JR 2 Intan Sari Vitamin D Deficiency PEDIATRI
JR 2 Intan Sari Vitamin D Deficiency PEDIATRI
Oleh :
PEMBIMBING
Laporan ini membahas mengenai hasil Journal Reading yang berjudul “Vitamin
D insufficiency and its contributing factors in primary school-aged children in
Indonesia, a sun-rich country” Penyusunan laporan ini tidak akan berjalan lancar
tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
iii
BAB I
ISI JURNAL
1.1 Judul
“Vitamin D insufficiency and its contributing factors in primary school-aged
children in Indonesia, a sun-rich country”
1.2 Abstrak
Tujuan: Prevalensi rakhitis meningkat di seluruh dunia sehubungan dengan
peningkatan kekurangan vitamin D. Penelitian jurna ini bertujuan untuk
menyelidiki profil vitamin D pada anak-anak usia sekolah yang sehat di negara
kaya sinar matahari dan faktor kontribusinya
Metode:Studi cross-sectional ini dilakukan pada 120 anak sehat berusia 7-12 tahun
yang tinggal di Jakarta, Indonesia. Status demografi, durasi paparan sinar matahari,
dan gaya hidup mereka dicatat menggunakan kuesioner terstruktur. Kalsium serum,
fosfat, tulang-alkaline fosfatase (B-ALP), dan 25-hidroksi vitamin D (25(OH)2D3)
level diukur. Sampel dikategorikan ke dalam kelompok yang cukup vitamin D dan
kelompok yang tidak cukup vitamin D, dan peneliti jurnal menganalisis variabel
yang berkontribusi terhadap 25(OH)2D3tingkat.
1.3 Hightlight
• Kekurangan vitamin D banyak terjadi pada anak-anak usia sekolah dasar di
Indonesia meskipun ada sinar matahari sepanjang tahun.
• Durasi paparan sinar matahari merupakan faktor kecukupan vitamin D.
• Penting untuk memastikan kecukupan vitamin D untuk tumbuh kembang
anak.
1.4 Pendahuluan
Tingkat vitamin D yang cukup selama masa kanak-kanak telah dikaitkan
dengan kerangka normal pertumbuhan dan perkembangan, namun data yang ada
mengenai manfaat ekstraskeletal vitamin D masih terbatas.Defisiensi vitamin D
yang parah selama masa pertumbuhan menyebabkan rakhitis nutrisi, kelainan
apoptosis kondrosit lempeng pertumbuhan dan mineralisasi matriks.Manifestasi
rakhitis sangat bervariasi dan mencakup ciri-ciri tulang dan non-tulang. Manifestasi
dari penyakit ini meliputi pembengkakan pergelangan tangan dan pergelangan kaki,
penutupan ubun-ubun yang tertunda, erupsi gigi yang tertunda, kelainan bentuk
kaki, rosario rachitic, dan nyeri tulang. Gambaran nonosseous termasuk kejang
hipokalsemia, kardiomiopati, gagal tumbuh, keterlambatan perkembangan motorik
kasar, dan tekanan intrakranial yang tinggi. Oleh karena itu, pencegahan
kekurangan vitamin D sangatlah penting dan akan berkontribusi pada upaya
pemenuhan Tujuan Sustainable Development Goal (Pembangunan Berkelanjutan)
ketiga, yaitu memastikan kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan
bagi semua orang.
2
Target kadar vitamin D masih kontroversial, dan rekomendasi untuk tingkat
vitamin D yang cukup sangat bervariasi.Pada tahun 2016, Rekomendasi Konsensus
Global tentang Pencegahan dan Penatalaksanaan Rakhitis Gizi diterbitkan sebagai
panduan universal untuk mencegah rakhitis. Berdasarkan Konsensus Global, kadar
vitamin D serum (25(OH)2D3) > 20 ng/mL (50 nmol/L) cukup untuk mencegah
rakhitis pada anak-anak dan remaja. Prevalensi kekurangan vitamin D dianggap
tinggi di seluruh dunia, bahkan di negara-negara kaya sinar matahari, dan berkisar
antara 1% –95% dibandingkan dengan ambang batas yang digunakan untuk
mendefinisikan kekurangan vitamin DTingginya prevalensi kekurangan vitamin D
di negara-negara kaya sinar matahari disebabkan oleh terbatasnya paparan sinar
matahari dan gaya hidup yang tidak banyak bergerak, sedangkan kurangnya
makanan yang diperkaya dan letak geografis dianggap sebagai faktor penyebab
yang signifikan di negara-negara dengan empat musim.
3
1.5 Metode
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional yang dilakukan pada 120
anak sehat berusia 7-12 tahun di sekolah dasar negeri dan sekolah dasar Islam
swasta di Jakarta, Indonesia, pada tahun 2012. Informed consent diperoleh dari
wali sah anak-anak tersebut. Penelitian ini disetujui secara etis oleh Institutional
Review Board Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum
Cipto Mangunkusumo di Jakarta, Indonesia.
Usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, gaya pakaian, penggunaan tabir
surya, durasi paparan sinar matahari, dan asupan susu dan jus diperoleh dengan
menggunakan kuesioner laporan mandiri terstruktur oleh wali sah anak selama
tahap perekrutan. Peneliti jurnal mengklasifikasikan warna kulit anak-anak
menggunakan klasifikasi fototipe kulit Fitzpatrick, yang didasarkan pada respons
kulit terhadap sinar ultraviolet.Jenis kulitnya adalah sebagai berikut: tipe I=kulit
sangat pucat, mudah terbakar, tidak pernah kecoklatan; tipe II=kulit putih, mudah
terbakar, jarang menjadi cokelat; tipe III=kulit putih/cokelat muda, kadang
terbakar, berangsur-angsur menjadi kecokelatan; tipe IV=kulit berwarna coklat
sedang hingga gelap, hampir tidak pernah terbakar, sangat mudah menjadi
kecokelatan; tipe V=kulit coklat tua, jarang terbakar, mudah dan cepat kecoklatan;
tipe VI=kulit hitam, tidak pernah terbakar, warnanya kecokelatan.Status sosial
ekonomi anak ditentukan berdasarkan pekerjaan orang tuanya.
4
gizi diklasifikasikan berdasarkan grafik pertumbuhan BMI Centers for Disease
Control and Prevention tahun 2000 sebagai berikut: berat badan kurang <persentil
ke-5, persentil ke-5-85 normal, kelebihan berat badan ke-85-95, dan obesitas >
persentil ke-95.12)
Sepuluh juta liter darah Peneliti jurnal kumpulkan dari masing-masing peserta
untuk mengukur serum kalsium, fosfat, bonealkaline fosfatase (B-ALP), dan 25-
hidroksi vitamin D (25(OH)2D3) tingkat. 25(OH)2D3kadarnya ditentukan dengan
menggunakan metode radioimmunoassay (DiaSorin, Saluggia, Italia), sedangkan
B-ALP diperoleh dengan menggunakan kit MetraBAP (OSTEO Medical Partner).
Serum 25(OH)2D3≥20 ng/ mL dianggap cukup, 12–20 ng/mL dianggap
insufficient, dan ≤12 ng/mL dianggap deficient.
2. Analisis statistik
5
1.6 Hasil
Terdapat 75 anak perempuan dari total 120 peserta yang dilibatkan dalam
penelitian ini, dan mereka memiliki usia rata-rata 9,6 tahun. Seluruh peserta
Peneliti jurnal adalah orang Asia Tenggara (100%). Sekitar setengah dari orang
tua anak-anak tersebut bekerja di perusahaan swasta, dan 29 dari 120 peserta
adalah siswa di sekolah dasar negeri. Sekitar 65,8% memiliki BMI normal, dan
25% kelebihan berat badan atau obesitas. Dari seluruh peserta, 73 (60,8%)
memiliki sufficient vitamin D, dan hanya 2 (1,7%) yang memiliki defisiensi
vitamin D.Terdapat 45 anak (37,5%) dengan insufficiency vitamin D (Tabel 1).
Jenis kelamin, usia, BMI, status gizi, jenis kulit Fitzpatrick, asupan susu harian,
dan jenis pakaian tidak berbeda antara kelompok sufficient dan nonsufficient
vitamin D. Waktu paparan sinar matahari secara signifikan lebih lama pada
kelompok sufficient vitamin D (masing-masing 511,4 menit/minggu vs. 318,7
menit/minggu,P =0,004) dibandingkan dengan kelompok nonsufficient (Tabel 2).
Lebih banyak peserta dalam kelompok sufficient yang tidak menggunakan tabir
surya (59 peserta vs. 27 peserta,P=0,02). Kadar kalsium, fosfat, dan B-ALP serum
tidak berbeda antar kelompok.
6
Tabel 1.Karateristik Subjek
Etnis
Sekolah negeri/swasta
7
Gendut 9 (20.0) 6 (8.0)
IV 37 (82.2) 55 (73.3)
Status vitamin D
8
Tabel 2. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap status vitamin D
Tidak mencukupi Cukup P-
Variabel (n=47) (n=73) nilai
Jenis kelamin perempuan 31 (65.9) 44 (60.3) 0,53†
Usia (tahun) 9,7±1,3 9,5±1,7 0,65‡
IMT (kg/m2) 18,6±4,1 17,4±3,4 0,09
Status gizi berdasarkan
persentil BMI 0,15†
Kurang gizi 2 (4.3) 9 (12.3)
Normal 29 (61.7) 50 (68,5)
Kegemukan 9 (19.1) 6 (8.2)
Gendut 7 (14.9) 8 (11.0)
Kulit Fitzpatrick tipe IV 32 (68.1) 60 (83.2) 0,08†
Pekerjaan orang tua 0,74†
Pegawai negri Sipil 2 (4.3) 5 (6.8)
Perusahaan swasta 23 (48.9) 32 (43.8)
Pengusaha 11 (23.4) 25 (34.2)
Di TNI/Polri 1 (2.1) 2 (2.7)
Dokter/perawat 1 (2.1) 1 (1.4)
Ibu rumah tangga 4 (8.5) 3 (4.1)
Pensiun 1 (2.1) 0 (0)
Tidak dikenal 4 (8.5) 5 (6.8)
Sekolah negeri/swasta 0,142†
Sekolah negeri 8 (28) 21 (72)
Sekolah swasta 37 (40) 54 (59)
Paparan sinar matahari
(menit/minggu) 318,7±286 511,4±355 0,004‡
Tidak ada tabir surya yang
digunakan 27 (57.4) 59 (80.8) 0,02†
9
Asupan susu harian (mL/hari) 325±268) 327(250) 0,97‡
Jenis pakaian 0,28†
Lengan panjang 10 (4.3) 59 (80.8)
Celana/rok panjang 17 (36.2) 22 (30.1)
Kadar kalsium (mg/dL) 9,50±0,32 9,46±0,39 0,51‡
Kadar fosfat (mg/dL) 4,73±0,44 4,64±0,47 0,33‡
B-ALP (mg/dL) 164,9±40,7 172,2±59,4 0,47‡
Nilai disajikan sebagai angka (%) atau mean±standar deviasi. BMI,indeks massa
tubuh; B-ALP, fosfatase alkali tulang.Uji chi-kuadrat IndependentT-tes.
Tabel 3. Analisis univariat dan multivariat terhadap faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap status vitamin D
Analisis Analisis
univariat multivariat
Variabel
P-
OR(95% CI) P-value OR (95% CI) value
Jenis kelamin laki-laki 1.277 (0.595–2.742) 0,531 1,099 (0,453–2,664) 0,835
Usia 0,944 (0,741–1,203) 0,643 0,835 (0,626–1,115) 0,257
Indeks massa tubuh 0,919 (0,832–1,015) 0,094 0,908 (0,811–1,017) 0,095
Kulit Fitzpatrick tipe III,
III vs IV 0,462 (0,196–1,090) 0,078 0,565 (0,211–1,517) 0,257
Paparan sinar matahari 0,004
(menit/minggu) 1.002 (1.000–1.003) 0,006* 1,002 (1,001–1,003) *
Tidak menggunakan tabir
surya, tidak vs. ya 0,928 (0,837–1,028) 0,122 0,917 (0,820–1,025) 0,084
OR, rasio peluang; CI, interval kepercayaan P<0,05, perbedaan signifikan secara
statistik.
10
1.7 Diskusi
Dalam studi cross-sectional ini, peneliti jurnal mengidentifikasi proporsi
kasus kekurangan vitamin D yang signifikan pada anak-anak sekolah dasar yang
sehat di Indonesia, negara yang kaya akan sinar matahari, dan faktor-faktor yang
terkait dengan kadar vitamin D serum. Meskipun sinar matahari tersedia sepanjang
tahun, penelitian peneliti jurnal menunjukkan 47 dari 120 anak (39,17%)
mengalami insufficient vitamin D, termasuk 2 peserta dengan deficiency vitamin
D. Peneliti jurnal menemukan durasi paparan sinar matahari menjadi satu-satunya
faktor yang secara konsisten berkontribusi terhadap tingkat vitamin D.
11
merupakan hal yang biasa. Perilaku menghindari sinar matahari, seperti berteduh,
menggunakan payung sebagai perlindungan terhadap sinar matahari, dan memilih
aktivitas di dalam ruangan, adalah hal biasa. Meskipun peneliti jurnal tidak
menemukan perbedaan yang signifikan dalam jenis pakaian yang dikenakan antara
anak-anak yang kekurangan vitamin D dan anak-anak yang cukup vitamin D,
norma budaya, seperti mengenakan baju lengan panjang, rok panjang, dan jilbab
pada wanita Muslim juga dapat berkontribusi untuk meminimalkan paparan sinar
matahari dan menyebabkan kekurangan vitamin. tingkat D.
12
sebesar 1% dikaitkan dengan penurunan serum 25(OH)2D3sebesar 0,46±0,2
ng/mL (1,15±0,55 nmol/L)..Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa serum
25(OH)2D3level menunjukkan korelasi terbalik yang kuat dengan volume lemak
dan korelasi terbalik yang lebih lemah dengan BMI.Tidak ada mekanisme yang
jelas mengapa 25(OH)2D3konsentrasinya menurun pada populasi obesitas, namun
terdapat hipotesis bahwa jaringan adiposa menyerap vitamin D yang larut dalam
lemak.Ukuran penelitian peneliti jurnal yang relatif kecil kemungkinan besar
menyebabkan tidak ditemukannya perbedaan BMI yang signifikan antara
kelompok cukup dan tidak cukup.
Munculnya kembali rakhitis pada anak-anak dan remaja selama dekade terakhir
telah meningkatkan kesadaran akan status vitamin D di seluruh
dunia.Rekomendasi konsensus global menggunakan ambang batas yang sama
13
dengan Pediatric Endocrine Society dan Akademi Pediatri Amerika untuk
menentukan status vitamin D. Pada anak-anak dan remaja, kecukupan adalah
25(OH)2D3ambang batas >20 ng/mL (50 nmol/ L). Satu pertanyaan penting yang
masih harus dijawab adalah apakah kebutuhan vitamin D saat ini sesuai untuk
semua anak atau apakah kebutuhan tersebut harus disesuaikan berdasarkan faktor-
faktor moderat, seperti usia, ras, dan/atau garis lintang.Itu Sumber utama vitamin
D adalah paparan kulit terhadap radiasi UVB matahari,namun belum ada pedoman
global mengenai jumlah paparan sinar matahari yang aman yang diperlukan untuk
mencapai tingkat vitamin D yang cukup pada anak-anak dan remaja.Terdapat
pedoman yang tersedia untuk beberapa negara dengan garis lintang utara yang
lebih rendah, namun tidak di banyak negara lain di dunia. Kurangnya rekomendasi
ini paling jelas terlihat ketika membandingkan 25(OH)2D3tingkat pada anak-anak
yang tinggal di lokasi geografis yang berbeda.
14
statistik semua hubungan antara semua faktor yang mungkin berkontribusi
terhadap kadar vitamin D serum. Pendekatan berbasis kuesioner yang peneliti
jurnal gunakan dalam penelitian ini dapat menyebabkan kesalahan klasifikasi dan
bias mengingat, meskipun peneliti jurnal yakin bahwa jika terjadi, hal tersebut
terjadi secara acak. Pengukuran paparan sinar matahari secara langsung
menggunakan lencana sensitif ultraviolet dapat menjadi alat yang andal untuk
mengukur paparan sinar matahari secara objektif.
Sayangnya alat ini saat ini belum tersedia di Indonesia, sehingga peneliti
jurnal menggunakan metode alternatif. Keterbatasan lain dari penelitian peneliti
jurnal adalah minimnya eksplorasi status sosial ekonomi peserta peneliti jurnal .
Status sosial ekonomi dapat menjadi faktor penyebab kekurangan vitamin D.
Kuesioner peneliti jurnal hanya mencakup pertanyaan tentang pekerjaan orang tua;
oleh karena itu, data peneliti jurnal tidak memadai untuk menyimpulkan status
sosial ekonomi anak-anak.Sampel peneliti jurnal mencakup siswa sekolah dasar
negeri dan sekolah dasar swasta, yang dapat menunjukkan status sosial ekonomi
siswa. Sekolah dasar negeri tidak dipungut biaya dan sebagian besar menerima
anak-anak pekerja kerah biru yang mungkin memiliki pendapatan tidak stabil,
sementara sekolah swasta (terutama yang termasuk dalam penelitian peneliti jurnal
) membebankan biaya sekolah yang besar dan menarik lebih banyak keluarga
pekerja kantoran.
Populasi peneliti jurnal mencakup perbedaan besar dalam jumlah anak dari
sekolah negeri dan swasta, sehingga perbandingan ini menjadi tidak tepat. Lebih
sedikitnya jumlah siswa sekolah negeri yang dimasukkan dalam sampel penelitian
peneliti jurnal disebabkan oleh sedikitnya jumlah siswa yang mengembalikan
formulir persetujuan dan kesulitan peneliti jurnal dalam menghubungi orang tua.
Oleh karena itu, tidak ada kesimpulan yang dapat dibuat mengenai pengaruhnya
status sosial ekonomi pada tingkat vitamin D dalam penelitian peneliti jurnal .
Penelitian lebih lanjut perlu mengeksplorasi parameter sosio-ekonomi (seperti
pendapatan bulanan dan tingkat pendidikan formal orang tua) untuk memberikan
15
informasi lebih lanjut tentang bagaimana faktor-faktor ini berkontribusi terhadap
tingkat vitamin D anak-anak.
16
BAB II
CRITICAL APPARAISAL
2.1 Kajian Isi Jurnal
Sumber https://doi.org/10.6065/apem.2040132.066
Jurnal Ann Pediatr Endocrinol Metab 2021;26:92-98
17
Daftar Daftar pustaka dari jurnal dapat dicantumkan dengan metode
Pustaka Vancover dan terdapat 26 referensi.
Jurnal
Level Of 3b
Evidience
base
2.2 PICO
18
b. Importance
Jurnal ini berisikan infromasi penting semua hasil dilaporkan dengan baik
dan mencantumkan nilai confidence interval (CI) sebesar 95%
c. Aplicable
Jurnal ini dapat menjadi acuan refrensi untuk praktik klinis karena tingginya
pravelensi kekurangan vitamin D di negara kaya sinar matahari terutama
Indonesia terletak di garis khatulistiwa dengan paparan sinar matahari
sepanjang tahun
2. Kekurangan
Jurnal ini perlu dikaji kembali. Dilihat dari metode jurnal yang digunakan
adalah crossectonal dan ukuran sampel yang minimal dari jurnal tersebut
dibutuhkan penelitian yang lebih komprensif seperti systematic riview untuk
mengahasilkan data yang valid dan akurat.
19