NomorIndukMahasiswa/NIM : 041791738
Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE padalaman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakui nya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila dikemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan
oleh Universitas Terbuka.
Nunukan,12 Juli 2021
Yang Membuat Pernyataan
1. Pertanyaan:
Berikan analisis saudara Choice of law mana yang digunakan untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Jawaban :
Dari analisa saya dalam kasus beni hal serupa juga disampaikan oleh Gerarld Cooke dalam
bukunya yang berjudul ”Disputes Resolution in International Trading” yang menyatakan bahwa di
antara kedua istilah tersebut (choice of forum dan choice of jurisdiction) mengandung pengertian
yang agak berbeda. Menurutnya, istilah choice of forum berarti pilihan cara untuk mengadili
sengketa, dalam hal ini pengadilan atau badan arbtirase.28 Sedangkan istilah choice of jurisdiction
berarti pilihan tempat pengadilan memiliki kewenangan untuk menangani sengketa.
2. Pertanyaan:
Jawaba 2
b. Dapat saya uraikan Penyelesaian sengketa dagang (d.h.i sengketa transaksi bisnis internasional
yang menggunakan e-commerce) melalui pengadilan (litigasi) biasanya hanya dimungkinkan
ketika para pihak sepakat. Kesepakatan ini tertuang dalam klausul penyelesaian sengketa dalam
kontrak bisnis para pihak. Dalam konteks internasional, isi klausula tersebut biasanya ditegaskan
bahwa jika timbul sengketa dari hubungan bisnis mereka, maka mereka sepakat untuk
menyerahkan sengketanya tersebut kepada suatu pengadilan (negeri) suatu negara tertentu.
3.Pertanyaan:
a. Telaah bentuk kontrak antara penjual dan pembeli dalam kegiatan transaksi elektronik
b. Bagaimana posisi tawar pihak pembeli dalam transaksi elektronik (e-commerce).
Jawaban 3
a. Kontrak elektronik merupakan kontrak yang terjadi akibat suatu transaksi e- commerce antara
penjual dan pembeli dalam media elektronik. ... Baik dalam transaksi e-commerce maupun dalam
transaksi konvensional terdapat proses penawaran, penerimaan penawaran (pembelian),
pembayaran, dan penyerahan barang.
b. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan
haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen terutama
mengenai transaksi di bidang e-commerce. Namun tidak hanya faktor pendidikan konsumen yang
rendah, tetapi juga karena perkembangan perekonomian dewasa ini, telah memacu tumbuhnya
sektor produksi dan perdagangan yang dalam kenyataan secara tidak langsung menciptakan
kekuatan posisi pelaku usaha di satu sisi, dan menempatkan konsumen pada sisi lain. Sebagian
pelaku usaha dalam melakukan kegiatannya seringkali mengabaikan kepentingan konsumen.
Mengingat posisinya seperti itu, konsumen sering “terpaksa” menerima suatu produk barang atau
jasa, meskipun tidak sesuai dengan yang diinginkan (David Oughton dan John Lowry, 1997: 14-
17). Konsumen sering tidak memiliki posisi tawar untuk melakukan evaluasi yang memadai (make
a proper evaluation) terhadap produk barang dan jasa yang diterimanya serta konsumen berada
dalam posisi tawar yang tidak seimbang (the inequality of bargaining power), karena kesulitan-
kesulitan dalam memperoleh informasi yang memadai (Abdul Halim Barkatullah, 2009: 20).
HHU
Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi
pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya
pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
4. Pertanyaan:
Bagaimana peran hukum di Indonesia dalam mengatur kemajuan di bidang teknologi informasi dan
komunikasi, seperti halnya perkembangan e-commerce yang semakin pesat saat ini. Berikan
pendapat saudara disertai dasar hukum yang konkrit.
Jawaban 4 :
E-commerce berbeda dengan transaksi perniagaan konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata yang bersifat langsung (face to face), sebab transaksi e-commerce
berlangsung di dunia maya (cyberspace), tidak mempertemukan secara langsung pembeli dengan
penjual serta barang yang ditawarkan (faceless nature). Hal ini akan mendatangkan kerugian bagi
pihak konsumen karena konsumen tidak mengetahui secara langsung kualitas produk yang
ditawarkan.
Di samping itu, ada kendala dalam hal sistem pembayarannya dan kendala mengenai
ketidaktepatan pengiriman produk karena adanya kontrak baku yang telah dibuat dan disediakan
terlebih dahulu oleh pelaku usaha. Perlindungan hak-hak konsumen dan pelaku usaha di Indonesia
telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang
selanjutnya disebut UUPK 1999). Tetapi, UUPK 1999 itu hanya mengatur hak dan kewajiban
konsumen yang masih terbatas pada perdagangan yang dilakukan secara konvensional.
Sedangkan mengenai hak dan kewajiban konsumen dalam transaksi e-commerce belum secara
tegas diatur dalam undang-undang tersebut. Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maka pengelolaan, penggunaan dan pemanfaatan
informasi dan transaksi elektronik harus terus dikembangkan melalui infrastruktur hukum dan
pengaturannya sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara aman untuk mencegah
penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama, sosial, dan budaya masyarakat
Indonesia,