Anda di halaman 1dari 10

PENINGKATAN

MANAJEMEN MUTU PELABUHAN

NAMA

: MUHAMMAD RIDWAN SISWANTO

NIM

: 2013320008

FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN


TEKNIK SISTEM PERKAPALAN
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
TAHUN AJARAN 2016/2017

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

. 1

BAB II
PEMBAHASAN

. 3
-

the ship follow the


trade. 3

BAB III
KESIMPULAN
.... 6
PENUTUP
. 6
SARAN

.. 7

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan
disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan layanan jasa.
Utamanya pelabuhan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh,
naik/turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan
serta sebagi tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Sedangkan jasa usaha pelabuhanan memiliki arti segala sesuatu yang
berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya
dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran,
keamanan, ketertiban arus lalu lintas atau trafik (kapal, penumpang dan atau
barang), menjaga keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra dan atau
antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah.
Pengoperasian pelabuhan secara dasar meliputi 8 kegiatan jasa
kepelabuhan, mulai dari kolam pelabuhan sampai jasa-jasa penunjang
kepelabuhan. Pengoperasian tersebut mempunyai maksud : untuk
memperlancar perpindahan intra dan antar moda transportasi; sebagi pusat
kegiatan pelayanan transportasi laut; sebagi pusat distribusi dan konsolidasi
barang. Kedelapan fungsi dasar tersebut adalah :
1. Penyediaan kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas kapal dan

tempat berlabuh.
2. Pelayanan jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan kapal-kapal
(pilotage) dan pemberian jasa kapal tunda.
3. Penyediaan dan pelayanan jasa dermaga untuk tambat/sandar, bongkar
muat muatan serta penyediaan fasilitas naik/turun penumpang.

4. Penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan


barang, angkutan di perairan pelabuhan, alat bongkar muat serta peralatan
pelabuhan.
5. Penyediaan tanah untuk berbagai bangunan dan lapangan sehubungan
dengan kepentingan dan kelancaran angkutan laut untuk industri.
6. Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu kendaraan,
saluran pembuangan air, instalasi listrik, instalasi air bersih, depo bahan
bakar dan armada pemadam kebakaran.
7. Penyediaan jasa terminal bongkar muat peti kemas, muatan curah cair,
muatan curah kering dan kapal Ro-Ro.
8. Penyediaan jasa lainnya yang dapat menunjang jasa kepelabuhan.

BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia merupakan negara maritim yang menjadi anggota
International Maritime Organization (IMO), suatu organisasi di bawah
naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai anggota, Indonesia harus
melaksanakan

semua

keputusannya,

termasuk

dalam

pengelolaan

pelabuhan seperti terjaminnya keselamatan pelayaran, kelancaran kerja


pelayanan kapal dan barang, dan tersedianya fasilitas dan keamanan.
Pengelolaan pelabuhan dan angkutan laut merupakan mata rantai yang tak

terpisahkan satu sama lainnya, dan memegang peranan penting dalam


pembangunan bidang ekonomi dan perdagangan. Hampir 85 persen
distribusi barang perdagangan dunia menggunakan angkutan laut. Untuk itu
PBB

membentuk

suatu

lembaga

yang

diberi

nama

United

National

Conference Trade and Development (UNCTAD) menciptakan konsep yang


menjadi standar bagi negara maritim di dunia. Di antaranya konsep
pengelolaan

pelabuhan

secara

efisien,

pengelolaan

kapal

dengan

jaringannya, keselamatan di laut, dan lain-lain. Di Indonesia kondisi


kepelabuhanan dan dunia angkutan lainnya cenderung menurun dan
mengalami banyak hambatan. Sampai saat ini belum ada konsep yang dapat
membawa dunia angkutan laut nasional dan kepelabuhanan ke arah
pertumbuhan yang lebih baik. Di sektor angkutan laut, operasional kapal
dilakukan

untuk

bagaimana

mengejar

membangun

keuntungan
jaringan

sesaat

kapal

tanpa

pernah

antar-pelabuhan.

berpikir
Padahal

operasionalisasi kapal adalah untuk ketersediaan barang (the ship follow the
trade). Target untuk keuntungan sesaat ini berakibat tidak tumbuhnya
sentra-sentra

produksi

di

sepanjang

alur

laut

kepulauan

Indonesia.

Semestinya, salah satu peran angkutan laut nasional adalah sebagai pemicu
pertumbuhan ekonomi regional, nasional, maupun internasional. Juga, tidak
ada upaya bagaimana menciptakan saling interaksi dan interdepedensi
antar-pelabuhan, maupun tak ada upaya untuk mengelola pelabuhan secara
efisien.
Pengelolaan pelabuhan di Indonesia merujuk pada indikator pelayanan
UNCTAD, ternyata waktu kapal berproduksi (effective time) di pelabuhan
hanya berkisar antara 40-60 persen. Hal itu diukur berdasarkan tingkat
kepuasan pelanggan jasa pelabuhan (port users), yaitu menghitung waktu
sejak

kapal

tiba

hingga

kapal

meninggalkan

pelabuhan.

Ada beberapa klasifikasi tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction),


yaitu:
(1) Sangat puas (exelence service), yakni apabila waktu kerja efektif
mencapai 90 persen dan penggunaan waktu kerja selama 21 jam dengan

waktu istirahat makan 3 jam. Dalam kondisi ini, pelayanan jasa pelabuhan
diberikan sesuai jadwal sehingga kapal tidak dibebani biaya tambahan dan
jadwal

trayek

dapat

dipenuhi.

(2) Puas (good service), yakni apabila waktu kerja efektif mencapai 80
persen dengan penggunaan waktu kerja produktif 18 jam dan waktu istirahat
makan dan pergantian shift 6 jam. Kondisi ini tidak terlalu berpengaruh
terhadap

extra-cost.

(3) Tidak puas (bad service), yakni apabila waktu kerja efektif mencapai 70
persen, penggunaan waktu kerja produktif hanya 14 jam. Ketidakpuasan
pengguna jasa pelabuhan terjadi karena ada biaya tambahan dan jadwal
kapal

ke

pelabuhan

lain

terganggu.

(4) Sangat tidak puas (poor service), yakni apabila waktu kerja efektif hanya
60 persen dan penggunaan waktu kerja produktif hanya 10-13 jam. Hal ini
berakibat besarnya biaya tambahan yang dikeluarkan operator kapal dan
terganggunya

trayek

berikutnya.

Bila kita hubungkan klasifikasi tingkat kepuasan pelanggan dengan data


waktu efektif di pelabuhan Indonesia ternyata tingkat pelayanan jasa
pelabuhan di Indonesia sangat rendah. Apalagi jika dikaitkan dengan
keinginan pejabat departemen terkait menciptakan pelabuhan internasional
yang dapat menggantikan pelabuhan Singapura yang waktu efektifnya
sudah

mencapai

90

persen.

Sebagai dampak dari mutu pelayanan jasa pelabuhan maka ongkos angkut
barang (freight) dengan kapal dari/ke Indonesia menjadi mahal. Apalagi
kapal-kapal yang dioperasikan merupakan kapal tua. Faktor lainnya adalah
alat bongkar muat yang sering macet, hasil kerja yang rendah, ada
kerusakan

barang

yang

berakibat

terjadinya

klaim.

Operasi pelayanan kapal meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan dan


pelaksanaan tambatan kapal yang dirahkan agar pemanfaatan lokasi
tambatan dapat sesuai dengan jenis dan tipe kapal. Jenis muatan yang akan
dibongkar atau dimuat, penggunaan peralatan bongkar muat secara optimal
dan pemilihan gudang dan lapangan penumpukan barang yang sesuai

dengan kebutuhan serta kelancaran pendistribusian barang dalam rangka


menghasilkan ship-dispatch. Untuk dapat merencanakan dan menangani
operasional pelayanan kapal dan untuk mencapai ships output yang tinggi,
harus terlebih dahulu diketahui data lengkap sebuah kapal yang akan
dilayani meliputi antara lain bentuk, jenis dan karakteristik kapal. Data
kedatangan kapal, harus selalu data yang terakhir (up to date) dan setiap
perubahan ETA (estimate time arrival) kapal harus dilaporkan secepatnya
kepada

pihak

pengelola

pelabuhan,

untuk

memudahkan

penyusunan

perencanaan alokasi penggunaan tambatan secara tepat dan berdaya guna.


Sistem

pengelolaan

pelabuhan

Indonesia

memiliki

pelabuhan

yang

diklasifikasi sebagai ''pelabuhan umum'' yang diusahakan oleh BUMN PT


Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III, dan IV yang berjumlah 111 unit.
Pelindo menggunakan sistem keuangan IBW yang memberi wewenang
penggunaan pendapatan dari jasa pelabuhan untuk keperluan manajemen
perusahaan yang disusun dalam Rencana Kerja Anggaran. Di samping itu
terdapat

624

unit

pelabuhan

umum

yang

tidak

diusahakan,

yang

pengelolaannya dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat


Jenderal Perhubungan Laut. Pelabuhan jenis ini menggunakan sistem
keuangan ICW yang beroperasi dengan menggunakan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan semua pendapatan jasa pelabuhan
yang diterimanya harus disetor ke Kas Negara. Kemudian terdapat pula
1.155 unit ''pelabuhan khusus'' (Pelsus) yang dikelola oleh para pemilik
pelabuhan yang terdiri dari perusahaan swasta dan BUMN. Uang jasa
pelabuhan dipungut oleh UPT Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Adapun
Pelsus yang berada di wilayah DLKP PT Pelindo dipungut oleh PT Pelindo.
Selain itu, Pelsus yang berjumlah 1.155 unit umumnya dibangun karena
ketidakefisienan cara pengelolaan pelabuhan umum baik oleh PT Pelindo
maupun UPT Ditjenla. Padahal, letak Pelsus tidak jauh dari pelabuhan umum.
Membangun 1.155 unit Pelsus memerlukan dana yang sangat besar dan saat
ini banyak Pelsus yang bangkrut dan terbengkalai karena tidak seimbangnya
pendapatan dan biaya. Pelsus sangat dominan menguasai pangsa pasar

angkutan laut nasional dan pelabuhan. Dari kompilasi data arus kapal dan
barang di PT Pelindo ternyata konsentrasi kegiatan kapal dan barang terjadi
di Pelsus dengan berbagai komoditi. Di Pelindo I hampir 80 persen kegiatan
terpusat di Pelsus. Sedangkan di Pelindo II 50 persen, Pelindo III hampir 60
persen, dan Pelindo IV mencapai 70 persen. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kunjungan kapal dan arus barang lebih dominan ke
Pelsus dibandingkan ke pelabuhan umum yang mengakibatkan pelabuhan
umum merugi. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk menata
kembali sistem kepelabuhanan dan angkutan laut nasional.

BAB III
PENUTUP
Tingkat pencapaian pelayanan kegiatan atau atribut kerja dalam kegiatan

operasional pelabuhan dapat diukur dan dijadikan pedoman dalam pemberian


pelayanan jasa di pelabuhan. Untuk menggambarkan tingkat pelayanan barang
yang telah dicapai oleh pelabuhan secara rata-rata, digunakan satuan
pengukur( tolok ukur) yang dijadikan pedoman atau standar dalam menentukan
kebijakan pelayanan jasa pelabuhan. Tolok ukur tersebut diperoleh dari hasil yang
dicapai di lapangan melalui pengamatan yang cukup lama dan dapat pula diperoleh
melalui suatu penelitian di lapangan untuk jangka waktu tertentu.
Menyadari akan pentingnya kepuasan pelayanan pelanggan sebagai kunci aktivitas
pelabuhan, maka manajemen pelabuhan menerapkan Sistem Manajemen Mutu
(SMM) ISO 9001. Hal ini dimaksud meningkatkan kepuasan pengguna jasa
kepelabuhan dengan pelayanan yang profesional ,inovatif dan peningkatan secara
berkesinambungan. Disamping menerapkan sistem Manajemen Mutu, Manajemen
juga menerapkan sistem kode Pengaman Kapal dan Fasilitas Pelabuhan
Internasional ( International Ships and Port Facility Security/ISPS Code) .

DAFTAR PUSTAKA
http://kliklaut.blogspot.co.id/2014/12/manajemen-mutu-pada-pelabuhandalam.html

International Ships and Port Facility Security/ISPS Code .


http://expressclass.blogspot.co.id/2009/06/manajemen-mutu-pelabuhan.html
BOOK PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU BERBASIS ISO 9001:2000PADA
PEMBANGUNAN GRAVING DOCK DI PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG

http://bappeda.semarangkota.go.id/v2/wp-content/uploads/2013/12/6.costof-quality-revisi2.pdf

Anda mungkin juga menyukai