Anda di halaman 1dari 99

SKRIPSI

STUDI LITERATUR : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN


SIKAP KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN
PENULARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS PARU

OLEH

NEHEMIA RAHAWARIN
12114201170094

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON 2021

i
STUDI LITERATUR: HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN
SIKAP KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN
PENULARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS PARU

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan

OLEH :
NEHEMIA RAHAWARIN
NPM 12114201170094

ii
Moto:

”Setiap Tantangan Merupakan Kesempatan Untuk


Mengenal Siapa Diri Kita Dan Untuk Apa Diri
Kita
&
Kita Tahu Sekarang, Bahwa Allah Turut Bekerja
Dalam Segala Sesuatu Untuk Mendatangkan
Kebaikan Bagi Mereka Yang Mengasihi Dia, Yaitu
Bagi Mereka Yang Terpangil Sesuai Dengan
Rencana Allah” (Roma 8:26)

“Jikalau Kamu Tinggal Di Dalam Aku Dan


Firman-Ku Tinggal Dalam Kamu, Mintalah Apa
Saja Yang Kamu Kehendaki, Dan Kamu Akan
Menerimanya” (Yohanes 15:7)

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas

limpahan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skirpsi

yang berjudul “Studi Literatur”: Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap

Keluarga Dengan Perilaku Pencegahan Penularan Penyakit Tuberculosis

Paru.

Adapun maksud penulis menyusun skripsi penelitian ini adalah memenuhi

persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan di Universitas

Kristen Indonesia Maluku.

Penulis sadar bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat dorongan dan

bantuan dari berbagai pihak. Dengan terselesaikannya skiripsi ini, maka pada

kesempata ini dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. H.H. Hetharia, M.Th sebagai Rektor Universitas Kristen Indonesia

Maluku yang telah banyak membantu dalam melancarkan proses perkuliahan

penulis dari awal sampai pada tahap ini.

2. Para Pembantu Rektor I, II, III dan IV Universitas Kristen Indonesia Maluku

yang ikut berperan dalam melancarkan proses perkuliahan penulis.

3. B. Talarima. SKM.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas

Kristen Indonesia Maluku yang telah berperan dalam membimbing dan

membantu proses perkuliahan penulis sampai pada tahap ini.

iv
4. Para Wakil Dekan I, II, III dan IV Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia

Maluku yang ikut serta berperan dalam membimbing dan membantu penulis

dalam proses perkuliahan.

5. Ns. Sinthia. R. Maelissa, S.Kep., M.Kep selaku ketua Program Studi

Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Kristen Indonesia Maluku yang

telah berperan banyak dalam membimbing, memberi motivasi dan membantu

penulis dalam proses perkuliahan.

6. Grace J. Wakanno, S.Kp., M.Kep selaku pembimbing I yang telah banyak

mengarahkan dan membimbing serta memberi motivasi bagi penulis mulai

dari awal penyusunan skripsi hingga terselesaikan proposal ini.

7. Ns. Vanny Leutualy, M.Kep selaku pembimbing II yang telah banyak

mengarahkan dan membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan

Universitas Kristen Indonesia Maluku.

9. Mama dan papa, adik, kaka, om tante dan saudara/saudari atas dukungan dan

bantuan sehingga penulis bisa membuat skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan mengharapkan

semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, November 2021

Penulis

v
LEMBARAN PERSETUJUAN

Kami menyatakan menerima dan menyetujui skripsi yang disusun oleh Nehemia
Rahawarin, NPM : 12114201170094 untuk diseminarkan.

Ambon, November 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Grace J. Wakanno, S.Kp.,M.Kep Ns. Vanny Leutualy, S.Kep., M.Kep


NIDN : 1214068401 NIDN : 1207029301

Menyetujui Mengetahui
Dekan Fakultas Kesehatan Ketua Program Studi Keperawatan

B. Talarima, S.KM., M.Kes Ns. S.R.Maelissa, S.Kep., M.Kep


NIDN : 1207098501 NIDN : 1223038001

vi
ABSTRAK

Nehemia Rahawarin, 2021. “Studi Literatur: Hubungan Tingkat Pengetahuan


Dan Sikap Keluarga Dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Tuberculosis
Paru” (dibimbing oleh : Grace J. Wakanno, Ns. Vanny Leutualy)

Meningkatnya penderita TB paru di Indonesia disebabkan oleh perilaku


hidup yang tidak sehat. Perilaku keluarga dalam pencegahan penularan juga masih
berada dalam kategori kurang baik. Penularan penyakit TB paru dapat dicegah
dengan berbagai cara yaitu dengan hidup sehat (makan-makanan bergizi, istirahat
cukup, olahrga teratur, hindari rokok, alkohol, obat bius dan hindari stress), bila
batuk mulut ditutup, jangan meludah disembarang tempat serta menerapkan
strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse). Namun jika
keluarga tidak memiliki pengetahuan tentang pencegahan penularan Tb paru
dengan baik, maka sulit bagi keluarga untuk menentukan sikap serta
mewujudkannya dalam suatu perbuatan atau perilaku pencegahanannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui studi literatur hubungan tingkat
pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku pencegahan penularan penyakit
Tuberculosis paru. Jenis penelitian ini adalah Deskriptif dengan menggunakan
metode Systematic Review. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 10 jurnal
penelitian nasional yang berkaitan dengan judul penelitian. Sumber database
yang digunakan adalah Google Scholar dengan mengacu pada kriteria inklusi dan
ekslusi. Berdasarkan 10 jurnal yang telah dianalisis didapatkan bahwa ada
hubungan yang siginfikan antara tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dengan
perilaku pencegahan penularan penyakit Tuberculosis paru.

Kata kunci: Tuberculosis paru, tingkat pengetahuan, sikap, perilaku


penecagahan Tuberculosis paru.

vii
ABSTRACT

Nehemiah Rahawarin, 2021. "LiteratureStudy:Relationship of Family


Knowledge Levels And Attitudes With Pulmonary Tuberculosis Prevention
Behavior" (guided by: Grace J. Wakanno, Ns. Vanny Leutualy )

Thenumber of people with pulmonary TB in Indonesia is caused by


unhealthy living behaviors. Behaviour families in the prevention of transmission
are also still in the kategori less good.. Transmission of pulmonary TB disease can
be prevented in various ways, namely by living a healthy life (eating nutritious
foods, getting enough rest, regular exercise, avoiding cigarettes, alcohol,
anesthetics and avoiding stress), if the mouth cough is closed, do not spit on the
spot and apply the DOTS strategy(Directly Observed Treatment,
Shortcourse). But if the family does not have knowledge about the prevention of
pulmonary TB transmission properly, then it is difficult for the family to
determine the attitude and make it happen in an act or preventive behavior.. This
study aims to find out the literature study of the relationship of knowledge levels
and family attitudes with preventive behaviors of pulmonary tuberculosis disease
transmission.. This type of research is descriptive using the
Systematic Reviewmethod. The sample in the study totaled 10 national research
journals related to the study title. The source of the database used is Google
Scholar with reference to inclusion and exclusion criteria. Based on 10 journals
that have been analyzed, there is a negational relationship between knowledge
levels and family attitudes and preventive behaviors of pulmonary tuberculosis
transmission..

Keywords: Pulmonary tuberculosis,level of knowledge, attitude, behavior of


pulmonary tuberculosis .

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……………………………………………… i

HALAMAN PESETUJUAN …………………………………….. ii

KATA PENGANTAR ……………………………………………. iii

DAFTAR ISI …………………………………….………………… v

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… vi

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….. vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………….. 1

B. Rumusan Masalah …………………………………………. 5

C. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 6

D. Manfaat Penelitian ……………………….…………………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep umum tuberculosis …………………………………… 7

B. Konsep Dasar pengetahuan …………………………………...... 18

C. Konsep Dasar sikap ……………...………................................. 22

D. Konsep dasar perilaku ................................................................. 28

E. Konsep dasar keluarga …………………………………………. 30

F. Penelitian terkait sikap keluarga dengan perilaku pencegahan penyakit

tuberculosis ……………………………………………………... 37

G. Kerangka Konsep ………………………………………..……… 39

ix
BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ……..……………………………………………. 40

B. Tahapan Systemic Review ………………………………………... 42

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling …......…………………… 47

D. Variabel Penelitian ………………………………………………... 49

E. Analisa Data ………………………………………………………. 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil ………………………………………………………………50

B. Pembahasan ……………………………………………………....66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………74

B. Saran ………………………………………………………….….75

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 46

LAMPIRAN …………………………………………………………. 48

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. SK Pembimbing Skripsi ………………................................. 49

Lampiran 2. Hasil pencarian pada situs google scholar ………………….. 50

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis Paru (Tb Paru) adalah penyakit menular yang masih menjadi

perhatian dunia. Dimana hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas

penyakit tersebut, angka kematian dan kesakitan akibat kuman mycobacterium

tuberculosis ini pun tinggi. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis. Mikobakterium ini

ditransmisikan melalui droplet di udara, sehingga seorang penderita tuberkulosis

merupakan sumber penyebab penularan tuberkulosis. Sampai saat ini penyakit

tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan yang utama, baik di dunia maupun

di Indonesia (Sukarni Mariyati, 2019).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) Pada tahun 2016,

diperkirakan terdapat 10,4 juta kasus baru (insidensi) Tb di seluruh dunia,

diantaranya 6,2 juta laki-laki, 3,2 juta wanita, dan 1 juta adalah anak-anak. WHO

memperkirakan terdapat 9,6 juta kasus Tb pada tahun 2017 namun hanya 6 juta

kasus yang terlaporkan, artinya terdapat 3,6 juta kasus yang tidak terdiagnosis

atau tidak terlaporkan. Sementara itu, 58% kasus TB dunia diantaranya terdapat di

Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Indonesia menempati posisi terbesar kedua

kasus Tb setelah India (23%) yaitu sebesar 10% (WHO, 2017). Prevalensi Tb

Paru di Indonesia berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013

sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain, rata-rata tiap 100.000

1
penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang di diagnosis kasus Tb Paru.

Sedangkan prevalensi Tb Paru berdasakan sebaran masing-masing provinsi, yang

tertinggi ada pada pada provinsi jawa tengah dengan angka kejadian pada tahun

2015 sebesar 115,17 per 100.000. sedangkan, diprovinsi Maluku angka kejadian

Tb Paru pada tahun 2013 yaitu 0,4% dan tahun 2018 angkanya mengalami sedikit

penurunan mencapai 0,39% (Riskesdas, 2018). Berdasarkan data dari Puskesmas

Passo prevalensi Tb paru tahun 2019 sebesar 56 orang, pada tahun 2020 sebesar

43 orang dan pada tahun 2021 sampai dengan bulan September sebesar 29 orang.

Tuberkulosis (TBC) saat ini masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat baik di Indonesia maupun internasional sehingga menjadi salah satu

tujuan pembangunan kesehatan berkelanjutan (SDGs). Indonesia merupakan

negara ke-2 tertinggi penderita tuberkulosis. Hall tersebut mendorong

pengendalian tuberkulosis nasional terus dilakukan dengan intensifikasi,

akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi program (Kemenkes, 2020).

Penularan penyakit TB paru dapat dicegah dengan berbagai cara yaitu

dengan hidup sehat (makan-makanan bergizi, istirahat cukup, olahrga teratur,

hindari rokok, alkohol, obat bius dan hindari stress), bila batuk mulut ditutup,

jangan meludah disembarang tempat serta menerapkan strategi DOTS (Directly

Observed Treatment, Shortcourse). Namun jika keluarga tidak memiliki

pengetahuan tentang pencegahan penularan Tb paru dengan baik, maka sulit bagi

keluarga untuk menentukan sikap serta mewujudkannya dalam suatu perbuatan

atau perilaku (PPTI, 2015). Hasil survei di Indonesia oleh Ditjen Pemberantas

Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (2017), tingginya angka kejadian

2
Tb paru salah satunya disebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan.

Pengetahuan masyarakat Indonesia tentang Tb paru masih rendah, hanya 8%

responden yang menjawab dengan benar cara penularan TB paru, 66% yang

mengetahui tanda dan gejala (Kemenkes RI, 2017).

Penyakit Tuberkulosis dapat terjadi karena adanya prilaku dan sikap

keluarga yang kurang baik. Kurangnya perilaku keluarga tersebut ditunjukan

dengan tidak menggunakan masker (jika kontak dengan pasien), keterlambatan

dalam pemberian vaksin BCG (pada orang yang tidak terinfeksi), dan terapi

pencegahan 6- 9 bulan. Terjadinya perilaku yang kurang baik dari keluarga karena

kurangnya pengetahuan dan sikap keluarga (Isminah, 2017). dalam hal ini

bagaimana seharusnya keluarga klien yang terdiagnosa TB paru mengetahui

secara jelas dan benar apa sebenarnya penyakit Tuberkulosis ini, dan bagaimana

cara penularan dan pencegahannya. Sikap keluarga sangat menentukan

keberhasilan pengobatan. Amat terlebih dalam mencegah penularannya, karena

jika sikap keluarga klien yang terdiagnosa Tb paru mengerti apa yang sebenarnya

dilakukan maka secara otomatis juga bisa dan mampu melindungi dirinya dan

anggota keluarga lainnya. Jika perilakunya baik maka akan membawa dampak

positif bagi pencegahan penularan Tuberkulosis (Notoatmodjo, 2015).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan berhubungan dengan jumlah

informasi yang dimilki seseorang, semakin banyak informasi yang dimiliki oleh

seseorang semakin tinggi pula pengetahuan yang dimiliki seseorang

(Notoatmodjo, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yusuf dan

3
Dani (2015), mengatakan masih didapatkan kurangnya pengetahuan tentang Tb

Paru disebabkan oleh kebanyakan responden percaya mitos bahwa penyakit Tb

paru merupakan penyakit keturunan yang disebabkan oleh banyak pikiran, dan

tidak tahunya mengenai cara penularan serta kesalahan dalam minum obat.

Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki sesorang,

semakin banyak informasi yang dimiliki seseorang, semakin tinggi pula

pengetahuan yang dimiliki sesorang yang berdampak pada sikap dan perubahan

perilaku (Notoatmodjo 2015). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Habibah (2013), yang berjudul “Hubungan tingkat pengetahuan

keluarga tentang TB Paru terhadap perilaku pencegahan Penularan Penyakit TB

Paru” dengan jumlah responden 76 keluarga, bahwa sebagian besar responden

memiliki pengetahuan yang tinggi yaitu 30 responden (39,5%), dan responden

berprilaku baik berjumlah 39 (51,3%) responden. Didukung oleh penelitian Catur

Setiya Sulistiyana (2014). didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki

pengetahuan yang baik, namun masih didapatkan sebagian dari responden

memiliki pengetahuan tentang TB paru yang kurang, hal ini dapat terjadi oleh

karena kemungkinan kurangnya informasi formal atau non formal yang

didapatkan oleh responden maupun tidak adekuatnya informasi yang didapatkan

oleh responden maupun tidak adekuatnya informasi yang diterima oleh responden

dengan nilai p = 0,019.

Selain pengetahuan, sikap juga merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior), Sikap keluarga merupakan

salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan

4
tuberkulosis namun beberapa hasil penelitian mengenai sikap keluarga dan

perilaku pencegahan penularan penyakit tuberkulosis menunjukan hasil yang tidak

konsisten. Sikap keluarga yang negatif, memiliki perilaku yang buruk terhadap

pencegahan penularan penyakit Tb Paru (Linda, 2016). Perubahan perilaku dalam

keluarga merupakan domain yang sangat penting dalam upaya pencegahan dan

pengurangan resiko penularan Tb paru. Perilaku tidak sehat yang memengaruhi

peningkatan jumlah kasus Tb paru di Indonesia adalah perilaku tidak sehat

diantaranya; keluarga yang masih mengunakan alat makan atau minum secara

besamaan, kurangnya pencahayaan di dalam rumah pasien yang masih meludah

sembarangan (Kemenkes RI, 2018).

Penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Tobing,

2016) (Rizana and Teuku Tahlil 2016) tentang pengaruh perilaku penderita dan

keluarga serta kondisi rumah dalam upaya pencegahan penularan Tb Paru di

kabupaten Tapanuli utara pada tahun 2009 terhadap 100 orang penderita Tb Paru.

Hasil penelitian Tobing menunjukan adanya hubungan secara signifikan antara

sikap, pengetahuan, dan dukungan keluarga dengan potensi penularan Tb Paru.

Penelitian Tobing di dukung juga oleh penelitian (Purwanto, 2018) (Kurniasari,

Nugraha, and Aryati 2018) yaitu bahwa semakin keluarga memiliki sikap positif

makan akan berperilaku baik dan jika keluarga memiliki sikap negatif maka

perilaku cukup/kurang terhadap pencegahan penularan Tuberculosis Paru.

Literature jelas menunjukan bahwa ada antara hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap keluarga terhadap perilaku pencegahan penularan

Tuberculosisb Paru. Jika pengetahuan dan sikap keluarga baik maka perilaku

5
pencegahan Tuberculosis Paru dapat diterapkan dengan maksimal akan

mengurangi angka kejadian Tuberculosis Paru. Namun masih belum banyak

dilakukan studi literatur sebagai upaya mereview hasil-hasil penelitian primer

yang terkait hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku

pencegahan Tuberculosis Paru. Karena dalam penerapan praktek berbasis bukti

penelitian-penelitian primer tidaklah cukup memberikan pesan dalam perbaikan

kebijakan dalam pelayanan kesehatan. Sehingga, diperlukan studi literature yang

dapat menginformasikan keluarga, permasalahan terkait “Hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku pencegahan penyakit

Tuberculosis Paru” yang nantinya diharapkan dapat disajikan sebagai masukan

untuk penentu kebijakan pada layanan kesehatan

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada studi

literatur, yaitu “Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga

dengan perilaku pencegahan penularan penyakit Tuberculosis paru?

C. Tujuan Penelitian

1) Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku pencegahan penularan

penyakit Tuberculosis paru.

6
2) Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan keluarga

terhadap Tb Paru

b. Untuk mengathui hubungan perilaku keluarga dalam melakukan

pencegahan penularan penyakit Tb Paru

c. Untuk mengetahui keeratan hubungan tingkat pengetahuan

keluarga dengan perilaku pencegahan penularan penyakit Tb Paru

D. Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini akan dapat di jadikan sebagai sumber informasi

untuk pengembangan keilmuan bidang keperawatan dalam penanganan

penularan penyakit Tuberculosis paru.

2) Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan

peneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga

dengan perilaku pencegahan penularan penyakit Tuberculosis paru.

b. Bagi Petugas Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau

informasi dalam mengambil kebijakan dalam penyusunan program

pencegahan penularan penyakit Tuberculosis paru

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tuberkulosis

1. Definisi tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar

kuman tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ

tubuh lainnya (Arif, 2018). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius

yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis adalah suatu

penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobacterium

Tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan

bagian bawah yang sebagian besar hasil tuberkulosis masuk ke dalam

jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami

proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon (Wijaya & Putri,

2016).

Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan

Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit infeksius atau menular yang

disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru.

2. Etiologi

Penyebab Tb Paru adalah mycobacterium tuberculosis merupakan jenis

kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6

mm. Sebagian besar omponen Mycobacterium Tuberculosis adalah

8
berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta

sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini

adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh

karena itu, Mycobacterium Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks

paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi

tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis (Puspasari, 2019)

3. Penemuan penderita tuberkulosis

Kegiatan penemuan pasien tuberkulosis terdiri dari penjaringan suspect

tuberkulosis, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien.

a. Penemuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa

Penemuan penderita tuberkulosis dilakukan pasif, artinya

panjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang

datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara

pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh

petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan

penemuan tersangka penderita. Cara ini terkenal dengan sebutan

passive promotion case finding (penemuan penderita secara pasif

dengan promosi yang aktif). Selain itu semua kontak penderita

tuberkulosis paru BTA positif dengan gejala sama harus diperiksa

dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan

tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah

penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian.

9
b. Penemuan penderita tuberkulosis pada anak

Penemuan penderita tuberkulosis paru pada anak merupakan hal yang

sulit. Sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas

gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin

c. Penemuan penderita tuberkulosis pada anak

Penemuan penderita tuberkulosis paru pada anak merupakan hal yang

sulit. Sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas

gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.

4. Penularan dan faktor-faktor resiko

Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui

udara. Individu terinveksi melalui bicara, batuk, bersin, tertawa atau

bernyanyi, melepaskan doplet. Doplet yang besar akan menetap dan

doplet yang kecil akan tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang

rentan. Menurut Wijaya & Putri (2016) individu yang beresiko tinggi

untuk tertular tuberkulosis adalah: a) mereka yang kontak dekat dengan

seseorang yang mempunyai Tb aktif; b) individu imunosupresif

(termasuk lansia, pasien dengan kangker, mereka yang dalam terapi

kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV; c) pengguna

obat-obatan IV dan Alkoholik; d) setiap individu tanpa perawatan

kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik dan ras minoritas,

terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara usia

15 sampai 44 tahun); e) setiap individu dengan gangguan medis yang

sudah ada sebelumnya (misalnya: diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis,

10
penyimpangan gizi); f) migran dari negara yang terinfeksi Tb yang

tinggi (Asia tenggara, Afrika, Amerika Latin, Karibia); g) setiap

individu yang tinggal di institusi (misalnya: fasilitas kesehatan jangka

panjang, institusi spikiatrik, penjara); h) individu yan tinggal didaerah

perumahan substandard kumuh; i) petugas kesehatan dan; j) resiko untuk

tertular tuberkulosis juga tergantung pada banyaknya organisme yang

terdapat diudara.

5. Manifestasi klinis

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit

yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga

memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah

penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan

kadang- kadang asistomatik.

Menurut Wijaya & Putri (2016) gambaran klinis TB paru dapat dibagi

menjadi dua golongan, gejala raspiratorik dan gejala sistemik:

a. Gejala respiratorik meliputi:

1) Batuk : Gejala batuk paling dini dan merupakan gangguan yang

paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non prokduktif

kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada

kerusakan jaringan.

2) Batuk darah: Darah yang keluar dalam dahak bervariasi, mungkin

tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan atau

darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi

11
karena pecahnya pembulu darah. Berat ringannya batuk darah

tergantung dari kecil besarnya pembulu darah yang rusak

3) Sesak nafas: Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkin paru

sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi

pleura, pnemothorax, anemia, dll.

4) Nyeri dada: Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik

yang ringan. Gejala ini timbul apa bila sistem persarafan di pleura

terkena.

b. Gelaja sistemik, meliputi :

1) Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul

pada sore dan malam hari mirip dengan influeza, hilang timbul dan

makin lama makin panjang sedangkan masa beban serangan makin

pendek.

2) Gejala sistemik lain : gejala sistemik lain iyalah keringat malam,

anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.

3) Timbulnya gejala biasanya grandual dalam beberapa minggu-bulan

akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas

walaupun jarang dapat juga timbul gejala menyerupai gejala

pneumonia.

Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien

menunjukkan demam tinggkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan

BB, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada

awalnya mungkin non prokduktif, tetapi dapat berkembang kearah

12
pembentukan spuntum mukopurulen dengan hemoptitis.

Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti

perubahan status mental, demam, anoreksia, dan penurunan BB. Basil

tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan

dorman.

6. Diagnosa Tuberkulosis paru

Diagnosa tuberkulosis paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman tuberkulosis (BTA). Pada program penanggulangan

tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto

toraks, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis

sepanjang sesuai dengan indikasinya. Semua suspect tuberkulosis

diperiksa 3 spesimen dahak mikroskopis dalam waktu 2 hari, yaitu

sewaktu-pagi- sewaktu (SPS) yaitu:

a. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis

datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa

sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada hari kedua.

b. P (pagi): dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada

petugas di UPK.

c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat

penyerahan dahak pagi.

13
7. Penatalaksanaan

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan

petugas kesehatan.

a. Penderita tuberkulosis paru; (1) minum obat secara teratur sampai

selesai; (b) menutup mulut waktu bersin atau batuk; (c) tidak meludah

di sembarang tempat; (c) meludah di tempat yang kena sinar matahari

atau di tempat yang diisi sabun atau karbol/isol

b. Untuk keluarga; (1) jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur;

(b) buka jendela lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat

masuk; (c) kuman tuberkulosis akan mati bila terkena sinar matahari

8. Taktik dan strategi pengobatan tuberkulosis paru

Pada pengobatan pasien tuberkulosis paru harus menguasai taktik dan

strategi yang efektif, dan efisien untuk menekan terjadinya resistensi basil

agar tidak terjadi relap atau kekambuhan. Untuk menunjang keberhasilan

pengobatan maka taktik yang dipilih, obat kemoterapi harus dikombinasi,

tidak boleh putus-putus, dan dengan jangka waktu lama atau dikenal

sebagai combined, continued, prolonged.

a. Kombinasi (combined) dengan dosis tertentu

Obat tuberkulosis kombinasi dengan dosis tertentu adalah dua atau

lebih komponen obat di dalam satu sediaaan. Kombinasi obat

tuberkulosis bertujuan agar pasien dengan tuberkulosis tidak harus

menggunakan terlalu banyak obat selama pengobatan. Penggunaan

14
kombinasi dari dua komponen obat telah lama digunakan. Penderita

tuberkulosis aktif tidak dapat diobati dengan satu jenis obat, karena

bakteri tuberkulosis di tubuhnya dapat menjadi kebal atau resistan

terhadap obat tersebut. Kuman tuberkulosis paru menjadi resistan akibat

dari obat tersebut tidak berkerja lagi terhadap kuman di tubuh penderita.

Menghindari timbulnya resistansi, penderita tuberkulosis paru diobati

dengan kombinasi beberapa obat, yang disebut sebagai terapi anti

tuberkulosis. Terdapat lima pilihan obat yang biasanya dipakai di

Indonesia pengobatan tuberkulosis yaitu :1. Isoniazid (INH atau H) 2.

Pirazinamid (Z) 3. Ethambutol (E) 4. Rifampisin (R) 5. Streptomisin

(S). Tujuan dari pemberian obat tuberkulosis paru kombinasi : 1)

membuat peresepan menjadi lebih mudah; 2) membuat penyediaan obat

lebih mudah karena lebih sedikit; 3) mengurangi kemungkinan

resistensi obat tuberkulosis dengan memastikan lebih sedikit obat yang

perlu digunakan; 4) mengurangi resiko salah obat; 5) Meningkatkan

kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum lebih sedikit

sehingga pengobatan menjadi lebih mudah dan mengurangi

kemungkinan pasien akan membagi dosis atau hanya meminum

beberapa obat. Penggunaan blister packs,dengan atau tanpa tablet

kombinasi dosis tertentu, juga membuat pasien untuk patuh terhadap

pengobatan mereka.

b. Berkesinambungan (continued)

Berkesinambungan berarti penderita memakai obat yang diprogramkan

15
secara terus menerus. Penderita tidak memakai obatnya secara disiplin,

mengakibatkan tuberkulosis menjadi resistan terhadap obat yang

dipakai, selanjutnya obat tersebut tidak efektif, dan penderita harus

memakai obat antu tuberkulosis yang lain, yang lebih mahal dan lebih

sulit dipakai.

c. Jangka waktu yang lama (prolonged)

Terapi tuberkulosis biasanya berlangsung selama enam bulan sampai

dengan 12 bulan. Tantangan kepatuhan pasti ada, sebab kadang kala

penderita mengalami efek samping. Pengawasan oleh pengawas

menelan obat (PMO) seperti dilakukan berdasarkan DOT-S dapat

membantu penderita agar tetap disiplin.

9. Patofisiologi

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya di inhalasi

sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan

yang lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak

menyebabkan penyakit (Wijaya & Putri, 2016). Setelah berada dirongga

alveolus (biasanya dibagian bawah lobus atas atau dibagian lobus bawah)

basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi peradangan.

Leokosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan mefagosit

bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari- hari

pertama maka lokosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan

mengalami konsolidasi dan timbul gejala peneumonia akut. Peneumonia

seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan

16
jaringan paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difogasit atau

berkembang biak didalam sel. Basil juga berkembang melalui kelenjar limfe

regional. Makrofak yang menggalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan

sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi

oleh limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung 10-20 hari.

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti

keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami

nekrosis kaseosa dan jarian glanurasi disekitarnya yang terdiri dari sel

epiteloid dan fibrolas menimbulkan respon berbeda. Jariangan glanurasi

menjadi lebih lebih fibrosa, membentuk jarian parut yang akhirnya

membentuk kapsul yang mengelilinggi tuberkel.

Lesi promer paru-paru disebut fokus ghon dan gabungan terserangnya

kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon.

Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat dari orang

sehat yang kebetulan mengalami pemeriksaan radiogram rutin. Respon lain

yang ysng terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair

lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Meteri tuberkel yang

dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kepercabangan trankeobronkial.

Proses ini dapat berulang kembali pada bagian lain dari paru atau basil akan

terbawa kelaring, telingga tengah atau usus. Kavitas kecil dapat menutup

sekalipun tanpa pengobatan dan menginggalkan jariangan parut fibrosa. Bila

peradangan mereda lumes bronkus dapat menyempit dan menutup oleh

jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus. Bahan

17
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran

yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan

ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi

hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit

dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembulu darah

(limfohematogen). Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai

aliran darah dalam jumlah yang lebih kecil yang kadang- kadang dapat

menimbulkan lesi bada bagian organ lain (ekstrapulmoner). Penyebab

hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan

tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak merusak pembulu

darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan

tersebar kedalam sistem vaskuler kedalam organ-organ tubuh (Wijaya &

Putri, 2016).

Dalam penyakit Tuberkulosis akan muncul masalah ketidak efektifan pola

nafas, hal itu bisa terjadi karena perubahan cairan intra pleura yang

mengakibatkan sesak nafas, sianosis, dan penggunaan otot bantu nafas.

Selain itu tanda sesak nafas merupakan terjadinya kerusakan membran

alveolar-kapiler merusak pleura menyebabkan gangguan pertukaran gas,

produksi sekret yang meningkat, dan pecahnya pembulu darah

mengakibatkan batuk produktif dan batuk darah dapat mengakibatkan

ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

18
B. Konsep pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah seseorang

melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Tetapi sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2015)

2. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai integritas atau

tingkatan yang berbeda-beda. Notoatmodjo (20105) membagi tingkat

pengetahuan secara garis besar menjad enam bagian, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa

buah tomat banyak mengandung vitamin C, penyakit demam berdarah

ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk

mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

menggunakan pertanyaan-pertanyaan, misalnya : apa tanda-tanda anak

yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara

melakukan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,

19
tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut. Misalnya, orang memahami cara pemberantasan demam

berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M (Mengubur,

Menguras, dan Menutup), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa

harus menutup, menguras, dan sebagainya tempat-tempat

penampungan air tersebut.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang telah memahami objek yang telah

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang

telah paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat

perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau dimana saja.

Orang yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah

membuat proposal penelitian dimana saja, dan seterusnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah smpai

pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat

membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat

diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya,

20
dapat membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk

biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus cacing kremi, dan

sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum

atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-

komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnnya, dapat membuat atau

merangkai dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang

telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artikel

yang telah dibaca.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya,

seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita

malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga

berencana, dan sebagainya.

3. Pengetahuan Cara-Cara Memelihara Kesehatan

Pengetahuan kesehatan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang

diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan.

21
Pengetahuan tentang cara-cara mememilihara kesehatan menurut

Notoatmodjo (2015) ini meliputi:

a. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis

penyakit dan tanda-tandanya atau gejala, penyebabnya, cara

penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau mengangani

sementara)

b. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau

mempengaruhi kesehatan antara lain : gizi makanan, sarana air bersih,

pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan

sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.

c. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional

maupun tradisional.

d. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah

tangga, maupun kecelakaan lalu lintas, dan tempat-tempat umum, dan

seterusnya.

4. Indikator Pengetahuan Terhadap Kesehatan

Untuk mengukur pengetahuan kesehatan seperti cara memelihara

kesehatan, adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara

langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau

angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah “tingginya pengetahuan”

responden tentang kesehatan, atau besarnya persentase kelompok

responden atau masyarakat tentang variabel-variabel atau komponen-

komponen kesehatan. Misalnya, berapa % responden atau masyarakat

22
yang tahu tentang cara -cara mencegah penyakit demam berdarah, dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2015).

C. Konsep Sikap

1. Pengertian sikap

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan

cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud disini adalah kecenderungan

potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan

pada stimulus yang menghendaki adannya respons (Azwar, 2015)

Sikap dapat bermakna positif dan kondusif untuk penyakit tuberkulosis

dapat pula bersikap negatif (Notoatmodjo, 2015).

a. Sikap positif

Sikap positif adalah apabila timbul persepsi yang positif terhadap

stimulus yang diberikan dapat berkembang sebaik-baiknya karena

orang tersebut memiliki pandangan yang positif terhadap stimulus

yang telah diberikan.

b. Sikap negatif

Sikap negatif apabila terbentuk persepsi negatif terhadap stimulus

yang telah diberikan, sikap mungkin terarah terhadap benda, orang

tetapi juga peristiwa, pandangan, lembaga, terhadap norma, nilai dan

lain-lain.

c. Struktur sikap

Struktur sikap dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang

23
(Azwar, 2015). Ketiga komponen tersebut pembentukan sikap yaitu

sebagai komponen kognitif (kepercayaan) emosional (perasaan)

dan komponen konatif (tindakan). Ketiga komponen ini secara

bersama-sama membentuk sikap yang utuh (tital attitude) dalam

penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan

emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2016). Komponen

kognitif mengenai suatu objek dapat menjadi penggerak terbentuknya

sikap apabila komponen kognitif tersebut disertai dengan komponen

afektif (persepsi) dan komponen konatif (kesiapan untuk melakukan

tindakan) (Azwar, 2015).

2. Pembentukan sikap

Terbentuknya sikap seseorang pada dasarnya ditandai norma-norma

sebelumnya, sehingga norma tersebut beserta pengalaman dimasa lalu

akan membentuk suatu sikap, bahkan bertindak, sikap terbentuk setelah

individu mengadakan internalisasi dari hasil (Sobur, 2016) yakni : 1.

Observasi serta pengalaman partisipasi dengan kelompok yang dihadapi 2.

Perbandingan pengalaman yang mirip dengan respon atau reaksi yang

diberikan, serta hasil dari reaksi terhadap dirinya. Pengalaman yang sama

melibatkan emosi, karena suatu kejadian yang telah menyerap perasaan

sulit dilupakan sehingga reaksi akan merupakan reaksi berdasarkan usaha

menjauhi situasi yang diharapkan.

3. Perubahan sikap

Perubahan sikap pada individu ada yang terjadi dengan mudah, ada yang

24
sukar, hal ini tergantung pada kesiapan seseorang untuk menerima atau

menolak rangsangan yang datang padanya. Perubahan sikap tidak hanya

menyebabkan perubahan yang terjadi pada diri seseorang juga

menyebabkan terjadinya perubahan sikap seiring dengan perkembangan

arus informasi, ekonomi, sosial, politik, kesehatan (Ayuro & Ridha,

2020).

4. Karakteristik sikap

Karakteristik sikap baik yang dimiliki sebelum maupun sesudah

terbentuknya sikap, mempengaruhi pembentukan sikap tertentu.

Karakteristik sikap (Sobur, 2016) meliputi :

a. Sikap ekstrem (extremeness)

Sikap yang ekstrem sulit berubah, baik dalam perubahan kongruen

(perubahan yang searah, yakni bertambahnya derajat kepositifan atau

kenegatifan dari searah) maupun inkungruen (perubahan sikap ke arah

yang berlawanan, misal sikap yang semula negatif menjadi positif atau

sebaliknya.

b. Multifleksitas (multiplexity)

Sikap yang karakteristik multiflek mudah berubah secara kongruen,

namun sulit berubah secara inkongruen, sebaliknya sikap yang simple

mudah berubah secara inkongruen, namun sulit berubah secara

kongruen.

c. Konsistensi (consistency)

Sikap yang konsisten cenderung menunjukkan sikap yang stabil, karena

25
komponenya saling mendukung satu sama lain, ini akan mudah berubah

ke arah konguen.

d. Interconnectedness

Interconnectedness adalah keterikatan suatu sikap dengan orang lain

dalam suatu kluster. Sikap yang mempunyai kadar keterikatan tinggi

sulit diubah ke arah kongrue

e. Konsonan (consonance)

Sikap yang saling berderajat selaras akan lebih cenderung membentuk

kluster. Kluster tersebut cenderung pula memiliki derajat saling

ketergantungan.

f. Streght and number of wants served by attitude

Perubahan sikap ditentukan oleh kekuatan dan ragam-ragamnya. Sikap

yang memiliki kekuatan dan keanekaragaman keinginan yang akan

dipuaskan disebut sikap multi servis. Sikap multi servis ini sangat

dihargai dan diharapkan seseorang. Sikap demikian sukar berubah pada

jenis inkongruen, namun pada perubahan mudah berubah.

g. Centrality of the value to which the attitude is related

Sikap seseorang yang berakar pada nilai yang dianutnya, meskipun

ditukarkan alasan persuasive dan didukung oleh kenyataan yang kuat

tetap sulit untuk diubah, kecuali dengan cara mengubah nilai.

5. Faktor yang mempengaruhi sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh

individu. Interaksi sosial yaitu individu beraksi membentuk pola sikap

26
tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor yang

mempengaruhi sikap (Azwar, 2015)

a. Pengalaman pribadi

Pengalaman yang terjadi secaa tiba-tiba atau mengejutan yang

meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian

dan peristiwa yang terjadi berulang dan terus menerus, lama-kelamaan

secara bertahap diserap kedalam individu dan mempengaruhi

terbentuknya sikap.

b. Pengaruh orang lain

Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan, misal

dalam kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan, mereka akan

mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya.

c. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar

terhadap pembentukan sikap. Sikap masyarakat diwarnai dengan

kebudayaan yang ada di daerahnya.

d. Media Masa

Media masa elektronik maupun cetak sangat besar pengaruhnya

terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang, pemberian

informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan

landasan kognitif baru bagi pembetukan sikap.

e. Lembaga pendidikan dan Lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama berpengaruh dalam

27
pembentukan sikap, hal ini dikarenakan keduannya meletakkan dasar

pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Faktor emosional

Sikap yang didasari oleh emosi yang fungsinya hanya sebagai

penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan

ego, sikap yang demikian merupakan sikap sementara, dan segera

berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap

yang lebih persisten dan bertahan lama.

g. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu aspek yang berperan penting

dalam menentukan sikap seseorang, karena dari pengetahuan mulai

terbentuk sikap sesuai dengan stimulus yang diberikan (Notoadmodjo,

2016).

D. Konsep Perilaku

1. Definisi perilaku

Menurut (Skinner, 2015) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa

perilaku adalah respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Perilaku ini terjadi melalui proses adannya stimulus

terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka

dari skinner ini disebut teori (S-O-R) atau Stimulus Organisme Respons.

(Notoatmojo, 2016)

28
2. Macam-macam perilaku

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung

atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus masih

terbatas pada perhatian, persepsi pengetahuan/kesadaran, dan sikap

yang terjadi pada orang yang menrima stimulus tersebut, dan belum

bisa diamati dengan jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat

diamati atau dilihat oleh orang lain.

c. Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit).

3. Klasifikasi perilaku kesehatan

Menurut Notoatmojo (2016) perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi 3

yaitu :

a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit,

serta pemulihan kesehatan bila mana sudah sembuh dari penyakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan

sehat, perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang

29
seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Karena makanan dan

minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang,

tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab

menurunya kesehatan seeorang, bahkan dapat mendatangkan

penyakit.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia menurut Lawrence

Green, terdapat 3 faktor utama yaitu :

a. Faktor predisposisi (predis posing factors)

Faktor yang ada didalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu,

yaitu pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi,

dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pemungkin (reinforcing factor)

Faktor-faktor yang memungkinkan seseorang berperilaku tertentu

seperti adanya sarana prasarana atau fasilitas kesehatan tidak

mendukung bagi masyarakat (puskesmas sangat jauh dan sulit untuk

dijangkau) akan berpengaruh pada kunjungan pelayanan kesehatan.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor-faktor ini meliputi faktor yang memperkuat atau memberikan

dukungan seseorang untuk berperilaku, yaitu kebijakan yang ada

(Notoatmojo, 201)

30
E. Konsep Dasar Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan,

yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.

Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan polah

perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Dewi & Ners, 2015)

2. Fungsi keluarga

a. Fungsi biologis diantaranya yaitu; 1) menuruskan keturunan; 2)

memelihara dan membesarkan anak; 3) memenuhi kebutuhan gizi

keluarga; 4) memelihara dan merawat anggota keluarga

b. Fungsi psikologis diantaranya yaitu; 1) memberikan kasih sayang

dan rasa aman; 2) memberikan perhatian diantara anggota keluarga;

3) membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga;

4) memberikan identitas keluarga

c. Fungsi sosialisasi, diantaranya yaitu; 1) membina sosialisasi pada

anak; 2) membentuk norma-norma tingkahlaku sesuai dengan tingkat

perkembangan anak; 3) meneruskan nilai-nilai budaya keluarga

d. Fungsi ekonomi, diantaranya yaitu; 1) mencari sumber-sumber

perhasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga; 2) pengaturan

penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan

keluarga; 3) menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

keluarga dimasa yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua)

31
Fungsi pendidikan, diantaraya yaitu; 1) menyekolahan anak untuk

e. memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak

sesuai dengan bakat, dan minat yang dimilikinya; b) mempersiapkan

anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi

peranannya sebagai orang dewasa; c) mendidik anak sesuai dengan

tingkat-tingkat perkembangannya

f. Fungsi efektif; hal yang harus dikaji yaitu gambaran diri anggota

keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan

keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana keluarga

mengembangkan sikap saling menghargai

g. Fungsi sosialisasi; Hal yang perlu dikaji bagaimana interaksi atau

hubungan dalam keluarga, sejauhmana anggota keluarga belajar

disiplin, norma, agama, budaya, dan perilaku

h. Fungsi perawatan kesehatan; menjelaskan sejauh mana keluarga

menyediakan makanan, pakaian, perlindungan serta merawat anggota

keluarga yang sakit. Sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai

sehat-sakit. Kesanggupan keluarga didalam melaksanakan perawatan

kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga melaksanakan 5

tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal masalah

kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan,

Melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit

i. menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan, dan

keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat

32
dilingkungan setempat.

j. hal yang dikaji sejauh mana keluarga melakukan pemenuhan tugas

perawatan keluarga :

k. Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan,

yang perlu dikaji adalah sejauhmana keluarga mengetahui mengenai

fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan

gejala, faktor penyebab, dan yang mempengaruhinya serta persepsi

keluarga terhadap masalah. Hal yang perlu dikaji adalah:

1) Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan

luasnya masalah

2) Apakah masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga?

3) Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang

dialami

4) Apakah keluarga masalah takut akan akibat dari tindakan

penyakit?

5) Apakah mempunyai sifat negatif terhadap masalah kesehatan?

6) Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang

ada?

7) Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan?

8) Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap

tindakan dalam mengatasi masalah?

33
h. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga merawat

anggota keluarga yang sakit, yang perlu dikaji adalah :

a) Sejauh mana keluarga mengetahui keadaan penyakit (sifat,

penyebaran, komplikasi, prognosa dan cara merawatnya)

b) Sejauh mana keluarga mengetahui tentang sikap dan

perkembangan perawatan yang dibutuhkan

c) Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang

diperlukan untuk perawatan yang dibutuhkan

i. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara

lingkungan rumah yang sehat, hal yang perlu dikaji adalah :

a) Sejauh mana keluarga melihat keuntungan atau manfaat

pemeliharaan lingkungan

b) Sejauh mana keluarga mengetahui pentingnya hygiene sanitasi

c) Sejauh mana keluarga mengetahui upaya pencegahan penyakit

d) Sejauh mana sikap atau pandangan keluarga terhadap hygiene

sanitasi

e) Sejauh mana kekompakan antar anggota keluarga

j. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan

fasilitas atau pelayanan kesehatan dimasyarakat, hal yang dikaji

adalah :

a) Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas

kesehatan

b) Sejauh mana keluarga memahami keuntungan yang dapat

33
diperoleh dari fasilitas kesehatan

c) Sejauh mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas

dan fasilitas kesehatan

d) Apakah keluarga mempunyai pengalaman yang kurang

terhadap petugas kesehatan

3. Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah :

a. Berapa jumlah anak

b. Bagaimana keluarga merencana jumlah anggota keluarga

c. Metode apa yang digunakan keluarga dalam upaya

mengendalikan jumlah anggota keluarga

4. Fungsi ekonnomi

Fungsi yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah;

a. Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan

papan

b. Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada

dimasyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga

5. Perawatan kesehatan keluarga

Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan

masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit

atau kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui

perawatan sebagai saran.

Tujuan perawatan kesehatan keluarga :

34
a. Tujuan umum

Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara kesehatan

keluarga mereka, sehingga dapat meningkatkan kemampuan

keluarga dalam memelihara kesehatan keluarga mereka, sehingga

dapat meningkatkan status kesehatan keluarganya

b. Tujuan khusus

1) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi

masalah kesehatan yang dihadapi oleh keluarga

2) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menangulangi

masalah-masala kesehatan dasar dalam keluarga

3) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil

keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah kesehatan para

anggotanya

4) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan

keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan dalam

mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya

5) Meningkatkan produktivitas keluarga dalam meningkatkan mutu

hidupnya

6. Fungsi keluarga penderita tuberkulosis

Keluarga penderita tuberkulosis mempunyai tugas dalam pengobatan

dan pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara :

1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota

keluarga

35
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

3) Memberikan keperawatan kepada salah satu anggota keluarga yang

menderita tuberkulosis, dan yang tidak dapat membantu dirinya

sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda

4) Mempertahankan suasana dirumah yag menguntungkan kesehatan

dan perkembangan kepribadian anggota keluarga Mempertahankan

hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga

kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-

fasilitas kesehatan yang ada.

7.Penelitian Terkait Sikap Keluarga dengan Perilaku Pencegahan

Penularan Tuberkulosis Paru

Penelitian terkait yang dilakuka oleh Siti, Dyah, dan Dian yang berjudul

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pencegahan

Penularan TBC pada mahasiswa di Asrama Manokwari Sleman

Yogyakarta tahun 2009. Penelitian ini menggunakan metode observasi

anlitik dengan rancangan penelitian cross setional. Penelitian ini

dilakukan di Asrama Manokwari Sleman dengan teknik Totality

Sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel penlitian sebanyak 37

responden. Berdasarkan hasil penelitian ini, responden paling banyak

mempunyai perilaku baik dengan sikap yang buruk sebanyak 18

responden (48,6 persen) dan 2 (5,4 persen). dari hasil analisis yang

didapatkan korelasi regresi linier dengan nilai Sig 0,001 dan R 0,520

serta R squere 0,270 yang artinya penelitian ini memiliki hubungan

36
antara sikap tentang TBC dengan perilaku pencegahan penularan di

asrama Manokwari.

Penelitian terkait yang dilakukan oleh Linda Febriana tahun 2011

dengan judul Hubungan antara Sikap dengan Perilaku Keluarga

tentang Pencegahan Penyakit Menular Tuberculosis. Desain penelitian

ini menggunakan cross sectional, jumlah sampel yang diambil pada

penelitian ini adalah 22 responden keluarga pasien TB Paru di

wilayah kerja puskesmas wringinaom-gresik melalui metode total

sampling. Setelah ditabulasi data yang dianalisis dengan

menggunakan uji spearman. Hasil penelitian menujukan sikap keluarga

sebagian besar negative yaitu 12 responden (54,5%) besikap positif

yaitu 10 responden (45,5%). Dan perilaku keluarga yang berperilaku

baik 6 responden (27,3%), berperilaku cukup 9 responden (40,9%)

dan yang berperilaku kurang 7 responden (31,8%) sedangkan dari hasil

uji statistic diperoleh hasil terdapat hubungan antara sikap dengan

perilaku keluarga tentang pencegahan penyakit menular tuberkulosis.

Penelitian yang dilakukan oleh Ferry Nugroho dengan judul Hubungan

Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pencegahan Penularan

Tuberkulosis Paru pada Keluarga di wilayah kerja Puskesmas kota

Wilayah Utara. Penelitian ini menggunakan desain Korelasional.

Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Simple Random

Sampling, besar sampel yang didapatkan adalah 25 keluarga. Uji

statistik yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Logistik

37
Ganda. Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa mayoritas responden

memiliki sikap yang baik yaitu sebanyak 24 responden (96 %) dan

paling banyak responden memiliki perilaku yang baik dan cukup

masing-masing sebanyak 11 responden (44 %). Setelah dilakukan uji

statistik Regresi Logistik Ganda yang didasarkan taraf kemaknaan

yang ditetapkan ( = 0,05) didapatkan p = 0,078 dimana p > maka Ho

diterima jadi tidak ada hubungan sikap dengan perilaku pencegahan

penularan Tuberkulosis paru (TBC paru) pada keluarga di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Wilayah Utara.

38
F. Kerangka konsep

Pengetahuan keluarga
tentang penyakit TB
Paru Perilaku pencegahan
penularan penyakit TB
Paru

Sikap keluarga tentang


penyakit TB Paru

Keterangan :
: Variable Independen
: Variabel Dependen
: Arah hubungan antar variable

Gambar 2.1 Kerangka konsep.

39
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan

metode Systemic Review yang bertujuan untuk membantu peneliti lebih

memahami latar belakang dari penlitian yang menjadi subjek topik yang

dicari serta memahami bagaimana hasil dari penelitian tersebut sehingga

dapat menjadi acuan bagi peneitian baru (Fakes Ukim, 2020).

B. Tahapan studi literature

Dalam penelitian yang menggunakan metode Systemic Review ada beberapa

tahapan yang harus dilakukan sehingga hasil dari studi literature tersebut

dapat diakui kredibilitasnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut sebagai

berikut:

1. Menyusun Protokol

Merupakan detail perencanaan yang dipersiapkan secara matang, yang

mencakup beberapa hal seperti lingkup dari literatur, prosedur, kriteria

untuk menilai kualitas (kriteria inklusi dan ekslusi), skala penelitian yang

akan diakukan. Untuk menyusun protokol review kita menggunakn

metode PRISMA (Preferred Reporting Items For studi literatur and Meta

Analyses)

40
a. Pencarian Data

Pencarian data mengacu pada sumber data base yang sifatnya resmi

dan disesuaikan dengan judul penelitian. Pencarian data dalam

penelitian ini menggunakan sumber Google Scholar.

b. Skrining Data

Skrining adalah penyaringan atau pemilihan data (artikel penelitian)

yang bertujuan untuk memilih maslah penelitian yang sesuai dengan

topik atau judul, abstrak dan kata kunci yang diteliti.

c. Penilaian Kualitas (Kelayakan) Data

Penilaian kualitas atau kelayakan didasarkan pada data (artikel

penelitian) dengan teks lengkap (full text) dengan memenuhi kriteria

yang ditentukan, (Kriteria inklusi dan eksklusi)

c. Hasil Pencarian
Data Semua data (artikel penelitian) berupa artikel penelitian
kualitatif dan kuantitatif yang memenuhi semua syarat dan kriteria
untuk melakukan analisis lebih lanjut Secara jelas tahapan penentuan
artikel yang digunakan dalam studi literatur “Hubungan tingkat
pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku pencegahan
penular penyakit Tuberculosis paru” dapat di lihat pada diagram
alur prisma pada gambar 3.1

41
Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku pencegahan
penular penyakit Tuberculosis paru”

Artikel yang diidentifikasi melalui Artikel tambahan yang diidentifikasi


ntif
Ide

ika
si

pencarian basis data, Pubmed n=0, melalui sumber lain;


Science Direct n=0, (n = 0)
CINAHL Ebsco n=0, google
scholar n= 6.250

Total artikel yang teridentifikasi n= 6.250


Skr
ini
ng

Artikel duplikat
(n =3.256)
Artikel yang di skrining
berdasarkan judul (n = 3.183)

Artikel yang dikeluarkan


(n =3.148)
kan
aya
Kel
Uji

Artikel teks lengkap yang


Artikel teks lengkap yang dinilai dikeluarkan dengan alasan
untuk uji kelayakan (n=320)
- Non study cross
(n = 330)
sectional, cohort, case
control, pilot study
dan experiental study:
128
nga
mb
Pe

ila

- Populasi pasien lain:


n

93
Artikel yang dimasukkan dalam - Intervensi lain: 90
sintesis kualitatif (n = 10) - Bahasa lain:
- Tahun publikasi:

42
2. Menyusun strategi pencarian

Strategi pencaraian dilakuakn mengacu pada protocol yang

telah dibuat dan menentukan lokasi atau sumber database untuk

pencarian data serta dapat melibatkan orang lain untuk membuat

review.

3. Ekstrasi data

Ekstrasi data dapat dilakukan setelah proses protocol telah

dilakkan dengan menggunakan metode PRISMA. Ekstrasi data

dapat dilakukan secara manual dengan membuat formulir yang

berisi tentang; Peneliti dan tahun, Judul Artikel, Lokasi dan Desain

Penelitian

Tabel. 3.1 Ekstraksi Data

Peneliti dan Lokasi Desain


Judul Artikel
tahun Penelitian
Hubungan pengetahuan
dan sikap terhadap
Florida R. perilaku keluarga dalam wilayah kerja
Ayurti pencegahan penularan puskesmas cross sectional.
2016 penyakit tuberkulosis di oesapa
wilayah kerja puskesmas
oesapa
Catur Setiya Hubungan Pengetahuan Wilayah Kerja cross sectional
Sulistiyana dan Sikap Keluarga Puskesmas
2016 Pasien Tuberkulosis Kesunean dan
Paru dengan Upaya Pegambiran
Pencegahan Penyakit Kota Cirebon

43
Tuberkulosis Paru di
Wilayah Kerja
Puskesmas Kesunean
dan Pegambiran Kota
Cirebon
Hubungan Tingkat
Pengetahuan, Sikap, Dan
Tonsisius
Perilaku Terhadap Upt Puskesmas
Jehaman cross-sectional
Pencegahan Penularan Sabbang
2020
Tuberculosisi (Tb) Di
Upt Puskesmas Sabbang
Insana Maria Hubungan Pengetahuan Kerja
2020 Keluarga dengan Puskesmas
Perilaku Pencegahan Martapura II. cross sectional.
Penularan Tuberculosis
Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Martapura II
Dewi Pengetahuan dan Sikap Wilayah Kerja
Andriani Keluarga Dengan Puskesmas
2020 Pencegahan Penularan Penana’e Kota cross sectional
Penyakit Tuberculosis Bima
(TBC) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Penana’e
Kota Bima

Moh.Akbar Hubungan Pengetahuan Puskesmas


2016 Pasien Tbc Dengan Sienjo
Perilaku Pencegahan cross-sectional
Penularan Kepada
Keluarga Di Puskesmas
Sienjo
Novia Rizana Pengetahuan, Sikap Dan Puskesmas

44
2016 Perilaku Keluarga Banda Sakti eksperimental-semu.
Dalam Pencegahan Kota
Penularan Tuberkulosis Lhokseumawe
Paru
Nurfadillah Hubungan Pengetahuan Rsud Arifin
2016 Dengan Tindakan Achmad
Pencegahan Provinsi cross sectional
Penularan Pada Riau
Keluarga Penderita
Tuberkulosis Paru
Di Ruang Rawat Inap
Paru Rsud Arifin
Achmad Provinsi
Riau

Rizki Hubungan Tingkat Wilayah Kerja


Febriansyah Pengetahuan Keluarga Puskesmas
2017 Dengan Upaya Nguter cross sectional.
Pencegahan Penularan Sukoharjo
Tuberkulosis Paru Pada
Keluarga Di Wilayah
Kerja Puskesmas
Nguter Sukoharjo

Ayuro Tingkat Pengetahuan Puskesmas


Cumayunaro Keluarga Dengan Andalas cross sectional
2020 Pencegahan Penularan Padang
Tuberkulosis Paru Pada
Keluarga Diwilayah
Kerja Puskesmas
Andalas Padang
C. Populasi dan Teknik Samping

45
1. Populasi

Menurut Ibnu et all (dalam Alfianika, 2018), menyatakan bahwa

populasi adalah semua subjek atau objek sasaran penelitian. Wujud subjek

itu bermacam-macam bisa berupa manusia, tumbuh-tumbuhan, barang

produki, ungkapan verbal, dokumen, dan barang cetak.

Populasi dalam penelitian ini adalah artikel penelitian nasional yang

berkaitan dengan judul penelitian: “Hubungan tingkat pengetahuan dan

sikap keluarga dengan perilaku pencegahan penularan penyakit

Tuberculosis paru”

2. Sampel

Rofi udidin (dalam Alfianika, 2018), menjelaskan bahwa sampel

adalah sejumlah contoh populasi yang memiliki karakteristik yang sama

dengan populasi dan secara langsung dijadikan sasaran penelitian.

Sampel dalam penelitian ini berjumblah 10 artikel penelitian nasional yang

berkaitan dengan judul penelitian: “Hubungan tingkat pengetahuan dan

sikap keluarga dengan perilaku pencegahan penularan penyakit

Tuberculosis paru”

3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara yang digunakan dalam pengambilan

sampel agar memperoleh sampel yang sesuai dari keseluruhan subjek

penelitian. Teknik sampling menggunakan teknik Purposive sampling,

yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di

46
antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel

dapat mewakili karakteristik populasi yang telah diketahui sebelumnya.

a. Kriteria Inklusi

1) Artikel penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan

sikap keluarga terhadap penularan penyakit tuberculosis

paru

2) Artikel Penelitian tentang tingkat pengetahuan keluarga

terhadap penularan penyakit tuberculosis paru

3) Artikel penelitian tentang sikap keluarga terhadap penularan

penayaki tuberculosis paru

4) Artikel yang dapat diakses full text

5) Artikel Penelitian Kuantitatif; Cross sectional, Kohort, Case-

control, Eksperimen

6) Publikasi artikel dalam 5 tahun terakhir (2016-2021)

7) Artikel bahasa Indonesia

b. Kriteria Ekslusi

1) Artikel yang membahas hubungan tingkat pengetahuan, dan

sikap keluarga terhadap perilaku pencegahan penyakit

lainnya.

2) Artikel penelitian kualitatif dan review

47
D. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (dalam Alfianika, 2018 ), Variabel adalah segala

sesuatu yang berbentuk apa saja yang di tetapkan oeh peneliti untuk

dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian

ditarik kesimpulannya.

Jenis variabel terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Variabel Bebas (independent variable)

1) Pengetetahuan keluarga

2) Sikap keluarga

b. Variabel Terikat (Dependent variable)

1) Perilaku pencegahan penularan penyakit Tuberculosis Paru

E. Analisa Data

Setelah melewati tahap protocol sampai pada ekstrasi data, maka

analisis data dilakukan dengan menggabungkan semua data yang telah

memenuhi kriteria inklusif secara naratif untuk memberikan gambaran

sesuai dengan permasalahan yang diteliti

48
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Proses seleksi artikel dalam systematic review menggunakan diagram

alur PRISMA. Proses identifikasi pada satu basis data; Google Schoolar yang

menggunakan kata kunci, pengulas mendapatkan 6250 artikel yang sesuai

dengan kata kunci tersebut. Hasil pencarian yang sudah didapatkan kemudian

diperiksa duplikasinya dan ditemukan 3256 artikel yang sama dan

dikeluarkan sehingga tersisa 3183 artikel. Kemudian pengulas melakukan

skrining berdasarkan judul yang disesuaikan dengan topik systematic review

dan sebanyak 320 artikel dieksklusi sehingga tersisa 330 artikel. Selanjutnya

artikel diseleksi berdasarkan ketersediaan full text dan kriteria kelayakan

sehingga didapatkan 10 artikel yang sesuai dan digunakan sebagai bahan

dalam systematic review

1. Karakteristik Studi

Karakteristik artikel yang dimasukan dalam literature review ini

ditinjau berdasarkan tempat, design dan tahun publikasi. Sebaran tempat dan

design penelitian dari artikel yang dimasukan dalam literature review dapat

dilihat pada tabel 4.1

49
Tabel 4.1 Sebaran tempat dan design studi dari artikel yang dimasukan dalam
tinjauan sistematis
Tempat Penelitian Jumlah Artikel Total
Indonesia
Nusa Tenggara 1
timur
Jawa barat 2
Kalimantan 1
Selatan
Nusa Tenggara 1
10
Barat 1
Sulawesi Tengah 1
Aceh 1
Riau 1
Jawa Tengah 1
Sumatera Barat
Design Studi
Cross sectional 9
Eksperimental- 1 10
semu.
Tahun publikasi
2016 5
2017 1
2018 - 10
2019 -
2020 4

Dari 10 artikel yang dimasukkan dalam systematic review, jumlah penelitian yang

dilakukan di Nusa Tenggara Timur sebanyak 1 studi, Jawa Barat sebanyak 2,

Kalimantan Selatan sebanyak 1, Nusa Tenggara Barat sebanyak 1, Sulawesi

Tengah sebanyak 1, Aceh sebanyak 1, Riau sebanyak 1, Jawah Tengah sebanyak

50
1, dan 1 studi dilakukan di Sumatera Barat. Design studi dari setiap artikel yang

disertakan yaitu cross sectional sebanyak 9 artikel dan Eksperimental-semu

sebanyak 1 artikel. Secara keseluruhan artikel yang dimasukan dalam systematic

review ada pada rentang publikasi tahun 2016-2020, dengan tahun publikasi

terbanyak adalah 2016 sebanyak 5 artikel.

4.1.2 Karakteristik Responden dari Studi

Partispan pada keseluruhan studi adalah keluarga dengan perilaku pencegahan

penyakit TB Paru. Studi yang disertakan juga secara keseluruhan membahas

tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku

pencegahan penyakit TB Paru. Jumlah pastisipan terbanyak dalam studi yang

dilibatkan pada systematic review adalah penelitian cross sectional yang

dilakukan oleh Rizki Febriansyah (2017) sebanyak 56 orang dan pastisipan

paling sedikit ada pada penelitian eksperimental-semu yang dilakukan oleh Novia

Rizana

(2016) sebanyak 21 orang .

4.1.3 Hasil Studi

Studi yang telah dihasilkan melalui pencarian literature sebanyak 10 artikel,

dilakukan analisis yang sesuai dengan hubungan tingkat pengetahuan dan sikap

keluarga dengan perilaku pencegahan penyakit TB Paru. Peneliti kemudian

melakukan kesesuaian berdasarkan kriteria inklusi systematic review dan

dirangkum dalam tabel 4.2

51
Tabel 4.2
Hasil Systematic Review Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku pencegahan penyakit
Tuberculosis Paru

No Judul Tahu Lokasi Tujuan Desaian Jumlah Metode Teknik Hasil


Penelitian n Penelitian Responden Pengukura Analisis
n
1. Hubungan 2016 wilayah kerja untuk cross 30 kuesioner Uji test Hasil penelitian menunjukan

pengetahuan dan puskesmas mengetahui sectional Responden statistik bahwa responden dengan

sikap terhadap oesapa “Hubungan yaitu uji pengetahuan kurang berjumlah 20

perilaku Pengetahuan chi square responden (100%). Dari 20

keluarga dalam Dan Sikap responden (100%) terdapat 12

pencegahan Terhadap responden (60,0%) yang memiliki

penularan perilaku perilaku kurang, 9 responden

penyakit Keluarga (90,0%) memiliki perilaku baik.

tuberkulosis di Dalam sedangkan dari 10 responden

52
wilayah kerja Pencegahan (100%) memiliki pengetahuan

puskesmas Penularan baik. Dari 10 responden (100%)

oesapa Penyakit terdapat 9 responden (90,0%)

Tuberkulosis memiliki perilaku kurang, 1

Di Wilayah responden (10,0%) memiliki

Kerja perilaku baik. Berdasarkan hasil

Puskesmas uji statistik menunjukan p value =

Oesapa” 0,204, sehingga dapat disimpulkan

bahwa ada hubungan pengetahuan

terhadap perilaku keluarga dalam

pencegahan penularan penyakit

tuberkulosis.

2 Hubungan 2016 Puskesmas Penelitian ini cross 32 kuesioner. uji Analisis univariat menunjukan

Pengetahuan Kesunean dan untuk sectional Responden korelasi bahwa pengetahuan cukup

53
Dan Sikap Pegambiran mengetahui spearman didapatkan 17 responden (53,1%),

Keluarga Pasien Kota Cirebon hubungan dan uji sikap cukup 20 responden (62,5%)

Tuberkulosis pengetahuan regresi dan upaya pencegahan baik 23

Paru Dengan dan sikap logistic responden (71,9%). Analisis

Upaya keluarga bivariat dengan uji korelasi

Pencegahan Paien TB spearman. pada taraf kepercayaan

Penyakit paru 95%, pengetahuan memiliki

Tuberkulosis terhadap hubungan dengan upaya

Paru Di Wilayah upaya pencegahan penyakit tuberkulosis

Kerja pencegahan (p= 0,010) dengan Correlation

Puskesmas penyakit Coefficient : 0,446, sikap

Kesunean Dan tuberkulosis. memiliki hubungan dengan upaya

Pegambiran pencegahan penyakit tuberkulosis

Kota Cirebon (p= 0,019) dengan Correlation

54
Coefficient : 0,414. Analisis

multivariat dengan analisis regresi

logistik di dapatkan bahwa

variabel yang paling

mempengaruhi upaya pencegahan

penyakit TB adalah pengetahuan

dengan nilai p= 0,040 dengan nilai

(OR = 0,096).

3 Hubungan 2020 Upt Penelitian ini cross 33 kuesioner Analisa Hasil penelitian diperoleh bahwa

Tingkat Puskesmas bertujuan sectional Responden Univariat ada hubungan pengetahuan

Pengetahuan, Sabbang untuk dan dengan pencegahan penularan

Sikap, Dan mengetahui Analisa tuberculosis terhadap pasien di

Perilaku hubungan Bivariat UPT Puskesmas Sabbang dengan

Terhadap tingkat nilai p = (0,003)

55
Pencegahan pengetahuan,

Penularan sikap dan

Tuberculosisi perilaku

(Tb) Di Upt pasien

Puskesmas terhadap

Sabbang pencegahan

penularan

tuberculosis.

4 Hubungan 2020 Wilayah Penelitian ini metode 30 kuesioner uji chi- Hasil pengolahan data yang

Pengetahuan Kerja bertujuan analitik Responden square. menggunakan uji statistik Chi-

Keluarga Puskesmas untuk Square didapatkan hasil untuk

dengan Perilaku Martapura II mengetahui hubungan antara pengetahuan

Pencegahan hubungan keluarga dengan perilaku

Penularan antara pencegahan penularan TB Paru,

56
Tuberculosis pengetahuan diperoleh nilai r = 0,009 dengan

Paru di Wilayah keluarga nilai a = 0,05. (p<a) maka, Ha

Kerja dengan diterima, yang berarti ada

Puskesmas perilaku hubungan antara pengetahuan

Martapura II pencegahan keluarga dengan perilaku

penularan pencegahan penularan TB Paru di

TB paru di wilayah kerja Puskesmas

wilayah Martapura II tahun 2020.

kerja

Puskesmas

Martapura II

pada tahun

2020.

5 Pengetahuan 2020 Wilayah Tujuan cross 39 Lembar uji statistik Hasil analisis diketahui bahwa
Kerja pengetahuan keluarga baik sebesar

57
dan Sikap Puskesmas penelitian ini sectional Responden observasi Spearman (76.9%), pencegahan penularan
Penana’e baik (74.3%) dengan p-value =
Keluarga untuk Rank
Kota Bima 0,000(p<0,05) dan r= 0,926.
Dengan mengetahui
Untuk hasil analisis sikap keluarga
Pencegahan hubungan positif sebesar (92,3%),
pencegahan penularan baik
Penularan pengetahuan
(74,3%) dengan p-value = 0,001.
Penyakit dan sikap
Yang berarti Ha di terima.
Tuberculosis keluarga

(TBC) Di dengan

Wilayah Kerja pencegahan

Puskesmas penularan

Penana’e Kota TB paru di

Bima wilayah

kerja

Puskesmas

58
Penana’e

Kota Bima

6 Hubungan 2016 Puskesmas Penelitian ini Cross 36 kuesioner uji Chi Hasil penelitian menunjukkan

Pengetahuan Sienjo bertujuan Sectional Responden Square tidak ada hubungan antara

Pasien Tbc diketahuinya pengetahuan dengan perilaku

Dengan Perilaku hubungan pasien TB Paru dalam pencegahan

Pencegahan pengetahuan penularan dengan hasil uji Chi

Penularan pasien TB Square nilai p = 0,212 (p Value >

Kepada Paru dengan 0,05).

Keluarga Di perilaku

Puskesmas pencegahan

Sienjo penularan

kepada

anggota

59
Keluarga di

wilayah

Puskesmas

Sienjo.

7 Pengetahuan, 2016 Kota Penelitian ini eksperime 21 wawancara Analisa Hasil penelitian menunjukkan

Sikap dan Lhokseumaw bertujuan ntal-semu Responden data terdapat pengaruh pendidikan

Perilaku e untuk univariat kesehatan terhadap peningkatan

Keluarga Dalam mengetahui pengetahuan (p=0,000), terdapat

Pencegahan pengaruh pengaruh pendidikan kesehatan

Penularan pendidikan terhadap perubahan sikap

Tuberkulosis kesehatan (p=0,000) dan terdapat pengaruh

Paru terhadap pendidikan kesehatan terhadap

pengetahuan, perubahan perilaku keluarga

sikap dan dalam pencegahan penularan Tb

60
perilaku paru (p=0,000) di Kota

keluarga Lhokseumawe

dalam

pencegahan

penularan Tb

paru di Kota

Lhokseumaw

e.

8 Hubungan 2016 Ruang Rawat Penelitian ini Cross 30 kuisioner univariat hasil penelitian menunjukkan

pengetahuan Inap Paru bertujuan sectional. Responden dan bahwa sebagian besar responden

dengan Rsud Arifin untuk bivariat. memiliki pengetahuan yang baik

Tindakan Achmad mengetahui tentang TB paru (56,7%), dan

Pencegahan Provinsi Riau hubungan sebagian besar responden

Penularan Pada tingkat melakukan tindakan pencegahan

61
Keluarga pengetahuan penularan TB paru dengan baik

Penderita pasien (53,3%), dan ada hubungan antara

Tuberkulosis terhadap pengetahuan dengan tindakan

Paru Di Ruang pencegahan pencegahan penularan TB paru,

Rawat Inap Paru penularan dengan signifikansi= 0,04.

Rsud Arifin tuberculosis Sehingga dapat disimpulkan

Achmad bahwa pengetahuan tentang TB

Provinsi Riau paru dapat mempengaruhi

pencegahan penularan TB

9 Hubungan 2017 Wilayah Penelitian ini kuantitatif 56 kuesioner Analisis Hasil penelitian ini menunjukkan

Tingkat Kerja bertujuan responden data bahwa tingkat pengetahuan

Pengetahuan Puskesmas untuk univariat responden baik sebesar (62,5%)

Keluarga Nguter mengetahui dengan dan upaya pencegahan penularan

Dengan Upaya Sukoharjo hubungan distribusi TB Paru sebesar (67.9%)

62
Pencegahan antara frekuensi sedangkan hasil uji korelasi Rank

Penularan tingkat dan Spearman diperoleh hasil uji nilai

Tuberkulosis pengetahuan bivariat p-value sebesar 0,925 yang berarti

Paru Pada dengan dengan 0,001 < α (0,05) maka hal ini

Keluarga Di upaya spearman berart Ho ditolak atau Ha diterima

Wilayah Kerja pencegahan rank.

Puskesmas penularan

Nguter tuberkulosis

Sukoharjo paru pada

keluarga di

wilayah

kerja

Puskesmas

Nguter

63
Sukoharjo.

10 Tingkat 2020 Puskesmas Penelitian ini cross 49 Wawancara uji chi- Hasil penelitian didapatkan 61,2%
Pengetahuan
Andalas bertujuan sectional responden square. keluarga mempunyai pengetahuan
Keluarga
Padang untuk tinggi tentang TB paru dan 51%
Dengan
Pencegahan mengetahui keluarga berperan dalam upaya
Penularan
hubungan pencegahan penularan TB paru,
Tuberkulosis
antara hasil uji statistik terdapat
Paru Pada
Keluarga tingkat hubungan yang bermakna antara
Diwilayah Kerja
pengetahuan tingkat pengetahuan dengan upaya
Puskesmas
keluarga pencegahan dengan nilai p= 0,002.
Andalas Padang
dengan

upaya

pencegahan

penularan

64
tuberkulosis

paru pada

keluarga di

wilayah

kerja

Puskesmas

Andalas

Padang.

65
A. Pembahasan

1. Hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan

tubercoliosis paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar

kuman tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ

tubuh lainnya (Arif, 2018). Tuberculosis Paru (Tb Paru) merupakan

penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Dimana hingga

saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas penyakit tersebut, angka

kematian dan kesakitan akibat kuman mycobacterium tuberculosis ini pun

tinggi.

Penularan penyakit TB paru dapat dicegah dengan berbagai cara

yaitu dengan hidup sehat (makan-makanan bergizi, istirahat cukup,

olahrga teratur, hindari rokok, alkohol, obat bius dan hindari stress), bila

batuk mulut ditutup, jangan meludah disembarang tempat serta

menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse).

Namun jika keluarga tidak memiliki pengetahuan tentang pencegahan

penularan Tb paru dengan baik, maka sulit bagi keluarga untuk

menentukan sikap serta mewujudkannya dalam suatu perbuatan atau

perilaku (PPTI, 2015).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan

berhubungan dengan jumlah informasi yang dimilki seseorang, semakin

66
banyak informasi yang dimiliki oleh seseorang semakin tinggi pula

pengetahuan yang dimiliki seseorang (Notoatmodjo, 2015).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tonsisius Jehaman (2020),

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan,

sikap dan perilaku pasien terhadap pencegahan penularan tuberculosis.

Jenis penelitian yang digunakan cross-sectional. Sampel dalam penelitian

ini adalah responden yang sesuai dengan krtiteria inklusi dengan metode

pengambilan sampel accidental/convenient sampel, jumlah responden

sebanyak 33 sampel. Hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan

pengetahuan dengan pencegahan penularan tuberculosis terhadap pasien di

UPT Puskesmas Sabbang dengan nilai p = (0,003).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurfadillah (2016), Penelitian

ini adalah analitik cross sectional dan menggunakan kuesioner sebagai

instrumen penelitian, sampel diambil dengan teknik accidental sampling,

dan jumlah sampel yang termasuk dalam kriteria inklusi adalah 30 sampel,

hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

pengetahuan yang baik tentang TB paru (56,7%), dan sebagian besar

responden melakukan tindakan pencegahan penularan TB paru dengan

baik (53,3%), dan ada hubungan antara pengetahuan dengan tindakan

pencegahan penularan TB paru, dengan signifikansi= 0,04. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pengetahuan tentang TB paru dapat mempengaruhi

pencegahan penularan TB paru.

67
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizki Febriansyah (2017),

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan upaya pencegahan penularan tuberkulosis paru pada

keluarga di wilayah kerja Puskesmas Nguter Sukoharjo. Populasi dari

penelitian ini adalah 56 anggota keluarga dari penderita Tuberkulosis paru,

diperoleh dengan teknik total sampling. Jenis penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan desain penelitian deskriptif

korelasi, yang menggunakan pendekatan cross sectional. Pengumpulan

data dengan menggunakan kuesioner, sedangkan analisis menggunakan uji

korelasi rank spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan responden baik sebesar (62,5%) dan upaya pencegahan

penularan TB Paru sebesar (67.9%) sedangkan hasil uji korelasi Rank

Spearman diperoleh hasil uji nilai p-value sebesar 0,925 yang berarti 0,001

< α (0,05) maka hal ini berart Ho ditolak atau Ha diterima. Dapat di

simpulkan ada hubungan tingkat pengetahuan dengan Upaya pencegahan

penularan TB Paru pada anggota keluarga lainnya di Puskesmas Nguter.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayuro Cumayunaro (2020),

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

pengetahuan keluarga dengan upaya pencegahan penularan tuberkulosis

paru pada keluarga di wilayah kerja Puskesmas Andalas Padang. Desain

penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross sectional, dan populasi

adalah Anggota keluarga pasien yang tinggal satu rumah dengan pasien

TB paru. Pengambilan data menggunakan metode simple random

68
sampling, instrumen penelitian dengan kuesioner. Analisa data univariat

ditampilkan dengan tabel distribusi frekuensi dan bivarit dengan

menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian didapatkan 61,2% keluarga

mempunyai pengetahuan tinggi tentang TB paru dan 51% keluarga

berperan dalam upaya pencegahan penularan TB paru, hasil uji statistik

terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan

upaya pencegahan dengan nilai p= 0,002.

Hasil penelitian yang dilakukan Insana Maria (2020), Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan keluarga

dengan perilaku pencegahan penularan TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Martapura II pada tahun 2019. Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode analitik dengan desain penelitian korelasi, teknik

sampling dengan total sampling terhadap 30 responden. Sedangkan, teknik

analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil pengolahan data yang

menggunakan uji statistik Chi-Square didapatkan hasil untuk hubungan

antara pengetahuan keluarga dengan perilaku pencegahan penularan TB

Paru, diperoleh nilai r = 0,009 dengan nilai a = 0,05. maka, Ha diterima,

yang berarti ada hubungan antara pengetahuan keluarga dengan perilaku

pencegahan penularan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Martapura II

tahun 2020.

Hasil penelitian berdasarkan 5 arikel yang membahas tentang

hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku pencegahan tubercoliosis

paru salah satunya dilakukan oleh Nurfadillah (2016), mengungkapkan

69
bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan tindakan pencegahan

penularan TB paru, dengan signifikansi= 0,04. Sebagian besar responden

memiliki pengetahuan yang baik tentang TB paru (56,7%), dan sebagian

besar responden melakukan tindakan pencegahan penularan TB paru

dengan baik (53,3%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan

tentang TB paru dapat mempengaruhi pencegahan penularan TB paru.

Menurut pendapat Notoatmodjo (2015), Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

behavior). Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang

dimilki seseorang, semakin banyak informasi yang dimiliki oleh seseorang

semakin tinggi pula pengetahuan yang dimiliki seseorang. Kurangnya

pengetahuan tentang Tb Paru disebabkan oleh kebanyakan orang percaya

mitos bahwa penyakit Tb paru merupakan penyakit keturunan yang

disebabkan oleh banyak pikiran, dan tidak tahunya mengenai cara

penularan serta kesalahan dalam minum obat.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Habibah (2013), yang berjudul “Hubungan tingkat pengetahuan keluarga

tentang TB Paru terhadap perilaku pencegahan Penularan Penyakit TB

Paru” dengan jumlah responden 76 keluarga, bahwa sebagian besar

responden memiliki pengetahuan yang tinggi yaitu 30 responden (39,5%),

dan responden berprilaku baik berjumlah 39 (51,3%) responden.

Didukung oleh penelitian Catur Setiya Sulistiyana (2014). didapatkan

bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik, namun

70
masih didapatkan sebagian dari responden memiliki pengetahuan tentang

TB paru yang kurang, hal ini dapat terjadi oleh karena kemungkinan

kurangnya informasi formal atau non formal yang didapatkan oleh

responden maupun tidak adekuatnya informasi yang didapatkan oleh

responden maupun tidak adekuatnya informasi yang diterima oleh

responden dengan nilai p = 0,019.

Beradasarkan hasil teori dan penelitian terkait maka peneliti

berpendapat bahwa pengetahuan sangat berhubungan dengan perilaku

pencegahan tubercoliosis paru. Pengetahuan tentang pencegahan penularan

TB paru merupakan bekal utama untuk mencegah penularan dan

penyebaran penyakit Tuberkulosis Paru. jadi sebelum terbentuk perilaku

(upaya pencegahan penularan) ada beberapa hal yang melatar belakangi

seperti pengetahuan/informasi yang diperoleh dan pemahaman atas

informasi yang didapat tersebut sebelum ia melakukan tindakan konkrit

berupa perbuatan pencegahan penularan penyakit TB paru.

2. Hubungan sikap terhadap perilaku pencegahan perilaku pencegahan

tubercoliosis paru

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek

dengan cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud disini adalah

kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila

individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adannya respons

(Azwar, 2015). Sikap juga merupakan domain yang sangat penting dalam

71
membentuk tindakan seseorang (over behavior). Terbentuknya sikap

seseorang pada dasarnya ditandai norma-norma sebelumnya, sehingga

norma tersebut beserta pengalaman dimasa lalu akan membentuk suatu

sikap, bahkan bertindak, sikap terbentuk setelah individu mengadakan

internalisasi dari hasil.

Sikap keluarga merupakan salah satu faktor yang berhubungan

dengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis namun beberapa hasil

penelitian mengenai sikap keluarga dan perilaku pencegahan penularan

penyakit tuberkulosis menunjukan hasil yang tidak konsisten. Sikap

keluarga yang negatif, memiliki perilaku yang buruk terhadap pencegahan

penularan penyakit Tb Paru (Linda, 2016). Perubahan perilaku dalam

keluarga merupakan domain yang sangat penting dalam upaya pencegahan

dan pengurangan resiko penularan Tb paru.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Florida R. Ayurt (2016),

penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan cross

sectional. Total responden sebanyak 30 responden. Pengambilan sampel

menggunakan total sampling. Instrument pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Hasil penelitian

menunjukan menunjukan bahwa responden dengan sikap kurang

berjumlah 15 responden (100%) dan terdapat 9 responden (60,0%) yang

memiliki perilaku kurang, 12 responden (80,0%) memiliki perilaku baik.

Sedangkan responden dengan sikap baik berjumlah 15 responden (100%)

dan terdapat 12 responden (80,0%) memiliki perilaku kurang,3 responden

72
(20,0%) memiliki perilaku baik. Berdasarkan uji statistik menunjukan p

value = 0,427, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan sikap

terhadap perilaku keluarga dalam pencegahan penularan penyakit

tuberkulosis

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Catur Setiya Sulistiyana

(2016), . Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan

dan sikap keluarga Paien TB paru terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis. Penelitian Menggunakan metode penelitian kuantitatif

dengan pendekatan cross sectional, sampel dalam penelitian ini adalah 32

keluarga pasien TB paru yang berada di wilayah puskesmas Kesunean dan

Pegambiran yang didapat dengan teknik simple random sampling .

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan mengisi

kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah uji korelasi spearman dan

uji regresi logistic Hasil : Analisis univariat menunjukan bahwa bahwa 9

responden (28,1%) responden dengan sikap buruk, 20 responden (62,5%)

responden dengan sikap cukup dan 3 responden (9,4%) dengan tingkat

pengetahuan baik sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan sikap

terhadap perilaku keluarga dalam pencegahan penularan penyakit

tuberkulosis

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi Andriani (2020),

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap

keluarga dengan pencegahan penularan TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Penana’e Kota Desain penelitian yang digunakan adalah

73
penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan

total sampling dan sampel pada penelitian ini adalah keluarga yang salah

satu anggota keluarganya menderita dan pernah menderita tuberculosis

paru diwilayah kerja puskesmas penana’e sebanyak 39 orang. Untuk hasil

analisis sikap keluarga positif sebesar (92,3%), pencegahan penularan baik

(74,3%) dengan p-value = 0,001. Dapat disimpulkan ada hubungan sikap

keluarga dengan pencegahan penularan penyakit tuberculosis di wilayah

kerja puskesmas Penana’e Kota Bima.

Hasil penelitian yang dilakukan Novia Rizana (2016), .Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dalam pencegahan penularan Tb

paru di Kota Lhokseumawe. Penelitian menggunakan pendekatan

eksperimentalsemu. Rancangan dalam penelitian Two Group Pretest-

Posttest Design, satu kelompok diberikan perlakuan (pendidikan

kesehatan) dan satu kelompok tidak diberikan perlakuan. Teknik

pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Penelitian ini

dilakukan pada 11 Januari sampai dengan 15 Februari 2016 dengan

metode wawancara terhadap 21 keluarga sebagai kelompok intervensi dan

21 keluarga sebagai kelompok kontrol yang memiliki anggota keluarga

penderita Tb Paru. hasilpenelitian menunjukan bahwa Rata-rata sikap

responden pada kelompok intervensi sebelum dilakukan pendidikan

kesehatan (pretest) adalah 27,90 dan setelah dilakukan pendidikan

kesehatan (posttest) meningkat menjadi 29,14, sedangkan rata-rata sikap

74
responden pada kelompok kontrol sebelum dilakukan pendidikan

kesehatan (pretest) adalah 27,76 dan setelah dilakukan pendidikan

kesehatan (posttest) turun menjadi 24,52. Hasil uji t independen variabel

sikap mempunyai nilai p=0,000 (<a = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap responden dalam

pencegahan Tb Paru.

Hasil penelitian berdasarkan 5 arikel yang membahas tentang

hubungan sikap keluarga terhadap perilaku pencegahan tubercoliosis paru

salah satunya dilakukan Florida R. Ayurt (2016), mengungkapkan bahwa

ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap perilaku keluarga

dalam pencegahan penularan penyakit tuberkulosis paru dengan uji

statistik menunjukan p value = 0,427. responden dengan sikap kurang

berjumlah 15 responden (100%) dan terdapat 9 responden (60,0%) yang

memiliki perilaku kurang, 12 responden (80,0%) memiliki perilaku baik.

Sedangkan responden dengan sikap baik berjumlah 15 responden (100%)

dan terdapat 12 responden (80,0%) memiliki perilaku kurang,3 responden

(20,0%) memiliki perilaku baik. Hal ini berarti sikap keluarga sangat

berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan penyakit tuberkulosis

paru.

Menurut pendapat Linda (2016) Selain pengetahuan, sikap juga

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (over behavior), Sikap keluarga merupakan salah satu faktor

yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis

75
namun beberapa hasil penelitian mengenai sikap keluarga dan perilaku

pencegahan penularan penyakit tuberkulosis menunjukan hasil yang tidak

konsisten. Sikap keluarga yang negatif, memiliki perilaku yang buruk

terhadap pencegahan penularan penyakit Tb Paru.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Tobing,

2016) tentang pengaruh perilaku penderita dan keluarga serta kondisi

rumah dalam upaya pencegahan penularan Tb Paru di kabupaten Tapanuli

utara pada tahun 2016 terhadap 100 orang penderita Tb Paru. Hasil

penelitian Tobing menunjukan adanya hubungan secara signifikan antara

sikap, pengetahuan, dan dukungan keluarga dengan potensi penularan Tb

Paru. Penelitian Tobing di dukung juga oleh penelitian (Kurniasari,

Nugraha, and Aryati 2018) yaitu bahwa semakin keluarga memiliki sikap

positif makan akan berperilaku baik dan jika keluarga memiliki sikap

negatif maka perilaku cukup/kurang terhadap pencegahan penularan

Tuberculosis Paru.

Beradasarkan hasil teori dan penelitian terkait maka peneliti

berpendapat bahwa sikap keluarga sangat berhubungan dengan perilaku

pencegahan tubercoliosis paru. Sikap keluarga merupakan salah satu faktor

yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan tuberculosis.

Sikap adalah respon positif penderita tuberkulosis ketika mengalami

gejala-gejala tubekulosis (Adane et al., 2017). Semakin positif sikap

seseorang maka tindakan dalam mencegah penyakit tuberkulosis akan

semakin baik juga. Hubungan antara sikap dengan tindakan pencegahan

76
tuberkulosis yaitu adanya sikap positif yang sangat berpengaruh terhadap

tindakan pencegahan tuberkulosis, dengan demikian seseorang yang

memiliki sikap yang mendukung tindakan pencegahan tuberkulosis akan

berupaya untuk berperan aktif dalam melakukan tindakan pencegahan

tuberkulosis.

77
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan jurnal-jurnal penelitian sebelumnya mengenai hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku pencegahan penyakit

Tuberculosis Paru, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan tingkat pengetahuan keluarga terhadap Tb Paru

2. Terdapat hubungan perilaku keluarga dalam melakukan pencegahan

penularan penyakit Tb Paru

3. Terdapat keeratan hubungan tingkat pengetahuan keluarga dengan perilaku

pencegahan penularan penyakit Tb Paru

B. Saran

Dari hasil Literatur Review penulis memberikan saran

1. Bagi responden penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang

hubungan tingkat pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku

pencegahan penyakit Tuberculosis Paru

2. Bagi institusi hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk

meneliti variabel-variabel yang belum diteliti dalam penelitian ini.

3. Bagi peneliti lain supaya lebih lagi meneliti tentang hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku pencegahan penyakit

Tuberculosis Paru

78
DAFTAR PUSTAKA

(Florida R et al., 2016)Akbar, M., Lusiawati, E., & Rahayu. (2016). Hubungan

pengetahuan pasien tbc dengan perilaku pencegahan penularan kepada

keluarga di puskesmas sienjo. IV(2), 103–110.

Andriani, D., Sukardin, Ramli, R., & Ilmi, N. (2020). Pengetahuan dan Sikap

Keluarga Dengan Pencegahan Penularan Penyakit Tuberculosis ( TBC ) Di

Wilayah Kerja Puskesmas Penana ’ e Kota Bima. 10, 109–117.

Ayuro Cumayunaro, Ridha Hidayati. (2020). “Tingkat Pengetahuan Keluarga

Dengan Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga Diwilayah

Kerja Puskesmas Andalas Padang.” 2(1): 31–40.

Azwar, Saifuddin. (2015). Sikap Manusia: Teori & Pengukurannya. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Arif, M. (2018). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.

Ayuro, C., & Ridha, H. (2020). tingkat pengetahuan keluarga dengan pencegahan

penularan tuberkulosis paru pada keluarga diwilayah kerja puskesmas andalas

padang. Journal Of Social And Economics Research, 2(1), 31–40.

Catur Setya Sulistiyana, Tissa Octavira Permatasari, Hubungan Pengetahuan dan

Sikap Keluarga Pasien Tuberkulosis Paru dengan Upaya Pencegahan

Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kesunean dan

Pegambiran Kota Cirebon. (3), 211-123)

79
Dani (2015). Hubungan antara Faktor Ibu, Anak dan Lingkungan

dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Puskesmas Pakis Surabaya.

Repos Univ Widya Mandala Surabaya. 2015.

Dewi, S. R., & Ners, S. K. (2015). Buku ajar keperawatan gerontik. Deepublish.

Florida R, A., Betan, Y., & Maria, G. Y. (2016). Hubungan pengetahuan dan

sikap terhadap perilaku keluarga dalam pencegahan penularan penyakit

tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas oesapa. 11(2), 30–36.

Habibah, (2013). Faktor Risiko Kejadian ISPA Pada Balita Ditinjau Dari

Lingkungan Dalam Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Blado 1. Tersedia

dalam https://lib.unnes.ac.id. Diakses tanggal 12 September 2019

Muhammad Sahidin Rizal, M. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga

Dengan Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga Di

Wilayah Kerja Puskesmas Nguter Sukoharjo. Ekp, 13(3), 1–14.

Notoadmodjo 2015. (2015). Pengetahuan kelauarga terhadap pencegahan

penularan penyakit tuberculosis paru. 13–54.

Notoatmodjo, S. (2016). Ilmu perilaku kesehatan.

Nurfadillah, Yovi, I., & Restuastuti, T. (2017). Hubungan pengetahuan dengan

tindakan pencegahan penularan pada keluarga penderita tuberculosis paru

di ruang rawat inap paru rsud arifin achmad provinsi riau. 1, 1–9.

Prasetya, Z. A., Studi, P., Keperawatan, I., Kedokteran, F., & Diponegoro, U.

(2015). Hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan perilaku

pencegahan penularan tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas

purwodadi. 1–46.

80
Skinner, (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato’. 345-361

Sobur, A. (2016). Psikologi Umum, CV. Pustaka Setia, Bandung.

Soekidjo, N., & Soekidjo, N. (2015). Metodologi penelitian kesehatan.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2016). KMB; Keperawatan Medikal Bedah

(Keperawatan Dewasa).

Ayuro, C., & Ridha, H. (2020). Tingkat Pengetahuan Keluarga Dengan

Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Pada Keluarga Diwilayah Kerja

Puskesmas Andalas Padang. Journal Of Social And Economics Research,

2(1), 31–40.

Tonsisius, j. (2021). Hubungan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap

pencegahan penularan tuberculosisi (tb) di upt puskesmas sabbang. The

journual of health luwu raya, 6(2), 197–204.

Purwanto, (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Kampung Baru Kecamatan Medan Maimun Tahun 2017. Tersedia dalam

http://repositori.usu.ac.id. Diakses tanggal 8 November 2018.

Purwanai, d. I., & almahmudah, m. (2018). Hubungan pengetahuan keluarga

dengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis paru. Journal

keperawatan, vi(2), 79–83.

Puspasari. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Yogyakarta : Pt.Pustaka Barup

81
maula, (2021). Hubungan pengetahuan dengan tindakan pencegahan penularan

pada keluarga penderita tuberkulosis paru di ruang rawat inap paru rsud

arifin achmad provinsi. 1(2), 1–9.

Mariyati, s. (2019). Hubungan tingkat pengetahuan keluarga dengan upaya

pencegahan penularan tuberkulosis paru pada keluarga di wilayah kerja

puskesmas nguter sukoharjo. 2, 1–14.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:

Nuha Medika

82
LAMPIRAN

83
Lampiran 1. SK Pembimbing

84
85
Lmpiran 2. Pencarian Pada Situs Google Scholar

86
87

Anda mungkin juga menyukai