Anda di halaman 1dari 15

Manajem Biaya Proyek

Studi Pengembangan Industri Dok dan Galangan Kapal


di Daerah Paciran Lamongan

Mata Kuliah Manajemen Industri (MO141407)


Dosen :

Dr. Eng. Yeyes Mulyadi S.T., M. Sc.


Disusun oleh :
Dimas Ainun Firdaus (4313100026)
Wahyu Anggi Pratama (4313100075)
Priyo Wicaksono (4313100091)
Denta Agra Sonya (4313100124)

JURUSAN TEKNIK KELAUTAN


FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2016
Abstrak

Dari beberapa situs alternatif di Jawa Timur dan berdasarkan kedekatan dengan industri
pendukung dan infrastruktur yang sudah ada, jarak ke pusat-pusat ekonomi dan bandara, lahan
yang tersedia, serta harga yang terjangkau, Lamongan telah dipilih sebagai lokasi
pengembangan dermaga dan galangan kapal industri di Jawa Timur. Pengembangan industri
galangan kapal di Lamongan ditinjau dari prospeknya, dipilih dan dimulai dengan perbaikan
dan pemeliharaan untuk kapal dengan kelas fasilitas antara 1000-3000 DWT. kelas belum
banyak pesaing karena galangan kapal baru, teknologi yang mudah, dan tidak ada pengalaman.
Berdasarkan proses pembelajaran dan pengalaman, untuk masa depan, 5 sampai 10 tahun,
galangan kapal ini dapat diperluas untuk menerima bangunan baru ukurannya sama dengan
tongkang teknologi yang tidak begitu sulit dan untuk menguasai teknologi modern. Selain itu,
pekerjaan perbaikan permanen telah dilakukan dengan meningkatkan kapasitas. Rencana 15
sampai 20 tahun, galangan kapal dapat diperluas untuk menerima gedung baru untuk feri antar
pulau dan kapal tunda, serta perbaikan.
Bab I
Pendahuluan

Sebagai sektor yang terkait erat dengan hajat hidup orang banyak, Industri galangan
Indonesia dengan perputaran uang untuk transportasi laut sebesar Rp. 50,7 triliun pertahunnya,
seharusnya menjadi galangan kapal yang tangguh, modern dan sumber devisa Indonesia.
Perusahaan galangan kapal di Indonesia saat ini disibukkan dengan melayani docking dan
repair. Di sisi lain, saat ini Jepang dan Korea menguasai lebih dari 80% share market dunia.
Industri galangan kapal Indonesia hanya menyerap 0,5% share market galangan kapal dunia.
Akibat dari kesulitan pergerakan aktifitas galangan kapal Indonesia, industri pendukung seperti
industri baja, industri permesinan, industri kelistrikan, industri kimia mengalami kembang
kempis dan banyak yang gulung tikar.
Ada beberapa alasan mengapa industri galangan kapal harus dikembangkan, antara
lain: (i) nilai ekonomis industri galangan kapal, dimana secara global memiliki nilai yang
sangat besar; (ii) industri galangan kapal adalah industri induk dari industri pendukung, dimana
industri ini akan menarik industri lain untuk berkembang. Perkiraan dalam pembangunan
sebuah kapal, 50%-70% biaya yang dikeluarkan adalah untuk membeli bahan baku dan
peralatan, kondisi ini akan memberikan multiplier-effect yang besar kepada proses
industrialisasi dalam suatu negara; (iii) industri galangan merupakan industri padat karya yang
mampu menciptakan lapangan kerja cukup besar dan dengan nilai tambah yang cukup tinggi;
(iv) kemungkinan pengembangan teknologi kelautan melalui industri dan kemandirian sektor
pertahanan dengan pembuatan alat pertahanan di dalam negeri.
Penerbitan Inpres No. 5 tahun 2005 diharapkan sebagai pendorong bergairahnya
industri perkapalan di Indonesia, dengan demikian akan semakin tumbuh dan berkembangnya
industri maritim di tanah air. Dalam rangka pelaksanaan Inpres tersebut, sampai tahun 2010
akan terjadi peningkatan kebutuhan kapal seperti kajian Stramindo dan kajian Perhubungan
laut. Menurut kajian Stramindo kebutuhan kapal berbagai tipe adalah 984 buah dengan
perincian kapal baru 122 buah sedangkan kapal bekas 862 buah (Suteja, 2006). Menurut kajian
Perhubengan laut dibutuhkan 2142 buah kapal berbagai tipe, dengan rincian 432 kapal baru
dan 1710 kapal bekas (Anam dan Basuki, 2006).
Jawa Timur mempunyai prospek industri maritim yang cukup besar dan didukung oleh
panjangnya garis pantai, industri pendukung, tenaga kerja dan infrastruktur yang lain. Di
propinsi ini sudah berdiri industri galangan kapal yang cukup besar, penghasil sumber daya
manusia bidang industri maritim mulai tenaga setingkat STM sampai perguruan tinggi,
sehingga dari segi penyediaan SDM pendukung industri maritim sudah cukup handal.
Daerah sekitar Gresik terdapat beberapa industri yang menggunakan bahan bakar dari batubara
dan industri kayu lapis yang pengangkutannya bahan bakunya memerlukan barge. Di daerah
Probolinggo ada PLTU dengan bahan bakar batubara yang pengangkutannya menggunakan
barge, sehingga memerlukan akan jasa reparasinya.
Dari beberapa alternatif lokasi di Jawa Timur dan berdasarkan pada kedekatan terhadap
industri pendukung, fasilitas dan infrastruktur yang telah ada, jarak terhadap pusat ekonomi
dan bandara, luas lahan yang tersedia serta harga yang masih terjangkau, maka dipilih
Kabupaten Lamongan sebagai lokasi pengembangan industri galangan kapal di Jawa Timur.
Bab II
Metode Penelitian

Survey data, baik data primer maupun data sekunder yang mendukung, meliputi: (i)
Data market potensial kebutuhan kapal, (ii) Data infrastruktur, (iii) Data angkatan kerja
pendukung, (iv) Data kondisi sosial masyarakat, (v) Data industri pendukung, (vi) Data
suprastruktur.
Analisis pasar, yang meliputi: (i) Proyeksi lalu lintas barang dan penumpang, (ii)
Proyeksi market potensial kebutuhan kapal untuk reparasi dan bangunan baru, (iii) Proyeksi
armada dengan ukuran, tipe serta jumlah unit.
Analisis kebutuhan industri pendukung, untuk mengidentifikasi jenis-jenis industri
yang terkait, yang meliputi industri bahan baku kapal baja (pelat dan profil), industri
permesinan pendukung, industri gas, suplier peralatan dan industri pendukung lainnya.
Analisis kebutuhan infrastruktur, untuk mengetahui jenis dan kapasitas infrastruktur,
antara lain kebutuhan akan akses jalan, listrik, air bersih, telpon dan saluran internet.
Analisis kebutuhan suprastruktur, untuk mengidentifikasi jenis institusi yang dapat
berperan dan mendukung, antara lain dukungan sosio masyarakat, perbankan, lembaga
keuangan.
Analisis penentuan lokasi industri galangan kapal berdasarkan data primer dan
sekunder dengan pendekatan berdasarkan literatur dan data-data pendukung.
Perancangan teknis industri galangan kapal, yang meliputi water front, perancangan
kapasitas galangan kapal, perancangan lay out galangan kapal, perancangan bengkel produksi
beserta peralatannya, kebutuhan tenaga kerja. Perancangan ekonomis meliputi: modal, biaya
operasional, pendapatan, perhitungan ekonomis lain.
Penentuan kelayakan investasi, untuk menentukan tingkat kelayakan investasi yang
akan ditanamkan. Penentuan pay back period, MARR, dan IRR berdasarkan perhitungan kajian
ekonomis.
Bab III
Analisa dan Pembahasan

3.1 Analisis pasar


Untuk menunjang kebutuhan alat transportasi berupa kapal juga ditunjang oleh
potensi industri perkapalan nasional dalam jumlah dan kapasitas yang cukup (Deprin,
2006), sebagai berikut: (i) Jumlah perusahaan dok dan galangan kapal yang ada adalah
240 perusahaan yang tersebar diseluruh wilayah, belum termasuk yang ada di daerah
otorita Batam ada sekitar 87 perusahaan. (ii) Jumlah fasilitas building berth untuk
bangunan baru 153 unit (diluar Batam) dengan kapasitas sampai dengan 50.000 DWT,
di Batam sudah ada sampai kapasitas 150.000 DWT, bahkan PT. IKI Makasar sedang
membangun sampai kapasitas 120.000 DWT. Fasilitas floating dock, slipway, graving
dock, shiplift berjumlah 208 unit (diluar Batam), dengan kemampuan floating dock
untuk reparasi sampai kapasitas 20.000 DWT. (iii) Kapasitas terpasang secara
nasional yang dimiliki perusahaan dok dan galangan kapal, dan kelihatanya belum
dimanfaatkan secara maksimal adalah seperti dalam tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Kapasitas terpasang nasional

Penerbitan Inpres No. 5 tahun 2005 diharapkan juga akan membawa dampak
pada kebutuhan kapal nasional. Jumlah kebutuhan kapal nasional berdasarkan kajian
pihak yang berkompeten dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Prediksi rencana kebutuhan kapal tahun 2006 2010
Menurut data register BKI, populasi kapal yang terdaftar sejumlah 7.167 unit
dengan total GT sebesar 7.085.290 dengan rata-rata GT sebesar 989 GT per unit kapal.
Tipe kapal dan jumlahnya yang terdaftar di BKI, dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Tipe dan jumlah kapal

Sementara jumlah kapal yang aktif beroperasi di perairan Indonesia, jika


dikelompokan berdasarkan umur kapal dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Jumlah dan umur kapal

Dari tabel 4 diatas dalam kurun waktu sampai tahun 2010 akan terdapat kapal-
kapal yang sudah harus diremajakan, sehingga akan terjadi peningkatan permintaan
jasa reparasi dan pemeliharaan kapal.

3.2 Peluang Pasar Bangunan Baru


Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa jumlah kapal yang berumur diatas 20 tahun
saat ini sebanyak kurang lebih 3.500 unit atau setara dengan hampir 4.500.000 GT.
Dari jumlah kapal yang telah berumur diatas 20 tahun diperkirakan sebanyak 5% atau
sekitar 175 unit kapal akan di scrap setiap tahunnya. Berdasarkan kajian yang telah
dilakukan (tabel 2) dapat diketahui bahwa jumlah kapal baru yang dibutuhkan untuk
mengantisipasi pelaksanaan Inpres 5/2005 adalah berkisar antara 200 sampai 4.000
unit dengan tipe dan ukuran yang bervariasi. Peningkatan kebutuhan armada kapal
nasional ini jelas merupakan peluang bagi industri perkapalan nasional untuk dapat
mengembangkan industri yang selama ini sedang terpuruk.
Sedangkan jika ditinjau dari sisi tipe kapalnya, maka kelompok tiga besar tipe
kapal yang paling banyak dibutuhkan adalah kapal dengan jenis General Cargo,
Tanker dan Barge. Berdasarkan pada tabel 1 dan tabel 2, dapat dikatakan bahwa
industri perkapalan nasional masih kurang cukup untuk dapat memenuhi permintaan
akan kebutuhan armada kapal nasional. Kekurang-cukupan ini dapat diatasi dengan
dua hal, yaitu meningkatkan produktifitas galangan kapal dan menambah jumlah
galangan kapal baru. Kajian kebutuhan kapal bangunan baru untuk konsumsi ekspor
dapat dilihat pada tabel 5 (Maruf, 2006):
Tabel 5. Peluang kapal ekspor

3.3 Peluang Pasar Reparasi


Berdasarkan aturan Internasional dan klasifikasi, kapal-kapal yang beroperasi
wajib menjalankan dry docking secara periodik setiap 2 sampai 2,5 tahun. Melihat
tabel 2 diatas, jika skenario pembelian kapal bekas dilakukan, maka peluang
permintaan jasa reparasi hingga tahun 2010 masih sangat besar, dan kapasitas industri
reparasi kapal nasional menjadi kurang. Kekurangan ini semakin terlihat jika ukuran
kapal-kapal bekas yang akan diadakan tersebut relatif besar, sehingga secara logis
akan meningkatkan permintaan terhadap jasa reparasi dan pemeliharaan kapal. Kalau
juga dilihat dari tabel 3 mengenai populasi kapal yang diterbitkan oleh Biro
Klasifikasi Indonesia, maka dapat dilihat bahwa kebutuhan akan reparasi kapal
kedepan jelas prospeknya, hal ini terlihat apabila kapal-kapal tersebut akan
mempertahankan klasnya. Jumlah kapal yang dan tipe kapal dapat dilihat seperti
grafik sebagai berikut

3.4 Penentuan Lokasi


Dari hasil survey awal yang telah dilakukan dalam pemilihan lokasi calon
industri dok dan galangan kapal didaerah pantai Paciran, Brondong Kabupaten
Lamongan, didapatkan daerah yang memenuhi syarat untuk lokasi yaitu daerah Desa
Banjarwati lebih cocok untuk didirikan sebuah dok dan galangan kapal karena posisi
lokasi ini sangat strategis dekat dengan jalan raya Daendels yang merupakan jalan
penghubung antara Surabaya-Semarang-Jakarta dan tidak jauh dengan kawasan
Lamongan Integreted Shore Base dan pelabuhan ASDP yang saat ini sedang dibangun
di daerah Paciran.
Gambar 1. Kondisi lahan dan perairan di Banjarwati
(galangan yang akan dikembangkan)
Pada daerah ini memiliki kedalaman laut yang cukup untuk memenuhi
persyaratan dibangun dermaga pada jarak 200 sampai 500 meter dari tepi pantai
dengan ketinggian gelombang rata-rata yang hanya sekitar 0,5 meter dan ketinggian
gelombang maksimum terjadi pada bulan Januari - Februari yaitu sampai 1,5 meter
Kondisi dasar laut dan pantai berupa pasir dan batu karang dan sedikit
sedimentasi karena tidak ada sungai yang bermuara disekitarnya akan lebih
memudahkan dalam proses pembangunan dok dan galangan baik untuk pembuatan
slipway maupun graving dock.
Daerah ini berjarak sekitar 20 km dari pusat kota Lamongan dan Sekitar 70
km dari kota Surabaya. Dengan letak yang berada dekat kota Surabaya yang memiliki
pelabuhan kelas internasional yaitu Pelabuhan Tanjung Perak daerah Paciran
memiliki potensi untuk berkembang sebagai sentra industri dan pelabuhan angkutan
transportasi laut.

3.5 Perancangan Teknis


Daerah pantai mulai kecamatan Paciran sampai daerah perbatasan dengan
Kabupaten Tuban, daerah Kabupaten Lamongan mempunyai infrastruktur dan
suprastruktur yang memadai, masih dekat dengan kota propinsi, dukungan water
front yang ideal, harga tanah yang masih terjangkau, dukungan Pemerintah Daerah.
Sehingga daerah ini sangat cocok untuk pengembangan industri galangan kapal,
sebagai alternatif relokasi galangan yang ada di Surabaya akibat keterbatasan lahan.
Sebagai salah satu pendukung pengembangan sektor transportasi laut,
galangan kapal yang akan dikembangkan di daerah tersebut, diharapkan dapat
menangani perbaikan dan pemeliharaan armada-armada laut yang ada di daerah
khususnya dan daerah sekitarnya pada umumnya dan dengan pembangunan armada
baru.

3.6 Jenis Produk dan standar Kapasitas Produksi Tahunan


Untuk tujuan perbaikan dan pemeliharaan tersebut maka direncanakan pada
tahap awal yang dikembangkan adalah fasilitas untuk perbaikan dan pemeliharaan
kapal dengan ukuran sampai 3000 DWT, khususnya barge, kapal penyeberangan,
kapal tunda. Dengan bekal kemampuan dan pengalaman yang telah dimiliki, kedepan
akan dikembangkan lagi untuk menerima pesanan bangunan baru. Pekerjaan yang
bersifat pengedokan dan reparasi yang mampu dilaksanakan antara lain adalah
pekerjaan cuci pantat dan pengecatan, penggantian pelat, pekerjaan untuk perbaikan
sistim dan peralatan kapal serta pekerjaan reparasi mesin induk dan mesin bantu.
Ditinjau dari kapasitas dan kemampuan dok untuk melakukan pekerjaan
perbaikan, perawatan serta bangunan baru yang direncanakan sampai 3000 DWT,
maka dapat dilihat besarnya ukuran kapal dari daftar register kapal yang diterbitkan
Biro Klasifikasi Indonesia tahun 2006, dan dapat diambil harga rata-rata terbanyak.
Tabel 6. Jenis kapal dan ukuran yang dibidik

3.7 Fasilitas Dok dan Galangan


Suatu industri dok dan galangan kapal secara umum memerlukan fasilitas
berupa lahan (daratan) dan perairan (water front) yang memadai untuk kegiatan
reparasi dan bangunan baru seperti yang direncanakan. Lahan yang digunakan untuk
berbagai fasilitas antaranya adalah Building Berth (landasan pembangunan),
Perbengkelan, Pergudangan, Block Storage, Gedung Perkantoran. Adapun areal
perairan digunakan sebagai slipway (dok luncur) dan Graving dock ( dok gali).
Untuk memproduksi komponen-komponen bangunan kapal perbengkelan
yang dimaksud adalah: Bengkel Pelat, Bengkel Assembly, Bengkel Pipa, Bengkel
Mesin. Pergudangan meliputi bangunan yang digunakan untuk menyimpan berbagai
material. Block storage merupakan gudang untuk memarkir atau menyimpan
sementara seksi-seksi, blok-blok bagian kapal sebelum di erection.

3.8 Kebutuhan Bahan Baku dan Pembantu


Untuk kegiatan produksi baik untuk reparasi maupun bangunan baru
nantinya, secara umum bahan baku dan material yang tersimpan dalam gudang
gudang bengkel adalah sebagai berikut:
Tabel 7. Material yang dibutuhkan
3.9 Jenis dan Jumlah Harta Tetap yang Direncanakan
Untuk mendukung kegiatan operasional slipway sebagai sarana pemeliharan
dan perbaikan kapal, maka perlu dibangun sebuah fasilitas penunjang operasional
berupa bengkel produksi. Dengan adanya bengkel; produksi, pasokan kebutuhan
material, perbaikan komponen-komponen baru untuk keperluan pemeliharaan dan
perbaikan kapal dapat dilakukan secara mudah dan cepat.
Sarana penunjang lain yang dibangun sebagai fasilitas pendukung operasional
adalah fasilitas perkantoran. Pembangunan fasilitas perkantoran dimaksudkan sebagai
tempat aktivitas kegiatan administrasi, organisasi, keuangan perusahaan dan
pengaturan tenaga kerja.

3.10 Perencanaan Bengkel Pelat dan Las


Untuk menentukan ukuran dan jenis bengkel harus memperhatikan urutan
proses pengerjaan yang dilakukan di bengkel sampai proses pengerjaan tersebut
selesai. Dan menghitung volume kebutuhan pelat dan profil tiap kapal yang di reparasi
per tahun.

3.11 Perencanaan Bengkel Outfitting


Bengkel outfitting direncanakan terletak pada satu bangunan yang terdiri dari
bengkel pipa bengkel kayu, bengkel cat, dan perlengkapan-perlengkapan lain seperti
terpal. Volume pekerjaan reparasi pada bagian outfitting relatif lebih kecil.
Untuk proses pengerjaan pada bengkel outfitting ini memerlukan waktu yang
singkat, misalnya pada proses pembengkokan pipa, pembuatan bagian-bagian yang
terbuat dari kayu. Sedangkan proses yang memerlukan waktu yang agak lama adalah
proses pengecatan. Rata-rata pengerjaan pada outfittiang kapal antara 5 7 hari.
3.12 Perencanaan Bengkel Mesin dan Listrik.
Bengkel mesin dan listrik yang berfungsi untuk memasang sistim permesinan
atau mengganti/memperbaiki/ membuat suku cadang yang mungkin bisa dibuat di
bengkel. Pekerjaan yang dilakukan di bengkel antara lain pembubutan, pengeboran,
pelurusan (alignment), pemeriksaan keseimbangan (balancing). Ruang yang
diperlukan bergantung dari jumlah dan jenis peralatan yang diperlukan serta juga
berdasar volume pekerjaan.

3.13 Perencanaan alat angkat


Untuk mengangkut hasil produksi atau material dari bengkel satu ke tempat
yang lain diperlukan alat angkat yaitu meliputi: i)Level luffing crane, dengan radius
pengangkutan tertentu dan dengan jangkauan 15 meter dan berjalan di atas rel dengan
kapasitas angkat sampai dengan 15 ton, ii)Fork lift untuk mengangkut beban dengan
jangkauan tertentu digunakan untuk mengangkut dari bengkel ke bengkel atau lainnya
dengan kapasitas 5 ton, iii)Overhead crane pada bengkel pelat dan bengkel mesin
dengan kapasitas angkat masing-masing 5 ton.

3.14 Perencanaan Lay Out Dok dan Galangan


Dengan mempertimbangkan beberapa hal yang erat hubungannya dengan
permasalahan dok dan galangan antara lain faktor-faktor yang terlibat pada seluruh
aktifitas dok dan galangan kapal seperti arus material, arel tanah yang ada investasi
yang tersedia dan sebagainya, serta usaha untuk pengembangan dok dan galangan
nantinya.
Adapun nama-nama bagian dan ruangan pada dok dan galangan ini adalah
sebagai berikut: i)Bengkel outfitting yang meliputi bengkel kayu, bengkel cat dan
bengkel pipa, ii)Bengkel pelat dan las, iii)Bengkel mesin dan listrik, iv)Landasan
peluncurun(slipway), v)Mould loft, vi)Gudang, vii)Kantor, viii)PLN & genset.

3.15 Perancangan Ekonomis


Untuk membangun galangan kapal di daerah Paciran Lamongan, dibutuhkan
sarana pendukung berupa: tanah untuk lokasi galangan berikut rencana
pengembangan, gedung atau bangunan, mesin dan peralatan galangan kapal, meubel
dan peralatan kantor untuk mendukung operasional galangan. Kebutuhan luas tanah
untuk pembangunan galangan kapal yang diperlukan adalah 26.400 m2, seluas 2.400
m2 sudah dalam bentuk lahan jadi dan siap pakai, lahan ini dahulu milik kelompok
nelayan untuk galangan kapal kayu.
Gedung atau bangunan yang diperlukan adalah seluas 2.190 m2 yang terdiri
dari gedung untuk pemakaian sebagai berikut: (i) Galangan kapal untuk bengkel
memerlukan luas gedung 1.215 m2, (ii)Kantor dan perangkatnya memerlukan luas
gedung 750 m2, (iii) Gudang memerlukan luas gedung 225 m2 termasuk di dalamnya
adalah rumah diesel.
Seluruh bangunan gedung akan dibangun satu tingkat, mesin dan peralatan
galangan kapal akan ditempatkan dalam bengkel-bengkel. Disamping bahan
pembantu, gudang juga akan dipergunakan untuk menyimpan bahan baku dan suku
cadang mesin, mesin dan peralatan kapal serta bahan lain yang diperlukan. Ruang
untuk desain dan mouldloft akan dijadikan satu dengan kantor. Galangan ini juga akan
dilengkapi dengan dua unit untuk peluncuran dan menaikan kapal untuk reparasi
termasuk alat penarik, slipways yang diperlukan sepanjang 100 m.
Mesin dan peralatan pabrik terdiri dari mesin peralatan impor dan hasil
produksi lokal. Adapun mesin dan peralatan yang diimpor terdiri dari: mesin-mesin
untuk bengkel produksi. Generator set (genset) yang diperlukan berkekuatan 1.000
KVA, genset ini di perlukan apabila pasokan listrik dari sumber PLN mengalami
gangguan.
Alat angkat dan angkut, dalam tahap awal pendirian galangan kapal ini yang
di perlukan terdiri dari sebuah fork lift, dua buah mobile crane, dua buah mobil untuk
operasional kantor. Untuk mengelola operasional galangan kapal ini akan diperlukan
berbagai macam tenaga kerja mulai tenaga untuk pimpinan dan tenaga untuk
operasional di lapangan dengan berbagai macam keahlian. Sebagai pimpinan
operasional puncak akan diperlukan seorang manajer umum atau general manager,
yaitu pejabat yang harus menguasai segi teknis, pemasaran dan finansial proyek.
Jumlah tenaga kerja langsung yang diperlukan dan dipekerjakan dalam galangan kapal
ini adalah: (i) Untuk bagian bengkel diperlukan 37 orang; (ii) Untuk bagian slipway,
dok dan reparasi kapal 4 orang; (iii)Untuk bagian perancangan 4 orang.
Proyek galangan kapal ini akan memerlukan dana investasi termasuk cadangan
dana sebesar 15% dari dana investasi diantaranya dana modal tetap, dana modal kerja
awal, dan lokasi peningkatan kebutuhan dana.

3.16 Kelayakan Investasi


Dalam studi kelayakan dipergunakan asumsi bahwa untuk membiayai
pembangunan dan operasi galangan kapal ini, akan di peroleh dua macam sumber
pembiayaan, yaitu modal sendiri dan kredit investasi ditambah kredit modal kerja dari
dalam negeri. Skema perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri (Debt/Equity
ratio) di rencanakan berkisar antara 65% sampai 80% dibanding 35% sampai 20%,
dengan tujuan menekan jumlah biaya pinjaman selama tahun-tahun pertama operasi.
Jumlah pinjaman yang terlalu besar dibandingkan dengan modal sendiri akan
mengakibatkan beban bunga yang terlalu besar, yang dikhawatirkan akan
membahayakan likuiditas maupun profitabilitas perusahaan pengelola proyek.
Dalam menghitung biaya operasional tahunan dipergunakan asumsi sebagai
berikut:n i)Harga-harga bahan baku dan pembantu pada dasarnya tidak berubah secara
berarti, ii)Hal serupa berlaku untuk upah langsung, gaji dan biaya overhead, iii)Harga
jual kapal dan docking tidak akan berubah secara berarti, iv)Inflasi dalam negeri akan
mempengaruhi hatga jual produk dan biaya langsung secara sepadan. Biaya
operasional galangan kapal secara keseluruhan akan di bagi menjadi dua kelompok
yaitu biaya variabel dan biaya tetap.
IRR di hitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Pujawan,
2004):
NPW= pendapatan/tahun (P/A, i%, 12) investasi = 0

Dengan menggunakan tabel perhitungan, di dapatkan bahwa i > 25%.


Net present value galangan kapal dengan menggunakan tingkat bunga
pendiskonto 18% (sama dengan MARR) yaitu bunga kredit lunak menunjukkan angka
positif. Dengan demikian ditinjau dari angka presentase IRR maupun NPV proyek
galangan kapal secara finansial cukup sehat. Apabila IRR lebih besar atau sama
dengan MARR, investasi layak diteruskan. Dalam kasus ini IRR > MARR, sehingga
proyek galangan kapal di Banjarwati, Paciran, Lamongan layak untuk diteruskan.

3.17 Manfaat Sosial/Ekonomis


Ditinjau dari berbagai segi sosial/ekonomi proyek galangan kapal di
Banjarwati, Paciran, Lamongan banyak membawa manfaat, antara lain:
Manfaat bagi masyarakat sekitar
Dengan adanya galangan kapal ini diharapkan akan memberikan manfaat pada
nelayan dan kelompok nelayan untuk reparasi kapalnya, belajar membuat dan
mengoperasikan kapal dengan teknologi yang lebih baik. Disamping itu, apabila
jumlah order meningkat, maka masyarakat dapat sebagai subkontraktor untuk
membantu. Diproduksinya kapal ikan (kayu atau baja atau bahan lain) modern yang
dapat berlayar jauh ke tengah lautan dapat diharapkan nelayan akan mampu
menangkap ikan dalam jumlah yang lebih banyak serta jenis ikan yang lebih tinggi
harganya. Umur teknis kapal yang cukup panjang juga memungkinkan para nelayan
untuk memperoleh kredit pembelian kapal dalam jangka waktu yang lebih lama.
Dengan demikian jumlah cicilan tiap kali angsuran dapat ditekan, sehingga dapat
kesempatan bagi nelayan untuk menikmati sisa penghasilan.
Bab IV
Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil analisa mengenai prospek pengembangan galangan kapal


di Paciran, Lamongan, ada beberapa yang dapat ditarik kesimpulan, antara lain sebagai
berikut:
Dari sisi market, galangan kapal ini sangat prospektif, khususnya untuk pasar kapal
1000 sampai 3000 DWT (tongkang, kapal ikan, kapal penyeberangan, kapal tunda), hal ini
sejalan dengan Inpres No. 5 tahun 2005.
Skala pengembangan galangan kapal ini adalah masuk kategori kecil (kemampuan
sampai 3000 DWT). Pada tahap awal dikembangkan adalah reparasi dan perawatan kapal
(tongkang, kapal ikan, kapal penyeberangan), setelah tahun ke dua belas, dengan
pengalaman, SDM dan teknologi yang dikuasai, galangan kapal ini sudah bisa menerima
pekerjaan bangunan baru.
Ditinjau dari segi finansial, berdasarkan perhitungan, IRR (Internal Rate of Return)
untuk proyek galangan kapal ini adalah > 25%, sedangkan MARR (Minimum Attractive
Rate of Return) adalah 18%, maka proyek ini layak untuk diteruskan (IRR > MARR).
Sehingga rencana investasi galangan kapal tersebut cukup sehat dan menarik.
DAFTAR PUSTAKA

Anam, A.K dan Basuki, M. 2006. Studi Kebutuhan Kapal Kontainer Untuk Angkutan
Barang di Daerah Pelindo III Pada Tahun 2010, Artikel jurnal IPTEK ITATS,
Volume 9, nomor 3, edisi September 2006.
Azhar, A. 2001. Optimasi Perencanaan Investasi Galangan Kapal, Laporan Penelitian,
Fakultas Teknologi Kelautan, P3M, ITATS
Biro Klasifikasi Indonesia. 2006. Register Kapal Tahun 2006. Jakarta: BKI Pusat.
Deprin. 2006. Kesiapan Galangan Kapal Dalam Rangka Implementasi Inpres No.
5 Tahun 2005, Makalah dalam Konsinyering Penyusunan Juknis Pemeliharaan dan
Pembangunan Kapal Baru Sesuai Inpres No. 5 Tahun 2005.
Handoko, H. 1988. Manajemen Produksi dan Operasi, LPFE. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada.
Maruf, B. 2006. Konsep Aplikasi Pengembangan Klaster Industri Perkapalan, Jakarta:
Departemen Perindustrian.
Pujawan, I. N. 2004. Ekonomi Teknik, Edisi Pertama, Cetakan Ketiga. Surabaya: Guna
Widya.
Suryohadiprojo, A. 2004. Prospek Pengembangan Industri Galangan Kapal, Majalah
BKI.
Sutedja. 2006. Studi Proyeksi Kebutuhan Kapal di Indonesia. Makalah dalam
Konsinyering Penyusunan Juknis Pemeliharaan dan Pembangunan Kapal Baru
Sesuai Inpres No. 5 Tahun 2005.
Sutojo, S. 1996. Studi Kelayakan Proyek Teori dan Praktek, Seri Manajemen No. 66,
Cetakan Kedelapan, Jakarta: Penerbit Lembaga PPM dan Pustaka Binawan
Presindo.

Anda mungkin juga menyukai