Anda di halaman 1dari 91

ABSTRAK

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN GOOD


CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PENGUNGKAPAN
SUSTAINABILITY REPORT PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR BATU
BARA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2019-
2021

Oleh:
MIRATUL ISTIANAH
195310312

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Karakteristik


Perusahaan dan Good Corporate Governance terhadap Pengungkapan
Sustainability Report pada Perusahaan Subsektor Batu Bara yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2019-2021. Adapun variabel dependen penelitian ini
adalah Pengungkapan Sustainability Report. Sedangkan variabel independen
penelitian adalah Profitabilitas yang diukur dengan ROA, Leverage diukur dengan
DER, Ukuran Perusahaan, Komisaris Independen, dan Komite Audit. Populasi
dalam penelitian ini sebanyak 26 perusahaan subsektor Batu Bara yang Terdaftar
di BEI tahun 2019-2021. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 23 perusahaan
yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling, dengan periode
pengamatan 3 tahun, sehingga didapat 69 data perusahaan. Analisis data
menggunakan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS 26.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah secara parsial profitabilitas,
leverage, komisaris independen, dan komite audit tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan sustainability report. Sedangkan ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadappengungkapan sustainability report. Hasil
simultan menunjukkan bahwa profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan,
komisaris independen, dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan sustainability report.

Kata kunci : Profitabilitas, Leverage, Ukuran Perusahaan, Komisaris


Independen, Komite Audit, Pengungkapan Sustainability Report.

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap perusahaan dibangun dengan tujuan untuk mencari laba yang besar,

serta untuk memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan dalam pengembangan

aktivitas yang lebih baik lagi. Kebanyakan perusahaan merasa bahwa mereka

sudah cukup berkontribusi kepada masyarakat berupa persediaan produk yang

memuaskan kebutuhan konsumen dan penyediaan lapangan pekerjaan. Namun

kini masyarakat menyadari bahwa hal itu saja tidak cukup tetapi dampak sosial

yang diberikan perusahaan perlu mendapatkan perhatian khusus yaitu bagaimana

masyarakat mengakui integritas dan hasil produksi perusahaan tersebut.

Seiring berkembangnya isu mengenai corporate social responsibility

(CSR) dan sustainability development menjadi sorotan utama pada perannya

terhadap lingkungan. Upaya mengendalikan dan mengatasi ancaman covid-19

telah banyak menyita perhatian kita sepanjang tahun 2019-2021, namun

kekhawatiran yang terus berlanjut akan perubahan iklim segala konsekuensi akan

tetap nyata. Banyak kalangan telah menyadari bahwa memburuknya kondisi

ekonomi akan meningkat kan kemiskinan dan munculnya isu-isu kerusakan alam

menyebabkan munculnya masalah kesehatan masyarakat. Semua strata

masyarakat sama-sama merasakan berbagai tantangan ini, dan sektor pemerintah,

swasta, individu, maupun badan usaha. Perusahaan akan terus berperan serta

dalam pemeliharaan pelestarian alam

2
yang diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat

terutama dilingkungan sekitar. Upaya menjalankan pendekatan yang bertanggung

jawab dan etis sepenuhnya mematuhi peraturan pemerintah.

Sekitar 70% rusaknya lingkungan di Indonesia disebabkan oleh

perusahaan pertambangan. Informasi mengenai penurunan kualitas lingkungan

menunjukkan bahwa setidaknya sepuluh perusahaan pertambangan diduga

bertanggung jawab atas kerusakan dan polusi pada sungai-sungai di Kalimantan,

Jawa Timur, Papua, dan Sumatra Selatan. Dari jumlah tersebut, lima di antaranya

merupakan perusahaan tambang dengan skala besar. Salah satu contoh kasus

pencemaran lingkungan dilakukan oleh PT Indomico Mandiri di Desa Santan Ilir,

Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara. Perusahaan ini adalah perjanjian

karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang diduga melakukan

dumping atau pembuangan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) seperti

limbah abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) di sekitar PLTU milik PT

Indomico Mandiri. Dugaan ini menunjukkan bahwa limbah tersebut dibuang

secara tidak sah di area terbuka tanpa izin dan tanpa lapisan media perlindungan,

sehingga abu dasar akan meresap ke dalam tanah dan mengkontaminasi lapisan

dalam tanah. Sementara itu, limbah abu terbang yang dibuang di tempat terbuka

menyebabkan pencemaran udara (Madona & Khafid, 2020).

Penyebab kerusakan lingkungan lainnya juga dilakukan oleh PT Adora.

Aktivitas tambang Adora menyebabkan kerusakan lingkungan dan bencana alam

yang terjadi di Kalimantan Selatan tahun 2021, menyebabkan 24 jiwa meninggal

dan lebih dari 113.000 jiwa terpaksa mengungsi akibat bencana banjir. Pembukaan

3
lahan tambang batubara yang disebabkan aktivitas perusahaan tambang Adora

yang merombak tata air alami diduga menjadi salah satu penyebab utama banjir.

Selain dampak buruk ke lingkungan dan iklim, Adora juga sering melakukan

pergusuran warga. Bahkan perluasan lahan tambang batubara telah

menghilangkan desa Wonorejo (walhikalsel, 2022).

Sejumlah bukti mengenai kerusakan lingkungan telah muncul,

menunjukkan bahwa perusahaan seringkali kurang memperhatikan isu lingkungan

dan jarang memberikan informasi tentang tanggung jawab sosial mereka terhadap

masyarakat sekitar. Akibatnya, masyarakat mulai menuntut agar perusahaan

bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan

mereka. Oleh karena itu, transparansi informasi mengenai kegiatan perusahaan

menjadi sangat penting, agar semua pihak yang berkepentingan dapat mengetahui

sebenarnya apa yang dilakukan oleh perusahaan serta dampaknya terhadap

lingkungan sekitar. Salah satu cara untuk memberikan informasi ini adalah

melalui laporan keberlanjutan (sustainability report). (Madona & Khafid, 2020).

Perhatian perusahaan terhadap lingkungan serta pengetahuan mengenai

tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar dapat diungkapkan

melalui sustainability report. Laporan ini disajikan secara terpisah dari laporan

tahunan dan berfungsi sebagai alat untuk memenuhi kewajiban perusahaan dalam

melaporkan kinerjanya dalam tiga dimensi, yaitu aspek sosial, ekonomi, dan

lingkungan. Laporan keberlanjutan (sustainability report) berfungsi sebagai alat

untuk memenuhi kewajiban perusahaan dalam melaporkan kinerjanya dalam tiga

4
aspek utama, yaitu aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan (Safitri & Saifudin,

2019).

Perusahaan belum secara kesuluruhan memiliki kesadaran untuk

mengungkapkan laporan berkelanjutan. Adapun faktor yang mempengaruhinya,

seperti menganggap bahwa sustainability report merupakan biaya tambahan. Oleh

karena itu, pemerintah menerbitkan UU No. 40 tahun 2007 yang membahas

tentang perusahaan terbatas atau PT. Dalam undang-undang tersebut mewajibkan

terhadap perusahaan agar melakukan pertanggungjawaban mencakup sosial dan

lingkungan. Selain itu, peraturan tersebut mengubah sifat sustainability report dari

volunteer menjadi mandatory. Dengan demikian, adanya perubahan tersebut

menyebabkan perusahaan mulai menyadari pentingnya laporan berkelanjutan

yang dapat memberikan solusi permasalahan mengenai risiko dan ancaman pada

keberlanjutan perusahaan itu sendiri serta lingkup ekonomi, sosial, dan

lingkungan (Raihan, 2023).

Beberapa penelitian terdahulu Hersanty (2022) dan Said et al. (2019) telah

mencoba menjelaskan dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi

sustainability report. Pengungkapan laporan keberlanjutan (sustainability report)

dipengaruhi oleh dua faktor utama: karakteristik perusahaan dan tata kelola

perusahaan yang baik. Karakteristik perusahaan adalah atribut khusus yang

melekat pada entitas bisnis, dapat dilihat dari berbagai aspek seperti jenis industri,

struktur kepemilikan, likuiditas, profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan.

Faktor-faktor ini berpotensi mempengaruhi sejauh mana laporan keberlanjutan

diungkapkan. Dalam hal ini, profitabilitas dan leverage menjadi indikator

5
kemampuan manajemen dalam menghasilkan keuntungan serta menghadapi risiko

keuangan perusahaan. Faktor-faktor ini dapat menjadi pertimbangan dalam

merancang program-program sosial dan lingkungan melalui laporan

keberlanjutan. Melalui pengungkapan laporan keberlanjutan, perusahaan juga

memainkan peran penting dalam meningkatkan kondisi sekitar dan melestarikan

lingkungan. (Said et al., 2019).

Menurut Hitchner (2017:1282) dalam Liana (2019) Profitabilitas ialah

sebuah rasio yang menilai kemampuan perusahaan dalam menciptakan laba bagi

para pemegang saham. Menurut Hersanty (2022), Semakin tinggi tingkat

keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, maka dianggap memiliki

kemampuan yang lebih besar dalam menjalankan kewajiban-kewajiban

lingkungan dan sosial dengan menerapkan serta mengungkapkan sustainability

report. Karena jika tidak melakukan pelaporan tanggung jawab lingkungan dan

sosial, maka pesaing yang ingin menjatuhkan reputasi perusahaan akan

memanfaatkan isu lingkungan dan sosial. Berkaitan dengan kaitan antara

keuntungan perusahaan dengan evaluasi tanggung jawab sosial, beberapa

penelitian telah mengindikasikan bahwa keuntungan perusahaan dapat

mempengaruhi sejauh mana sustainability report di ungkapkan. Penelitian Liana

(2019) mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara

profitabilitas (ROA) dan tingkat pengungkapan sustainability report. Namun,

hasil berbeda pada penelitian Said et al. (2019) dan Safitri & Saifudin (2019) yang

mengungkapkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara profitabilitas

dan pengungkapan sustainability reporting.

6
Leverage merujuk pada seberapa besar hutang yang dimiliki oleh suatu

perusahaan. Semakin tinggi rasio leverage, semakin rendah kemampuan

perusahaan untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada para kreditor. Dengan

adanya kewajiban yang sulit terpenuhi terhadap kreditor, hal ini dapat berdampak

negatif terhadap pemenuhan kewajiban lainnya, termasuk kewajiban untuk

mengungkapkan sustainability report. (Putri & Surifah, 2022). Dampaknya bisa

merusak citra perusahaan, sehingga perusahaan mungkin akan meningkatkan

pelaporan keberlanjutan untuk mengalihkan perhatian dari masalah keuangan

yang ada, dengan tujuan menjaga persepsi positif perusahaan di kalangan investor.

Berdasarkan penelitian Putri & Surifah (2022) mengungkapkan bahwa leverage

tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report.

Sedangkan dalam penelitian Liana (2019) menunjukkan bahwa leverage

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report.

Ukuran perusahaan merujuk pada skala operasional suatu entitas bisnis,

yang dapat diukur melalui jumlah aset yang dimilikinya. Semakin besar skala

perusahaan, semakin banyak pula investor yang berinvestasi dalam saham

perusahaan tersebut. Ini termasuk kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak

manajemen perusahaan. Bertambahnya kepemilikan saham oleh manajemen bisa

menjadi insentif bagi para manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan,

terutama dalam mencapai laba. (Madona & Khafid, 2020). Ukuran perusahaan

yang semakin besar akan mendorong manajer untuk lebih giat berupaya

meningkatkan reputasi perusahaan, salah satunya melalui peningkatan

keterbukaan dalam laporan keberlanjutan (Raihan, 2023). Penelitian Liana (2019)

7
dan Said et al. (2019) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan tidak

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. Sedangkan

dalam penelitian Kusumawardani (2022) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan

berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report.

Faktor terakhir yang mempengaruhi sustainability report adalah Good

corporate governance. Dalam faktor ini yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

komisaris independen dan komite audit. Komisaris independen merupakan

sumber ketahanan dan kesuksesan sebuah perusahaan yang berfungsi dalam

pengawasan suatu perusahaan (Anwar, 2021). Perusahaan akan mengungkapkan

informasi seluas-luasnya seperti pengungkapan sustainability report, untuk

mendapatkan pengendalian intern yang baik maka diperlukan peranan dewan

komisaris independen dalam mengembangkan dan melaksanakannya. Semakin

besar persentase komisaris independen maka akan meningkatkan kualitas

pengungkapan sustainability report dengan aktivitas pengawasan yang dilakukan

(Liana, 2019). Berdasarkan penelitian Liana (2019) dan Kristianingrum et al.

(2022) menunjukkan bahwa dewan komisaris independen tidak berpengaruh

terhadap pengungkapan sustainability report. Berbanding terbalik dengan

penelitian Graha et al. (2023) yang mengemukakan bahwa terdapat pengaruh

antara komisaris independen terhadap pengungkapan sustainability report.

Komite audit merupakan badan yang terbentuk atas inisiatif dewan

komisaris, yang memiliki tanggung jawab dalam mendukung pelaksanaan tugas

dan peran dewan komisaris (Madona & Khafid, 2020). Perusahaan berupaya

memenuhi harapan pihak yang memiliki kepentingan (stakeholder) melalui

8
penyusunan Laporan Keberlanjutan yang menggambarkan aktivitas sosial dan

dampak terhadap lingkungan. Karena alasan ini, komite audit dibentuk untuk

memberikan bantuan kepada manajemen dalam menghasilkan laporan

keberlanjutan yang menjadi kebutuhan utama pemegang saham untuk

mendapatkan dukungan dan persetujuan dari masyarakat.. Berdasarkan penelitian

Madona & Khafid (2020) mengemukakan bahwa komite audit tidak memiliki

hubungan yang signifikan terhadap pengungkapan sustainability report.

Sedangkan penelitian Safitri & Saifudin (2019) mengungkapkan bahwa komite

audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Setiadi (2022)

yang berjudul pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan

sustainability reporting perusahaan manufaktur di Indonesia. Perbedaan penelitian

ini dengan penelitian sebelumnya adalah penambahan variabel good corporate

governance yaitu komisaris independen dan komite audit. Perbedaan lainnya

adalah objek penelitian dimana sebelumnya menggunakan objek penelitian di

perusahaan manufaktur di Indonesia dan pada penelitian ini objek penelitiannya di

perusahaan subsektor batu bara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Penelitian mengenai tingkat pengungkapan sustainability report ini masih

menarik untuk dilakukan karena pertama, penelitian terkait sustainability report

sangat diperlukan bagi perusahaan bagi perusahaan pertambangan terutama di

subsektor batu bara dan juga dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

pengungkapan sustainability report agar dapat mengurangi dampak lingkungan,

sosial dan tata kelola yang negatif. Kedua, penelitian sebelumnya masih

9
menimbulkan research gap atau kesenjangan penelitian sehingga terdapatnya

hasil yang berbeda-beda dan tidak konsisten. Oleh karena itu, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan

dan Good Corporate Governance terhadap Pengungkapan Sustainability

Report pada perusahaan Sub Sektor Batu Bara yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2019-2021.”

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan

sustainability report pada perusahaan sub sektor batu bara yang

terdaftar di BEI tahun 2019-2021

2. Apakah leverage berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability

report pada perusahaan sub sektor batu bara yang terdaftar di BEI

tahun 2019-2021

3. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan

sustainability report pada perusahaan sub sektor batu bara yang

terdaftar di BEI tahun 2019-2021.

4. Apakah komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan

sustainability report pada perusahaan sub sektor batu bara yang

terdaftar di BEI tahun 2019-2021.

5. Apakah komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan

sustainability report pada perusahaan sub sektor batu bara yang

terdaftar di BEI tahun 2019-2021

10
1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh profitabilitas terhadap

pengungkapan sustainability report pada perusahaan sub sektor batu

bara yang terdaftar di BEI tahun 2019-2021.

2. Untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh leverage terhadap

pengungkapan sustainability report pada perusahaan sub sektor batu

bara yang terdaftar di BEI tahun 2019-2021.

3. Untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh ukuran perusahaan

terhadap pengungkapan sustainability report pada perusahaan sub

sektor batu bara yang terdaftar di BEI tahun 2019-2021.

4. Untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh komisaris independen

terhadap pengungkapan sustainability report pada perusahaan sub

sektor batu bara yang terdaftar di BEI tahun 2019-2021.

5. Untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh komite audit terhadap

pengungkapan sustainability report pada perusahaan sub sektor batu

bara yang terdaftar di BEI tahun 2019-2021.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat dan kontribusi kepada berbagai pihak, antara lain:

1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pemahaman

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman mahasiswa

11
terhadap akuntansi keuangan, serta sebagai langkah dalam mengembangkan

keterampilan berpikir ilmiah dan penerapan pengetahuan yang diperoleh selama

masa studi. Melalui penelitian ini, diharapkan penulis akan memperoleh

pemahaman yang lebih mendalam mengenai pelaporan keberlanjutan yang

dilakukan oleh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

2. Bagi perusahaan

Bagi perusahaan, informasi ini diharapkan menjadi faktor pertimbangan

yang penting mengenai kebutuhan untuk bertanggung jawab dalam aspek

ekonomi, sosial, dan lingkungan melalui sustainability report. Hal ini dianggap

sebagai strategi yang dapat meningkatkan kepercayaan dari pihak-pihak yang

memiliki kepentingan (stakeholder) di Indonesia.

3. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan data yang relevan

bagi peneliti lainnya dan berfungsi sebagai acuan serta perbandingan untuk

memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap sustainability report.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan peneliti dalam menyusun skripsi ini secara

keseluruhan disajikan untuk memudahkan pemahaman isi skripsi dan gambaran

garis besar penelitian. Adapun sistematika penulisan penyusunan laporan

penelitian ini dikelompokkan menjadi beberapa sub bab didalamnya, yaitu

sebagai berikut:

12
BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan alasan penelitian ini menarik untuk

diteliti dan alasan dilakukannya penelitian ini. Bab ini memaparkan

latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan

manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS

Bab ini memuat penjelasan teori-teori yang berkaitan dengan

penelitian serta menjadi dasar pembentukan hipotesis. Dalam bab

ini akan dijelaskan landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka

penelitian serta hipotesis penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode-metode dan variabel yang akan

digunakan dalam penelitian. Dalam bab ini akan dijelaskan tentang

desain penelitian, objek penelitian, devinisi variabel penelitian,

populasi dan sampel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan

data, serta teknik analisa data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum objek

penelitian, pemaparan hasil pengolahan data penelitian sesuai

dengan metode penelitian yang digunakan dan penjelaskan atas

hasil penelitian serta argumentasi logis sesuai topik penelitian.

13
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi simpulan yang menjelaskan ringkasan hasil

penelitian dan menjawab permasalahan penelitian, keterbatasan

penelitian dan saran untuk menyelesaikan permasalahan sesuai

dengan topik penelitian kepada pihak terkait.

14
BAB II

TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Telaah Pustaka

2.1.2 Teori Stakeholder

Teori stakeholder mencerminkan pandangan bahwa perusahaan bukanlah

entitas yang beroperasi semata-mata untuk keuntungannya sendiri, melainkan

memiliki kewajiban untuk memberikan nilai kepada berbagai pihak yang

memiliki kepentingan, seperti pemegang saham, kreditor, konsumen, pemasok,

pemerintah, masyarakat, analis, dan lainnya. Konsep teori stakeholder ini

menjelaskan bagaimana manajemen perusahaan memenuhi dan mengelola

harapan-harapan yang berasal dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan

(Putri & Surifah, 2022).

Teori stakeholder mengasumsikan bahwa pertumbuhan yang cepat dalam

perusahaan dapat mengaitkan masyarakat dengan kegiatan bisnis perusahaan,

sehingga menunjukkan tanggung jawab yang lebih besar dan lebih luas terutama

kepada para investor. Salah satu hal yang dicari oleh para stakeholder adalah

informasi yang berkaitan dengan masa depan perusahaan. Proses pengungkapan

ini bertujuan untuk berkomunikasi dengan stakeholder dan mengharapkan

informasi ini dapat memenuhi harapan mereka serta meningkatkan mutu bisnis

perusahaan. Kepuasan para stakeholder memiliki dampak pada penggunaan

15
sumber daya dan memberikan dukungan yang berguna bagi perusahaan dalam

mencapai tujuannya dengan efektif (Nuraeni & Darsono, 2020).

16
Prinsip dasar dari teori stakeholder menunjukkan bahwa suatu perusahaan

harus memiliki kemampuan memberikan nilai bagi pihak-pihak yang memiliki

kepentingan (stakeholder) karena tanggung jawab sosial perusahaan melampaui

pemilik atau pemegang saham saja. Hal ini juga berlaku untuk para pihak yang

terhubung atau terdampak oleh kehadiran perusahaan. Kontribusi ini dapat

diberikan melalui pelaksanaan program sustainability report. Perusahaan yang

mengimplementasikan pelaporan keberlanjutan akan memperhatikan dampak dari

aktivitasnya terhadap aspek sosial dan lingkungan serta berusaha untuk

memberikan dampak yang positif (Syakirli et al., 2019).

2.1.3 Pengungkapan Sustainability Report

World Business Council for Sustainable Development (2002) dalam

Apriyani & Ritonga (2019) menjelaskan bahwa Laporan berkelanjutan adalah

bentuk laporan yang diakses oleh publik, di mana perusahaan memberikan

gambaran tentang posisi dan aktivitasnya dalam aspek ekonomi, lingkungan, dan

sosial kepada para pihak internal maupun eksternal yang memiliki kepentingan.

Pelaporan keberlanjutan juga dikenal dengan berbagai istilah lain seperti

pelaporan triple bottom line, pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR),

dan lainnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan dalam

POJK Nomor 51/POJK.03/2017 yang menjelaskan bahwa Laporan Keberlanjutan

(Sustainability Report) merupakan laporan yang disampaikan kepada masyarakat

yang mencakup kinerja ekonomi, keuangan, sosial, dan lingkungan dari lembaga

keuangan, emiten, dan perusahaan publik dalam menjalankan bisnis

berkelanjutan.

17
Laporan keberlanjutan (sustainability report) adalah suatu laporan yang

tidak hanya memuat informasi tentang aspek keuangan, melainkan juga

melibatkan pelaporan mengenai aktivitas lingkungan dan tanggung jawab sosial

perusahaan, yang memiliki potensi untuk menghasilkan pertumbuhan yang

berkelanjutan dalam jangka waktu yang lebih lama (Madona & Khafid, 2020).

GRI adalah organisasi internasional yang bertujuan untuk mendorong transparansi

dan pengungkapan aktivitas perusahaan dengan mengembangkan standar dan

panduan sebagai acuan untuk mengkomunikasikan aktivitas keberlanjutan.

Laporan keberlanjutan digunakan sebagai sarana untuk menginformasikan

aktivitas ekonomi, lingkungan, dan dampak dari operasi bisnis yang dijalankan

oleh perusahaan. Laporan keberlanjutan adalah dokumen independen yang bisa

disajikan sendiri atau sebagai bagian dari laporan tahunan perusahaan (Diwanti,

2022).

Standar GRI adalah praktik terdepan global dalam mengungkapkan

dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial secara publik. Laporan keberlanjutan

yang dibentuk dengan mengacu pada standar GRI menyajikan informasi mengenai

kontribusi positif dan negatif terhadap pembangunan berkelanjutan. Prinsip-

prinsip dasar pelaporan menjadi unsur kunci untuk mencapai kualitas tinggi dalam

sustainability report. Karena itu, organisasi diharuskan menerapkan prinsip-

prinsip pelaporan ini agar bisa mengklaim bahwa mereka telah mempersiapkan

informasi yang dilaporkan sesuai dengan Standar GRI. Prinsip pelaporan

memandu organisasi dalam memastikan kualitas dan penyajian yang tepat dari

informasi yang dilaporkan. Informasi berkualitas tinggi memungkinkan pengguna

18
informasi membuat penilaian dan pengambilan keputusan berdasarkan informasi

tentang dampak organisasi dan kontribusi mereka pada pembangunan

berkelanjutan (GRI, 2016).

Global Reporting Initiative (GRI) menetapkan beberapa prinsip pelaporan

berkelanjutan sebagai berikut:

1. Akurasi, organisasi harus melaporkan informasi yang benar dan cukup

terperinci agar dapat dilakukan penilaian dampak organisasi.

2. Keseimbangan, organisasi harus melaporkan informasi dengan cara netral dan

menyediakan gambaran yang seimbang tentang dampak negatif dan positif

organisasi.

3. Kejelasan, organisasi harus menyajikan informasi dengan cara yang dapat

diakses dan dapat dipahami.

4. Keterbandingan, organisasi harus memilih, menyusun, dan melaporkan

informasi secara konsisten agar mereka dapat melakukan analisis mengenai

perubahan dalam dampak organisasi seiring waktu dan analisis dampak ini

yang berkaitan dengan dampak organisasi lain.

5. Kelengkapan, organisasi harus menyediakan informasi yang memadai agar

penilaian dampak organisasi dapat dilakukan selama periode pelaporan.

6. Konteks keberlanjutan, organisasi harus melaporkan informasi tentang

dampak mereka dalam konteks yang lebih luas dari pembangunan

berkelanjutan.

19
7. Ketepatan waktu, organisasi harus melaporkan informasi secara rutin dan

menyediakan informasi tersebut secara tepat waktu bagi pengguna informasi

untuk mengambil keputusan.

Keterverifikasian, organisasi harus mengumpulkan, mencatat,

menyusun, dan menganalisis informasi dengan cara sedemikian

rupa sehingga informasi tersebut dapat diteliti untuk menentukan

kualitasnya.

2.1.4 Karakteristik Perusahaan

Menurut definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakteristik

diartikan sebagai ciri-ciri unik atau sifat-sifat khas yang sesuai dengan identitas

tertentu. Dalam konteks perusahaan, karakteristik perusahaan mengacu pada ciri-

ciri khusus yang secara inheren melekat pada perusahaan,

mengidentifikasikannya, dan membedakannya dari perusahaan lain (Apriyani &

Ritonga, 2019).

Karakteristik perusahaan dapat diamati melalui dimensi ukurannya dan

kinerja keuangannya. Evaluasi kinerja keuangan perusahaan sering memanfaatkan

analisis rasio-rasio keuangan. Penghitungan rasio keuangan yang umum

digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan melibatkan faktor-faktor

seperti profitabilitas, likuiditas, leverage, dan aktivitas perusahaan. Jenis

pengukuran untuk karakteristik perusahaan memakai tingkat rasio profitabilitas,

leverage, dan ukuran perusahaan.

a. Profitabilitas

20
Menurut Suryono (2011) dalam Syakirli et al. (2019) Profitabilitas

merupakan kemampuan perusahaan untuk menciptakan laba yang merupakan

hasil bersih dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh manajemen, baik dalam

mengatur likuiditas, mengelola aset, maupun mengelola utang perusahaan. Jika

tingkat profitabilitas yang dicapai semakin tinggi, hal ini mencerminkan kinerja

keuangan yang positif. Selain itu, hal ini juga menunjukkan efisiensi tinggi dalam

memanfaatkan sumber daya perusahaan. Tingkat profitabilitas yang tinggi

menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dalam

mengkomunikasikan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan

stakeholder, terutama para investor dan kreditor.

Ada banyak faktor yang mendorong perusahaan untuk menerbitkan

laporan berkelanjutan. Salah satu faktor utama yang menarik perhatian para

investor adalah profitabilitas, yang memberikan gambaran tentang kemampuan

perusahaan dalam memperoleh laba. Profitabilitas merupakan komponen penting

dari kinerja keuangan perusahaan dan berfungsi sebagai indikator untuk menilai

keberhasilan manajemen dalam mengelola aset dan menciptakan keuntungan yang

signifikan. Perusahaan yang berhasil mencapai tingkat laba yang besar cenderung

mengungkapkan kegiatan yang berkaitan dengan aspek sosial, lingkungan, dan

ekonomi perusahaan dalam laporan keberlanjutan (Wulandari & Septiani, 2017)

dalam (Setiadi et al., 2023).

Penelitian ini menggunakan Rasio Return on Asset (ROA) untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang diperoleh dengan

melakukan pengelolaan terhadap aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dengan

21
melihat ROA perusahaan, dapat dilakukan penilaian sejauh mana perusahaan

tersebut secara efisien dalam menggunakan aktiva dalam kegiatan operasional

perusahaan.

b. Leverage

Kasmir (2018) dalam Setiadi et al. (2023) mengungkapkan bahwa rasio

leverage digunakan untuk mengukur sejauh mana aset perusahaan didukung oleh

utang. Dengan cara yang lebih umum, rasio leverage dipergunakan untuk

mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban baik jangka

pendek maupun jangka panjangnya dalam situasi likuidasi.

Leverage merupakan rasio yang memperlihatkan berapa jumlah aset

perusahaan yang didanai oleh utangnya dengan membandingkan total utang

dengan total aset. Dengan demikian, semakin tinggi rasio leverage akan

mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki risiko yang lebih tinggi dalam

membayar utangnya. Situasi ini dapat mengakibatkan penurunan reputasi

perusahaan, yang kemudian mendorong perusahaan untuk meningkatkan

pengungkapan dalam laporan keberlanjutan sebagai upaya untuk mengatasi

kelemahannya dan mempertahankan citra positif perusahaan (Thomas et al., 2020)

dalam (Setiadi, 2022).

Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio.

Rasio ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara jumlah hutang dengan

22
ekuitas. Rasio ini juga menjelaskan bagaimana kualitas memanfaatkan hutang

dalam struktur permodalan industri yang dapat membagikan kualitas pemulihan

yang lebih besar dan menerangkan efek ketika menanam modal dalam suatu

industri (Abdillah, 2022).

c. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah faktor independen yang sering digunakan untuk

mengklarifikasi variasi dalam tingkat pengungkapan di laporan keuangan

perusahaan. Walau begitu, pada dasarnya semua penelitian mengindikasikan

adanya kaitan antara ukuran perusahaan dan skala pengungkapan yang dilakukan

oleh perusahaan (Diwanti, 2022). Ukuran perusahaan dapat didefinisikan sebagai

gambaran dari total aset yang dimiliki oleh perusahaan, di mana semakin besar

jumlah total asetnya, perusahaan tersebut dapat dianggap sebagai perusahaan

dengan skala besar (Sari & Wahidahwati, 2021) dalam (Kusumawardani, 2022).

Ukuran perusahaan mencerminkan dimensi besar-kecilnya suatu entitas

bisnis, yang bisa diamati melalui total nilai aset yang dimilikinya. Semakin besar

ukuran perusahaan, secara wajar, akan menarik lebih banyak investor yang

berpartisipasi dalam kepemilikan saham perusahaan tersebut. Salah satu aspek

penting adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen, yang cenderung

bertambah seiring dengan besarnya perusahaan. Pertumbuhan kepemilikan saham

oleh manajemen mendorong para manajer untuk meningkatkan kinerja

perusahaan, dengan fokus pada laba yang dihasilkan. Hasil laba perusahaan juga

memiliki dampak pada pembagian deviden kepada pemegang saham, yang sering

23
kali termasuk para manajer. Tambahan bonus bisa diberikan kepada manajer

ketika laba perusahaan tumbuh. Hal ini mendorong manajemen untuk lebih

memperhatikan keberlanjutan jangka panjang perusahaan, salah satunya dengan

mengungkapkan laporan keberlanjutan (sustainability report) untuk mendapatkan

pengakuan dari masyarakat bahwa perusahaan tersebut telah menjalankan

tanggung jawab sosialnya (Madona & Khafid, 2020).

2.1.5 Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu strategi yang

diterapkan oleh perusahaan atau lembaga keuangan untuk mencapai kinerja

atau hasil yang optimis dan berguna juga untuk menjadi ukuran tentang

kerjasama antara semua struktur kerja dalam perusahaan atau lembaga

keuangan sudah bekerja dengan baik (Zebua et al., 2022).

Istilah tata kelola perusahaan (corporate governance) pertama kali

diperkenalkan oleh Komite Cadbury dari Inggris pada tahun 1992, yang

menggunakannya dalam laporan yang lebih dikenal sebagai Laporan Cadbury

(Agoes & Ardana, 2014). Cadbury memberikan definisi mengenai Tata Kelola

Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) sebagai:

Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,


pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan,
serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain
suaru sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Pada peraturan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan

Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu POJK Nomor 21/POJK.04/2015 pasal 1 dan 2

mengenai implementasi pedoman tata kelola perusahaan terbuka menyatakan

24
bahwa:, “perusahaan terbuka wajib menerapkan pedoman tata kelola perusahaan

yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan guna mendorong penerapan praktik

tata kelola sesuai dengan praktik internasional yang patut diteladani”. Dan dalam

pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa: “pedoman tata kelola perusahaan terbuka

memuat aspek, prinsip dan rekomendasi tata kelola perusahaan yang baik”.

Terdapat peraturan hukum lain yang juga mengatur mengenai program tata kelola

perusahaan terbuka, namun ada perbedaan dengan ketentuan POJK 21/2015

dimana ketentuan-ketentuan yang berlaku lebih ketat dalam POJK tersebut

(Anwar, 2021).

Organization for Economic Corporate and Development (OECD)

mengungkapkan beberapa prinsip GCG dalam Agoes & Ardana (2014), antara

lain: “perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness), transparan

(transparancy), akuntanbilitas (accountability), dan responsibilitas

(responsibility)”. Good corporate governance memiliki organ khusus dalam

penerapannya yaitu: komisaris independen, direktur independen, komite audit,

dan sekretaris Perusahaan (corporate Secretary). Pada praktik Tata Kelola

Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance), digunakan komisaris

independen dan komite audit untuk memengaruhi pengungkapan sustainability

report.

a. Komisaris Independen

Komisaris independen adalah elemen penting dalam pelaksanaan tata

kelola perusahaan. Kehadiran komisaris sebagai entitas pengawas memiliki

25
implikasi dalam hal biaya pengawasan. Para pemegang saham mengelola agar

biaya agen dan pengawasan dapat diatur seminimal mungkin, dengan menaikkan

biaya pengawasan dan mengurangi biaya agen sehingga menciptakan biaya yang

efisien bagi keduanya. Biaya-biaya tersebut dialokasikan oleh pihak utama untuk

mencapai tata kelola perusahaan yang optimal dan untuk meningkatkan kualitas

informasi dalam laporan keberlanjutan (Nuraeni & Darsono, 2020).

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang beroperasi di

luar perusahaan atau dipilih oleh pihak independen berdasarkan keputusan Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS) dari individu yang tidak memiliki keterkaitan

dengan pemegang saham mayoritas, anggota manajemen, atau anggota dewan

komisaris yang lain (Kristianingrum et al., 2022).

b. Komite Audit

Komite audit merupakan elemen penting dalam penerapan prinsip-prinsip

Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance). Komite audit

dibentuk oleh dewan komisaris untuk membantu dalam pelaksanaan tugas dan

fungsinya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan OJK No. 55/2015

dalam (Kartini et al., 2022). Komite Audit merupakan komite yang dibentuk oleh

Dewan Komisaris dengan peran dan tanggung jawab untuk mendukung dewan

dalam memastikan efektivitas auditor eksternal dan internal, serta meningkatkan

kemandirian auditor (Wulandari & Nurmala, 2019) dalam (Kristianingrum et al.,

2022).

26
Tugas dan tanggung jawab Komite Audit diorganisir dalam tiga kelompok,

yakni pelaporan keuangan, tata kelola perusahaan, dan manajemen risiko dan

kontrol. Dalam ranah tata kelola perusahaan, Komite Audit diharapkan dapat

memverifikasi bahwa perusahaan telah mematuhi peraturan hukum dan ketentuan

lain yang berlaku, sambil memastikan pelaksanaan etika dan moral dalam semua

aspek kegiatan perusahaan. Kinerja yang baik dari Komite Audit dalam membantu

Dewan Komisaris merupakan hal terpenting dalam memastikan implementasi

GCG berjalan dengan baik, sehingga kecurangan atau keterpurukan bisnis dapat

dihindari (Leksono & Butar, 2018).

2.2 Penelitian Terdahulu

Adapun hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan

topik yang relevan dengan penelitian ini tertera dalam Tabel 2.2.

Penulis
Metode
No dan Judul Hasil Perbedaan
penelitian
tahun
1 Zebua et Pengaruh Analisis 1. Karakteristik 1. Menggunak
al. (2022) karakteristik regresi perusahaan an objek
perusahaan, logistik secara parsial penelitian
Good berpengaruh perusahaan
Corporate signifikan sub sektor
Governance terhadap batu bara di
, dan pengungkapa BEI tahun
Stakeholder n 2019-2022.
engangeme sustainabilit 2. Menggunak
nt terhadap y report an metode
pengungkap 2. Good analisis
an Corporate linier
sustainabili Governance berganda.
ty report secara parsial
(studi berpengaruh
empiris namun tidak
perusahaan signifikan
manufaktur terhadap

27
yang pengungkapa
terdaftar di n
bursa efek sustainabilit
indonesia y report .
tahun 2013- 3. Stakeholder
2018) Engangemen
t secara
parsial
berpengaruh
namun tidak
signifikan
terhadap
pengungkapa
n
sustainabilit
y report .
4. Karakteristik
perusahaan,
good
corporate
governance
dan
stakeholder
engangement
berpengaruh
secara
simultan
terhadap
pengungkapa
n
sustainabilit
y report.
2 Putri & Pengaruh Regresi 1. Debt to Asset Penambahan
Surifah Leverage linier Ratio variabel
(2022) Dan Good berganda berpengaruh independen
Corporate negatif yaitu:
Governance terhadap profitabilitas
Terhadap pengungkapa dan ukuran
Pengungkap n perusahaan
an sustainabilit
Sustainabili y report.
ty Report 2. Debt to
Equity Ratio
dan dewan
komisaris,
serta ukuran

28
perusahaan
tidak
berpengaruh
terhadap
pengungkapa
n
sustainabilit
y report.
3. sedangkan
proporsi
dewan
komisaris
independen
dan jumlah
komite audit
berpengaruh
positif
terhadap
pengungkapa
n
sustainabilit
y report.
3 Ardiani et Pengaruh Regresi Hasil penelitian Mengganti
al. (2022) Mekanisme linier menunjukkan dewan direksi
Good berganda bahwa dengan
Corporate mekanisme penambahan
Governance good corporate variabel
Terhadap governance independen
Pengungkap yang meliputi yaitu:
an komite audit profitabilitas,
Sustainabili berpengaruh leverage dan
ty Report positif terhadap ukuran
Pada pengungkapan perusahaan.
Perusahaan sustainability
Yang report,
Terdaftar Di sedangkan
Bursa Efek dewan direksi
Indonesia yang diwakili
oleh ukuran
dewan direksi
berpengaruh
negatif terhadap
pengungkapan
sustainability
report.
Mekanisme

29
good corporate
governance
yang meliputi
komisaris
independen,
kepemilikan
manajerial, dan
dewan direksi
yang diwakili
oleh representasi
direksi wanita
tidak
berpengaruh
terhadap
pengungkapan
sustainability
report.
4 Kristianin Pengaruh Analisis Penelitian ini 1. Mengganti
grum et Mekanisme regresi menunjukkan variabel
al. (2022) Good logistik bahwa likuiditas
Corporate profitabilitas dengan
Governance dan likuiditas penambaha
, Kinerja berpengaruh n leverage
Keuangan, terhadap nilai dan ukuran
dan Struktur perusahaan, perusahaan
Modal sedangkan pada
terhadap komisaris variabel
Pengungkap independen, independen.
an komite audit dan 2. Menggunak
Sustainabili leverage tidak an metode
ty Report berpengaruh analisi
terhadap linier
pengungkapan berganda.
laporan
keberlanjutan.
5 Said et al. Pengaruh Analisis 1. Profitabilitas Penambahan
(2019) Karakteristi linier tidak komisaris
k berganda berpengaruh independen
Perusahaan signifikan pada variabel
dan terhadap independen.
Governance pengungkapa
Committee n
terhadap sustainabilit
Tingkat y reporting
Pengungkap dengan nilai
an signifikansi

30
Sustainabili 0,426 > 0,05
ty 2. Leverage
Reporting berpengaruh
(Studi signifikan
Empiris terhadap
pada tingkat
Perusahaan pengungkapa
yang n
Terdaftar di sustainabilit
Bursa Efek y reporting
Indonesia dengan nilai
Tahun signifikansi
2013-2016) 0,043 < 0,05
3. Ukuran
perusahaan
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
pengungkapa
n
sustainabilit
y reporting
dengan nilai
signifikansi
0,462 > 0,05
4. Governance
committee
berpengaruh
signifikan
terhadap
pengungkapa
n
sustainabilit
y reporting
dengan nilai
signifikansi
0,026 < 0,05
6 Liana Pengaruh Analisis Hasil penelitian Penambahan
(2019) Profitabilita regresi ini menunjukkan komite audit
s, Leverage, linier bahwa pada variabel
Ukuran berganda, profitabilitas independen.
Perusahaan korelasi, dan leverage
, dan koefisien berpengaruh
Dewan determinas signifikan
Komisaris i, uji T, terhadap

31
Independen dan uji F pengungkapan
terhadap laporan
Pengungkap keberlanjutan,
an namun untuk
Sustainabili ukuran
ty Report perusahaan dan
dewan komisaris
independen
tidak
mempengaruhi
pengungkapan
laporan
keberlanjutan.
7 Dewi & Pengaruh Regresi komite audit, Menganti
Pitriasari Good linier komisaris variabel
2019) Corporate berganda independen, kepemilikan
Governance kepemilikan institusional
Dan Ukuran institusional dan dengan
Perusahaan ukuran menambahkan
Terhadap perusahaan profitabilitas
Pengungkap berpengaruh dan leverage
an tidak signifikan pada variabel
Sustainabili terhadap independen.
ty Report pengungkapan
(Studi pada sustainability
Perusahaan report.
yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
periode
2014 –
2016)
Sumber: Data Olahan 2022
2.3 Model Penelitian

Gambaran model penelitian teoritis pada penelitian ini akan tampak pada

gambar 2.1 berikut ini:

32
Gambar 2.1
Model Penelitian

Profitabilitas ( X 1 ¿

Leverage ( X 2 ¿

H
Ukuran Perusahaan (
X3 ¿ Pengungkapan
Sustainability Report
Komisaris Independen ( (Y)
X4¿

Komite Audit ( X 5 ¿

Sumber: Data Olahan (2022)

2.4 Hipotesis

H1 Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan

sustainability report

H2 Leverage berengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability

report

33
H3 Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan

sustainability report

H4 Komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan

sustainability report

H5 Komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan

sustainability report

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yakni penelitian ilmiah

yang sistematis terhadap komponen-komponen, fenomena, serta interaksinya.

Tujuan dari pendekatan kuantitatif adalah untuk mengembangkan serta

menerapkan model matematika, teori, atau hipotesis yang terkait dengan

fenomena alami. Penelitian ini menampilkan tingkat sistematika, perencanaan

yang terstruktur, dan kejelasan dari tahap awal hingga akhir tanpa adanya

pengaruh situasi di lapangan. Lebih khusus lagi, penelitian kuantitatif diartikan

sebagai metode penelitian yang sangat menggunakan data berangka, meliputi

pengumpulan, analisis, dan representasi datanya (Siyoto & Sodik, 2015) dalam

(Hardani et al., 2020).

Desain penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah penelitian

kausal. Penelitian kausal bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan sebab dan

akibat antara variabel independen (sebagai penyebab) dan variabel dependen

(sebagai hasil) menurut (Sazali, 2020) dalam (Abdillah, 2022). Maka, desain

34
penelitian ini diterapkan untuk menguji apakah terdapat pengaruh dari

profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan, komisaris independen, dan komite

audit terhadap pengungkapan laporan keberlanjutan pada perusahaan di subsektor

batu bara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

35
3.2 Objek Penelitian

Perusahaan yang dipilih dalam penelitian ini adalah perusahaan sub sektor

batu bara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2019-2021 yang

dapat diakses melalui website resmi www.idx.co.id. Perusahaan subsektor batu

bara adalah perusahaan yang aktivitas industrinya sangat berdampak pada

lingkungan sekitar. Dampak aktivitas industri batu bara berupa pencemaran

lingkungan, penurunan kualitas udara dan beberapa dampak lain yang bisa

menyebabkan masalah kesehatan. Maka dari itu, pengungkapan sustainability

report sangat dibutuhkan untuk melihat tanggungjawab yang dilakukan oleh

perusahaan terhadap lingkungan sekitar.

3.3 Definisi Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel independen (X)

dan Variabel dependen (Y). Adapun variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:

3.3.1 Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan laporan

keberlanjutan (sustainability report). Untuk mengukur variabel ini, digunakan

Sustainability Report Disclosure Index (SRDI). Penghitungan SRDI dilakukan

dengan memberikan tanda cek kepada perusahaan yang mengungkapkan

indikator-indikator dalam Sustainability Report Disclosure Index (SRDI). Jika

perusahaan mengungkapkan suatu item, akan diberikan nilai 1, dan jika tidak

mengungkapkan, maka akan diberikan nilai 0. Perhitungan indeks pengungkapan

36
Sustainability Report Disclosure Index (SRDI) menurut Afifah et al., (2022)

menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
SRDI/SR = Sustainability Report Disclosure Index perusahaan
n = Jumlah item yang diungkapkan
k = Jumlah item yang diharapkan

3.3.2 Variabel Independen (X)

Variabel independen dalam penelitian ini meliputi profitabilitas (X1),

leverage (X2), ukuran perusahaan (X3), komisaris independen (X4), dan komite

audit (X5). Definisi operasional dari setiap variabel independen dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Profitabilitas (X1)

Perhitungan ROA menurut Pulungan et al., (2022) yaitu:

Laba bersih
ROA=
Total aset

b. Leverage (X2)

Adapun rumus DER sebagai berikut:

Total Hutang
DER=
Modal sendiri

37
c. Ukuran Perusahaan (X3)

Adapun rumus ukuran perusahaan sebagai berikut:

SIZE = Ln Total aset

d. Komisaris Independen (X4)

Komisaris independen diukur dengan membagikan seluruh jumlah

komisaris independen dengan jumlah jumlah dewan komisaris, yang dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Jumlah komisaris independen


Komisarisindependen=
Jumlah dewankomisaris

e. Komite Audit (X5)

Dalam PJOK No 55/PJOK.04/2015 mengungkapkan bahwa “komite audit

paling sedikit terdiri dari 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari komisaris

independen dan pihak luar emiten atau perusahaan publik”. Oleh karena itu,

komite audit dapat dirumuskan sebagai berikut:

Komite Audit = Jumlah anggota komite audit

38
3.4 Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan

subsektor batu bara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2019-2021

sebanyak 26 perusahaan.

2. Sampel

Teknik pengumpulan sampel menggunakan teknik purposive sampling.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor

pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan kriteria sebagai

berikut:

a. Perusahaan sub sektor batu bara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

dari tahun 2019-2021

b. Perusahaan sub sektor batu bara yang mempublikasikan annual report

secara berturut-turut dari tahun 2019-2021

Tabel 3.1
Jumlah Sampel Perusahaan Sub Sektor Batu Bara Tahun 2019-2021

Jumlah
No Keterangan
perusahaan
1 Jumlah perusahaan subsektor batu bara yang terdaftar di 26
BEI tahun 2019-2021
2 Jumlah perusahaan sub sektor batu bara yang tidak (3)
memenuhi kriteria sampel penelitian selama tahun 2019-
2021
Jumlah sample yang digunakan dalam penelitian 23
Sumber : Data olahan (2022)

39
Berdasarkan ketetapan dan pemilihan kriteria dalam penentuan sampel

penelitian, terdapat 23 perusahaan sub sektor batu bara yang dapat dijadikan

sampel dalam penelitian dengan periode pengamatan selama 3 tahun, sehingga

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 69 data. Berikut daftar

perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini:

Tabel 3.2
Daftar Sampel Perusahaan

No Kode perusahaan Nama perusahaan


1 ADRO PT Adro Energy Tbk
2 AIMS PT Akbar Indo Makmur Stimec Tbk
3 ARII PT Atlas Resources Tbk
4 BOSS PT Borneo Olah Sarana Sukses Tbk
5 BRMS PT Bumi Resources Mineral Tbk
6 BUMI PT Bumi Resources Tbk
7 BYAN PT Bayan Resources Tbk
8 DEWA PT Darma Henwa Tbk
9 DOID PT Delta Dunia Makmur Tbk
10 DSSA PT Dian Swastatika Sentosa Tbk
11 FIRE PT Alfa Energi Investama Tbk
12 GEMS PT Golden Energi Mines Tbk
13 HRUM PT Harum Energy Tbk
14 INDY PT Indika Energy Tbk
15 ITMG PT Indo Tambangraya Megah Tbk
16 KKGI PT Resources Alam Indonesia Tbk
17 MBAP PT Mitrabara Adiperdana Tbk
18 MYOH PT Samindo Resources Tbk
19 PTBA PT Bukit Asam Tbk
20 PTRO PT Petrosa Tbk
21 SMMT PT Golden Eagle Energy Tbk
22 SMRU PT SMR Utama Tbk
23 TOBA PT Toba Bara Sejahtera Tbk
Sumber : www.idx.co.id

40
3.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

berupa laporan tahunan (annual report) perusahaan sub sektor batu bara yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2019-2021. Data tersebut diakses melalui

situs resmi perusahaan dan situs resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

dokumentasi, yang dimana peneliti mengumpulkan dokumen yang diperlukan

dalam penelitian seperti dokumen laporan tahunan (annual report) dan

sustainability report perusahaan pada tahun 2019-2021.

3.7 Teknik Analisis Data

3.7.1 Analisis Statiktik Deskriptif

Analisis deskriptif statistik adalah metode statistik yang diterapkan untuk

menganalisis data dengan tujuan menggambarkan karakteristik dan sifat data yang

telah terkumpul tanpa niat untuk membuat generalisasi atau kesimpulan yang

berlaku secara umum. Jenis analisis ini terbatas pada penjabaran data dasar dalam

bentuk deskripsi semata, tidak bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara

data, menguji hipotesis, meramalkan, atau menyimpulkan (Radjab & Jam’an,

2017).

3.7.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk meramalkan variabel dependen (Y) dan

menilai apakah model persamaan regresi dapat digunakan sebagai dasar estimasi

41
yang akurat dan tidak bias. Uji ini terutama penting untuk penelitian yang

memanfaatkan sejumlah besar data, di mana pengujian asumsi klasik perlu

dilakukan untuk memastikan kesesuaian model persamaan regresi. Langkah-

langkah dalam pengujian asumsi klasik melibatkan: Uji Normalitas, Uji

Autokorelasi, Uji Multikolinieritas, dan Uji Heteroskedastisitas (Utama, 2016).

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilaksanakan untuk mengevaluasi apakah variabel residu

dalam model regresi memiliki distribusi yang normal. Terdapat dua metode dalam

uji normalitas untuk menilai apakah residu memiliki distribusi normal atau tidak.

Pendekatan pertama melibatkan analisis visual dan uji statistik. Secara spesifik,

pendekatan ini melibatkan analisis histogram dan grafik normal probability plot.

Pendekatan kedua dilakukan melalui uji Kolmogorov-Smirnov Z (Uji K-S 1-

Sampel) untuk mengukur sejauh mana distribusi residu mengikuti distribusi

normal (Utama, 2016).

Jika menggunakan analisis grafik normal probability plot sebagai dasar untuk

pengambilan keputusan, maka:

a. Jika titik-titik tersebar sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal, hal ini menunjukkan bahwa model regresi memiliki distribusi

normal.

b. Namun, jika titik-titik tersebar jauh dari garis diagonal atau tidak

mengikuti arah garis diagonal, hal ini mengindikasikan bahwa model

regresi tidak mengikuti distribusi normal..

42
Jika menerapkan uji statistik Kolmogorov-Smirnov Z (Uji K-S 1-Sampel),

maka dasar untuk mengambil keputusan adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05, maka hipotesis

nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Ini

menandakan bahwa data residu tidak memiliki distribusi normal.

b. Sebaliknya, jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari 0,05, maka

Ho diterima sementara Ha ditolak. Ini mengindikasikan bahwa data

residu memiliki distribusi normal.

2. Uji Multikolinearitas

Pengujian multikolinearitas dilaksanakan untuk mengevaluasi adanya korelasi

antara variabel-variabel independen dalam model regresi. Suatu model regresi

dianggap valid ketika tidak ada korelasi yang signifikan antara variabel

independen. Keberadaan multikolinearitas dalam model regresi dapat dikenali

dengan memperhitungkan nilai tolerance dan sebaliknya, VIF (variance inflation

factor), yang keduanya merujuk kepada tingkat ketergantungan antara variabel-

variabel independen. Nilai tolerance mengukur sejauh mana variasi variabel

independen tertentu yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lain, dan VIF

mengindikasikan tingkat peningkatan variabilitas akibat adanya multikolinearitas.

Hubungan antara keduanya dapat dijelaskan dengan VIF = 1/Tolerance.

Pendekatan yang umum untuk mengenali adanya multikolinearitas adalah jika

nilai Tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, ini menandakan ketiadaan

multikolinearitas (Utama, 2016).

43
3. Uji autokorelasi

Pentingnya menjalankan analisis regresi dengan data yang tidak

terpengaruh oleh asumsi autokorelasi sangatlah signifikan. Data yang bebas dari

asumsi autokorelasi adalah data yang tidak menunjukkan adanya kesalahan residu

pada periode sebelumnya, khususnya periode t-1. Pengujian Durbin-Watson

digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi apakah ada autokorelasi dalam

penelitian ini. Ketika data tidak mengandung autokorelasi, ada suatu evaluasi

dasar yang didasarkan pada nilai hasil Durbin-Watson yang berkisar antara -2

hingga +2.

Autokolerasi ditentukan berdasarkan nilai berikut:

1. Angka d dibawah -2 berarti ada autokolerasi

2. Angka d diantara -2 dan +2 berarti tidak ada autokolerasi

3. Angka d diatas +2 berarti ada autokolerasi negatif

4. Uji Heteroskedastisitas

Pengujian Heteroskedastisitas dilakukan untuk mengevaluasi apakah

dalam suatu model regresi terdapat variasi yang tidak konstan dari residu antara

satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Heteroskedastisitas terjadi bila nilai

varians residu berbeda-beda antara pengamatan-pengamatan tersebut. Pada model

regresi yang ideal, tidak akan terdapat heteroskedastisitas melainkan

homoskedastisitas, di mana varians residual tetap konstan.

Jika variasi dari residual antar pengamatan tetap, maka data dikatakan

memiliki homoskedastisitas; sebaliknya, jika variasinya berbeda-beda, maka data

44
memiliki heteroskedastisitas. Dalam model regresi yang dianggap baik,

homoskedastisitas menjadi hal yang diinginkan. Uji Scatterplot digunakan untuk

mengevaluasi adanya heteroskedastisitas. Apabila pola penyebaran titik-titik

dalam scatterplot menunjukkan distribusi acak, maka dapat disimpulkan bahwa

tidak ada heteroskedastisitas. Prinsip dasar dalam mengambil kesimpulan adalah:

a. Jika terdapat pola yang jelas dalam penyebaran titik-titik, seperti pola

gelombang atau perubahan lebar, maka ada heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas dan titik-titik tersebar di atas dan di

bawah garis referensi pada sumbu Y, maka tidak terdapat

heteroskedastisitas.

3.7.3 Analisis Regresi Berganda

Metode analisis regresi berganda diterapkan pada model yang diajukan

oleh peneliti dengan memanfaatkan perangkat lunak SPSS. Tujuan dari analisis ini

adalah untuk mengevaluasi hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen. Khususnya, penelitian ini mencoba memahami hubungan antara

karakteristik perusahaan dan penerapan prinsip Good Corporate Governance

terhadap pengungkapan sustainability report perusahaan. Rumusan hubungan

antara variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e

Keterangan:
Y = indeks GRI pengungkapan sustainability report

45
a = konstanta
b = koefisien Regresi
X1 = profitabilitas
X2 = leverage
X3 = ukuran perusahaan
X4 = Komisaris independen
X5 = komite audit
e = error term

1. Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur sejauh mana

variasi dalam variabel independen dapat menjelaskan variasi dalam variabel

dependen. Koefisien determinasi memiliki rentang nilai antara nol dan satu. Jika

nilai R2 lebih rendah, maka artinya kemampuan variabel independen dalam

menjelaskan variasi variabel dependen terbatas. Sebaliknya, jika nilai R2

mendekati satu, ini menunjukkan bahwa variabel independen memiliki

kemampuan yang tinggi dalam menjelaskan sebagian besar variasi yang ada

dalam variabel dependen.

2. Uji Parsial (uji t)

Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji t. Uji t digunakan dalam penelitian

ini untuk menilai signifikansi koefisien variabel independen dalam memprediksi

variabel dependen. Uji ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana satu variabel

independen secara individual dapat menjelaskan variasi dalam variabel dependen.

46
Dalam penelitian ini, tingkat signifikansi yang digunakan adalah 0,05 (α=5%).

Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai signifikansi (sig) ≤ 0,05, maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan

hipotesis alternatif (Ha) diterima, menunjukkan bahwa variabel

independen memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

b. Jika nilai signifikansi (sig) > 0,05, maka hipotesis nol (Ho) diterima dan

hipotesis alternatif (Ha) ditolak, menunjukkan bahwa variabel independen

tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

3. Uji Simultan (Uji F)

Dasar pengambilan keputusan dalam uji F yaitu berdasarkan nilai signifikansi

dari output Anova :

a. Jika nilai sig. < 0,05, maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis

alternatif (Ha) diterima, menunjukkan bahwa variabel independen

memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Jika nilai signifikansi (sig) > 0,05, maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis

alternatif (Ha) ditolak, menunjukkan bahwa variabel independen tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap variabel dependen

47
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia (BEI)

Pada umumnya, Bursa Efek merupakan lokasi di mana sekuritas

diperjualbelikan, atau dapat diartikan sebagai tempat yang menyediakan fasilitas

dan sistem untuk menjalankan transaksi. Sesuai dengan definisi KBBI, Bursa Efek

merujuk pada pusat perdagangan surat-surat berharga dari perusahaan yang

terdaftar. Dengan keberadaan Bursa Efek, para pelaku pasar (baik penjual maupun

pembeli) dapat melakukan transaksi dalam jual-beli saham atau instrumen

investasi lainnya dengan tingkat risiko yang rendah.

Bursa Efek Indonesia sudah berdiri sejak masa penjajahan Belanda pada

abad ke-19, ketika Indonesia masih dikenal sebagai Hindia Belanda. Pada saat itu,

Hindia Belanda fokus mengembangkan sektor perkebunan dengan skala besar.

Pendanaan untuk mengembangkan perkebunan didapatkan dari orang Eropa dan

perusahaan asing melalui transaksi saham. Penggunaan saham dalam transaksi

pertama kali tercatat pada tahun 1892. Kemudian, setelah persiapan yang teliti,

pasar modal pertama di Indonesia (saat itu masih Hindia Belanda) resmi didirikan

pada tanggal 14 Desember 1912. Pasar modal ini berlokasi di Batavia (Jakarta)

dan diberi nama Vereniging voor de Effectenhandel. Pasar modal tersebut

langsung memulai kegiatan perdagangannya.

48
49

Setelah setengah abad berlalu sejak pendirian Bursa Efek di Batavia pada

tahun 1912, inisiasi pendirian Bursa Efek tersebut berkaitan dengan penerapan

kebijakan "Politik Etis" oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1901. Pemerintah

Belanda memiliki keyakinan dan kepercayaan yang kuat terhadap kebijakan ini,

karena pembangunan berjalan dengan baik dan mayoritas investor berasal dari

Eropa dengan pendapatan di atas rata-rata. Namun, perkembangan tersebut

terhenti oleh munculnya Perang Dunia I pada tahun 1914-1918, yang

mengakibatkan aktivitas perdagangan di Bursa Efek terhenti. Pada tahun 1925,

Bursa Efek dibuka kembali dengan pendirian dua bursa, yaitu Bursa Efek

Surabaya dan Bursa Efek Semarang. Sayangnya, periode ini tidak berlangsung

lama karena terjadi Resesi Ekonomi dan kemudian Perang Dunia II pada tahun

1929. Kemudian, Bursa Efek Jakarta juga didirikan pada tahun 1940.

Pada tanggal 3 Juni 1952, Presiden pertama Indonesia, Soekarno,

mengumumkan pembukaan kembali Bursa Efek Jakarta. Namun, upaya ini

kemudian tidak berjalan aktif akibat pelaksanaan program nasionalisasi

perusahaan Eropa, terutama Belanda, yang berlangsung antara tahun 1956 hingga

1977. Pada saat tersebut, Bursa Efek kembali dibuka untuk melayani perdagangan

obligasi pemerintah yang telah diterbitkan pada tahun sebelumnya.

Pengelolaan Bursa kemudian dialihkan kepada Serikat Pekerja Mata Uang

yang terdiri dari tiga bank besar dan Bank Indonesia. Walaupun pada awalnya

surat berharga yang diperdagangkan melalui Bursa adalah obligasi perusahaan

Belanda dan obligasi pemerintah Indonesia yang diterbitkan melalui Bank

Pembangunan Indonesia, namun pertumbuhan Bursa Efek terus berjalan positif.


50

Peningkatan penjualan obligasi terjadi pada tahun 1954, 1955, dan 1958,

dimediasi oleh industri perbankan, khususnya Bank Negara. Hal ini

mengakibatkan timbulnya perselisihan terkait kekuasaan atas Irian Barat antara

Pemerintah Indonesia dan Belanda. Perselisihan ini menyebabkan seluruh bisnis

Belanda dinasionalisasi melalui Undang-Undang No. 86 Tahun 1958. Akibat

konflik tersebut, sekuritas yang berasal dari Belanda tidak lagi diperdagangkan di

Bursa Efek Jakarta.

Selama era Orde Baru, investasi di Indonesia mengalami perkembangan

yang pesat. Pada tahun 1966, investasi mulai mengalir dari luar negeri dan

beberapa investasi lokal juga mulai bermunculan. Peranan investasi menjadi

sangat penting dalam memajukan ekonomi Indonesia. Saat itu, individu yang

terlibat dalam kegiatan investasi dikenal sebagai investor. Di bawah pemerintahan

Orde Baru, perkembangan investasi mengalami peningkatan yang signifikan

karena adanya injeksi modal baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri.

Pada tahun 1977, Pemerintah Indonesia memulai kembali upaya

pengaturan modal. Bursa Efek Jakarta (BEJ) dioperasikan di bawah pengawasan

Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM). Revitalisasi pasar modal ini ditandai

oleh kehadiran perusahaan yang menjadi emiten pertama dalam penawaran

umum, yaitu PT Semen Cibinong. Selama periode Orde Baru, perkembangan

pasar modal tercatat dalam tiga fase: fase konsolidasi (long sleep), fase

pergerakan aktif (long wakefulness), dan fase otomatisasi (automation). Pada 30

November 2007, Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya digabungkan

menjadi satu dan diberi nama Bursa Efek Indonesia (Indonesian Stock Exchange),
51

disingkat sebagai BEI atau IDX. Bursa ini memiliki pusat operasi di Jakarta dan

juga memiliki cabang di beberapa kota lainnya.

4.1.2 Visi dan Misi Bursa Efek Indonesia

a. Visi

"Menjadi Bursa yang Berdaya Saing dengan Reputasi Internasional yang Kuat"

b. Misi

1. Memperkuat struktur Bursa Efek agar lebih mudah dijangkau dan

mendukung aktivitas investasi jangka panjang bagi berbagai industri dan

perusahaan dengan berbagai skala.

2. Meningkatkan citra positif Bursa Efek Indonesia dengan memberikan

layanan berkualitas dan konsisten kepada semua pihak yang memiliki

kepentingan dalam perusahaan.

4.1.3 Gambaran Umum Perusahaan Sub Sektor Batu Bara

1. Adaro Energy Tbk

Pada tanggal 28 Juli 2004, didirikan perusahaan Adaro Energy Tbk

(ADRO) yang pada awalnya bernama PT Padang Karunia. Operasional komersial

dimulai pada bulan Juli 2005. Kantor pusat ADRO berlokasi di Gedung Menara

Karya, Lantai 23, Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5, Kav. 1-2, Jakarta Selatan 12950

– Indonesia. Pemegang saham yang memiliki kepemilikan saham Adaro Energy

Tbk sebanyak 5% atau lebih meliputi PT Adaro Strategic Investments (43,91%)

dan Garibaldi Thohir (presiden direktur) (6,18%).


52

Sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan, lingkup kegiatan ADRO

mencakup perdagangan, jasa, industri, transportasi batubara, perbengkelan,

pertambangan, dan konstruksi. Anak perusahaan perusahaan ini beroperasi di

sektor pertambangan batubara, perdagangan batubara, kontraktor penambangan,

infrastruktur, logistik batubara, dan pembangkitan listrik. Pada tanggal 04 Juli

2008, ADRO memperoleh persetujuan efektif dari Bapepam-LK untuk

melaksanakan Penawaran Umum Perdana Saham ADRO (IPO) kepada

masyarakat dengan jumlah saham sebanyak 11.139.331.000 lembar saham dengan

nilai nominal Rp100,- per saham dan Harga Penawaran Rp1.100,- per saham.

Saham-saham ini resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 16

Juli 2008.

2. Akbar Indo Makmur Stimec Tbk

PT Akbar Indo Makmur Stimec ("Perseroan") terbentuk melalui

penggabungan (merger) antara PT Akbar Indo Makmur, didirikan pada 7 Mei

1997, dan PT Stimec International, yang telah berdiri sejak tahun 1957. Pada 29

Juni 2001, Perusahaan menerima persetujuan resmi dari Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), yang saat ini dikenal sebagai

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk meluncurkan Penawaran Umum Perdana

atau IPO (Initial Public Offering). Dalam IPO tersebut, Perusahaan menawarkan

kepada publik sebanyak 40.000.000 saham dengan nilai nominal Rp. 100 per

saham dan harga penawaran Rp. 250 per saham. Selain itu, terdapat penerbitan

Waran Seri I sebagai bagian dari transaksi ini.


53

Sejak saat itu, Perusahaan secara resmi menjadi Perusahaan Terbuka

("Tbk") atau perusahaan yang tercatat (listed company) dengan kode saham

"AIMS". Kemudian, pada tanggal 1 Desember 2007, PT Bursa Efek Indonesia

(BEI) didirikan dengan menggabungkan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek

Surabaya (BES), yang selanjutnya disebut sebagai Bursa atau idx. Pada mulanya,

Perusahaan beroperasi dalam sektor perdagangan umum, perdagangan lintas

negara, dan juga distribusi produk farmasi serta obat-obatan. Namun, mengingat

permintaan yang signifikan dan potensi pasar yang dimiliki oleh komoditas

batubara sebagai salah satu sumber energi, pada tahun 2005 Perusahaan

mengubah fokusnya dan beralih ke bisnis perdagangan batubara.

Dengan memperhatikan jenis usaha yang sedang dijalankan saat ini,

Perusahaan termasuk dalam kategori industri "Energi" (IDXENERGY) menurut

Daftar Saham Indeks Sektor IDX-IC (IDX Industrial Classification) yang

diumumkan pada 21 Januari 2021.

3. Atlas Resources Tbk

Didirikan sejak 26 Januari 2007, PT Atlas Resources Tbk (“Perseroan”)

merupakan salah satu pelaku utama dalam industri batubara di Indonesia. Selama

sepuluh tahun beroperasi, Perusahaan telah mengalami pertumbuhan bisnis yang

signifikan berkat pelaksanaan serangkaian akuisisi, eksplorasi, dan

pengembangan, terutama dengan fokus awal pada pertambangan batubara skala

kecil di wilayah regional.


54

Sejak beroperasi, Perusahaan telah terlibat dalam beberapa proyek

pengembangan, termasuk proyek eksplorasi dan produksi di lokasi tambang PT

Diva Kencana Borneo (DKB) di Hub Kubar, yang menghasilkan batubara

berkualitas tinggi dan juga batubara tipe metallurgical coal. Ekspansi aset

pertambangan juga telah dilakukan oleh Perusahaan melalui akuisisi PT Hanson

Energy di Hub Oku, yang selanjutnya ditambahkan dengan akuisisi Grup Gorby,

yang saat ini dikenal sebagai Proyek Mutara (sebelumnya Muba), serta akuisisi

PT Optima Persada Energi (OPE) yang memiliki 6 lahan konsesi pertambangan.

Selain itu, Perusahaan juga memiliki beberapa anak perusahaan yang

beroperasi di sektor jasa logistik. Dengan langkah-langkah strategis ini,

Perusahaan berhasil memperluas kapasitas produksi batubara yang dimilikinya.

Untuk mendukung pertumbuhan bisnis dan mengokohkan struktur keuangan, pada

bulan November 2011, Perusahaan meluncurkan Penawaran Umum Saham

Perdana (Initial Public Offering) dan mengeluarkan 650 juta lembar saham

dengan nilai Rp1.500 per saham. Sejak saat itu, saham Perusahaan dapat

diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham ARII.

4. Borneo Olah Sarana Sukses Tbk

Borneo Olah Sarana Sukses Tbk (BOSS) didirikan dengan nama PT

Megah Pratama Resources pada tanggal 13 Juli 2011 dan memulai operasi

komersial pada tahun 2016. Kantor pusat Borneo Olah Sarana Sukses Tbk

berlokasi di Wisma 77, Tower I, Lantai 8, Jalan Letjend. S. Parman Kav. 77,

Jakarta Barat 11410 – Indonesia. Pada tanggal 31 Mei 2023, pemegang saham
55

yang memiliki kepemilikan sebesar 5% atau lebih dalam Borneo Olah Sarana

Sukses Tbk adalah PT Megah Prakarsa Utama (13,58%), PT Kencana Unggul

Semesta (8,69%), dan PT Sapphire Mulia Abadi (6,57%).

Para pihak yang mengendalikan dan memiliki manfaat sebenarnya atas

Borneo Olah Sarana Sukses Tbk adalah Freddy Setiawan, Johannes Halim,

Freddy Tedjasasmita, dan Widodo Nurly Sumady. Menurut Anggaran Dasar

Perusahaan, BOSS beroperasi di sektor perdagangan, pembangunan,

perindustrian, percetakan, pertanian, jasa, dan angkutan. Saat ini, fokus utama

kegiatan BOSS adalah dalam penyediaan jasa manajemen pertambangan batubara.

Pada tanggal 07 Februari 2018, BOSS mendapatkan persetujuan resmi dari

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meluncurkan Penawaran Umum Perdana

Saham BOSS (IPO) dengan penawaran kepada masyarakat sebanyak 400.000.000

lembar saham, dengan nilai nominal Rp100 per saham dan harga penawaran

Rp400 per saham. Saham-saham tersebut kemudian tercatat di Bursa Efek

Indonesia (BEI) pada tanggal 15 Februari 2018.

5. Bumi Resources Mineral Tbk

PT Bumi Resources Minerals Tbk. ("BRM") merupakan perusahaan

pertambangan dengan fokus pada berbagai jenis mineral yang beroperasi di

Indonesia. BRM didirikan di Indonesia dan mengelola beragam portofolio mineral

termasuk tembaga, emas, seng, dan timah. Dalam menghadapi permintaan yang

tinggi terhadap komoditas, BRM menawarkan peluang unik untuk bergabung

dengan perusahaan mineral yang beraneka ragam. Tim manajemen kami memiliki
56

pengalaman yang signifikan dalam pengembangan sumber daya dan operasi

bisnis.

Sejak tahun 2010, BRM telah tercatat di Bursa Efek Indonesia. Saat ini,

Perusahaan memiliki beragam aset pertambangan mineral melalui anak

perusahaan seperti Citra Palu Mineral, Gorontalo Minerals, Dairi Prima Mineral,

dan Linge Mineral Resources. Tujuan utama BRM adalah memberikan hasil yang

menguntungkan dan memberikan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan

dengan mengubah cadangan mineral menjadi produksi yang dapat

diperdagangkan secara komersial.

6. Bumi Resources Tbk

Bumi Resources Tbk (BUMI) didirikan pada tanggal 26 Juni 1973 dengan

nama PT Bumi Modern dan memulai operasi komersial pada tanggal 17

Desember 1979. Markas besar Bumi Resources Tbk terletak di Gedung Bakrie

Tower Lantai 12, Rasuna Epicentrum, Jalan H. R. Rasuna Said, Jakarta Selatan

12940 – Indonesia. Per tanggal 27 Mei 2022, pemegang saham yang memiliki

kepemilikan saham sebesar 5% atau lebih dalam Bumi Resources Tbk termasuk

HSBC-Fund Svs A/C Chengdong Investment Corp-self (11,52%) dan NBS

Clients (5,99%). Induk perusahaan langsung dari Bumi Resources Tbk adalah

Long Haul Holdings Ltd., sedangkan Induk Usaha terakhir adalah Grup Bakrie.

Pada saat perusahaan didirikan, BUMI beroperasi di sektor perhotelan dan

pariwisata. Namun, pada tahun 1998, fokus usaha BUMI diubah menjadi industri

minyak, gas alam, dan pertambangan. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan


57

yang terbaru, BUMI memiliki cakupan kegiatan yang meliputi eksplorasi dan

eksploitasi sumber daya batubara, termasuk kegiatan pertambangan dan

penjualan, serta eksplorasi minyak. Saat ini, BUMI bertindak sebagai perusahaan

induk untuk anak perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan.

7. Bayan Resources Tbk

Bayan Group dibentuk berdasarkan fondasi pengalaman kami di

Indonesia. Minat bisnis dari Direktur Utama dan Pendiri Bayan Group, Dato’ Dr.

Low Tuck Kwong, dimulai di Indonesia pada tahun 1973 saat ia mendirikan PT.

Jaya Sumpiles Indonesia (JSI) sebagai perusahaan kontraktor untuk pekerjaan

tanah, pekerjaan umum, dan struktur kelautan. JSI dengan cepat menjadi pelopor

dalam pekerjaan fondasi tumpukan yang kompleks dan memainkan peran utama

sebagai kontraktor terkemuka di Indonesia di sektor-sektor tersebut selama tahun

1980-an dan 1990-an.

Pada tahun 1988, JSI mulai terlibat dalam industri pertambangan batubara

kontrak dan secara bertahap menjadi kontraktor terkemuka hingga tahun 1998.

Pada tahun tersebut, Dato’ Dr. Low mengakuisisi PT. Gunung Bayan Pratamacoal

(GBP) dan PT. Dermaga Perkasapratama (DPP). Saat akuisisi dilakukan, GBP

belum memulai kegiatan pertambangan, dan Balikpapan Coal Terminal (di bawah

DPP) memiliki kapasitas pengiriman sebesar 2,5 juta ton per tahun. Dipimpin oleh

Dato’ Dr. Low, Bayan Group dengan cepat mengalami perubahan menjadi

perusahaan pertambangan batubara yang sukses dan memiliki reputasi yang baik

dengan integrasi vertikal yang komprehensif. Bayan Group mengalami


58

transformasi melalui serangkaian akuisisi strategis dalam industri batubara, dan

juga mampu membangun rekam jejak yang terbukti dalam pengembangan

tambang baru (greenfield).

8. Darma Henwa Tbk

PT Darma Henwa Tbk. (DEWA) didirikan pada tanggal 8 Oktober 1991.

Pada bulan Juli 1996, status perusahaan diubah dari PMDN menjadi PMA setelah

Henry Walker Group Limited menjadi pemegang saham dan seluruh anggaran

dasar diubah sesuai dengan UU PT. Pada bulan September 2005, nama perusahaan

diubah dari PT HWE Indonesia menjadi PT Darma Henwa dengan persetujuan

dari BKPM berdasarkan Surat Persetujuan BKPM No. 41/V/PMA/1996, tanggal

15 Mei 1996.

Perusahaan telah mendapatkan Izin Usaha Tetap berdasarkan Keputusan

Kepala BKPM No. 215/T/PERTAMBANGAN/2001, tanggal 17 Mei 2001, dan

Surat Persetujuan Perluasan Penanaman Modal Asing No. 138/II/PMA/2001.

Berdasarkan Akta No. 38, tanggal 17 Juli 2007, yang dibuat di hadapan Humberg

Lie, SH, SE, M.Kn, dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan dengan No. TDP

090314516764 di Kantor Pendaftaran Perusahaan Kodya Jakarta Selatan dengan

No. 658/RUB0903/VIII/2007 tanggal 13 Agustus 2007, Perusahaan melakukan

perubahan anggaran dasar terakhir untuk mendukung Penawaran Umum Saham

Perdana. Perubahan ini telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia pada tanggal 19 Juli 2007.


59

Akta perubahan terbaru diwujudkan pada tanggal 27 Oktober 2020 dengan

nomor 64 di hadapan Humberg Lie, SH, SE, M.Kn., notaris di Jakarta. Maksud

dan tujuan dari Darma Henwa, sesuai dengan Pasal 3 Anggaran Dasarnya, adalah

bergerak dalam bidang penunjang pertambangan dan penggalian lainnya, reparasi

produk logam pabrikasi, mesin, dan peralatan, penyewaan serta sewa guna usaha

tanpa hak opsi mesin, peralatan, dan barang berwujud lainnya, konstruksi jalan

dan jalan rel, konstruksi gedung, konstruksi bangunan sipil lainnya,

pembongkaran dan penyiapan lahan, serta aktivitas kantor pusat.

9. Delta Dunia Makmur Tbk

Delta Dunia Makmur Tbk (sebelumnya dikenal sebagai Delta Dunia

Property Tbk) (DOID) didirikan pada tanggal 26 November 1990 dengan nama

PT Daeyu Poleko Indonesia dan memulai operasional komersialnya pada tahun

1992. Kantor pusat Delta Dunia Makmur Tbk terletak di Pacific Century Place

Lantai 38, Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53, SCBD Lot 10, Jakarta 12190 –

Indonesia. Pada saat awal pendiriannya, DOID berfokus pada industri tekstil

dengan produksi beragam jenis benang seperti rayon, katun, dan poliester, yang

ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar ekspor. Namun, pada tahun 2008,

DOID mengubah arah bisnisnya menjadi pengembangan properti komersial dan

industri di Indonesia.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan yang terbaru, cakupan aktivitas

DOID melibatkan jasa, pertambangan, perdagangan, dan pembangunan. Sejak

tahun 2009, fokus utama DOID telah berpindah ke layanan penambangan


60

batubara dan pengoperasian tambang melalui anak perusahaan utamanya, yaitu PT

Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA). Klien utama DOID yang terlibat dalam

transaksi dengan nilai lebih dari 10% dari pendapatan bersihnya (per 31 Desember

2021) mencakup PT Berau Coal (45%), PT Adaro Indonesia (16%), dan PT

Indonesia Pratama (12%).

10. Dian Swastatika Sentosa Tbk

Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) berdiri pada tanggal 02 Agustus

1996 dan memulai aktivitas komersial pada tahun 1998. Markas besar Dian

Swastatika Sentosa Tbk berlokasi di Sinar Mas Land Plaza Menara II, lantai 27,

Jalan M.H Thamrin No. 51, Jakarta 10350 – Indonesia, sementara pembangkit

tenaga listrik dan uap tersebar di Tangerang, Serang, dan Karawang. Selain itu,

Dian Swastatika memiliki anak perusahaan yang juga tercatat di Bursa Efek

Indonesia (BEI), yaitu Golden Energy Mines Tbk (GEMS) yang dimiliki melalui

Golden Energy and Resources Limited.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, jangkauan aktivitas DSSA

mencakup sektor penyediaan energi listrik dan uap, perdagangan grosir, layanan,

pembangunan perumahan, infrastruktur, konsultasi manajemen, dan perusahaan

induk. Saat ini, kegiatan operasional DSSA dan anak perusahaannya mencakup

penyediaan energi listrik, perdagangan grosir, pertambangan dan perdagangan

batubara, multimedia, industri kehutanan, dan infrastruktur. Pada tanggal 30

November 2009, DSSA mendapatkan persetujuan resmi dari Bapepam-LK untuk

meluncurkan Penawaran Umum Perdana Saham DSSA (IPO) sebanyak


61

100.000.000 saham dengan nilai nominal Rp250 per saham dan harga penawaran

Rp1.500 per saham. Saham-saham ini tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

tanggal 10 Desember 2009.

11. Alfa Energi Investama Tbk

Alfa Energi Investama Tbk (FIRE) didirikan pada tanggal 16 Februari

2015 dengan nama PT Indo American Leasing. Kantor pusat FIRE berlokasi di

Palma Tower Lantai 18 Unit E, Jalan RA. Kartini II-S, Kavling 6, Sektor II,

Jakarta Selatan 12310 – Indonesia. Menurut Anggaran Dasar Perusahaan, fokus

kegiatan FIRE adalah beroperasi dan berinvestasi dalam sektor jasa energi,

terutama di bidang batubara, sumber daya energi, dan infrastruktur energi melalui

Anak Usaha seperti PT Alfa Daya Energi, PT Adhikara Andalan Persada, dan PT

Properti Nusa Sepinggan. Saat ini, PT Alfa Energi Investama memiliki

kepemilikan tidak langsung atas tambang batubara melalui PT Alfara Delta

Persada, yang memiliki IUP OP seluas 2.089 hektar di Anggana, Kutai

Kartanegara, Kalimantan Timur.

Pada tanggal 29 Mei 2017, FIRE mendapatkan persetujuan resmi dari

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengadakan Penawaran Umum Perdana

Saham FIRE (IPO) kepada masyarakat sebanyak 300.000.000 saham dengan nilai

nominal Rp100 per saham dan harga penawaran Rp500 per saham, juga termasuk

Waran Seri I sebanyak 350.000.000 yang dieksekusi pada harga Rp625 per saham.

Saham dan waran tersebut kemudian tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

tanggal 09 Juni 2017.


62

12. Gorden Energy Mines Tbk

PT Golden Energy Mines Tbk beroperasi di sektor perdagangan hasil

tambang dan penyediaan jasa pertambangan. Perusahaan ini didirikan dengan

nama PT Bumi Kencana Eka Sakti pada tanggal 13 Maret 1997, lalu mengubah

namanya menjadi PT Golden Energy Mines Tbk pada tanggal 16 November 2010.

Pada tanggal 17 November 2011, perusahaan ini melakukan go public dan

menjadi tercatat di papan utama Bursa Efek Indonesia. Dalam rangka Penawaran

Umum Saham Perdana (IPO), perusahaan berhasil mengumpulkan dana sebesar

Rp. 2,205 triliun. Dalam IPO tersebut, GMR Coal Resources Pte. Ltd.

(sebelumnya dikenal sebagai GMR Infrastructure Investments (Singapore) Pte.

Ltd.) ("GMR"), sebuah anak perusahaan dari GMR Group, sebuah kelompok

usaha infrastruktur terkemuka di India, menjadi investor strategis dengan

kepemilikan saham sebesar 30% dari total modal yang ditempatkan dan disetor

oleh perusahaan.

Kemudian, pada tanggal 20 April 2015, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk

("DSS") mengalihkan kepemilikan saham sebesar 66,9998% yang dimilikinya

dalam perusahaan kepada Golden Energy and Resources Limited (sebelumnya

dikenal sebagai United Fiber System Limited) ("GEAR"), sebuah perusahaan

berbasis di Singapura. GEAR memiliki aktivitas inti dalam eksplorasi,

pertambangan, penjualan batubara, dan juga sebagai pemegang beberapa hak


63

konsesi kehutanan di Kalimantan Selatan. GEAR adalah anak perusahaan dari

DSS yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan merupakan bagian dari kelompok

usaha Sinar Mas dalam sektor energi. Pada tanggal 15 September 2022, GMR

Coal Resources Pte. Ltd. mengalihkan kepemilikan saham sebesar 30% yang

dimilikinya dalam perusahaan kepada PT Radhika Jananta Raya, sebuah Entitas

Anak dari PT ABM Investama Tbk yang berbasis di Jakarta Selatan.

13. Harum Energy Tbk

PT Harum Energy Tbk (Perusahaan) awalnya didirikan dengan nama PT

Asia Antrasit, yang tercatat dalam akta No. 79 pada tanggal 12 Oktober 1995.

Kemudian, berdasarkan akta No. 30 yang dikeluarkan pada tanggal 13 November

2007 oleh notaris James Herman Rahardjo, S.H., perusahaan mengubah namanya

menjadi PT Harum Energy dan juga mengalami perubahan dalam Anggaran

Dasarnya untuk menyesuaikan dengan Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas. Keunggulan utama Perusahaan terletak pada integrasi vertikal

dalam rantai produksinya. Faktor ini juga berperan sebagai salah satu elemen

penting dalam efisiensi operasional yang memungkinkan Perusahaan tumbuh dan

bertahan menghadapi variasi siklus pertambangan batubara di pasar lokal dan

internasional. Dengan kinerja yang terus konsisten unggul, Perusahaan berhasil

menjual batubaranya di sejumlah negara Asia, termasuk Tiongkok, Thailand,

Bangladesh, Korea Selatan, India, Pakistan, dan Filipina.

Selain itu, Perusahaan juga tengah mengembangkan ekspansi usaha di

sektor penambangan dan pengolahan bijih nikel, dengan harapan kontribusi dari
64

sektor tersebut akan terlihat dalam beberapa tahun mendatang. Pada tanggal 6

Oktober 2010, saham Perusahaan resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan

kode perdagangan saham HRUM.

14. Indika Energy Tbk

PT Indika Energy Tbk (INDY) didirikan pada tanggal 19 Oktober 2000

dan memulai aktivitas komersial pada tahun 2004. Kantor pusat Indika Energy

Tbk terletak di Gedung Mitra, Lantai 3, Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 21,

Jakarta 12930 – Indonesia. Pada tanggal 31 Maret 2023, pemegang saham yang

memiliki 5% atau lebih saham Indika Energy Tbk adalah PT Indika Inti

Investindo (37,79%) dan PT Teladan Resource (28,08%). Menurut Anggaran

Dasar Perusahaan, aktivitas utama INDY mencakup perdagangan, konstruksi,

pertambangan, transportasi, dan jasa. Saat ini, INDY beroperasi sebagai

perusahaan investasi dengan portofolio bisnis yang beragam, termasuk di bidang

energi (mulai dari eksplorasi, produksi, pengolahan, dan jasa energi hingga

pembangkit listrik), logistik & infrastruktur, mineral (emas), bisnis berkelanjutan

(energi terbarukan, mobilitas kendaraan listrik, dan solusi berbasis alam), serta

usaha di sektor digital.

Pada tanggal 02 Juni 2008, INDY mendapatkan persetujuan resmi dari

Bapepam-LK untuk melaksanakan Penawaran Umum Perdana Saham INDY

kepada masyarakat sebanyak 937.284.000 saham dengan nilai nominal Rp100 per

saham dan harga penawaran Rp2.950 per saham. Saham-saham ini kemudian

tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 11 Juni 2008.


65

15. Indo Tambangraya Megah Tbk

Berdiri pada tahun 1987, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM) adalah

salah satu perusahaan energi Indonesia yang memiliki operasi terintegrasi yang

mencakup kegiatan penambangan, pengolahan, dan logistik. PT Indo

Tambangraya Megah Tbk (ITM) memiliki bisnis inti di sektor pertambangan

batubara dan penjualan batubara. Selain itu, ITM juga menjalankan aktivitas

pendukung seperti mengoperasikan terminal batubara dan fasilitas pelabuhan

muat, mengoperasikan pembangkit listrik, serta berfungsi sebagai kontraktor

pertambangan. ITM tetap fokus pada peningkatan produktivitas dan strategi

pengurangan biaya, sambil berupaya mencapai tingkat pengembalian optimal dari

rantai nilai batubara dan menerapkan transformasi serta diversifikasi bisnisnya.

Dalam menghadapi perubahan perlahan dalam industri energi dari bahan

bakar fosil menuju sumber energi terbarukan, ITM melakukan ekspansi dalam

cakupan bisnisnya untuk memperkuat inti bisnisnya. Inisiatif dalam

mengembangkan pembangkit tenaga surya merupakan langkah awal bagi ITM

dalam menghadapi masa depan industri energi.

16. Resources Alam Indonesia Tbk

Didirikan pada tahun 1981, PT Resource Alam Indonesia Tbk pada

awalnya dikenal sebagai PT Kurnia Kapuas Utama Lem Industri (KKGI) dan

awalnya bergerak dalam produksi perekat kayu. Pada tahun 1991, KKGI

mengadakan Penawaran Umum Perdana dengan menerbitkan 4,5 juta saham

dengan harga penawaran sebesar Rp5.700 per saham. Sejak saat itu, saham
66

perusahaan mulai diperdagangkan di bawah kode saham "KKGI". Pada tahun

2003, perusahaan mengubah namanya menjadi PT Resource Alam Indonesia Tbk

dan memasuki industri pertambangan batubara sebagai bagian dari

diversifikasinya.

Sejak tahun 2006, perusahaan telah mengelola 3 lokasi penambangan yang

terletak di Simpang Pasir, Gunung Pinang, dan Bayur, dengan total area konsesi

PKP2B mencapai 24.477 hektar. Produksi total batubara dari anak perusahaan

perusahaan mencapai 2,2 juta MT pada tahun 2010, mengalami peningkatan

signifikan sebesar 91% menjadi 4,2 juta MT pada tahun 2012 dan 2013. Dalam

periode dari tahun 2006 hingga 2013, total produksi batubara mencapai 12,7 juta

MT.

17. Mitrabara Adiperdana Tbk

PT Mitrabara Adiperdana Tbk. didirikan pada tanggal 28 Oktober 1992

sebagai bagian dari Grup Baramulti. Fokus utama Perseroan adalah dalam sektor

pertambangan batu bara dan telah mengalami pertumbuhan yang signifikan untuk

menjadi salah satu perusahaan terkemuka di industri energi. PT Mitrabara

Adiperdana Tbk. memiliki dukungan infrastruktur yang terintegrasi mulai dari

kegiatan eksplorasi hulu hingga tahap distribusi hilir.

Pada tahun 2008, perusahaan memulai produksi batu bara. Batu bara yang

dihasilkan oleh Perseroan memiliki kualitas tinggi dengan nilai kalori (calorific

value) menengah. Keunggulan ini membuat produk perusahaan sangat diminati di

pasar internasional, karena memiliki karakteristik yang lebih ramah lingkungan.


67

Pada tahun 2014, perusahaan mengadakan penawaran umum saham perdana di

Bursa Efek Indonesia dengan kode saham MBAP. Dana yang diperoleh dari

penawaran umum perdana tersebut digunakan untuk mendukung operasional

Perseroan, termasuk pengembangan fasilitas pelabuhan dan pengoperasian

fasilitas penanganan batu bara.

18. Samindo Resources Tbk

PT Samindo Resources Tbk merupakan sebuah perusahaan yang

beroperasi di Indonesia dan aktif di sektor pertambangan. Perusahaan ini terlibat

dalam berbagai aspek industri pertambangan, termasuk kegiatan penambangan

batu bara dan penyediaan berbagai jasa terkait dengan sektor ini. Bisnis

Perusahaan mencakup berbagai layanan seperti konsultasi pertambangan,

pembangunan infrastruktur pertambangan, dukungan operasional tambang,

manajemen operasional pertambangan secara umum, perdagangan, dan

transportasi (pengangkutan batu bara dan material pertambangan). Anak

perusahaan dari PT Samindo Resources Tbk termasuk PT Sims Jaya Kaltim, PT

Samindo Utama Kaltim, PT Trasindo Mumi Perkasa, dan PT Mintec Abadi, yang

semuanya fokus pada penyediaan layanan kontraktor pertambangan umum.

19. Bukit Asam Tbk

PT Bukit Asam Tbk merupakan sebuah perusahaan yang beroperasi di

Indonesia dan fokus pada industri pertambangan batu bara. Kegiatan utama

perusahaan ini meliputi berbagai tahapan dalam operasi pertambangan batu bara,

termasuk penelitian, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pemurnian,


68

pengangkutan, dan perdagangan batu bara. Selain itu, perusahaan ini juga

mengelola dan mengoperasikan fasilitas pelabuhan dan dermaga untuk keperluan

distribusi batu bara baik untuk penggunaan internal maupun eksternal. PT Bukit

Asam Tbk juga terlibat dalam pengelolaan dan operasi pembangkit listrik berbasis

panas, yang dapat digunakan baik secara internal maupun eksternal.

Perusahaan ini memiliki sejumlah konsesi pertambangan batu bara di

berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Tanjung Enim, Peranap, Palaran, dan

Ombilin. Selain itu, PT Bukit Asam Tbk juga aktif dalam produksi briket batu

bara. Pabrik produksi briket berkarbonasi berlokasi di Tanjung Enim, sementara

pabrik produksi briket non-berkarbonasi terletak di Natar dan Gresik, Indonesia.

20. Petrosa Tbk

Petrosea merupakan perusahaan berbasis multi-disiplin yang beroperasi

dalam sektor kontrak pertambangan, rekayasa, pengadaan & konstruksi, serta

layanan minyak & gas bumi. Kami memiliki komitmen kuat untuk mengutamakan

aspek ESG (lingkungan, sosial, dan tata kelola) sebagai bagian integral dari

strategi keberlanjutan perusahaan. Berdiri sejak tahun 1972, Petrosea mengambil

pendekatan yang serius terhadap prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan telah

menerapkan praktik-praktik tata kelola untuk memastikan bahwa fungsi

Manajemen dan komponen pendukung lainnya beroperasi secara efisien sebagai

perusahaan terbuka.

21. Golden Eagle Energy Tbk


69

PT Golden Eagle Energy Tbk (disebut sebagai SMMT) didirikan pada

tahun 1980 dengan nama PT The Green Pub sesuai dengan Akta Pendirian No. 46

yang tanggal 14 Maret 1980, dengan fokus utama pada industri restoran dan

hiburan. Pada 10 Mei 1996, nama Perusahaan diubah menjadi PT Setiamandiri

Mitratama. Setelah melakukan penawaran perdana saham kepada masyarakat atas

5.000.000 lembar saham dengan harga penawaran sebesar Rp500,- per lembar,

Perusahaan secara resmi tercatat di Bursa Efek Surabaya.

Pada tahun 2004, Perusahaan melaksanakan pemecahan saham dengan

rasio 1:4. Tantangan persaingan yang semakin ketat di sektor restoran dan hiburan

mendorong Perusahaan untuk mengkaji ulang strategi dan rencana pengembangan

bisnisnya. Tujuannya adalah memberikan pertumbuhan kinerja yang lebih

menarik bagi para investor dan pemegang saham. Setelah mempertimbangkan

berbagai peluang usaha yang memiliki potensi, Perusahaan mengambil keputusan

bahwa bisnis pertambangan, khususnya batu bara, adalah salah satu opsi yang

paling menjanjikan dan sesuai dengan visinya.

22. SMR Utama Tbk

PT SMR Utama Tbk adalah sebuah entitas bisnis di Indonesia yang

berfokus pada sektor pertambangan dan pemanfaatan sumber daya alam.

Perusahaan ini mengkhususkan diri dalam pengembangan sumber daya

pertambangan dan aset alam. Operasi utama Perusahaan melibatkan pertambangan

bijih mangan yang terletak di wilayah Kuatnana dan Amanuban di Nusa Tenggara

Timur, Indonesia. Untuk melakukan aktivitas pertambangan ini, Perusahaan


70

memegang izin yang dikeluarkan melalui anak perusahaannya, PT Soe Makmur

Resources.

Produk bijih mangan yang dihasilkan oleh Perusahaan diekspor ke negara

Tiongkok. Dalam kerangka bisnisnya, Perusahaan juga memiliki anak perusahaan

seperti PT Soe Makmur Resources yang memiliki izin untuk melakukan

eksplorasi, PT Transentra Nusantara yang mengurus transportasi produk

pertambangan dari lokasi tambang ke pelabuhan, serta PT Adikarsa Alam

Resources yang fokus pada eksplorasi potensi deposit bijih mangan di wilayah

Nusa Tenggara Timur.

23. Toba Bara Sejahtera Tbk

PT TBS Energi Utama Tbk (sebelumnya dikenal sebagai PT Toba Bara

Sejahtra Tbk) (TOBA) didirikan pada tanggal 03 Agustus 2007 dengan nama PT

Buana Persada Gemilang. Perusahaan mulai menjalankan kegiatan usaha

komersialnya pada tahun 2010. Kantor pusat PT TBS Energi Utama Tbk terletak

di Treasury Tower Lantai 33, District 8, SCBD Lot 28, Jalan Jenderal Sudirman

Kav. 52-53, Jakarta 12190 – Indonesia. Perusahaan ini merupakan salah satu

penyedia batu bara termal terkemuka di Indonesia dengan luas area konsesi

mencapai sekitar 7.087 hektar dan total estimasi sumber daya batu bara mencapai

236 juta ton*. Wilayah operasi pertambangan Perusahaan terletak di Sangasanga,

Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Peran pemegang saham terbesar dalam

perusahaan ini dipegang oleh PT Toba Sejahtra, sebuah entitas bisnis yang

bergerak dalam sektor energi dan perkebunan.


71

Perusahaan mengoperasikan tiga konsesi tambang di lokasi yang sama,

yakni Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ketiga tambang ini

dijalankan oleh tiga anak perusahaan Perusahaan, yaitu PT Adimitra Baratama

Nusantara (ABN), PT Indomining (IM), dan PT Trisensa Mineral Utama (TMU).

Proses pengembangan dimulai pada tahun 2007 dengan pendirian IM sebagai aset

greenfield, diikuti oleh ABN pada tahun 2008, dan TMU yang dimulai pada tahun

2011.

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.2.1 Hasil Penelitian

4.2.1.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan proses menghimpun, mengatur,

merangkum, dan menyajikan data agar lebih mudah dipahami oleh pengguna data.

Tujuan utamanya adalah untuk memberikan gambaran mengenai berbagai variabel

yang digunakan dalam penelitian, seperti nilai minimum, nilai maksimum, rata-

rata (mean), dan standar deviasi. Dalam penelitian ini, data diolah menggunakan

aplikasi SPSS dengan mempertimbangkan variabel penelitian seperti:

profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan, komisaris independen, dan komite

audit.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini mencakup 23 Perusahaan Sub

Sektor Batu Bara yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan periode

pengamatan selama tiga tahun, mulai dari tahun 2019 hingga 2021. Hasil dari

analisis deskriptif atas variabel-variabel tersebut terdokumentasikan dalam tabel

4.1 di bawah ini:


72

Tabel 4 .1
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Profitabilitas 69 -,32 ,52 ,0554 ,13053
Leverage 69 -7,71 26,85 2,1671 4,83962
Ukuran Perusahaan 69 22,42 31,79 28,0017 2,79050
Komisaris Independen 69 ,29 ,67 ,4223 ,10033
Komite Audit 69 3,00 5,00 3,3188 ,58140
Sustainability Report 69 ,12 ,62 ,2674 ,08693
Valid N (listwise) 69
Sumber : Output SPSS 26

Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel 4.1 variabel profitabilitas pada

tahun 2019-2021 memiliki rata-rata sebesar 0,0554 yang artinya perusahaan

menghasilkan laba dengan rata-rata presentase 5,54%. Memiliki nilai minimum -

0,32, nilai maksimum 0,52, dan standar deviasi 0,13053 yang berarti penyebaran

data memiliki data yang bervariasi dikarenakan nilai rata-ratanya lebih rendah dari

standar deviasi dengan observasi sebesar 69.

Variabel leverage pada tahun 2019-2021 memiliki rata-rata sebesar 2,1671

yang artinya perusahaan memiliki resiko yang lebih tinggi dalam membayar

hutangnya dengan rata-rata presentase 216,71%. Memiliki nilai minimum -7,71,

nilai maksimum 26,85, dan standar deviasi 4,83962 yang berarti tingkat

penyebaran data memiliki data yang bervariasi disebabkan nilai rata-rata lebih

kecil daripada nilai standar deviasi dengan observasi sebesar 69.

Variabel ukuran perusahaan pada tahun 2019-2021 memiliki rata-rata

sebesar 28,0017 yang artinya perusahaan memiliki skala yang besar dengan rata-

rata presentase 2800,17%. Memiliki nilai minimum 22,42, nilai maksimum 31,79,
73

dan standar deviasi 2,79050 yang berarti tingkat penyebaran data kurang

bervariasi karena nilai rata-ratanya lebih besar daripada standar deviasi dengan

observasi sebesar (N) 69.

Pada variabel komisaris independen pada tahun 2019-2021 memiliki rata-

rata sebesar 0,4223 yang berarti perusahaan menggunakan proporsi komisaris

independen sebesar 42,23%. Memiliki nilai minimum 0,29, nilai maksimum 0,67,

dan standar deviasi 0,10033 yang artinya tingkat penyebaran data kurang

bervariasi karena nilai rata-rata lebih besar daripada standar deviasi dengan

observasi (N) 69.

Pada variabel komite audit pada tahun 2019-2021 memiliki rata-rata

sebesar 3,3188 yang artinya perusahaan menggunakan proporsi komite audit

sebanyak 3,3188 atau 3 orang. Memiliki nilai minimum 3,00, nilai maksimum

5,00, dan standar deviasi 0,58140 yang berati tingkat penyebaran data kurang

bervariasi karena nilai rata-rata lebih tinggi daripada standar deviasi dengan

observasi sebesar 69.

4.2.1.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk meramalkan variabel dependen (Y) dan

menilai apakah model persamaan regresi dapat digunakan sebagai dasar estimasi

yang akurat dan tidak bias. Langkah-langkah dalam pengujian asumsi klasik

melibatkan: Uji Normalitas, Uji Autokorelasi, Uji Multikolinieritas, dan Uji

Heteroskedastisitas.

4.2.1.2.1 Uji Normalis


74

Uji normalis dilakukan untuk mengevaluasi apakah variabel residu dalam

model regresi memiliki distribusi yang normal atau tidak. Terdapat dua metode

dalam pengujian normalis yaitu uji kolmogrov smirnov Z (K-S 1-sampel) dan

analisis grafik normal probalility plot. Hasil uji kolmogrov smirnov dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 4.2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 69
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,06815749
Most Extreme Differences Absolute ,104
Positive ,093
Negative -,104
Test Statistic ,104
Asymp. Sig. (2-tailed) ,061c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

Sumber: Output SPSS 26

Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 4.2 diketahui nilai signifikan

sebesar 0,061 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual berdisitribusi

normal dan memenuhi asumsi normalis. Selain itu, grafik normal probability plot

menggambarkan data tersebar mengikuti sumbu diagonal, terlihat pada gambar

4.1 sebagai berikut:


75

Gambar 4.1

Sumber: Output SPSS 26

Pada gambar grafik plot diatas dapat dilihat pancaran residual mengikuti

garis diagonal, sesuai dasar keputusan uji normalis dapat disimpulkan bahwa data

berdistribusi normal.

4.2.1.2.2 Uji Multikolinearitas

Keberadaan multikolinearitas dalam model regresi dapat dikenali dengan

memperhitungkan nilai tolerance dan sebaliknya, VIF (variance inflation factor),

yang keduanya merujuk kepada tingkat ketergantungan antara variabel-variabel

independen. Hasil uji multikonearitas dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3
Coefficientsa
Standardize
Unstandardized d Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF


1 (Constant) ,773 ,106 7,307 ,000

Profitabilitas ,067 ,071 ,101 ,945 ,348 ,861 1,161


76

Leverage ,002 ,002 ,105 1,037 ,304 ,943 1,061

Ukuran Perusahaan -,020 ,003 -,646 -6,267 ,000 ,919 1,088

Komisaris Independen ,105 ,092 ,121 1,143 ,257 ,864 1,157

Komite Audit ,001 ,016 ,010 ,094 ,925 ,890 1,124

a. Dependent Variable: Sustainability Report

Sumber:Output SPSS 26

Berdasarkan tabel output diatas diketahui nilai tolerance dari masing-

masing variabel lebih besar > 0,10. Sementara, nilai VIF untuk masing-masing

variabel lebih kecil dari < 10. Maka sesusai dengan dasar pengambilan keputusan

dalam uji multikolinearitas dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala

multikolinearitas dalam model regresi.

4.2.1.2.2 Uji Autokolerasi

Pengujian Durbin-Watson digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi

apakah ada autokorelasi dalam penelitian ini. Ketika data tidak mengandung

autokorelasi, ada suatu evaluasi dasar yang didasarkan pada nilai hasil Durbin-

Watson yang berkisar antara -2 hingga +2. Hasil uji autokolerasi menggunakan

Durbin Watson dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 ,621 a
,385 ,336 ,07081 1,336
a. Predictors: (Constant), Komite Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage, Komisaris Independen,
Profitabilitas
b. Dependent Variable: Sustainability Report

Sumber : Output SPSS 26


77

Berdasarkan tabel output diatas, diketahui nilai Durbin-watson (d) sebesar

1,336. Maka sesuai dasar keputusan uji autokorelasi nilai d lebih dari -2 dan

kurang dari +2 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi. Dengan

demikian analisis regresi linier berganda untuk uji hipotesis penelitian diatas dapat

dilakukan atau dilanjutkan.

4.2.1.2.4 Uji heteroskedastisitas

Pengujian Heteroskedastisitas dilakukan untuk mengevaluasi apakah

dalam suatu model regresi terdapat variasi yang tidak konstan dari residu antara

satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Heteroskedastisitas terjadi bila nilai

varians residu berbeda-beda antara pengamatan-pengamatan tersebut. Pada model

regresi yang ideal, tidak akan terdapat heteroskedastisitas melainkan

homoskedastisitas, di mana varians residual tetap konstan. Hasil uji

heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar 4.2 sebagai berikut:


78

Gambar 4.2

Sumber: Output SPSS 26

Berdasarkan output scatterplots diatas diketahui bahwa titik-titik data

penyebaran diatas dan dibawah atau di sekitar 0, titik tidak mengumpul hanya

diatas atau dibawah saja, penyebaran titik data tidak membentuk pola

bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali, dan

penyebaran titik-titik data tidak berpola. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas, hingga model regresi yang baik

dan ideal dapat terpenuhi.

4.2.1.3 Analisis regresi linier berganda

Berdasarkan tabel 4.3 hasil analisis regresi linier berganda dapat dibuat

persamaan regresi sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e


Y = 0,773 + 0,067X1 + 0,002X2 - 0,020X3 + 0,105X4 + 0,001X5 + e
Keterangan:
Y = indeks GRI pengungkapan sustainability report
79

a = konstanta
b = koefisien Regresi
X1 = profitabilitas
X2 = leverage
X3 = ukuran perusahaan
X4 = Komisaris independen
X5 = komite audit
e = error term

Berikut hasil analisis regresi linier berganda yang dapat di interprestasikan

sebagai berikut :

1. Konstanta a sebesar 0,773, angka ini merupakan angka konstanta yang

mempunyai arti jika variabel profitabilitas (X1), leverage (X2), ukuran

perusahaan (X3), komisaris independen (X4), dan komite audit (X5)

nilainya 0 maka variabel sustainability report bernilai sebesar 0,773.

2. b1 (nilai koefisien regresi X1) bernilai positif sebesar 0,067, artinya

apabila variabel profitabilitas mengalami peningkatan sebesar satu satuan,

maka variabel pengungkapan sustainability report akan naik sebesar

0,067.

3. b2 (nilai koefisien regresi X2) bernilai positif sebesar 0,002, artinya

apabila variabel leverage mengalami peningkatan sebesar satu satuan,

maka variabel sustainability report akan naik sebesar 0,002.

4. b3 (nilai koefisien regresi X3) bernilai negatif sebesar -0,020, artinya

setiap variabel ukuran perusahaan mengalami kenaikan satu satuan, maka

variabel sustainability report mengalami penurunan sebesar -0,020.

5. b4 (nilai koefisien regresi X4) bernilai positif sebesar 0,105, artinya jika

variabel komisaris independen mengalami kenaikan satu satuan, maka

variabel sustainability report naik sebesar 0,105.


80

6. b5 (nilai koefisien regresi X5) bernilai positif sebesar 0,001, artinya jika

variabel komite audit mengalami kenaikan satu satuan, maka variabel

pengungkapan sustainability report mengalami kenaikan sebesar 0,001..

4.2.1.3.1 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur sejauh mana

variasi dalam variabel independen dapat menjelaskan variasi dalam variabel

dependen. Koefisien determinasi memiliki rentang nilai antara nol dan satu. Hasil

koefisien determinasi dapat dilihat dari R Square pada tabel 4.4.

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi atau

R Square sebesar 0,385. Yang berarti variabilitas dari variabel dependen yang

dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 38,5% dan sisanya 61,5 %

dapat dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel penelitian ini. Dapat diartikan

bahwa variabel profitabilitas, leverage, ukuran perusahan, komisaris independen,

dan komite audit sebagai variabel independen dapat menjelaskan 38,5% dari

perubahan variabel sustainability report sebagai variabel dependen, kemudian

61,5% dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian.

4.2.1.3.2 Uji Parsial (Uji t)

Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji t. Uji t digunakan dalam

penelitian ini untuk menilai signifikansi koefisien variabel independen dalam

memprediksi variabel dependen. Uji ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana

satu variabel independen secara individual dapat menjelaskan variasi dalam


81

variabel dependen. Dalam penelitian ini, tingkat signifikansi yang digunakan

adalah 0,05 (α=5%). Hasil Uji t dapat dilihat pada tabel 4.3.

Berdasarkan hasil output tabel 4.3, maka uji parsial t dapat

diinterprestasikan sebagai berikut :

H1 : Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap Pengungkapan

Sustainability Report

Pada tabel 4.3 terlihat hasil penelitian profitabilitas yang dilakukan

menunjukkan nilai t hitung sebesar 0,945 dengan nilai signifikan 0,348. Karena nilai

signifikan 0,348 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel profitabilitas

tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report,

sehingga H1 ditolak.

H2 : Leverage berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability

report

Pada tabel 4.3 terlihat hasil penelitian leverage yang dilakukan

menunjukkan nilai t hitung sebesar 1,037 dengan nilai signifikan 0,304. Karena nilai

signifikan 0,304 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel leverage tidak

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report, sehingga H2

ditolak.

H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Pengungkapan

Sustainability Report
82

Pada tabel 4.3 terlihat hasil penelitian ukuran perusahaan yang dilakukan

menunjukkan nilai t hitung sebesar -6,627 dengan nilai signifikan 0,000. Karena nilai

signifikan 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran

perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report,

sehingga H3 diterima.

H4 : Komisaris Independen berpengaruh signifikan terhadap Pengungkapan

Sustainability Report

Pada tabel 4.5 terlihat hasil penelitian komisaris independen yang dilakukan

menunjukkan nilai t hitung sebesar 1,143 dengan nilai signifikan 0,257. Karena nilai

signifikan 0,257 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel komisaris

independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability

report, sehingga H4 ditolak.

H5 : Komite Audit brerpengaruh signifikan terhadap Pengungkapan

Sustainability Report

Pada tabel 4.3 terlihat hasil penelitian komite audit yang dilakukan

menunjukkan nilai t hitung sebesar 0,094 dengan nilai signifikan 0,925. Karena nilai

signifikan 0,925 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel komite audit

tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report,

sehingga H5 ditolak.

4.2.1.3.3 Uji Simultan (Uji F)

Hasil pengujian simultan F dapat dilihat pada tabel berikut:


83

Tabel 4.5
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression ,198 5 ,040 7,897 ,000b
Residual ,316 63 ,005
Total ,514 68
a. Dependent Variable: Susutainability Report
b. Predictors: (Constant), Komite Audit, Ukuran Perusahaan, Leverage, Komisaris Independen,
Profitabilitas

Sumber : Output SPSS 26

Berdasarkan tabel output SPSS diatas, diketahui nilai sig. Sebesar 0,000.

Karena nilai sig. 0,000< 0,05, maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan

dalam uji F dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterma atau dengan kata lain

variabel profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan, komisaris independen, dan

komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report.

4.2.2 Pembahasan Hasil Penelitian

4.2.2.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Sustainability

Report

Berdasarkan pengujian t parsial diperoleh hasil penelitian bahwa variabel

profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability

report, maka H1 ditolak. Artinya, perusahaan mungkin tidak akan melaporkan

sustainability report yang lebih komprehensif ketika mengalami kenaikan laba

yang signifikan. Hal ini bertentangan dengan teori stakeholder yang mengatakan

perusahaan yang berhasil mencapai tingkat laba yang besar lebih cenderung

mengungkapkan laporan berkelanjutan. Namun dalam situasi seperti ini,

perusahaan cenderung lebih fokus pada aktivitas operasional dan investasi


84

daripada aspek sosial dan pengungkapan informasi dalam sustainability report.

Kemungkinan besar, perusahaan menganggap bahwa informasi yang telah

diungkap dalam laporan sebelumnya sudah mencukupi saat laba masih lebih

rendah. Oleh karena itu, perusahaan mungkin enggan mengeluarkan biaya

tambahan untuk memperluas informasi yang disampaikan dalam laporan

berikutnya ketika laba meningkat (Raihan, 2023).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Said et al. (2019) dan Safitri

& Saifudin (2019) yang mengungkapkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh

signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. Perusahaan dengan

tingkat profitabilitas yang tinggi dianggap tidak perlu untuk melakukan

pengungkapan sustainability report. Dengan adanya kenaikan profitabilitas maka

sudah menunjukkan bahwa perusahaan dalam keadaan baik.

4.2.2.2 Pengaruh Leverage Terhadap Pengungkapan Sustainability Report

Berdasarkan pengujian parsial t diperoleh hasil penelitian bahwa leverage

tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report, maka

H2 ditolak. Artinya, Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi maupun

rendah tidak membiayai pertanggungjawaban sosial, ekonomi, dan lingkungan

dengan hutang mereka. Sehingga tinggi atau rendahnya tingkat leverage tidak

akan berpengaruh pada pengungkapan sustainability report. Hal ini bertentangan

dengan teori stakeholder yang menyatakan bahwa perusahaan tidak hanya

menjalankan operasinya untuk keuntungan pribadi, melainkan harus mampu

memberikan nilai positif kepada para pemangku kepentingan (stakeholder)

sehingga stakeholder memiliki kepercayaan terhadap perusahaan.


85

Menurut pandangan Belkaoui (1989) dalam Hermawan & Sutarti (2021),

semakin tinggi rasio leverage perusahaan, semakin besar kemungkinan

perusahaan akan melanggar perjanjian kredit. Akibatnya, perusahaan akan

berupaya untuk melaporkan laba yang lebih tinggi. Salah satu cara yang dapat

digunakan adalah dengan mengurangi berbagai biaya, termasuk pengeluaran

untuk mengungkapkan informasi terkait aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi.

Hal ini dipertimbangkan mengingat bahwa biaya yang terlibat dalam proses

penyusunan Sustainability Report cukup substansial dan harus dikeluarkan secara

konsisten setiap tahun.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Putri &

Surifah (2022) dan Setiadi (2022) yang mengungkapkan bahwa leverage tidak

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. Di

Indonesia, terdapat tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pinjaman yang

tinggi. Hal ini terlihat dari perbandingan antara jumlah hutang dan total nilai aset

yang hampir mencapai nilai satu. Situasi ini dapat diartikan bahwa sebagian besar

aset perusahaan di Indonesia dibiayai oleh pinjaman. Oleh karena itu, seberapa

tinggi atau rendahnya rasio leverage perusahaan tidak berdampak pada proses

pengungkapan Sustainability Report yang dilakukan oleh perusahaan.

4.2.2.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan

Sustainability Report

Berdasarkan pengujian parsial t didapat hasil penelitian bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report,

maka H3 diterima. Ukuran perusahaan merupakan gambaran dari total aset yang
86

dimiliki perusahaan, dimana semakin besar total aset, maka perusahaan tersebut

dianggap sebagai perusahaan dengan skala yang besar. Hal ini mendorong

manajemen untuk lebih memperhatikan keberlanjutan jangka panjang perusahaan,

salah satunya dengan mengungkapkan sustainability report. Untuk mendapatkan

pengakuan dari masyarakat bahwa perusahaan tersebut telah menjalankan

tanggung jawab sosialnya (Madona & Khafid, 2020).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kusumawardani (2022) dan

Fuadah et al. (2019) yang mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh

signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. Hal ini dikarenakan

muncuknya tekanan dari stakeholder karena semakin besar ukuran perusahaan,

akan semakin besar pula keinginan stakeholder akan keterbukaan informasi yang

diinginkan, termasuk sustainability report.

4.2.2.4 Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Pengungkapan

Sustainability Report

Berdasarkan pengujian parsial t didapat hasil penelitian bahwa komisaris

independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability

report, maka H4 ditolak. Hal ini bertentangan dengan teori stakeholder yang

mengatakan bahwa perusahaan harus bisa memenuhi harapan dan kepentingan

stakeholder, termasuk dalam mengungkapkan sustainability report. Meskipun

terdapat jumlah komisaris independen yang signifikan, tidak dapat menjamin

pencapaian tujuan pengungkapan sustainability report yang diharapkan.

Kegagalan dalam menjalankan perannya dengan benar juga berdampak pada

efektivitas komisaris independen dalam hal pengungkapan sustainability report.


87

Kemampuan, pengetahuan, dan latar belakang komisaris independen akan

mempengaruhi mutu hasilnya, mengakibatkan bahwa komposisi komisaris

independen tidak memainkan peran yang signifikan dalam pembuatan keputusan

perusahaan (Ardiani et al., 2022).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Liana (2019) dan Dewi &

Pitriasari (2019) yang mengungkapkan bahwa komisaris independen tidak

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report. Dewan

komisaris sebagai dewan pengawas yang mengawasi kinerja direksi dan

melindungi kepentingan pemegang saham tidak dapat dibuktikan akan

berpengaruh langsung terhadap pengungkapan sustainability report.

4.2.2.4 Pengaruh Komite Audit Terhadap Pengungkapan Sustainability

Report

Berdasarkan Pengujian parsial t didapat hasil penelitian bahwa komite

audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report,

maka H5 ditolak. Hal ini bertentangan dengan teori stakeholder, semakin

berkualitas komite audit maka mereka semakin dapat memahami apa yang

dibutuhkan oleh stakeholder dalam melakukan praktik pengungkapan

sustainability report. Tujuan utama komite audit adalah meningkatkan kualitas

laporan keuangan oleh karena itu komite audit lebih fokus pada peningkatan

kualitas laporan keuangan atau audit dibandingkan pengungkapan sustainability

report. Sering atau tidaknya komite audit melakukan rapat maka tidak menjamin

menjadi tolak ukur pengungkapan sustainability report.


88

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Zebua et al. (2022),

Kristianingrum et al. (2022) dan penelitian Madona & Khafid (2020) yang

mengungkapkan bahwa komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap

pengungkapan sustainability report. Artinya perusahaan dengan anggota komite

yang banyak atau sedikit tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability

report. Hal ini dikarenakan komite audit hanya berfokus pada pembahasan yang

berkaitan tentang pengawasan laporan keuangan dan audit, sehingga komite audit

tidak berfokus pada luas pengungkapan sustainability report.


89

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisi regresi linier berganda yang dilakukan

menggunakan SPSS 26 dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya, maka dapat ditarik simpulan bahwa:

1. Secara parsial profitabilitas, leverage, komisaris independen dan komite audit

tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sustainability report.

Sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap

pengungkapan sustainability report.

2. Secara simultan profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan, komisaris

independen, dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan

sustainability report.

1.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran yang dapat diajukan untuk penelitian

berikutnya adalah sebagai berikut:

1. Dalam penelitian berikutnya, disarankan untuk melibatkan lebih banyak

sektor selain batu bara sebagai sampel.

2. Dalam penelitian mendatang, disarankan untuk mempertimbangkan

penggunaan variabel lain serta mengganti variabel yang tidak memiliki

dampak signifikan dalam penelitian ini


90
91

Anda mungkin juga menyukai