Anda di halaman 1dari 24

“JOURNAL READING”

“Vitamin D insufficiency and its contributing factors in primary school-aged


children in Indonesia, a sun-rich country”

Oleh :

Ni Nyoman Sulindri Intan Sari (018.06.0065)

PEMBIMBING

dr.Made Supartha, M.Sc, Sp.A

DI BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM


DAERAH KLUNGKUNG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penelitian jurnal ini panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena atas rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang Penelitian jurnal ini
miliki, penyusunan makalah Jurnal Reading ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.

Laporan ini membahas mengenai hasil Journal Reading yang berjudul “Vitamin
D insufficiency and its contributing factors in primary school-aged children in
Indonesia, a sun-rich country” Penyusunan laporan ini tidak akan berjalan lancar
tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. Made Supartha, M.Sc,Sp.A yang senantiasa memberikan saran serta


bimbingan selama pelaksanaan Journal Reading.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi penulis.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis yang terbatas untuk
menyusun laporan ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 15 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

BAB I ISI JURNAL..............................................................................................1

1.1 Judul............................................................................................................1
1.2 Abstrak........................................................................................................1
1.3 Hightlight....................................................................................................2
1.4 Pendahuluan................................................................................................2
1.5 Metode........................................................................................................4
1.6 Hasil............................................................................................................6
1.7 Diskusi......................................................................................................11
BAB II CRITICAL APPARAISAL....................................................................17

2.1 Kajian Isi Jurnal........................................................................................17


2.2 PICO.........................................................................................................18
2.3 Analisis VIA.............................................................................................18
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal............................................................19

iii
BAB I
ISI JURNAL
1.1 Judul
“Vitamin D insufficiency and its contributing factors in primary school-aged
children in Indonesia, a sun-rich country”

1.2 Abstrak
Tujuan: Prevalensi rakhitis meningkat di seluruh dunia sehubungan dengan
peningkatan kekurangan vitamin D. Penelitian jurna ini bertujuan untuk
menyelidiki profil vitamin D pada anak-anak usia sekolah yang sehat di
negara kaya sinar matahari dan faktor kontribusinya

Metode:Studi cross-sectional ini dilakukan pada 120 anak sehat berusia 7-12
tahun yang tinggal di Jakarta, Indonesia. Status demografi, durasi paparan sinar
matahari, dan gaya hidup mereka dicatat menggunakan kuesioner terstruktur.
Kalsium serum, fosfat, tulang-alkaline fosfatase (B-ALP), dan 25-hidroksi
vitamin D (25(OH)2D3) level diukur. Sampel dikategorikan ke dalam kelompok
yang cukup vitamin D dan kelompok yang tidak cukup vitamin D, dan peneliti
jurnal menganalisis variabel yang berkontribusi terhadap 25(OH)2D3tingkat.

Hasil:Berdasarkan hasil sampel yang didapatkan , 73 (60,8%) cukup vitamin D,


45 (37,5%) insufficient vitamin D, dan 2 (1,7%) deficient vitamin D. Jenis
kelamin, usia, indeks massa tubuh, jenis kulit berdasarkan Fitzpatrick, asupan
susu harian, dan jenis pakaian tidak berbeda antara kelompok cukup vitamin D
dan non-vitamin D. Tidak ada perbedaan serum kalsium, fosfat, dan B-ALP antara
kedua kelompok. Waktu paparan sinar matahari secara signifikan lebih lama pada
kelompok yang cukup vitamin D dibandingkan dengan kelompok yang tidak
cukup vitamin D (511,4 menit/minggu vs. 318,7 menit/minggu,P=0,004), dan
efek ini tetap konsisten pada analisis multivariat setelah penyesuaian kovariat
(rasio odds yang disesuaikan, 1,002; interval kepercayaan 95%, 1,000–1,003).
Lebih banyak sampel pada kelompok cukup vitamin D yang tidak menggunakan
tabir surya (59 berbanding 27,P =0,02), namun temuan ini tidak konsisten dengan
analisis multivariat penelitian jurnal ini.

Kesimpulan:Meskipun terpapar sinar matahari sepanjang tahun, sekitar 1


dari 3 anak usia sekolah dasar memiliki kadar vitamin D yang tidak
mencukupi. Durasi paparan sinar matahari merupakan faktor penyebab
utama.

Kata kunci:Kekurangan vitamin D, vitamin D 25-Hidroksi, Rakhitis, negara kaya


sinar matahari

1.3 Hightlight
 Kekurangan vitamin D banyak terjadi pada anak-anak usia sekolah dasar
di Indonesia meskipun ada sinar matahari sepanjang tahun.
 Durasi paparan sinar matahari merupakan faktor kecukupan vitamin D.
 Penting untuk memastikan kecukupan vitamin D untuk tumbuh kembang
anak.

1.4 Pendahuluan
Tingkat vitamin D yang cukup selama masa kanak-kanak telah dikaitkan
dengan kerangka normal pertumbuhan dan perkembangan, namun data yang ada
mengenai manfaat ekstraskeletal vitamin D masih terbatas.Defisiensi vitamin D
yang parah selama masa pertumbuhan menyebabkan rakhitis nutrisi, kelainan
apoptosis kondrosit lempeng pertumbuhan dan mineralisasi matriks.Manifestasi
rakhitis sangat bervariasi dan mencakup ciri-ciri tulang dan non-tulang.
Manifestasi dari penyakit ini meliputi pembengkakan pergelangan tangan dan
pergelangan kaki, penutupan ubun-ubun yang tertunda, erupsi gigi yang tertunda,
kelainan bentuk kaki, rosario rachitic, dan nyeri tulang. Gambaran nonosseous
termasuk kejang hipokalsemia, kardiomiopati, gagal tumbuh, keterlambatan
perkembangan motorik kasar, dan tekanan intrakranial yang tinggi. Oleh karena
itu, pencegahan kekurangan vitamin D sangatlah penting dan akan berkontribusi
pada upaya pemenuhan Tujuan Sustainable Development Goal (Pembangunan

2
Berkelanjutan) ketiga, yaitu memastikan kehidupan yang sehat dan meningkatkan
kesejahteraan bagi semua orang.

Target kadar vitamin D masih kontroversial, dan rekomendasi


untuk tingkat vitamin D yang cukup sangat bervariasi.Pada tahun 2016,
Rekomendasi Konsensus Global tentang Pencegahan dan
Penatalaksanaan Rakhitis Gizi diterbitkan sebagai panduan universal
untuk mencegah rakhitis. Berdasarkan Konsensus Global, kadar vitamin
D serum (25(OH)2D3) > 20 ng/mL (50 nmol/L) cukup untuk mencegah
rakhitis pada anak-anak dan remaja. Prevalensi kekurangan vitamin D
dianggap tinggi di seluruh dunia, bahkan di negara-negara kaya sinar
matahari, dan berkisar antara 1% –95% dibandingkan dengan ambang
batas yang digunakan untuk mendefinisikan kekurangan vitamin
DTingginya prevalensi kekurangan vitamin D di negara-negara kaya
sinar matahari disebabkan oleh terbatasnya paparan sinar matahari dan
gaya hidup yang tidak banyak bergerak, sedangkan kurangnya makanan
yang diperkaya dan letak geografis dianggap sebagai faktor penyebab
yang signifikan di negara-negara dengan empat musim.

Meskipun Indonesia terletak di garis khatulistiwa dengan paparan


sinar matahari sepanjang tahun, perubahan gaya hidup yang lebih banyak
melakukan aktivitas di dalam ruangan dan tidak banyak bergerak,
konsumsi lebih banyak minuman manis, kurangnya makanan yang
diperkaya vitamin D, dan polusi udara meningkatkan risiko kekurangan
vitamin D dan penyakit lainnya. konsekuensi kerangka.

Studi Survei Gizi Asia Tenggara (SEANUTS),menunjukkan


bahwa hanya 5,6% responden di Indonesia yang memiliki kadar vitamin
D yang diinginkan, sedangkan hanya 16,3%, 19,2%, dan 22,4% peserta
di Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang masing-masing memiliki kadar
vitamin D yang diinginkan. Tidak ada peserta asal Indonesia yang
mengalami defisiensi vitamin D. Hingga saat ini, belum ada laporan data
mengenai kadar vitamin D anak usia sekolah sehat di Indonesia; oleh

3
karena itu,Peneliti jurnal ini bertujuan untuk menyelidiki profil vitamin D
pada anak-anak usia sekolah yang sehat dan faktor apa saja yang
berkontribusi terhadap status vitamin D mereka.

1.5 Metode
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional yang dilakukan
pada 120 anak sehat berusia 7-12 tahun di sekolah dasar negeri dan
sekolah dasar Islam swasta di Jakarta, Indonesia, pada tahun 2012.
Informed consent diperoleh dari wali sah anak-anak tersebut. Penelitian
ini disetujui secara etis oleh Institutional Review Board Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Cipto
Mangunkusumo di Jakarta, Indonesia.

Peneliti jurnal mengecualikan peserta yang diketahui memiliki penyakit


hati dan sindrom malabsorpsi atau yang diberi resep glukokortikoid,
antikonvulsan, atau pengobatan antituberkulosis. Peneliti jurnal juga
mengecualikan pasien dengan riwayat penyakit akut dalam 2 minggu
sebelum penelitian ini dimulai.

Usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, gaya pakaian, penggunaan tabir
surya, durasi paparan sinar matahari, dan asupan susu dan jus diperoleh dengan
menggunakan kuesioner laporan mandiri terstruktur oleh wali sah anak selama
tahap perekrutan. Peneliti jurnal mengklasifikasikan warna kulit anak-anak
menggunakan klasifikasi fototipe kulit Fitzpatrick, yang didasarkan pada respons
kulit terhadap sinar ultraviolet.Jenis kulitnya adalah sebagai berikut: tipe I=kulit
sangat pucat, mudah terbakar, tidak pernah kecoklatan; tipe II=kulit putih, mudah
terbakar, jarang menjadi cokelat; tipe III=kulit putih/cokelat muda, kadang
terbakar, berangsur-angsur menjadi kecokelatan; tipe IV=kulit berwarna coklat
sedang hingga gelap, hampir tidak pernah terbakar, sangat mudah menjadi
kecokelatan; tipe V=kulit coklat tua, jarang terbakar, mudah dan cepat kecoklatan;

4
tipe VI=kulit hitam, tidak pernah terbakar, warnanya kecokelatan. Status sosial
ekonomi anak ditentukan berdasarkan pekerjaan orang tuanya.

Peneliti jurnal menghitung total durasi paparan sinar matahari dalam


minggu berdasarkan durasi rata-rata paparan sinar matahari dalam sehari. Model
pakaian peserta dinyatakan dalam bentuk lengan panjang/pendek dan celana/rok
panjang/pendek. Status gizi peserta diukur dengan menghitung indeks massa
tubuh (BMI). Berat badan dan tinggi badan peserta dinilai menggunakan protokol
standar, dan BMI dihitung sebagai berat (kg)/tinggi badan2(M2). Status gizi
diklasifikasikan berdasarkan grafik pertumbuhan BMI Centers for Disease
Control and Prevention tahun 2000 sebagai berikut: berat badan kurang <persentil
ke-5, persentil ke-5-85 normal, kelebihan berat badan ke-85-95, dan obesitas >
persentil ke-95.

1. Pengukuran kadar vitamin D

Sepuluh juta liter darah Peneliti jurnal kumpulkan dari masing-masing


peserta untuk mengukur serum kalsium, fosfat, bonealkaline fosfatase (B-
ALP), dan 25-hidroksi vitamin D (25(OH)2D3) tingkat.
25(OH)2D3kadarnya ditentukan dengan menggunakan metode
radioimmunoassay (DiaSorin, Saluggia, Italia), sedangkan B-ALP
diperoleh dengan menggunakan kit MetraBAP (OSTEO Medical
Partner). Serum 25(OH)2D3≥20 ng/ mL dianggap cukup, 12–20 ng/mL
dianggap insufficient, dan ≤12 ng/mL dianggap deficient.

2. Analisis statistik

Analisis bivariat dilakukan berdasarkan kadar vitamin D, dan peserta


dikategorikan ke dalam kelompok cukup dan tidak cukup. Kelompok tidak
mencukupi termasuk peserta dengan kadar vitamin D yang tidak mencukupi atau
kekurangan. Perbedaan kelompok diperkirakan dan diuji menggunakan kelompok
independenT-uji, uji chi-kuadrat, atau uji eksak Fisher jika diperlukan, danP-nilai
disediakan. Variabel kontinyu dinyatakan sebagai mean dan deviasi standar atau
median dan rentang interkuartil jika distribusinya miring. Kategoris variabel

5
dinyatakan sebagai n (%). Variabel dengan aP-nilai <0,05 dianggap signifikan
secara statistik, dan variabel-variabel ini dianalisis lebih lanjut untuk menentukan
hubungannya dengan tingkat vitamin D. Regresi logistik multivariabel yang telah
disesuaikan dengan kovariat dilakukan untuk menguji hubungan antara faktor-
faktor yang berkontribusi dengan 25(OH)2D3tingkat. Usia, jenis kelamin, BMI,
dan gaya pakaian dianggap kemungkinan kovariat. Analisis statistik dilakukan
dengan menggunakan IBM SPSS Statistics ver. 24.0 untuk Mac (IBM Co.,
Armonk, NY, AS).

1.6 Hasil
Terdapat 75 anak perempuan dari total 120 peserta yang dilibatkan
dalam penelitian ini, dan mereka memiliki usia rata-rata 9,6 tahun.
Seluruh peserta Peneliti jurnal adalah orang Asia Tenggara (100%).
Sekitar setengah dari orang tua anak-anak tersebut bekerja di perusahaan
swasta, dan 29 dari 120 peserta adalah siswa di sekolah dasar negeri.
Sekitar 65,8% memiliki BMI normal, dan 25% kelebihan berat badan
atau obesitas. Dari seluruh peserta, 73 (60,8%) memiliki sufficient
vitamin D, dan hanya 2 (1,7%) yang memiliki defisiensi vitamin
D.Terdapat 45 anak (37,5%) dengan insufficiency vitamin D (Tabel 1).

Jenis kelamin, usia, BMI, status gizi, jenis kulit Fitzpatrick, asupan
susu harian, dan jenis pakaian tidak berbeda antara kelompok sufficient
dan nonsufficient vitamin D. Waktu paparan sinar matahari secara
signifikan lebih lama pada kelompok sufficient vitamin D (masing-
masing 511,4 menit/minggu vs. 318,7 menit/minggu,P =0,004)
dibandingkan dengan kelompok nonsufficient (Tabel 2). Lebih banyak
peserta dalam kelompok sufficient yang tidak menggunakan tabir surya

6
(59 peserta vs. 27 peserta,P=0,02). Kadar kalsium, fosfat, dan B-ALP
serum tidak berbeda antar kelompok.

Analisis multivariat menunjukkan bahwa durasi paparan sinar matahari


secara konsisten dikaitkan dengan kadar vitamin D setelah penyesuaian
untuk beberapa kovariat potensial, dengan rasio odds yang disesuaikan
(OR) sebesar 1,002 (interval kepercayaan [CI] 95%, 1,000–1,003),
sedangkan penggunaan tabir surya tidak secara signifikan terkait dengan
tingkat vitamin D (Tabel 3).

Tabel 1.Karateristik Subjek

Variabel Laki-laki (n=45) Perempuan (n=75)

Usia (tahun) 9,34±1,49 9,74±1,53

Etnis

Asia Tenggara 45 (100) 75 (100)

Pekerjaan orang tua

Pegawai negri Sipil 3 (6.7) 4 (5.3)

Perusahaan swasta 23 (51.1) 32 (42.7)

Pengusaha 10 (22.2) 26 (34.7)

Di tentara/polisi 2 (4.4) 1 (1.3)

Dokter/perawat 2 (4.4) 0 (0)

Ibu rumah tangga 0 (0) 7 (9.3)

7
Pensiun 0 (0) 1 (1.3)

Tidak dikenal 5 (11.1) 4 (5.3)

Sekolah negeri/swasta

Sekolah negeri 7 (15.6) 22 (29.3)

Sekolah swasta 38 (84,4%) 53 (70,7)

IMT (kg/m2) 18,90±4,08 17,19±3,37

Status gizi berdasarkan persentil BMI

Kurang gizi 3 (6.7) 8 (10.7)

Normal 25 (55.6) 54 (72.0)

Kegemukan 8 (17.8) 7 (9.3)

Gendut 9 (20.0) 6 (8.0)

Jenis kulit Fitzpatrick

III 8 (17.8) 20 (26.7)

IV 37 (82.2) 55 (73.3)

Vitamin D (ng/dL) 22.16±6.01 21,67±6,57

Status vitamin D

Memadai 29 (64.4) 44 (58.7)

Tidak memadai 15 (33.3) 30 (40.0)

Kurang 1 (2.2) 1 (1.3)

Nilai disajikan sebagai mean±standar deviasi atau angka (%)


BMI, indeks massa tubuh.

8
Tabel 2. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap status vitamin D
Tidak mencukupi Cukup P
Variabel (n=47) (n=73)
Jenis kelamin perempuan 31 (65.9) 44 (60.3) 0,53†
Usia (tahun) 9,7±1,3 9,5±1,7 0,65‡
0
IMT (kg/m2) 18,6±4,1 17,4±3,4
Status gizi berdasarkan
persentil BMI 0,15†
Kurang gizi 2 (4.3) 9 (12.3)
Normal 29 (61.7) 50 (68,5)
Kegemukan 9 (19.1) 6 (8.2)
Gendut 7 (14.9) 8 (11.0)
Kulit Fitzpatrick tipe IV 32 (68.1) 60 (83.2) 0,08†
Pekerjaan orang tua 0,74†
Pegawai negri Sipil 2 (4.3) 5 (6.8)

9
Perusahaan swasta 23 (48.9) 32 (43.8)
Pengusaha 11 (23.4) 25 (34.2)
Di TNI/Polri 1 (2.1) 2 (2.7)
Dokter/perawat 1 (2.1) 1 (1.4)
Ibu rumah tangga 4 (8.5) 3 (4.1)
Pensiun 1 (2.1) 0 (0)
Tidak dikenal 4 (8.5) 5 (6.8)
Sekolah negeri/swasta 0,142†
Sekolah negeri 8 (28) 21 (72)
Sekolah swasta 37 (40) 54 (59)
Paparan sinar matahari
(menit/minggu) 318,7±286 511,4±355 0,004‡
Tidak ada tabir surya yang
digunakan 27 (57.4) 59 (80.8) 0,02†
Asupan susu harian (mL/hari) 325±268) 327(250) 0,97‡
Jenis pakaian 0,28†
Lengan panjang 10 (4.3) 59 (80.8)
Celana/rok panjang 17 (36.2) 22 (30.1)
Kadar kalsium (mg/dL) 9,50±0,32 9,46±0,39 0,51‡
Kadar fosfat (mg/dL) 4,73±0,44 4,64±0,47 0,33‡
B-ALP (mg/dL) 164,9±40,7 172,2±59,4 0,47‡
Nilai disajikan sebagai angka (%) atau mean±standar deviasi. BMI,indeks massa
tubuh; B-ALP, fosfatase alkali tulang.Uji chi-kuadrat IndependentT-tes.
Tabel 3. Analisis univariat dan multivariat terhadap faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap status vitamin D

Analisis Analisis
univariat multivariat
Variabel
OR(95% CI) P-value OR (95% CI) P-value
Jenis kelamin laki-laki 1.277 (0.595–2.742) 0,531 1,099 (0,453–2,664) 0,835

10
Usia 0,944 (0,741–1,203) 0,643 0,835 (0,626–1,115) 0,257
Indeks massa tubuh 0,919 (0,832–1,015) 0,094 0,908 (0,811–1,017) 0,095
Kulit Fitzpatrick tipe III,
III vs IV 0,462 (0,196–1,090) 0,078 0,565 (0,211–1,517) 0,257
Paparan sinar matahari
(menit/minggu) 1.002 (1.000–1.003) 0,006* 1,002 (1,001–1,003) 0,004*
Tidak menggunakan tabir
surya, tidak vs. ya 0,928 (0,837–1,028) 0,122 0,917 (0,820–1,025) 0,084
OR, rasio peluang; CI, interval kepercayaan P<0,05, perbedaan signifikan secara
statistik.

1.7 Diskusi
Dalam studi cross-sectional ini, peneliti jurnal mengidentifikasi
proporsi kasus kekurangan vitamin D yang signifikan pada anak-anak
sekolah dasar yang sehat di Indonesia, negara yang kaya akan sinar
matahari, dan faktor-faktor yang terkait dengan kadar vitamin D serum.
Meskipun sinar matahari tersedia sepanjang tahun, penelitian peneliti
jurnal menunjukkan 47 dari 120 anak (39,17%) mengalami insufficient
vitamin D, termasuk 2 peserta dengan deficiency vitamin D. Peneliti
jurnal menemukan durasi paparan sinar matahari menjadi satu-satunya
faktor yang secara konsisten berkontribusi terhadap tingkat vitamin D.

Meskipun terdapat perbedaan pada kelompok usia penelitian, rata-rata


kadar vitamin D dalam penelitian peneliti jurnal serupa dengan yang
dilaporkan pada penelitian SEANUTS kohort di Indonesia.: 21,9 ng/mL
vs. 21,1 ng/mL. Penelitian peneliti jurnal hanya mencakup anak-anak
sekolah dasar berusia 7-12 tahun dengan usia rata-rata 9,6 tahun,
sedangkan penelitian SEANUTS termasuk anak-anak Indonesia berusia

11
0,5–12 tahun dengan usia rata-rata 6,6 tahun. Partisipan dalam penelitian
peneliti jurnal seluruhnya terdiri dari anak-anak perkotaan yang tinggal
di kota besar, sedangkan dalam penelitian SEANUTS, populasi pedesaan
dimasukkan. Dibandingkan dengan negara-negara lain dalam studi
SEANUTS, anak-anak Indonesia memiliki rata-rata tingkat vitamin D
yang jauh lebih rendah.Kurangnya kesadaran mengenai vitamin D dan
pentingnya paparan sinar matahari untuk sintesis vitamin D mungkin
dapat menjelaskan rendahnya kadar vitamin D pada anak-anak Indonesia.

Karena Asia Tenggara merupakan wilayah tropis, sinar matahari tersedia


sepanjang tahun, dengan sedikit atau tanpa variasi waktu siang hari. Namun
demikian, prevalensi kekurangan vitamin D yang tinggi telah dilaporkan di
wilayah ini. Proporsi penting anak-anak yang kekurangan vitamin D dalam
penelitian peneliti jurnal (39,17%) konsisten dengan temuan penelitian
SEANUTS, di mana hanya 5,6% peserta di Indonesia (baik di perkotaan maupun
pedesaan) yang memiliki kadar vitamin D yang cukup. Faktor perilaku mungkin
berkontribusi terhadap kekurangan vitamin D di Indonesia, dimana menghindari
sinar matahari merupakan hal yang biasa. Perilaku menghindari sinar matahari,
seperti berteduh, menggunakan payung sebagai perlindungan terhadap sinar
matahari, dan memilih aktivitas di dalam ruangan, adalah hal biasa. Meskipun
peneliti jurnal tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam jenis pakaian
yang dikenakan antara anak-anak yang kekurangan vitamin D dan anak-anak yang
cukup vitamin D, norma budaya, seperti mengenakan baju lengan panjang, rok
panjang, dan jilbab pada wanita Muslim juga dapat berkontribusi untuk
meminimalkan paparan sinar matahari dan menyebabkan kekurangan vitamin.
tingkat D.

Sekolah swasta tempat mayoritas siswa peneliti jurnal pesertanya adalah


siswa sekolah swasta Islam, sehingga semua siswinya mengenakan jilbab (lengan
panjang, rok panjang, dan jilbab). Peneliti jurnal mengidentifikasi 2 anak dengan
defisiensi vitamin D. Setelah mengamati lebih dekat karakteristik kedua peserta
ini, tidak ditemukan perbedaan mencolok untuk semua parameter. Wawancara dan

12
pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki kekurangan ini, sehingga
anak-anak ini direkomendasikan untuk dirujuk ke dokter anak.

Diketahui bahwa sumber utama vitamin D adalah kulit melalui penyerapan


sinar matahari, tetapi banyak faktor lain yang juga berkontribusi terhadap tingkat
vitamin D seseorang, termasuk BMI,musim dalam setahun, garis lintang, waktu,
pigmentasi kulit, area kulit yang terpapar, dan penggunaan tabir surya. Polusi
udara, kabut asap, dan ketinggian juga merupakan faktor yang berkontribusi,
karena hal ini dapat mengubah potensi radiasi ultraviolet B (UVB).

Penelitian peneliti jurnal menemukan bahwa jumlah waktu yang


dihabiskan di bawah sinar matahari adalah satu-satunya faktor yang
berkontribusi terhadap tingkat vitamin D dalam tubuh. Durasi waktu
yang dihabiskan di bawah sinar matahari pada kelompok yang cukup
vitamin D secara signifikan lebih lama dibandingkan dengan kelompok
yang tidak cukup vitamin D. Namun, peneliti jurnal tidak menemukan
hubungan yang jelas antara tabir surya, jenis pakaian, atau BMI dengan
kadar vitamin D. Anak-anak dan remaja yang mengalami obesitas
memiliki kadar vitamin D yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-
anak dan remaja yang tidak mengalami obesitas, dan peningkatan berat
lemak sebesar 1% dikaitkan dengan penurunan serum
25(OH)2D3sebesar 0,46±0,2 ng/mL (1,15±0,55 nmol/L)..Beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa serum 25(OH)2D3level menunjukkan
korelasi terbalik yang kuat dengan volume lemak dan korelasi terbalik
yang lebih lemah dengan BMI.Tidak ada mekanisme yang jelas mengapa
25(OH)2D3konsentrasinya menurun pada populasi obesitas, namun
terdapat hipotesis bahwa jaringan adiposa menyerap vitamin D yang
larut dalam lemak.Ukuran penelitian peneliti jurnal yang relatif kecil
kemungkinan besar menyebabkan tidak ditemukannya perbedaan BMI
yang signifikan antara kelompok cukup dan tidak cukup.

Fototipe kulit seseorang mungkin berkontribusi terhadap kadar


vitamin D, namun peneliti jurnal tidak menemukan hubungan signifikan

13
antara variabel-variabel ini dalam penelitian peneliti jurnal . Peneliti
jurnal mengamati subjek berkulit gelap (Fitzpatrick fototipe IV) sebagian
besar memiliki cukup vitamin D, meskipun beberapa literatur
menunjukkan bahwa kulit yang lebih gelap dapat berkontribusi terhadap
rendahnya kadar vitamin D karena kulit gelap mengandung jumlah
melanin yang lebih tinggi. Pada anak-anak Indonesia yang peneliti jurnal
teliti, fototipe kulit yang lebih gelap mungkin disebabkan oleh gaya hidup
(misalnya, lebih banyak aktivitas di luar ruangan dan lebih banyak
paparan sinar matahari), yang mungkin menjelaskan kecukupan vitamin
D mereka.

Terkait dengan etnis, peneliti jurnal mengklasifikasikan seluruh peserta


sebagai orang Asia Tenggara, meskipun mereka berasal dari keturunan
suku Indonesia yang berbeda. Indonesia adalah negara kepulauan besar
dengan ratusan suku etnis; sampel peneliti jurnal terdiri dari anak-anak
keturunan Jawa dan Betawi, suku mayoritas di Pulau Jawa (tempat
Jakarta berada).)Kedua suku tersebut memiliki kesamaan genetik dan
ditemukan memiliki haplogroup yang sama; oleh karena itu, peneliti
jurnal mengklasifikasikan semua peserta dalam kelompok etnis yang
sama.

Munculnya kembali rakhitis pada anak-anak dan remaja selama dekade


terakhir telah meningkatkan kesadaran akan status vitamin D di seluruh
dunia.Rekomendasi konsensus global menggunakan ambang batas yang
sama dengan Pediatric Endocrine Society dan Akademi Pediatri
Amerika untuk menentukan status vitamin D. Pada anak-anak dan
remaja, kecukupan adalah 25(OH)2D3ambang batas >20 ng/mL (50
nmol/ L). Satu pertanyaan penting yang masih harus dijawab adalah
apakah kebutuhan vitamin D saat ini sesuai untuk semua anak atau
apakah kebutuhan tersebut harus disesuaikan berdasarkan faktor-faktor
moderat, seperti usia, ras, dan/atau garis lintang.Itu Sumber utama
vitamin D adalah paparan kulit terhadap radiasi UVB matahari,namun

14
belum ada pedoman global mengenai jumlah paparan sinar matahari
yang aman yang diperlukan untuk mencapai tingkat vitamin D yang
cukup pada anak-anak dan remaja.Terdapat pedoman yang tersedia
untuk beberapa negara dengan garis lintang utara yang lebih rendah,
namun tidak di banyak negara lain di dunia. Kurangnya rekomendasi ini
paling jelas terlihat ketika membandingkan 25(OH)2D3tingkat pada
anak-anak yang tinggal di lokasi geografis yang berbeda.

Sejumlah besar penelitian yang dilakukan sebelum Rekomendasi


Konsensus Global 2016 mencakup ambang batas yang lebih tinggi
untuk menetapkan status kecukupan vitamin D. Kadar vitamin D
dianggap cukup bila 25(OH)2D3kadarnya >30 ng/mL. Dengan
menggunakan ambang batas lama ini, studi oleh Khor et al.dan Bener
dkk.menunjukkan prevalensi defisiensi vitamin D yang lebih tinggi
(35,3% vs 28,9%). Hasil serupa diperoleh di Qatar dan Arab Saudi.
Sebaliknya, penelitian peneliti jurnal menunjukkan prevalensi
defisiensi vitamin D yang jauh lebih rendah pada anak usia sekolah
dasar (1,7%). Perbedaan prevalensi yang relatif besar ini mungkin
disebabkan oleh perbedaan ambang batas vitamin D yang digunakan
dalam penelitian peneliti jurnal .

Dibandingkan dengan penelitian cross-sectional lainnya di


Indonesia, penelitian peneliti jurnal mempunyai populasi anak usia
sekolah dasar yang lebih homogen.Subkelompok populasi ini cenderung
lebih aktif dan menghabiskan lebih banyak waktu di luar ruangan
dibandingkan dengan anak-anak yang lebih tua atau remaja. Salah satu
kelebihan penelitian peneliti jurnal saat ini adalah tidak ada data yang
hilang dari kuesioner atau hasil laboratorium. Peneliti jurnal menyadari
bahwa ukuran penelitian peneliti jurnal terlalu kecil untuk mendeteksi
secara statistik semua hubungan antara semua faktor yang mungkin
berkontribusi terhadap kadar vitamin D serum. Pendekatan berbasis
kuesioner yang peneliti jurnal gunakan dalam penelitian ini dapat

15
menyebabkan kesalahan klasifikasi dan bias mengingat, meskipun
peneliti jurnal yakin bahwa jika terjadi, hal tersebut terjadi secara acak.
Pengukuran paparan sinar matahari secara langsung menggunakan
lencana sensitif ultraviolet dapat menjadi alat yang andal untuk mengukur
paparan sinar matahari secara objektif.

Sayangnya alat ini saat ini belum tersedia di Indonesia, sehingga peneliti
jurnal menggunakan metode alternatif. Keterbatasan lain dari penelitian
peneliti jurnal adalah minimnya eksplorasi status sosial ekonomi peserta
peneliti jurnal . Status sosial ekonomi dapat menjadi faktor penyebab
kekurangan vitamin D. Kuesioner peneliti jurnal hanya mencakup
pertanyaan tentang pekerjaan orang tua; oleh karena itu, data peneliti
jurnal tidak memadai untuk menyimpulkan status sosial ekonomi anak-
anak.Sampel peneliti jurnal mencakup siswa sekolah dasar negeri dan
sekolah dasar swasta, yang dapat menunjukkan status sosial ekonomi
siswa. Sekolah dasar negeri tidak dipungut biaya dan sebagian besar
menerima anak-anak pekerja kerah biru yang mungkin memiliki
pendapatan tidak stabil, sementara sekolah swasta (terutama yang
termasuk dalam penelitian peneliti jurnal ) membebankan biaya sekolah
yang besar dan menarik lebih banyak keluarga pekerja kantoran.

Populasi peneliti jurnal mencakup perbedaan besar dalam jumlah anak


dari sekolah negeri dan swasta, sehingga perbandingan ini menjadi tidak
tepat. Lebih sedikitnya jumlah siswa sekolah negeri yang dimasukkan
dalam sampel penelitian peneliti jurnal disebabkan oleh sedikitnya
jumlah siswa yang mengembalikan formulir persetujuan dan kesulitan
peneliti jurnal dalam menghubungi orang tua. Oleh karena itu, tidak ada
kesimpulan yang dapat dibuat mengenai pengaruhnya status sosial
ekonomi pada tingkat vitamin D dalam penelitian peneliti jurnal .
Penelitian lebih lanjut perlu mengeksplorasi parameter sosio-ekonomi
(seperti pendapatan bulanan dan tingkat pendidikan formal orang tua)

16
untuk memberikan informasi lebih lanjut tentang bagaimana faktor-faktor
ini berkontribusi terhadap tingkat vitamin D anak-anak.

Studi tentang kecukupan vitamin D pada anak-anak dan remaja


bermanfaat untuk mengembangkan pedoman regional guna menjamin
kecukupan vitamin D pada populasi rentan ini. Strategi yang diterapkan
untuk memastikan kecukupan vitamin D akan berbeda antara negara
yang kaya akan sinar matahari dan tidak kaya akan sinar
matahari.Untuk mencapai kecukupan vitamin D tanpa adanya paparan
sinar matahari, anak-anak harus mengonsumsi makanan yang
mengandung vitamin D (baik alami atau melalui fortifikasi) dan/atau
suplemen vitamin D, sedangkan di negara-negara kaya sinar matahari,
diperlukan panduan mengenai jumlah paparan sinar matahari yang
aman. Pendekatan kesehatan masyarakat yang efektif untuk
meningkatkan paparan sinar matahari, mengatasi penghindaran sinar
matahari, dan mempromosikan strategi berbasis makanan untuk
mencapai status vitamin D yang optimal merupakan hal yang sangat
penting.

Singkatnya, penelitian peneliti jurnal menemukan bahwa sekitar


satu dari 3 anak usia sekolah dasar di Indonesia, negara yang kaya akan
sinar matahari, mengalami kekurangan vitamin D meskipun terpapar
sinar matahari sepanjang tahun. Durasi paparan sinar matahari
merupakan faktor utama terhadap kecukupan vitamin D. Upaya harus
dilakukan untuk memperkirakan kecukupan paparan UVB yang
diperlukan untuk memenuhi ambang batas 25(OH)2D3 yang disarankan
pada anak-anak dan apakah fortifikasi makanan dengan vitamin D dapat
menjadi solusi alternatif untuk memastikan tingkat vitamin D yang
memadai.

17
BAB II
CRITICAL APPARAISAL
2.1 Kajian Isi Jurnal
Sumber https://doi.org/10.6065/apem.2040132.066
Jurnal Ann Pediatr Endocrinol Metab 2021;26:92-98

Penulis Aman Pulungan, Frida Soesanti, Bambang Tridjaja, Jose


Jurnal Batubara

Judul jurnal  “ Vitamin D insufficiency and its contributing factors


in primary school-aged children in Indonesia, a sunrich
country ”
 Judul jurnal ini sudah berhubungan dengan topik dan
jelas, judul jurnal telah menggambarkan isi penelitian
namun tidak menjelaskan metode jurnal

Waktu 6 Agustus 2020


penerbitan

Abstrak  Tercantum abstrak sudah memenuhi kriteria abstrak


jurnal yang baik disajikan secara rinci dan mencakup iinti
pembahasan jurna , jumlah kata abstrak tidak melebihi
250 kata

Isi Jurnal Jurnal ini merupakan jurnal penelitian menggunakan


studi crossectional untuk menyelidiki profil vitamin D
pada anak-anak usia sekolah yang sehat dan faktor apa
saja yang berkontribusi terhadap status vitamin D
mereka.

Kesimpulan Pada kesimpulan jurnal telah menjawab pertanyaan peneliti

18
Jurnal yaitu durasi paparan sinar matahari merupakan faktor utama
terhadap kecukupan vitamin D

Daftar Daftar pustaka dari jurnal dapat dicantumkan dengan metode


Pustaka Vancover dan terdapat 26 referensi.
Jurnal

Level Of 3b
Evidience
base

2.2 PICO

P (Patient/Problem) profil vitamin D pada anak-anak usia


sekolah

I (Intervention) Kelompok cukup vitamin D

C (Comparison) Kelompok tidak cukup vitamin D

O (Outcame) Masih ada anak usiak sekolah dasar


memiliki kadar vitamin yang tidak
mencukupi Durasi paparan sinar
matahari merupakan faktor penyebab
utama.

2.3 Analisis VIA


a. Validity

19
Jurnal ini mengulas secara deskriptif infromasi terkini mengenai
epidemiologi proporsi kasus kekurangan vitamin D yang signifikan pada
anak-anak sekolah dasar yang sehat di Indonesia, negara yang kaya akan
sinar matahari, dan faktor-faktor yang terkait dengan kadar serum vitamin
D.
b. Importance
Jurnal ini berisikan infromasi penting semua hasil dilaporkan dengan baik
dan mencantumkan nilai confidence interval (CI) sebesar 95%
c. Aplicable
Jurnal ini dapat menjadi acuan refrensi untuk praktik klinis karena
tingginya pravelensi kekurangan vitamin D di negara kaya sinar matahari
terutama Indonesia terletak di garis khatulistiwa dengan paparan sinar
matahari sepanjang tahun

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal


1. Kelebihan
 Penelitian ini dapat menjadi acuan dalam dilakukannya penelitan
lebih lanjut yaitu merancang studi masa depan
 Jurnal ini menjelaskan secara jelas hasil dan metode penelitian yang
dirangkum dengan singkat dan padat.
 Jurnal ini menjelaskan secara jelas hasil dan metode penelitian yang
dirangkum dengan singkat dan padat dalam bentuk tabel sehingga
memudahkan pembaca untuk memahaminya.

2. Kekurangan
Jurnal ini perlu dikaji kembali. Dilihat dari metode jurnal yang digunakan
adalah crossectonal dan ukuran sampel yang minimal dari jurnal tersebut
dibutuhkan penelitian yang lebih komprensif seperti systematic riview
untuk mengahasilkan data yang valid dan akurat.

20
21

Anda mungkin juga menyukai