Anda di halaman 1dari 3

Jangan Remehkan Temuan Alat Nirawak Bawah Laut

Pusat Hidrologi dan Oseanografi Angkatan Laut akan meneliti dan membongkar
”seaglider” tanpa nama untuk memastikan kepemilikan alat nirawak tersebut. Pakar
minta pemerintah tidak menganggap remeh temuan alat tersebut.

Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
5 Januari 2021 05:24 WIB
·
5 menit baca

TEKS

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/Ac8fuLsKQHkEajr8FV7yxO2Io20=/1024x576/https%3A
%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F07%2F20180707iki-penyisiran-KMP-
Lestari-Maju-13.jpg
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Tebing karang di Pantai Pa’badilang, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.

JAKARTA, KOMPAS — Temuan alat nirawak bawah laut di Kepulauan Selayar, Sulawesi
Selatan, masih akan diteliti oleh Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan
Laut atau Pushidrosal. Pengamat militer dan intelijen meminta supaya temuan ini
tidak diremehkan karena sudah terjadi tiga kali. Apalagi, lokasi penemuan benda
tersebut berada di jalur rawan Laut China Selatan.

Kepala Pusat Staf Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono dalam keterangan kepada
media, Senin (4/1/2021), mengatakan, benda mirip rudal yang ditemukan oleh nelayan
tersebut adalah jenis seaglider. Benda tersebut berbahan aluminium sepanjang 2,2
meter dilengkapi dengan dua sayap dan antena 93 sentimeter. Terdapat pula instrumen
mirip kamera pada bodi alat tersebut.

Alat ini banyak digunakan untuk mencari data oseanografi di bawah laut. Ini bisa
digunakan untuk berbagai kepentingan baik industri maupun militer.

Seaglider biasanya digunakan sebagai untuk kepentingan riset bawah laut. Alat dapat
menyelam hingga kedalaman 2.000 meter. Di dalam laut, alat dapat merekam data suhu,
salinitas, arah arus air laut, kadar oksigen, kesuburan laut, hingga suara ikan.
Data tersebut kemudian akan dikirimkan melalui satelit saat alat muncul ke
permukaan air. Alat diperkirakan bisa bertahan di laut selama dua tahun.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/056P8MCUFyvkFAjuo8WlOKcvYUI=/1024x1125/https
%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F05%2FIMG-20200520-
WA0055_1589954443.jpg
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN
Laksamana Yudo Margono

”Alat ini banyak digunakan untuk mencari data oseanografi di bawah laut. Ini bisa
digunakan untuk berbagai kepentingan baik industri maupun militer,” kata Yudo
dikutip dari Kompas TV, Senin.

Baca juga: Temuan ”Drone” Bawah Laut dan Tantangan Membangun Pertahanan Kepulauan

Jika untuk keperluan industri, alat bisa digunakan untuk survei pengeboran, hingga
pencairan sumber daya laut. Sementara untuk kepentingan pertahanan, alat bisa
digunakan untuk mencari titik kedalaman air agar kapal selam tidak terdeteksi oleh
sensor kapal yang berada di atas air.

Namun, hingga saat ini, pemilik alat nirawak bawah laut itu belum diketahui. Di
tubuh alat itu juga tidak ditemukan tulisan keterangan yang menunjukkan pemiliknya.
Oleh karena itu, alat akan dibongkar di Pushidrosal. KSAL menargetkan pembongkaran
alat memakan waktu satu bulan. Pushidrosal juga akan bekerja sama dengan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Kementerian Riset dan Teknologi.

”Alat ini tidak bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan kapal di atas permukaan
laut. Jika untuk keperluan militer, ini hanya bisa digunakan untuk mendeteksi
kepekatan air laut agar kapal selam tidak terdeteksi oleh sensor kapal yang ada di
permukaan air,” kata Yudo.

Jangan meremehkan

Pakar militer dan pertahanan, Susaningtyas Kertopati, saat dihubungi mengatakan,


Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, dan TNI AL tidak boleh memandang remeh hasil
temuan unmanned underwater vehicle (UUV) di Kepulauan Selayar. Apalagi, temuan itu
terjadi di jalur Laut China Selatan. Di mana jalur tersebut sering terjadi
ketegangan antara China dan Amerika Serikat.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/l_6-OaPHCwnZ5KE_cY-VxAM-J_8=/1024x768/https%3A
%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F05%2F20180519_111432-min.jpg
KOMPAS/NIKOLAUS HARBOWO
Pemerhati militer dan pertahanan, Susaningtyas Kertopati.

Menurut catatannya, temuan UUV juga sudah terjadi tiga kali. Pertama di Pulau
Tenggol, kemudian di Kepulauan Masalembu, dan terakhir di Kepulauan Selayar.
Menurut dia, UUV yang ditemukan itu masuk dalam kategori alat penelitian bawah
laut. UUV ditemukan dalam kondisi tidak berfungsi, tetapi belum kedaluwarsa.
Artinya, ada kendala teknis internal di dalam sistemnya.

”Dari analisis awal, UUV ini diperkirakan sudah memiliki jam selam lebih dari
25.000 atau mendekati tiga tahun. Kemungkinan besar alat itu diluncurkan November
2017,” kata Susaningtyas.

Terkait dengan temuan itu, Susaningtyas meminta pemerintah menetapkan langkah


strategis. Dari aspek hukum, perlu ada peraturan penggunaan semua jenis sistem alat
nirawak di wilayah Indonesia, baik di udara, permukaan, maupun bawah laut. Menurut
dia, juga perlu dibuat peraturan pemerintah (PP) yang menentukan tata cara
menghadapi penelitian ilegal di perairan Indonesia mulai dari perairan kepulauan
hingga zona ekonomi eksklusif (ZEE).

”Khusus untuk mendeteksi di laut, Kemenhan dapat mengajak Kementerian Perhubungan


untuk memasang underwater detection device (UDD) di seluruh alur laut kepulauan
Indonesia (ALKI) dan selat strategis. Fungsinya untuk memantau semua lalu lintas
bawah laut, terutama di Selat Malaka, Laut Natuna, Selat Makassar, Selat Sunda, dan
Selat Lombok,” kata Susaningtyas.

Baca juga: Covid-19 Ikut Pengaruhi Pembangunan Kekuatan Pertahanan

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/71XnrE4f-q87_VB6K8xiCZNY0mE=/1024x1280/https
%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F12%2F20201222-NSW-H09-potensi-
maritim-mumed_1608698870.png
Dia juga meminta agar TNI AL dapat melengkapi Puskodalnya dengan sistem pemantauan
bawah laut. Sistem itu bisa dilengkapi dengan kendali otomatis atau manual yang
dapat menghadapi serangan UUV ataupun unmanned subsurface vehicle (USSV) yang
dilengkapi dengan persenjataan. USSV ini lebih berbahaya daripada UUV.

”Sistem pendidikan bagi prajurit TNI AL pun harus ditingkatkan agar mereka memiliki
kemampuan untuk perang anti-USSV,” kata Susaningtyas.
Tidak ditemukannya pemilik alat nirawak bawah laut itu memperkuat dugaan bahwa alat
itu merupakan perangkat mata-mata. Dalam dunia intelijen, berbagai instrumen
digunakan untuk bekerja secara senyap.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto


Juwana mengatakan, tidak ditemukannya pemilik alat nirawak bawah laut itu
memperkuat dugaan bahwa alat itu merupakan perangkat mata-mata. Dalam dunia
intelijen, berbagai instrumen digunakan untuk bekerja secara senyap. Segala atribut
yang berkaitan dengan afiliasi negara sengaja dihilangkan. Tujuannya agar tidak
mudah terkuak dan tidak mudah dituding oleh negara lain saat alat ditemukan.

https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/-Gd5d9oZaBXQq_yV8_YKFO1b3uU=/1024x655/https%3A
%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F01%2Fkompas_tark_5987439_19_0.jpeg
KOMPAS
Hikmahanto Juwana

”Bahkan, bila agen intelijen yang terkuak melakukan tindakan mata-mata, negara
tersebut tidak akan mengakui tindakannya,” kata Hikmahanto.

Dengan alasan itu, diperlukan kesabaran dan kecerdasan untuk mengungkap siapa
pemilik seaglider tersebut. Bila kemampuan dalam negeri tidak memadai, Indonesia
bisa meminta bantuan pakar dari luar negeri. Untuk memberikan gertakan, Kementerian
Luar Negeri juga dapat membuat pernyataan keras. Apabila terkuak siapa pemilik alat
tersebut, Indonesia tidak segan melakukan tindakan yang keras dan tegas.

Juru Bicara Kementerian Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, meminta


publik bersabar dengan penelitian alat nirawak tersebut. Pushidrosal TNI AL akan
menindaklanjuti lebih jauh temuan tersebut. Menurut dia, Menhan Prabowo Subianto
sejak awal berkomitmen untuk memperkuat pertahanan Indonesia. Menhan juga telah
berkunjung ke sejumlah negara dengan tujuan mendapatkan alat utama sistem
persenjataan (alutsista) terbaik untuk memperkuat pertahanan baik di matra darat,
laut, maupun udara.

Editor:
susanarita

Anda mungkin juga menyukai