Anda di halaman 1dari 133

UNIVERSITAS INDONESIA

Hubungan Faktor Okupasi dan Faktor Lain terhadap Kejadian


Depresi
Pada Pekerja Lembur di Industri Kecil Sektor Informal di
Pedesaan

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kedokteran Kerja

PARMITASARI
1406504970

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KERJA
JAKARTA
JANUARI 2017

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


ii Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


iii Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


KATA PENGANTAR
Pada kesempatan ini saya panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya lah akhirnya tesis ini dapat diselesaikan. Tak lupa pada
kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut
berperan besar membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Rasa terima kasih dan penghargaan yang terdalam saya sampaikan kepada Dr.dr.
Joedo Prihartono, MPH dan dr. Irmia Kusumadewi,SpKJ (K) selaku dosen
pembimbing saya dalam penyusunan tesis ini. Saya tak akan mampu membalas
jasa-jasa beliau yang luar biasa dalam meluangkan waktu, tenaga dan pikiran
selama diskusi dan dengan penuh kesabaran selalu mengarahkan saya dalam
menyusun serta menyelesaikan tesis ini.
Rasa terima kasih juga saya ucapkan kepada Dr.dr. Astrid B Sulistomo, MPH, Sp.OK
dan dr. Hervita Diatri, Sp.KJ selaku dosen penguji yang memberikan saran dan
masukan yang sangat berguna membantu saya dalam proses penyelesaian tesis ini.
Selain itu tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Anin, Ibu Ami,
Bpk. Vanto dan staf lainnya Program Magister Kedokteran Kerja pada Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia yang telah membantu saya sejak menjadi
mahasiswa di Program Studi Magister Kedokteran Kerja ini. Juga kepada Mas
Wahid dan semua pemilik usaha di Sentra Kerajinan Tas Desa Kadugenep, Serang
yang telah banyak membantu dan menyediakan waktu dan usaha membantu saya
dalam memperoleh data yang diperlukan.
Dan tentunya tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Ayah, Ibu, dan
Kakak tercinta yang tanpa lelah mendoakan, mendukung dan memotivasi selalu,
serta kepada suami dan putri saya tercinta yang selalu menjadi penyemangat agar
tesis ini selesai tepat pada waktunya.
Saya sadar tentunya tesis ini masih jauh dari sempurna. Namun saya berharap
semoga tesis ini dapat membawa manfaat bagi perkembangan Ilmu Kedokteran
Kerja Indonesia.

Jakarta, Januari 2017

Parmitasari

iv Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


v Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


ABSTRAK

Nama : Parmitasari
Program Studi : Magister Kedokteran Kerja
Judul : Hubungan Faktor Okupasi dan Faktor Lain terhadap Kejadian
Depresi pada Pekerja Lembur di Industri Kecil Sektor Informal di
Pedesaan.

Latar Belakang
Gangguan depresi sering kali muncul di usia muda, menurunkan fungsi, berulang,
dan menurunkan produktivitas. Faktor risiko terjadinya depresi telah teridentifikasi
pada pekerja industri formal. Pekerja di industri kerajinan tas Desa Kadu Genep
selalu melakukan lembur sejak awal bekerja. Penelitian ini bertujuan mengetahui
hubungan faktor okupasi dan faktor lainnya terhadap kejadian depresi pada pekerja
lembur di industri kecil sektor informal ini.
Metode
Desain penelitian adalah Cross Sectional komparatif. Faktor okupasi yang diteliti
adalah jumlah jam kerja, masa kerja dan jenis tugas. Analisis komparatif dilakukan
terhadap 42 responden tidak depresi dan 31 responden depresi. Penelitian dilakukan
pada bulan Agustus- September 2016 di Desa Kadu Genep, Kabupaten Serang,
Banten. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur menggunakan
kuesioner, wawancara dengan pemilik usaha, dan pengamatan proses kerja.
Hasil
Hasil uji multivariat didapatkan bahwa Jenis Tugas (OR adjusted = 6,975; CI
=1,170 - 41,577), Status Pernikahan (OR adjusted = 15,465; CI=2,085 - 114,706),
Usia (OR adjusted = 0,076;CI =0,005 - 1,273 ), dan Stres Kerja (OR adjusted =
62,453; CI = 8,826 - 441,906) memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada
pekerja lembur di industri ini,. Prevalensi depresi pada pekerja lembur di Desa
Kadu Genep adalah 29,8%.
Kesimpulan dan Saran
Faktor yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada pekerja lembur di
industri kecil sektor informal di pedesaan adalah jenis tugas, stres kerja, usia dan
status pernikahan. Prevalensi depresi pada pekerja lembur di Desa Kadu Genep 6
kali lebih tinggi dibandingkan prevalensi gangguan mental emosional Provinsi
Banten. Instansi pemerintah terkait perlu mengembangkan program kesehatan kerja
bagi pekerja industri informal.
Kata kunci : Depresi, pekerja lembur, faktor okupasi, industri informal pedesaan.

vi Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


ABSTRACT

Name : Parmitasari
Program : Master of Occupational Medicine
Title : Association of Occupational and Other Factors with Depression
among Overtime Workers in Rural Industries Informal Sector.

Background
Depression disorder often appear in young age, deteriorate function, recurrent,
and decrease productivity. Several risk factors of depression have been identified
among workers in the formal sector. Workers in Kadu Genep Village Bag Craft
Center have undergone overtime since they start working. This study aim to know
the association of occupational and other factors with depression among overtime
workers in this rural industries informal sector.
Method
The study design is comparative cross sectional. Occupational factors studied are
working hours, years of services, and types of duty. Comparative analysis is done
to 42 respondents without depression, and 31 respondents with depression. The
study conducted in August - September 2016 at Desa Kadu Genep, Kabupaten
Serang, Banten. Data were obtained by structured interview with questionnaire,
interview with the employers, and observation.
Results
Multivariate analysis found that types of duty (OR adjusted = 6,975; CI =1,170 -
41,577), marital status (OR adjusted = 15,465; CI=2,085 - 114,706), age (OR
adjusted = 0,076;CI =0,005 - 1,273 ), and work stress (OR adjusted = 62,453; CI
= 8,826 - 441,906) show associatiob with depression among overtime workers in
this industry. Depression prevalence among overtime workers in Desa Kadu Genep
is 29.8%.
Conclusion
Factors which have association with depression among overtime workers in rural
industries informal sector are types of duty, work stress, age, and marital status.
Depression prevalence among overtime workers in Kadu Genep village is 6 times
higher than the prevalence of mental emotional disorder in Banten Province.
Relevant government agencies need to develop suitable occupational health
programs for informal workers.
Key words: depression, overtime workers, occupational factors, rural industries
informal sector.

vii Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN TESIS .................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ iii
KATA PENGANTAR………................................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...............................v
ABSTRAK..............................................................................................................vi
ABSTRACT...........................................................................................................vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Permasalahan ................................................................................................. 3
1.3 Hipotesis ........................................................................................................ 4
1.4 Tujuan ........................................................................................................... 4
1.5 Manfaat ......................................................................................................... 4

II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 6


2.1 Depresi ......................................................................................................... 6
2.1.1 Definisi Depresi............................................................................... 6
2.1.2 Epidemiologi ................................................................................... 6
2.1.3 Etiologi ........................................................................................... 8
2.1.3.1 Faktor Biologi ................................................................... 8
2.1.3.2 Gangguan Neurotransmiter lainnya ................................... 9
2.1.3.3 Second Messengers ......................................................... 10
2.1.3.4 Gangguan Regulasi Hormon ........................................... 10
2.1.3.5 Gangguan Neurofisiologi Tidur ....................................... 11
2.1.3.6 Gangguan Imunologis ..................................................... 12
2.1.3.7 Faktor Genetik ................................................................ 12
2.1.3.8 Obat-obat Tertentu .......................................................... 13
2.1.3.9 Riwayat Penyakit Kronis ................................................. 14
2.1.3.10 Faktor Psikososial. ........................................................ 16
2.1.3.11 Faktor Okupasi .............................................................. 17
2.1.4 Gejala Klinis Depresi..................................................................... 24
2.1.5 Diagnosa Depresi .......................................................................... 26
2.1.6 Tes Penapisan Depresi……………………………………………...28
2.1.7 Pengobatan Depresi ....................................................................... 31
2.2 Lembur ....................................................................................................... 34
2.2.1 Definisi Lembur ............................................................................ 34
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Lembur .............................................. 35
2.2.3 Dampak Lembur ............................................................................ 36
2.2.3.1 Dampak Lembur terhadap Kesehatan dan Keselamatan ... 36
2.2.3.2 Lembur dan Perilaku Kesehatan ...................................... 38

viii Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


2.2.3.3 Lembur dan Performa Kerja ............................................ 39
2.2.4 Hubungan Antara Kerja Lembur dengan Depresi dan Gangguan
Mental Emosional Lainnya ..................................................................... 39
2.3 Sektor Industri Kecil, Menengah, dan Sektor Informal ................................. 42
2.5 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................. 44
2.6 Profil Tempat Usaha di Lokasi Penelitian…………………………………....51
2.7 Alur Proses Produksi.................................................................................... 58
2.8 Kerangka Teori ............................................................................................ 59
2.9 Kerangka Konsep ......................................................................................... 60
III METODE PENELITIAN ........................................................................... 62
3.1 Disain Penelitian .......................................................................................... 62
3.2 Tempat Penelitian ........................................................................................ 62
3.3 Waktu Penelitian .......................................................................................... 62
3.4 Populasi dan Sampel .................................................................................... 62
3.5 Besar Sampel ............................................................................................... 62
3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................................................ 63
3.7 Cara Pengambilan sampel ............................................................................ 64
3.8 Cara Pengumpulan Data ............................................................................... 65
3.9 Instrumen yang Digunakan .......................................................................... 66
3.10 Etika Penelitian .......................................................................................... 67
3.11 Definisi Operasional Penelitian .................................................................. 68
3.12 Pengelolaan dan Analisis Data ................................................................... 73
3.13 Alur Penelitian ........................................................................................... 74
IV HASIL PENELITIAN…………………………………………………...… 76
4.1 Tahap I : Prevalensi Depresi pada Pekerja Lembur di Industri Kecil dan
Menengah Desa Kadu Genep………………………………………………..78
4.2 Tahap II : Hubungan Faktor Risiko Demografi, Faktor Risiko Okupasi, dan
Stres Kerja dengan Kejadian ………………………………………………..79
4.2.1. Hubungan Faktor-faktor Sosiodemografi dengan Kejadian
Depresi…………………………………………………………...79
4.2.2. Hubungan Faktor-faktor Okupasi dengan Kejadian Depresi…….81
4.2.3. Hubungan Faktor-faktor Stres Kerja dengan Kejadian Depresi.....82
4.3. Prediksi Faktor Risiko yang Mempengaruhi Terjadinya Depresi……………83
V PEMBAHASAN……………………………………………………………....86
5.1 Tahap I : Prevalensi Depresi pada Pekerja Lembur di Industri Kecil dan
Menengah Desa Kadu Genep………………………………………………..86
5.2 Tahap II : Hubungan Faktor Risiko Demografi dan Faktor Risiko Okupasi
dengan Kejadian ………………………........................................................87
5.3. Keterbatasan Penelitia…………………………………………………….....90
VI KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………...92
6.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..92
6.2 Saran………………………………………………………………………….92
6.2.1 Bagi Perusahaan……………………………………………………92
6.2.2 Bagi Peneliti………………………………………………………..93
6.2.3 Bagi Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Dinas Tenaga Kerja
Setempat……………………………………………………….....93

ix Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 95
TABEL HASIL LENGKAP ......................................................................... 101
LAMPIRAN ................................................................................................... 104

x Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


DAFTAR SINGKATAN

Ach : Acetilcholine
BDI : Beck Depression Inventory
ADHD : Attention-deficit/hyperactivity disorder
CDC : Central for Disease Control
CESD : Center for Epidemiologic Studies Depression Scale
CREB : cAMP Response Element-Binding
CRF : Corticotropin-releasing factor
CRH : Corticotropin releasing hormone
CSF : Cerebrospinal Fluid
D3 : Diploma 3
DA : Dopamin
DNA : Deoxiribose Nucleic Acid
DSM -5 :Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders -5
ECA : Epidemiological Catchment Area
GABA : γ-Aminobutyric Acid
GDS : Geriatric Depression Scale
HADS-A : Hospital Anxiety Depression Scale- Anxiety
HADS-D : Hospital Anxiety Depression Scale – Depression
HDRS : Hamilton Depression Rating Scale
HPA : hypothalamic-pituitary- adrenal
HPT : hypothalamic-pituitary-thyroid
ILO : International Labor Organization
MDI : Major Depression Inventory
NE : Norepinefrin
NIOSH : The National Institute for Occupational Safety and Health
NMDA : N-methyl-D-aspartate
NREM : Non Rapid Eye Movement
OCD : Obsessive Compulsive Disorder
PHQ-2 : Patient Health Questionaire -2
PHQ-9 : Patient Health Questionaire -9
PPDGJ-III : Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa edisi ke III
PSS : Percieved Stres Scale
RCT : randomized control trial
REM : Rapid Eye Movement
RR : Risiko relatif
S1 : Strata 1
SDS : Survei Diagnostik Stres
SMA : Sekolah Menengah Atas
SSRI : Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor
T3 : Triiodothyronine
T4 : Thyroxine
TRH : thyroid-releasing hormone
TSH : thyroid-stimulating hormone

xi Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan kasus anxietas pada HADS-A dengan jam kerja pada
Hordaland Health Study…………………………………………………...33
Gambar 2.2 Hubungan kasus anxietas pada HADS-D dengan jam kerja pada
Hordaland Health Study………………………………………………......34
Gambar 2.3 Seorang pekerja sedang memotong bahan berdasarkan pola………...42
Gambar 2.4 Seorang pekerja sedang mempersiapkan pola yang baru dibuat……..42
Gambar 2.5 Para pekerja yang sedang menjahit bahan menjadi tas di sebuah tempat
usaha………………………………………………………………….43
Gambar 2.6 Suasana kerja fase menjahit di sebuah tempat usaha………………...43
Gambar 2.7 Seorang pekerja sedang memasang asesoris sebuah tas yang sudah
selesai dijahit…………………………………………………………44
Gambar 2.8 Seorang pekerja sedang merapikan sisa benang pada tas yang sudah
selesai dijahit…………………………………………………………44
Gambar 2.9 Alur Proses Produksi…………………………………………………54
Gambar 2.10 Kerangka Teori Etiologi Depresi…………………………………….55
Gambar 2.11 Kerangka Konsep…………………………………………………….56
Gambar 3.1 Denah Lokasi Kampung-kampung di Desa Kadu Genep……………65
Gambar 4.1 Tahapan Pengambilan Data…………………………………………..76

xii Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Nama Perusahaan, Lokasi, dan Nama Pemilik……………….51


Tabel 3.1 Daftar Nama Kampung di Desa Kadu Genep………………………..65
Tabel 4.1 Prevalensi Depresi pada Pekerja Lembur di Industri Kecil Sektor
informal Desa Kadugenep………………………………………... …77
Tabel 4.2 Distribusi Derajat Depresi pada Kelompok Responden yang Mengalami
Depresi……………………………………………………………….77
Tabel 4.3 Analisis Perbandingan Faktor Sosiodemografi pada Kelompok Depresi
dan Kelompok Tidak Depresi………………………………………..79
Tabel 4.4 Analisis Perbandingan Faktor Okupasi pada Kelompok Depresi dan
Kelompok Tidak Depresi…………………………………………….80
Tabel 4.5 Analisis Perbandingan Tingkat Stres Kerja pada Kelompok Depresi dan
Kelompok Tidak Depresi…………………………………………….82
Tabel 4.6 Analisis Perbandingan Stres Kerja pada Kelompok Depresi dan
Kelompok Tidak Depresi……………………………………………83
Tabel 4.7 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik…………………………84

xiii Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian……………………………………………….....104


Lampiran 2. Materi Penjelasan Penelitian………………………………….......106
Lampiran 3. Informed Consent…………………………………………………..……108
Lampiran 4. Kuesioner Penyaring …………………………………………………...109
Lampiran 5. Kuesioner Data Umum ………………………………………………...111
Lampiran 6. Kuesioner Depresi….…………………………………………………...113
Lampiran 7 Kuesioner Survei Diagnostik Stres ……………………………………115
Lampiran 8 Rancangan Biaya Penelitian………………………………………….…119
Lampiran 9 Keterangan Lolos Kaji Etik………………………………………..120

xiv Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Depresi merupakan salah satu kontributor penting pada masalah global, yang
mempengaruhi orang-orang di semua komunitas di seluruh dunia. Saat ini,
diperkirakan depresi mempengaruhi 350 juta orang di seluruh dunia. The World
Mental Health Survey yang dilakukan di 17 negara menemukan bahwa rata-rata 1
dari 20 orang mengalami episode depresi selama 1 tahun terakhir. 1 Depresi
merupakan gangguan mental yang ditandai oleh afek depresi, kehilangan minat dan
kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur
atau nafsu makan, dan gangguan konsentrasi.
Gangguan depresi sering kali muncul di usia muda, menurunkan fungsi,
serta seringkali berulang, sehingga dapat juga berdampak dalam menurunkan
produktivitas. Karena alasan tersebut, depresi menjadi penyebab utama disabilitas
di seluruh dunia jika dikaitkan dengan total years lost yang disebabkan disabilitas.
Depresi juga seringkali disertai dengan gejala kecemasan. Kedua gangguan mental
ini dapat menjadi kronik dan rekuren yang menyebabkan hendaya pada kemampuan
seseorang dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya sehari-hari.
Kemungkinan terburuk, depresi dapat berujung pada tindakan bunuh diri. Hampir
1 juta nyawa hilang setiap tahunnya disebabkan tindakan bunuh diri, yang berarti
terjadi 3000 kematian akibat bunuh diri setiap harinya. Untuk setiap individu yang
berhasil melakukan bunuh diri, terjadi 20 atau lebih percobaan bunuh diri. 2.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 oleh Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia prevalensi penduduk yang mengalami gangguan mental
emosional secara nasional adalah 6 % (37.728 orang dari subyek yang dianalisis).
Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi
Tengah (11,6%), sedangkan yang terendah di Lampung (1,2%). Provinsi Banten,
sebagai area yang akan diteliti memiliki prevalensi gangguan mental emosional
sebanyak 5,1%. Gangguan mental emosional adalah gangguan yang dapat dialami
3
semua orang pada keadaan tertentu, tetapi dapat pulih seperti semula.

1 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


2

Menurut Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,


dalam pasal 77 disebutkan bahwa waktu kerja yang ditentukan adalah 40 jam
seminggu, atau 7 jam sehari bagi yang bekerja 6 hari seminggu dan 8 jam sehari
bagi yang bekerja 5 hari dalam seminggu. 4 Waktu kerja lembur merupakan waktu
kerja di luar waktu kerja yang telah ditentukan, sesuai pasal 78. Waktu kerja lembur
maksimal adalah 3 jam per hari, atau 14 jam per minggu. Sehingga menurut
undang-undang, seseorang pekerja diperbolehkan bekerja dengan jam kerja
maksimal 54 jam seminggu atau kurang dari 11 jam per hari (5 hari kerja).
Berbagai penelitian telah menemukan bahwa kerja lembur memiliki
beberapa dampak negatif bagi kesehatan. Sebuah penelitian yang dilakukan pada
populasi luas di Norwegia, yang melibatkan sampel laki-laki dan perempuan yang
bekerja di perkotaan mau pun pedesaan, menemukan bahwa mereka yang bekerja
lembur memiliki prevalensi lebih tinggi terhadap gangguan anxietas dan gangguan
depresi dibandingkan mereka yang bekerja dengan jam kerja normal. 5 Penelitian
lain yang dilakukan secara kohort prospektif pada pegawai negeri sipil di Inggris,
menemukan odds ratio terjadinya gangguan depresi mayor 2,43 kali lebih tinggi
pada mereka yang bekerja lebih dari 11 jam sehari dibandingkan dengan mereka
yang bekerja 7-8 jam sehari.6
Pekerja sektor informal di Indonesia masih merupakan komponen terbesar
angkatan kerja di Indonesia. Pada Februari 2014 diperkirakan terdapat sekitar 53,6
persen pekerja yang bekerja di sektor informal. 7 Sentra industri tas di Desa Kadu
Genep, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang merupakan sentra yang terbesar di
Banten. Dengan semakin meningkatnya jumlah pesanan, tuntutan untuk pekerja
dalam menyelesaikan pesanan juga semakin tinggi. Salah satu cara yang ditempuh
dalam memenuhi tuntutan ini adalah dengan menerapkan kerja lembur bagi
pekerjanya. Kerja lembur juga dilakukan pekerja untuk mendapatkan penghasilan
lebih, selain sebagai upaya dalam memenuhi pesanan yang ada. Perlu disadari,
bahwa sistem kerja lembur dapat dianalogikan sebagai pisau yang bermata dua. Di
satu sisi, lembur akan mendatangkan penghasilan yang lebih besar bagi pekerja,
selain tentunya meningkatkan jumlah produksi bagi perusahaan. Namun di lain hal,
kerja lembur juga membawa dampak negatif bagi kesehatan pekerja. Karenanya

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


3

dibutuhkan kajian yang mendalam pada kelompok pekerja lembur ini mengenai
bagaimana hubungan berbagai faktor okupasi dengan risiko terjadinya depresi dan
gangguan kesehatan lainnya.

1.2 Permasalahan
Sentra Industri tas di Kadu Genep merupakan yang terbesar di Banten. Sebagian
besar pesanan dalam jumlah besar harus diselesaikan dalam waktu singkat. Untuk
memenuhi target pesanan tersebut, pilihan yang sering diambil oleh pengusaha
adalah dengan menerapkan lembur pada pekerjanya. Lembur biasanya dilakukan
pada malam hari setelah siang harinya bekerja dengan jam kerja normal.
Prevalensi depresi pada berbagai kalangan pekerja ternyata cukup tinggi.
Penelitian yang mencari prevalensi depresi pada guru honorer di beberapa
kecamatan di Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara, mendapatkan angka kejadian
depresi pada guru honorer yaitu sekitar 80 % 8. Pada penelitian lain terhadap
karyawan redaksi sebuah surat kabar di Jakarta, mendapatkan karyawan dengan
kecenderungan gangguan mental emosional dengan gejala depresi sebanyak
31,03%.9
Gangguan depresi dapat menyebabkan gangguan fungsi, termasuk dalam
pekerjaan.2 Hal ini tentunya dapat menurunkan produktivitas pekerja dan
produktivitas perusahaan. Selain itu, beban kesehatan masyarakat dan juga tentunya
beban bagi pengusaha akan semakin berat.
Dari hasil penelitian sebelumnya terhadap pekerja lembur di industri kecil
kerajinan tas di Kadu Genep, ditemukan hasil ikutan prevalensi depresi pada
10
pekerja lembur di industri kecil pengrajin tas sebesar 60% . Dari data tersebut,
timbul beberapa pertanyaan yang patut untuk diteliti lebih lanjut, seperti: 1)
bagaimana hubungan faktor okupasi dengan kejadian depresi pada pekerja lembur
di industri tersebut, serta 2) faktor lain apa saja yang ikut mempengaruhi kejadian
depresi pada pekerja lembur di industri tersebut.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


4

1.3 Hipotesis
Jumlah jam kerja memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada pekerja lembur
di industri kecil sektor informal di pedesaan.

1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mempelajari hubungan faktor okupasi (jumlah jam kerja, masa kerja, dan
jenis tugas, stres kerja) terhadap risiko kejadian depresi pada pekerja lembur
di industri kecil sektor informal di pedesaan.
1.4.2 Tujuan Khusus
Mengetahui hubungan faktor demografi, yaitu jenis kelamin, usia, status
pernikahan, dan tingkat pendidikan dengan risiko kejadian depresi pada
pekerja lembur di industri kecil sektor informal di pedesaan.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Perusahaan
Menambah pengetahuan tentang faktor-faktor apa saja dalam pekerjaan yang
berhubungan dengan kejadian depresi pada pekerja lembur, serta sebagai bahan
masukan untuk meningkatkan kesehatan pekerja lembur di industri ini.
1.5.2 Bagi Pekerja
Dapat mengetahui dampak lembur terhadap kesehatan, faktor risiko, dan cara
mencegah terjadinya depresi.
1.5.3 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan tentang faktor-faktor risiko depresi pada setiap pekerjaan
yang menerapkan sistem lembur, sehingga bermanfaat dalam praktek keseharian
sebagai dokter di suatu institusi.
1.5.4 Bagi Dinas Kesehatan atau Dinas Tenaga Kerja setempat
Dapat mengetahui faktor – faktor risiko terjadinya depresi pada pekerja lembur dan
dapat menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi resikonya.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Depresi
2.1.1 Definisi Depresi
Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan kesedihan, kehilangan
minat atau kesenangan, perasaaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur atau
nafsu makan, kelelahan, dan konsentrasi yang buruk. 11 Untuk di diagnosis sebagai
depresi, gejala-gejala tersebut harus timbul paling tidak selama 2 minggu. 12
Depresi dibedakan dari fluktuasi afek dan respon emosional singkat
terhadap tantangan kehidupan sehari-hari. Terutama saat gejala bertahan dalam
jangka waktu yang lama serta dalam intensitas sedang hingga berat, depresi dapat
menjadi suatu gangguan kesehatan yang serius. Kondisi ini dapat menyebabkan
penderitaan dan gangguan fungsi yang cukup berat di tempat kerja, sekolah, serta
dalam keluarga. Yang paling berat, depresi dapat menyebabkan kecenderungan
bunuh diri. Lebih dari 800.000 orang meninggal setiap tahunnya karena bunuh diri.
Bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua tertinggi pada usia 15- 29 tahun.13

2.1.2 Epidemiologi
Depresi merupakan salah satu kontributor penting penyakit global, yang
mempengaruhi orang-orang di semua komunitas di seluruh dunia. Saat ini,
diperkirakan depresi mempengaruhi 350 juta orang di seluruh dunia. The World
Mental Health Survey yang dilakukan di 17 negara menemukan bahwa rata-rata 1
dari 20 orang mengalami episode depresi selama 1 tahun terakhir.1
Insidensi tahunan gangguan depresi mayor adalah 1,59 % (wanita 1,89 %,
dan pria 1,1 %).14 Gangguan depresi mayor dapat terjadi dua hingga tiga kali lipat
pada wanita remaja dan dewasa dibandingkan pada pria remaja dan dewasa. Pada
anak laki – laki dan perempuan masa pre pubertas, gangguan depresi mayor sama-
sama mempengaruhi. Angka prevalensi tertinggi pada wanita dan pria adalah pada
kelompok usia 25 – 44 tahun.15
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2013, prevalensi gangguan mental
emosional pada penduduk Indonesia 6,0 persen. Provinsi dengan prevalensi

5 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


6

ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,


Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur. 3
Berbagai penelitian terkait kejadian depresi pada berbagai profesi juga
sudah banyak dilakukan di seluruh dunia. Berdasarkan sebuah penelitian yang
dilakukan di berbagai rumah sakit umum (n = 3474) di Cina, prevalensi depresi
16
pada perawat adalah 38% (p= 0,03). Berdasarkan sumber CDC (Central for
Disease Control), penelitian menunjukkan angka depresi bervariasi di antara
berbagai jenis pekerjaan dan tipe industri. Di antara pekerja purna waktu berusai 18
– 64 tahun, pekerja dengan angka tertinggi mengalami episode depresif mayor
dalam 1 tahun terakhir ditemukan pada pekerjaan terkait perawatan pribadi dan jasa
(10,8%) dan pekerjaan terkait persiapan dan penyediaan makanan (10,3%).
Pekerjaan dengan angka terendah pada pekerjanya mengalami episode depresif
mayor dalam setahun terakhir adalah pekerjaan terkait keahlian tehnik, arsitektur,
dan survei (4,3%); ilmu kehidupan, fisika, dan sosial (4,4%); serta instalasi,
perawatan, dan perbaikan (4,4%)17.
Dalam buku Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition, epidemiologi depresi juga dipengaruhi
beberapa faktor risiko. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain14:
Jenis Kelamin
Prevalensi gangguan depresi mayor pada wanita dua kali lipat dibandingkan
pria, telah diamati di seluruh dunia dan tidak dipengaruhi oleh negara mau pun
budaya. Alasan perbedaan ini diperkirakan melibatkan adanya perbedaan
hormonal, efek melahirkan, stresor psikososial yang berbeda antara wanita dan pria,
serta model perilaku dari ketidakberdayaan yang dipelajari.
Usia
Usia rata-rata awitan gangguan depresi mayor adalah 40 tahun, dengan 50%
memiliki awitan antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresi mayor dapat juga
terjadi di usia kanak-kanak atau usia tua. Data epidemiologis terbaru menunjukkan
insidensi gangguan depresi mayor meningkat pada usia kurang dari 20 tahun. Hal
ini mungkin terkait dengan peningkatan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
pada kelompok usia tersebut.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


7

Status perkawinan
Gangguan depresi mayor terjadi paling sering pada individu yang tidak
memiliki hubungan interpersonal dekat, atau pada mereka yang bercerai atau
berpisah. Hal ini hampir sama dengan gangguan bipolar 1, yaitu lebih banyak
terjadi pada mereka yang bercerai atau hidup sendiri. 14
Faktor sosioekonomi dan budaya
Tidak ditemukan hubungan antara status sosioekonomi dan gangguan
depresi mayor. Depresi lebih banyak terjadi pada area pedesaan dibandingkan
perkotaan. Prevalensi gangguan afek tidak berbeda di antara ras yang berbeda.14
Komorbiditas14
Individu dengan gangguan afek mayor memiliki risiko yang lebih tinggi
mengalami gangguan Axis I sebagai komorbiditas. Gangguan paling sering adalah
penyalahgunaan alkohol atau ketergantungan, gangguan panik, gangguan obsesif
kompulsif, dan gangguan kecemasan sosial. Sebaliknya, individu dengan
penyalahgunaan zat dan gangguan kecemasan juga memiliki peningkatan risiko
sepanjang hidup atau gangguan afek komorbid saat ini.

2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Faktor Biologi 14,18
Banyak studi yang melaporkan abnormalitas biologi pada pasien dengan gangguan
afek. Hingga kini, neurotransmiter monoamin (norepinefrin, dopamin, serotonin,
dan histamin), merupakan fokus utama teori dan penelitian terkait etiologi kelainan
ini. Saat ini, banyak penelitian mulai mempelajari sistem neurobehavioural, jalur
saraf, serta mekanisme regulasi sistem saraf yang lebih rumit. Di antara biogenik
amin, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang paling
berpengaruh dalam gangguan afek.
Norepinefrin
Hubungan yang ditujukkan oleh hasil-hasil penelitian antara penurunan
sensitivitas reseptor α-2 adrenergik dengan respon klinis antidepresan merupakan
petunjuk paling penting adanya hubungan langsung sistem noradrenergik dengan
depresi. Bukti lain menunjukkan peran reseptor α-2 pada penderita depresi, karena

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


8

aktivasi reseptor ini menghasilkan penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan.


Reseptor presinaptik α-2 juga ditemukan di sel saraf serotonergik dan mengatur
jumlah serotonin yang dilepaskan. Hasil penelitian mengenai neuroendokrin,
menunjukkan depresi berhubungan dengan penurunan neurotransmiter di reseptor
pasca sinaptik 5-HT1A.14,15,19
Serotonin
Serotonin telah menjadi neurotransmiter biogenik amin paling sering
dihubungkan dengan depresi. Hal ini terbukti dari besarnya dampak dari pemberian
SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) terhadap pengobatan depresi. Data
lain menunjukkan adanya keterlibatan serotonin dalam patofisiologi depresi.
Beberapa pasien dengan kecenderungan bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit
serotonin yang rendah dalam cairan serebrospinalnya dan konsentrasi rendah
uptake serotonin pada platelet.14,15
Dopamin
Meskipun norepinefrin dan serotonin merupakan biogenik amin yang paling
sering dihubungkan dengn patofisiologi depresi, dopamin diduga secara teori
memiliki peran. Data menunjukkan bahwa aktivitas dopamin dapat menurun pada
depresi, dan meningkat pada kondisi mania. Obat-obatan yang dapat menurunkan
konsentrasi dopamin (contoh: reserpine), dan penyakit yang dapat menurunkan
konsentrasi dopamin (contoh: Penyakit Parkinson) dihubungkan dengan gejala
depresi. Dua teori mengenai dopamin dan depresi adalah jaras dopamin mesolimbik
terganggu fungsinya pada keadaan depresi, serta reseptor dopamin D1 menjadi
hipoaktif pada depresi. Obat antidepresan dapat mengurangi gejala anhedonia dan
hilangnya dorongan dengan meningkatkan sensitisasi reseptor dopamin D2 dan
D3.14,19

2.1.3.2 Gangguan Neurotransmiter lainnya


Kadar kolin abnormal, yang merupakan prekursor Asetilkolin, telah ditemukan
pada otopsi otak beberapa pasien depresi, yang mungkin menunjukkan
abnormalitas dalam komposisi fosfolipid. Kolinergis agonis dapat merangsang
perubahan pada aktivitas hipothalamik-pituitari adrenal serta tidur yang

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


9

menyerupai pola pada penderita depresi. Agonis dapat menyebabkan letargi,


anergia, serta kelambatan psikomotor pada orang sehat, dapat mencetuskan gejala
depresi dan menurunkan gejala mania.14
γ-Aminobutyric Acid (GABA) memiliki efek inhibisi terhadap jaras asenden
monoamin, terutama sistem mesolimbik dan mesokortikal. Penurunan GABA telah
diamati pada plasma, cairan serebrospinal, dan kadar GABA di otak pada pasien
depresi. Penelitian pada hewan percobaan telah menemukan stres kronik dapat
menurunkan kadar GABA. Sebaliknya, reseptor GABA dapat diaktifkan oleh anti
depresan, dan beberapa obat-obatan GABAergik memiliki efek antidepresan
lemah.14
Asam amino glutamat dan glisin merupakan neurotransmiter eksitatori dan
inhibitori utama pada susunan saraf pusat. Ikatan glutamat dan glisin pada sel
berhubungan dengan reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA), dan kelebihan
stimulasi dapat menyebabkan efek neurotoksik. Bukti terkini menunjukkan obat-
obatan yang bekerja antagonis dengan NMDA memiliki efek antidepresan.

2.1.3.3 Second Messengers


Second Messengers meregulasi fungsi jalur ion pada membran saraf. Bukti semakin
bertambah mengindikasikan obat stabilisator afek bekerja pada protein G (guanine
nucleotide-binding) atau second messenger lainnya.14

2.1.3.4 Gangguan Regulasi Hormon


Dua sistem endokrin yang paling banyak dipelajari dalam psikiatri adalah aksis
HPA (hypothalamic-pituitary- adrenal) dan aksis HPT (hypothalamic-pituitary-
thyroid). Sekitar setengah dari pasien dengan depresi mayor mengalami
15
hipersekresi kortisol yang kembali normal saat depresi sembuh.
Peningkatan aktivitas HPA merupakan penanda dari respon stres mamalia
dan salah satu benang merah yang paling jelas antara depresi dan stres kronis secara
biologis. Bukti adanya peningkatan aktivitas HPA ini tampak pada 20 hingga 40%
pasien depresi rawat jalan, dan 40-60% pada pasien depresi rawat inap.14
Hiperkortisolemia pada depresi menunjukkan adanya gangguan sentral pada satu

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


10

atau lebih hal berikut: penurunan kadar inhibisi serotonin, peningkatan rangsangan
norepinefrin (NE), Ach, atau corticotropin releasing hormone, atau penurunan
umpan balik inhibisi dari hipokampus.14
Aktivitas Axis Tiroid
Sekitar 5-10 % pasien dengan depresi memiliki riwayat disfungsi tiroid,
yang direfleksikan oleh peningkatan kadar thyroid-stimulating hormone (TSH)
basal atau peningkatan respon TSH terhadap 500 mg infus neuropeptide
hipotalamik thyroid-releasing hormone (TRH). Abnormalitas semacam itu sering
dihubungkan dengan penigkatan kadar antibodi anti tiroid dan dapat mengganggu
respon pengobatan, kecuali dikoreksi dengan terapi pengganti hormon. 14
Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan di sekresikan dari pituitari anterior setelah mendapat
stimulasi dari Norepinefrin (NE) dan Dopamin (DA). Sekresi dihambat oleh
somatostatin, sebuah neuropeptide hypothalamus, dan CRH. Penurunan kadar
somatostatin dalam CSF telah dilaporkan pada pasien depresi, dan peningkatan
kadarnya diamati pada kondisi mania.14
Prolaktin14
Prolaktin dilepaskan dari pituitary oleh stimulasi serotonin dan diinhibisi
oleh Dopamin (DA). Sebagian besar studi tidak menemukan abnormalitas yang
signifikan terhadap sekresi prolaktin basal maupun sirkadian pada depresi. Namun
repson tumpul dari prolaktin terhadap berbagai agonis serotonin telah ditemukan.
Respon semacam ini jarang ditemukan pada wanita premenopausal, yang
menunjukkan bahwa estrogen memiliki efek memoderasi.

2.1.3.5 Gangguan Neurofisiologi Tidur14


Depresi dikaitkan dengan kehilangan dini tidur dalam (gelombang lambat) dan
peningkatan nocturnal arousal. Kondisi yang terakhir tersebut ditandai dengan
empat tipe gangguan: 1) peningkatan episode bangun di malam hari, 2) penurunan
total durasi tidur, 3) peningkatan fase Rapid Eye Movement (REM), dan 4)
peningkatan suhu inti tubuh. Kombinasi peningkatan Rapid Eye Movement (REM)
dan penurunan tidur gelombang lambat menghasilkan penurunan signifikan periode

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


11

pertama tidur non- REM (NREM), sebuah fenomena yang dikenal sebagai
penurunan REM laten. Penurunan REM laten dan kurangnya tidur gelombang
lambat secara khas menetap setelah pemulihan dari episode depresi. Kombinasi dari
penurunan REM laten, peningkatan densitas REM, dan penurunan pemeliharaan
tidur teridentifikasi pada hampir 40% pasien depresi rawat jalan dan 80% pasien
depresi rawat inap.

2.1.3.6 Gangguan Imunologis14


Gangguan depresi dihubungkan dengan beberapa abnormalitas imunologis,
termasuk penurunan proliferasi limfosit sebagai respon terhadap mitogen dan
bentuk lain dari gangguan imunitas seluler. Limfosit ini memproduksi
neuromodulators, seperti corticotropin-releasing factor (CRF), dan sitokin, sebuah
peptide yang dikenal sebagai interleukin. Tampaknya terdapat hubungan dengan
berat ringannya tampilan klinis, hiperkotisolisme, serta disfungsi imun, dengan
sitokin interleukin -1 yang dapat menginduksi aktivitas gen sintesis glukokortikoid.

2.1.3.7 Faktor Genetik14


Beberapa studi terkait keluarga, adopsi, dan saudara kembar telah
mendokumentasikan diturunkannya gangguan afek. Perkembangan terkini dari
studi genetik telah memfokuskan untuk mengidentifikasi kerentanan spesifik gen
menggunakan metode molekuler genetik.
Studi Keluarga
Sebuah studi keluarga mencoba menjawab pertanyaan apakah sebuah
gangguan diturunkan secara familial atau tidak. Data menunjukkan apabila satu
orang orang memiliki gangguan afek, seorang anaknya akan memiliki risiko 10-25
% mengalami gangguan afek. Jika kedua orang tua memiliki gangguan tersebut,
risiko akan meningkat dua kali lipat.
Studi Adopsi
Sebuah studi yang cukup luas, menemukan bahwa terdapat peningkatan tiga
kali lipat kejadian gangguan bipolar, dan peningkatan dua kali lipat kejadian

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


12

gangguan unipolar terhadap keluarga biologis seorang penderita gangguan


bipolar.14
Studi Kembar
Studi pada saudara kembar merupakan pendekatan paling kuat yang
memisahkan faktor genetik dari faktor lingkungan. Data pada studi ini
membuktikan bahwa genetik hanya menyumbang 50- 70 % etiologi gangguan afek.
Karenanya, kerentanan dan predisposisi terhadap penyakit ini lah yang diturunkan.
Studi ini juga menemukan tingkat kesesuaian 70-90% terhadap gangguan afek pada
kembar monozigotik, dibandingkan 16-35% pada kembar dizigotik dengan jenis
kelamin sama. 14
Studi terkait hubungan genetik
Penanda DNA merupakan segmen DNA yang diketahui lokasi
kromosomnya. Saat sebuah penanda suatu penyakit teridentifikasi pada individu
dengan hubungan keluarga, maka penyakit tersebut dikatakan memiliki hubungan
genetik. Kromosom 18q dan 22q merupakan dua lokasi dengan bukti paling kuat
adanya hubungan genetik pada gangguan bipolar. 14 Studi pemetaan gen terhadap
depresi unipolar telah menemukan bukti yang kuat adanya hubungan dengan lokus
cAMP Response Element-Binding Protein (CREB1) pada kromosom 2. 14

2.1.3.8 Obat-obatan Tertentu15,19


Hingga kini, telah teridentifikasi berbagai jenis obat dan zat yang diduga
menyebabkan gejala depresi. Obat-obatan dan zat yang dapat menyebabkan gejala
depresi terdapat dalam tabel di bawah.
Daftar Obat-obatan dan Zat yang Dapat Menimbulkan Gejala Depresi 19
b-blockers
antikonvulsan
calcium channel blockers
kortikosteroid
kontrasepsi oral
obat-obatan anti psikotik
Obat-obatan yang digunakan untuk penyakit Parkinson (contoh: levodopa)
Alkohol.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


13

2.1.3.9 Riwayat Penyakit Kronis


Beberapa penyakit kronis yang ditemukan memiliki hubungan dengan timbulnya
gejala depresi adalah: asma, artitis, penyakit kardiovaskular, stroke, kanker, dan
diabetes. 20–22
Banyak dari penderita penyakit ini mengalami depresi. Bahkan, depresi
merupakan salah satu komplikasi paling sering dari penyakit kronis. Diperkirakan,
22
satu per tiga orang dengan kondisi medis yang serius memiliki gejala depresi.
Sebuah temuan yang sering didapat adalah orang yang memiliki penyakit kronis
juga lebih cenderung mengalami depresi. Para ilmuwan belum dapat menetapkan
apakah memiliki penyakit kronis meningkatkan prevalensi depresi, atau depresi
meningkatkan risiko terkena penyakit kronis.
Asma
Hampir 50% pasien asma menderita gejala depresi yang signifikan secara
klinis, yang sebagian disumbang oleh stres memiliki penyakit kronis. Adanya
peningkatan gejala depresi pada penderita asma telah dihubungkan dengan klinis
asma yang lebih buruk. Pada sampel klinis anak-anak dan remaja asma telah
dihubungkan dengan gangguan anxietas, serta gejala depresi-cemas pada usia muda
dengan asma persisten moderat dan berat.20
Artritis
Penapisan pada pasien dengan artritis mengungkapkan bahwa depresi
dikaitkan dengan restriksi aktivitas. Orang dengan artritis mengalami disabilitas
yang didasari artritisnya. Penderita dengan rekurensi gejala artritis dilaporkan
mengalami depresi yang lebih berat. Penelitian pada remaja dan dewasa muda
dengan artritis, menemukan bahwa status fungsional secara signifikan berhubungan
dengan depresi, harga diri, dan perasaan kesendirian. Secara signifikan, depresi
yang lebih berat dilaporkan pada mereka yang mengalami gejala artritis yang lebih
berat. 20,23
Penyakit kardiovaskular
Gangguan depresi telah dikaitkan faktor risiko penyakit kardiovaskular,
seperti halnya merokok dan kurang aktivitas fisik. Secara umum, orang yang
mengalami depresi memiliki risiko lebih besar mengalami penyakit arteri koroner.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


14

Sebuah meta analisis dalam laporan CDC, mengungkapkan bahwa risiko relatif
(RR) berkembangnya penyakit jantung pada individu dengan depresi atau gejala
depresi 1,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak depresi. Pasien
dengan riwayat infark miokard yang juga mengalami depresi memiliki lebih banyak
komorbiditas, komplikasi jantung, serta risiko mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan mereka yang tidak depresi. Hal ini menunjukkan pentingnya
kesehatan kejiwaan terhadap kesehatan fisik. 20
Stroke
Depresi atau gejala depresi juga merupakan faktor prediktif terjadinya
stroke. Individu dengan gejala depresi signifikan memiliki kemungkinan dua kali
lipat mengalami stroke dalam 10 tahun mendatang, dibandingkan mereka yang
memiliki sedikit gejala depresi. Selain itu, depresi dihubungkan juga dengan
peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas stroke. 20 Selain sebagai faktor
prediktif dari stroke, depresi juga sering terjadi mengikuti stroke, terutama stroke
yang mempengaruhi hemisfer kiri otak. Depresi pasca stroke telah dikaitkan dengan
gangguan terhadap respon rehabilitasi serta peningkatan mortalitas dalam dua tahun
setelah kejadian stroke.20
Kanker
Perkiraan prevalensi gangguan psikiatrik pada orang dengan kanker sangat
bervariasi, tergantung dari jenis kanker dan stadium klinisnya. Dilaporkan 21%
pasien kanker mengalami depresi. Depresi telah dihubungkan dengan keinginan
akan kematian di antara pasien kanker stadium akhir, sehingga menjadi faktor
penting dalam perawatan pasien dengan kondisi tersebut. Peningkatan gejala
depresi juga telah dilaporkan memiliki hubungan terbalik dengan angka harapan
hidup 20
Diabetes
Dalam laporan CDC, sebuah meta analisis menunjukkan bahwa prevalensi
depresi pada orang dengan diabetes dua kali lipat dibandingkan pada orang tanpa
diabetes. Seperti halnya pada populasi umum, prevalensi depresi lebih tinggi pada
wanita dengan diabetes dibandingkan pada pria, serta pada usia yang lebih muda.
Gejala depresi lebih sering timbul pada orang dengan komplikasi multiple terkait

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


15

diabetes, serta pada tingkat pendidikan lebih rendah dari SMA. Gejala awal depresi
berhubungan secara positif dengan kadar insulin puasa dan inaktivitas fisik. 20

2.1.3.10 Faktor Psikososial


Peristiwa Kehidupan dan Stres Lingkungan
Pada pengamatan klinis jangka panjang, ditemukan bahwa peristiwa kehidupan
yang menimbulkan stres lebih sering mendahului episode pertama gangguan afek.
Data yang paling menarik mengindikasikan bahwa peristiwa dalam kehidupan yang
paling sering dihubungkan dengan perkembangan depresi adalah kehilangan orang
tua sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling sering dihubungkan
dengan awitan episode depresi adalah kehilangan pasangan. Faktor risiko lainnya
adalah pengangguran. Individu yang tidak bekerja memiliki kemungkinan tiga kali
lipat melaporkan gejala episode depresi mayor dibandingkan merekan yang
bekerja. 14
Faktor Kepribadian
Tidak ada tipe kepribadian tertentu yang yang mempengaruhi seseorang
mengalami depresi. Semua manusia dengan kepribadian apa pun, dapat menjadi
depresi jika mengalami kondisi yang sesuai. Seseorang dengan gangguan
kepribadian tertentu (OCD, histrionik, dan borderline) dapat memiliki risiko yang
lebih besar terhadap depresi dibandingkan dengan orang dengan gangguan
kepribadian paranoid atau anti sosial. 14
Faktor Psikodinamik pada Depresi
Pengertian depresi secara psikodinamik didefinisikan oleh Sigmund Freud
dan di perluas oleh Karl Abraham, yang dikenal dengan pandangan klasik depresi.
Teori tersebut melibatkan empat poin kunci: (1) gangguan terhadap hubungan ibu-
anak pada fase oral (10-18 bulan pertama kehidupan) mempengaruhi kerentanan
terhadap depresi; (2) depresi dapat dikaitkan dengan kehilangan obyek nyata
maupun imajinasi; (3) introyeksi terhadap obyek yang hilang merupakan
mekanisme pertahanan yang muncul sebagai respon terhadap distres yang
terhubung dengan hilangnya obyek; dan (4) karena obyek yang hilang dipandang

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


16

sebagai campuran dari perasaan cinta dan benci, perasaan marah ditujukan ke dalam
diri sendiri.14
Faktor Adaptasi
Faktor adaptasi atau mekanisme coping telah diamati hubungannya dengan
afek pada berbagai permasalahan kesehatan. Berbagai studi secara konsisten
menemukan hubungan antara mekanisme coping yang cenderung menghindar atau
menyangkal dengan peningkatan kondisi afek negatif, seperti distres, gejala depresi
dan kecemasan, pada berbagai kondisi medis termasuk artritis reumatoid, diabetes
gestasional, kanker, transplantasi jantung, dan HIV-AIDS. Kondisi tersebut berlaku
sebaliknya, dimana terdapat hubungan antara mekanisme coping yang menerima
dengan penurunan status afek negatif.24,25

2.1.3.11 Faktor Okupasi


Jumlah Jam Kerja
Penelitian yang mempelajari hubungan antara jumlah jam kerja dengan kejadian
depresi pada pekerja telah ditemukan. Beberapa penelitian yang melibatkan
populasi luas pekerja dilakukan di China dan Inggris. Pada tahun 2014, Gong
melakukan sebuah penelitian terhadap perawat-perawat di rumah sakit umum di
Cina. Penelitian ini menemukan bahwa gejala depresi berhubungan dengan
kekerasan di tempat kerja yang sering, jam kerja yang panjang (lebih dari 45 jam
per minggu), giliran kerja malam hari yang sering (dua kali atau lebih per minggu),
serta departemen-departemen tertentu.16
Pada studi Hordaland Health (Kleppa et al, 2008), menyebutkan bahwa
kerja lembur atau overtime berhubungan dengan peningkatan derajat anxietas dan
depresi. Studi tersebut juga menemukan adanya hubungan dosis-respon antara jam
kerja dengan skor anxietas dan depresi. Selain itu, ditemukan juga mereka yang
lebih banyak melaporkan kerja lembur memiliki tingkat pendidikan yang lebih
rendah secara signifikan, pekerjaan manual yang lebih berat, dan lebih sering
mendapatkan pendapatan rendah dibandingkan mereka yang bekerja lembur secara
moderat.5

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


17

Stres Kerja
Stres kerja telah didefinisikan oleh pengertiannya oleh beberapa ahli.
Rogers, & Cobb (1974) menyatakan bahwa stres kerja adalah “a misfit between a
person’s skill and abilities, and demand of the job misfit in term of person’s needs
supplied by the job’s environment.”45 Dalam suatu kesempatan berbeda, Smith
(1981) mengemukakan bahwa stres dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu:
Pertama, stres merupakan hasil dari keadaan di tempat kerja (contoh: bising,
ventilasi udara yang kurang baik). Hal ini dapat mengurangi motivasi pekerja.
Kedua, stres merupakan hasil dari dua faktor organisasi, yaitu keterlibatan dalam
tugas, dan dukungan organisasi. Ketiga, stres terjadi karena faktor “workload”, juga
faktor kemampuan melakukan tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang
berlebihan. Kelima, faktor tanggung jawab kerja. Terakhir, tantangan yang muncul
dari tugas.45
Hielriegel & Slocum (1986) menyatakan bahwa stres kerja dapat
disebabkan oleh empat faktor utama, yaitu konflik, ketidakpastian, tekanan dari
tugas, serta hubungan dengan pihak manajemen. Sehingga, stres merupakan umpan
balik diri karyawan secara fisiologis maupun psikologis terhadap keinginan atau
permintaan organisasi. Dikatakan pula bahwa stres kerja merupakan faktor- faktor
yang dapat memberikan tekanan terhadap produktivitas dan lingkungan kerja, serta
dapat mengganggu individu tersebut. Stres kerja yang dapat meningkatkan motivasi
pekerja dianggap sebagai stres yang positif (eustres). Sebaliknya, stresor yang dapat
mengakibatkan hancurnya produktivitas kerja disebut sebagai stres negatif
(distres).45 Pada intinya, berbagai definisi stres tersebut memiliki persamaan, bahwa
stres kerja adalah perasaan tertekan dan tidak nyaman pada pekerja dalam
menghadapi pekerjaannya.
Pada sebuah penelitian lain yang dilakukan pada karyawan redaksi surat
kabar di Jakarta menunjukkan adanya hubungan bermakna antara stres kerja dengan
kecenderungan gejala mental emosional melalui stresor pengembangan karir
(p<0,001; OR 13,8; CI 3,7-51,1). Adapun kumpulan gejala dan sebarannya yang
diteliti pada studi di atas adalah: psikotisme n= 36; 62,06 %), paranoid (n=33;
56,89%), somatisasi (n=33; 56,89%), obsesif-konvulsif (n=29; 50%), anxietas

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


18

(n=28; 48,27%), fobia (n=26; 44,82%), hostilitas (n=23; 39,65%), gejala tambahan
(n=23; 39,65%), sensitivitas interpersonal (n=19; 32,75%), serta depresi (n=18;
31,03%). Dalam penelitian ini, gejala yang ditunjukkan pada satu orang responden
bisa lebih dari satu, sehingga jumlah keseluruhan gejala bisa lebih dari 100%. 9
Penelitian lain di Kanada, yang melibatkan populasi kerja dari usia 18-64 tahun
dengan analisis multivariat, menunjukkan stres kerja secara signifikan terkait
dengan risiko episode depresi mayor (odds ratio=2.35, 95% confidence interval
1.54–3.77).26
Beberapa gejala stres dapat dilihat dari adanya perubahan fisiologis,
psikologis, mau pun sikap. Perubahan fisiologis ditandai dengan adanya gejala-
gejala seperti merasa letih/ lelah, kehabisan tenaga, pusing, dan gangguan
pencernaan. Sedangkan perubahan psikologis ditandai dengan adanya kecemasan
yang berlarut-larut, sulit tidur, dan nafas tersengal-sengal. Perubahan sikap ditandai
dengan keras kepala, mudah marah, dan tidak puas terhadap apa yang dicapai. 45
Ivancevich dan Matteson [1980] mendeskripsikan stres di lingkungan kerja
dalam sebuah kuesioner Survai Diagnostik Stres (SDS), melalui bukunya yang
berjudul “Stres and Work”. Kuesioner ini telah dikembangkan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI dan di lakukan validasi
versi Bahasa Indonesia. Kuesioner ini berguna sebagai penapisan untuk mengetahui
apakah ada potensi stres dalam diri seseorang dan tingkatan stres yang dialami.
Hingga saat ini, kuesioner SDS masih merupakan satu-satunya alat ukur stres kerja
yang ada di Indonesia. Kuesioner Survai Diagnostik Stres (SDS) ini terdiri dari 30
pertanyaan, dalam 5 kategori atau dimensi tingkat stresor individual yang
mendeskripsikan stresor yang dialami oleh pekerja terhadap ketaksaan peran (5
pertanyaan), konflik peran (5 pertanyaan), beban kerja kualitatif berlebih (5
pertanyaan), beban kerja kuantitatif berlebih (5 pertanyaan), pengembangan karier
(5 pertanyaan), dan tanggung jawab terhadap orang (5 pertanyaan):46,47 Berikut ini
adalah penjelasan untuk masing- masing kategori:
a). Ketaksaan peran (role ambiguity)
Ketaksaan peran dirasakan jika seorang pekerja tidak memiliki informasi
yang cukup untuk melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


19

harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. Faktor faktor yang dapat
menimbulkan ketaksaan peran menurut Everly dan Giordano:47
1. Ketidakjelasan dari sasaran saran (tujuan tujuan kerja).
2. Kesamaran tentang tanggung jawab.
3. Ketidakjelasan mengenai prosedur kerja.
4. Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain.
5. Kurang adanya umpan balik atau ketidakjelasan mengenai unjuk-kerja
pekerjaan.
Menurut Kahn dkk (1964), stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran
akhirnya mengarah ketidakpuasan pekerjaaan, kurang memiliki kepercayaan diri,
rasa diri tidak berguna, rasa harga diri yang menurun, depresi, motivasi rendah
untuk bekerja, peningkatan tekanan darah dan detak nadi, dan kecenderungan untuk
meninggalkan pekerjaan.47
b). Konflik peran.
Konflik peran timbul jika seorang pekerja mengalami adanya:
1. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dengan tanggung
jawab yang ia miliki.
2. Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurutnya bukan merupakan
bagian dari pekerjaannya.
3. Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, bawahan, rekan, atau
orang lain yang dianggap penting bagi dirinya.
4. Pertentanganan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadi pada saat
melakukan tugas pekerjaannya.47
c). Beban kerja kualitatif berlebih
Kemajemukan pekerjaan mengakibatkan adanya beban berlebihan
kualitatif. Makin tinggi kemajemukan pekerjaan, makin tinggi tingkat stres. Hal ini
dapat terjadi jika kemajemukan tersebut memerlukan kemampuan tehnikal dan
intelektual yang lebih tinggi dari yang dimiliki.
Menurut Everly & Giorandano (1980) kemajemukan pekerjaan biasanya
meningkat karena faktor- faktor berikut:47
1. Peningkatan jumlah informasi yang harus digunakan.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


20

2. Peningkatan dari canggihnya informasi atau keterampilan yang diperlukan


pekerjaannya.
3. Perluasan atau tambahan alternatif dari metode metode pekerjaannya.
4. Introduksi dari rencana rencana kontingensi.
Jika memiliki kemampuan untuk menampung keempat faktor tersebut,
maka tenaga kerja melakukan pekerjaan yang bagus dan berprestasi memuaskan.
Sebaliknya kalau kita perhatikan dengan baik, maka setiap faktor dapat merupakan
pembangkit stres. Pada titik tertentu kita telah melewati kemampuan kita untuk
memecahkan masalah dan menalar dengan cara yang konstruktif. Timbulah
kelelahan mental serta reaksi emosional dan fisik. Hal ini merupakan bentuk dari
jawaban stres. Penelitian menunjukkan bahwa kelelahan emosional dan mental,
sakit kepala dan gangguan gangguan pada perut merupakan hasil dari kondisi
kronis dari beban berlebih kualitatif.47
d). Beban kerja berlebih kuantitatif.
Beban berlebih secara fisikal ataupun mental, yaitu harus melakukan terlalu
banyak hal, merupakan sumber stres pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban
berlebih kuantitatif ini adalah desakan waktu. Waktu merupakan suatu
ukuran efisiensi. Dalam hal tertentu, tenggat waktu justru dapat meningkatkan
motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun bila desakan waktu
menimbulkan banyaknya kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan
seseorang berkurang, maka ini merupakan cerminan adanya beban berlebih
kuantitatif. Pada saat ini desakan waktu menjadi destruktif. 47
e). Pengembangan karir (career development)
Pengembangan karier mrupakan pembangkit stres potensial yang mencakup
ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebihan, dan promosi yang kurang. 46 Everly
dan Giordano menanggapi bahwa untuk menghasilkan kepuasan pekerjaan dan
mencegah timbulnya frustasi pada para tenaga kerja (yang merupakan bentuk reaksi
terhadap stres), perlu diperhatikan tiga unsur yang penting dalam pengembangan
karir, yaitu:
1. Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya.
2. Peluang mengembangkan ketrampilan yang baru.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


21

3. Penyuluhan karier untuk memudahkan keputusan-keputusan yang


menyangkut karier.
f). Tanggung jawab personal (responsibility)
Tanggung jawab adalah sifat terpuji yang mendasar dalam diri manusia.
Selaras dengan fitrah. Tapi bisa juga tergeser oleh faktor eksternal. Setiap individu
memiliki sifat ini. Ia akan semakin membaik bila kepribadian orang tersebut
semakin meningkat. Ia akan selalu ada dalam diri manusia karena pada dasarnya
setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitar yang menuntut
kepedulian dan tanggung jawab. Inilah yang menyebabkan frekuensi tanggung
jawab masing-masing individu berbeda.47
Dalam kuesioner ini, responden akan diminta menjawab pertanyaan dalam
skala 1-7, sesuai dengan anggapannya yang paling cocok dalam menilai kondisi
tersebut sebagai sumber stres. Masing-maisng pertanyaan dihubungkan dengan
tingkat stresor yang spesifik secara individu. Kategori untuk masing-masing
pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
Kataksaan peran : pertanyan nomor 1,7,13,19,25.
Konflik peran : pertanyaan nomor 2,8,14,20,26.
Beban kerja kualitatif berlebih : pertanyaan nomor 4,10,16,22,28.
Beban kerja kuantitatif berlebih : pertanyaan nomor 3,9,15,21,27.
Pengembangan karir : pertanyaan nomor 5, 11, 17, 23, 29.
Tanggung jawab terhadap orang : pertanyaan nomor 6,12,18,24,30.
Penilaian stres kerja diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing
stresor pada setiap kategori, dengan panduan sebagai berikut:
 Jumlah skor kurang dari 10 mengindikasikan tingkat stres rendah.
 Jumlah skor antara 10 – 24 mengindikasikan tingkat stres sedang.
Jumlah skor lebih besar dari 25 mengindikasikan tingkat stres yang tinggi. 57.
Faktor Kimia
Hubungan sebab akibat antara paparan zat kimia neurotoksik dengan gejala
psikiatri masih belum jelas. Respon psikiatri mungkin mencerminkan disfungsi
sistem saraf pusat di region frontal, temporal, dan limbik, sebagai hasil langsung
dari paparan. Sebagai contoh, beberapa studi pada pekerja yang terpapar secara

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


22

kronis terhadap campuran solvent organik didokumentasikan terdapat peningkatan


insidensi gangguan afek dan anxietas.27
L. Morrow, C. Gibson, dan G. Bagovich (2000), melakukan sebuah
penelitian di Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat mengenai peningkatan
insidensi gangguan anxietas dan depresi pada orang dengan paparan solvent
organik. Dalam penelitian ini kategori diagnostik yang paling banyak ditemukan
pada kelompok responden yang terpapar solvent termasuk dalam grup anxietas,
dengan 22 dari 38 oramg (58%) memenuhi kriteria diagnostik saat ini untuk
anxietas. Di sisi lain, hanya 3 dari 39 orang (7%) dari kontrol yang memenuhi
kriteria gangguan anxietas (x2 =22.1; p = 0.001). Di lain pihak, hanya ada satu
responden (25%) kontrol yang memenuhi kriteria gangguan afek saat ini (x2 =22.5,
p = 0.001).28
Logam Berat
Sebuah penelitian pada 1987 responden usia 20-39 tahun dalam the
National Health and Nutrition Examination Survey di Amerika Serikat pada tahun
1999-2004, menemukan bahwa peningkatan kadar timbal dalam darah
dihubungkan dengan kemungkinan yang lebih tinggi mengalami depresi mayor dan
gangguan panik. Individu dengan kadar timbal dalam darah yang termasuk dalam
20% tertinggi memiliki kemungkinan 2,3 kali lebih besar mengalami depresi mayor
(95% CI 1.13 – 4.75) dibandingkan mereka yang memiliki kadar timbal 20%
terendah.29
Faktor Okupasi Lainnya
Beberapa penelitian menunjukkan bukti adanya beberapa faktor okupasi
yang berhubungan dengan kejadian depresi pada pekerja. Beberapa faktor risiko
yang telah diidentifikasi adalah paparan terhadap bahan kimia, stres kerja, riwayat
cedera, kekerasan di tempat kerja, sistem kerja gilir, job insecurity, upah rendah,
dan serta jam kerja yang panjang, dan lembur.
Sebuah studi yang dilakukan pada populasi petani di Amerika Serikat
menemukan bahwa paparan pestisida, stres, dan cedera merupakan faktor risiko
independen untuk kejadian depresi pada petani. Dalam analisis multivariatnya
didapatkan paparan pestisida (RR= 1.26;95% CI:1.04 – 1.53), memiliki pekerjaan

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


23

tambahan di luar peternakan (RR = 1.32; 95% CI: 1.08 to 1.62), stres (RR = 3.09;
95% CI: 2.55 to 3.75), dan riwayat cedera (RR = 1.41; 95% CI: 1.05 to 1.89) secara
prospektif meningkatkan risiko afek depresi.30

2.1.4 Gejala Klinis Depresi


Gejala utama pada episode depresi mayor adalah adanya afek depresif atau
kehilangan minat dan kesenangan yang mendominasi setidaknya selama 2 minggu,
sehingga menyebabkan gangguan signifikan terhadap fungsi sosial, okupasional,
dan fungsi penting lainnya. Dalam masa itu, individu tersebut juga harus
menampakkan setidaknya empat gejala lainnya (selain afek depresif dan
anhedonia) di antara gejala depresi di berikut ini:
Afek Depresif
Afek drepresif merupakan gejala yang paling khas terjadi pada lebih dari
90% pasien. Pasien biasanya mendeskripsikan dirinya merasa sedih, rendah, tidak
punya harapan, murung, atau tidak berharga. Biasanya, kualitas afek ini
digambarkan berbeda dari perasaan sedih biasa atau berkabung. Dokter sering dapat
mengamati adanya perubahan dalam postur pasien, cara berbicara, wajah, dan cara
berpakaian yang konsisten dengan laporan diri pasien. Beberapa dari pasien
tersebut mengungkapkan tidak dapat menangis, namun beberapa lainnya
melaporkan sering menangis tanpa penyebab yang jelas. 15
Anhedonia
Ketidakmampuan menikmati aktivitas seperti biasaya merupakan hal yang
hampir selalu terjadi pada pasien depresi. Pasien atau keluarganya dapat
melaporkan penurunan minat yang nyata pada semua, atau hampir semua, aktivitas
yang sebelumnya dapat dinikmati, seperti sex, hobi, dan rutinitas sehari-hari.15
Perubahan Pola Makan
Sekitar 70% pasien diamati adanya perubahan nafsu makan disertai dengan
penurunan berat badan. Hanya minoritas pasien yang mengalami peningkatan nafsu
makan, yang sering dihubungkan dengan keinginan terhadap makanan tertentu
seperti makanan manis.15

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


24

Perubahan pola tidur


Sekitar 80% pasien mengeluhkan beberapa bentuk gangguan tidur, dengan
insomnia menjadi yang paling sering. Insomnia biasanya diklasifikasinya menjadi
inisial (kesulitan memulai tidur), saat tidur (middle) (kesulitan untuk tetap tertidur
dengan frekuensi terbangun di malam hari yang sering), atau lambat (terbangun
pagi hari lebih awal). Bentuk paling sering dan tidak menyenangkan dari gengguan
tidur pada gangguan depresi adalah insomnia lambat, dengan riwayat terbangun
lebih awal di pagi hari (biasanya sekitar pukul 4 atau 5 pagi hari). Pada tipe ini juga
disertai perburukan gejala depresi di awal hari. Sebaliknya, insomnia inisial sering
terjadi pada mereka dengan komorbiditas anxietas yang signifikan. Beberapa pasien
mengeluhkan hipersomnia, yang banyak pada depresi atipikal dan gangguan afek
musiman, serta dihubungkan dengan hiperfagia. 15
Perubahan Aktivitas Tubuh
Sekitar 50% pasien depresi mengalami perlambatan pada derajat aktivitas
normal mereka. Mereka mungkin mengalami perlambatan dalam berpikir,
berbicara, atau gerakan tubuh, serta penurunan volume dan konten bicara, dengan
jeda waktu sebelum menjawab. 15
Kehilangan Energi
Hampir seluruh pasien depresi dilaporkan mengalami kehilangan energi
(anergia), kelelahan ataau fatigue yang luar biasa, serta kurangnya efisiensi
menyeluruh saat melakukan tugas dasar atau kecil. 15
Perasaan Tidak Berharga dan Rasa Bersalah yang Berlebihan
Seorang individu yang depresi dapat mengalami penurunan yang nyata dari
harga diri. Pada budaya Eropa, lebih dari setengah pasien depresi menampakkan
rasa bersalah yang bervariasi, dari perasaan bahwa kondisi mereka saat ini adalah
akibat sesuatu yang telah mereka lakukan, hingga delusi dan halusinasi telah
melakukan dosa yang tidak termaafkan. Pada budaya lain, rasa malu juga
ditemukan. 15
Ketidakmampuan Memutuskan atau Penurunan Konsentrasi
Sekitar 50% pasien mengeluhkan atau menunjukkan kelambatan dalam
berpikir mereka juga mungkin merasakan bahwa mereka tidak dapat berpikir

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


25

seperti sebelumnya, bahwa mereka tidak dapat berkonsentrasi, atau bahwa mereka
mudah teralihkan. Seringkali mereka kemudan meragukan kemampuan mereka
untuk membuat keputusan yang baik, serta menemukan diri mereka sendiri tidak
dapat membuat keputusan bahkan yang kecil. 15
Ide Bunuh Diri
Banyak dari individu yang depresi mengalami pemikiran berulang akan
kematian, mulai dari perasaan bahwa orang lain akan lebih baik tanpa mereka,
hingga merencanakan dan melakukan bunuh diri. Risiko bunuh diri ada sepanjang
episode depresi, namun mungkin puncaknya segera setalh inisiasi pengobatan dan
pada 6-9 bulan mengikuti pemulihan gejala.15

2.1.5 Diagnosis Depresi


Diagnosis depresi yang dianut oleh sebagian besar jurnal yang menjadi referensi
penelitian ini diambil dari the Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM) 4 dan 5. DSM-5 menyebutkan bahwa gangguan depresi terjadi
apabila terdapat lima atau lebih gejala di bawah ini secara bersamaan selama 2
minggu berturut-turut yang menunjukkan perubahan fungsi. Setidaknya salah
satunya merupakan gejala mood/ afek depresi atau kehilangan minat 31,32:
 Mood/ afek depresi pada sebagian besar hari, hampir sepanjang hari,
sebagaimana diindikasikan pada laporan subyektif atau observasi yang dibuat
oleh orang lain.
 Penurunan minat yang menonjol terhadap kesenangan pada semua, atau hampir
semua, aktivitas di sebagian besar hari, hampir setiap hari.
 Penurunan berat badan yang signifikan yang tidak disengaja, atau peningkatan
berat badan lebih dari 5 persen berat badan dalam sebulan atau perubahan nafsu
makan hampir setiap hari.
 Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
 Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari.
 Fatigue atau kehilangan energi hampir setiap hari.
 Perasaan tidak berharga, atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak
sesuai.
Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


26

 Penurunan kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau tidak mampu


membuat keputusan hampir setiap hari.
 Pemikiran akan kematian yang berulang
Di Indonesia, yang menjadi acuan dalam penegakkan diagnosis gangguan jiwa
adalah Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi
ke-III (PPDGJ-III), yang diterbitkan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun
1993.
Dalam PDGJ-III, kriteria diagnostik untuk Episode Depresif (F.32) adalah
sebagai berikut:33
 Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat):
a) Afek depresif,
b) Kehilangan minat dan kegembiraan, serta
c) Berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah bekerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
 Gejala Lainnya
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang.
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.
f) Tidur terganggu.
g) Nafsu makan berkurang.
 Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut, diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
Diagnosis episode depresi ringan, sedang, atau berat didasarkan pada
banyaknya gejala utama dan gejala lainnya yang muncul. Diagnosis episode depresi
juga mempertimbangkan kesulitan yang dihadapi pasien dalam pekerjaan serta
kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


27

2.1.6 Tes Penapisan untuk Depresi34


Sebuah ulasan literatur pada tahun 2002 menemukan bahwa median sensitivitas
dari 16 instrumen, termasuk BDI, CESD, GDS, dan Zung Self Rating Depression
Scale untuk depresi mayor adalah 85%, dengan rentang 50 – 97%, sedangkan
median spesifitas adalah 74% dengan rentang 51- 98 %. Beberapa alat ukur
penapisan yang umum akan dibahas dalam tinjauan pustaka ini, yaitu:
 Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)
 Beck Depression Inventory (BDI)
 Patient Health Questionnaire (PHQ)
 Major Depression Inventory (MDI)
 Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CESD)
 Zung Self Rating Depression Scale

Geriatric Depression Scale
Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)34
Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) merupakan skala yang paling
sering digunakan untuk wawancara. Alat ukur ini dikembangkan pada tahun 1960
untuk mengukur derajat depresi pada populasi rawat inap. Sejak saat itu, beberapa
versi telah diadaptasi, termasuk panduan wawancara terstruktur, formulir lapor-diri,
dan versi komputer. Dalam versi orisinil yang diberikan oleh klinisi, 17 nomor
pertama dihitung dalam skor total, sementara nomor no 18- 21 digunakan untuk
memastikan lebih jauh depresi yang terjadi. Alat ukur ini membutuhkan 20- 30
menit untuk memberikannya. Skor 0 – 7 dianggap normal, dan skor lebih besar atau
sama dengan 20 mengindikasikan depresi sedang-berat. Masing-masing pertanyaan
diberikan nilai sengan skala 5, yang mewakili absennya gejala, gejala ringan, gejala
sedang, atau gejala berat. Atau dalam skala 3 mewakili absennya gejala, gejala
ringan atau meragukan, serta gejala nyata. HDRS memuat cukup banyak gejala
somatik, dan relatif sedikit gejala kognitif atau afektif.
Beck Depression Inventory34
Beck Depression Inventory (BDI) merupakan alat ukur penilaian diri yang
paling banyak digunakan. Alat ukur ini dikembangkan pada tahun 1961 oleh Aaron
Beck berdasarkan gejala yang dia amati umum didapatkan pada pasien depresi. BDI
Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


28

meliputi 21 pertanyaan terkait gejala emosional, perilaku, dan gejala somatik yang
membutuhkan 5-10 menit untuk menyelesaikannya. Setiap pertanyaan diberikan
skor dari 0- 3, dan mengukur afek, pesimisme, rasa kegagalan, kurangnya kepuasan,
perasaan bersalah, perasaan akan hukuman, kebencian terhadap diri sendiri,
tuduhan diri, keinginan untuk menghukum diri sendiri, mantra-mantra tangisan,
iritabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosila, tidak dapat mengambil keputusan,
citra tubuh, hambatan bekerja, gangguan tidur, kelelahan, kehilangan nafsu makan,
penurunan berat badan, preokupasi somatik, dan kehilangan libido. Skor 10-18
mengidikasikan depresi ringan, 19-29 mengindikasikan depresi sedang, dan lebih
dari 30 mengindikasikan depresi berat. Versi lain telah dikembangkan, termasuk
Beck Depression Inventory II (BDI II), sebuah revisi BDI di tahun 1996 sebagai
respon dari DSM edisi ke empat, dan Beck Depression Inventory for Primary care
(BDIPC). BDI II diberikan skor dengan cara yang sama dengan BDI, namun dengan
sedikit perbedaan pada pembagiannya. BDIPC merupakan tes penapisan dengan 7
item untuk pasien rawat jalan di pelayanan primer. Sebuah studi menemukan bahwa
sensitivitas 97% dan spesifisitas 99% untuk mengidentifikasi depresi mayor.
Patient Health Questionnaire34,56,57
Patient Health Questionnaire merupakan alat lapor-diri untuk 2 poin (PHQ-
2) atau 9 poin (PHQ-9). Sebuah meta analisis untuk PHQ, menemukan sensitivitas
80% dan spesifisitas 92%. PHQ-2 merupakan alat penapisan untuk depresi yang
menilai frekuensi afek depresi dan anhedonia selama 2 minggu terakhir, dengan
skor 0 (“tidak sama sekali”) hingga 3 (“hampir setiap hari”). PHQ-2 dengan skor
lebih dari 3 memiliki sensitivitas 83% dan spesifisitas 92% untuk depresi mayor.
PHQ-9 dapat menentukan diagnosis klinis depresi dan dapat juga digunakan
seiring waktu untuk menelusuri derajat gejala depresi. PHQ-9 ini merupakan
instrumen lapor-diri yang ringkas dan mudah dipahami, sehingga dapat
diaplikasikan untuk responden rawat jalan dengan tingkat pendidikan yang
cenderung rendah-sedang. PHQ-9 dengan skor ≥10 memiliki sensitivitas 88% dan
spesifisitas 88% untuk depresi mayor.56 PHQ-9 dengan skor 5,10,15, dan 20
mewakili depresi ringan, sedang, sedang-berat, dan depresi berat.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


29

Major Depression Inventory34


Major Depression Inventory merupakan alat ukur penilaian diri untuk
diagnosis atau pengukuran depresi, berdasarkan DSM-IV untuk depresi mayor dan
ICD 10 untuk kriteria depresi sedang-berat. Gejala harus telah dialami hampir
setiap hari selama 2 minggu terakhir. Baik pada DSM IV mau pun ICD 10, afek
depresi dan berkurangnya minat dianggap sebagai gejala utama depresi. Untuk
dapat didiagnosus sebagai depresi mayor, baik gejala yang pertama mau pun yang
kedua harus termasuk dalam 5 dari 9 gejala yang muncul. Poin nomor 4 dan 5
dikombinasikan, dengan hanya mempertimbangkan jawaban pada kategori dengan
nilai tertinggi, serta jumlah total dari 9 poin. Sebagai alat diagnostik, 10 item
tersebut dilakukan dikotomisasi untuk ada (1) atau tidaknya (0) masing-masing
gejala. Sebagai alat ukur, masing-masing pertanyaan diberi bobot 5, kemudian
dijumlahkan menjadi rentang skor 0-50. Untuk diagnosis depresi sedang-berat skor
yang menjadi acuan adalah 26. Sensitivitas algoritma MDI ini berkisar 86-92%
sementara spesifisitas berada di rentang 82-86%.
Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CESD)34
The Center for Epidemiologic Studies Depression (CESD) dipublikasikan
pada tahun 1977 sebagai sebuah tes penapisan untuk depresi pada populasi umum.
CESD seringkali digunakan untuk studi yang mengamati kesejahteraan partisipan
pada populasi skala besar. Alat ukur lapor-diri ini terdiri dari 20 pertanyaan, 16
pertanyaan dengan kalimat-kalimat negatif dan 4 pertanyaan dengan kalimat
positif. Instrumen ini mengukur aspek afektif dan somatik dari depresi. Setiap
pertanyaan mendapat skor dengan rentang 0-3, dan kemungkinan rentang seluruh
skor adalah 0- 60 dengan skor tertinggi mengindikasikan gejala yang lebih berat.
CESD kemudian mengalami revisi untuk menyesuaikan dengan kriteria diagnostik
depresi pada DSM IV: CESDR.
Zung Self-Rated Depression Scale34
Zung Seflrated Depression Scale, yang sebelumnya disebut sebagai Self-
Rating Depression Scale, terdiri dari 20 pernyataan yang di kelola sendiri,
dipublikasikan pada tahun 1965, dengan tujuan untuk mengembangkan alat kelola
diri yang cepat dan inklusif. Setengah dari 20 pernyataan ini merupakan kalimat

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


30

positif, dan setengah lagi merupakan kalimat negative. Alat ukur ini telah
digunakan pada penelitian klinis untuk pemantauan pengobatan atau sebagai alat
penapisan dlaam praktik umum. Zung Seflrated Depression Scale menggunakan
skor yang memiliki rentang 1-4. Skor lebih besar dari 50 mengindikasikan depresi
ringan, lebih besar dari 60 mengidikasikan depresi sedang, dan lebih besar dari 70
mengindikasikan depresi berat.
Geriatric Depression Scale34
Geriatric Depression Scale dikembangkan secara spesifik untuk populasi
geriatri, yang pada awalnya merupakan instrumen dengan 30 pertanyaan. Instrumen
ini kemudian dimodifikasi menjadi 15 pertanyaan, yang kini digunakan secara luas.
GDS kemudian dikurangi menjadi 5 pertanyaan, agar lebih mudah diterima oleh
pasien lansia. Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya membutuhkan jawaban “ya”
atau “tidak”, memungkinkannya lebih mudah dipahai dibandingkan jawaban
dengan pilihan berganda. Instrumen dengan 5 pertanyaan ini memiliki sensitivitas
94%, spesifisitas 81%, dan sejalan dengan diagnosis klinis depresi menggunakan
instrumen dengan 15 pertanyaan.

2.1.7 Pengobatan Depresi


Pengobatan pada pasien dengan gangguan afek harus diarahkan pada beberapa
tujuan. Pertama, keselamatan pasien harus dijamin. Kedua, evaluasi diagnostik
lengkap terhadap pasien sangat diperlukan. Ketiga, pengobatan yang ditujukan
tidak hanya pada gejala namun juga kesejahteraan pasien di masa datang harus di
mulai. Meskipun pengobatan yang ada saat ini menekankan pada farmako terapi
dan psikoterapi yang ditujukan pada pasien secara individual, namun peristiwa
kehidupan yang berat juga dihubungkan dengan peningkatan angka kekambuhan.
Karena itu, pengobatan harus meliputi jumlah dan derajat stresor dalam kehidupan
pasien.
Secara umum, terapi untuk gangguan afek cukup menjanjikan bagi
psikiater. Oleh karena prognosis untuk setiap episode cukup baik, optimisme baik
bagi pasien mau pun keluarganya harus selalu dimunculkan. Meskipun begitu,

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


31

gangguan afek adalah suatu penyakit kronis, dan Dokter harus mengedukasi pasien
dan keluarganya terkat strategi pengobatan di kemudian hari.
Rawat Inap
Keputusan pertama dan penting yang harus diambil oleh dokter yang
merawat adalah apakah pasien tersebut harus dirawat inap atau dapat dilakukan
pengobatan rawat jalan. Indikasi pasti untuk rawat inap adalah adanya risiko bunuh
diri atau pembunuhan, kemampuan pasien yang sangat menurun dalam
mendapatkan makanan dan tempat berteduh, serta kebutuhan untuk prosedur
diagnostik. Riwayat gejala yang memburuk dengan cepat dan retaknya sistem
pendukung pasien yang sebelumnya ada juga merupakan indikasi untuk rawat
inap.14
Terapi Psikososial
Terdapat tiga bentuk dari psikoterapi jangka pendek, yang telah diteliti
efikasinya dalam pengobatan gangguan depresi, yaitu: terapi kognitif, terapi
interpersonal, dan terapi perilaku. Psikoterapi berorientasi psikoanalitikan juga
telah digunakan untuk gangguan depresi, meskipun penelitian terkait jenis terapi
ini belum sebanyak tiga terapi sebelumnya. Hal yang membedakan metode tiga
terapi sebelumnya dengan pendekatan berorientasi psikoanalitik adalah peran
terapis yang aktif dan mengarahkan, tujuan yang langsung dapat dikenali, serta
tujuan akhir dari terapi jangka pendek. Semakin banyak bukti yang mendukung
efikasi dari terapi dinamis. Pada sebuah randomized control trial (RCT) yang
membandingkan antara terapi psikodinamis dengan terapi kognitif perilaku,
mendapatkan bahwa hasil keluaran pasien depresi dengan kedua jenis pengobatan
ini adalah sama.14
Terapi Kognitif
Terapi kognitif pada awalnya dikembangkan oleh Aaron Beck,
memfokuskan pada distorsi kognitif yang diperkirakan ada pada gangguan depresi
mayor. Tujuan dari terapi kogntif adalah untuk meringankan episode depresi dan
mencegah kekambuhannya, dengan membantu pasien mengidentifikasi dan
menguji kognisi negatif, mengembangkan pola pikir alternatif, fleksibel, dan
positif, serta melatih respon perilaku dan kognitif baru. Penelitian telah

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


32

membuktikan bahwa terapi kognitif efektif dalam mengobati gangguan depresi


mayor.14
Terapi Interpersonal
Terapi interpersonal, yang dikembangkan oleh Gerald Klerman,
memfokuskan pada satu atau dua permasalahan interpersonal pasien yang sedang
dialami. Terapi ini didasarkan pada dua asumsi. Pertama, permasalahan
interpersonal yang sedang dialami sangat mungkin berawal dari disfungsi
hubungan yang dini. Kedua, permasalahan interpersonal tersebut berhubungan
dengan tercetusnya gejala depresi saat ini. Penelitian dengan kontrol
mengidikasikan bahwa terapi interpersonal efektif dalam pengobatan gangguan
depresi mayor, dan secara khusus membantu permasalahan interpersonal. 14
Terapi Perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis gangguan penyesuaian pola
perilaku yang menghasilkan orang tersebut menerima umpan balik positif yang
sedikit dan mungkin menyebabkan penolakan dari lingkungannya. Melalui
identifikasi perilaku maladaptif dalam terapi, pasien belajar untuk melakukan
fungsinya di dunia dengan cara tertentu sehingga mereka menerima penguatan
positif. Data terkait terapi perilaku untuk gangguan depresi mayor yang masih
terbatas menunjukkan terapi ini cukup efektif.
Terapi Berorientasi Psikoanalitik
Pendekatan psikoanalitik untuk gangguan afek didasarkan pada teori
psikoanalitik tentang depresi dan mania. Tujuan dan psikoterapi psikoanalitik
adalah untuk membuat perubahan dalam kepribadian atau karakter pasien, dan
bukan hanya untuk meringankan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan
interpersonal, kapasitas untuk kedekatan, mekanisme coping, kapasitas untuk
berkabung atau bersedih, dan kemampuan untuk mengalami berbagai emosi lainnya
meruakan beberapa tujuan dari terapi psikoanalitik. Pengobatan terkadang
mengharuskan pasien mengalami periode meningkatnya anxietas dan ketegangan
saat menjalani terapi, yang dapat berlangsung untuk beberapa tahun. 14

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


33

Farmakoterapi14
Setelah diagnosis ditegakkan, strategi pengobatan farmakologis dapat
diformulasikan. Diagnosis yang akurat sangat dibutuhkan, karena spektrum
gangguan unipolar dan bipolar membutuhkan regimen pengobatan yang berbeda.
Tujuan dari terapi farmakologis adalah remisi dari gejala, bukan hanya
berkurangnya gejala. Pasien dengan gejala residual, memiliki kecenderungan yang
lebih tinggi mengalami kekambuhan atau rekurensi episode afek, serta mengalami
kesulitan dalam melakukan fungsi sehari-harinya. Penggunaan farmakoterapi
meningkatkan kemungkinan pemulihan pasien depresi 2 kali lipat pada bulan
pertama. Antidepresan yang ada saat ini mungkin membutuhkan 3-4 minggu untuk
mendapatkan efek terapeutik yang signifikan. Pemilihan antidepresan ditentukan
oleh efek samping yang paling ringan sesuai dengan status fisik, temperamen, dan
gaya hidup pasien. Beberapa obat anti depresn yang sering digunakan adalah:
Norepinephrine Reuptake Inhibitor (Desipramine, Protriptyline, Nortriptyline,
Maprotiline), Serotonin Reuptake Inhibitor (Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine,
Fluvoxamine, Paroxetine, Sertraline), Norepinehrine dan Serotonin Reuptake
Inhibitor (Amitriptyline, Doxepine, Imipramine, Trimipramine, Venlafaxine,
Duloxetine), Agen Aktif Pre dan Post Sinaptik (Nefazodone, Mirtazapine),
Dopamin Reuptake Inhibitor (Bupropion), serta Agen dengan Aksi Campuran
(Amoxapine, Clomipramine, dan Trazodone).
2.2 Lembur
2.2.1 Definisi Lembur
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia nomor 102 tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja
Lembur, disebutkan bahwa waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi
7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu, atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam
1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu, atau waktu kerja
pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan
Pemerintah.35 Dalam Keputusan Menteri tersebut disebutkan juga beberapa hal
terkait kerja lembur, antara lain:

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


34

1. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1
(satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
2. Ketentuan waktu kerja lembur tersebut tidak termasuk kerja lembur yang
dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.
3. Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur
berkewajiban:
 Membayar upah kerja lembur
 Memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya
 Memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori
apabila kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih.
 Pemberian makan dan minum tidak boleh diganti dengan uang.
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kerja Lembur
Secara umum, lembur dilakukan untuk memenuhi kebutuhan target produksi yang
banyak dalam waktu relatif singkat. Hal ini biasanya terjadi di kala ada permintaan
dari pelanggan untuk pesanan dalam jumlah besar dalam waktu yang lebih cepat.
Pelaksanaan lembur juga biasanya mempertimbangkan ketersediaan bahan baku,
alat kerja, serta kesiapan tenaga kerja sendiri.
Virtanen (2011), dalam penelitiannya menemukan bahwa pekerja di
Amerika yang bekerja lembur (> 55 jam/ minggu) lebih sering adalah pria,
menikah, memiliki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi, lebih sering mengkonsumsi
minuman alkohol melebihi batas yang dianjurkan, serta lebih jarang merupakan
perokok.36 Dalam sebuah artikel lain yang ditulis oleh Shields (2000), wanita dan
pria di Amerika yang memiliki pekerjaan kerah putih lebih sering menjalani kerja
lembur dibandingkan dengan mereka yang bekerja dalam bidang klerikal, penjualan
dan jasa, atau pekerjaan kerah biru. Proporsi besar pekerja shift dan individu yang
bekerja sendiri memiliki jam kerja yang panjang.37
Kerja lembur dapat menguntungkan baik bagi pekerja mau pun pengusaha,
seperti ditunjukkan di bawah ini:38
1. Keuntungan bagi pengusaha:
 Penyesuaian yang lebih baik antara beban kerja terhadap permintaan pasar
suatu produksi.
Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


35

 Jam operasional yang lebih panjang.


 Meningkatnya fleksibilitas produksi.
2. Keuntungan bagi pekerja
 Pendapatan yang lebih tinggi (jika kerja lembur tersebut dibayar).
 Periode waktu luang yang lebih panjang, jika waktu cuti dibayar disetujui
untuk menggantikan upah lembur.
Kerja lembur tentunya dapat juga membawa kerugian baik bagi pengusaha
mau pun pekerja, seperti di bawah ini:
1. Kerugian bagi pengusaha:
 Biaya yang lebih tinggi untuk upah lembur (jika lembur dibayar).
 Penurunan produktivitas saat jam lembur.
 Berpotensi akan dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan di
tempat kerja
2. Kerugian bagi pekerja
 Jam kerja yang lebih panjang, berpotensi menyebabkan dampak negatif
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (contoh: kelelahan, stres,
kecelakaan)
 Kesulitan dalam menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan keluarga, yang
disebabkan penurunan waktu untuk pekerjaan dan urusan rumah tangga.
 Penurunan potensi untuk penciptaan lapanngan pekerjaan.

2.2.3 Dampak Lembur


2.2.3.1 Dampak Lembur terhadap Kesehatan dan Keselamatan
Lembur dan Kecelakaan Kerja
A E Dembe (2005), dalam penelitiannya pada pekerja di Amerika Serikat
mengungkapkan bahwa bekerja dengan jadwal lembur dikaitkan dengan 61% lebih
tinggi untuk tingkat bahaya cedera dibandingkan dengan pekerjaan tanpa lembur.
Bekerja minimal 12 jam per hari dihubungkan dengan peningkatan tingkat bahaya
sebanyak 37%. Sedangkan bekerja minimal 60 jam per minggu dikaitkan dengan
peningkatan tingkat bahaya sebanyak 23%. Dampak terkait dosis-respon yang kuat

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


36

telah diamati, dengan tingkat bahaya yang meningkat berbanding lurus dengan
jumlah jam kerja per hari (atau per minggu) pada jadwal normal pekerja. 39
Penelitian yang melibatkan 10793 responden di Amerika Serikat tersebut
(A E Dembe, 2005), menyatakan beberapa pesan penting:39
 Melakukan pekerjaan dengan jadwal lembur atau jam kerja panjang yang rutin
meningkatkan risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.
 Jadwal kerja lembur memiliki risiko relatif tertinggi mengalami kecelakaan
kerja atau penyakit akibat kerja, diikuti jadwal dengan jam kerja panjang (> 12
jam) per hari dan > 60 jam per minggu.
 Risiko kecelakaan meningkat berbanding lurus dengan pertambahan jam kerja,
bahkan setelah dilakukan kontrol terhadap total waktu kerja dengan “berisiko”
terhadap kecelakaan.
 Analisis multivariat mengindikasikan bahwa peningkatan risiko cedera bukan
hanya sebagai hasil dari tuntutan jadwal kerja yang terkonsentrasi pada
pekerjaan atau industri berisiko.
 Hasil ini konsisten dengan hipotesis bahwa jam kerja yang panjang secara tidak
langsung mempengaruhi kecelakaan di tempat kerja melalui dicetuskannya
kelelahan dan stres terhadap kerja.
Lembur dan Penyakit Kardiovaskular
Temuan terkait hipertensi masih inkonsisten pada empat studi yang diteliti
dalam laporan yang dipublikasikan oleh CDC- NIOSH pada tahun 2004 (CDC;
39
2004). Bannai, A (2014) dalam ulasan sistematisnya menemukan sebuah studi
meta analisis tentang jam kerja panjang dan penyakit jantung koroner 41 terhadap
42,43
dua artikel ini yang merupakan dasar analisis yang berfokus pada kelompok
pekerja bukan shift. Hasil menunjukkan terdapat peningkatan risiko relatif (RRf)
sebesar 1,51 (95% CI 1.12–2.03), dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja
dengan jam kerja panjang. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa bekerja dengan
jam kerja panjang, termasuk lembur, berhubungan dengan kejadian penyakit
jantung koroner.44

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


37

Lembur dan Kondisi Kesehatan lainnya


Laporan dari CDC (2004) yang merupakan ulasan integratif dari 52 laporan
penelitian, menyebutkan bahwa kerja lembur dikaitkan dengan kondisi kesehatan
umum yang lebih buruk berdasarkan tiga dari empat studi [Ettner and Grzywacz
2001; Kirkcaldy et al. 2000; Siu and Donald 1995; Worrall and Cooper 1999],
peningkatan ketidaknyamanan leher dan musculoskeletal dari dua studi [Bergqvist
et al. 1995; Fredriksson et al. 1999], peningkatan angka kematian [Nylén et al.
2001], dan subfertilitas pada sebuah studi [Tuntiseranee et al. 1998].40 Analisis
terhadap enam studi dengan kualitas yang lebih baik menunjukkan hubungan yang
lemah antara jam kerja panjang dengan kelahiran prematur (Odd Ratio = 1.24,
dengan 95% Confidence Interval 1.04 to 1.48). Pada laporan tersebut, disimpulkan
bahwa kerja lembur dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada
8 dari 12 studi.40
Studi lain oleh Siu dan Donald [1995] dalam laporan CDC melaporkan
adanya hubungan dengan upah lembur. Pekerja di Hong Kong yang tidak
mendapatkan pembayaran atas kerja lemburnya dilaporkan memiliki keluhan
kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang mendapatkan
pembayaran.40
Mizoue et al. [2001] meneliti hubungan kerja lembur dengan sick building
syndrome di antara pekerja di Jepang yang bekerja di lingkungan dengan beberapa
tempat kerja dengan restriksi merokok. Tiga puluh jam kerja lembur atau lebih
selama 1 bulan sebelumnya dihubungkan dengan 2,6 kali peningkatan risiko gejala
malaise dan iritasi membran mukus dan kulit. 40

2.2.3.2 Lembur dan Perilaku Kesehatan


Bannai [2014], dalam studinya menemukan sebuah studi kohort prospektif dan
sebuah studi potong silang yang mengamati perilaku. Variabel dependen yang
diamati adalah penggunaan alkohol, aktivitas fisik, merokok, dan pertambahan
berat badan. Pada studi kohort, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara
jam kerja yang panjang dengan keempat variabel tersebut. Studi potong silang
menunjukkan penurunan risiko yang signifikan terhadap kebiasaan minum alkohol

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


38

yang berbahaya pada kelompok yang bekerja ≥60 jam/ minggu. Diduga alasan dari
temuan ini adalah berkurangnya waktu pribadi, yang kemudian menurunkan
kesempatan untuk minum. Sebuah studi kohort lain mengungkap sebuah implikasi
yang penting. Partisipan dengan pola kerja standar saat awal dan jam kerja panjang
saat follow up mengalami peningkatan risiko secara signifikan untuk konsumsi
alkohol, merokok, dan pertambahan berat badan, dibandingkan dengan mereka
yang bekerja dengan pola kerja standar saat awal dan juga follow up. Karenanya,
perubahan jam bekerja dari standar ke jam kerja yang panjang dapat berakibat
kepada pola hidup yang lebih tidak sehat.44

2.2.3.3 Lembur dan Performa Kerja


Proctor et al [1996] meneliti 248 pekerja United Auto yang bekerja gilir siang dan
malam. Peneliti menemukan performa yang lebih buruk untuk tes fungsi kognitif
(seperti Tes membuat jejak, Wisconsin Card Sort Task, Symbol Digit Substitution
Task, Visual Reproduction, Pattern Memory, Vocabulary Task) dan fungsi
eksekutif (kemampuan untuk prioritasisasi dan merencanakan tugas) bagi individu
yang bekerja lembur, dibandingkan dengan mereka yang tidak lembur. Kirkcaldy
et al. [1997] melaporkan bahwa semakin meningkatnya jam kerja pada pekerja di
sektor kesehatan, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan saat kerja juga meningkat.40

2.2.4 Hubungan Antara Kerja Lembur dengan Depresi dan Gangguan


Mental Emosional Lainnya
Dalam ulasan sistematisnya, Bannai [2014] menemukan lima studi mengenai status
depresi. Tiga studi kohort prospektif dan sebuah studi potong lintang menunjukkan
peningkatan risiko yang signifikan pada jam kerja panjang. Sehingga dalam ulasan
tersebut, disimpulkan bahwa jam kerja panjang atau lembur berhubungan dengan
status depresi.44
Depresi akan meningkatkan paparan pekerja terhadap beban kerja fisik dan
mental, berkurangnya waktu untuk aktivitas di luar kerja dan keluarga, serta
berkurangnya waktu efektif untuk tidur. Hal-hal tersebut akan menyebabkan

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


39

kelelahan dan gangguan kehidupan sosial, yang kemudian berujung pada stres
kerja. Stres kerja yang berlebih dapat menyebabkan gangguan depresi. 5,16,19,20,54
Sebuah studi kohort prospektif lainnya oleh Virtanen [2012],
mengungkapkan bahwa bekerja lembur memprediksi awitan episode depresi mayor
pada pegawai negeri sipil di Inggris, yang diikuti rata-rata selama 5,8 tahun. Bekerja
11 jam atau lebih sehari berhubungan dengan peningkatan risiko 2,3-2,5 kali
terhadap episode depresi mayor dibandingkan mereka yang bekerja dengan jam
kerja standar 7-8 jam per hari. 6
Studi lain oleh Gong et al. [2014] menemukan bahwa gejala depresi pada
perawat di rumah sakit umum di Cina, berhubungan dengan frekuensi kekerasan di
tempat kerja, jam kerja yang panjang (lebih dari 45 jam per minggu), kerja gilir
malam yang sering (dua atau lebih per minggu) serta departemen yang spesifik.16
Bannai [2014] menemukan pada satu studi kohort dan satu studi potong lintang
yang meneliti mengenai anxietas. Keduanya menunjukkan peningkatan risiko
anxietas secara signifikan. Sehingga disimpulkan dalam studi ini bahwa jam kerja
panjang memang memiliki hubungan dengan anxietas. Hasil tersebut
mengindikasikan bahwa risiko meningkat pada partisipan yang bekerja > 55 jam
per minggu, 260-279 jam per bulan atau ≥280 jam per bulan. Ulasan tersebut
mencurigai adanya suatu ambang untuk berkembangnya anxietas. 44
Kleppa et al [2008] dalam penelitian tentang hubungan depresi dan anxietas
dengan lembur menemukan bahwa pekerja lembur memiliki skor HADS-A dan
HADS-D dan prevalensi yang lebih tinggi akan kemungkinan gangguan depresi
dan kecemasan dibandingkan kelompok referensi pada kedua jenis kelamin.
Hubungan kasus HADS dan jam kerja memiliki kurva berbentuk U, seperti terlihat
pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 2.5

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


40

Gambar 2. 1 Hubungan kasus anxietas pada HADS-A (odds ratios dengan 95%
interval kepercayaan) dengan jam kerja pada Hordaland Health Study. Axis x:
jumlah jam kerja (2 - 100) per minggu; Axis y: odds ratios dengan 95%
confidence intervals. Kasus anxietas: skor HADS anxietas >8.5
Sumber: Working Overtime is Associated with Anxiety and Depression: The Hordaland Health
Study. JOEM • Volume 50, Number 6, June 2008

Gambar 2. 2 Hubungan kasus anxietas pada HADS-D (odds ratios dengan 95%
interval kepercayaan) dengan jam kerja pada Hordaland Health Study. Axis x:
jumlah jam kerja (2 - 100) per minggu; Axis y: odds ratios dengan 95% interval
kepercayaan. Kasus depresi: skor HADS depresi >8. 5
Sumber: Working Overtime is Associated with Anxiety and Depression: The Hordaland Health
Study. JOEM • Volume 50, Number 6, June 2008

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


41

Dalam studi tersebut (Kleppa;2008) juga disebutkan karakteristik pekerja


yang bekerja 41-100 jam per minggu yang memiliki skor HADS-A dan HADS-D
yang secara signifikan lebih tinggi dan memiliki prevalensi kemungkinan gangguan
anxietas dan depresi, dibandingkan kelompok referensi yang bekerja dengan jam
normal. Pada pekerja yang bekerja 49-100 jam per minggu, juga ditemukan adanya
prevalensi gangguan anxietas dan depresi yang lebih tinggi. 5
Pada penelitian terhadap pegawai negeri sipil di Inggris (Whitehall Study
II), terdapat 1.66 (95% CI 1.06-2.61) peningkatan risiko gejala depresi dan 1,74
kali (1.15–2.61) peningkatan risiko gejala anxietas pada pekerja yang bekerja lebih
dari 55 jam per minggu, dibandingkan dengan pekerja yang bekerja 35-40 jam per
minggu. Analisis berdasarkan jenis kelamin menunjukkan risiko depresi dan
anxietas yang lebih tinggi dihubungkan dengan jam kerja panjang pada wanita
[hazard ratios 2.67 (1.07–6.68) dan 2.84 (1.27–6.34)], namun tidak pada pria [1.30
(0.77–2.19) dan 1.43 (0.89–2.30)].34

2.3 Sektor Industri Kecil, Menengah, dan Sektor Informal


Dalam Undang-undang No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah, yang dimaksud dengan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar.47 Sedangkan yang termasuk ke dalam ruang lingkup
industri mikro dan kecil menurut Bapan Pusat Statistik adalah perusahaan industri
yang mempunyai tenaga kerja 1-19 orang.49
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur
dalam UndangUndang ini. 47 Menurut Badan Pusat Statistik, industri sedang dalam
industri pengolahan ditandai dengan jumlah tenaga kerja 20-99 orang.49

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


42

Kriteria Usaha Kecil menurut Undang-undang No 20 tahun 2008 adalah


sebagai berikut:48
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah.
Kriteria Usaha Menengah menurut Undang-undang No 20 tahun 2008
adalah sebagai berikut:47
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00
(lima puluh milyar rupiah).
Firnandi [2002] dalam studinya mengenai pekerja di sektor informal
menyatakan pada 1971 proporsi pekerja sektor informal terhadap jumlah angkatan
kerja di kota mencapai sekitar 25 persen. Angka ini meningkat menjadi sekitar 36
persen pada 1980 dan menjadi 42 persen pada tahun 1990. Tahun 2000 angka
tersebut menjadi sekitar 65 persen.50 Industri kecil Di Propinsi Banten, pekerja di
industri kecil , yang didasarkan pada jumlah tenaga kerja, pada tahun 2015 adalah
80.726 orang.51
Adapun ciri-ciri kegiatan informal berdasarkan sebuah kajian yang
dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, adalah sebagai
berikut:65
a. Manajemennya sederhana.
b. Tidak memerlukan izin usaha.
c. Modal rendah.
d. Padat karya.
e. Tingkat produktivitas rendah.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


43

f. Tingkat pendidikan formal biasanya rendah.


g. Penggunaan teknologi sederhana.
h. Sebagian besar pekerja adalah keluarga dan pemilikan usaha oleh keluarga.
i. Mudahnya keluar masuk usaha.
j. Kurangnya dukungan dan pengakuan pemerintah.
Dalam sebuah artikel (Purwanto [2014]), dijabarkan mengenai ciri-ciri
pengorganisasian industri kecil, yaitu52:
a. Modal relatif kecil.
b. Teknologi sederhana.
c. Pekerjanya kurang dari 10 orang, biasanya dari kalangan keluarga.
d. Produknya masih sederhana.
e. Lokasi pemasarannya masih terbatas dan berskala lokal.
Berdasarkan tenaga kerja, industri kecil memiliki ciri-ciri:
a. Jumlah tenaga kerja 5- 19 orang.
b. Modal yang digunakan relatif kecil.
c. Tenaga kerja berasal dari lingkungan sekitar dan biasanya keluarga.
Sedangkan industri menengah, berdasarkan ciri-ciri keorganisasiannya adalah:
a. Modal relatif besar.
b. Teknologi cukup maju tapi masih terbatas.
c. Pekerjanya antara 10- 200 orang, tenaga kerja tidak tetap.
d. Lokasi pemasarannya lebih luas, bersifal regional.
Berdasarkan tenaga kerja, industri sedang memiliki ciri-ciri:
a. Jumlah tenaga kerja 20 -99 orang.
b. Modal yang digunakan cukup besar.
c. Tenaga kerja harus memiliki keterampilan tertentu.
d. Pimpinan harus memiliki kemampuan manajerial tertentu.

2.4 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Sentra industri tas di Desa Kadu Genep, Kecamatan Petir, yang merupakan salah
satu sektor informal di Kabupaten Serang, sudah ada sejak puluhan tahun. Saat ini
terdapat 13 sentra yang terletak di 6 kampung di Desa Kadu Genep. Masing-masing

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


44

kampung terdiri dari satu atau beberapa kelompok pekerja. Setiap kelompok terdiri
dari 12 – 66 orang pekerja. Pekerja pada industri ini terutama merupakan warga
sekitar.10
Industri di Desa Kadugenep termasuk ke dalam industri pengolahan, dimana
dilakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar menjadi barang jadi/setengah
jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi
nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Beberapa industri yang
ada di Desa Kadu Genep termasuk industri menengah, jika dilihat dari jumlah
tenaga kerja, teknologi yang digunakan, dan lokasi pemasaran. 53
Dalam mengerjakan berbagai proyek pesanan, ada kalanya kelompok-
kelompok pekerja tersebut bekerja sama, namun tidak dipungkiri terdapat juga
persaingan di antaranya. Industri-industri kecil ini terus mengalami kemajuan
dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah. Jumlah pesanan yang semakin
meningkat yang harus dikerjakan dalam suatu waktu tertentu membuat tuntutan
kerja untuk menyelesaikan pesanan oleh pekerja semakin tinggi.
Alur produksi industri kerajinan tas ini dimulai dari penerimaan pesanan tas
oleh kantor perwakilan dan pemasaran di area kota Serang, yang kemudian pesanan
tersebut disampaikan kepada para pekerja di workshop di Desa Kadu Genep.
Sebelum pekerja di workshop mulai melaksanakan proses produksi tas, pengusaha
menyiapkan material dengan membeli dari pedagang-pedagang material tas. Jenis
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja workshop di Desa Kadugenep terbagi
menjadi fase persiapan, fase menjahit, dan fase finishing.
Pekerja di bagian persiapan melakukan pembuatan pola serta pemotongan
pola. Pembuatan pola dilakukan dengan menggambar bentuk dasar bagian-bagian
tas pada sebuah karton tebal atau kayu triplek. Setelah itu, pekerja melakukan
pemotongan bahan tas yang akan digunakan berdasarkan pola yang telah dibuat.
Pemotongan bahan dilakukan menggunakan gunting secara manual atau dengan
bantuan alat pemotong.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


45

Gambar 2.3 Seorang pekerja sedang memotong bahan berdasarkan pola

Gambar 2.4 Seorang pekerja sedang mempersiapkan pola yang baru


dibuat.

Pekerja di bagian menjahit akan menjahit semua pola tas yang sudah
dipotong dengan menggunakan mesin jahit. Pekerja di bagian ini perlu memiliki
kompetensi khusus. Selain harus memiliki keterampilan menggunakan mesin jahit,
terdapat tingkat kesulitan tersendiri dalam menjahit tas yang harus dikuasai pekerja.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


46

Faktor kesulitan ini bergantung dari model tas yang akan dibuat. Dalam menjahit,
pekerja juga dituntut agar hasil pekerjaannya rapi karena akan menentukan kualitas
dari produk tas yang dibuat. Pekerjaan di bagian menjahit ini cenderung bersifat
monoton. Pekerja di bagian ini tampaknya mengalami beban pekerjaan paling berat,
terutama dari segi kuantitas mau pun kualitas. Saat pesanan banyak, beban kerja
kuantitif dirasakan paling meningkat oleh pekerja di bagian menjahit.

Gambar 2.5 Para pekerja yang sedang menjahit bahan menjadi tas di
sebuah tempat usaha.

Gambar 2.6 Suasana kerja fase menjahit di sebuah tempat usaha.

Setelah tas selesai dijahit, pekerja di bagian finishing kemudian bertugas


memasang asesoris kelengkapan tas. Selain memasang asesoris, pekerja di bagian
ini juga merapikan sisa-sisa benang pada tas yang baru saja dijahit. Setelah semua
tas rapi dan lengkap, beberapa pekerja kemudian akan melakukan pengemasan.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


47

Gambar 2.7 Seorang pekerja sedang memasang asesoris sebuah tas yang
sudah selesai dijahit

Gambar 2.8 Seorang pekerja sedang merapikan sisa benang pada tas yang
sudah selesai dijahit.

Selanjutnya produk tas pesanan yang sudah dikemas dikirim ke pelanggan.


Setiap pekerja akan mengerjakan satu jenis proses dalam alur produksi dan tidak
berubah-ubah. Untuk proses penyablonan biasanya dikerjakan oleh pihak ketiga di
luar industri tas. Dalam penelitian ini, yang akan menjadi populasi terjangkau
adalah para pekerja di workshop, yaitu pekerja di fase persiapan (membuat pola dan

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


48

memotong bahan), fase produksi (menjahit tas dan sablon), serta finishing
(memasang perlengkapan, quality control, dan pengemasan) di Desa Kadu Genep.
Karakteristik usaha yang ada di desa ini adalah ciri usaha informal yang
melekat, skala usaha rumah tangga, kecil atau menengah, jarak antara tempat
tinggal dan tempat bekerja yang dekat, serta pendapatan yang relatif kecil pada
hampir semua pekerja, jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional. Sistem
pengupahan yang diterapkan di industri ini terbagi menjadi dua macam, yaitu
pekerja harian dan borongan. Pekerja harian dibayar berdasarkan jumlah hari ia
bekerja dan jumlah jam ia melakukan lembur. Sedangkan pekerja borongan dibayar
berdasarkan produk barang yang dihasilkannya.
Sejak awal bekerja, sistem lembur sudah digunakan, sehingga masa kerja
dapat dihitung sebagai masa kerja dengan lembur. Kerja lembur dilakukan oleh
kelompok pekerja sebagai suatu cara yang ditempuh untuk memenuhi target
pesanan, sekaligus sebagai upaya dalam menambah penghasilan. Lembur biasanya
dilakukan setelah jam kerja normal selesai. Jam kerja normal rata-rata adalah 8 jam
sehari, yaitu dari pukul 07.30 – 16.30 dengan istirahat siang selama 1-2 jam. Di luar
jam tersebut, pekerjaan pekerja dihitung sebagai lembur, dan pekerja menerima
kompensasi upah lembur baik dihitung per jam mau pun per produk. Lembur
dimulai setelah istirahat sore, yaitu sekitar pukul 19.00 hingga pukul 21.00-24.00,
sesuai kemampuan pekerja. Lembur tidak dilakukan setiap hari, biasanya hanya dua
atau tiga hari dalam seminggu. Lembur terkadang juga dilakukan pada hari minggu
atau hari libur nasional. Pola kerja seperti ini berlaku bagi pekerja harian mau pun
pekerja borongan. Jumlah jam lembur bagi setiap pekerja tidak selalu sama setiap
minggunya. Sehingga jumlah jam kerja per minggu yang akan digunakan dalam
analisis adalah rata-rata jumlah jam kerja per minggu.
Lingkungan tempat kerja pada umumnya merupakan bagian dari rumah
tinggal penduduk. Pada beberapa perusahaan yang memiliki pekerja yang banyak,
sudah terdapat bangunan khusus. Penggunaan teknologi sederhana digambarkan
dalam penggunaan mesin jahit, baik yang digerakkan manual oleh kaki maupun
dengan tenaga listrik, dan mesin pemotong bahan. Proses kerja saat pembuatan pola
dilakukan di lantai dengan posisi jongkok atau duduk di lantai, serta mengangkut

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


49

bahan atau produk tanpa alat bantu. Kursi dan meja tempat menjahit yang
digunakan tidak disesuaikan dengan ukuran tubuh. Tidak ada aturan yang ketat
dalam melakukan aktivitas kerja, pekerja dapat saling bercengkerama atau
melakukan aktivitas lain saat bekerja. Bahan yang digunakan adalah bahan sintetis
dengan berbagai warna. Dalam industri ini tidak digunakan bahan kimia.
Tas yang diproduksi sebagian besar merupakan pesanan, baik dari instansi
swasta mau pun instansi pemerintah. Jika terdapat pesanan dalam jumlah banyak
dengan waktu yang terbatas, pekerja akan lebih sering lembur tanpa terkontrol.
Untuk itu, jumlah jam kerja lembur sering berubah sesuai kebutuhan. Saat lembur,
pekerja ada yang mendapatkan makan dari pemilik usaha, dan ada yang membawa
makanan sendiri dari rumah. Sayangnya, seringkali pembayaran pesanan tidak tepat
waktu, sehingga pembayaran gaji pekerja pun terkadang terhambat.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa pemilik usaha, bahwa dalam
setiap tahun, jumlah pesanan tas berfluktuasi. Pada awal tahun hingga pertengahan
tahun, jumlah pesanan biasanya banyak. Pada bulan-bulan tersebut banyak pekerja
yang bekerja lembur untuk memenuhi target pesanan. Namun dari pertengahan
tahun hingga akhir tahun, seperti saat pengambilan data dilakukan, jumlah pesanan
biasanya akan menurun bahkan cenderung sepi di akhir tahun. Hal ini membuat
kebutuhan akan tenaga yang lembur menurun. Sehingga banyak pekerja tidak perlu
melakukan lembur, bahkan tidak datang bekerja. Siklus ini berlangsung setiap
tahunnya.
Selain bahaya potensial psikososial seperti kerja lembur, para pekerja di
workshop industri kerajinan tas di Desa Kadugenep ini juga terpapar beberapa
bahaya potensial lainnya. Bahaya potensial lain yang diamati ada di lingkungan
kerja workshop adalah bahaya potensial ergonomi dan fisika (bising). Bahaya
potenisal ergonomi didapat pekerja saat melakukan aktvitas kerja memotong bahan
di lantai dengan berjongkok dan membungkuk, saat posisi menjahit dnegan meja
dan kursi yang tidak disesuaikan dengan postur pekerja, serta penggunaan kursi
tanpa sandaran punggung dan sandaran tangan. Bahaya potensial fisika yang
ditemukan adalah bising dari suara mesin jahit. Kedua bahaya potensial ini dapat
menyebabkan ketidaknyamanan bekerja bagi para pekerja.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


50

2.5 Profil Tempat Usaha di Lokasi Penelitian


Berikut ini adalah daftar urutan tempat usaha, lokasi serta profil tempat
usaha yang dikunjungi saat penelitian dilakukan:
Tabel 2.1. Daftar Nama Perusahaan, Lokasi, dan Nama Pemilik
No Nama Perusahaan Lokasi Nama Pemilik
1 CV Metasa Collection Kadu Gebep Sebrang Suherman
2 Home industri Nahrudin Kadu Genep Pasir Nahrudin
CV Kwintara Nugraha
Kadugenep Cau Aman
3 Jaya
4 CV Waser Mandiri Kadugenep Kaung Tengah Ali
5 Home industri Amin Kadu Genep Pasir Amin
6 CV Ade Kurnia Kadu Genep Rema Ipron
7 CV Avintasa Abadi Kadu Genep Sebrang H. Rohman
8 CV Erdetas Persada Kadu Genep Pasir Dede
9 Home industri Ece Kadu Genep Pasir Ece
10 CV Dua Putra Kadu Genep Sebrang Halimi
11 CV Kaung Jaya Kadugenep Kaung Kulon Ikna
12 Home industri Solihin Kadu Genep Pasir Solihin
13 Home Industri Edi Kadugenep Kaung Wetan Edi

1. CV Metassa Collection
CV Metassa Collection berlokasi di Kampung Kadugenep Sabrang,
Desa Kadugenep. CV ini dimiliki oleh Bapak Suherman. Bapak Suherman
memiliki 14 orang karyawan yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 4 orang
perempuan yang bekerja dengan sistem lembur. Jam kerja normal adalah Senin
–Sabtu, pukul 08.00 – 16.00. Lembur biasanya dilakukan antara hari Senin –
Jumat pukul 20.00 – 22.00, tergantung dari jumlah pesanan yang harus dipenuhi
dalam waktu dekat. Lembur dilakukan oleh pekerja secara sukarela, namun
terkadang perusahaan dapat juga meminta kepada karyawannya untuk
melakukan lembur. Dalam 1 minggu, perusahaan ini dapat menghasilkan kira-

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


51

kira 500 buah produk jenis tas punggung, atau bahan lebih jika desain tas lebih
sederhana.
Sistem pengupahan di CV Metassa Collection dilakukan berdasarkan
jumlah hari kerja (harian) atau berdasarkan jumlah produk yang dapat
dikerjakan karyawan (borongan). Terdapat 7 orang karyawan yang bekerja
secara harian, dan 7 orang karyawan yang bekerja secara borongan. Terdapat
perbedaan antara upah yang diterima pekerja borongan yang mengerjakan
menjahit, persiapan, mau pun bagian finishing. Hal ini tampaknya tidak
menimbulkan kesenjangan yang berarti di antara pekerja.
2. Home Industry Nahrudin
Home industry Nahrudin berlokasi di Kampung Kadugenep Pasir, Desa
Kadugenep. Industri rumahan milik Bapak Nahrudin ini memiliki 10 orang
karyawan yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan yang
bekerja dengan sistem lembur. Jam kerja normal adalah Senin - Jumat pukul
08.00 – 16.30, Dan Hari Sabtu jam 08.00 – 16.00. Lembur biasanya dilakukan
antara hari Senin – Jumat pukul 19.30 – 23.00, tergantung dari jumlah pesanan
yang harus dipenuhi dalam waktu dekat. Lembur dilakukan oleh pekerja secara
sukarela. Dalam 1 minggu, perusahaan ini dapat menghasilkan kira-kira 1500
buah produk jenis tas punggung, atau bahan lebih jika desain tas lebih
sederhana.
Sistem pengupahan di industri rumahan Nahrudin ini semuanya
dilakukan berdasarkan jumlah produk yang dapat dikerjakan karyawan
(borongan). Seluruh pekerja di industri rumahan ini memiliki tugas menjahit.
3. CV Kwintara Nugraha Jaya
CV Kwintara Nugraha Jaya berlokasi di Kampung Kadugenep Cau,
Desa Kadugenep. Pemilik CV Kwintara Nugraha Jaya adalah Bapak Aman
Setiana. Pekerja di CV ini terdiri Dari 10 orang laki-laki dan 4 orang
perempuan, yang semuanya bekerja dengan lembur. Jam kerja normal adalah
Senin –Sabtu, pukul 08.00 – 16.30. Lembur biasanya dilakukan antara hari
Senin – Jumat pukul 19.00 – 23.00, tergantung dari jumlah pesanan yang harus
dipenuhi dalam waktu dekat. Lembur dilakukan oleh pekerja secara sukarela.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


52

Dalam 1 hari, perusahaan ini dapat menghasilkan kira-kira 100 buah produk
jenis tas punggung, atau bahan lebih jika desain tas lebih sederhana.
Sistem pengupahan di CV Kwintara Nugraha Jaya dilakukan
berdasarkan jumlah hari kerja (harian) atau berdasarkan jumlah produk yang
dapat dikerjakan karyawan (borongan). Terdapat 7 orang karyawan yang
bekerja secara harian, dan 7 orang karyawan yang bekerja secara borongan.
Terdapat perbedaan antara upah yang diterima pekerja borongan yang
mengerjakan menjahit, persiapan, mau pun bagian finishing. Hal ini tampak ya
tidak menimbulkan kesenjangan yang berarti di antara pekerja.
4. CV Wasser Mandiri
CV Wasser Mandiri terletak di Kampung Kadugenep Kaung Tengah,
Desa Kadugenep. Perusahaan yang dimiliki oleh Bapak Ali ini mempunyai 40
orang karyawan, yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 30 orang perempuan.
Jam kerja normal adalah hari Senin – Jumat, pukul 08.00 – 16.30, dan Sabtu
pukul 08.00 – 13.00. Lembur dilakukan 3-4 Kali seminggu, antara hari Senin –
Jumat pukul 19.00 – 22.00. Lembur dilakukan secara sukarela, namun
terkadang perusahaan meminta agar para karyawan untuk lembur jika
dibutuhkan. Dalam 1 minggu, perusahaan ini dapat menghasilkan 1000 buah
tas punggung.
Sistem pengupahan di CV Wasser Mandiri dilakukan berdasarkan
jumlah hari kerja (harian) atau berdasarkan jumlah produk yang dapat
dikerjakan karyawan (borongan). Terdapat 10 orang karyawan yang bekerja
secara harian, dan 30 orang karyawan yang bekerja secara borongan. Pekerja
harian terdiri dari pekerja dengan tugas sebagai helper mau pun penjahit.
Sementara pekerja borongan terutama memiliki tugas di bagian menjahit.
5. Home Industry Amin
Home Industry Amin terletak di Kampung Kadugenep Pasir, Desa
Kadugenep. Perusahaan yang dimiliki oleh Bapak Amin ini mempunyai 40
orang karyawan, yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Jam
kerja normal adalah hari Senin – Sabtu, pukul 07.30 – 16.30. Lembur dilakukan
antara hari Senin – Jumat pukul 20.00 – 23.30. Lembur dilakukan karena

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


53

perusahaan mengharuskan para karyawan untuk lembur saat dibutuhkan. Dalam


1 minggu, perusahaan ini dapat menghasilkan 1000 buah tas punggung.
Sistem pengupahan di Home Industri Amin dilakukan berdasarkan
jumlah hari kerja (harian) atau berdasarkan jumlah produk yang dapat
dikerjakan karyawan (borongan). Terdapat 2 orang karyawan yang bekerja
secara harian, dan 5 orang karyawan yang bekerja secara borongan.
6. CV Ade Kurnia
CV Ade Kurnia terletak di Kampung Kadugenep Reuma, Desa
Kadugenep. Perusahaan yang dimiliki oleh Bapak Ipron ini mempunyai 14
orang karyawan, yang terdiri dari 9 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Jam
kerja normal adalah hari Senin – Sabtu, pukul 08.00 – 16.30. Lembur dilakukan
antara hari Senin – Jumat pukul 19.00 – 22.00. Lembur dilakukan secara
sukarela, namun terkadang perusahaan meminta agar para karyawan untuk
lembur jika dibutuhkan. Dalam 1 hari, perusahaan ini dapat menghasilkan 50
buah tas punggung. Sistem pengupahan di CV Ade Kurnia semua berdasarkan
jumlah produk yang dapat dikerjakan karyawan (borongan).
7. CV Avintassa Abadi
CV Avintassa Abadi terletak di Kampung Kadugenep Sabrang, Desa
Kadugenep. Perusahaan ini dimiliki oleh Bapak H. Rohman, yang juga
merupakan Kepala Desa di Desa Kadugenep. Dalam menjalankan usahanya,
Bapak. H. Rohman dibantu oleh 17 orang karyawan, yang terdiri dari 8 orang
laki-laki dan 9 orang perempuan. Jam kerja normal adalah hari Senin – Jumat,
pukul 07.30 – 16.30, dan Sabtu pukul 08.00 – 16.00. Lembur dilakukan 2-3 kali
seminggu, antara hari Senin – Jumat pukul 19.00 – 22.00. Lembur dilakukan
secara sukarela, namun terkadang perusahaan meminta kepada para karyawan
untuk lembur jika dibutuhkan. Dalam 1 minggu, perusahaan ini dapat
menghasilkan 600 – 700 buah tas punggung.
Sistem pengupahan di CV Avintassa Abadi dilakukan berdasarkan
bulanan, jumlah hari kerja (harian), atau berdasarkan jumlah produk yang dapat
dikerjakan karyawan (borongan). Terdapat 3 orang pekerja bulanan, 4 orang
karyawan yang bekerja secara harian, dan 10 orang karyawan yang bekerja

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


54

secara borongan. Pekerja harian dan bulanan terdiri dari pekerja dengan tugas
sebagai pembuat, pemotong pola, dan bagian finishing. Sementara pekerja
borongan terutama memiliki tugas di bagian menjahit dan finishing.
8. CV Erdetas Persada
CV Erdetas Persada berlokasi di Kampung Kadugenep Pasir, Desa
Kadugenep. Perusahaan milik Bapak Dede Rosadi ini memiliki 10 orang
karyawan, yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Jam kerja
normal adalah hari Senin – Sabtu, pukul 08.00 – 16.30. Lembur dilakukan
antara hari Minggu – Jumat pukul 19.00 – 22.00. Lembur dilakukan secara
sukarela. Dalam 1 minggu, perusahaan ini dapat menghasilkan 1000 buah tas
punggung.
Sistem pengupahan di CV Erdetas Persada bagi seluruh karyawan
dilakukan berdasarkan jumlah produk yang dapat dikerjakan karyawan
(borongan). Terdapat perbedaan upah bagi karyawan yang memiliki tugas
memotong, menjahit, mau pun di bagian finishing. Mesti pun begitu, tampaknya
tidak terdapat kesenjangan yang berarti di antara para karyawan.
9. Home Industry Ece
Home industry Ece terletak di Kampung Kadugenep Pasir, berdekatan
dengan CV Erdetas Persada dan Home industry Amin. Usaha ini dimiliki oleh
Bapak Ece, dan dibantu oleh 11 orang karyawan. Karyawan terdiri dari 8 orang
laki-laki Dan 3 orang perempuan. Jam kerja normal adalah Senin- Sabtu, pukul
07.30 – 16.30 dengan istirahat 1 jam. Lembur biasanya dilakukan antara hari
Senin – Jumat, pada pukul 19.00 – 22.30. Lembur dilakukan atas keinginan
pribadi sang karyawan. Dalam 1 minggu, Home industry Ece Bisa
memproduksi 500 buah Tas punggung.
Sistem pengupahan di Home industry Ece dilakukan berdasarkan
jumlah hari kerja (harian) dan berdasarkan jumlah produk yang dapat dihasilkan
karyawan (borongan). Terdapat 3 orang karyawan harian yang bertugas di
proses finishing, dan 8 orang karyawan borongan di proses menjahit.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


55

10. CV Dua Putra


CV Dua Putra berlokasi di Kampung Kadugenep Sabrang, Desa
Kadugenep. CV ini dipimpin oleh Bapak Halim, yang dibantu oleh 8 orang
karyawan. Karyawan terdiri dari 3 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Jam
kerja normal adalah Senin – Sabtu pukul 08.00 – 16.30. Lembur biasanya
dilakukan antara hari Senin- Jumat, pukul 19.00 – 23.00, tergantung dari jumlah
produk yang harus diselesaikan dalam waktu dekat. Dalam 1 minggu, CV Dua
Putra dapat menghasilkan 300 buah Tas punggung.
CV Dua Putra memiliki 1 orang karyawan harian yang bertugas di
Bagian finishing (memotong sisa benang), dan 7 orang karyawan borongan
yang bertugas menjahit. Meskipun terdapat perbedaan upah bagi yang bertugas
memotong sisa benang dan menjahit, namun tidak ada permasalahan yang
berarti di antara para karyawan.
11. CV Kaung Jaya
CV Kaung Jaya berlokasi di Kampung Kadugenep Kaung, Desa
Kadugenep. CV ini dipimpin oleh Bapak Ikna, yang dibantu oleh 16 orang
karyawan. Karyawan terdiri dari 9 orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Jam
kerja normal adalah Senin – Sabtu pukul 07.30 – 16.30. Lembur biasanya
dilakukan antara hari Senin- Jumat, pukul 19.00 – 22.00, tergantung dari jumlah
produk yang harus diselesaikan dalam waktu dekat. Dalam 1 minggu, CV
Kaung Jaya dapat menghasilkan 500 buah tas punggung.
Seluruh karyawan CV Kaung Jaya mendapatkan upah berdasarkan
jumlah produk yang dihasilkan (borongan). Karyawan ada yang bertugas untuk
memotong bahan, menjahit, mau pun di Bagian QC. Meskipun terdapat
perbedaan upah bagi yang bertugas memotong sisa benang dan menjahit,
namun tidak ada permasalahan yang berarti di antara para karyawan.
12. Home Industry Solihin
Home Industry Solihin berlokasi di Kampung Kadugenep Pasir, Desa
Kadugenep. Kelompok usaha ini dipimpin oleh Bapak Solihin, yang dibantu
oleh 14 orang karyawan. Karyawan terdiri dari 8 orang laki-laki dan 6 orang
perempuan. Jam kerja normal adalah Senin – Jumat pukul 08.00 – 16.30, dan

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


56

Sabtu pukul 08.00 – 12.00. Lembur biasanya dilakukan antara hari Senin-
Jumat, pukul 20.00 – 23.00, 3 kali dalam 1 minggu. Lembur dilakukan
berdasarkan keinginan pekerja, namun terkadang pemilik usaha mewajibkan
karyawannya lembur untuk memenuhi target pesanan. Hasil produksi rata-rata
kelompok usaha ini dalam 1 minggu ada 1000 tas punggung.
Home Industry Solihin memiliki 1 orang karyawan harian yang
bertugas di bagian finishing (memotong sisa benang), dan 13 orang karyawan
borongan yang bertugas menjahit Dan memotong pola. Meskipun terdapat
perbedaan upah bagi yang bertugas memotong sisa benang dan menjahit,
namun tidak ada permasalahan yang berarti di antara para karyawan.
13. Home Industry Edi
Home Indusry Edi berlokasi di Kampung Kaung Wetan, Desa
Kadugenep. Home industry ini dipimpin oleh Bapak Edi, dengan jumlah total
karyawannya sebanyak 12 orang. Saat kunjungan, pemilik usaha sedang tidak
berada di tempat, sehingga wawancara lengkap tidak dapat dilakukan.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


57

2.6 Alur Proses Produksi


Mendapatkan pesanan dari pelanggan

Menyiapkan bahan baku

Menggambar dan membuat pola

Memotong bahan
Kegiatan pekerja di
workshop Desa Kadu
Genep sebagai Menjahit potongan pola dengan mesih jahit
populasi terjangkau

Finishing

Quality Control

Packing

Pengiriman kepada pelanggan

Gambar 2. 3 Alur Proses Produksi

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


58

2.7 Kerangka teori5,16,19,20,53

LEMBUR

Berkurangnya waktu efektif Berkurangnya waktu


Peningkatan beban
tidur dan pemulihan untuk keluarga dan
kerja fisik dan mental
Perubahan pola tidur dan aktivitas di luar kerja
kualitas tidur Gangguan kehidupan
Penyakit kronis
Penurunan REM laten sosial
(asma, atrtritis,
Peningkatan densitas REM stroke, penyakit
Penurunan pemeliharaan tidur jantung, kanker,
kelelahan diabetes).

insomnia
stres kerja
Gangguan nerutransmiter: Faktor
- Penurunan serotonin demografi
- Penurunan norepinefrin Penurunan Peningkatan (usia, jenis
- Penurunan dopamin GABA aktivitas HPA kelamin, status
perkawinan,
Antibodi tiroid (+): Peningkatan tingkat
Hipotiroid kortisol pendidikan)
Peningkatan TSH
Faktor okupasi lain:
- Masa kerja
- Upah rendah
DEPRESI
- Job insecurity
- Paparan bahan kimia Faktor Psikososial:
- Jenis pekerjaan - Pengalaman negatif masa kecil
- Kondisi sulit berkepanjangan
- Dukungan sosial kurang
Konsumsi obat-obatan tertentu - Faktor kepribadian
(b-blocker, anti konvulsan, - Peristiwa kehilangan/ bencana
calcium channel blockers, - Faktor adaptasi
kortikosteroid, kontrasepsi oral, -
Faktor genetik -
levodopa, alkohol)
Gambar 2. 4 Kerangka Teori Etiologi Depresi -

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


2.8 Kerangka Konsep5,616,54
Environment
 Jenis pekerjaan
 Masa kerja
 Stres Kerja

Depresi

Agent Host
 LEMBUR  usia
 jenis kelamin
 status perkawinan
 tingkat pendidikan

Gambar 2. 5 Kerangka Konsep

59 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


60

Dalam mengembangkan kerangka konsep, faktor okupasi seperti upah


rendah, job insecurity, dan bahan kimia, tidak dimasukkan sebagai variabel dalam
penelitian ini. Hal ini karena di lokasi penelitian yang merupakan bagian dari sektor
informal, di mana semua pekerja relatif memiliki pendapatan yang sama-sama
rendah, dan cenderung di bawah UMR. Selain itu, karena indiustri di lokasi ini
merupakan sektor informal, paparan job insecurity secara homogen dirasakan oleh
semua pekerja. Dalam proses produksi, tidak didapatkan penggunaan bahan kimia.
Pekerja di lokasi penelitian bekerja mengolah bahan baku berupa kain dan material
tas, menjadi produk-produk tas yang kemudian dipasarkan.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Disain Penelitian


Cross Sectional komparatif berbasis outcome, melalui proses membandingkan
kelompok pekerja yang mengalami depresi yang tidak dan untuk melihat
bagaimana hubungan faktor okupasi dan faktor lainnya.
3.2 Tempat Penelitian : Desa Kadu Genep, Kecamatan Petir, Serang
3.3 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan
penelitian dilakukan pada bulan Agustus- September 2016 (jadwal penelitian
terlampir).
3.4 Populasi dan sampel
 Populasi target adalah seluruh pekerja lembur sektor industri kecil dan
menengah di pedesaan.
 Populasi terjangkau adalah pekerja lembur yang mengerjakan proses persiapan
(membuat pola dan memotong bahan), menjahit, dan finishing (memasang
perlengkapan, quality control, dan pengemasan) di workshop industri kecil dan
menengah kerajinan tas di Desa Kadu Genep Kecamatan Petir, Kabupaten
Serang, Banten.
 Sampelnya adalah semua pekerja yang mengerjakan proses persiapan
(membuat pola dan memotong bahan), menjahit, dan finishing (memasang
perlengkapan, quality control, dan pengemasan) di workshop industri kecil dan
menengah kerajinan tas yang memenuhi kriteria inklusi.
3.5 Besar Sampel
Penelitian Cross Sectional Komparatif, dengan perhitungan besar sampel sebagai
berikut:

90 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


62

n Penelitian Analitik

𝑍𝛼√2𝑃𝑄 +𝑍𝛽√𝑃1𝑄1+𝑃2𝑄2
N1= N2 =( )2
(𝑃1−𝑃2)

P = P1 + P2
2
n = jumlah sampel
Zα = 1,96 (derajat kemaknaan 0, 05)
Zβ = 0,842 (power 80%)
RR = 2
P1 = 0,6 (berdasarkan referensi dari penelitian sebelumnya, yaitu prevalensi depresi
pada pekerja yang lembur di lokasi yang sama sebanyak 60%. 10)
P2 = 0,6 / 2 = 0,3
P = (0,6 + 0,3)/ 2 = 0,45
Q = (1-P) = 1- 0,45 = 0,55

1,96√2 𝑥 0,45 𝑥 0,55 +0,842√(0,6 𝑥 0,4)+(0,3 𝑥 0,7)


N1= N2 =( )2
(0,6− 0,3)

N1= N2 = 42
Sampel yang dibutuhkan untuk pekerja dengan depresi adalah 42, dan
jumlah sampel untuk kelompok tanpa depresi adalah 42, sehingga total sampel
menjadi 84 orang.
3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi :
 Kriteria Inklusi Umum :
 Merupakan pekerja industri kecil (tempat kerja memiliki tenaga kerja 5-
19 orang)
 Bekerja lembur (bekerja > 40 jam per minggu)
 Usia 17 – 50 tahun
 Masa kerja lebih dari 1 tahun
 Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed
consent

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


63

 Kriteria Inklusi Kelompok Depresi:


 Memiliki nilai PHQ-9 ≥ 5
 Kriteria Inklusi Kelompok Tidak Depresi:
 Memiliki nilai PHQ-9 < 5
 Kriteria Eksklusi :
 Pekerja yang memiliki riwayat kehilangan kerabat dekat/ pasangan atau
tertimpa bencana dalam 1 bulan terakhir.
 Pekerja yang sedang mengkonsumsi obat-obatan rutin (b-blockers,
antikonvulsan, calcium channel blockers, kortikosteroid, kontrasepsi
oral, obat-obatan anti psikotik, levodopa, Alkohol) dalam 1 bulan
terakhir.14,19
 Menderita penyakit kronis (asma, atrtritis, stroke, penyakit jantung,
kanker, diabetes).

3.7 Cara Pengambilan sampel


Tehnik sampling yang digunakan adalah total sampling dengan melakukan
wawancara terhadap semua pekerja yang ditemui saat penelitian, dengan
memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusinya.
Konsep penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap, Tahap pertama adalah untuk
mencari kasus dan menghitung prevalensi dengan menggunakan kuesioner PHQ-9.
Tahap berikutnya adalah melakukan perbandingan potong lintang antara faktor-
faktor risiko yang berhubungan dengan kelompok depresi dan kelompok tidak
depresi.
Berikut adalah data lokasi penelitian serta sebaran tempat usaha yang
didapatkan dari penelitian sebelumnya:10

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


64

Kaung Kaung
Wetan Kulon

Cau

Pasir Pasir

Reuma
Sabrang

Gambar 3.1 Denah Lokasi Kampung-kampung di Desa Kadu Genep10

Tabel 3.1 Daftar Nama Kampung di Desa Kadu Genep

No Nama Kampung Jumlah perusahaan

1 Kaung Tengah 1
2 Kaung Kulon 1
3 Kaung Wetan 1
4 Kadugenep Cau 1
5 Kadugenep Pasir 5
6 Kadugenep Sabrang 3
7 Kadugenep Reuma 1
Jumlah 13

3.8 Cara Pengumpulan Data


Data primer diperoleh dari dari hasil kuesioner. Untuk data primer yang diperoleh
berupa hasil wawancara terstruktur dengan panduan kuesioner yang telah
disiapkan. Data primer terdiri dari variable terikat (dependent) dan variable bebas
(independent).
 Variabel terikat adalah Kejadian Depresi.
 Variabel bebas adalah jumlah jam kerja per minggu, masa kerja, jenis
tugas, stres kerja, jenis kelamin, usia, status pernikahan, dan tingkat
pendidikan,

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


65

Dalam proses pengumpulan data, peneliti akan dibantu oleh 3 orang rekan
sesama tenaga medis. Peneliti pembantu adalah dokter umum yang sebelumnya
akan diberikan pelatihan sebelum pengumpulan data dimulai. Untuk membantu
responden mengerti dalam menjawab pertanyaan penelitian, setiap pekerja akan
dipandu oleh peneliti dan peneliti pembantu dalam mengisi kuesioner penelitian.

3.9 Instrument yang Digunakan


a. Kuesioner Karakteristik Responden dan Pola Kerja.
i. Identitas responden: nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status
perkawinan.
ii. Jumlah jam kerja rata-rata selama 1 minggu, dan masa kerja, dan jenis tugas.
b. Instrumen Depresi: kuesioner Patient Health Quetionaire -9 (PHQ-9)56,57
Patient Health Questionaire -9 (PHQ-9) merupakan instrumen yang singkat
dan sangat berguna dalam praktek klinik. PHQ-9 dipilih karena sederhana, dapat
diisi oleh pasien dalam hitungan menit dan dinilai secara cepat oleh klinisi. PHQ-9
juga dapat digunakan berulang kali, yang nantinya dapat menunjukkan perbaikan
atau perburukan depresi serta responnya terhadap pengobatan. PHQ-9 merupakan
instrumen dengan multi tujuan untuk penapisan, diagnosis tentatif, monitor, dan
mengukur derajat keparahan depresi.
PHQ-9 menggabungkan kriteria diagnostik depresi pada DSM-IV dengan
gejala utama depresi mayor menjadi sebuah instrumen singkat lapor-diri. Instrumen
ini menilai frekuensi gejala yang kemudian diperhitungkan dalam sistem penilaian
indeks keparahan. Pertanyaan nomor 9 pada PHQ-9 menapis adanya ide bunuh diri
dan durasinya. Sebagai tindak lanjut, pertanyaan nomor 10, menapis dan
menunjukkan seberapa jauh masalah depresi telah mempengaruhi level fungsi
pasien.
c. Instrumen stres kerja: Survei Diagnostik Stres.
Variabel stres kerja diukur dengan menggunakan suatu kuesioner Survei
Diagnostik Kerja (Stres Diagnostic Survey). Dalam penelitian ini, variabel stres
kerja yang akan diamati adalah variabel Beban Kerja Kuantitatif (5 pertanyaan) dan
Beban Kerja Kualitatif (5 pertanyaan). 58

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


66

Responden akan diminta menjawab pertanyaan dalam skala 1-7, sesuai


dengan anggapannya yang paling cocok dalam menilai kondisi tersebut sebagai
sumber stres. Masing-maisng pertanyaan dihubungkan dengan tingkat stresor yang
spesifik secara individu. Kategori untuk masing-masing pertanyaan tersebut adalah
sebagai berikut:
Beban kerja kualitatif berlebih : pertanyaan nomor 4,10,16,22,28.
Beban kerja kuantitatif berlebih : pertanyaan nomor 3,9,15,21,27.
Penilaian stres kerja diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing
stresor pada setiap kategori, dengan panduan sebagai berikut:
 Jumlah skor kurang dari 10 mengindikasikan tingkat stres rendah.
 Jumlah skor antara 10 – 24 mengindikasikan tingkat stres sedang.
 Jumlah skor lebih besar dari 25 mengindikasikan tingkat stres yang
tinggi.57.

3.10 Etika Penelitian


Penelitian dilaksanakan setelah responden mendapatkan penjelasan dan
menyatakan kesediaan berpartisipasi dalam penelitian ini dengan menandatangani
formulir pernyataan persetujuan. Responden yang menolak untuk melanjutkan
partisipasinya, meskipun mereka telah menandatangani persetujuan, dibebaskan
dari penelitian ini tanpa sanksi apapun. Penelitian ini dilakukan dengan 4 prinsip
etika penelitian kesehatan, yaitu:
1. Menghormati orang (respect for person). Dalam hal ini adanya
perlindungan terhadap subjek penelitian, identitas, data – data responden
serta hasil kuesioner dirahasiakan. Untuk menjamin kerahasiaan, sebagai
identitas hanya akan dituliskan inisial, dan bukan nama lengkap. Nama
perusahaan dan kampung tempat bekerja tidak disebutkan dalam
kuesioner penelitian.
2. Adanya manfaat (beneficience). Hasil penelitian bermanfaat bagi
responden, pengusaha, dinas tenaga kerja dan dinas kesehatan setempat,
serta bagi ilmu pengetahuan.
3. Tidak membahayakan responden (non maleficence). Penelitian kali ini
tidak memberikan intervensi, hanya menggunakan metode wawancara

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


67

yang dilakukan secara lege artis dan data dirahasiakan sehingga tidak
membahayakan subjek penelitian.
4. Berkeadilan (justice). Semua subjek penelitian diperlakukan dengan baik.
Calon responden yang tidak layak untuk mengikuti penelitian, tidak akan
diikutsertakan dalam penelitian.

3.11 Definisi Operasional Penelitian


Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Pekerja Pekerja lembur yang kuesioner wawancara
bekerja lebih dari 40
jam per minggu,
dengan masa kerja
minimal 1 tahun
Depresi Gangguan mental Kuesioner Wawancara 5-9: Depresi Ordin
yang ditandai dengan PHQ-9 terstruktur, ringan al
kesedihan, berdasarkan 10-14 :
kehilangan minat atau skor yang Depresi
kesenangan, didapatkan dari sedang
perasaaan bersalah hasil kuesioner 15-19 :
atau rendah diri, Depresi
gangguan tidur atau sedang berat
nafsu makan, > 20 :
kelelahan, dan Depresi
konsentrasi yang berat
buruk yang timbul
paling tidak selama 2
minggu.11
Jumlah jam Yaitu rata-rata jumlah Rata-rata Wawancara 1. 41- 55 Ordin
kerja per jam kerja responden jumlah terstruktur. jam/ minggu al
minggu yang dihitung dalam jam kerja Untuk 2. > 55 jam
jam per minggu. per mengetahui per minggu
minggu rata-rata total

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


68

yang jam kerja


dilakukan responden
pekerja
berdasarka
n
kebiasaan
pekerja
Masa Kerja Lamanya responden Kuesioner Wawancara nume 1. k
bekerja di industtri tas terstruktur rik
dari awal bekerja masa kerja:
dengan lembur hingga 1. < 4 tahun
sekarang. 2. ≥4 tahun

Penyakit Adanya keluhan sesak Kuesioner Disebut “Ya” 1.Ya Ordin


asma nafas berulang atau penyaring apabila terdapat 2.Tidak al
diagnosis asma oleh keluhan nafas
dokter dalam 6 bulan berulang atau
terakhir. didiagnosis
asma oleh
dokter dalam 6
bulan terakhir
Penyakit Adanya keluhan nyeri Kuesioner Disebut “Ya” 1.Ya Ordin
Artritis sendi berulang penyaring apabila terdapat 2.Tidak al
dengan keterbatasan keluhan nyeri
dalam aktivitas atau sendi berulang
diagnosis radang dengan
sendi oleh dokter, keterbatasan
dalam 6 bulan aktivitas atau
terakhir. didiagnosis
artritis oleh
dokter, dalam 6
bulan terakhir

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


69

Penyakit Adanya riwayat Kuesioner Disebut “Ya” 1.Ya Ordin


Jantung serangan jantung penyaring apabila terdapat 2.Tidak al
yang ditandai dengan riwayat nyeri
nyeri dada sebelah dada kiri dan
kiri, dan didiagnosis didiagnosis
serangan jantung oleh serangan
dokter dalam 6 bulan jantung oleh
terakhir dokter dalam 6
bulan terakhir
Riwayat Adanya kelemahan Kuesioner Disebut “Ya” 1.Ya Ordin
serangan anggota gerak satu penyaring apabila terdapat 2.Tidak al
stroke sisi, kesulitan kelemahan
berbicara atau anggota gerak
didiagnosis stroke satu sisi,
oleh dokter, dalam 6 kesulitan
bulan terakhir berbicara atau
didiagnosis
stroke oleh
dokter dalam 6
bulan terakhir
Riwayat Adanya diagnosis Kuesioner Disebut “Ya” 1.Ya Ordin
penyakit kanker di bagian penyaring apabila pernah 2.Tidak al
kanker tubuh mana pun oleh didiagnosis
dokter dalam 6 bulan kanker di
terakhir bagian tubuh
mana pun oleh
dokter dalam 6
bulan terakhir

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


70

Penyakit Adanya diagnosis Kuesioner Disebut 1.Ya Ordin


diabetes diabetes oleh dokter penyaring “Ya” 2.Tidak al
dan mengalami apabila
beberapa komplikasi pernah
terkait diabetes, didiagnosis
dalam 6 bulan terakhir diabetes
oleh dokter
dan
mengalami
beberapa
komplikasi
terkait
diabetesnya
, dalam 6
bulan
terakhir
Konsumsi Riwayat meminum Kuesioner Disebut 1.Ya Ordin
obat-obatan obat-obatan darah penyaring “Ya” jika 2.Tidak al
tertentu tinggi (b-blocker dan terdapat
calcium channel riwayat
blocker), obat kejang minum
(anti konvulsan), obat salah satu
radang obat secara
(kortikosteroid), rutin dalam
kontrasepsi oral, obat 1 bulan
Parkinson (levodopa), terakhir.
atau alkohol selama 1
bulan terakhir secara
rutin.
Stres kerja Tekanan yang Kuesioner Wawancara Untuk masing- ordin
dihadapi pekerja Survei terstruktur masing akan al

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


71

dalam menghadapi Diagnosti dilihat tingkat


pekerjaannya k Stres stresnya:
terhadap beban kerja <10 = tingkat
kualitatif berlebih dan stres rendah
beban kerja 10-24 = tingkat
kuantitatif berlebih. stres sedang
>25 tingkat stres
tinggi
Usia Usia pada ulang tahun Kuesioner Wawancara Num
terakhir sesuai KTP 1. 17 – 39 tahun erik
2. 40- 50 tahun
Jenis Jenis kelamin Kuesioner Wawancara 1. Laki-laki nomi
kelamin responden 2. Perempuan nal
Status Status pernikahan Kuesioner Wawancara 1. Menikah nomi
pernikahan responden saat 2.Tidak menikah nal
wawancara 3.Duda/ Janda/
Cerai
Tingkat Tingkat pendidikan Kuesioner Wawancara 1. Tamat SD Ordin
pendidikan terakhir responden 2.Tamat SMP al
3.Tamat SMA
4. Tamat D3/ S1
Jenis Tugas Tugas yang Kuesioner Wawancara 1. Persiapan Ordin
dikerjakan responden (membuat pola al
dalam alur produksi dan memotong)
2. Menjahit
3. Finishing
(memasang
perlengkapan,
Quality control,
dan
pengemasan)

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


72

3.12 Pengelolaan dan Analisis Data


 Data yang terkumpul dari penelitian ini dicatat dalam suatu formulir khusus
yang telah disiapkan. Kuesioner yang telah diisi perlu diedit dan
diverifikasi setiap jawaban pertanyaan sedemikian rupa sehingga tidak ada
jawaban kosong. Setelah diedit, kuesioner akan dikoding untuk dimasukan
kedalam komputer melalui data entri.
 Rencana analisis yang digunakan:
o Analisis Univariat:
Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, sehingga dapat diperoleh
gambaran deskriptif dari variable yang diteliti.
o Analisis Bivariat:
Untuk melihat hubungan variable bebas dengan variable tergantung, dipakai
uji Chi Square.
Analisis bivariat pada kelompok depresi dan non depresi akan dibandingkan.
Analisis bivariat yang akan dilakukan adalah:
- Depresi dengan variabel demografi (usia, jenis kelamin, status
pernikahan, pendidikan terakhir)
- Depresi dengan jumlah jam kerja per minggu
- Depresi dengan masa kerja
- Depresi dengan jenis pekerjaan
- Depresi dengan stres kerja
o Analisis Multivariat:
Apabila ditemukan faktor yang memiliki nilai p< 0,25, akan dlakukan
analisis multivariat.
 Penyajian Data :
Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk penulisan ilmiah secara
tekstular (narasi) dan tabular.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


73

3.13 Alur Penelitian


Penentuan wilayah sampling (dilakukan secara total sampling)
Ijin Pemilik Usaha

Memberikan kuesioner penyaring

Tidak memenuhi kriteria Memenuhi kriteria

Pemberian penjelasan responden

Informed Consent

Tidak bersedia Bersedia

Pengisian kuesioner hingga kuota kedua kelompok terpenuhi

Pengolahan dan analisis data

Kesimpulan

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


BAB IV
HASIL PENELITIAN

Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive untuk memenuhi jumlah sampel


yang dibutuhkan pada kelompok depresi dan kelompok tidak depresi, yaitu masing-
masing 42 orang. Penyaringan sampel dimulai dengan memberikan kuesioner
penyaring kepada para responden. Penyaringan ini dilakukan terhadap 150 pekerja
yang ditemui saat penelitian, di semua tempat usaha. Responden yang di eksklusi
berjumlah 46 orang, yang disebabkan faktor usia < 17 tahun atau > 50 tahun (10
orang), jam kerja < 40 jam/ minggu (1 orang), masa kerja < 1 tahun (6 orang), obat-
obatan yang dikonsumsi rutin dalam 1 bulan terakhir (25 orang), serta mengalami
bencana/ kehilangan kerabat dalam 1 bulan terakhir (4 orang). Sebagian besar
responden yang di eksklusi adalah wanita yang menggunakan kontrasepsi
hormonal. Pengambilan sampel dilakukan terhadap pekerja di 13 tempat usaha
yang tersebar di 6 kampung, di Desa Kadugenep. Kami mendatangi seluruh tempat
usaha yang ada, dan melakukan wawancara terhadap semua pekerja yang sedang
bekerja saat itu.
Pada saat pengambilan data, yaitu di bulan Agustus- September, siklus
jumlah pesanan biasanya sedang menurun bahkan cenderung sepi di akhir tahun.
Hal ini membuat kebutuhan akan tenaga yang lembur menurun. Sehingga banyak
pekerja tidak perlu melakukan lembur, bahkan tidak datang bekerja.
Kuesioner yang digunakan dalam pengambilan data meliputi kuesioner
penyaring, lembar informasi dan consent, Patient Health Questionaire- 9 (PHQ-9),
data diri dan pekerjaan, serta Survei Diagnostik Stres (SDS). Waktu yang
dibutuhkan masing-masing responden untuk wawancara adalah sekitar 20-30
menit. Wawancara dilakukan oleh peneliti dan asisten peneliti terlatih berdasarkan
kuesioner-kuesioner di atas.
Kepada responden yang memenuhi kriteria penelitian (104 orang),
kemudian diberikan kuesioner PHQ-9 untuk menentukan apakah responden
termasuk ke dalam kelompok depresi atau tidak depresi. Setelah didapatkan 42
orang sampel yang termasuk dalam kelompok tidak depresi, tim peneliti kemudian
berfokus untuk menemukan sampel untuk kelompok depresi. Sehingga saat

90 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


75

ditemukan responden yang memiliki hasil PHQ-9 tidak depresi, wawancara


terhadap responden tersebut tidak dilanjutkan.
Untuk setiap responden yang masuk ke dalam kelompok depresi dan tidak
depresi, kemudian diberikan kuesioner data diri dan pekerjaan, serta kuesioner
Survai Disgnostik Stres (SDS). Pada akhir pengambilan sampel, didapatkan 42
orang sampel yang termasuk dalam kelompok tidak depresi, dan 31 orang sampel
yang masuk ke kelompok depresi. Analisis komparatif kemudian dilakukan
terhadap 31 responden yang mengalami depresi dan 42 responden yang tidak
mengalami depresi ini.

Pekerja Kerajinan tas di Desa Kadu Genep/ populasi


terjangkau (n = 150)

Eksklusi Kuesioner penyaring


N = 46

Inklusi (n = 104)

kuesioner PHQ-9
(n = 104)

Tidak Depresi
31 responden (n = 73) Depresi (n = 31)
dikeluarkan

Diambil 42 responden pertama


yang didapatkan secara
konsekutif

31 responden Depresi dan 42 responden tidak depresi dianalisis


secara komparatif

Gambar 4.1 Tahapan Pengambilan Data

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


76

4.1. Tahap I: Prevalensi Depresi pada Pekerja Lembur di Industri Kecil


Sektor Informal Desa Kadu Genep
Pada penelitian tahap I, diketahui bahwa jumlah responden yang masuk ke dalam
kriteria inklusi dan mengalami depresi sejumlah 31 orang. Total pekerja lembur
yang ditemui adalah 149 orang, yaitu 45 pekeja lembur termasuk eksklusi dan 104
pekerja lembur yang termasuk inklusi. Dengan mengandaikan 45 responden pekerja
lembur yang di eksklusi tidak mengalami depresi, maka prevalensi depresi pada
pekerja lembur di industri kecil sektor informal di Desa Kadu Genep adalah 20,8%.
Namun, karena hanya responden yang termasuk kriteria inklusi saja yang dilakukan
pemeriksaan PHQ-9, yaitu sebanyak 104 responden, maka prevalensi depresi hanya
dapat dihitung pada responden yang termasuk kriteria inklusi, yaitu sebesar 29,8%,
seperti tampak pada tabel 4.1 Dari 104 responden yang masuk kriteria inklusi,
ditemukan 73 responden yang tidak mengalami depresi dan 31 responden
mengalami depresi.
Tabel 4.1 Prevalensi Depresi pada Pekerja Lembur di Industri Kecil Sektor
Informal Desa Kadugenep
Prevalensi Depresi n (%)
Bukan Depresi (skor < 5) 73 70,2 %
Depresi 31 29,8%
Total 104 100.0%

Distribusi derajat depresi dapat dilihat pada tabel 4.2. Dari 31 responden
yang mengalami depresi, terdapat 26 responden (84%) mengalami depresi ringan,
4 orang (13%) mengalami depresi sedang, dan 1 orang (3%) mengalami depresi
sedang-berat. Tidak ditemukan responden yang mengalami depresi berat.
Tabel 4.2 Distribusi Derajat Depresi pada Kelompok Responden yang
Mengalami Depresi
Distribusi Derajat Depresi n (%)
Klasifikasi Depresi Ringan ( skor 5-9) 26 84%
Depresi Sedang (skor 10 - 14) 4 13%
Depresi Sedang- Berat (skor 15-19) 1 3%
Depresi Berat (skor > 20) 0 0%
Depresi 31 100%

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


77

4.2. Tahap II: Hubungan Faktor Risiko Demografi dan Faktor Risiko
Okupasi dengan Kejadian Depresi
Pada tahap kedua penelitian, dilakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian depresi. Dalam melakukan analisis, faktor-faktor
risiko yang diteliti dibagi menjadi kelompok sosiodemografi, kelompok okupasi,
dan kelompok stres kerja. Untuk melihat apakah terdapat hubungan antara variabel-
variabel bebas yang diteliti dengan kejadian depresi, dilakukan analisis bivariat
menggunakan analisis chi-square.

4.2.1. Hubungan Faktor-faktor Sosiodemografi dengan Kejadian Depresi


Tabel 4.3 menggambarkan hubungan faktor-faktor sosiodemografi dengan kejadian
depresi. Jenis kelamin ternyata memiliki hubungan signifikan dengan terjadinya
depresi (p=0,017; OR = 0.241). Berdasarkan analisis deskriptif, responden laki-laki
(53 orang) lebih banyak dibandingkan responden perempuan (20 orang). Hal ini
dipengaruhi oleh banyaknya responden wanita yang harus dieksklusi, karena
mereka mengkonsumsi obat kontrasepsi hormonal secara rutin. Responden laki-
laki yang mengalami depresi (50,9%) sedikit lebih banyak dibandingkan yang tidak
mengalami depresi (49,1%). Pada responden perempuan, responden yang tidak
mengalami depresi (80%) lebih banyak dibandingkan responden yang mengalami
depresi (20%).
Pada tabel 4.3, tampak bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan
dengan terjadinya depresi pada pekerja lembur (p = 0,157; OR = 2,035). Untuk
tingkat pendidikan responden, responden yang tidak bersekolah hingga responden
dengan tingkat pendidikan terakhir SMP, dikelompokkan menjadi tingkat
pendidikan rendah-sedang. Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan
terakhir SMA dan lebih tinggi dikelompokkan menjadi tingkat pendidikan tinggi.
Tiga puluh enam koma tujuh persen responden dengan tingkat pendidikan rendah-
sedang mengalami depresi, sedangkan 63,3% lainnya tidak mengalami depresi.
Pada tingkat pendidikan tinggi, perbandingan ini terjadi sebaliknya, di mana
responden yang mengalami depresi lebih banyak (54,2%), dibandingkan yang tidak
mengalami depresi (45,8%).

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


78

Tabel 4.3 Analisis Perbandingan Faktor Sosiodemografi pada Kelompok


Depresi dan Kelompok Tidak Depresi
Depresi (+) Depresi (-)
Variabel OR 95% CI p
n % n %

Jenis Kelamin
perempuan 4 20% 16 80% 0,241 0,071 - 0.816 0,017
laki-laki 27 50,9 % 26 49,1 %

Tingkat pendidikan
rendah- sedang 18 36,7% 31 63,35% 2,035 0,756 - 5,483 0,157
tinggi 13 54,2% 11 45,8%

Status pernikahan
tidak menikah 18 64,3% 10 35,7% 4,431 1,619 - 12,123 0,003
menikah 13 28,9% 32 71,15

usia responden
40 - 50 tahun 1 7,7% 12 92,3% 0,083 0,010 - 0,682 0,005
17 - 39 tahun 30 50% 30 50%

Status pernikahan memiliki hubungan signifikan dengan kejadian depresi


pada pekerja lembur (p= 0,03; OR = 4,431), dengan kejadian depresi pada
responden yang tidak menikah sebesar 64,3% dan 28,9% pada responden yang
menikah. Sedangkan 25,7% responden yang tidak menikah dan 71,15% responden
yang menikah tidak mengalami depresi. Status pernikahan responden hanya
dikelompokkan menjadi 2, yaitu menikah dan tidak menikah. Status janda
dimasukkan ke dalam kelompok tidak menikah.
Usia responden juga memiliki hubungan yang signifikan (p= 0,005; OR =
0,083) dengan kejadian depresi. Usia responden dikelompokkan menjadi rentang
17- 39 tahun, dan 40- 50 tahun. Sebagian besar responden berada dalam rentang
usia 17- 39 tahun. Responden dalam rentang usia 40 -50 tahun, 1 orang (7,7%)
mengalami depresi dan 92,3% lainnya tidak mengalami depresi. Pada responden
dengan rentang usia 17-39 tahun, 50% mengalami depresi dan 50% lainnya tidak.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


79

4.2.2. Hubungan Faktor-faktor Okupasi dengan Kejadian Depresi


Tabel 4.4 menggambarkan hubungan faktor okupasi dengan kejadian depresi pada
responden. Faktor okupasi yang menjadi fokus penelitian adalah total jumlah jam
kerja per minggu, termasuk jam kerja lembur. Faktor okupasi lainnya yang diteliti
adalah masa kerja dan jenis tugas.
Jumlah jam kerja ternyata tidak memiliki hubungan dengan kejadian depresi
(p = 0,649; OR = 1,302). Dalam analisis perbandingan ini, jumlah jam kerja per
minggu dikelompokkan menjadi ≥ 55 jam per minggu dan 41- 54 jam per minggu.
Pada pekerja yang bekerja ≥ 55 jam per minggu, 43,9% di antaranya mengalami
depresi, sementara 56,1 % lainnya tidak mengalami depresi. Pada pekerja yang
bekerja 41- 54 jam per minggu terdapat 37,5 % dari mereka mengalami depresi,
sedangkan 62,5% tidak mengalami depresi.

Tabel 4.4 Analisis Perbandingan Faktor Okupasi pada Kelompok Depresi


dan Kelompok Tidak Depresi
Depresi (+) Depresi (-) OR 95% CI p
Variabel
n % n %
Jam kerja per minggu
≥ 55 jam/ minggu 25 43,9% 32 56,1% 1,302 0,417 - 4,069 0,649
41 - 54 jam/ minggu 6 37,5% 10 62,5%

Masa kerja
≤ 4 tahun 20 48,8% 21 51,2% 1,818 0,701 - 4,713 0,217
>4 tahun 11 34,4% 21 65,6

Jenis tugas
Menjahit 26 57,8 % 19 42,2 % 6,295 2,026 - 19,558 0,001
persiapan, finishing 5 17,9 % 23 82,1%

Variabel masa kerja responden memiliki nilai tengah 4 tahun (1 – 20 tahun),


sehingga masa dalam analisis kategorik, responden dikelompokkan menjadi 2,
yaitu yang memiliki masa kerja ≤ 4 tahun, dan yang memiliki masa kerja < 4 tahun.
Masa kerja tidak memiliki hubungan dengan kejadian depresi (p = 0,217; OR =
1,818). Pada pekerja dengan masa kerja ≤ 4 tahun, 48,8% di antaranya mengalami

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


80

depresi, dan 51,2% tidak mengalami depresi. Pekerja dengan masa kerja > 4 tahun,
34,4% di antara mereka mengalami depresi, dan 65,6% tidak mengalami depresi.
Pada variabel jenis tugas, analisis dilakukan dengan mengkategorikan jenis
tugas menjadi dua. Kelompok pertama adalah responden yang memiliki tugas
menjahit, sedangkan kelompok kedua adalah repsonden yang memiliki tugas dalam
persiapan (memotong dan membuat pola) serta finishing. Jenis tugas memiliki
hubungan yang signifikan dengan kejadian depresi pada responden (p = 0,001; OR
= 6,295). Kejadian depresi pada responden yang memiliki tugas menjahit sebesar
57,8%, sedangkan kejadian depresi pada responden yang memiliki tugas dalam fase
persiapan dan finishing adalah 17,9%. Tampaknya kejadian depresi pada pekerja
yang menjahit berhubungan dengan beban kerja yang dialami oleh pekerja di
bagian ini. Berdasarkan pengamatan, pekerja di bagian menjahit memiliki beban
kerja yang cukup besar. Pekerja ini memiliki porsi pekerjaan sekitar 70% dari
seluruh proses pembuatan tas. Mereka juga mengalami beban kerja kualitatif yang
cukup signifikan, dimana kualitas dari pekerjaan mereka akan menentukan kualitas
dari produk yang dihasilkan.

4.2.3. Hubungan Faktor-faktor Stres Kerja dengan Kejadian Depresi


Stres kerja sebagai salah satu variabel yang diperkirakan dapat mempengaruhi
kejadian depresi, diukur dengan menggunakan Survai Diagnostik Stres. Variabel
stres kerja yang diamati pada penelitian ini adalah beban kerja kuantitatif (5
pertanyaan) dan beban kerja kualitatif (5 pertanyaan). Responden diminta
menjawab pertanyaan dalam skala 1-7, sesuai dengan anggapannya yang paling
cocok dalam menilai kondisi tersebut sebagai sumber stress. Penilaian stres kerja
diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing stresor pada setiap kategori,
dengan panduan sebagai berikut:
 Jumlah skor kurang dari 10 mengindikasikan tingkat stres rendah.
 Jumlah skor antara 10 – 24 mengindikasikan tingkat stres sedang.
 Jumlah skor lebih besar dari 25 mengindikasikan tingkat stres yang
tinggi.57.
Tabel 4.5 menggambarkan hubungan faktor Beban Kerja Kuantitatif dan
Beban Kerja Kualitatif dengan kejadian depresi pada responden. Dari hasil

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


81

penelitian, variabel Beban Kerja Kuantitatif (p = <0,001; OR =31,778) dan Beban


Kerja Kualitatif (p = <0,001; OR =17,273) memiliki hubungan yang signifikan
dengan kejadian depresi. Beban kerja ini akan meningkatkan beban kerja fisik dan
mental pekerja, yang kemudian dapat menyebabkan stres kerja dan depresi.

Tabel 4.5 Analisis Perbandingan Tingkat Stres Kerja pada Kelompok Depresi dan
Kelompok Tidak Depresi
Depresi (+) Depresi (-)
Variabel OR 95% CI p
n % n %
Beban Kerja Kuantitatif
stres sedang- tinggi 22 88% 3 12% 31,778 7,779 - 129,806 <0,001
stres rendah 9 18,8% 39 81,2%

Beban Kerja Kualitatif


stres sedang- tinggi 20 83,3% 4 16,7% 17,273 4,870 - 61,260 <0,001
stres rendah 11 22,4% 38 77,6%

Pada variabel beban kerja kuantitatif, 88% responden dengan tingkat stres
sedang-tinggi mengalami depresi. Hanya 12 % dari responden dengan tingkat stres
sedang tinggi pada variabel ini yang tidak mengalami depresi. Responden dengan
tingkat stres rendah pada kategori ini, 18,8% mengalami depresi dan 81,2 % tidak
mengalami depresi.
Pada variabel beban kerja kualitatif, proporsi lebih besar yang mengalami
depresi juga tampak pada responden dengan tingkat stres sedang-tinggi, yaitu
sebesar 83,3%. Hanya 16,7 % dari responden dengan tingkat stres sedang-tinggi
pada variabel beban kerja kualitatif yang tidak mengalami depresi. Responden
dengan tingkat stres rendah sebagian besar (77,6%) tidak mengalami depresi.
Sementara 22,4% lainnya mengalami depresi.
Tabel selanjutnya menggambarkan bagaimana hubungan stres kerja terhadap
kejadian depresi pada responden. Stres dikatakan positif jika responden mengalami
tingkat stres sedang-berat untuk minimal salah satu variabel stres kerja. Stres
sedang-berat didapatkan apabila skor untuk variabel tersebut lebih atau sama
dengan 10. Jika responden tidak mengalami tingkat stres sedang-berat pada kedua
variabel stres kerja, maka stres dikatakan negatif.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


82

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara


stres kerja dengan kejadian depresi (OR = 39,58). Pada tabel tersebut dapat dilihat
bahwa 25 pekerja (86,2%) yang mengalami stres kerja dan mengalami depresi,
sementara 4 pekerja (13,8%) lainnya yang juga mengalami stres kerja tidak
mengalami depresi. Hal ini berbanding terbalik dengan pekerja yang tidak
mengalami stres kerja, dimana 38 pekerjanya (86,4%) tidak mengalami depresi, dan
5 (13,6%) pekerja lainnya yang juga tidak mengalami stres kerja ternyata
mengalami depresi.

Tabel 4.6 Analisis Perbandingan Stres Kerja pada Kelompok Depresi dan
Kelompok Tidak Depresi
Depresi (+) Depresi (-) OR 95% CI
Jumlah Stresor p
n % n %

Stres kerja (+) 25 86,2% 4 13,8% 39,58 10,14-154,55 <0,001


Stres kerja (-)
6 13,6% 38 86,4%

4.3. Prediksi Faktor Risiko yang Mempengaruhi Terjadinya Depresi


Untuk mencari variabel yang paling berperan dalam terjadinya depresi, variabel-
variabel yang memenuhi syarat (p<0,25) kemudian dilakukan uji multivariat.
Variabel- variabel yang memiliki nilai p < 0,25 adalah status pernikahan, usia,
tingkat pendidikan, jenis kelamin, jenis tugas, dan stres kerja. Jumlah jam kerja per
minggu juga dimasukkan dalam analisis multivariat, karena variabel ini merupakan
variabel utama dari penelitian ini.
Karena variabel dependen merupakan variabel kategorik yang dikotom,
maka uji multivariat dilakukan dengan menggunakan regresi logistik.
Analisis multivariat kemudian dilakukan untuk variabel:
1. Status pernikahan
2. Usia
3. Tingkat pendidikan
4. Jenis kelamin
5. Jenis tugas

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


83

6. Jumlah jam kerja per minggu


7. Stres Kerja

Tabel 4.7 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik

Variabel B S.E OR 95% C.I p

Jam kerja/ minggu 0.400 1.113 1.492 0,168 - 13,213 0.719

Jenis Tugas 1.958 1.061 7.087 0,886 - 56,663 0.065

Status Pernikahan 2.797 1.125 16.395 1,807 - 148,738 0.013


Langkah
1 Usia -1.946 1.525 0.143 0,007 - 2,836 0.202
Jenis kelamin -1.199 1.259 0.301 0,026 - 3,552 0.341

Tingkat Pendidikan -0.924 1.031 0.397 0,053 - 2,995 0.370

Stres Kerja 4.787 1.229 119.911 10,777 - 134,248 <0,001

Jenis Tugas 1.942 0.911 6.975 1,170 - 41,577 0.033


Langkah
4 Status Pernikahan 2.739 1.022 15.465 2,085 - 114,706 0.007
Usia -2.574 1.436 0.076 0,005 - 1,273 0.073
Stres Kerja 4.134 0.998 62.453 8,826 - 441,906 <0,001

Analisis regresi logistik adalah untuk melihat interaksi antara faktor terpilih
secara bersamaan dan melihat faktor mana yang lebih dominan. Dari hasil analisis
multivariat yang dilakukan dengan metode backward stepwise didapatkan variabel
yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi, tampak pada tabel 4.7, adalah
Jenis Tugas (OR adjusted = 6,975; CI =1,170 - 41,577), Status Pernikahan (OR
adjusted = 15,465; CI=2,085 - 114,706), Usia (OR adjusted = 0,076;CI =0,005 -
1,273 ), dan Stres Kerja (OR adjusted = 62,453; CI = 8,826 - 441,906). Dari data
tersebut ditemukan bahwa kejadian depresi pada pekerja lembur di Desa Kadu
Genep, memiliki hubungan yang kuat dengan tugas menjahit yaitu adanya
peningkatan risiko depresi sebesar 6,975 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
pekerja dengan tugas lainnya. Pekerja yang tidak menikah memiliki risiko 15,5
kali lebih tinggi mengalami depresi dibandingkan dengan pekerja yang menikah.
Usia 17-39 tahun memiliki risiko terhadap kejadian depresi 13 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pekerja dengan rentang usia 40-50 tahun. Sedangkan pekerja

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


84

yang mengalami stres kerja memiliki risiko 62,5 kali lebih tinggi terhadap kejadian
depresi dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami stres kerja.
Berdasarkan uji multivariat yang dilakukan, nilai R square yang didapat
adalah 0,55. Hal ini berarti variabel jenis tugas, Beban Kerja Kuantitatif, dan status
pernikahan dapat memprediksi kejadian depresi sebesar 55%; sementara 45%
dipengaruhi faktor lain yang tidak dianalisis secara multivariat atau tidak diteliti
pada penelitian ini.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Tahap I : Prevalensi Depresi pada Pekerja Lembur di Industri Kecil


Sektor Informal Desa Kadu Genep
Pada tahap I ini, didapatkan bahwa prevalensi depresi pada pekerja lembur
di industri kecil sektor informal di Desa Kadugenep untuk responden yang
memenuhi kriteria inklusi, adalah sebesar 29,8%. Jika mengandaikan 45 responden
eksklusi tidak mengalami depresi, maka angka prevalensi depresi pada seluruh
pekerja lembur industri kecil di Desa Kadu Genep adalah 20,8%. Kedua angka
Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi gangguan mental
emosional secara nasional berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
yaitu sebesar 6%.3 Jika dibandingkan dengan prevalensi gangguan mental
emosional Provinsi Banten sebesar 5,1%, prevalensi depresi pada pekerja lembur
yang termasuk kriteria inklusi di Desa Kadu Genep lebih tinggi hampir 6 kali lipat. 3
Hasil ini menjadi sebuah tanda bahwa kesehatan mental pekerja industri informal
di pedesaan, khususnya di Desa Kadu Genep, perlu mendapat perhatian serius dari
instansi pemerintah yang terkait.
Dari 31 orang responden yang mengalami depresi, 84% di antaranya
mengalami depresi ringan, 13% mengalami depresi sedang, dan 3 % mengalami
depresi sedang-berat. Tidak ditemukan responden yang mengalami depresi berat.
Hal ini diperkirakan bahwa penderita depresi berat tentunya akan tidak mampu
bekerja. Pada penderita depresi ringan, kesulitan yang dihadapi penderita dalam
pekerjaan dan kegiatan sosial lainnya tidak seberat apa yang dihadapi oleh penderita
depresi berat. Sehingga banyak dari mereka yang masih dapat melakukan pekerjaan
dan kegiatan sosial seperti biasa.33
Berdasarkan hasil PHQ-9, dari 31 responden yang mengalami depresi, 4
orang di antaranya memberikan respon “ beberapa hari “ (3 orang) dan “lebih dari
separuh waktu yang dimaksud” untuk pertanyaan nomor 9, yaitu “Merasa lebih baik
mati atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apa pun”. Hal ini menunjukkan
adanya risiko bunuh diri, sebagai salah satu komplikasi depresi yang paling berat.
Pada individu seperti ini perlu dilakukan terapi yang sesuai dan rujukan kepada
Spesialis Kedokteran Jiwa.
90 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


86

5.2. Tahap II: Hubungan Faktor Risiko Demografi dan Faktor Risiko
Okupasi dengan Kejadian Depresi
Berdasarkan hasil uji multivariat, faktor demografi yang memiliki hubungan
dengan kejadian depresi adalah Status Pernikahan (OR adjusted = 15,465;
CI=2,085 - 114,706), dan Usia (OR adjusted = 0,076;CI =0,005 - 1,273).
Sedangkan faktor okupasi yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi
berdasarkan hasil multivariat adalah Jenis Tugas (OR adjusted = 6,975; CI =1,170
- 41,577) dan Stres Kerja (OR adjusted = 62,453; CI = 8,826 - 441,906). Hubungan
paling kuat ditunjukkan oleh variabel stres kerja, di mana risiko kejadian depresi
akan meninggak 62,5 kali pada individu yang mengalami stres kerja.
Status pernikahan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
depresi (OR adjusted = 15,465; p = 0,007), di mana responden yang tidak menikah
memiliki risiko 15,5 kali lebih tinggi mengalami kejadian depresi. Hasil ini sesuai
dengan teori dan jurnal yang menyatakan bahwa depresi lebih banyak terjadi pada
individu yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang dekat, bercerai, dan
berpisah.14,62
Faktor demografi lain yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi
adalah usia (OR adjusted = 0,076; p = 0,073). Usia responden dibagi 2 yaitu
dibawah 40 tahun dan 40 tahun ke atas, karena 40 tahun merupakan usia rata-rata
awitan gangguan depresi mayor.14 Sebanyak 82,2% responden berusia di bawah 40
tahun. Hal ini tampaknya dipengaruhi oleh jumlah penduduk usia muda Desa
Kadugenep yang lebih tinggi. Gambaran ini sesuai dengan data dari Survei
Angkatan Kerja Nasional pada bulan Agustus 2015, dimana 64% angkatan kerja
nasional berada di bawah usia 40 tahun. 61 Diketahui juga bahwa 50% responden
dengan rentang usia 17-39 tahun dan 7,7% responden dengan rentang usia 40 - 50
tahun termasuk dalam kelompok depresi. Sedangkan 92,3% responden dengan
rentang usia 40 - 50 tahun dan 50% responden usia 17 – 39 tahun termasuk
kelompok tidak depresi. Hasil ini konsisten dengan sebuah studi mengenai
hubungan depresi dengan faktor sosiodemografi di Canada tahun 2007, yang
mengemukakan bahwa terdapat korelasi negatif antara usia dengan depresi, dimana

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


87

prevalensi tertinggi kejadian depresi seumur hidup terjadi di kelompok usia 20-24
tahun.62
Prevalensi depresi yang lebih rendah pada kelompok usia 40-50 tahun
diperkirakan dipengaruhi oleh kematangan emosional dan mekanisme adaptasi
yang lebih baik pada kelompok usia yang lebih tua. Hal ini sesuai dengan hasil studi
yang di dilakukan oleh Street (2001) pada komunitas luas di Richmond, Amerika
Serikat, yang menemukan bahwa dewasa muda mengalami gejala depresi lebih
banyak dibandingkan responden lain yang lebih tua. Dalam studi ini, diperkirakan
bahwa angka gejala depresi yang lebih tinggi pada responden usia muda
dipengaruhi oleh kemampuan mengelola emosi yang lebih rendah dan penilaian
yang lebih rendah akan kemampuan mereka sendiri dalam mengelola emosi. 59 Pada
sebuah ulasan literatur yang dilakukan oleh Bjørkløf et al. (2012) menemukan
adanya hubungan yang kuat antara sumber daya yang ada, strategi coping, dan
gejala depresi pada responden yang lebih tua di sampel komunitas mau pun sampel
klinis. Strategi coping, kontrol internal, penggunaan strategi coping aktif, serta
coping religi aktif berhubungan dengan gejala depresi yang lebih ringan. 60
Faktor okupasi yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada
pekerja lembur industri ini adalah Jenis Tugas (OR adjusted = 6,975; p = 0,033)
dan Stres Kerja (OR adjusted = 62,453; p = <0,001). Ditemukan lebih banyak
responden dengan tugas menjahit yang mengalami depresi dibandingkan responden
dengan tugas lainnya. Pekerja dengan tugas menjahit memiliki risiko 6,9 kali lebih
tinggi mengalami depresi dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tugas
lainnya. Berdasarkan pengamatan, tugas menjahit menghadapi tingkat stress dan
kesulitan tertinggi, baik dari sisi kuantitatif mau pun kualitatif, dibandingkan tugas
lainnya. Hasil pengamatan tersebut sejalan dengan hasil analisis multivariat yang
menunjukkan bahwa stres kerja memiliki hubungan signifikan dengan kejadian
depresi (OR adjusted = 62,453; p = <0,001), di mana pekerja yang mengalami stres
kerja memiliki risiko 62,4 kali lebih tinggi mengalami kejadian depresi. Hal ini
konsisten dengan temuan pada penelitian terdahulu, dimana stresor kerja secara
signifikan memuliki kontribusi terhadap gejala depresi.63, 64
Kegiatan kerja di
bagian menjahit ini juga cenderung monoton. Sebuah ulasan sistematis yang

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


88

dikeluarkan oleh Universitas Flinders, Adelaide, Australia tahun 2015, menemukan


bahwa pada beberapa industri, yang umumnya didominasi pekerja pria, di mana
telah teridentifikasi adanya faktor risiko berikut: pekerjaan soliter/ terisolasi, beban
kerja yang berlebih dan tidak teratur, kondisi kesehatan yang buruk, kurangnya
pengawasan, dan pekerjaan monoton, memiliki prevalensi depresi lebih tinggi
dibandingkan prevalensi depresi secara nasional di area penelitian66
Beberapa studi telah menemukan adanya hubungan antara stres kerja
dengan kejadian depresi. Sebuah studi oleh Gyöngyvér Salavecz, Adrienne Stauder,
György Purebl (2014) menemukan bahwa stres kerja memiliki berkontribusi secara
signifikan dengan gejala depresi.64 Hal ini sejalan dengan hasil yang ditemukan
oleh Salavecz, Stauder, dan Purebl dalam studinya pada popualsi dewasa di
Hungaria tahun 2013, bahwa stres kerja memiliki hubungan yang bermakna
terhadap manifestasi gejala depresi.63
Pada penelitian ini dimana semua responden bekerja > 40 jam per minggu
tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara kelompok responden yang
bekerja 41 - 54 jam per minggu dan ≥ 55 jam per minggu. Terdapat 43,9%
responden yang bekerja ≥ 55 jam per minggu dan 37,5% responden yang bekerja
41-54 jam per minggu mengalami depresi. Sedangkan 56,1% responden yang
bekerja ≥ 55 jam per minggu dan 62,5% responden yang bekerja 41-54 jam per
minggu tidak mengalami depresi. Hal ini tampaknya dipengaruhi oleh ciri khas pola
kerja industri nonformal, yaitu tidak adanya kewajiban jam kerja yang pasti dari
pemilik usaha. Pekerja cenderung mengatur sendiri jam kerjanya sesuai dengan
keinginan dan kenyamanan mereka. Sistem kerja borongan, dimana pekerja akan
mendapatkan lebih banyak penghasilan saat produk yang dihasilkannya lebih
banyak, mungkin juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tidak adanya
hubungan bermakna antara jumlah jam kerja per minggu dan depresi.
Dalam penelitian sebelumnya pada pegawai negeri sipil di Inggris,
didapatkan bahwa bekerja 11 jam atau lebih sehari, yang berarti ≥ 55 jam per
minggu, berhubungan dengan peningkatan risiko 2,3-2,5 kali terhadap episode
depresi mayor dibandingkan mereka yang bekerja dengan jam kerja standar 7-8 jam
per hari.6 Penelitian tersebut juga menemukan bahwa bekerja 9 jam per hari,

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


89

menurunkan risiko terjadinya depresi (OR = 0,66; p = 0,31). Pekerja yang bekerja
10 jam per hari memiliki risiko 1,27 kali lebih tinggi mengalami depresi
dibandingkan pekerja yang bekerja 7-8 jam sehari (p =0,54).6 Hasil pada penelitian
tersebut konsisten dengan apa yang didapatkan pada penelitian di Desa Kadu
Genep. Bekerja ≥ 11 jam per hari atau ≥ 55 jam per minggu meningkatkan risiko
terjadinya depresi, jika dibandingkan dengan bekerja 9 – 10 jam per hari atau 45-
50 jam per minggu. Bekerja lembur berhubungan dengan peningkatan beban kerja
fisik dan mental serta menurunnya waktu untuk keluarga dan aktivitas di luar kerja.
Kedua hal tersebut berhubungan dengan kelelahan dan stres kerja, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan depresi. Selain studi di atas, beberapa studi lain telah
menunjukkan adanya peningkatan risiko depresi pada pekerja yang bekerja ≥ 55
jam per hari.5,6,16,35,43

5.3. Keterbatasan Penelitian


Karakteristik industri informal yang melekat pada tempat-tempat usaha di
sentra kerajinan tas Desa Kadu Genep memberikan tantangan tersendiri. Tidak
adanya sistem kerja yang pasti, termasuk peraturan dan sanksi yang jelas
merupakan salah satu tantangan yang dihadapi. Pergantian pekerja yang tinggi serta
tidak adanya data yang jelas menyebabkan penelitian yang sebenarnya
menggunakan pendekatan case control ini dilakukan dengan desain cross sectional
comparative.
Saat pengambilan data dilakukan, yaitu pada bulan Agustus- September,
kondisi pesanan tas di pusat kerajinan tas Desa Kadu Genep sedang menurun, sesuai
siklus tahunan mereka. Sehingga hal ini mempengaruhi jumlah responden yang bisa
didapatkan. Berdasarkan keterangan beberapa pemilik usaha, ada pekerja mereka
yang memang tidak dipekerjakan karena sedikitnya jumlah pesanan tas.
Musim pesanan tas yang sedang menurun saat pengambilan data juga
mempengaruhi jumlah jam kerja dan beban kerja para pekerja ini. Jam kerja yang
menyesuaikan dengan jumlah pesanan menyebabkan para pekerja memiliki jumlah
jam kerja yang fluktuatif. Tidak adanya organisasi yang mengatur jam kerja secara
pasti juga menjadi tantangan dalam pengambilan data. Tidak adanya aturan tertulis

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


90

yang jelas mengenai jam kerja menyebabkan perbedaan definisi lembur bagi
pekerja. Tidak adanya dokumentasi terkait jumlah jam kerja yang dimiliki
perusahaan menyebabkan data jumlah jam kerja hanya didasarkan kepada ingatan
dan kebiasaan pekerja. Hal ini mungkin mempengaruhi hasil yang didapat, di mana
jumlah jam kerja ditemukan tidak berhubungan dnegan kejadian depresi.
Tingkat pendidikan responden yang sebagian besar memiliki tingkat
pendidikan rendah-sedang membuat kuesioner depresi dan kuesioner stres kerja
yang seharusnya merupakan kuesioner lapor-diri, harus dipandu oleh tim peneliti
melalui wawancara untuk pengisiannya. Proses pengambilan data kuesioner SDS,
di mana seluruh pertanyaan kuesioner SDS (30 pertanyaan) ditanyakan kepada
responden, dapat membingungkan responden. Sehingga hal ini dapat
mempengaruhi hasil yang didapat untuk pertanyaan terkait Beban Kerja Kuantitatif
(pertanyaan nomor 3,9,15,21,27) dan Beban Kerja Kualitatif (pertanyaan nomor
4,10,16,22,28).

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Jumlah jam kerja tidak memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada
pekerja lembur di industri kecil sektor informal di pedesaan.
2. Faktor okupasi yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada pekerja
lembur di industri kecil sektor informal di pedesaan adalah Jenis Tugas (OR
adjusted = 6,975; CI =1,170 - 41,577) dan Stres Kerja (OR adjusted = 62,453;
CI = 8,826 - 441,906).
3. Faktor demografi yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada
pekerja lembur di industri kecil sektor informal di pedesaan adalah Status
Pernikahan (OR adjusted = 15,465; CI=2,085 - 114,706), dan Usia (OR
adjusted = 0,076; CI =0,005 - 1,273),
4. Prevalensi depresi pada pekerja lembur di industri kecil sektor informal di
pedesaan adalah sebanyak 29,8%. Dari seluruh pekerja yang mengalami
depresi, 84% di antaranya mengalami depresi ringan, 13% mengalami depresi
sedang, dan 3% mengalami depresi sedang berat.

6.2 Saran
6.2.1 Bagi Pemilik Usaha
Dari hasil penelitian, didapatkan data pekerja lembur di industri tas Desa
Kadu Genep yang mengalami depresi. Beberapa hal yang dapat dilakukan pemilik
usaha dalam mendukung pekerjanya yang mengalami depresi sekaligus mencegah
terjadinya depresi pada pekerja adalah:
Jangka pendek:
1. Kepada pekerja yang mengalami depresi, diharapkan pemilik usaha dapat
membantu memfasilitasi pengobatan bagi pekerjanya yang mengalami depresi,
dengan memberikan izin dan waktu bagi pekerjanya jika membutuhkan.
2. Kepada pekerja yang mengalami, pemilik usaha dapat memberikan dukungan
dengan tidak memberikan beban kerja yang terlalu berat.
3. Menambah jumlah tenaga kerja saat beban kerja tinggi, sehingga lembur dapat
diminimalisir.
90 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


92

Jangka panjang:
1. Pemilik usaha diharapkan dapat mengupayakan suasana kerja yang nyaman,
kekeluargaan, dan saling mendukung satu sama lain.
2. Pemilik usaha dapat mengadakan kegiatan rekreasi dan kebersamaan yang
menyenangkan bagi pekerjanya.
3. Melakukan rotasi pekerja bagi pekerja dengan tugas menjahit dan tugas
lainnya, tentunya dengan pelatihan terlebih dahulu. Pelatihan dan rotasi
dapat dimulai saat jumlah pesanan tidak terlalu banyak, sehingga saat
pesanan kembali banyak semua pekerja sudah siap dengan tugas barunya.
4. Pemilik usaha dapat mengadakan kegiatan rekreasi dan kebersamaan yang
menyenangkan bagi pekerjanya.

6.2.2 Bagi Peneliti


Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai hubungan faktor
okupasi terhadap kejadian depresi di industri informal di pedesaan hendaknya
mempertimbangkan waktu pengambilan data yang disesuaikan dengan siklus
kegiatan kerja di industri tersebut. Selain itu, perlu dipertimbangkan untuk
mengambil sampel pada populasi yang lebih luas, sehingga dapat meningkatkan
kualitas dari penelitian. Studi yang lebih mendalam mengenai karakteristik
pekerjaan, jenis pekerjaan, serta masa kerja dan hubungannya dengan kejadian
depresi.

6.2.3 Bagi Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Dinas Tenaga Kerja Setempat
Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat, dengan diketahuinya
prevalensi depresi yang cukup tinggi (29,8%) di industri kerajinan tas Desa Kadu
Genep (6 kali lebih tinggi dibandingkan prevalensi gangguan mental emosional
Provinsi Banten), diharapkan dapat lebih memperhatikan kesehatan mental pekerja
di industri informal. Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat diharapkan dapat
mengembangkan program edukasi dan promosi kesehatan terkait kesehatan mental
emosional pada pekerja lembur industri informal di pedesaan, terutama di Desa
Kadu Genep., terutama bagaimana agar pekerja dapat mengenal kapasitas dirinya.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


93

Bagi Dinas Tenaga Kerja setempat, diharapkan hasil penelitian ini dapat
menjadi dasar pembuatan program terkait kesehatan dan keselamatan kerja pada
pekerja lembur di industri informal di pedesaan, untuk mencegah agar tidak terjadi
penurunan produktivitas, terutama pada pekerja di Desa Kadugenep. Salah satu
program yang dapat dikembangkan adalah membuat kegiatan yang mendukung
kesehatan kerja pekerja lembur di industri ini, seperti edukasi terkait ergonomi serta
kesehatan kerja, pemberian bantuan alat-alat dan prasaran kerja yang sesuai dengan
prinsip ergonomi, serta edukasi mengenai manajemen sumber daya manusia.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


94

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Depression, a global public health concern. WHO Dep Ment Heal
Subst Abus [Internet]. 2012;1–8. Available from:
http://www.who.int/mental_health/management/depression/who_paper_dep
ression_wfmh_2012.pdf
2. World Health Organization. Preventing suicide. CMAJ. 2014;143(7):609–
10.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013 [Internet]. 125-129. 2013 [cited 2016 Feb
7]. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas
2013.pdf
4. Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2003;
5. Kleppa E, Sanne B, Tell GS. Working Overtime is Associated With Anxiety
and Depression: The Hordaland Health Study. J Occup Environ Med
[Internet]. 2008;50(6):658–66. Available from:
http://content.wkhealth.com/linkback/openurl?sid=WKPTLP:landingpage
&an=00043764-200806000-00008
6. Virtanen M, Stansfeld SA, Fuhrer R, Ferrie JE, Kivimäki M. Overtime Work
as a Predictor of Major Depressive Episode: A 5-Year Follow-Up of the
Whitehall II Study (Overtime Work and Depression). PLoS One.
2012;7(1):e30719–e30719.
7. Indonesia: Tren Sosial dan Ketenagakerjaan Agustus 2014 [Internet]. 2014
[cited 2016 Feb 8]. Available from:
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_329870.pdf
8. Arfa RKD, Kandou LF., Munayang H. Perbandingan Kejadian dan Tingkat
Depresi Guru Honorer di Sekolah Dasar Negeri pada Empat Kecamatan di
Kota Kotamobagu Provinsi Sulawesi Utara. Jurmal e-Biomedik (e-BM).
2013;Vol.1(Nomor 1):733–42.
9. Setyawan ZY, Amri Z, Sosrosumihardjo D. Stres Kerja dan Kecenderungan
Gejala Gangguan Mental Emosional pada Karyawan Redaksi Surat Kabar “
X ” di Jakarta. Maj Kedokt Indon. 2008;58(8):278–83.
10. Arfiana NF. Prevalensi Insomnia pada Pekerja Industri Kecil di Pedesaan
yang Lembur dan Faktor-Faktor yang di Berhubungan (Studi pada Pekerja
industri Tas di Desa Kadu Genep Kecamatan Petir Serang). Universitas
Indonesia; 2015.
11. Depression: definition. World Health Organization; 2016 Mar 19 [cited 2016
Mar 19]; Available from: http://www.euro.who.int/en/health-
topics/noncommunicable-diseases/pages/news/news/2012/10/depression-
in-europe/depression-definition
12. Depression. [cited 2016 Mar 19]; Available from:
https://www.nimh.nih.gov/health/topics/depression/index.shtml
Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


95

13. WHO | Depression. World Health Organization; [cited 2016 Mar 19];
Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs369/en/
14. Alcott SBJV. Kaplan and Sadock_s Synopsis of Psychiatry (10th ed). New
Yprk: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 527–37.
15. Ebert MH. Current diagnosis & treatment in psychiatry / [Internet]. 2008. p.
xvii, 739 p. : – xvii, 739 p. : Available from:
http://catalogue.mcmaster.ca/catalogue/Record/1577675
16. Gong Y, Han T, Yin X, Yang G, Zhuang R, Chen Y, et al. Prevalence o f
depressive symptoms and work-related risk factors among nurses in public
hospitals in southern China: a cross-sectional study. Sci Rep. 2014;1–5.
17. CDC - Workplace Health - Implementation - Depression. [cited 2016 Mar
22]; Available from:
http://www.cdc.gov/workplacehealthpromotion/implementation/topics/depr
ession.html
18. Nemeroff CB, others. The neurobiology of depression. Sci Am Ed [Internet].
1998;278:42–9. Available from:
http://www.sciamdigital.com/gsp_qpdf.cfm?ISSUEID_CHAR=C667095F-
A703-4986-8225-6B29F3A59FF&ARTICLEID_CHAR=6A9AD109-
746B-4498-97A4-51CFE2DB0C0
19. Baldwin DS, Birtwistle J, David S, Baldwin D. An Atlas of DEPRESSION
Library of Congress Cataloging-in-Publication Data [Internet]. Depression.
2002. 10027 p. Available from:
http://doi.wiley.com/10.1017/S0012162203221460
20. Daniel P. Chapman; PhD; Geraldine S. Perry; DrPH; The Vital Link
Between Chronic Disease and Depressive Disorders [Internet]. Prev Chronic
Dis [serial online]. 2005 [cited 2016 May 2]. Available from:
http://www.cdc.gov/pcd/issues/2005/jan/pdf/04_0066.pdf
21. Mental Health and Chronic Diseases [Internet]. Center for Disease Control.
2012 [cited 2016 May 2]. Available from:
http://www.cdc.gov/nationalhealthyworksite/docs/Issue-Brief-No-2-
Mental-Health-and-Chronic-Disease.pdf
22. Depression Health Center Dealing With Chronic Illnesses and Depression.
2016;3–6. Available from:
http://www.webmd.com/depression/guide/chronic-illnesses-depression
23. The Power of Prevention Chronic disease. The public health challenge of the
21st century [Internet]. Prevention, National Center for Chronic Disease
Promotion, and Health. 2009 [cited 2016 May 4]. Available from:
http://www.cdc.gov/chronicdisease/pdf/2009-Power-of-Prevention.pdf
24. Billings DW, Susan Folkman, Acree M, Moskowitz JT. Coping and physical
health during caregiving: The roles of positive and negative affect. J Pers
Soc Psychol [Internet]. 2000;79:131–42. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/12409346_Coping_and_physical
_health_during_caregiving_The_roles_of_positive_and_negative_affect_Jo
urnal_of_Personality_and_Social_Psychology_79_131-142 [accessed Jun
28, 2016].
25. Hanoch Livneh, Richard F. Antonak. Psychosocial Adaptation to Chronic
Illness and Disability: A Primer for Counselors. J Couns Dev ■ Winter.
Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


96

2005;83:12–20.
26. Wang J, (Departments of Psychiatry and of Community Health Sciences,
Faculty of Medicine, University of Calgary, Calgary, Alberta C. Work stress
as a risk factor for major depressive episode(s) [Internet]. Psychological
Medicine, 35,. 2005 [cited 2016 Feb 9]. p. 865–71. Available from:
http://www.psychpress.com.au/Psychometric/newsletter/2006/Mar/Wang.p
df
27. Levy BS, Wegman DH, Baron SL, Sokas RK. Occupational and
Environmental Health. Recognizing and Preventing Disease and Injury.
Sixth Edition [Internet]. 2011. 883 p. Available from:
http://sgh.org.sa/Portals/0/Articles/Occupational and Environmental Health
- Recognizing and Preventing Disease and Injury.pdf
28. Morrow L a, Gibson C, Bagovich GR, Stein L, Condray R, Scott a. Increased
incidence of anxiety and depressive disorders in persons with organic solvent
exposure. Psychosom Med [Internet]. 2000;62(6):746–50. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11138992
29. Bouchard M, Bellinger DC, Weuve J, Matthews-Bellinger J, Gilman SE,
Wright RO, et al. Blood lead levels and major depressive disorder, panic
disorder, and generalized anxiety disorder in U.S. young adults.
2009;66(12):1313–9.
30. Obiora E. Onwuameze, MB, BS, MS, PhD Sergio Paradiso, MD, PhD
Corinne Peek-Asa, PhD Kelley J. Donham, DVM Risto H. Rautiainen P.
Modifiable risk factors for depressed mood among farmers — [Internet].
Annals of Clinical Psychiatry. Vol. 25 No. 2. 2013 [cited 2016 Feb 9]. p. 83–
90. Available from:
https://www.aacp.com/Pages.asp?AID=11305&issue=&page=&UID=
31. ICD‐10 Resource: Coding for Major Depressive
Disorder [Internet]. [cited 2016 Apr 25]. Available from:
http://cloud.aapc.com/documents/Depressive-Disorder-ICD-10-BH.pdf
32. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders [Internet]. Arlington. 2013. 991 p. Available from:
http://encore.llu.edu/iii/encore/record/C__Rb1280248__SDSM-
V__P0,2__Orightresult__X3;jsessionid=ABB7428ECBC4BA66625EDD0
E0C5AAFA5?lang=eng&suite=cobalt\nhttp://books.google.com/books?id=
EIbMlwEACAAJ&pgis=1
33. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Cetakan ke 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa, FK Unika Atmajaya; 2013.
34. Bienenfeld D. Screening Tests for Depression. — [Internet]. Medscape.
[diakses 8 Januari 2017]. Tersedia di
http://emedicine.medscape.com/article/1859039overview#showall
35. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia no. 102 th 2004
tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur. 2004;(102).
36. Virtanen M, Ferrie JE, Singh-Manoux a., Shipley MJ, Stansfeld S a.,
Marmot MG, et al. Long working hours and symptoms of anxiety and
depression: a 5-year follow-up of the Whitehall II study. Psychol Med.
Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


97

2011;41(12):2485–94.
37. Shields M. Long working hours and health van der hulst.pdf. 2000;(75):49–
56.
38. International Labour Office. Overtime, Shift work Conditions of Work and
Employment Programme. 2004;(May).
39. Dembe A, Erickson J, Delbos R, Banks S. The impact of overtime and long
work hours on occupational injuries and illnesses: new evidence from the
United States. Occup Environ Med [Internet]. 2005;62(9):588–97. Available
from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1741083&tool
=pmcentrez&rendertype=abstract
40. Caruso CC, Hitchcock, Edward M, Dick, Robert B, Russo, John M, Schmit,
Jennifer M. Overtime and extended work shifts : Recent findings on illnesses
, injuries , and health behaviors. US Dep Heal Hum Serv Centers Dis Control
Prev Natl Inst Occup Saf Heal. 2004;143.
41. Virtanen M, Heikkilä K, Jokela M, Ferrie JE, Batty GD, Vahtera J, et al.
Long working hours and coronary heart disease: a systematic review and
meta-analysis. Am J Epidemiol [Internet]. 2012 Oct 1 [cited 2016 May
13];176(7):586–96. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3458589&tool
=pmcentrez&rendertype=abstract
42. Virtanen M, Ferrie JE, Singh-Manoux A, Shipley MJ, Vahtera J, Marmot
MG, et al. Overtime work and incident coronary heart disease: the Whitehall
II prospective cohort study. Eur Heart J [Internet]. 2010 Jul [cited 2016 May
13];31(14):1737–44. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2903713&tool
=pmcentrez&rendertype=abstract
43. Tarumi K, Hagihara A, Morimoto K. A prospective observation of onsets of
health defects associated with working hours. Ind Health [Internet]. 2003
Apr [cited 2016 May 13];41(2):101–8. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12725470
44. Bannai A, Tamakoshi A. The association between long working hours and
health: a systematic review of epidemiological evidence. [Internet].
Scandinavian journal of work, environment & health. 2014 [cited 2016 Mar
21]. p. 5–18. Available from:
file:///C:/Users/parmitasari/Downloads/5_18_bannai (2).pdf
45. Wijono S. Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang Gerak
Psikologi Sumber Daya Manusia. Edisi pert. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group; 2010. 155-156 p.
46. Ivancevich JM, Matteson MT. Stress and work: a managerial perspective
[Internet]. 1980 [cited 2016 May 29]. Available from:
https://books.google.co.id/books/about/Stress_and_work.html?id=7WEPA
QAAMAAJ&pgis=1
47. Munandar AS. Psikologi Industri dan Organisasi. Universitas Indonesia (UI-
Press ); 2008.
48. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah. 2008.
Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


98

49. Badan Pusat Statistik. Industri Pengolahan [Internet]. 2016. Available from:
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/9
50. Firnandy. Studi Profil Pekerja di Sektor Informal dan Arah Kebijakan ke
Depan. Direktorat Ketenagakerjaan dan Anal Ekon. 2002;1–18.
51. Badan Pusat Statistik. Jumlah Tenaga Kerja Industri Mikro dan Kecil
Menurut Provinsi, 2013-2015. 2016.
52. Purwanto N. Lokasi industri dan Persebarannya. 2014;
53. Industri Mikro dan Kecil [Internet]. [cited 2016 May 16]. Available from:
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/170#subjekViewTab1
54. Niedhammer I, Malard L, Chastang J-F. Occupational factors and
subsequent major depressive and generalized anxiety disorders in the
prospective French national SIP study. BMC Public Health [Internet].
BioMed Central; 2015 Jan 28 [cited 2016 Jan 22];15(1):200. Available from:
http://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-015-
1559-y
55. Tomioka K, Morita N, Saeki K, Okamoto N, Kurumatani N. Working hours,
occupational stress and depression among physicians. Occup Med (Chic Ill).
2011;61(3):163–70.
56. Kroenke K, Spitzer RL, Williams JB. The PHQ-9: validity of a brief
depression severity measure. J Gen Intern Med [Internet]. 2001 Sep [cited
2015 Feb 4];16(9):606–13. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1495268&tool
=pmcentrez&rendertype=abstract
57. Kroenke k, Spitzer W. The Patient Health Questionnaire ( PHQ-9 ) -
Overview The Patient Health Questionnaire ( PHQ-9 ) Scoring. Jgim.
2001;9:1–3.
58. Fields DL. Taking the Measure of Work: A Guide to Validated Scales for
Organizational Research and Diagnosis [Internet]. SAGE Publications; 2002
[cited 2016 May 29]. 352 p. Available from:
https://books.google.com/books?id=ZBJzAwAAQBAJ&pgis=1
59. Street, Brandyn M., The relationship between age and depression : a self-
efficacy model ;2004. Master's Theses. Paper 1036.
60. Bjørkløf G, H, Engedal K, Selbæk G, Kouwenhoven S, E, Helvik A, -S,
Coping and Depression in Old Age: A Literature Review. Dement Geriatr
Cogn Disord 2013;35:121-154
61. Badan Pusat Statistik. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut
Golongan Umur dan Jenis Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu, 2008 -
2015.Industri Pengolahan [Internet]. 2016. Available from:
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/9
62. Akhtar-Danesh N, Landeen J. Relation between depression and
sociodemographic factors. International Journal of Mental Health Systems.
2007;1:4. doi:10.1186/1752-4458-1-4.
63. Weigl M., Stab N., Herms I., Angerer P., Hacker W. & Glaser J.The
associations of supervisor support and work overload with burnout and
depression: a cross-sectional study in two nursing settings. Journal of
Advanced Nursing . 2016; 72(8), 1774–1788.
64. Salavecz, Gyöngyvér; Stauder, Adrienn; Purebl, György. Work related stress
Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


99

and depression. 13th International Congress of Behavioral


Medicine.Netherlands, Groningen. 2014.
65. Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan. Peran Sektor Informal Sebagai
Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaan. Kajian Evaluasi Pembangunan
Sektoral. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta. 2009; 19-20.
66. Roche AM, Pidd K, Fischer JA, Lee N, Scarfe A, Kostadinov V. Men, Work,
and Mental Health: A Systematic Review of Depression in Male-dominated
Industries and Occupations. Saf Health Work [Internet]. Occupational Safety
and Health Research Institute; 2016 Dec [cited 2016 Dec 30];7(4):268–83.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27924229.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


Tabel Hasil Lengkap

Jumlah
Jenis Masa jam SDS SDS
No Inisial Umur J.Kelamin Stat.nikah Pendidikan PHQ-9
tugas Kerja kerja/ OQN OQL
mg
Tamat
1 As menjahit 22 laki-laki tidak menikah SMA 5 72 9 18 16
Tamat
2 B menjahit 21 laki-laki tidak menikah SMA 5 63 8 19 17
3 M menjahit 38 laki-laki menikah Tamat SMP 6 55 18 14 13
4 RM menjahit 38 laki-laki tidak menikah Tamat SMP 1 81 9 15 15
5 Ro menjahit 34 laki-laki menikah tamat SD 4 72 10 11 18
6 Ma menjahit 21 laki-laki tidak menikah tamat SD 4 66 5 9 7
7 Ba menjahit 25 laki-laki tidak menikah tamat SD 3 54 10 17 18
Tamat
8 W lain-lain 23 laki-laki tidak menikah SMA 3 60 6 9 12
9 Su menjahit 42 laki-laki menikah Tamat SMP 5 43 13 11 15
Tamat
10 E menjahit 35 laki-laki menikah SMA 16 60 6 9 5
Tamat
11 TPK menjahit 34 laki-laki menikah SMA 2 49 5 11 10
Tamat
12 Al Finishing 19 laki-laki tidak menikah SMA 2 58 5 5 5
13 Ra menjahit 31 laki-laki menikah tamat SD 10 63 9 9 12
Tamat
14 Sa menjahit 21 laki-laki tidak menikah SMA 5 72 7 15 14
15 Su menjahit 37 perempuan menikah tamat SD 3 54 13 12 11
100 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


Tamat
16 MH menjahit 23 laki-laki tidak menikah SMA 3 66 9 18 19
17 Roh menjahit 28 laki-laki menikah tamat SD 15 57 7 15 9
18 Yu Finishing 18 laki-laki tidak menikah tamat SD 2 69 7 5 7
19 S Finishing 18 perempuan tidak menikah Tamat SMP 1 53 9 17 21
Tamat
20 De menjahit 21 laki-laki tidak menikah SMA 2 75 9 10 8
21 M.As menjahit 29 laki-laki menikah tamat SD 5 60 8 19 7
Tamat
22 HRD Finishing 32 laki-laki menikah SMA 7 57 9 11 16
23 Sae menjahit 18 laki-laki tidak menikah tamat SD 1 73 7 15 20
Tamat
24 Rad menjahit 24 laki-laki tidak menikah SMA 3 63 8 17 14
25 San menjahit 23 laki-laki tidak menikah tamat SD 1 57 6 5 7
26 Rn menjahit 21 perempuan menikah tamat SD 1 63 9 11 14
27 Mi menjahit 22 perempuan tidak menikah Tamat SMP 2 54 7 12 15
28 Sln menjahit 27 laki-laki menikah Tamat SMP 4 63 6 13 11
Tamat
29 Suh menjahit 19 laki-laki tidak menikah SMA 3 69 8 5 5
Tamat
30 Suk menjahit 20 laki-laki tidak menikah SMA 2 63 5 12 17
31 T lain-lain 28 perempuan menikah tamat SD 14 63 0 5 5
32 Sa Finishing 30 laki-laki menikah tamat SD 1 60 3 6 5
33 Rop menjahit 33 laki-laki menikah tamat SD 2 51 1 8 5
34 Ros lain-lain 35 perempuan menikah Tamat SMP 9 63 0 12 17
Tamat
35 Ri Persiapan 19 laki-laki tidak menikah SMA 15 53 2 7 8

101 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


36 D Finishing 43 perempuan menikah tamat SD 2 60 2 5 5
37 A menjahit 40 laki-laki menikah tamat SD 10 62 4 29 24
38 Wa menjahit 25 laki-laki tidak menikah Tamat SMP 4 53 2 5 5
39 S menjahit 28 laki-laki menikah Tamat SMP 4 73 1 8 9
40 M menjahit 24 laki-laki menikah Tamat SMP 12 54 4 5 5
41 R menjahit 30 laki-laki menikah Tamat SMP 15 71 4 6 6
42 R menjahit 32 laki-laki menikah tamat SD 16 60 5 20 10
43 Ru menjahit 40 laki-laki menikah tamat SD 3 70 1 5 5
44 I Finishing 50 laki-laki menikah Tamat SMP 10 70 3 5 5
45 Sg menjahit 31 laki-laki menikah tamat SD 2 70 1 5 5
46 R menjahit 30 laki-laki menikah Tamat SMP 16 60 4 17 21
Tamat
47 Ag lain-lain 20 laki-laki tidak menikah SMA 1 63 0 5 5
Tamat
48 Ro lain-lain 37 laki-laki menikah SMA 5 70 2 7 5
Tamat
49 AA Persiapan 19 perempuan tidak menikah SMA 1 67 3 5 6
tidak
50 An Persiapan 43 perempuan menikah sekolah 3 53 2 8 6
51 Ku Persiapan 40 laki-laki menikah tamat SD 10 66 0 5 5
52 Ab menjahit 41 laki-laki tidak menikah Tamat SMP 1 57 2 5 5
53 U Finishing 41 laki-laki menikah tamat SD 18 60 1 6 6
54 Mu menjahit 33 perempuan menikah tamat SD 6 63 0 5 5
55 T menjahit 30 laki-laki menikah tamat SD 20 63 4 9 9
56 Zu menjahit 41 perempuan menikah tamat SD 5 48 2 8 7
57 S menjahit 50 perempuan menikah tamat SD 20 62 3 5 5

102 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


Tamat
58 Su menjahit 40 laki-laki menikah SMA 1 60 0 5 5
59 Km Finishing 25 laki-laki menikah Tamat SMP 3 56 1 5 5
Tamat
60 Al menjahit 35 laki-laki menikah SMA 4 69 3 5 6
tidak
61 M Finishing 42 perempuan menikah sekolah 5 63 1 5 5
62 Ip Finishing 23 laki-laki tidak menikah tamat SD 5 63 0 5 5
duda/ janda/
63 S Finishing 50 perempuan cerai tamat SD 2 50 0 5 11
64 Ks Persiapan 50 perempuan menikah tamat SD 4 60 1 5 5
Tamat
65 A Finishing 23 laki-laki tidak menikah SMA 3 69 1 5 5
66 Rum Finishing 50 perempuan menikah tamat SD 3 49 0 5 5
Tamat
67 Kar lain-lain 40 perempuan menikah SMA 10 63 0 7 5
Tamat
68 Ka menjahit 30 perempuan menikah SMA 5 48 3 5 6
Tamat
69 Adm Persiapan 40 laki-laki menikah SMA 20 60 1 6 5
Tamat
70 S menjahit 25 laki-laki tidak menikah SMA 10 63 3 5 5
71 RD Persiapan 20 laki-laki tidak menikah Tamat SMP 2 60 2 5 5
72 As Finishing 35 perempuan menikah Tamat SMP 3 54 2 7 7
73 Hr menjahit 42 perempuan menikah tamat SD 2 56 0 5 5

103 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


Lampiran 1. Jadwal Penelitian

TAHUN (2016)
No KEGIATAN III IV V VI VII VIII IX X XI XII
34 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan konsep
2 Penyusunan proposal
Konsultasi dengan
3
pembimbing
4 Presentasi proposal
5 Revisi Proposal
Penyerahan revisi proposal leba
6
pada Komite Etik Penelitian ran
Menunggu persetujuan
7
Komite Etik
Pengumpulan data dan
8
verifikasi
9 Pengolahan data
10 Penyusunan laporan
11 Presentasi hasil penelitian

104 Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


105
Lampiran 2 Materi Penjelasan Penelitian

MATERI PENJELASAN

DEPRESI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

(Studi pada Pekerja Industri Tas di Desa Kadu Genep Kecamatan Petir
Serang)

Assalammu ‘alaikum wr. Wb.


Pada kesempatan yang sangat berharga ini, saya dr. Parmitasari, dari Fakutlas
Kedokteran Kerja Universitas Indonesia memohon bantuan dan kerjasama Bapak
dan Ibu pengrajin tas di Desa Kadu Genep ini untuk turut serta dalam penelitian
yang akan saya lakukan.
Tujuan dilakukan penelitian dan pemeriksaan kesehatan ini adalah untuk
mengetahui hubungan depresi dengan kegiatan lembur yang Bapak dan Ibu
lakukan, serta kemungkinan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian
depresi tersebut. Hasil penelitian ini ke depannya diharapkan dapat berperan dalam
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pekerja secara luas, terutama pekerja
yang melakukan sistem kerja lembur.
Apabila Bapak dan Ibu setuju, maka akan diberikan formulir yang berisikan
beberapa pertanyaan yang harus diisi sesuai keadaan sebenarnya, karena disini
tidak ada nilai salah atau benar. Adapun pertanyaan yang akan diajukan di
antaranya mengenai:
 Data diri Bapak/ Ibu, seperti: nama, usia, tingkat pendidikan, dan status
perkawinan.
 Data mengenai pola kerja, seperti, masa kerja serta jumlah jam kerja
per minggu.
 Riwayat kesehatan, seperti: riwayat penyakit dan riwayat pengobatan
 Pertanyaan terkait stress yang dihadapi dan depresi.
Jawaban serta identitas diri Bapak dan Ibu akan dijamin kerahasiaanya serta tidak
akan mempengaruhi penilaian kerja Bapak/ Ibu di perusahaan. Sedangkan untuk

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


106
kehilangan waku kerja yang Bapak/ Ibu alami, kami akan memberikan kompensasi.
Selama mengisi formulir, Bapak Ibu akan dipandu oleh peneliti, dan apabila
dirasakan kurang jelas boleh langsung mengajukan pertanyaan.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi upaya peningkatan
kesehatan dan keselamatan pekerja di Indonesia, terutama para pekerja di industri
kerajinan tas di Desa Kadu Genep.
Atas perhatian dan kerjasama yang Bapak dan Ibu berikan, saya ucapkan terima
kasih. Semoga penelitian ini dapat membawa manfaat bagi kita semua.
Wassalammu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh

dr.Parmitasari

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


107
Lampiran 3. Informed Consent

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM


PENELITIAN

Pengaruh Kerja Lembur dan Faktor Lain terhadap Kejadian Depresi


Pada Pekerja Industri Kecil di Pedesaan
(Studi pada Pekerja Industri Tas di Desa Kadu Genep Kecamatan Petir
Serang)

Setelah mendengar penjelasan mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian serta
langkah-langkah pemeriksaan yang akan dilakukan selama penelitian
berlangsung, maka yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Usia :

Menyatakan SETUJU / TIDAK SETUJU mengikuti penelitian ini, dengan catatan


bahwa keterangan atau informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan
diperlakukan sebagai rahasia dan tidak akan mempengaruhi catatan performa
kerja saya, dan saya akan dibebaskan dari biaya apa pun untuk keperluan
penelitian ini. Bila suatu saat saya merasa dirugikan, maka saya berhak untuk
membatalkan keikutsertaan saya dalam penelitian ini.

Serang, 2016

Yang membuat pernyataan,

(……………………………)

Nama jelas

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


108
Lampiran 4. Kuesioner Penyaring

KUESIONER PENYARING

Pengaruh Kerja Lembur dan Faktor Lain terhadap Kejadian Depresi


Pada Pekerja Industri Kecil di Pedesaan
(Studi pada Pekerja Industri Tas di Desa Kadu Genep Kecamatan Petir
Serang)

Inisial nama :…………………………………………………………….

Umur :……………………tahun

Masa kerja dengan lembur :……………………tahun

1. Apakah Bapak / Ibu mengkonsumsi obat secara rutin saat ini untuk :
 Penyakit tekanan darah tinggi/ sakit jantung : Ya / Tidak
Sebutkan nama obat tersebut: ………………………………………………….
 Penyakit kejang/ epilepsi : Ya / Tidak
 Kontrasepsi oral : Ya/ Tidak
 Alergi dan peradangan (kortikosteroid) : Ya/ Tidak
Sebutkan nama obat tersebut: ………………………………………………….
 Penyakit Parkinson : Ya/ Tidak
 Alkohol : Ya/ Tidak
2. Apakah Bapak / Ibu mengalami kehilangan kerabat dekat/ pasangan atau
tertimpa bencana selama 1 bulan terakhir? Ya/ Tidak
3. Apakah Bapak/ Ibu mengalami:
a. keluhan sesak nafas berulang dalam 6 bulan terakhir? Ya/ Tidak
b. Didiagnosis asma oleh dokter dalam 6 bulan terakhir? Ya/ Tidak
4. Apakah Bapak/ Ibu mengalami:
a. keluhan nyeri sendi berulang dengan keterbatasan dalam aktivitas dalam
6 bulan terakhir.? Ya/ Tidak
b. Diagnosis radang sendi oleh dokter dalam 6 bulan terakhir? Ya/ Tidak

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


109
5. Apakah Bapak/ Ibu pernah mengalami nyeri dada kiri dan didiagnosis serangan
jantung oleh dokter dalam 6 bulan terakhir? Ya/ Tidak
6. Apakah Bapak/ Ibu mengalami :
a. Kelemahan anggota gerak satu sisi, kesulitan berbicara dalam 6 bulan
terakhir? Ya/ Tidak
b. Didiagnosis stroke oleh dokter dalam 6 bulan terakhir? Ya/ Tidak
7. Apakah Bapak/ Ibu pernah didiagnosis kanker di bagian tubuh mana pun oleh
dokter dalam 6 bulan terakhir? Ya/ Tidak
8. Apakah Bapak/ Ibu pernah didiagnosis diabetes oleh dokter dan mengalami
beberapa komplikasi terkait diabetesnya, dalam 6 bulan terakhir?
Ya/ Tidak

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


110
Lampiran 5. Kuesioner Data Umum

LEMBAR KUESIONER PENELITIAN

Pengaruh Kerja Lembur dan Faktor Lain terhadap Kejadian Depresi

Pada Pekerja Industri Kecil di Pedesaan

(Studi pada Pekerja Industri Tas di Desa Kadu Genep Kecamatan Petir
Serang)

Tanggal: Kode:

Inisial: Usia:

A. Petunjuk Pengisian:
1. Untuk data umum, isilah sesuai dengan kondisi anda.
2. Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai menurut kondisi anda
sengan memberi tanda centang (√).
B. Identitas Responden:
1. Jenis tugas : 󠆒 persiapan (membuat pola dan memotong bahan)
󠆒menjahit 󠆒 finishing󠆒 (termasuk quality control dan
pengemasan) 󠆒 lain-lain (sebutkan)
2. Jenis Kelamin : 󠆒 Laki-laki 󠆒 Perempuan
3. Status perkawinan : 󠆒Tidak kawin 󠆒 Kawin 󠆒Janda / Duda
4. Pendidikan terakhir:󠆒Tamat SD 󠆒Tamat SMP 󠆒Tamat SMA
󠆒 Tamat D3/ S1
C. Data Pekerjaan dan Lembur
Isilah titik-titik atau berilah tanda (√) pada kotak yang tersedia dari pertanyaan
berikut sesuai dengan kondisi Anda.
1. Berapa lama anda bekerja sebagai pengrajin
tas?....................................tahun

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


111
2. Pukul berapa Anda bekerja normal?
Dari pukul…………….s/d ………………….
3. Dalam 3 bulan terakhir, apakah Anda bekerja lembur?
󠆒 Ya 󠆒Tidak
Jika Ya, berapa rata jumlah jam lembur (di luar jam kerja normal) yang Anda jalani
setiap minggu?....................................jam/minggu
4. Jika Anda bekerja lembur, jam berapa biasanya lembur
dilaksanakan?
Dari pukul……………………s/d …………………….

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


112
Lampiran 6. Kuesioner Depresi

KUESIONER DEPRESI

Tanggal: Kode:

Inisial: Usia:

Petunjuk pengisian: Lingkarilah jawaban yang paling sesuai dengan yang Anda
rasakan selama 2 minggu terakhir.

KUESIONER KESEHATAN PASIEN-9

(PHQ-9)

Lebih dari
Selama 2 minggu terakhir, seberapa sering separuh
Beberapa
Anda terganggu oleh masalah-masalah Hari waktu yang
berikut? dimaksud
Tidak Hampir
pernah setiap hari

1. Kurang tertarik atau bergairah dalam melakukan apapun 0 1 2 3

2. Merasa murung, muram, atau putus asa 0 1 2 3

3. Sulit tidur atau mudah terbangun, atau terlalu banyak


0 1 2 3
tidur

4. Merasa lelah atau kurang bertenaga 0 1 2 3

5. Kurang nafsu makan atau terlalu banyak makan 0 1 2 3

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


113
6. Kurang percaya diri — atau merasa bahwa Anda
adalah orang yang gagal atau telah mengecewakan diri 0 1 2 3
sendiri atau keluarga

7. Sulit berkonsentrasi pada sesuatu, misalnya membaca


0 1 2 3
koran atau menonton televisi

8. Bergerak atau berbicara sangat lambat sehingga orang


lain memperhatikannya. Atau sebaliknya — merasa resah
0 1 2 3
atau gelisah sehingga Anda lebih sering bergerak dari
biasanya.

9. Merasa lebih baik mati atau ingin melukai diri sendiri


0 1 2 3
dengan cara apapun.

FOR OFFICE CODING 0+ ______ + ______ + ______

=Total Score: ______

Jika Anda mencentang salah satu masalah, seberapa besar kesulitan yang ditimbulkan
karenanya dalam melakukan pekerjaan, mengurus pekerjaan rumah tangga, atau
bergaul dengan orang lain?

Sangat tidak sulit Sedikit Sulit Sangat Sulit Luar biasa Sulit

󠆒 󠆒

Dikembangkan oleh Dr. Robert L. Spitzer, Janet B.W. Williams, Kurt Kroenke, dan rekan, dengan
penghargaan di bidang pendidikan dari Pfizer Inc. 31,32,36

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


114
Lampiran 7. Kuesioner Survei Diagnostik Stres

SURVEI DIAGNOSTIK STRES


Tanggal: Kode:

Inisial: Usia:

Kuesioner berikut ini dirancang untuk mengetahui sejauh mana berbagai kondisi
hidup yang sifatnya sangat pribadi menjadi sumber stres bagi anda. Untuk setiap
pertanyaan anda harus menyebutkan seringnya (frekuensi) kondisi yang dimkasud
itu menjadi sumber stres. Di sebelah kanan dari setiap pernyataan terdapat angka
0 – 7 sebagai jawaban anda (0,1,2,3,4,5,6,7).
Lingkarilah nomor/angka yang anda pilih,bila anda ingin mengubah jawaban
hapus/coret jawaban sebelumnya
Tulis angka :1. Bila kondisi yang diuraikan tidak pernah menimbulkan stres
2. Bila kondisi itu jarang sekali menimbulkan stres
3. Bila kondisi itu jarang menimbulkan stres
4. Bila kondisi itu kadang kadang menimbulkan stres
5. Bila kondisi itu sering menimbulkan stres
6. Bila kondisi itu sering sekali menimbulkan stres
7. Bila kondisi itu selalu menimbulkan stres

1 Tujuan tugas tugas dan pekerjaan saya tidak jelas 1 2 3 4 5 6 7


2 Saya mengerjakan tugas tugas atau proyek yang 1 2 3 4 5 6 7
tidak perlu
3 Saya harus membawa pulang pekerjaan ke rumah 1 2 3 4 5 6 7
setiap sore hari atau akhir pekan agar dapat mengejar waktu
4 Tuntutan tuntutan mengenai mutu pekerjaan terhadap saya 1 2 3 4 5 6 7

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


115
Keterlaluan
5 Saya tidak mempunyai kesempatan yang memadai untuk maju 1 2 3 4 5 6 7
dalam organiasasi ini
6 Saya bertanggung jawab untuk perkembangan karyawan lain 1 2 3 4 5 6 7
7 Saya tidak jelas kepada siapa harus melapor dan atau siapa yang 1 2 3 4 5 6 7
melapor kepada saya
8 Saya terjepit di tengah tengah antara atasan dan bawahan saya 1 2 3 4 5 6 7
9 Saya menghabiskan waktu terlalu banyak untuk pertemuan 1 2 3 4 5 6 7
pertemuan yang tidak penting yang menyita waktu kerja saya
10 Tugas tugas yang diberikan kepada saya kadang kadang terlalu 1 2 3 4 5 6 7
sulit dan atau terlalu kompleks
11 Kalau saya ingin naik pangkat, saya harus mencari pekerjaan di 1 2 3 4 5 6 7
tempat lain
12 Saya bertanggung jawab untuk membimbing dan/atau membantu 1 2 3 4 5 6 7
bawahan saya menyelesaikan problem problemnya
13 Saya tidak mempunyai wewenang untuk melaksanakan tanggung 1 2 3 4 5 6 7
jawab pekerjaan saya
14 Jalur perintah yang formal tidak dipatuhi 1 2 3 4 5 6 7
15 Saya bertanggung jawab atas semua proyek pekerjaan dalam waktu 1 2 3 4 5 6 7
bersamaan yang hampir tidak dapat dikendalikan
16 Tugas tugas tampaknya makin hari menjadi makin kompleks 1 2 3 4 5 6 7
17 Saya merugikan kemajuan karir saya dengan menetap pada 1 2 3 4 5 6 7
organisasi ini
18 Saya bertindak atau membuat keputusan keputusan yang 1 2 3 4 5 6 7
mempengaruhi keselamatan dan kesejahteraan orang lain
19 Saya tidak mengerti sepenuhnya apa yang diharapkan dari saya 1 2 3 4 5 6 7
20 Saya melakukan pekerjaan yang diterima oleh satu orang tetapi 1 2 3 4 5 6 7
tidak diterima oleh yang lain
21 Saya benar benar mempunyai pekerjaaan yang lebih banyak dari 1 2 3 4 5 6 7
pada yang biasanya dapat dikerjakan dalam sehari.
22 Organisasi mengharapkan saya melebihi keterampilan dan/atau 1 2 3 4 5 6 7
Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


116
kemampuan yang saya miliki
23 Saya hanya mempunyai sedikit kesempatan untuk berkembang 1 2 3 4 5 6 7
dan belajar pengehtahuan dan keterampilan baru dalam pekerjaan saya
24 Tanggung jawab saya dalam organisasi ini lebih mengenal orang 1 2 3 4 5 6 7
daripada barang
25 Saya tidak mengerti bagian yang diperankan pekerjaan saya dalam 1 2 3 4 5 6 7
memenuhi tujuan organisasi keseluruhan
26 Saya menerima permintaan permintaan yang saling bertentangan dari 1 2 3 4 5 6 7
satu orang atau lebih
27 Saya merasa bahwa saya betul betul tidak punya waktu untuk istirahat 1 2 3 4 5 6 7
Berkala
28 Saya kurang terlatih dan/atau kurang pengalaman untuk melaksanakan 1 2 3 4 5 6 7
tugas tugas saya secara memadai
29 Saya merasa mandeg dalam karir saya 1 2 3 4 5 6 7
30 Saya bertanggung jawab atas hari depan (karir) orang lain 1 2 3 4 5 6 7
Total Score :
Score Am : 1 + 7 + 13 + 19 + 25
Score Co : 2 + 8 + 14 + 20 + 26
Score OQN : 3 + 9 + 15 + 21 + 27
Score OQL : 4 + 10 + 16 + 22 + 28
Score CD : 5 + 11 + 17 +23 + 29
Score Re : 6 + 12 + 18 +24 + 30
Lembar Jawaban Survai Diagnostik Stres
AM CO OQN OQL CD RE

1 = 2 = 3 = 4 = 5 = 6 =

7 = 8 = 9 = 10 = 11 = 12 =

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


117
13 = 14 = 15 = 16 = 17 = 18 =

19 = 20 = 21 = 22 = 23 = 24 =

25 = 26 = 27 = 28 = 29 = 30 =

Keterangan :
AM = Role Ambiguity / Ketaksaan Peran
CO = Role Conflict / Konflik Peran
OQN = Role Overload Quantitative / Beban kerja kuantitatif
OQL = Role Overload Qualitative / Beban Kerja Kualitatif
CD = Career Development / Pengembangan Karir
RE = Responsibility for People / Tanggung jawab terhadap orang lain.

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


118

Lampiran 8. Rancangan Biaya Penelitian

GAJI DAN UPAH


No Pelaksana Jumlah Honor
1 Peneliti utama 1 orang -
3 Pembantu peneliti 2 orang ,@ 700.000 1.400.000
Total 1.400.000

BAHAN
No Alat Jumlah Harga Total
satuan
1 Pelatihan penggunaan 1 @500.000 500.000
kuesioner PHQ-9
2 Lembar informed consent 150 @100 15.000
3 Lembar Kuesioner PHQ 150 @10000 1.500.000
4 Lembar kuesioner lainnya 1400 @100 140.000
Total 2.155.000

LAIN-LAIN PENGELUARAN
No Bahan Jumlah Biaya Total
1 Tinta Printer 4 unit @190.000 760.000
2 Biaya Ethical @ 150.000 150.000
Clearance
3 Transportasi 2 400.000 800.000
4 Kenang-kenangan 200 25.000 5.000.000
untuk responden
5 Akomodasi 4 300.000 1.200.000
TOTAL 7.510.000

Perkiraan total biaya yang diperlukan padan penelitian ini adalah sebesar
11.465.000 (Sebelas juta empat ratus enam puluh lima ribu rupiah)

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.


100

Universitas Indonesia

Hubungan faktor..., Parmitasari, FK UI, 2017.

Anda mungkin juga menyukai