Anda di halaman 1dari 34

PERAN POLISI PAMONG PRAJA TERHADAP PENERTIBAN PKL

DALAM MENERAPKAN FUNGSI TROTOAR BAGI PEJALAN KAKI

DI DKI

Proposal Penelitian

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Melanjutkan Bimbingan Skripsi

OLEH:

FRANTO DEDY EVANCO SIMANJUNTAK

1974201395

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2023
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Franto Dedy Evanco Simanjuntak
NPM : 1974201395
Program Studi : Ilmu Hukum

Dengan ini menyatakan bahwa:


1. Proposal Skripsi yang berjudul: “Peran Polisi Pamong Praja Terhadap
Penertiban Pkl Dalam Menerapkan Fungsi Trotoar Bagi Pejalan Kaki Di
DKI” ini adalah BENAR karya asli saya sendiri yang diajukan untuk
memenuhi persyaratan guna melanjutkan proses Bimbingan Skripsi;
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Tangerang;
3. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil tiruan dari karya orang lain, saya bersedia menerima
sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Tangerang.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Tangerang 29 Maret 2023


Pembuat Pernyataan

Materai 10.000
ttd

Franto Dedy Evanco Simanjuntak

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Skripsi yang berjudul:

PERAN POLISI PAMONG PRAJA TERHADAP PENERTIBAN PKL

DALAM MENERAPKAN FUNGSI TROTOAR BAGI PEJALAN KAKI DI

DKI

Proposal Skripsi yang disusun oleh:

Nama : Franto Dedy Evanco Simanjuntak

NPM : 1974201395

Program Studi : Ilmu Hukum

Dengan ini disetujui dan di-munaqasah-kan

Tangerang, 11 Juli 2023

Mengetahui Menyetujui

Amiludin, S.H., M.H. Iin Inayah, S.H.,


M.H.
Ketua Program Studi Dosen
Pembimbing

iii
LEMBAR PENGESAHAN

PERAN POLISI PAMONG PRAJA TERHADAP PENERTIBAN PKL


DALAM MENERAPKAN FUNGSI TROTOAR BAGI PEJALAN KAKI DI
DKI

Proposal Skripsi yang disusun oleh:


Nama : Franto Dedy Evanco Simanjuntak
NPM : 1974201395
Program Studi : Ilmu Hukum
Usulan penelitian tersebut telah dipertahankan di depan Dewan Penguji proposal
Skripsi pada tanggal 11 Juli 2023 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk
dilanjutkan ke tahap Bimbingan Skripsi.

Dewan Penguji Proposal Skripsi Tanggal Revisi Tanda Tangan

..................................... .......................... .......................


Penguji I

..................................... .......................... .......................


Penguji II

Tangerang, 13 Juli 2023


Mengetahui,

Amiludin, S.H., M.H.


Ketua Program Studi

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

serta hidayahnya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik, dan tak lupa memanjatkan

sholawat serta salam kepada Rasulullah Nabi besar Muhammad SAW yang telah

membimbing ke jalan yang benar. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk dapat memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Tangerang dengan judul PERAN POLISI

PAMONG PRAJA TERHADAP PENERTIBAN PKL DALAM

MENERAPKAN FUNGSI TROTOAR BAGI PEJALAN KAKI DI DKI.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada

semua pihak yang membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini terutama

kepada:

1. Dr. Achmad Amarullah, M.Pd. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah

Tangerang.

2. Dr. Desri Arwen, M.Pd. selaku Wakil Rektor I Universitas

Muhammadiyah Tangerang.

3. Ir Saiful Haq, M.Si. selaku Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah

Tangerang.

4. Dr. Enawar, M.M. selaku Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah

Tangerang.

v
5. Dwi Nur Fauziah Ahmad, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Tangerang.

6. Dr. Auliya Khasanofa, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Tangerang.

7. Abdul Kadir, S.H., M.H. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Tangerang.

8. Amiludin, S.H., M.H. selaku Ketua Program Studi Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Tangerang dan Dosen Penguji I Proposal

9. Ulil Albab, S.H., M.H. selaku Sekretaris Program Studi Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Tangerang

10. Iin Inayah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing penyusunan skripsi

11. Orang Tua dan Mertua yang sangat saya cintai dan sayang

12. Istri yang sangat saya cintai dan sayangi

13. Saudara/i

14. Rekan-rekan

vi
DAFTAR ISI

PERNYATAAN......................................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................v
DAFTAR ISI..........................................................................................................vii
ABSTRAK..............................................................................................................ix
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................1
B. Identifikasi Masalah...................................................................................9
C. Rumusan Masalah......................................................................................9
D. Tujuan Penelitian.......................................................................................9
E. Manfaat Penelitian...................................................................................10
F. Kerangka Konseptual...............................................................................11
G. Kerangka Teori........................................................................................11
H. Metode Penelitian....................................................................................12
I. Sistematika Penulisan..............................................................................14
BAB II....................................................................................................................16
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................16
A. Trotoar sebagai fasilitas pendukung transportasi pejalan kaki................16
1. Perlindungan dan prioritas pejalan kaki sebagai mobilitas masyarakat
kota di DKI Jakarta........................................................................................16

2. Sejarah Trotoar dan peruntukannya bagi keselamatan pejalan kaki di


Indonesia khususnya DKI Jakarta.................................................................18

B. SatPol PP sebagai pengawasan, penegakan, penindakan sesuai


PERDA/PERKADA..........................................................................................19
1. Dasar Hukum Pembentukan SatPol PP...............................................19

vii
2. Kewenangan SatPol PP........................................................................19

3. Jabatan Fungsional SatPol PP..............................................................19

C. Pedagang Kaki Lima sebagai mata pencarian masyarakat yang memenuhi


kebutuhan konsumen masyarakat......................................................................20
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima.........................................................20

2. Sejarah Pedagang Kaki Lima di DKI Jakarta......................................20

3. Manfaat Pedagang Kaki Lima.............................................................21

BAHAN BACAAN................................................................................................24

viii
ABSTRAK

Jakarta merupakan Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sudah selayaknya
terlihat bersih, tertib, nyaman dan aman. Maka dibuatlah Peraturan Daerah PERGUB
DKI Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum yang mengatur tata tertib sarana
prasarana, peruntukan dan penggunaannya. Secara eksplisit PERDA tersebut menjelaskan
aturan yang membatasi hak dan kewajiban agar kegiatan masyarakat serta penggunaan
sarana prasarana yang tersedia tidak mengganggu hak satu dengan yang lain. DKI sebagai
pusat pemerintahan, bisnis dan hiburan menjadi magnet bagi masyarakat dalam
menjalankan aktivitas kehidupan dan mata pencarian. Sarana transportasi dibangun dan
terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat baik pengguna
kendaraan maupun pejalan kaki, penempatan tempat usaha dan bisnis pun diatur
sedemikian rupa salah satunya melalui PERGUB DKI Nomor 10 Tahun 2015 Tentang
Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui bagaimana penegakan terhadap PERDA Nomor 8 Tahun 2007 dan PERGUB
DKI Nomor 10 Tahun 2015 atas peruntukan trotoar sebagai sarana transportasi pejalan
kaki serta penertiban pedagang kaki lima sebagai mata pencarian masyarakat dan
menganalisis masalah apa saja yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja sebagai satuan
yang dibentuk untuk menegakkan PERDA/PERKADA, menyelenggarakan ketertiban
umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat dalam
melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 sebagai dasar hukumnya.

Kata Kunci: SatPol PP, Trotoar, Pejalan Kaki, Pedagang Kaki Lima, PERDA

ix
x

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibu kota negara adalah kota yang dijadikan pusat administrasi,

politik, ekonomi, dan kebudayaan suatu negara. Biasanya, ibu kota juga

menjadi tempat tinggal resmi bagi pemerintahan nasional dan lembaga-

lembaga penting negara tersebut. Fungsi utama sebuah ibu kota negara

adalah sebagai pusat kegiatan pemerintahan. Di sana, keputusan-

keputusan penting dibuat, undang-undang dikeluarkan, dan lembaga-

lembaga pemerintahan beroperasi. Pusat administrasi seperti kantor

pemerintahan, parlemen, dan departemen-departemen penting sering

kali berlokasi di ibu kota. Selain fungsi administratif dan politik, ibu

kota juga menjadi pusat kegiatan ekonomi. Banyak perusahaan, bank,

dan institusi keuangan penting berpusat di ibu kota negara. Ini

menciptakan lapangan kerja, memfasilitasi perdagangan, dan

mendorong pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, ibu kota negara juga

sering menjadi pusat kegiatan budaya dan pendidikan. Museum, galeri

seni, teater, universitas, dan lembaga pendidikan tinggi sering terdapat

di ibu kota. Hal ini mendukung pengembangan budaya, seni, dan

pendidikan di negara tersebut. Pemilihan ibu kota negara sering kali

melibatkan pertimbangan historis, geografis, politik, dan strategis.

Kadang-kadang ibu kota dipilih karena keterkaitannya dengan sejarah


xi

bangsa, seperti kota yang memiliki nilai simbolis atau nilai sejarah yang

penting. Faktor geografis juga dapat berperan, misalnya ketika memilih

ibu kota berdasarkan lokasi yang strategis untuk memudahkan

aksesibilitas bagi warga negara di berbagai wilayah.

Seiring waktu, beberapa negara memutuskan untuk

memindahkan ibu kota dari kota lama ke kota baru. Alasan untuk

memindahkan ibu kota bisa beragam, seperti ketidakseimbangan

pembangunan regional, masalah kepadatan penduduk, atau alasan

politik. Proses pemindahan ibu kota ini biasanya melibatkan

pembangunan infrastruktur yang besar dan investasi yang signifikan.

Penting untuk dicatat bahwa konsep ibu kota negara dapat berbeda

antara negara satu dengan negara lainnya. Misalnya, beberapa negara

memiliki ibu kota administratif dan ibu kota legislatif yang berbeda, atau

ada negara yang tidak memiliki ibu kota tetap dan memindahkan pusat

pemerintahan secara berkala.

Jakarta atau disebut Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) merupakan

ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai pusat

pemerintahan dan aktivitas ekonomi terbesar di Indonesia, Jakarta

menghadapi sejumlah permasalahan terkait sarana prasarana yang

menjadi tantangan bagi perkembangan dan penataan kota tersebut. Salah

satu permasalahan yang masih terus terjadi hingga saat ini menurut

Gilang Permadi:
xii

Pedagang Kaki Lima (PKL) kini tidak hanya menggunakan


trotoar sebagai tempat jualan, mereka juga mulai berjualan hingga
masuk jalan raya. Tentu saja itu menyebabkan kemacetan dan
mengganggu pengguna jalan. Selain itu, banyak PKL yang jorok dan
tidak menjaga kebersihan, sehingga jalanan menjadi kotor. Apalagi jika
musim hujan dating, genangan air membuat sampah buangan PKL
berbau busuk menusuk hidung. Keindahan kota pun hilang seketika.1

Pemerintah dan berbagai pihak terus berupaya mengatasi

permasalahan ini melalui pemindahan dan pengaturan area PKL,

pembangunan infrastruktur yang lebih baik, pengembangan transportasi

massal, pengelolaan banjir yang lebih baik, peningkatan penyediaan air

bersih, dan pengendalian polusi udara. Proyek-proyek besar seperti

pembangunan MRT, ekspansi jalan tol, normalisasi sungai, dan

peningkatan kapasitas drainase sedang dilakukan untuk mengatasi

permasalahan infrastruktur di Jakarta.

Dalam pembangunan bangsa yang melingkupi seluruh aspek

berbangsa dan bernegara diperlukan Undang-Undang dan peraturan

yang memiliki peran penting dalam menjalankan suatu sistem hukum

dan mengatur kehidupan masyarakat. Meskipun keduanya berfungsi

untuk mengatur tindakan dan perilaku, terdapat perbedaan dalam tingkat

otoritas dan cakupan kedua instrumen hukum tersebut.

1. Undang-Undang:

Undang-undang adalah peraturan tertinggi dalam hierarki peraturan hukum di

suatu negara. Undang-undang di Indonesia dibuat oleh badan legislatif,

disahkan oleh DPR dan ditandatangani oleh Presiden untuk menjadi undang-
1
Gilang Permadi, Pedagang kaki lima: riwayatmu dulu, nasibmu kini! (Yudhistira Ghalia
Indonesia, 2007). Hlm.23
xiii

undang yang sah. Undang-undang mencakup berbagai aspek kehidupan,

termasuk hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara, hukum ekonomi,

hukum lingkungan, dan sebagainya. Undang-undang berlaku untuk seluruh

wilayah negara dan berlaku secara umum bagi semua individu dan entitas di

dalamnya.

2. Peraturan:

Juga dikenal sebagai peraturan pemerintah, peraturan menteri, atau peraturan

daerah, merupakan instrumen hukum yang dikeluarkan oleh badan eksekutif,

seperti pemerintah pusat atau pemerintah daerah, berdasarkan wewenang yang

diberikan oleh undang-undang. Peraturan biasanya digunakan untuk mengisi

rincian atau menjelaskan bagaimana undang-undang harus diterapkan dalam

praktik. Misalnya, pemerintah dapat mengeluarkan peraturan untuk mengatur

prosedur administrasi, standar keselamatan, regulasi bisnis, perpajakan, dan

sebagainya. Peraturan memiliki cakupan yang lebih spesifik dan lebih terfokus

pada aspek-aspek tertentu dari undang-undang.

Undang-undang dan peraturan digunakan untuk mengatur

tindakan dan perilaku masyarakat, baik individu maupun badan hukum.

Mereka menetapkan aturan dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh

semua pihak. Undang-undang dan peraturan juga bertujuan untuk

melindungi hak, kepentingan, dan keamanan masyarakat. Mereka

menetapkan norma-norma yang diperlukan untuk menjaga ketertiban,

mencegah tindakan kriminal, dan melindungi hak asasi manusia. Hukum

dan peraturan memberikan kerangka kerja untuk menyelesaikan


xiv

sengketa dan konflik. Mereka menetapkan prosedur hukum, pengadilan,

arbitrase, dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya. Undang-

undang dan peraturan memberikan dasar hukum bagi penegakan hukum.

Mereka menentukan peran dan kewenangan lembaga penegak hukum,

seperti kepolisian dan pengadilan, dalam menjalankan tugas mereka.

Undang-undang dan peraturan juga digunakan untuk mengatur

pembangunan sosial dan ekonomi. Mereka mengatur kegiatan ekonomi,

investasi, perlindungan konsumen, lingkungan hidup, pendidikan,

kesehatan, dan bidang lainnya yang berkontribusi pada pembangunan

nasional. Dalam keseluruhan, undang-undang dan peraturan berperan

penting dalam membentuk dan menjaga kehidupan sosial, hukum, dan

pemerintahan yang teratur. Mereka memberikan kerangka kerja hukum

yang memastikan kesetaraan, keadilan, dan perlindungan bagi semua

warga negara.

Salah satu infrastruktur yang menjadi perhatian pemerintah di

DKI adalah transportasi dan fasilitas publik seperti jalan dan trotoar

dimana fungsi trotoar bisa dikatakan mendapat perhatian lebih

berdasarkan Undang-Undang dan peraturan yang dibuat untuk

membatasi dan menitik beratkan fungsi trotoar seperti:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan.

Undang-undang ini mengatur tentang penggunaan jalan, termasuk trotoar.

Pasal 51 dalam undang-undang ini menyebutkan bahwa trotoar digunakan


xv

untuk pejalan kaki dan tidak boleh digunakan oleh kendaraan bermotor, kecuali

dalam keadaan tertentu yang diatur lebih lanjut oleh peraturan perundang-

undangan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan

Pengendalian Lalu Lintas.

Peraturan ini memberikan ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan jalan,

termasuk trotoar. Pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa trotoar digunakan

secara eksklusif oleh pejalan kaki, sedangkan Ayat (2) menyebutkan bahwa

trotoar tidak boleh digunakan oleh kendaraan bermotor.

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor

14/PRT/M/2011 tentang Perencanaan, Penggunaan, dan Pengelolaan Ruang

Jalan.

Peraturan ini mengatur tata ruang jalan, termasuk trotoar. Peraturan ini

menjelaskan tentang lebar minimal trotoar yang harus disediakan dalam

perencanaan dan pembangunan jalan, serta penggunaan trotoar sebagai area

bagi pejalan kaki.

Dalam pengawasan dan penindakan untuk menciptakan

ketertiban, kebersihan, kenyamanan dan keindahan kota dibentuklah

sebuah satuan tugas khusus yang disebut Satuan Polisi Pamong Praja

atau SatPol PP. Dasar hukum pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja

(Satpol PP) di Indonesia terdapat dalam beberapa peraturan perundang-

undangan. Beberapa peraturan yang mendasari pembentukan Satpol PP

antara lain:
xvi

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah.

Undang-undang ini mengatur tentang pemerintahan daerah di Indonesia. Pasal

193 ayat (1) menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat membentuk Satpol

PP sebagai aparat penegak peraturan daerah dan pelaksana ketertiban umum.

Undang-undang ini memberikan landasan hukum bagi pembentukan Satpol PP

oleh pemerintah daerah.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang

Organisasi Kementerian Dalam Negeri.

Peraturan ini mengatur tentang organisasi Kementerian Dalam Negeri dan

memberikan tugas dan fungsi Kementerian Dalam Negeri, termasuk dalam hal

pemberdayaan Satpol PP sebagai aparat penegak peraturan daerah dan

pelaksana ketertiban umum.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang

Pembinaan dan Pengawasan Ketentraman, Ketertiban Umum, dan

Perlindungan Masyarakat.

Peraturan ini mengatur tentang pembinaan dan pengawasan ketertiban umum

serta perlindungan masyarakat. Peraturan ini juga menjelaskan peran dan

tanggung jawab Satpol PP dalam menjaga ketertiban umum, penegakan

peraturan daerah, dan perlindungan masyarakat.

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang

Peraturan Perundang-undangan dalam Bidang Ketertiban Umum.


xvii

Peraturan ini mengatur tentang tata cara pembentukan peraturan daerah,

kewenangan Satpol PP, penegakan peraturan daerah, dan sanksi administratif

yang dapat diterapkan oleh Satpol PP.

Satuan Polisi Pamong Praja (SatPol PP) memiliki beberapa

fungsi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa fungsi Satpol PP yang umumnya

disebutkan:

1. Penegakan Peraturan Daerah:

Satpol PP bertanggung jawab dalam penegakan peraturan daerah di tingkat

kabupaten/kota. Mereka memiliki wewenang untuk mengawasi,

mengendalikan, dan menegakkan ketentuan peraturan daerah yang berkaitan

dengan ketertiban umum, kebersihan, keindahan, dan perlindungan

masyarakat.

2. Pencegahan dan Penanganan Pelanggaran:

Satpol PP melakukan upaya pencegahan pelanggaran terhadap peraturan

daerah melalui patroli, penertiban, dan sosialisasi kepada masyarakat. Mereka

juga bertugas menangani pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, baik dengan

memberikan sanksi administratif, penindakan, atau tindakan lain sesuai dengan

ketentuan peraturan daerah yang berlaku.

3. Pengamanan dan Pengendalian Keramaian:

Satpol PP memiliki peran dalam pengamanan dan pengendalian keramaian di

daerah. Mereka berkoordinasi dengan instansi terkait dalam menjaga ketertiban


xviii

umum dan memastikan kelancaran kegiatan masyarakat yang melibatkan

kerumunan orang.

4. Perlindungan Masyarakat:

Satpol PP juga bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan kepada

masyarakat dalam hal penanggulangan bencana, pengawasan kegiatan yang

berpotensi membahayakan masyarakat, dan penanganan situasi krisis atau

darurat di daerah.

5. Bimbingan, Penyuluhan, dan Pembinaan Masyarakat:

Satpol PP juga memiliki fungsi dalam memberikan bimbingan, penyuluhan,

dan pembinaan kepada masyarakat terkait dengan peraturan daerah, kesadaran

hukum, serta peningkatan kesadaran akan pentingnya menjaga ketertiban

umum dan lingkungan.

6. Kerjasama dengan Instansi Terkait:

Satpol PP bekerja sama dengan instansi terkait lainnya, seperti kepolisian,

pemadam kebakaran, dan instansi pemerintah lainnya, dalam menjaga

ketertiban umum, keamanan, dan keselamatan masyarakat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan penulis pada latar belakang masalah

diatas, penulis memaparkan beberapa masalah yang diindentifikasikan

sebagai berikut:

1. Fungsi trotoar sebagai fasilitas sarana transportasi pejalan kaki;

2. Penyalahgunaan fungsi trotoar yang digunakan tidak peruntukannya;


xix

3. Kendala yang dialami oleh SatPol PP dalam melaksanakan tugasnya terkait

penertiban dan pengembalian fungsi trotoar.

4. Kurang tegasnya PERDA DKI sebagai dasar hukum bagi penataan trotoar di

DKI.

C. Rumusan Masalah

Dalam penulisan Skripsi ini, agar penulisan tidak meluas diluar

topik maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana keseriusan pemerintah DKI dalam melindungi hak pejalan kaki

melalui peran SatPol PP dalam penindakan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang

menyalahi fungsi trotoar.

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi SatPol PP menjalankan tugasnya dalam

menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) dan aspek yang perlu dibenahi.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penulisan Skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui implementasi Pasal 28 UU Nomor 22 Tahun 2009 dan Pasal

25 PERDA DKI Nomor 8 Tahun 2007 atas hak pejalan kaki menggunakan

trotoar sebagai sarana transportasi.


xx

2. Pelaksanaan tugas SatPol PP berdasarkan PP Nomor 3 Tahun 2008 untuk

mencapai kinerja yang efektif dan efisien untuk menciptakan ketertiban sesuai

PERDA DKI Nomor 8 Tahun 2007.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan Skripsi ini, adalah sebagai

berikut:

1. Manfaat Akademis

Dalam penulisan Skripsi ini di harapkan dapat memperkaya konsep atau teori

hukum khususnya mengenai PERDA sebagai peraturan dibawah Undang-

Undang untuk membentuk tatanan pemerintahan daerah yang melindungi hak-

hak masyarakat dan entitas didalamnya.

2. Manfaat Praktis

Dalam penulisan Skripsi ini di harapkan dapat menjadi masukan, rekomendasi

serta menambah wawasan dan bahan kajian di bidang ilmu hukum

ketatanegaraan khususnya mengenai implementasi perlindungan hukum bagi

pelaksanaan ketertiban dan keadilan di masyarakat, disamping itu penulisan

Skripsi ini juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

F. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan hubungan antara beberapa

konsep khusus yang akan di teliti. Maka, kerangka konseptual dari

penulisan proposal ini adalah:


xxi

1. Trotoar sebagai Fasilitas Pendukung khusus Pejalan Kaki.

2. Pedagang Kaki Lima sebagai sarana usaha masyarakat.

3. Satpol PP sebagai perangkat daerah menegakkan PERDA dan PERKADA.

G. Kerangka Teori

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menggunakan teori Teori

Positivisme Hukum John Austin: Teori ini menyatakan bahwa hukum

adalah aturan-aturan yang diberlakukan oleh negara dan harus dipatuhi

oleh masyarakat. Hukum bersifat otoritatif dan terpisah dari moralitas

atau keadilan.2 Teori ini menganggap bahwa apa yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan adalah satu-satunya sumber hukum yang

sah.3 Selain itu penulis juga mempertimbangkan teori Penindakan

Hukum Absolutisme Hukum menurut John Austin: Teori ini

berpendapat bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara ketat dan

tegas tanpa mempertimbangkan faktor-faktor situasional atau keadaan

khusus. Hukum harus ditegakkan secara mutlak tanpa ada

pengecualian.4

2
Muhammad Rusli, “PANDANGAN PARA AHLI TERHADAP PEMIKIRAN POSITIVISME HUKUM,”
REFLEKSI & AKSI (2018): 191.
3
Ibid. Hal 197
4
Fais Yonas Bo’a, “Pancasila Sebagai Sumber Hukum Dalam Sistem Hukum Nasional,” Jurnal
Konstitusi 15, no. 1 (2018): 21–49.
xxii

H. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan metode yang digunakan dalam

melakukan penelitian, metode pengumpulan data dalam proposal ini

penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum

normatif-empiris, yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka yang diterbitkan

baik secara resmi maupun yang berbentuk elektronik, studi dokumenter

terhadap peraturan perundang-undangan atau penelitian ini biasa disebut

penelitian hukum kepustakaan, serta penelitian kualitatif yang bersifat

deskriptif yang dimana penelitian ini menggambarkan secara tepat kondisi

sifat-sifat, individu, keadaan gejala dalam masyarakat yang dimaksudkan untuk

memahami kejadian baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Sumber data

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menggunakan beberapa jenis sumber data

diantaranya sebagai berikut:

a. Sumber data primer, didapatkan melalui Undang-undang yang mengatur

tentang ketertiban masyarakat sebuah daerah, tata kota dan SatPol PP,

dan naskah akademik yang berkaitan.

b. Sumber data skunder, yang menunjang dalam penulisan Skripsi ini antara

lain berupa pengalaman penulis dalam menjalankan fungsi harian sebagai

SatPol PP, berbagai jurnal hukum tentang fungsional SatPol PP serta


xxiii

permasalahan dalam kebijakan tata kota, serta berita-berita yang

memiliki kompeten dan pembuktian terkait penindakan oleh SatPol PP.

c. Sumber data tersier, diperoleh dari kamus hukum, kamus besar bahasa

indonesia dan sumber media internet yang memiliki relevansi dengan

pembahasan penulisan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam

menulis Skripsi ini adalah menggunakan studi dokumentasi, yaitu cara

penulis melakukan pengumpulan-pengumpulan data dengan mengkaji

peraturan perundang-undangan serta membaca berbagai buku dan

literatur yang berkaitan dengan penulisan Skripsi ini.

4. Teknik pengolahan data

Dalam penulisan Skripsi ini, teknik pengolahan data yang

digunakan penulis melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Penyuntingan dan editing

Tahap ini merupakan tahap pemeriksaan kembali terhadap semua bahan

hukum yang telah diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan

dan kejelasan. Beberapa bahan hukum yang diperoleh dan memiliki

kejelasan dalam pembahasan mengenai hirarki hukum di Indonesia yang

merupakan bahan hukum pendukung hipotesis teori dalam penelitian

skripsi ini.

b. Sistematisasi
xxiv

Tahap ini adalah tahap mengklasifikasikan bahan hukum menurut

penggolongannya dan menyusun data hasil penulisan tersebut secara

sistematis yang dilakukan secara logis, artinya ada hubungan dan

keterkaitan antara bahan hukum satu dengan bahan hukum lain, seperti

halnya UU Nomor 22 Tahun 2009 yang memiliki keterkaitan dengan

Permendagri Nomor 26 Tahun 2020 dan PERDA Nomor 8 Tahun 2007.

c. Deskripsi

Tahap ini menggambarkan hasil penelitian berdasarkan bahan hukum

yang diperoleh kemudian menganalisisnya.

5. Teknik analisis data

Analisis merupakan proses tindak lanjut dalam pengolahan data

yang telah di peroleh. Data dan bahan-bahan yang telah di peroleh dari

hasil studi kepustakaan penulis tersebut disusun secara sistematis dan

menurut klasifikasinya, diuraikan dan dianalisis secara kualitatif dengan

memberikan deskripsi dalam bentuk kata-kata atau kalimat bukan

merupakan data yang berbentuk angka.

Penulis menganalisis mengenai Peran Polisi Pamong Praja

Terhadap Penertiban PKL Dalam Menerapkan Fungsi Trotoar Bagi

Pejalan Kaki Di DKI. Dari hasil analisis tersebut, maka penulis akan

menarik kesimpulan secara deduktif yaitu dengan cara mengambil

kesimpulan atas fakta-fakta yang bersifat umum lalu kekhusus.


xxv

I. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis akan menguraikan menjadi

V (lima) Bab, sehingga penulisan Skripsi ini tersusun dan terarah

dengan baik sesuai dengan pembahasannya. Sistematika penulisan ini

diuraikan sebagai berikut:

 BAB I Pendahuluan: Bagian pendahuluan ini, akan menjelasan secara garis

besar mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian baik secara akademis maupun

praktis, kerangka konseptual, kerangka teori, metode penelitian yang

digunakan dan uraian secara singkat mengenai sistematika penulisan proposal

ini.

 BAB II Tinjauan Pustaka: Pada bab ini berisi mengenai teori-teori yang

berkaitan dengan penulisan ini. Adapun isi dalam bab ini memuat tentang:

tinjauan umum mengenai Peran Polisi Pamong Praja Terhadap Penertiban PKL

Dalam Menerapkan Fungsi Trotoar Bagi Pejalan Kaki Di DKI.

 BAB III HASIL PENELITIAN:

 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN:

 BAB V PENUTUP: Bab ini berisikan kesimpulan dan saran.


xxvi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan memaparkan pengertian mengenai

fungsi trotoar sebagai sarana transportasi untuk pejalan kaki,

pembentukan SatPol PP sebagai satuan yang menyelenggarakan

ketertiban umum dan ketentraman, penjelasan tentang pedagang kaki

lima (PKL) dari mulai sejarah serta dasar hukumnya berdasarkan

Undang-Undang, PERDA/PERKADA namun sebelumnya penulis akan

memaparkan terlebih dahulu makna pengertian dan pejalan kaki sebagai

prioritas.

A. Trotoar sebagai fasilitas pendukung transportasi pejalan kaki

1. Perlindungan dan prioritas pejalan kaki sebagai mobilitas

masyarakat kota di DKI Jakarta

Mobilitas masyarakat kota merujuk pada pergerakan fisik dan

sosial individu atau kelompok dalam lingkungan perkotaan. Hal ini

mencakup berbagai aspek, termasuk transportasi, migrasi, dan interaksi

sosial. Mobilitas masyarakat kota dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti

infrastruktur transportasi, kebijakan pemerintah, kepadatan populasi,

perkembangan ekonomi, dan gaya hidup. Dalam pemandangan

keseharian aktivitas masyarakat DKI Jakarta terlihat jelas lalu lalang

para pejalan kaki memenuhi setiap sudut daerah tanpa terkecuali baik
xxvii

yang menggunakan fasilitas pendukung seperti trotoar, zebra cross,

jembatan penyeberangan dan tidak sedikit juga terlihat berjalan di bahu

jalan bahkan bercampur dengan lalu lalang kendaraan bermotor dan

transportasi umum. Pemandangan seperti ini jelas bukan sesuatu yang

nyaman untuk dilihat berdasarkan status Jakarta sebagai ibu kota

Negara. Mirisnya hal ini ikut menyumbang jumlah korban kecelakaan

lalu lintas baik yang mengakibatkan korban jiwa dan luka yang tidak

sedikit. Menurut Gde Pasek Suardika sebagai Direktur Keselamatan

Transportasi Darat Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan

mengatakan:

…berdasarkan data World Health Organization (WHO)


kematian akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami pejalan kaki
menempati persentase sebesar 27%. Sementara di dalam negeri, angka
kecelakaan dengan korban pejalan kaki di Tanah Air juga menurutnya
memiliki persentase yang cukup tinggi yakni sekitar 30% dari 3.675
kasus kecelakaan yang terjadi sepanjang 2013. Korban pejalan kaki
terbanyak adalah anak-anak serta orang lanjut usia. Ini menjadi tanda
bahwa Indonesia gagal melindungi warga negara yang rentan [….].5

Sejarah perlindungan hukum pertama kali di Indonesia terhadap

pejalan kaki secara eksplisit tertuang dalam UU Nomor 14 Tahun 1992,

yaitu:

a. Pasal 22 Huruf g: perilaku pengemudi terhadap pejalan kaki;

b. Pasal 23 Huruf b: … mengutamakan keselamatan pejalan kaki;

c. Pasal 26 Ayat 1 dan 2: Penjelasan tentang Pejalan Kaki;

5
MG Noviarizal Fernandez, “ANGKA KECELAKAAN: Pejalan Kaki Sumbang 30% Korban Laka
Lantas,” Bisnis.com, last modified September 19, 2014, accessed July 2, 2023,
https://ekonomi.bisnis.com/read/20140919/98/258593/angka-kecelakaan-pejalan-kaki-
sumbang-30-korban-laka-lantas.
xxviii

d. Pasal 60 ayat 2: Ancaman hukuman pelanggaran keselamatan

Pejalan Kaki;

2. Sejarah Trotoar dan peruntukannya bagi keselamatan pejalan kaki di

Indonesia khususnya DKI Jakarta

Penetapan pembangunan trotoar yang merupakan bagian dari

fasilitas pendukungan bagi pejalan kaki dijelaskan dalam Lampiran

No.10 Keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999

Tanggal 20 Desember 1999. Dijelaskan dalam BAB I tentang Deskripsi

Pasal 1.3 Pengertian bahwa:

a. Fasilitas Pejalan Kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan

untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran,

keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan bagi pejalan kaki.

b. Jalur Pejalan Kaki adalah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki,

dapat berupa Trotoar, Penyeberangan Sebidang (penyeberangan zebra atau

penyeberangan pelikan), dan Penyeberangan Tak Sebidang.

c. Trotoar adalah Jalur Pejalan Kaki yang terletak pada Daerah Milik Jalan

yang diberi lapisan permukaaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari

permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu

lintas kendaraan.

Setelah perealisasian pembangunan fasilitas pendukung terutama

trotoar yang dimulai dari DKI Jakarta kemudian diundangkanlah UU

Nomor 14 Tahun 1992 yang sangat jelas menetapkan trotoar sebagai


xxix

fasilitas penunjang bagi pejalan kaki untuk mencapai tujuan ketertiban,

keselamatan, kerapihan kota.

B. SatPol PP sebagai pengawasan, penegakan, penindakan sesuai

PERDA/PERKADA

1. Dasar Hukum Pembentukan SatPol PP

Satuan Polisi Pamong Praja disingkat SatPol PP adalah kesatuan

yang “dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada,

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta

menyelenggarakan pelindungan masyarakat.” Hal ini tercantum dalam

Pasal 255 Ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah.

2. Kewenangan SatPol PP

Adapun kewenangan SatPol PP diatur dalam Ayat 2 sebagai

berikut:

a. Tindakan penertiban non-yustisial (Tindakan penertiban diluar ranah

pengadilan);

b. Tindakan penyelidikan;

c. Tindakan Administratif.

3. Jabatan Fungsional SatPol PP

Sedangkan jabatan fungsional Satpol PP diatur dalam pasal 266

yaitu menjelaskan bahwa SatPol PP adalah pegawai negeri sipil yang


xxx

penetapannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Pada Pasal 266 Ayat 6 menyatakan “Polisi pamong praja

yang memenuhi persyaratan dapat diangkat sebagai penyidik pegawai

negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Dalam penjelasan diatas tentang SatPol PP maka penulis mengambil

kesimpulan tujuan dan tugas SatPol PP sangat krusial dalam memastikan

Peraturan Daerah yang dibuat bisa berjalan dan menghadirkan ketertiban

dalam masyarakat.

C. Pedagang Kaki Lima sebagai mata pencarian masyarakat yang memenuhi

kebutuhan konsumen masyarakat

1. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pedagang Kaki Lima yang disebut juga PKL adalah sebuah

kegiatan masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli dalam

pengertian pasar dimana terdapat penjual dan pembeli diluar prosedur

baku hukum bisnis dan perdagangan. Tidak dapat dipungkiri keberadaan

PKL sangat dibutuhkan masyarakat seiring aktivitas kehidupan di DKI

Jakarta.

2. Sejarah Pedagang Kaki Lima di DKI Jakarta

Sejak abad ke-15 sampai ke-16, Sunda Kelapa (sekarang Jakarta)

menjadi rebutan kerajaan dan VOC. Kota ini diubah menjadi Batavia

pada awal abad ke-17 oleh Belanda. Lalu namanya diubah lagi menjadi

Jayakarta hingga Jakarta pada saat pendudukan Jepang abad ke-19. Kota
xxxi

yang penuh dengan transaksi perdagangan ini disebut sebagai Permata

Asia pada waktu itu. Para pedagang yang kebanyakan orang Tionghoa

akan berdagang di pusat kota Batavia waktu itu. Daerah seperti Glodok,

Pinangsia dan Jatinegara menjadi pusat konsentrasi perdagangan orang

Tionghoa di awal abad ke-18. Sedangkan orang Batavia banyak tinggal

di kantor dagang sekaligus rumah tinggal (Nassau Huis) di sekitaran

Ciliwung. Sejak kemerdekaan, Jakarta tetap menjadi sentra

perdagangan. Pada tahun 70-an, pasar seperti Blok-M, stasiun Jakarta

Kota, dan Pasar Senen dipadati pedangan di trotoar.6

3. Manfaat Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima memiliki berbagai manfaat yang penting

bagi masyarakat. Berikut adalah beberapa manfaat dari keberadaan

pedagang kaki lima:

a. Aksesibilitas dan ketersediaan: Pedagang kaki lima sering kali beroperasi

di daerah yang dekat dengan pemukiman penduduk atau area komersial.

Hal ini membuat produk dan layanan mereka lebih mudah diakses oleh

masyarakat. Dengan adanya pedagang kaki lima, masyarakat dapat dengan

mudah memperoleh barang-barang sehari-hari tanpa harus pergi ke toko

atau pusat perbelanjaan yang lebih jauh.

b. Harga terjangkau: Pedagang kaki lima seringkali menawarkan harga yang

lebih terjangkau daripada toko atau supermarket besar. Mereka sering

6
“Sejarah Singkat Pedagang Trotoar di Indonesia Dan Dunia Halaman All - Kompas.Com,”
accessed July 2, 2023, https://www.kompas.com/wiken/read/2022/02/23/172123081/sejarah-
singkat-pedagang-trotoar-di-indonesia-dan-dunia?page=all.
xxxii

membeli barang secara langsung dari pemasok atau produsen, tanpa

melibatkan perantara yang bisa menambah biaya. Ini membuat produk

yang dijual oleh pedagang kaki lima lebih murah, sehingga membantu

masyarakat dengan anggaran terbatas.

c. Peluang kerja: Pedagang kaki lima menciptakan peluang kerja bagi banyak

orang, terutama bagi mereka yang mungkin sulit mencari pekerjaan

formal. Mereka dapat membuka warung makan, jualan pakaian, atau

berbagai jenis usaha lainnya dengan modal yang terjangkau. Dengan

demikian, pedagang kaki lima berkontribusi dalam mengurangi tingkat

pengangguran dan menciptakan mata pencaharian bagi banyak orang.

d. Ragam produk dan variasi: Pedagang kaki lima sering menawarkan

beragam produk dan variasi dalam satu tempat. Mereka dapat menjual

makanan, minuman, pakaian, aksesoris, buku, mainan, dan masih banyak

lagi. Hal ini memberikan keuntungan bagi konsumen dengan menawarkan

pilihan yang lebih banyak dan beragam.

e. Keberagaman kuliner: Pedagang kaki lima sering kali terkenal karena

menyajikan makanan khas dan tradisional. Mereka menjaga keberagaman

kuliner dengan menjual hidangan dari berbagai daerah atau budaya

tertentu. Hal ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk

menikmati hidangan yang autentik dan mungkin sulit ditemui di restoran

atau tempat lainnya.

f. Kontribusi terhadap perekonomian lokal: Pedagang kaki lima juga

berkontribusi pada perekonomian lokal dengan membayar pajak dan biaya


xxxiii

perizinan yang dibutuhkan. Pendapatan yang dihasilkan oleh pedagang

kaki lima juga dapat berputar di komunitas lokal, menghidupkan ekonomi

daerah tersebut.

g. Keberlanjutan lingkungan: Pedagang kaki lima cenderung menggunakan

bahan baku dan peralatan yang lebih sederhana dan ramah lingkungan.

Dalam beberapa kasus, mereka juga menggunakan bahan baku lokal dan

mendukung pertanian lokal. Hal ini membantu dalam meminimalkan

dampak negatif terhadap lingkungan dan membantu menjaga

keberlanjutan lingkungan.
34

BAHAN BACAAN

A. Buku

B. Peraturan Perundang-undangan

C. Sumber-Sumber Lain

Anda mungkin juga menyukai