Anda di halaman 1dari 6

PORT OPERATIONAL SERVICE PERFORMANCE, THE BENCHMARK OF OF SEA TRANSPORTATION

IMPLEMENTATION

Biro Komunikasi dan Informasi Publik - Kamis, 08 Maret 2012

Jumlah Dilihat: 6556 kali

(Jakarta, 8/3/2012) Dalam rangka tindak lanjut dari Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut
Nomor UM. 002/38/13/18/DJPL-11 tentang Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan,
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan menyelenggarakan sosialisasi
standar kinerja pelayanan operasional pelabuhan yang berlangsung di Hotel Emerald Gardenia,
Belawan pada hari Kamis (8/3).

Standar Kinerja Pelayanan Operasional adalah standar hasil kerja dari tiap-tiap pelayanan yang harus
dicapai oleh operator Terminal/ pelabuhan dalam pelaksanaan pelayanan jasa kepelabuhanan
termasuk dalam penyediaan fasilitas dan peralatan pelabuhan.

Pada sosialisasi ini, para peserta dijelaskan tentang fungsi kinerja pelayanan operasional, Indikator
kinerja pelayanan yang terkait dengan jasa pelabuhan dan pencapaian kinerja operasional dari
masing-masing indikator. Kinerja pelayanan operasional di masing-masing terminal/pelabuhan
dievaluasi oleh Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling sedikit 1 (satu) kali dalam periode 6
(enam) bulan.

Fungsi kinerja pelayanan operasional adalah sebagai alat untuk mengukur tingkat keberhasilan
penyelenggaraan transportasi laut, sebagai instrumen perencanaan untuk menggambarkan kondisi
yang ingin dicapai di masa yang akan datang, sebagai instrumen perencanaan untuk mengalokasikan
sumber daya/investasi, sebagai instrumen pemantauan (monitoring) dan evaluasi kinerja
(performance evaluation) untuk pelaksanaan kegiatan, sebagai instrumen pembantu untuk
pengambilan keputusan. Sedangkan Indikator Kinerja Pelayanan Operasional adalah variabel -
variabel Pelayanan, penggunaan fasilitas dan peralatan pelabuhan.

Indikator tersebut terdiri dari Waiting Time (WT) atau waktu tunggu kapal, Approach Time (AT) atau
waktu pelayanan pemanduan, Effektive Time dibanding Berth Time (ET : BT), Produktivitas Kerja
(T/G/J dan B/C/H), Receiving/Delivery Petikemas, Berth Occupancy Ratio (BOR) atau atau tingkat
penggunaan dermaga, Shed Occupancy Ratio (SOR) atau tingkat penggunaan gudang, Yard
Occupancy Ratio (YOR) atau tingkat penggunaan lapangan penumpukan, Kesiapan operasi peralatan.

Standar kinerja pelayanan operasional pelabuhan dan utilisasi ditetapkan dengan memperhatikan
tingkat kualitas pelayanan kapal, pelayanan barang, utilisasi fasilitas, kesiapan peralatan pelabuhan
dan disesuaikan dengan karakteristik di masing-masing lokasi terminal pada pelabuhan. Sedangkan
standar pelayanan operasional kapal angkutan laut, kinerja bongkar muat barang non Petikemas dan
Petikemas ditetapkan untuk masing-masing Terminal/Pelabuhan.

Otoritas Pelabuhan melakukan pengawasan dan melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan
pelayanan operasional pelabuhan kepada Direktur Jenderal. Sedangkan operator terminal /
pelabuhan menyampaikan laporan kinerja pelayanan operasional pelabuhan setiap bulan kepada
Otoritas Pelabuhan. (DW)

##

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

1. Bagaimanakah kondisi pelabuhan di Indonesia? Jelaskan

2. Bagaimanakah kinerja pelabuhan di Indonesia? Jelaskan

3. Sebutkan dan jelaskan dampak kondisi dan kinerja pelabuhan di Indonesia terhadap kegiatan
transportasi dan distribusi.

4. Sebutkan dan jelaskan pengaruh dan manfaat keberadaan karantina terhadap kegiatan
transportasi dan distribusi.

##

1. Bagaimanakah kondisi pelabuhan di Indonesia? Jelaskan

Pengertian Pelabuhan

Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas

tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi dipergunakan sebagai
tempat

kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi
dengan

fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan

intra dan antar moda transportasi (Suyono, 2005).

Selanjutnya, Suyono (2005) menyatakan bahwa kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang

berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan
fungsi

pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal,
penumpang

dan/atau barang, keselamatan berlayar, serta tempat perpindahan intra dan/atau antar moda
transportasi.
Dua pertiga wilayah Indonesia berupa perairan. Ribuan pulau berjajar dari Sabang sampai Merauke.

Posisi negeri ini sangat strategis karena berada di persilangan rute perdagangan dunia. Ironisnya,

Indonesia tak mampu memanfaatkan peluang emas itu.

Sebagai negara kepulauan, peranan pelabuhan sangat vital dalam perekonomian Indonesia.
Kehadiran

pelabuhan yang memadai berperan besar dalam menunjang mobilitas barang dan manusia di negeri
ini.

Pelabuhan menjadi sarana paling penting untuk menghubungkan antarpulau maupun antarnegara.

Namun, ironisnya, kondisi pelabuhan di Indonesia sangat memprihatinkan. Hampir semua


pelabuhan

yang ada di Indonesia saat ini sudah ketinggalan zaman.

Dari 134 negara, menurut Global Competitiveness Report 2009-2010, daya saing pelabuhan di
Indonesia

berada di peringkat ke-95, sedikit meningkat dari posisi 2008 yang berada di urutan ke-104. Namun,

posisi Indonesia itu kalah dari Singapura, Malaysia, dan Thailand. Kelemahan pelabuhan di Indonesia

terletak pada kualitas infrastruktur dan suprastruktur.

Indonesia juga kalah dalam produktivitas bongkar muat, kondisi kongesti yang parah, dan
pengurusan

dokumen kepabeanan yang lama. Global Competitiveness Report 2010-2011 menyebutkan, kualitas

pelabuhan di Indonesia hanya bernilai 3,6, jauh di bawah Singapura yang nilainya 6,8 dan Malaysia
5,6. Para pengusaha pun sudah lama mengeluhkan buruknya fasilitas kepelabuhanan di Indonesia.
Untuk

bersandar dan bongkar muat, sebuah kapal harus antre berhari-hari menunggu giliran.

Seringkali, waktu tunggu untuk berlabuh jauh lebih lama ketimbang waktu untuk berlayar. Melihat

buruknya kondisi pelabuhan itu, tak heran bila investor enggan berinvestasi di bidang perkapalan.

Akibatnya, distribusi barang antarpulau pun tersendat.

Dampak lanjutannya, harga barang melonjak dan pembangunan ekonomi tersendat. Ekonomi biaya

tinggi pun terus menghantui negeri ini. Rasanya sulit untuk memahami mengapa Indonesia
bisa tenang

menyaksikan kondisi pelabuhan yang ketinggalan zaman. Banyak pihak terheran-heran Indonesia
membiarkan inefisiensi ekonomi ini berlangsung lama. Dalam 30 tahun terakhir, nyaris tidak ada
proyek

pembangunan infrastruktur kepelabuhanan yang memadai dan signifikan. Padahal, Pelabuhan


Tanjung

Priok pernah menjadi unggulan di kawasan Asia.

Akibat keterlambatan penanganan kargo, banyak kapal menghindari Tanjung Priok. Untuk keperluan

ekspor impor, kapal-kapal asing memilih untuk berlabuh di Singapura dan Malaysia. Bank Dunia pun

mencatat, system dan efisiensi pelabuhan di Indonesia sangat buruk. Kondisi ini jelas memperburuk

daya saing harga barang Indonesia. Akibatnya, potensi devisa pun menguap ke negeri jiran.

Kalau pemerintah ingin membangun konektivitas Indonesia, pelabuhan harus menjadi prioritas.

Pemerintah harus serius mengembangkan sedikitnya 10 pelabuhan utama seperti Belawan, Tanjung

Priok, Tanjung Mas, Tanjung Perak, Bitung, Pontianak, Pangkalan Bun, Panjang, dan beberapa

pelabuhan yang memiliki posisi strategis. Dengan kedalaman kolam hanya sekitar 13,5 meter,

Pelabuhan Tanjung Priok hanya mampu disandari kapal-kapal kecil-menengah. Kapal-kapal itu

umumnya merupakan kapal feeder dari pelabuhan di Singapura, Malaysia, dan Hong Kong. Selama
ini,

80-90% kegiatan ekspor-impor Indonesia harus melalui pelabuhan di negara lain.

Untuk mengembangkan pelabuhan Tanjung Priok, sebagai pengelola, PT Pelabuhan Indonesia


(Pelindo)

II mengaku membutuhkan investasi sekitar Rp 22 triliun. Dana sebesar itu dibutuhkan untuk

memperlebar terminal yang akan dilakukan dalam tiga tahap. Nilai investasi itu terbilang kecil

dibanding manfaat yang bakal diperoleh ke depan. Angka ini jauh lebih kecil ketimbang defisit
neraca

pembayaran Indonesia dari sektor pelayaran yang mencapai US$ 13 miliar per tahun.

Sebagai pengguna pelabuhan, pengusaha pelayaran mengusulkan kepada pemerintah agar


memperdalam

kolam pelabuhan di Indonesia hingga 16 meter. Dengan demikian, pelabuhan ini mampu
menampung

kapal-kapal bermuatan 6.000 TEUs. Pengelola pelabuhan harus meningkatkan produktivitas bongkar

muat menjadi 20-25 boks container per jam per crane. Proses pengurusan dokumen, termasuk bea
dan

cukai, maksimum 12 jam.

Berdasarkan survei terakhir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Indonesia memiliki sekitar

13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke. Dari jumlah itu, sekitar 6.000 pulau telah
berpenghuni. Untuk menyatukan gugusan pulau itu, peranan pelabuhan sangat besar. Oleh karena
itu,

jangan lagi mengabaikan pelabuhan dalam proyek pembangunan infrastruktur. ***

2. Bagaimanakah kinerja pelabuhan di Indonesia? Jelaskan

Pengelolaan pelabuhan di Indonesia bisa dikatakan masih belum mengembirakan, apalagi

membanggakan. Masih banyak pengelelolaan yang kurang professional dari para pengelola
pelabuhan,

yang dalam hal ini adalah pemerintah. Masih banyak kekurangan yang bisa diidentifikasi oleh para

stakeholders di bidang pelabuhan ini.

Disamping kekurangan kekurangan tersebut, ada beberapa masalah - masalah umum yang kerap

kali muncul dalam konteks pengelolaan pelabuhan. Masalah masalah itu ialah antara lain :

1. Lamanya proses bongkar muat di pelabuhan pelabuhan di Indonesia

2. Lamanya pengurusan kepabeanan di Indonesia

3. Fasilitas pelabuhan yang berkualitas buruk

4. Lamanya waktu tunggu di pelabuhan pelabuhan di Indonesia

5. Kedalaman pelabuhan di Indonesia yang tidak memenuhi syarat

Faktanya masih banyak masalah yang dapat diidentifikasi dari pengelolaan pelabuhan. Tetapi 5

masalah masalah yang ada di atas merupakan masalah masalah umum yang sering terjadi dalam
hal

pengelolaan pelabuhan di Indonesia.

Para pengusaha selaku pihak yang paling sering memanfaatkan jasa pelabuhan ini pun kerap kali

mengeluh mengenai buruknya sarana dan prasarana dari pelabuhan pelabuhan di Indonesia. Salah
satu

contohnya ialah pada pelabuhan tanjung priok. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, para

pengusaha yang barang barangnya di angkut melalui container melalui pelabuhan tanjung priok
kerap

kali menghadapi lamanya proses bongkar muat di pelabuhan ini. Akibat keterlambatan penanganan

kargo, banyak kapal menghindari Tanjung Priok. Untuk keperluan ekspor impor, kapal-kapal asing

memilih untuk berlabuh di Singapura dan Malaysia. Bank Dunia pun mencatat, system dan efisiensi

pelabuhan di Indonesia sangat buruk. Kondisi ini jelas memperburuk daya saing harga barang
Indonesia.

Akibatnya, potensi devisa pun menguap ke Negara Negara lain yang bertetanggga dengan
Indonesia.
Masalah lain yang kerap muncul dalam hal pengelolaan pelabuhan di Indonesia adalah lamanya

waktu kepngerusan kepabeanan di Indonesia. Hal ini menyebabkan rendahnya minat para investor
yang

sebagian besar aktivitasnya berhubungan dengan pelabuhan untuk masuk ke Indonesia. Mereka
enggan

untuk berurusan dengan birokrasi Indonesia yang sangat berbelit belit. Alas an lainnya ialah karena

mereka sadar, dengan birokrasi yang semakin berbelit belit, hal itu akan mempengaruhi stabilitas
dari

produk mereka. Karena mereka mau tidak mau mereka pasti akan memperhitungkan biaya biaya

birokrasi Indonesia kedalam produk mereka, yang sudah pasti merupakan sebuah pemborosan dan
tidak

menambah nilai apa apa kepada produk yang mereka jual.

Selain itu masalah mengenai buruknya fasilitas fasilitas yang tersedia di pelabuhan pelabuhan

Indonesia juga merupakan permasalahan umum yang sampai sekarang belum ada penyelesaiannya.

Fasilitas fasilitas pelabuhan di Indonesia banyak yang sudah tua dan juga kurang berfungsi dengan

baik karena tidak dimaintain dengan baik. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi operasional dan
citra

pelabuhan di Indonesia.

Jika dibandingkan dengan Negara tetangga terdekat kita, Malaysia, Indonesia jauh tertinggal dalam

hal ketersediaan pelabuhan fasilitas pelabuhan yang memadai.

Salah fasilitas pelabuhan Indonesia yang kurang memadai adalah kedalaman pelabuhan atau deep

see port yang ada di Indonesia. Sebagian besar pelabuhan di Indonesia tidak bisa menjaga tingkat

kedalaman lautnya sampai 14 meter atau lebih sehingga tidak dapat memenuhi kriteria deep sea
port.

Akibatnya, pelabuhan-pelabuhan di Indonesia hanya menjadi pengumpan bagi pelabuhan milik


beberapa

negara tetangga.

Masalah masalah diatas menyebabkan pengelolaan pelabuhan menjadi tidak efektif. Hal ini

berujung pada lamanya waktu tunggu bagi kapal kapal untuk bersandar di pelabuhan pelabuhan
yang

ada di Indonesia.

Pemerintah saat ini dituntut untuk segera memperbaiki masalah ini. Karena pelabuhan mempunyai

peran dan fungsi yang sangat penting dalam pergerakan dan pertumbuhan perekonomian suatu
negara.

Anda mungkin juga menyukai