commerce, hendaknya

konsumen lebih berhati-hati serta selalu waspada dari segala trik

maupun tipuan dengan harga barang yang jauh lebih murah. Selain itu,

konsumen harus selalu memastikan terlebih dahulu kepastian barang

dan sistem pembayaran yang disepakati bersama. Dengan beberapa

usaha tersebut dapat meminimalisir kerugian yang akan dialami

konsumen.

2. Bagi Pelaku Usaha dan Pemerintah

Dalam melakukan kegiatan perdagangan, pelaku usaha sebaiknya

memperhatikan segala ketentuan dari barang atau produk yang

dijualnya. Dengan cara memberikan keterangan atau informasi yang

detail teerkait produk atau barang yang dijual. Selain itu, pelaku usaha

108
wajib mencantumkan kontak yang bisa dihubungi oleh konsumen,

sehingga dengan adanya kontak tersebut, para konsumen dapat

menanyakan terkait segala proses pengiriman maupun pembayaran

yang jelas serta bagi Pemerintah, sebaiknya mempunyai kewajiban

untuk melindungi seluruh masyarakat dengan cara menegakkan hukum

yang terkait maupun menciptakan produk-produk hukum yang adil bagi

kedua pihak baik konsumen maupun pelaku usaha. Selain itu, Institusi

Pemerintahan dapat melakukan sosialisasi maupun pengarahan kepada

masyarakat khususnya tentang aturan-aturan maupun cara bertransaksi

yang benar dan sesuai dengan kaidah atau ketentuan perUndang-

undangan yang berlaku di Indonesia.

109
DAFTAR PUSTAKA

Q,S, Al-Baqarah
Q,S, An-Nisa
A. Buku

Asshiddiqie, J., & Safa'at, M. A. (2006). Teori Hans Kelsen Tentang


Hukum. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI.
Barkatullah, A. H. (2018). Hukum Transaksi Elektronik di Indonesia.
Bandung: Nusa Media.
Harahap, M. Y. (1982). Segi-Segi Hukum Perikatan. Bandung: PT.
Alumni.
Helmi, H. R. (2015). Eksistensi Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen dalam Memutus Sengketa Konsumen di Indonesia.
Jurnal Hukum Acara Perdata, 81.
HS, Salim. (2013). Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Disertasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Kansil, C. (1989). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Martokusumo, S. (2005). Mengenal Hukum Satu Pengantar.
Yogyakarta: Liberty.
Muhammad. (2005). Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah.
Sleman: UII Parts.
Ningsih, W. N., & Erlinawati, M. (2017). Perlindungan Konsumen
Dalam Transaksi Online. Surakarta: CV. Pustaka Bengawan.
Purkon, A. (2014). Bisnis Online Syari’ah: Meraup Harta Berkah Dan
Berlimpah Via Internet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.
Rahardjo, S. (2003). Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta:
Kompas.
Roihanah, R. (n.d.). Perlindungan Hak Konsumen Dalam Transaksi
Elektronik (E-Commerce).
S, S. H. (2003). Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan
Kontrak). Jakarta: Sinar Grafika.
Sasongko, W. (2007). Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum
Perlindungan Konsumen. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Siahaan, N. (2005). Hukum Konsumen dan Perlindungan Konsumen.
Jakarta: Panta Rei.
Sidabalok, J. (2006). Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Soepomo. (1986). Hukum Perdata Jawa Barat. Jakarta: Djambatan.
Subekti, R. (2001). Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermassa.
Subekti, R., & Tjitrosoedibio. (1999). Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya
Paramita.

110
Widijantoro, J., & Al, W. (n.d.). Efektifitas Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Dalam Upaya Perlindungan Konsumen.
Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya.
B. Peraturan PerUndang-undangan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
C. Jurnal
Asri, D. P. (2018). Perlindungan Hukum Preventif Terhadap Ekspresi
Budaya Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Journal
of Intellectual Property, 18.
Porta, R. L. (1999). Investor Protection and Corporate Governance.
Journal of Financial Economics, 9.
Putra, S. (2014). Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam
Transaksi Jual Beli Melalui E-Commerce. Jurnal Ilmu Hukum, 295.
Tampubolon, W. S. (2016). Upaya Perlindungan Hukum Bagi
Konsumen Ditinjau Dari Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Jurnal Ilmiah, 53.
D. Kamus Hukum dan Kamus Lainnya
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kamus Hukum
E. Intermet
Abdi, H. (2021, Mei 29). Liputan. Retrieved from Liputan6.com:
https://hot.liputan6.com/read/4569178/pengertian-analisis-
menurut-para-ahli-kenali-fungsi-tujuan-dan-jenisnya
Anonym. (2016, October 10). Brainly. Retrieved from Brainly.co.id:
https://brainly.co.id/tugas/7902015
Badri, M. A. (2010, October 22). Pustaka Dokter Muslim. Retrieved
from Pustaka Dokter Muslim:
https://doktermuslim.wordpress.com/2010/10/22/jual-beli-
barang-bm-black
market/https://doktermuslim.wordpress.com/2010/10/22/jua
l-beli-barang-bm-black-market/
Clodeo. (2019, March 26). Retrieved from Clodeo:
https://clodeo.com/blog/konsep-dan-berbagai-jenis-e-
commerce-di-indonesia/
Comarine, E. (2013, January 6). Retrieved from
https://evolincomarine.wordpress.com/2013/01/06/black-
market/

111
Hukum Online. (2022, May 5). Retrieved from Hukum Online:
https://www.hukumonline.com/berita/a/4-syarat-sah-
perjanjian-di-mata-hukum-lt6273669575348/?page=3
Idris, M. (2021, September 11). Kompas.com. Retrieved from
Kompas.com:
https://money.kompas.com/read/2021/09/11/195821026/ap
a-yang-dimaksud-dengan-konsumen
Julianto, P. A. (2018, January 19). Kompas. Retrieved from
Kompas.com:
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/19/153100426/y
lki--meski-dirugikan-konsumen-indonesia-takut-
melapor?page=all
Prasojo, D. (2022, November 29). Daya. Retrieved from Daya:
https://www.daya.id/usaha/artikel-daya/hukum-
perizinan/hal-hal-penting-dalam-perjanjian-elektronik-clik-
wrap-agreement-
Prawiro, M. (2018, October 20). Maxmanroe.com. Retrieved from
Maxmanroe.com:
https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-
konsumen.html
Pusat, P. (2000, April 20). JDIH BPK RI. Retrieved from JDIH BPK RI:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45288/uu-no-8-
tahun-1999
Rohman, F. (2022, January 24). katadata.co.id. Retrieved from
katadata.co.id:
https://katadata.co.id/intan/berita/61ee4467db13b/internet-
adalah-jaringan-komputer-ini-pengertian-dan-sejarahnya
Seputar Pengetahuan. (2022, October 14). Retrieved from Seputar
Pengetahuan:
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2021/07/mekanisme
-adalah.html
Sharing Vision. (2022, October 6). Retrieved from Sharing Vision:
https://sharingvision.com/2015/definisi-ecommerce/
Tokopedia. (2022, October 6). Retrieved from Tokopedia:
https://kamus.tokopedia.com/p/pasar-gelap/
Wahyuny, W. (2021, September 24). Tribun Sumsel. Retrieved from
TribunSumsel.com:
https://sumsel.tribunnews.com/2021/09/24/arti-Black
Market-dalam-belanja-online-berikut-daftar-9-istilah-
online-shop-yang-menjelaskan-kondisi-barang
Wijaya, A. (2022, Juny 16). dianisa. Retrieved from dianisa.com:
https://dianisa.com/pengertian-smartphone/
Wikipedia. (2017, November 29). Retrieved from Wikipedia.org:
https://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_gelap

112
113

Anda mungkin juga menyukai