Dari beberapa situs alternatif di Jawa Timur dan berdasarkan kedekatan dengan industri
pendukung dan infrastruktur yang sudah ada, jarak ke pusat-pusat ekonomi dan bandara, lahan
yang tersedia, serta harga yang terjangkau, Lamongan telah dipilih sebagai lokasi
pengembangan dermaga dan galangan kapal industri di Jawa Timur. Pengembangan industri
galangan kapal di Lamongan ditinjau dari prospeknya, dipilih dan dimulai dengan perbaikan
dan pemeliharaan untuk kapal dengan kelas fasilitas antara 1000-3000 DWT. kelas belum
banyak pesaing karena galangan kapal baru, teknologi yang mudah, dan tidak ada pengalaman.
Berdasarkan proses pembelajaran dan pengalaman, untuk masa depan, 5 sampai 10 tahun,
galangan kapal ini dapat diperluas untuk menerima bangunan baru ukurannya sama dengan
tongkang teknologi yang tidak begitu sulit dan untuk menguasai teknologi modern. Selain itu,
pekerjaan perbaikan permanen telah dilakukan dengan meningkatkan kapasitas. Rencana 15
sampai 20 tahun, galangan kapal dapat diperluas untuk menerima gedung baru untuk feri antar
pulau dan kapal tunda, serta perbaikan.
Bab I
Pendahuluan
Sebagai sektor yang terkait erat dengan hajat hidup orang banyak, Industri galangan
Indonesia dengan perputaran uang untuk transportasi laut sebesar Rp. 50,7 triliun pertahunnya,
seharusnya menjadi galangan kapal yang tangguh, modern dan sumber devisa Indonesia.
Perusahaan galangan kapal di Indonesia saat ini disibukkan dengan melayani docking dan
repair. Di sisi lain, saat ini Jepang dan Korea menguasai lebih dari 80% share market dunia.
Industri galangan kapal Indonesia hanya menyerap 0,5% share market galangan kapal dunia.
Akibat dari kesulitan pergerakan aktifitas galangan kapal Indonesia, industri pendukung seperti
industri baja, industri permesinan, industri kelistrikan, industri kimia mengalami kembang
kempis dan banyak yang gulung tikar.
Ada beberapa alasan mengapa industri galangan kapal harus dikembangkan, antara
lain: (i) nilai ekonomis industri galangan kapal, dimana secara global memiliki nilai yang
sangat besar; (ii) industri galangan kapal adalah industri induk dari industri pendukung, dimana
industri ini akan menarik industri lain untuk berkembang. Perkiraan dalam pembangunan
sebuah kapal, 50%-70% biaya yang dikeluarkan adalah untuk membeli bahan baku dan
peralatan, kondisi ini akan memberikan multiplier-effect yang besar kepada proses
industrialisasi dalam suatu negara; (iii) industri galangan merupakan industri padat karya yang
mampu menciptakan lapangan kerja cukup besar dan dengan nilai tambah yang cukup tinggi;
(iv) kemungkinan pengembangan teknologi kelautan melalui industri dan kemandirian sektor
pertahanan dengan pembuatan alat pertahanan di dalam negeri.
Penerbitan Inpres No. 5 tahun 2005 diharapkan sebagai pendorong bergairahnya
industri perkapalan di Indonesia, dengan demikian akan semakin tumbuh dan berkembangnya
industri maritim di tanah air. Dalam rangka pelaksanaan Inpres tersebut, sampai tahun 2010
akan terjadi peningkatan kebutuhan kapal seperti kajian Stramindo dan kajian Perhubungan
laut. Menurut kajian Stramindo kebutuhan kapal berbagai tipe adalah 984 buah dengan
perincian kapal baru 122 buah sedangkan kapal bekas 862 buah (Suteja, 2006). Menurut kajian
Perhubengan laut dibutuhkan 2142 buah kapal berbagai tipe, dengan rincian 432 kapal baru
dan 1710 kapal bekas (Anam dan Basuki, 2006).
Jawa Timur mempunyai prospek industri maritim yang cukup besar dan didukung oleh
panjangnya garis pantai, industri pendukung, tenaga kerja dan infrastruktur yang lain. Di
propinsi ini sudah berdiri industri galangan kapal yang cukup besar, penghasil sumber daya
manusia bidang industri maritim mulai tenaga setingkat STM sampai perguruan tinggi,
sehingga dari segi penyediaan SDM pendukung industri maritim sudah cukup handal.
Daerah sekitar Gresik terdapat beberapa industri yang menggunakan bahan bakar dari batubara
dan industri kayu lapis yang pengangkutannya bahan bakunya memerlukan barge. Di daerah
Probolinggo ada PLTU dengan bahan bakar batubara yang pengangkutannya menggunakan
barge, sehingga memerlukan akan jasa reparasinya.
Dari beberapa alternatif lokasi di Jawa Timur dan berdasarkan pada kedekatan terhadap
industri pendukung, fasilitas dan infrastruktur yang telah ada, jarak terhadap pusat ekonomi
dan bandara, luas lahan yang tersedia serta harga yang masih terjangkau, maka dipilih
Kabupaten Lamongan sebagai lokasi pengembangan industri galangan kapal di Jawa Timur.
Bab II
Metode Penelitian
Survey data, baik data primer maupun data sekunder yang mendukung, meliputi: (i)
Data market potensial kebutuhan kapal, (ii) Data infrastruktur, (iii) Data angkatan kerja
pendukung, (iv) Data kondisi sosial masyarakat, (v) Data industri pendukung, (vi) Data
suprastruktur.
Analisis pasar, yang meliputi: (i) Proyeksi lalu lintas barang dan penumpang, (ii)
Proyeksi market potensial kebutuhan kapal untuk reparasi dan bangunan baru, (iii) Proyeksi
armada dengan ukuran, tipe serta jumlah unit.
Analisis kebutuhan industri pendukung, untuk mengidentifikasi jenis-jenis industri
yang terkait, yang meliputi industri bahan baku kapal baja (pelat dan profil), industri
permesinan pendukung, industri gas, suplier peralatan dan industri pendukung lainnya.
Analisis kebutuhan infrastruktur, untuk mengetahui jenis dan kapasitas infrastruktur,
antara lain kebutuhan akan akses jalan, listrik, air bersih, telpon dan saluran internet.
Analisis kebutuhan suprastruktur, untuk mengidentifikasi jenis institusi yang dapat
berperan dan mendukung, antara lain dukungan sosio masyarakat, perbankan, lembaga
keuangan.
Analisis penentuan lokasi industri galangan kapal berdasarkan data primer dan
sekunder dengan pendekatan berdasarkan literatur dan data-data pendukung.
Perancangan teknis industri galangan kapal, yang meliputi water front, perancangan
kapasitas galangan kapal, perancangan lay out galangan kapal, perancangan bengkel produksi
beserta peralatannya, kebutuhan tenaga kerja. Perancangan ekonomis meliputi: modal, biaya
operasional, pendapatan, perhitungan ekonomis lain.
Penentuan kelayakan investasi, untuk menentukan tingkat kelayakan investasi yang
akan ditanamkan. Penentuan pay back period, MARR, dan IRR berdasarkan perhitungan kajian
ekonomis.
Bab III
Analisa dan Pembahasan
Penerbitan Inpres No. 5 tahun 2005 diharapkan juga akan membawa dampak
pada kebutuhan kapal nasional. Jumlah kebutuhan kapal nasional berdasarkan kajian
pihak yang berkompeten dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Prediksi rencana kebutuhan kapal tahun 2006 2010
Menurut data register BKI, populasi kapal yang terdaftar sejumlah 7.167 unit
dengan total GT sebesar 7.085.290 dengan rata-rata GT sebesar 989 GT per unit kapal.
Tipe kapal dan jumlahnya yang terdaftar di BKI, dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Tipe dan jumlah kapal
Dari tabel 4 diatas dalam kurun waktu sampai tahun 2010 akan terdapat kapal-
kapal yang sudah harus diremajakan, sehingga akan terjadi peningkatan permintaan
jasa reparasi dan pemeliharaan kapal.
Anam, A.K dan Basuki, M. 2006. Studi Kebutuhan Kapal Kontainer Untuk Angkutan
Barang di Daerah Pelindo III Pada Tahun 2010, Artikel jurnal IPTEK ITATS,
Volume 9, nomor 3, edisi September 2006.
Azhar, A. 2001. Optimasi Perencanaan Investasi Galangan Kapal, Laporan Penelitian,
Fakultas Teknologi Kelautan, P3M, ITATS
Biro Klasifikasi Indonesia. 2006. Register Kapal Tahun 2006. Jakarta: BKI Pusat.
Deprin. 2006. Kesiapan Galangan Kapal Dalam Rangka Implementasi Inpres No.
5 Tahun 2005, Makalah dalam Konsinyering Penyusunan Juknis Pemeliharaan dan
Pembangunan Kapal Baru Sesuai Inpres No. 5 Tahun 2005.
Handoko, H. 1988. Manajemen Produksi dan Operasi, LPFE. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
Maruf, B. 2006. Konsep Aplikasi Pengembangan Klaster Industri Perkapalan, Jakarta:
Departemen Perindustrian.
Pujawan, I. N. 2004. Ekonomi Teknik, Edisi Pertama, Cetakan Ketiga. Surabaya: Guna
Widya.
Suryohadiprojo, A. 2004. Prospek Pengembangan Industri Galangan Kapal, Majalah
BKI.
Sutedja. 2006. Studi Proyeksi Kebutuhan Kapal di Indonesia. Makalah dalam
Konsinyering Penyusunan Juknis Pemeliharaan dan Pembangunan Kapal Baru
Sesuai Inpres No. 5 Tahun 2005.
Sutojo, S. 1996. Studi Kelayakan Proyek Teori dan Praktek, Seri Manajemen No. 66,
Cetakan Kedelapan, Jakarta: Penerbit Lembaga PPM dan Pustaka Binawan
Presindo.