Anda di halaman 1dari 2

KRI Nanggala 402, Tinjau Ulang Alutsista NKRI

KRI Nanggala-402 beserta seluruh awaknya, kini diumumkan berstatus "On Eternal Patrol" atau 
berpatroli untuk selamanya mengawal lautan Indonesia. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto
mengatakan, tenggelamnya kapal dan gugurnya seluruh awak diketahui dari temuan bukti-bukti otentik
oleh tim pencari (kompas.com,26/04/2021).
Kapal selam pabrikan Jerman ini, dibuat pada tahun 1979 dan mulai beroperasi pada tahun 1981.
Dengan demikian, Indonesia pun akhirnya memiliki KRI Nanggala-402 buatan Jerman itu sebagai
alutsista(Alat Utama Sistem Pertahanan) laut Nusantara. Kecepatan kapal selam ini pun tak diragukan.
Kapal KRI Nanggala-402 diketahui dapat melaju dengan kecepatan lebih kurang 25 knot. Hal itu
dikarenakan kapal selam ini mengandalkan mesin diesel elektrik. Setelah overhaul, KRI Nanggala-402
telah dilengkapi sonar teknologi terkini dengan persenjataan mutakhir di antaranya torpedo dan
persenjataan lain. Sebelumnya, kapal ini sempat menjalani perawatan di galangan kapal Daewoo
Shipbuilding & Marine Engineering, Korea Selatan pada 2009-2012. Kapal KRI Nanggala-402 ini aktif
melakukan sejumlah misi penegakan kedaulatan, hukum dan keamanan di laut. Di sisi lain, kapal tersebut
juga kerap digunakan sebagai tempat latihan yang digelar TNI AL (kompas.com, 22/04/2021).
Spesifikasi lain dari kapal ini adalah tipe U-209/1300 dengan berat 1.395 Ton, dimensi panjang
59,5 meter, Lebar 6,3 meter serta tinggi 5,5 meter. KRI Nanggal 402 mampu menyelam selama 3 bulan
dengan kedalaman maksimal 250 meter dibawah permukaan laut. Dilengkapi persenjataan 14 buah
torpedo 21 inci dalam 8 tabung. Memiliki jarak tembak sejauh 2 Mil. Sensor Sonar jenis CSU-3-2 SUIT
(Sumber: Kompas dan berbagai sumber).
Lemahnya Alutsista Indonesia
Saat ini Indonesia hanya memiliki lima kapal selam. Dua buatan Jerman, Termasuk KRI
Nanggala-402. Tiga lainnya buatan Korea Selatan. Jumlah itu masih terbilang jauh dari ideal dengan
melihat kondisi Indonesia yang 62% luasnya adalah laut, dengan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer.
Jika dibandingkan dengan Negara lain, maka jumlah kapal selam Indonesia sangat sedikit. Korea Utara
memiliki 83 kapal selam, China 74 kapal selam, Amerika Serikat 66 kapal selam, Rusia 62 Kapal selam.
Seteah tenggelamnya KRI Nanggala-402 Indonesia hanya memiliki 4 kapal selam.
Melihat posisi Negara Indonesia yang strategis, juga berbatasan langsung dengan 10 negara
tetangga di wilayah laut, dan 3 negara di darat, sehingga menempatkan Indonesia sebagai Negara
berpotensi terjadinya kerawanan berupa ancaman militer dan non-militer.Maka untuk menjalankan
tugasnya TNI Angkatan Laut harus memiliki persenjataan strategis dan memiliki daya tangkal yang tinggi
berupa alutsista.
Salah satu alutsista yang memiliki nilai strategis tinggi adalah kapal selam. Fungsi kapal selam
antara lain untuk penyergapan, penyerangan, sarana infiltrasi ( penyusupan pasukan khusus, spoinase dan
sabotase), Penyebaran ranjau secara terbatas, pencarian dan penyelamatan dilaut secara terbatas,
angkut/evakuasi VVIP secara terbatas dan penyerangan objek vital di darat dan di laut. Melihat fungsinya
yang sangat vital dan saat ini kapal selam Indonesia tinggal 4 kapal selam, ini menunjukkan lemahnya
alutsista Indonesia. Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul
Fahmi, menyebut idealnya Indonesia memiliki 12 kapal selam, mengingat luasnya laut Indonesia(BBC
Indonesia, 22/4/2021).
Cukupkah dengan Peremajaan Alutsista
KRI Nanggala-402 merupakan kapal selam kebanggaan Indonesia. Usianya sudah terbilang tua,
yakni 42 tahun, namun ia dianggap masih tangguh berlayar untuk menjaga kedaulatan laut Indonesia.
Dalam tiga tahun terakhir, ini adalah kecelakaan ketiga yang melibatkan kapal TNI yang sudah tua.
Riefqi Muna, co-founder dan peneliti dari Research and Operations on Technology & Society (ROOTS),
mengatakan dalam 10 tahun terakhir ada kasus-kasus yang berkaitan dengan alutsista yang sudah tua,
berisiko kecelakaan hingga hilangnya prajurit TNI. Ia juga mengingatkan bahwa insiden KRI Nanggala
mestinya membuat Indonesia lebih ketat dalam menggunakan alutsista tua.
Kalangan pakar maritim juga menilai batas usia pemakaian kapal selam adalah 25-29 tahun.
Peristiwa KRI Nanggala mestinya menjadi evaluasi besar bagi pemerintah terhadap pengadaan alutsista
dan pemeliharaannya.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto akan mengajukan peremajaan alat utama sistem senjata (alutsista)
ke Presiden Joko Widodo usai insiden kapal selam  KRI Nanggala-402 hilang kontak di perairan Bali.
Prabowo mengatakan alutsista milik Indonesia memang perlu peremajaan dan modernisasi. Dia berharap
peremajaan alutsista bisa dilakukan secepatnya. "Alutsista kita memang karena terpaksa kita belum
modernisasi lebih cepat. Ini mendesak, kita harus modernisasi lebih cepat. Saya yakin dalam waktu dekat
alutsista bisa dimodernisasi tiga matra," kata Prabowo dalam jumpa pers, Kamis (22/4).
Menurut pengamat politik Dr. Riyan, keberadaan alutsista beserta penjagaan kualitasnya, adalah
sesuatu yang wajib diupayakan oleh suatu Negara. Tentu saja ini sangat tergantung pada kondisi
perekonomian suatu Negara. Karena biaya pembelian alutsista itu terbilang mahal. Namun hal tersebut
juga penting untuk menjaga pertahanan territorial negeri ini. Bahkan Dr. Riyan mengatakan bahwa
harusnya pengadaan alutsista ini menjadi prioritas dibanding program pemindahan ibukota RI yang
menelan anggaran ratusan triliun.
Pada akhirnya persoalan anggaran menjadi kendala yang takpernah terselesaikan. Padahal untuk
ukuran negeri maritim dengan 62% wilayahnya adalah perairan dan laut. Harusnya membengun sistem
serta infrastruktur maritim merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh Negara.
Membangun Sistem Pertahanan Kokoh
Masalah alutsista merupakan cabang masalah yang berawal dari kebijakan politik Negara.
Besarnya potensi yang dimiliki Indonesia harusnya selaras dengan visi besar kedepan, bagaimana
menjadikan negeri ini sebagai Negara adidaya yang berdaulat dan mandiri. Bukan sekedar Negara
pengekor yang tunduk pada kebijakan politik Internasional.
Indonesia sebagai negara muslim terbesar bisa belajar dari sistem yang pernah menguasai
duapertiga dunia, yakni sistem Islam. Sistem Islam memiliki sejumlah konsep untuk mewujudkan sistem
pertahanan negara yang kokoh. Pertama, anggaran Negara yang bersumber dari Baitulmal merupakan
ujung tombak pemasukan dan pembelanjaan Negara. Sumber pemasukan baitulmal terdiri dari bagian fai’
dan kharaj, bagian kepemilikan umum (minyak, gas, listrik, pertambangan, serta kekayaan alam lainnya
yang menjadi milik umum), dan bagian sedekah (zakat mal, ternak,dll). Kedua, dalam struktur
pemerintahan Islam ada yang namanya departemen perang, mirip dengan kementerian pertahanan.
Departemen peperangan menangani semua urusan yang berhubungan dengan angkatan bersenjata seperti
pasukan, logistik, persenjataan, peralatan, amunisi, dan sebagainya; menangani akademi militer, misi
militer, serta pemikiran Islam dan pengetahuan umum apa saja yang wajib dimiliki tentara. Ketiga, negara
membangun sistem perindustrian, baik yang berhubungan dengan industri berat seperti industri mesin dan
peralatan, pembuatan dan perakitan alat transportasi (kapal, pesawat, mobil, dsb.), termasuk industri
alutsista yang mendukung penguatan militer negara.
Jika negara belum mandiri dalam membangun industri pertahanan, maka ketergantungan terhadap
impor alutsista dari negara lain tidak akan pernah hilang. Selain itu, membeli senjata dari negara lain
risiko bahayanya lebih besar. Sebab, negara pengekspor alutsista pasti memahami betul sisi lemah dari
alat tersebut.
Sejatinya SDM Negeri ini lebih dari cukup untuk mendirikan industri pertahanan. Para ilmuwan
cerdasnya pun tidak kurang. Hanya saja, kurangnya dukungan negara dan sarana prasarana yang memadai
menjadikan kecerdasan sains dan keilmuan para cendekiawan tidak diberdayakan dengan baik.
Pendidikan hari ini pun seolah hanya menyiapkan generasi pekerja untuk terjun diberbagai industri
sebagai buruh, bukan generasi ilmuwan yang mampu mencipta sesuatu yang terbaik dan mendirikan
berbagai industri untuk negeri ini.
Bukanlah suatu hal yang Utopis bagi Indonesia untuk membangun sistem pertahanan dan industri
militer yang kuat. Dengan merombak total tata kelola sistem pemerintahan yang kacau akibat kapitalisme,
mengkolaborasikan konsep bernegara sesuai tuntunan wahyu dengan sains dan teknologi, maka Indonesia
akan mampu menjadi negara adidaya.

Anda mungkin juga menyukai