TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kedokteran Kerja
PARMITASARI
1406504970
Parmitasari
iv Universitas Indonesia
Nama : Parmitasari
Program Studi : Magister Kedokteran Kerja
Judul : Hubungan Faktor Okupasi dan Faktor Lain terhadap Kejadian
Depresi pada Pekerja Lembur di Industri Kecil Sektor Informal di
Pedesaan.
Latar Belakang
Gangguan depresi sering kali muncul di usia muda, menurunkan fungsi, berulang,
dan menurunkan produktivitas. Faktor risiko terjadinya depresi telah teridentifikasi
pada pekerja industri formal. Pekerja di industri kerajinan tas Desa Kadu Genep
selalu melakukan lembur sejak awal bekerja. Penelitian ini bertujuan mengetahui
hubungan faktor okupasi dan faktor lainnya terhadap kejadian depresi pada pekerja
lembur di industri kecil sektor informal ini.
Metode
Desain penelitian adalah Cross Sectional komparatif. Faktor okupasi yang diteliti
adalah jumlah jam kerja, masa kerja dan jenis tugas. Analisis komparatif dilakukan
terhadap 42 responden tidak depresi dan 31 responden depresi. Penelitian dilakukan
pada bulan Agustus- September 2016 di Desa Kadu Genep, Kabupaten Serang,
Banten. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur menggunakan
kuesioner, wawancara dengan pemilik usaha, dan pengamatan proses kerja.
Hasil
Hasil uji multivariat didapatkan bahwa Jenis Tugas (OR adjusted = 6,975; CI
=1,170 - 41,577), Status Pernikahan (OR adjusted = 15,465; CI=2,085 - 114,706),
Usia (OR adjusted = 0,076;CI =0,005 - 1,273 ), dan Stres Kerja (OR adjusted =
62,453; CI = 8,826 - 441,906) memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada
pekerja lembur di industri ini,. Prevalensi depresi pada pekerja lembur di Desa
Kadu Genep adalah 29,8%.
Kesimpulan dan Saran
Faktor yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada pekerja lembur di
industri kecil sektor informal di pedesaan adalah jenis tugas, stres kerja, usia dan
status pernikahan. Prevalensi depresi pada pekerja lembur di Desa Kadu Genep 6
kali lebih tinggi dibandingkan prevalensi gangguan mental emosional Provinsi
Banten. Instansi pemerintah terkait perlu mengembangkan program kesehatan kerja
bagi pekerja industri informal.
Kata kunci : Depresi, pekerja lembur, faktor okupasi, industri informal pedesaan.
vi Universitas Indonesia
Name : Parmitasari
Program : Master of Occupational Medicine
Title : Association of Occupational and Other Factors with Depression
among Overtime Workers in Rural Industries Informal Sector.
Background
Depression disorder often appear in young age, deteriorate function, recurrent,
and decrease productivity. Several risk factors of depression have been identified
among workers in the formal sector. Workers in Kadu Genep Village Bag Craft
Center have undergone overtime since they start working. This study aim to know
the association of occupational and other factors with depression among overtime
workers in this rural industries informal sector.
Method
The study design is comparative cross sectional. Occupational factors studied are
working hours, years of services, and types of duty. Comparative analysis is done
to 42 respondents without depression, and 31 respondents with depression. The
study conducted in August - September 2016 at Desa Kadu Genep, Kabupaten
Serang, Banten. Data were obtained by structured interview with questionnaire,
interview with the employers, and observation.
Results
Multivariate analysis found that types of duty (OR adjusted = 6,975; CI =1,170 -
41,577), marital status (OR adjusted = 15,465; CI=2,085 - 114,706), age (OR
adjusted = 0,076;CI =0,005 - 1,273 ), and work stress (OR adjusted = 62,453; CI
= 8,826 - 441,906) show associatiob with depression among overtime workers in
this industry. Depression prevalence among overtime workers in Desa Kadu Genep
is 29.8%.
Conclusion
Factors which have association with depression among overtime workers in rural
industries informal sector are types of duty, work stress, age, and marital status.
Depression prevalence among overtime workers in Kadu Genep village is 6 times
higher than the prevalence of mental emotional disorder in Banten Province.
Relevant government agencies need to develop suitable occupational health
programs for informal workers.
Key words: depression, overtime workers, occupational factors, rural industries
informal sector.
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
Ach : Acetilcholine
BDI : Beck Depression Inventory
ADHD : Attention-deficit/hyperactivity disorder
CDC : Central for Disease Control
CESD : Center for Epidemiologic Studies Depression Scale
CREB : cAMP Response Element-Binding
CRF : Corticotropin-releasing factor
CRH : Corticotropin releasing hormone
CSF : Cerebrospinal Fluid
D3 : Diploma 3
DA : Dopamin
DNA : Deoxiribose Nucleic Acid
DSM -5 :Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders -5
ECA : Epidemiological Catchment Area
GABA : γ-Aminobutyric Acid
GDS : Geriatric Depression Scale
HADS-A : Hospital Anxiety Depression Scale- Anxiety
HADS-D : Hospital Anxiety Depression Scale – Depression
HDRS : Hamilton Depression Rating Scale
HPA : hypothalamic-pituitary- adrenal
HPT : hypothalamic-pituitary-thyroid
ILO : International Labor Organization
MDI : Major Depression Inventory
NE : Norepinefrin
NIOSH : The National Institute for Occupational Safety and Health
NMDA : N-methyl-D-aspartate
NREM : Non Rapid Eye Movement
OCD : Obsessive Compulsive Disorder
PHQ-2 : Patient Health Questionaire -2
PHQ-9 : Patient Health Questionaire -9
PPDGJ-III : Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa edisi ke III
PSS : Percieved Stres Scale
RCT : randomized control trial
REM : Rapid Eye Movement
RR : Risiko relatif
S1 : Strata 1
SDS : Survei Diagnostik Stres
SMA : Sekolah Menengah Atas
SSRI : Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor
T3 : Triiodothyronine
T4 : Thyroxine
TRH : thyroid-releasing hormone
TSH : thyroid-stimulating hormone
xi Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Hubungan kasus anxietas pada HADS-A dengan jam kerja pada
Hordaland Health Study…………………………………………………...33
Gambar 2.2 Hubungan kasus anxietas pada HADS-D dengan jam kerja pada
Hordaland Health Study………………………………………………......34
Gambar 2.3 Seorang pekerja sedang memotong bahan berdasarkan pola………...42
Gambar 2.4 Seorang pekerja sedang mempersiapkan pola yang baru dibuat……..42
Gambar 2.5 Para pekerja yang sedang menjahit bahan menjadi tas di sebuah tempat
usaha………………………………………………………………….43
Gambar 2.6 Suasana kerja fase menjahit di sebuah tempat usaha………………...43
Gambar 2.7 Seorang pekerja sedang memasang asesoris sebuah tas yang sudah
selesai dijahit…………………………………………………………44
Gambar 2.8 Seorang pekerja sedang merapikan sisa benang pada tas yang sudah
selesai dijahit…………………………………………………………44
Gambar 2.9 Alur Proses Produksi…………………………………………………54
Gambar 2.10 Kerangka Teori Etiologi Depresi…………………………………….55
Gambar 2.11 Kerangka Konsep…………………………………………………….56
Gambar 3.1 Denah Lokasi Kampung-kampung di Desa Kadu Genep……………65
Gambar 4.1 Tahapan Pengambilan Data…………………………………………..76
1 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dibutuhkan kajian yang mendalam pada kelompok pekerja lembur ini mengenai
bagaimana hubungan berbagai faktor okupasi dengan risiko terjadinya depresi dan
gangguan kesehatan lainnya.
1.2 Permasalahan
Sentra Industri tas di Kadu Genep merupakan yang terbesar di Banten. Sebagian
besar pesanan dalam jumlah besar harus diselesaikan dalam waktu singkat. Untuk
memenuhi target pesanan tersebut, pilihan yang sering diambil oleh pengusaha
adalah dengan menerapkan lembur pada pekerjanya. Lembur biasanya dilakukan
pada malam hari setelah siang harinya bekerja dengan jam kerja normal.
Prevalensi depresi pada berbagai kalangan pekerja ternyata cukup tinggi.
Penelitian yang mencari prevalensi depresi pada guru honorer di beberapa
kecamatan di Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara, mendapatkan angka kejadian
depresi pada guru honorer yaitu sekitar 80 % 8. Pada penelitian lain terhadap
karyawan redaksi sebuah surat kabar di Jakarta, mendapatkan karyawan dengan
kecenderungan gangguan mental emosional dengan gejala depresi sebanyak
31,03%.9
Gangguan depresi dapat menyebabkan gangguan fungsi, termasuk dalam
pekerjaan.2 Hal ini tentunya dapat menurunkan produktivitas pekerja dan
produktivitas perusahaan. Selain itu, beban kesehatan masyarakat dan juga tentunya
beban bagi pengusaha akan semakin berat.
Dari hasil penelitian sebelumnya terhadap pekerja lembur di industri kecil
kerajinan tas di Kadu Genep, ditemukan hasil ikutan prevalensi depresi pada
10
pekerja lembur di industri kecil pengrajin tas sebesar 60% . Dari data tersebut,
timbul beberapa pertanyaan yang patut untuk diteliti lebih lanjut, seperti: 1)
bagaimana hubungan faktor okupasi dengan kejadian depresi pada pekerja lembur
di industri tersebut, serta 2) faktor lain apa saja yang ikut mempengaruhi kejadian
depresi pada pekerja lembur di industri tersebut.
Universitas Indonesia
1.3 Hipotesis
Jumlah jam kerja memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada pekerja lembur
di industri kecil sektor informal di pedesaan.
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mempelajari hubungan faktor okupasi (jumlah jam kerja, masa kerja, dan
jenis tugas, stres kerja) terhadap risiko kejadian depresi pada pekerja lembur
di industri kecil sektor informal di pedesaan.
1.4.2 Tujuan Khusus
Mengetahui hubungan faktor demografi, yaitu jenis kelamin, usia, status
pernikahan, dan tingkat pendidikan dengan risiko kejadian depresi pada
pekerja lembur di industri kecil sektor informal di pedesaan.
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Depresi
2.1.1 Definisi Depresi
Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan kesedihan, kehilangan
minat atau kesenangan, perasaaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur atau
nafsu makan, kelelahan, dan konsentrasi yang buruk. 11 Untuk di diagnosis sebagai
depresi, gejala-gejala tersebut harus timbul paling tidak selama 2 minggu. 12
Depresi dibedakan dari fluktuasi afek dan respon emosional singkat
terhadap tantangan kehidupan sehari-hari. Terutama saat gejala bertahan dalam
jangka waktu yang lama serta dalam intensitas sedang hingga berat, depresi dapat
menjadi suatu gangguan kesehatan yang serius. Kondisi ini dapat menyebabkan
penderitaan dan gangguan fungsi yang cukup berat di tempat kerja, sekolah, serta
dalam keluarga. Yang paling berat, depresi dapat menyebabkan kecenderungan
bunuh diri. Lebih dari 800.000 orang meninggal setiap tahunnya karena bunuh diri.
Bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua tertinggi pada usia 15- 29 tahun.13
2.1.2 Epidemiologi
Depresi merupakan salah satu kontributor penting penyakit global, yang
mempengaruhi orang-orang di semua komunitas di seluruh dunia. Saat ini,
diperkirakan depresi mempengaruhi 350 juta orang di seluruh dunia. The World
Mental Health Survey yang dilakukan di 17 negara menemukan bahwa rata-rata 1
dari 20 orang mengalami episode depresi selama 1 tahun terakhir.1
Insidensi tahunan gangguan depresi mayor adalah 1,59 % (wanita 1,89 %,
dan pria 1,1 %).14 Gangguan depresi mayor dapat terjadi dua hingga tiga kali lipat
pada wanita remaja dan dewasa dibandingkan pada pria remaja dan dewasa. Pada
anak laki – laki dan perempuan masa pre pubertas, gangguan depresi mayor sama-
sama mempengaruhi. Angka prevalensi tertinggi pada wanita dan pria adalah pada
kelompok usia 25 – 44 tahun.15
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2013, prevalensi gangguan mental
emosional pada penduduk Indonesia 6,0 persen. Provinsi dengan prevalensi
5 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Status perkawinan
Gangguan depresi mayor terjadi paling sering pada individu yang tidak
memiliki hubungan interpersonal dekat, atau pada mereka yang bercerai atau
berpisah. Hal ini hampir sama dengan gangguan bipolar 1, yaitu lebih banyak
terjadi pada mereka yang bercerai atau hidup sendiri. 14
Faktor sosioekonomi dan budaya
Tidak ditemukan hubungan antara status sosioekonomi dan gangguan
depresi mayor. Depresi lebih banyak terjadi pada area pedesaan dibandingkan
perkotaan. Prevalensi gangguan afek tidak berbeda di antara ras yang berbeda.14
Komorbiditas14
Individu dengan gangguan afek mayor memiliki risiko yang lebih tinggi
mengalami gangguan Axis I sebagai komorbiditas. Gangguan paling sering adalah
penyalahgunaan alkohol atau ketergantungan, gangguan panik, gangguan obsesif
kompulsif, dan gangguan kecemasan sosial. Sebaliknya, individu dengan
penyalahgunaan zat dan gangguan kecemasan juga memiliki peningkatan risiko
sepanjang hidup atau gangguan afek komorbid saat ini.
2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Faktor Biologi 14,18
Banyak studi yang melaporkan abnormalitas biologi pada pasien dengan gangguan
afek. Hingga kini, neurotransmiter monoamin (norepinefrin, dopamin, serotonin,
dan histamin), merupakan fokus utama teori dan penelitian terkait etiologi kelainan
ini. Saat ini, banyak penelitian mulai mempelajari sistem neurobehavioural, jalur
saraf, serta mekanisme regulasi sistem saraf yang lebih rumit. Di antara biogenik
amin, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang paling
berpengaruh dalam gangguan afek.
Norepinefrin
Hubungan yang ditujukkan oleh hasil-hasil penelitian antara penurunan
sensitivitas reseptor α-2 adrenergik dengan respon klinis antidepresan merupakan
petunjuk paling penting adanya hubungan langsung sistem noradrenergik dengan
depresi. Bukti lain menunjukkan peran reseptor α-2 pada penderita depresi, karena
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
atau lebih hal berikut: penurunan kadar inhibisi serotonin, peningkatan rangsangan
norepinefrin (NE), Ach, atau corticotropin releasing hormone, atau penurunan
umpan balik inhibisi dari hipokampus.14
Aktivitas Axis Tiroid
Sekitar 5-10 % pasien dengan depresi memiliki riwayat disfungsi tiroid,
yang direfleksikan oleh peningkatan kadar thyroid-stimulating hormone (TSH)
basal atau peningkatan respon TSH terhadap 500 mg infus neuropeptide
hipotalamik thyroid-releasing hormone (TRH). Abnormalitas semacam itu sering
dihubungkan dengan penigkatan kadar antibodi anti tiroid dan dapat mengganggu
respon pengobatan, kecuali dikoreksi dengan terapi pengganti hormon. 14
Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan di sekresikan dari pituitari anterior setelah mendapat
stimulasi dari Norepinefrin (NE) dan Dopamin (DA). Sekresi dihambat oleh
somatostatin, sebuah neuropeptide hypothalamus, dan CRH. Penurunan kadar
somatostatin dalam CSF telah dilaporkan pada pasien depresi, dan peningkatan
kadarnya diamati pada kondisi mania.14
Prolaktin14
Prolaktin dilepaskan dari pituitary oleh stimulasi serotonin dan diinhibisi
oleh Dopamin (DA). Sebagian besar studi tidak menemukan abnormalitas yang
signifikan terhadap sekresi prolaktin basal maupun sirkadian pada depresi. Namun
repson tumpul dari prolaktin terhadap berbagai agonis serotonin telah ditemukan.
Respon semacam ini jarang ditemukan pada wanita premenopausal, yang
menunjukkan bahwa estrogen memiliki efek memoderasi.
Universitas Indonesia
pertama tidur non- REM (NREM), sebuah fenomena yang dikenal sebagai
penurunan REM laten. Penurunan REM laten dan kurangnya tidur gelombang
lambat secara khas menetap setelah pemulihan dari episode depresi. Kombinasi dari
penurunan REM laten, peningkatan densitas REM, dan penurunan pemeliharaan
tidur teridentifikasi pada hampir 40% pasien depresi rawat jalan dan 80% pasien
depresi rawat inap.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sebuah meta analisis dalam laporan CDC, mengungkapkan bahwa risiko relatif
(RR) berkembangnya penyakit jantung pada individu dengan depresi atau gejala
depresi 1,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak depresi. Pasien
dengan riwayat infark miokard yang juga mengalami depresi memiliki lebih banyak
komorbiditas, komplikasi jantung, serta risiko mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan mereka yang tidak depresi. Hal ini menunjukkan pentingnya
kesehatan kejiwaan terhadap kesehatan fisik. 20
Stroke
Depresi atau gejala depresi juga merupakan faktor prediktif terjadinya
stroke. Individu dengan gejala depresi signifikan memiliki kemungkinan dua kali
lipat mengalami stroke dalam 10 tahun mendatang, dibandingkan mereka yang
memiliki sedikit gejala depresi. Selain itu, depresi dihubungkan juga dengan
peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas stroke. 20 Selain sebagai faktor
prediktif dari stroke, depresi juga sering terjadi mengikuti stroke, terutama stroke
yang mempengaruhi hemisfer kiri otak. Depresi pasca stroke telah dikaitkan dengan
gangguan terhadap respon rehabilitasi serta peningkatan mortalitas dalam dua tahun
setelah kejadian stroke.20
Kanker
Perkiraan prevalensi gangguan psikiatrik pada orang dengan kanker sangat
bervariasi, tergantung dari jenis kanker dan stadium klinisnya. Dilaporkan 21%
pasien kanker mengalami depresi. Depresi telah dihubungkan dengan keinginan
akan kematian di antara pasien kanker stadium akhir, sehingga menjadi faktor
penting dalam perawatan pasien dengan kondisi tersebut. Peningkatan gejala
depresi juga telah dilaporkan memiliki hubungan terbalik dengan angka harapan
hidup 20
Diabetes
Dalam laporan CDC, sebuah meta analisis menunjukkan bahwa prevalensi
depresi pada orang dengan diabetes dua kali lipat dibandingkan pada orang tanpa
diabetes. Seperti halnya pada populasi umum, prevalensi depresi lebih tinggi pada
wanita dengan diabetes dibandingkan pada pria, serta pada usia yang lebih muda.
Gejala depresi lebih sering timbul pada orang dengan komplikasi multiple terkait
Universitas Indonesia
diabetes, serta pada tingkat pendidikan lebih rendah dari SMA. Gejala awal depresi
berhubungan secara positif dengan kadar insulin puasa dan inaktivitas fisik. 20
Universitas Indonesia
sebagai campuran dari perasaan cinta dan benci, perasaan marah ditujukan ke dalam
diri sendiri.14
Faktor Adaptasi
Faktor adaptasi atau mekanisme coping telah diamati hubungannya dengan
afek pada berbagai permasalahan kesehatan. Berbagai studi secara konsisten
menemukan hubungan antara mekanisme coping yang cenderung menghindar atau
menyangkal dengan peningkatan kondisi afek negatif, seperti distres, gejala depresi
dan kecemasan, pada berbagai kondisi medis termasuk artritis reumatoid, diabetes
gestasional, kanker, transplantasi jantung, dan HIV-AIDS. Kondisi tersebut berlaku
sebaliknya, dimana terdapat hubungan antara mekanisme coping yang menerima
dengan penurunan status afek negatif.24,25
Universitas Indonesia
Stres Kerja
Stres kerja telah didefinisikan oleh pengertiannya oleh beberapa ahli.
Rogers, & Cobb (1974) menyatakan bahwa stres kerja adalah “a misfit between a
person’s skill and abilities, and demand of the job misfit in term of person’s needs
supplied by the job’s environment.”45 Dalam suatu kesempatan berbeda, Smith
(1981) mengemukakan bahwa stres dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu:
Pertama, stres merupakan hasil dari keadaan di tempat kerja (contoh: bising,
ventilasi udara yang kurang baik). Hal ini dapat mengurangi motivasi pekerja.
Kedua, stres merupakan hasil dari dua faktor organisasi, yaitu keterlibatan dalam
tugas, dan dukungan organisasi. Ketiga, stres terjadi karena faktor “workload”, juga
faktor kemampuan melakukan tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang
berlebihan. Kelima, faktor tanggung jawab kerja. Terakhir, tantangan yang muncul
dari tugas.45
Hielriegel & Slocum (1986) menyatakan bahwa stres kerja dapat
disebabkan oleh empat faktor utama, yaitu konflik, ketidakpastian, tekanan dari
tugas, serta hubungan dengan pihak manajemen. Sehingga, stres merupakan umpan
balik diri karyawan secara fisiologis maupun psikologis terhadap keinginan atau
permintaan organisasi. Dikatakan pula bahwa stres kerja merupakan faktor- faktor
yang dapat memberikan tekanan terhadap produktivitas dan lingkungan kerja, serta
dapat mengganggu individu tersebut. Stres kerja yang dapat meningkatkan motivasi
pekerja dianggap sebagai stres yang positif (eustres). Sebaliknya, stresor yang dapat
mengakibatkan hancurnya produktivitas kerja disebut sebagai stres negatif
(distres).45 Pada intinya, berbagai definisi stres tersebut memiliki persamaan, bahwa
stres kerja adalah perasaan tertekan dan tidak nyaman pada pekerja dalam
menghadapi pekerjaannya.
Pada sebuah penelitian lain yang dilakukan pada karyawan redaksi surat
kabar di Jakarta menunjukkan adanya hubungan bermakna antara stres kerja dengan
kecenderungan gejala mental emosional melalui stresor pengembangan karir
(p<0,001; OR 13,8; CI 3,7-51,1). Adapun kumpulan gejala dan sebarannya yang
diteliti pada studi di atas adalah: psikotisme n= 36; 62,06 %), paranoid (n=33;
56,89%), somatisasi (n=33; 56,89%), obsesif-konvulsif (n=29; 50%), anxietas
Universitas Indonesia
(n=28; 48,27%), fobia (n=26; 44,82%), hostilitas (n=23; 39,65%), gejala tambahan
(n=23; 39,65%), sensitivitas interpersonal (n=19; 32,75%), serta depresi (n=18;
31,03%). Dalam penelitian ini, gejala yang ditunjukkan pada satu orang responden
bisa lebih dari satu, sehingga jumlah keseluruhan gejala bisa lebih dari 100%. 9
Penelitian lain di Kanada, yang melibatkan populasi kerja dari usia 18-64 tahun
dengan analisis multivariat, menunjukkan stres kerja secara signifikan terkait
dengan risiko episode depresi mayor (odds ratio=2.35, 95% confidence interval
1.54–3.77).26
Beberapa gejala stres dapat dilihat dari adanya perubahan fisiologis,
psikologis, mau pun sikap. Perubahan fisiologis ditandai dengan adanya gejala-
gejala seperti merasa letih/ lelah, kehabisan tenaga, pusing, dan gangguan
pencernaan. Sedangkan perubahan psikologis ditandai dengan adanya kecemasan
yang berlarut-larut, sulit tidur, dan nafas tersengal-sengal. Perubahan sikap ditandai
dengan keras kepala, mudah marah, dan tidak puas terhadap apa yang dicapai. 45
Ivancevich dan Matteson [1980] mendeskripsikan stres di lingkungan kerja
dalam sebuah kuesioner Survai Diagnostik Stres (SDS), melalui bukunya yang
berjudul “Stres and Work”. Kuesioner ini telah dikembangkan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI dan di lakukan validasi
versi Bahasa Indonesia. Kuesioner ini berguna sebagai penapisan untuk mengetahui
apakah ada potensi stres dalam diri seseorang dan tingkatan stres yang dialami.
Hingga saat ini, kuesioner SDS masih merupakan satu-satunya alat ukur stres kerja
yang ada di Indonesia. Kuesioner Survai Diagnostik Stres (SDS) ini terdiri dari 30
pertanyaan, dalam 5 kategori atau dimensi tingkat stresor individual yang
mendeskripsikan stresor yang dialami oleh pekerja terhadap ketaksaan peran (5
pertanyaan), konflik peran (5 pertanyaan), beban kerja kualitatif berlebih (5
pertanyaan), beban kerja kuantitatif berlebih (5 pertanyaan), pengembangan karier
(5 pertanyaan), dan tanggung jawab terhadap orang (5 pertanyaan):46,47 Berikut ini
adalah penjelasan untuk masing- masing kategori:
a). Ketaksaan peran (role ambiguity)
Ketaksaan peran dirasakan jika seorang pekerja tidak memiliki informasi
yang cukup untuk melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi
Universitas Indonesia
harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. Faktor faktor yang dapat
menimbulkan ketaksaan peran menurut Everly dan Giordano:47
1. Ketidakjelasan dari sasaran saran (tujuan tujuan kerja).
2. Kesamaran tentang tanggung jawab.
3. Ketidakjelasan mengenai prosedur kerja.
4. Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain.
5. Kurang adanya umpan balik atau ketidakjelasan mengenai unjuk-kerja
pekerjaan.
Menurut Kahn dkk (1964), stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran
akhirnya mengarah ketidakpuasan pekerjaaan, kurang memiliki kepercayaan diri,
rasa diri tidak berguna, rasa harga diri yang menurun, depresi, motivasi rendah
untuk bekerja, peningkatan tekanan darah dan detak nadi, dan kecenderungan untuk
meninggalkan pekerjaan.47
b). Konflik peran.
Konflik peran timbul jika seorang pekerja mengalami adanya:
1. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dengan tanggung
jawab yang ia miliki.
2. Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurutnya bukan merupakan
bagian dari pekerjaannya.
3. Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, bawahan, rekan, atau
orang lain yang dianggap penting bagi dirinya.
4. Pertentanganan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadi pada saat
melakukan tugas pekerjaannya.47
c). Beban kerja kualitatif berlebih
Kemajemukan pekerjaan mengakibatkan adanya beban berlebihan
kualitatif. Makin tinggi kemajemukan pekerjaan, makin tinggi tingkat stres. Hal ini
dapat terjadi jika kemajemukan tersebut memerlukan kemampuan tehnikal dan
intelektual yang lebih tinggi dari yang dimiliki.
Menurut Everly & Giorandano (1980) kemajemukan pekerjaan biasanya
meningkat karena faktor- faktor berikut:47
1. Peningkatan jumlah informasi yang harus digunakan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
tambahan di luar peternakan (RR = 1.32; 95% CI: 1.08 to 1.62), stres (RR = 3.09;
95% CI: 2.55 to 3.75), dan riwayat cedera (RR = 1.41; 95% CI: 1.05 to 1.89) secara
prospektif meningkatkan risiko afek depresi.30
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
seperti sebelumnya, bahwa mereka tidak dapat berkonsentrasi, atau bahwa mereka
mudah teralihkan. Seringkali mereka kemudan meragukan kemampuan mereka
untuk membuat keputusan yang baik, serta menemukan diri mereka sendiri tidak
dapat membuat keputusan bahkan yang kecil. 15
Ide Bunuh Diri
Banyak dari individu yang depresi mengalami pemikiran berulang akan
kematian, mulai dari perasaan bahwa orang lain akan lebih baik tanpa mereka,
hingga merencanakan dan melakukan bunuh diri. Risiko bunuh diri ada sepanjang
episode depresi, namun mungkin puncaknya segera setalh inisiasi pengobatan dan
pada 6-9 bulan mengikuti pemulihan gejala.15
Universitas Indonesia
meliputi 21 pertanyaan terkait gejala emosional, perilaku, dan gejala somatik yang
membutuhkan 5-10 menit untuk menyelesaikannya. Setiap pertanyaan diberikan
skor dari 0- 3, dan mengukur afek, pesimisme, rasa kegagalan, kurangnya kepuasan,
perasaan bersalah, perasaan akan hukuman, kebencian terhadap diri sendiri,
tuduhan diri, keinginan untuk menghukum diri sendiri, mantra-mantra tangisan,
iritabilitas, penarikan diri dari kehidupan sosila, tidak dapat mengambil keputusan,
citra tubuh, hambatan bekerja, gangguan tidur, kelelahan, kehilangan nafsu makan,
penurunan berat badan, preokupasi somatik, dan kehilangan libido. Skor 10-18
mengidikasikan depresi ringan, 19-29 mengindikasikan depresi sedang, dan lebih
dari 30 mengindikasikan depresi berat. Versi lain telah dikembangkan, termasuk
Beck Depression Inventory II (BDI II), sebuah revisi BDI di tahun 1996 sebagai
respon dari DSM edisi ke empat, dan Beck Depression Inventory for Primary care
(BDIPC). BDI II diberikan skor dengan cara yang sama dengan BDI, namun dengan
sedikit perbedaan pada pembagiannya. BDIPC merupakan tes penapisan dengan 7
item untuk pasien rawat jalan di pelayanan primer. Sebuah studi menemukan bahwa
sensitivitas 97% dan spesifisitas 99% untuk mengidentifikasi depresi mayor.
Patient Health Questionnaire34,56,57
Patient Health Questionnaire merupakan alat lapor-diri untuk 2 poin (PHQ-
2) atau 9 poin (PHQ-9). Sebuah meta analisis untuk PHQ, menemukan sensitivitas
80% dan spesifisitas 92%. PHQ-2 merupakan alat penapisan untuk depresi yang
menilai frekuensi afek depresi dan anhedonia selama 2 minggu terakhir, dengan
skor 0 (“tidak sama sekali”) hingga 3 (“hampir setiap hari”). PHQ-2 dengan skor
lebih dari 3 memiliki sensitivitas 83% dan spesifisitas 92% untuk depresi mayor.
PHQ-9 dapat menentukan diagnosis klinis depresi dan dapat juga digunakan
seiring waktu untuk menelusuri derajat gejala depresi. PHQ-9 ini merupakan
instrumen lapor-diri yang ringkas dan mudah dipahami, sehingga dapat
diaplikasikan untuk responden rawat jalan dengan tingkat pendidikan yang
cenderung rendah-sedang. PHQ-9 dengan skor ≥10 memiliki sensitivitas 88% dan
spesifisitas 88% untuk depresi mayor.56 PHQ-9 dengan skor 5,10,15, dan 20
mewakili depresi ringan, sedang, sedang-berat, dan depresi berat.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
positif, dan setengah lagi merupakan kalimat negative. Alat ukur ini telah
digunakan pada penelitian klinis untuk pemantauan pengobatan atau sebagai alat
penapisan dlaam praktik umum. Zung Seflrated Depression Scale menggunakan
skor yang memiliki rentang 1-4. Skor lebih besar dari 50 mengindikasikan depresi
ringan, lebih besar dari 60 mengidikasikan depresi sedang, dan lebih besar dari 70
mengindikasikan depresi berat.
Geriatric Depression Scale34
Geriatric Depression Scale dikembangkan secara spesifik untuk populasi
geriatri, yang pada awalnya merupakan instrumen dengan 30 pertanyaan. Instrumen
ini kemudian dimodifikasi menjadi 15 pertanyaan, yang kini digunakan secara luas.
GDS kemudian dikurangi menjadi 5 pertanyaan, agar lebih mudah diterima oleh
pasien lansia. Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya membutuhkan jawaban “ya”
atau “tidak”, memungkinkannya lebih mudah dipahai dibandingkan jawaban
dengan pilihan berganda. Instrumen dengan 5 pertanyaan ini memiliki sensitivitas
94%, spesifisitas 81%, dan sejalan dengan diagnosis klinis depresi menggunakan
instrumen dengan 15 pertanyaan.
Universitas Indonesia
gangguan afek adalah suatu penyakit kronis, dan Dokter harus mengedukasi pasien
dan keluarganya terkat strategi pengobatan di kemudian hari.
Rawat Inap
Keputusan pertama dan penting yang harus diambil oleh dokter yang
merawat adalah apakah pasien tersebut harus dirawat inap atau dapat dilakukan
pengobatan rawat jalan. Indikasi pasti untuk rawat inap adalah adanya risiko bunuh
diri atau pembunuhan, kemampuan pasien yang sangat menurun dalam
mendapatkan makanan dan tempat berteduh, serta kebutuhan untuk prosedur
diagnostik. Riwayat gejala yang memburuk dengan cepat dan retaknya sistem
pendukung pasien yang sebelumnya ada juga merupakan indikasi untuk rawat
inap.14
Terapi Psikososial
Terdapat tiga bentuk dari psikoterapi jangka pendek, yang telah diteliti
efikasinya dalam pengobatan gangguan depresi, yaitu: terapi kognitif, terapi
interpersonal, dan terapi perilaku. Psikoterapi berorientasi psikoanalitikan juga
telah digunakan untuk gangguan depresi, meskipun penelitian terkait jenis terapi
ini belum sebanyak tiga terapi sebelumnya. Hal yang membedakan metode tiga
terapi sebelumnya dengan pendekatan berorientasi psikoanalitik adalah peran
terapis yang aktif dan mengarahkan, tujuan yang langsung dapat dikenali, serta
tujuan akhir dari terapi jangka pendek. Semakin banyak bukti yang mendukung
efikasi dari terapi dinamis. Pada sebuah randomized control trial (RCT) yang
membandingkan antara terapi psikodinamis dengan terapi kognitif perilaku,
mendapatkan bahwa hasil keluaran pasien depresi dengan kedua jenis pengobatan
ini adalah sama.14
Terapi Kognitif
Terapi kognitif pada awalnya dikembangkan oleh Aaron Beck,
memfokuskan pada distorsi kognitif yang diperkirakan ada pada gangguan depresi
mayor. Tujuan dari terapi kogntif adalah untuk meringankan episode depresi dan
mencegah kekambuhannya, dengan membantu pasien mengidentifikasi dan
menguji kognisi negatif, mengembangkan pola pikir alternatif, fleksibel, dan
positif, serta melatih respon perilaku dan kognitif baru. Penelitian telah
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Farmakoterapi14
Setelah diagnosis ditegakkan, strategi pengobatan farmakologis dapat
diformulasikan. Diagnosis yang akurat sangat dibutuhkan, karena spektrum
gangguan unipolar dan bipolar membutuhkan regimen pengobatan yang berbeda.
Tujuan dari terapi farmakologis adalah remisi dari gejala, bukan hanya
berkurangnya gejala. Pasien dengan gejala residual, memiliki kecenderungan yang
lebih tinggi mengalami kekambuhan atau rekurensi episode afek, serta mengalami
kesulitan dalam melakukan fungsi sehari-harinya. Penggunaan farmakoterapi
meningkatkan kemungkinan pemulihan pasien depresi 2 kali lipat pada bulan
pertama. Antidepresan yang ada saat ini mungkin membutuhkan 3-4 minggu untuk
mendapatkan efek terapeutik yang signifikan. Pemilihan antidepresan ditentukan
oleh efek samping yang paling ringan sesuai dengan status fisik, temperamen, dan
gaya hidup pasien. Beberapa obat anti depresn yang sering digunakan adalah:
Norepinephrine Reuptake Inhibitor (Desipramine, Protriptyline, Nortriptyline,
Maprotiline), Serotonin Reuptake Inhibitor (Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine,
Fluvoxamine, Paroxetine, Sertraline), Norepinehrine dan Serotonin Reuptake
Inhibitor (Amitriptyline, Doxepine, Imipramine, Trimipramine, Venlafaxine,
Duloxetine), Agen Aktif Pre dan Post Sinaptik (Nefazodone, Mirtazapine),
Dopamin Reuptake Inhibitor (Bupropion), serta Agen dengan Aksi Campuran
(Amoxapine, Clomipramine, dan Trazodone).
2.2 Lembur
2.2.1 Definisi Lembur
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia nomor 102 tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja
Lembur, disebutkan bahwa waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi
7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu, atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam
1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu, atau waktu kerja
pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan
Pemerintah.35 Dalam Keputusan Menteri tersebut disebutkan juga beberapa hal
terkait kerja lembur, antara lain:
Universitas Indonesia
1. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1
(satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
2. Ketentuan waktu kerja lembur tersebut tidak termasuk kerja lembur yang
dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.
3. Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur
berkewajiban:
Membayar upah kerja lembur
Memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya
Memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori
apabila kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih.
Pemberian makan dan minum tidak boleh diganti dengan uang.
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kerja Lembur
Secara umum, lembur dilakukan untuk memenuhi kebutuhan target produksi yang
banyak dalam waktu relatif singkat. Hal ini biasanya terjadi di kala ada permintaan
dari pelanggan untuk pesanan dalam jumlah besar dalam waktu yang lebih cepat.
Pelaksanaan lembur juga biasanya mempertimbangkan ketersediaan bahan baku,
alat kerja, serta kesiapan tenaga kerja sendiri.
Virtanen (2011), dalam penelitiannya menemukan bahwa pekerja di
Amerika yang bekerja lembur (> 55 jam/ minggu) lebih sering adalah pria,
menikah, memiliki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi, lebih sering mengkonsumsi
minuman alkohol melebihi batas yang dianjurkan, serta lebih jarang merupakan
perokok.36 Dalam sebuah artikel lain yang ditulis oleh Shields (2000), wanita dan
pria di Amerika yang memiliki pekerjaan kerah putih lebih sering menjalani kerja
lembur dibandingkan dengan mereka yang bekerja dalam bidang klerikal, penjualan
dan jasa, atau pekerjaan kerah biru. Proporsi besar pekerja shift dan individu yang
bekerja sendiri memiliki jam kerja yang panjang.37
Kerja lembur dapat menguntungkan baik bagi pekerja mau pun pengusaha,
seperti ditunjukkan di bawah ini:38
1. Keuntungan bagi pengusaha:
Penyesuaian yang lebih baik antara beban kerja terhadap permintaan pasar
suatu produksi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
telah diamati, dengan tingkat bahaya yang meningkat berbanding lurus dengan
jumlah jam kerja per hari (atau per minggu) pada jadwal normal pekerja. 39
Penelitian yang melibatkan 10793 responden di Amerika Serikat tersebut
(A E Dembe, 2005), menyatakan beberapa pesan penting:39
Melakukan pekerjaan dengan jadwal lembur atau jam kerja panjang yang rutin
meningkatkan risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.
Jadwal kerja lembur memiliki risiko relatif tertinggi mengalami kecelakaan
kerja atau penyakit akibat kerja, diikuti jadwal dengan jam kerja panjang (> 12
jam) per hari dan > 60 jam per minggu.
Risiko kecelakaan meningkat berbanding lurus dengan pertambahan jam kerja,
bahkan setelah dilakukan kontrol terhadap total waktu kerja dengan “berisiko”
terhadap kecelakaan.
Analisis multivariat mengindikasikan bahwa peningkatan risiko cedera bukan
hanya sebagai hasil dari tuntutan jadwal kerja yang terkonsentrasi pada
pekerjaan atau industri berisiko.
Hasil ini konsisten dengan hipotesis bahwa jam kerja yang panjang secara tidak
langsung mempengaruhi kecelakaan di tempat kerja melalui dicetuskannya
kelelahan dan stres terhadap kerja.
Lembur dan Penyakit Kardiovaskular
Temuan terkait hipertensi masih inkonsisten pada empat studi yang diteliti
dalam laporan yang dipublikasikan oleh CDC- NIOSH pada tahun 2004 (CDC;
39
2004). Bannai, A (2014) dalam ulasan sistematisnya menemukan sebuah studi
meta analisis tentang jam kerja panjang dan penyakit jantung koroner 41 terhadap
42,43
dua artikel ini yang merupakan dasar analisis yang berfokus pada kelompok
pekerja bukan shift. Hasil menunjukkan terdapat peningkatan risiko relatif (RRf)
sebesar 1,51 (95% CI 1.12–2.03), dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja
dengan jam kerja panjang. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa bekerja dengan
jam kerja panjang, termasuk lembur, berhubungan dengan kejadian penyakit
jantung koroner.44
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
yang berbahaya pada kelompok yang bekerja ≥60 jam/ minggu. Diduga alasan dari
temuan ini adalah berkurangnya waktu pribadi, yang kemudian menurunkan
kesempatan untuk minum. Sebuah studi kohort lain mengungkap sebuah implikasi
yang penting. Partisipan dengan pola kerja standar saat awal dan jam kerja panjang
saat follow up mengalami peningkatan risiko secara signifikan untuk konsumsi
alkohol, merokok, dan pertambahan berat badan, dibandingkan dengan mereka
yang bekerja dengan pola kerja standar saat awal dan juga follow up. Karenanya,
perubahan jam bekerja dari standar ke jam kerja yang panjang dapat berakibat
kepada pola hidup yang lebih tidak sehat.44
Universitas Indonesia
kelelahan dan gangguan kehidupan sosial, yang kemudian berujung pada stres
kerja. Stres kerja yang berlebih dapat menyebabkan gangguan depresi. 5,16,19,20,54
Sebuah studi kohort prospektif lainnya oleh Virtanen [2012],
mengungkapkan bahwa bekerja lembur memprediksi awitan episode depresi mayor
pada pegawai negeri sipil di Inggris, yang diikuti rata-rata selama 5,8 tahun. Bekerja
11 jam atau lebih sehari berhubungan dengan peningkatan risiko 2,3-2,5 kali
terhadap episode depresi mayor dibandingkan mereka yang bekerja dengan jam
kerja standar 7-8 jam per hari. 6
Studi lain oleh Gong et al. [2014] menemukan bahwa gejala depresi pada
perawat di rumah sakit umum di Cina, berhubungan dengan frekuensi kekerasan di
tempat kerja, jam kerja yang panjang (lebih dari 45 jam per minggu), kerja gilir
malam yang sering (dua atau lebih per minggu) serta departemen yang spesifik.16
Bannai [2014] menemukan pada satu studi kohort dan satu studi potong lintang
yang meneliti mengenai anxietas. Keduanya menunjukkan peningkatan risiko
anxietas secara signifikan. Sehingga disimpulkan dalam studi ini bahwa jam kerja
panjang memang memiliki hubungan dengan anxietas. Hasil tersebut
mengindikasikan bahwa risiko meningkat pada partisipan yang bekerja > 55 jam
per minggu, 260-279 jam per bulan atau ≥280 jam per bulan. Ulasan tersebut
mencurigai adanya suatu ambang untuk berkembangnya anxietas. 44
Kleppa et al [2008] dalam penelitian tentang hubungan depresi dan anxietas
dengan lembur menemukan bahwa pekerja lembur memiliki skor HADS-A dan
HADS-D dan prevalensi yang lebih tinggi akan kemungkinan gangguan depresi
dan kecemasan dibandingkan kelompok referensi pada kedua jenis kelamin.
Hubungan kasus HADS dan jam kerja memiliki kurva berbentuk U, seperti terlihat
pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 2.5
Universitas Indonesia
Gambar 2. 1 Hubungan kasus anxietas pada HADS-A (odds ratios dengan 95%
interval kepercayaan) dengan jam kerja pada Hordaland Health Study. Axis x:
jumlah jam kerja (2 - 100) per minggu; Axis y: odds ratios dengan 95%
confidence intervals. Kasus anxietas: skor HADS anxietas >8.5
Sumber: Working Overtime is Associated with Anxiety and Depression: The Hordaland Health
Study. JOEM • Volume 50, Number 6, June 2008
Gambar 2. 2 Hubungan kasus anxietas pada HADS-D (odds ratios dengan 95%
interval kepercayaan) dengan jam kerja pada Hordaland Health Study. Axis x:
jumlah jam kerja (2 - 100) per minggu; Axis y: odds ratios dengan 95% interval
kepercayaan. Kasus depresi: skor HADS depresi >8. 5
Sumber: Working Overtime is Associated with Anxiety and Depression: The Hordaland Health
Study. JOEM • Volume 50, Number 6, June 2008
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
kampung terdiri dari satu atau beberapa kelompok pekerja. Setiap kelompok terdiri
dari 12 – 66 orang pekerja. Pekerja pada industri ini terutama merupakan warga
sekitar.10
Industri di Desa Kadugenep termasuk ke dalam industri pengolahan, dimana
dilakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar menjadi barang jadi/setengah
jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi
nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Beberapa industri yang
ada di Desa Kadu Genep termasuk industri menengah, jika dilihat dari jumlah
tenaga kerja, teknologi yang digunakan, dan lokasi pemasaran. 53
Dalam mengerjakan berbagai proyek pesanan, ada kalanya kelompok-
kelompok pekerja tersebut bekerja sama, namun tidak dipungkiri terdapat juga
persaingan di antaranya. Industri-industri kecil ini terus mengalami kemajuan
dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah. Jumlah pesanan yang semakin
meningkat yang harus dikerjakan dalam suatu waktu tertentu membuat tuntutan
kerja untuk menyelesaikan pesanan oleh pekerja semakin tinggi.
Alur produksi industri kerajinan tas ini dimulai dari penerimaan pesanan tas
oleh kantor perwakilan dan pemasaran di area kota Serang, yang kemudian pesanan
tersebut disampaikan kepada para pekerja di workshop di Desa Kadu Genep.
Sebelum pekerja di workshop mulai melaksanakan proses produksi tas, pengusaha
menyiapkan material dengan membeli dari pedagang-pedagang material tas. Jenis
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja workshop di Desa Kadugenep terbagi
menjadi fase persiapan, fase menjahit, dan fase finishing.
Pekerja di bagian persiapan melakukan pembuatan pola serta pemotongan
pola. Pembuatan pola dilakukan dengan menggambar bentuk dasar bagian-bagian
tas pada sebuah karton tebal atau kayu triplek. Setelah itu, pekerja melakukan
pemotongan bahan tas yang akan digunakan berdasarkan pola yang telah dibuat.
Pemotongan bahan dilakukan menggunakan gunting secara manual atau dengan
bantuan alat pemotong.
Universitas Indonesia
Pekerja di bagian menjahit akan menjahit semua pola tas yang sudah
dipotong dengan menggunakan mesin jahit. Pekerja di bagian ini perlu memiliki
kompetensi khusus. Selain harus memiliki keterampilan menggunakan mesin jahit,
terdapat tingkat kesulitan tersendiri dalam menjahit tas yang harus dikuasai pekerja.
Universitas Indonesia
Faktor kesulitan ini bergantung dari model tas yang akan dibuat. Dalam menjahit,
pekerja juga dituntut agar hasil pekerjaannya rapi karena akan menentukan kualitas
dari produk tas yang dibuat. Pekerjaan di bagian menjahit ini cenderung bersifat
monoton. Pekerja di bagian ini tampaknya mengalami beban pekerjaan paling berat,
terutama dari segi kuantitas mau pun kualitas. Saat pesanan banyak, beban kerja
kuantitif dirasakan paling meningkat oleh pekerja di bagian menjahit.
Gambar 2.5 Para pekerja yang sedang menjahit bahan menjadi tas di
sebuah tempat usaha.
Universitas Indonesia
Gambar 2.7 Seorang pekerja sedang memasang asesoris sebuah tas yang
sudah selesai dijahit
Gambar 2.8 Seorang pekerja sedang merapikan sisa benang pada tas yang
sudah selesai dijahit.
Universitas Indonesia
memotong bahan), fase produksi (menjahit tas dan sablon), serta finishing
(memasang perlengkapan, quality control, dan pengemasan) di Desa Kadu Genep.
Karakteristik usaha yang ada di desa ini adalah ciri usaha informal yang
melekat, skala usaha rumah tangga, kecil atau menengah, jarak antara tempat
tinggal dan tempat bekerja yang dekat, serta pendapatan yang relatif kecil pada
hampir semua pekerja, jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional. Sistem
pengupahan yang diterapkan di industri ini terbagi menjadi dua macam, yaitu
pekerja harian dan borongan. Pekerja harian dibayar berdasarkan jumlah hari ia
bekerja dan jumlah jam ia melakukan lembur. Sedangkan pekerja borongan dibayar
berdasarkan produk barang yang dihasilkannya.
Sejak awal bekerja, sistem lembur sudah digunakan, sehingga masa kerja
dapat dihitung sebagai masa kerja dengan lembur. Kerja lembur dilakukan oleh
kelompok pekerja sebagai suatu cara yang ditempuh untuk memenuhi target
pesanan, sekaligus sebagai upaya dalam menambah penghasilan. Lembur biasanya
dilakukan setelah jam kerja normal selesai. Jam kerja normal rata-rata adalah 8 jam
sehari, yaitu dari pukul 07.30 – 16.30 dengan istirahat siang selama 1-2 jam. Di luar
jam tersebut, pekerjaan pekerja dihitung sebagai lembur, dan pekerja menerima
kompensasi upah lembur baik dihitung per jam mau pun per produk. Lembur
dimulai setelah istirahat sore, yaitu sekitar pukul 19.00 hingga pukul 21.00-24.00,
sesuai kemampuan pekerja. Lembur tidak dilakukan setiap hari, biasanya hanya dua
atau tiga hari dalam seminggu. Lembur terkadang juga dilakukan pada hari minggu
atau hari libur nasional. Pola kerja seperti ini berlaku bagi pekerja harian mau pun
pekerja borongan. Jumlah jam lembur bagi setiap pekerja tidak selalu sama setiap
minggunya. Sehingga jumlah jam kerja per minggu yang akan digunakan dalam
analisis adalah rata-rata jumlah jam kerja per minggu.
Lingkungan tempat kerja pada umumnya merupakan bagian dari rumah
tinggal penduduk. Pada beberapa perusahaan yang memiliki pekerja yang banyak,
sudah terdapat bangunan khusus. Penggunaan teknologi sederhana digambarkan
dalam penggunaan mesin jahit, baik yang digerakkan manual oleh kaki maupun
dengan tenaga listrik, dan mesin pemotong bahan. Proses kerja saat pembuatan pola
dilakukan di lantai dengan posisi jongkok atau duduk di lantai, serta mengangkut
Universitas Indonesia
bahan atau produk tanpa alat bantu. Kursi dan meja tempat menjahit yang
digunakan tidak disesuaikan dengan ukuran tubuh. Tidak ada aturan yang ketat
dalam melakukan aktivitas kerja, pekerja dapat saling bercengkerama atau
melakukan aktivitas lain saat bekerja. Bahan yang digunakan adalah bahan sintetis
dengan berbagai warna. Dalam industri ini tidak digunakan bahan kimia.
Tas yang diproduksi sebagian besar merupakan pesanan, baik dari instansi
swasta mau pun instansi pemerintah. Jika terdapat pesanan dalam jumlah banyak
dengan waktu yang terbatas, pekerja akan lebih sering lembur tanpa terkontrol.
Untuk itu, jumlah jam kerja lembur sering berubah sesuai kebutuhan. Saat lembur,
pekerja ada yang mendapatkan makan dari pemilik usaha, dan ada yang membawa
makanan sendiri dari rumah. Sayangnya, seringkali pembayaran pesanan tidak tepat
waktu, sehingga pembayaran gaji pekerja pun terkadang terhambat.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa pemilik usaha, bahwa dalam
setiap tahun, jumlah pesanan tas berfluktuasi. Pada awal tahun hingga pertengahan
tahun, jumlah pesanan biasanya banyak. Pada bulan-bulan tersebut banyak pekerja
yang bekerja lembur untuk memenuhi target pesanan. Namun dari pertengahan
tahun hingga akhir tahun, seperti saat pengambilan data dilakukan, jumlah pesanan
biasanya akan menurun bahkan cenderung sepi di akhir tahun. Hal ini membuat
kebutuhan akan tenaga yang lembur menurun. Sehingga banyak pekerja tidak perlu
melakukan lembur, bahkan tidak datang bekerja. Siklus ini berlangsung setiap
tahunnya.
Selain bahaya potensial psikososial seperti kerja lembur, para pekerja di
workshop industri kerajinan tas di Desa Kadugenep ini juga terpapar beberapa
bahaya potensial lainnya. Bahaya potensial lain yang diamati ada di lingkungan
kerja workshop adalah bahaya potensial ergonomi dan fisika (bising). Bahaya
potenisal ergonomi didapat pekerja saat melakukan aktvitas kerja memotong bahan
di lantai dengan berjongkok dan membungkuk, saat posisi menjahit dnegan meja
dan kursi yang tidak disesuaikan dengan postur pekerja, serta penggunaan kursi
tanpa sandaran punggung dan sandaran tangan. Bahaya potensial fisika yang
ditemukan adalah bising dari suara mesin jahit. Kedua bahaya potensial ini dapat
menyebabkan ketidaknyamanan bekerja bagi para pekerja.
Universitas Indonesia
1. CV Metassa Collection
CV Metassa Collection berlokasi di Kampung Kadugenep Sabrang,
Desa Kadugenep. CV ini dimiliki oleh Bapak Suherman. Bapak Suherman
memiliki 14 orang karyawan yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 4 orang
perempuan yang bekerja dengan sistem lembur. Jam kerja normal adalah Senin
–Sabtu, pukul 08.00 – 16.00. Lembur biasanya dilakukan antara hari Senin –
Jumat pukul 20.00 – 22.00, tergantung dari jumlah pesanan yang harus dipenuhi
dalam waktu dekat. Lembur dilakukan oleh pekerja secara sukarela, namun
terkadang perusahaan dapat juga meminta kepada karyawannya untuk
melakukan lembur. Dalam 1 minggu, perusahaan ini dapat menghasilkan kira-
Universitas Indonesia
kira 500 buah produk jenis tas punggung, atau bahan lebih jika desain tas lebih
sederhana.
Sistem pengupahan di CV Metassa Collection dilakukan berdasarkan
jumlah hari kerja (harian) atau berdasarkan jumlah produk yang dapat
dikerjakan karyawan (borongan). Terdapat 7 orang karyawan yang bekerja
secara harian, dan 7 orang karyawan yang bekerja secara borongan. Terdapat
perbedaan antara upah yang diterima pekerja borongan yang mengerjakan
menjahit, persiapan, mau pun bagian finishing. Hal ini tampaknya tidak
menimbulkan kesenjangan yang berarti di antara pekerja.
2. Home Industry Nahrudin
Home industry Nahrudin berlokasi di Kampung Kadugenep Pasir, Desa
Kadugenep. Industri rumahan milik Bapak Nahrudin ini memiliki 10 orang
karyawan yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan yang
bekerja dengan sistem lembur. Jam kerja normal adalah Senin - Jumat pukul
08.00 – 16.30, Dan Hari Sabtu jam 08.00 – 16.00. Lembur biasanya dilakukan
antara hari Senin – Jumat pukul 19.30 – 23.00, tergantung dari jumlah pesanan
yang harus dipenuhi dalam waktu dekat. Lembur dilakukan oleh pekerja secara
sukarela. Dalam 1 minggu, perusahaan ini dapat menghasilkan kira-kira 1500
buah produk jenis tas punggung, atau bahan lebih jika desain tas lebih
sederhana.
Sistem pengupahan di industri rumahan Nahrudin ini semuanya
dilakukan berdasarkan jumlah produk yang dapat dikerjakan karyawan
(borongan). Seluruh pekerja di industri rumahan ini memiliki tugas menjahit.
3. CV Kwintara Nugraha Jaya
CV Kwintara Nugraha Jaya berlokasi di Kampung Kadugenep Cau,
Desa Kadugenep. Pemilik CV Kwintara Nugraha Jaya adalah Bapak Aman
Setiana. Pekerja di CV ini terdiri Dari 10 orang laki-laki dan 4 orang
perempuan, yang semuanya bekerja dengan lembur. Jam kerja normal adalah
Senin –Sabtu, pukul 08.00 – 16.30. Lembur biasanya dilakukan antara hari
Senin – Jumat pukul 19.00 – 23.00, tergantung dari jumlah pesanan yang harus
dipenuhi dalam waktu dekat. Lembur dilakukan oleh pekerja secara sukarela.
Universitas Indonesia
Dalam 1 hari, perusahaan ini dapat menghasilkan kira-kira 100 buah produk
jenis tas punggung, atau bahan lebih jika desain tas lebih sederhana.
Sistem pengupahan di CV Kwintara Nugraha Jaya dilakukan
berdasarkan jumlah hari kerja (harian) atau berdasarkan jumlah produk yang
dapat dikerjakan karyawan (borongan). Terdapat 7 orang karyawan yang
bekerja secara harian, dan 7 orang karyawan yang bekerja secara borongan.
Terdapat perbedaan antara upah yang diterima pekerja borongan yang
mengerjakan menjahit, persiapan, mau pun bagian finishing. Hal ini tampak ya
tidak menimbulkan kesenjangan yang berarti di antara pekerja.
4. CV Wasser Mandiri
CV Wasser Mandiri terletak di Kampung Kadugenep Kaung Tengah,
Desa Kadugenep. Perusahaan yang dimiliki oleh Bapak Ali ini mempunyai 40
orang karyawan, yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan 30 orang perempuan.
Jam kerja normal adalah hari Senin – Jumat, pukul 08.00 – 16.30, dan Sabtu
pukul 08.00 – 13.00. Lembur dilakukan 3-4 Kali seminggu, antara hari Senin –
Jumat pukul 19.00 – 22.00. Lembur dilakukan secara sukarela, namun
terkadang perusahaan meminta agar para karyawan untuk lembur jika
dibutuhkan. Dalam 1 minggu, perusahaan ini dapat menghasilkan 1000 buah
tas punggung.
Sistem pengupahan di CV Wasser Mandiri dilakukan berdasarkan
jumlah hari kerja (harian) atau berdasarkan jumlah produk yang dapat
dikerjakan karyawan (borongan). Terdapat 10 orang karyawan yang bekerja
secara harian, dan 30 orang karyawan yang bekerja secara borongan. Pekerja
harian terdiri dari pekerja dengan tugas sebagai helper mau pun penjahit.
Sementara pekerja borongan terutama memiliki tugas di bagian menjahit.
5. Home Industry Amin
Home Industry Amin terletak di Kampung Kadugenep Pasir, Desa
Kadugenep. Perusahaan yang dimiliki oleh Bapak Amin ini mempunyai 40
orang karyawan, yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Jam
kerja normal adalah hari Senin – Sabtu, pukul 07.30 – 16.30. Lembur dilakukan
antara hari Senin – Jumat pukul 20.00 – 23.30. Lembur dilakukan karena
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
secara borongan. Pekerja harian dan bulanan terdiri dari pekerja dengan tugas
sebagai pembuat, pemotong pola, dan bagian finishing. Sementara pekerja
borongan terutama memiliki tugas di bagian menjahit dan finishing.
8. CV Erdetas Persada
CV Erdetas Persada berlokasi di Kampung Kadugenep Pasir, Desa
Kadugenep. Perusahaan milik Bapak Dede Rosadi ini memiliki 10 orang
karyawan, yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Jam kerja
normal adalah hari Senin – Sabtu, pukul 08.00 – 16.30. Lembur dilakukan
antara hari Minggu – Jumat pukul 19.00 – 22.00. Lembur dilakukan secara
sukarela. Dalam 1 minggu, perusahaan ini dapat menghasilkan 1000 buah tas
punggung.
Sistem pengupahan di CV Erdetas Persada bagi seluruh karyawan
dilakukan berdasarkan jumlah produk yang dapat dikerjakan karyawan
(borongan). Terdapat perbedaan upah bagi karyawan yang memiliki tugas
memotong, menjahit, mau pun di bagian finishing. Mesti pun begitu, tampaknya
tidak terdapat kesenjangan yang berarti di antara para karyawan.
9. Home Industry Ece
Home industry Ece terletak di Kampung Kadugenep Pasir, berdekatan
dengan CV Erdetas Persada dan Home industry Amin. Usaha ini dimiliki oleh
Bapak Ece, dan dibantu oleh 11 orang karyawan. Karyawan terdiri dari 8 orang
laki-laki Dan 3 orang perempuan. Jam kerja normal adalah Senin- Sabtu, pukul
07.30 – 16.30 dengan istirahat 1 jam. Lembur biasanya dilakukan antara hari
Senin – Jumat, pada pukul 19.00 – 22.30. Lembur dilakukan atas keinginan
pribadi sang karyawan. Dalam 1 minggu, Home industry Ece Bisa
memproduksi 500 buah Tas punggung.
Sistem pengupahan di Home industry Ece dilakukan berdasarkan
jumlah hari kerja (harian) dan berdasarkan jumlah produk yang dapat dihasilkan
karyawan (borongan). Terdapat 3 orang karyawan harian yang bertugas di
proses finishing, dan 8 orang karyawan borongan di proses menjahit.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sabtu pukul 08.00 – 12.00. Lembur biasanya dilakukan antara hari Senin-
Jumat, pukul 20.00 – 23.00, 3 kali dalam 1 minggu. Lembur dilakukan
berdasarkan keinginan pekerja, namun terkadang pemilik usaha mewajibkan
karyawannya lembur untuk memenuhi target pesanan. Hasil produksi rata-rata
kelompok usaha ini dalam 1 minggu ada 1000 tas punggung.
Home Industry Solihin memiliki 1 orang karyawan harian yang
bertugas di bagian finishing (memotong sisa benang), dan 13 orang karyawan
borongan yang bertugas menjahit Dan memotong pola. Meskipun terdapat
perbedaan upah bagi yang bertugas memotong sisa benang dan menjahit,
namun tidak ada permasalahan yang berarti di antara para karyawan.
13. Home Industry Edi
Home Indusry Edi berlokasi di Kampung Kaung Wetan, Desa
Kadugenep. Home industry ini dipimpin oleh Bapak Edi, dengan jumlah total
karyawannya sebanyak 12 orang. Saat kunjungan, pemilik usaha sedang tidak
berada di tempat, sehingga wawancara lengkap tidak dapat dilakukan.
Universitas Indonesia
Memotong bahan
Kegiatan pekerja di
workshop Desa Kadu
Genep sebagai Menjahit potongan pola dengan mesih jahit
populasi terjangkau
Finishing
Quality Control
Packing
Universitas Indonesia
LEMBUR
insomnia
stres kerja
Gangguan nerutransmiter: Faktor
- Penurunan serotonin demografi
- Penurunan norepinefrin Penurunan Peningkatan (usia, jenis
- Penurunan dopamin GABA aktivitas HPA kelamin, status
perkawinan,
Antibodi tiroid (+): Peningkatan tingkat
Hipotiroid kortisol pendidikan)
Peningkatan TSH
Faktor okupasi lain:
- Masa kerja
- Upah rendah
DEPRESI
- Job insecurity
- Paparan bahan kimia Faktor Psikososial:
- Jenis pekerjaan - Pengalaman negatif masa kecil
- Kondisi sulit berkepanjangan
- Dukungan sosial kurang
Konsumsi obat-obatan tertentu - Faktor kepribadian
(b-blocker, anti konvulsan, - Peristiwa kehilangan/ bencana
calcium channel blockers, - Faktor adaptasi
kortikosteroid, kontrasepsi oral, -
Faktor genetik -
levodopa, alkohol)
Gambar 2. 4 Kerangka Teori Etiologi Depresi -
Universitas Indonesia
Depresi
Agent Host
LEMBUR usia
jenis kelamin
status perkawinan
tingkat pendidikan
59 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
90 Universitas Indonesia
n Penelitian Analitik
𝑍𝛼√2𝑃𝑄 +𝑍𝛽√𝑃1𝑄1+𝑃2𝑄2
N1= N2 =( )2
(𝑃1−𝑃2)
P = P1 + P2
2
n = jumlah sampel
Zα = 1,96 (derajat kemaknaan 0, 05)
Zβ = 0,842 (power 80%)
RR = 2
P1 = 0,6 (berdasarkan referensi dari penelitian sebelumnya, yaitu prevalensi depresi
pada pekerja yang lembur di lokasi yang sama sebanyak 60%. 10)
P2 = 0,6 / 2 = 0,3
P = (0,6 + 0,3)/ 2 = 0,45
Q = (1-P) = 1- 0,45 = 0,55
N1= N2 = 42
Sampel yang dibutuhkan untuk pekerja dengan depresi adalah 42, dan
jumlah sampel untuk kelompok tanpa depresi adalah 42, sehingga total sampel
menjadi 84 orang.
3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi :
Kriteria Inklusi Umum :
Merupakan pekerja industri kecil (tempat kerja memiliki tenaga kerja 5-
19 orang)
Bekerja lembur (bekerja > 40 jam per minggu)
Usia 17 – 50 tahun
Masa kerja lebih dari 1 tahun
Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed
consent
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kaung Kaung
Wetan Kulon
Cau
Pasir Pasir
Reuma
Sabrang
1 Kaung Tengah 1
2 Kaung Kulon 1
3 Kaung Wetan 1
4 Kadugenep Cau 1
5 Kadugenep Pasir 5
6 Kadugenep Sabrang 3
7 Kadugenep Reuma 1
Jumlah 13
Universitas Indonesia
Dalam proses pengumpulan data, peneliti akan dibantu oleh 3 orang rekan
sesama tenaga medis. Peneliti pembantu adalah dokter umum yang sebelumnya
akan diberikan pelatihan sebelum pengumpulan data dimulai. Untuk membantu
responden mengerti dalam menjawab pertanyaan penelitian, setiap pekerja akan
dipandu oleh peneliti dan peneliti pembantu dalam mengisi kuesioner penelitian.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
yang dilakukan secara lege artis dan data dirahasiakan sehingga tidak
membahayakan subjek penelitian.
4. Berkeadilan (justice). Semua subjek penelitian diperlakukan dengan baik.
Calon responden yang tidak layak untuk mengikuti penelitian, tidak akan
diikutsertakan dalam penelitian.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Informed Consent
Kesimpulan
Universitas Indonesia
90 Universitas Indonesia
Inklusi (n = 104)
kuesioner PHQ-9
(n = 104)
Tidak Depresi
31 responden (n = 73) Depresi (n = 31)
dikeluarkan
Universitas Indonesia
Distribusi derajat depresi dapat dilihat pada tabel 4.2. Dari 31 responden
yang mengalami depresi, terdapat 26 responden (84%) mengalami depresi ringan,
4 orang (13%) mengalami depresi sedang, dan 1 orang (3%) mengalami depresi
sedang-berat. Tidak ditemukan responden yang mengalami depresi berat.
Tabel 4.2 Distribusi Derajat Depresi pada Kelompok Responden yang
Mengalami Depresi
Distribusi Derajat Depresi n (%)
Klasifikasi Depresi Ringan ( skor 5-9) 26 84%
Depresi Sedang (skor 10 - 14) 4 13%
Depresi Sedang- Berat (skor 15-19) 1 3%
Depresi Berat (skor > 20) 0 0%
Depresi 31 100%
Universitas Indonesia
4.2. Tahap II: Hubungan Faktor Risiko Demografi dan Faktor Risiko
Okupasi dengan Kejadian Depresi
Pada tahap kedua penelitian, dilakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian depresi. Dalam melakukan analisis, faktor-faktor
risiko yang diteliti dibagi menjadi kelompok sosiodemografi, kelompok okupasi,
dan kelompok stres kerja. Untuk melihat apakah terdapat hubungan antara variabel-
variabel bebas yang diteliti dengan kejadian depresi, dilakukan analisis bivariat
menggunakan analisis chi-square.
Universitas Indonesia
Jenis Kelamin
perempuan 4 20% 16 80% 0,241 0,071 - 0.816 0,017
laki-laki 27 50,9 % 26 49,1 %
Tingkat pendidikan
rendah- sedang 18 36,7% 31 63,35% 2,035 0,756 - 5,483 0,157
tinggi 13 54,2% 11 45,8%
Status pernikahan
tidak menikah 18 64,3% 10 35,7% 4,431 1,619 - 12,123 0,003
menikah 13 28,9% 32 71,15
usia responden
40 - 50 tahun 1 7,7% 12 92,3% 0,083 0,010 - 0,682 0,005
17 - 39 tahun 30 50% 30 50%
Universitas Indonesia
Masa kerja
≤ 4 tahun 20 48,8% 21 51,2% 1,818 0,701 - 4,713 0,217
>4 tahun 11 34,4% 21 65,6
Jenis tugas
Menjahit 26 57,8 % 19 42,2 % 6,295 2,026 - 19,558 0,001
persiapan, finishing 5 17,9 % 23 82,1%
Universitas Indonesia
depresi, dan 51,2% tidak mengalami depresi. Pekerja dengan masa kerja > 4 tahun,
34,4% di antara mereka mengalami depresi, dan 65,6% tidak mengalami depresi.
Pada variabel jenis tugas, analisis dilakukan dengan mengkategorikan jenis
tugas menjadi dua. Kelompok pertama adalah responden yang memiliki tugas
menjahit, sedangkan kelompok kedua adalah repsonden yang memiliki tugas dalam
persiapan (memotong dan membuat pola) serta finishing. Jenis tugas memiliki
hubungan yang signifikan dengan kejadian depresi pada responden (p = 0,001; OR
= 6,295). Kejadian depresi pada responden yang memiliki tugas menjahit sebesar
57,8%, sedangkan kejadian depresi pada responden yang memiliki tugas dalam fase
persiapan dan finishing adalah 17,9%. Tampaknya kejadian depresi pada pekerja
yang menjahit berhubungan dengan beban kerja yang dialami oleh pekerja di
bagian ini. Berdasarkan pengamatan, pekerja di bagian menjahit memiliki beban
kerja yang cukup besar. Pekerja ini memiliki porsi pekerjaan sekitar 70% dari
seluruh proses pembuatan tas. Mereka juga mengalami beban kerja kualitatif yang
cukup signifikan, dimana kualitas dari pekerjaan mereka akan menentukan kualitas
dari produk yang dihasilkan.
Universitas Indonesia
Tabel 4.5 Analisis Perbandingan Tingkat Stres Kerja pada Kelompok Depresi dan
Kelompok Tidak Depresi
Depresi (+) Depresi (-)
Variabel OR 95% CI p
n % n %
Beban Kerja Kuantitatif
stres sedang- tinggi 22 88% 3 12% 31,778 7,779 - 129,806 <0,001
stres rendah 9 18,8% 39 81,2%
Pada variabel beban kerja kuantitatif, 88% responden dengan tingkat stres
sedang-tinggi mengalami depresi. Hanya 12 % dari responden dengan tingkat stres
sedang tinggi pada variabel ini yang tidak mengalami depresi. Responden dengan
tingkat stres rendah pada kategori ini, 18,8% mengalami depresi dan 81,2 % tidak
mengalami depresi.
Pada variabel beban kerja kualitatif, proporsi lebih besar yang mengalami
depresi juga tampak pada responden dengan tingkat stres sedang-tinggi, yaitu
sebesar 83,3%. Hanya 16,7 % dari responden dengan tingkat stres sedang-tinggi
pada variabel beban kerja kualitatif yang tidak mengalami depresi. Responden
dengan tingkat stres rendah sebagian besar (77,6%) tidak mengalami depresi.
Sementara 22,4% lainnya mengalami depresi.
Tabel selanjutnya menggambarkan bagaimana hubungan stres kerja terhadap
kejadian depresi pada responden. Stres dikatakan positif jika responden mengalami
tingkat stres sedang-berat untuk minimal salah satu variabel stres kerja. Stres
sedang-berat didapatkan apabila skor untuk variabel tersebut lebih atau sama
dengan 10. Jika responden tidak mengalami tingkat stres sedang-berat pada kedua
variabel stres kerja, maka stres dikatakan negatif.
Universitas Indonesia
Tabel 4.6 Analisis Perbandingan Stres Kerja pada Kelompok Depresi dan
Kelompok Tidak Depresi
Depresi (+) Depresi (-) OR 95% CI
Jumlah Stresor p
n % n %
Universitas Indonesia
Analisis regresi logistik adalah untuk melihat interaksi antara faktor terpilih
secara bersamaan dan melihat faktor mana yang lebih dominan. Dari hasil analisis
multivariat yang dilakukan dengan metode backward stepwise didapatkan variabel
yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi, tampak pada tabel 4.7, adalah
Jenis Tugas (OR adjusted = 6,975; CI =1,170 - 41,577), Status Pernikahan (OR
adjusted = 15,465; CI=2,085 - 114,706), Usia (OR adjusted = 0,076;CI =0,005 -
1,273 ), dan Stres Kerja (OR adjusted = 62,453; CI = 8,826 - 441,906). Dari data
tersebut ditemukan bahwa kejadian depresi pada pekerja lembur di Desa Kadu
Genep, memiliki hubungan yang kuat dengan tugas menjahit yaitu adanya
peningkatan risiko depresi sebesar 6,975 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
pekerja dengan tugas lainnya. Pekerja yang tidak menikah memiliki risiko 15,5
kali lebih tinggi mengalami depresi dibandingkan dengan pekerja yang menikah.
Usia 17-39 tahun memiliki risiko terhadap kejadian depresi 13 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pekerja dengan rentang usia 40-50 tahun. Sedangkan pekerja
Universitas Indonesia
yang mengalami stres kerja memiliki risiko 62,5 kali lebih tinggi terhadap kejadian
depresi dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami stres kerja.
Berdasarkan uji multivariat yang dilakukan, nilai R square yang didapat
adalah 0,55. Hal ini berarti variabel jenis tugas, Beban Kerja Kuantitatif, dan status
pernikahan dapat memprediksi kejadian depresi sebesar 55%; sementara 45%
dipengaruhi faktor lain yang tidak dianalisis secara multivariat atau tidak diteliti
pada penelitian ini.
Universitas Indonesia
5.2. Tahap II: Hubungan Faktor Risiko Demografi dan Faktor Risiko
Okupasi dengan Kejadian Depresi
Berdasarkan hasil uji multivariat, faktor demografi yang memiliki hubungan
dengan kejadian depresi adalah Status Pernikahan (OR adjusted = 15,465;
CI=2,085 - 114,706), dan Usia (OR adjusted = 0,076;CI =0,005 - 1,273).
Sedangkan faktor okupasi yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi
berdasarkan hasil multivariat adalah Jenis Tugas (OR adjusted = 6,975; CI =1,170
- 41,577) dan Stres Kerja (OR adjusted = 62,453; CI = 8,826 - 441,906). Hubungan
paling kuat ditunjukkan oleh variabel stres kerja, di mana risiko kejadian depresi
akan meninggak 62,5 kali pada individu yang mengalami stres kerja.
Status pernikahan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
depresi (OR adjusted = 15,465; p = 0,007), di mana responden yang tidak menikah
memiliki risiko 15,5 kali lebih tinggi mengalami kejadian depresi. Hasil ini sesuai
dengan teori dan jurnal yang menyatakan bahwa depresi lebih banyak terjadi pada
individu yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang dekat, bercerai, dan
berpisah.14,62
Faktor demografi lain yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi
adalah usia (OR adjusted = 0,076; p = 0,073). Usia responden dibagi 2 yaitu
dibawah 40 tahun dan 40 tahun ke atas, karena 40 tahun merupakan usia rata-rata
awitan gangguan depresi mayor.14 Sebanyak 82,2% responden berusia di bawah 40
tahun. Hal ini tampaknya dipengaruhi oleh jumlah penduduk usia muda Desa
Kadugenep yang lebih tinggi. Gambaran ini sesuai dengan data dari Survei
Angkatan Kerja Nasional pada bulan Agustus 2015, dimana 64% angkatan kerja
nasional berada di bawah usia 40 tahun. 61 Diketahui juga bahwa 50% responden
dengan rentang usia 17-39 tahun dan 7,7% responden dengan rentang usia 40 - 50
tahun termasuk dalam kelompok depresi. Sedangkan 92,3% responden dengan
rentang usia 40 - 50 tahun dan 50% responden usia 17 – 39 tahun termasuk
kelompok tidak depresi. Hasil ini konsisten dengan sebuah studi mengenai
hubungan depresi dengan faktor sosiodemografi di Canada tahun 2007, yang
mengemukakan bahwa terdapat korelasi negatif antara usia dengan depresi, dimana
Universitas Indonesia
prevalensi tertinggi kejadian depresi seumur hidup terjadi di kelompok usia 20-24
tahun.62
Prevalensi depresi yang lebih rendah pada kelompok usia 40-50 tahun
diperkirakan dipengaruhi oleh kematangan emosional dan mekanisme adaptasi
yang lebih baik pada kelompok usia yang lebih tua. Hal ini sesuai dengan hasil studi
yang di dilakukan oleh Street (2001) pada komunitas luas di Richmond, Amerika
Serikat, yang menemukan bahwa dewasa muda mengalami gejala depresi lebih
banyak dibandingkan responden lain yang lebih tua. Dalam studi ini, diperkirakan
bahwa angka gejala depresi yang lebih tinggi pada responden usia muda
dipengaruhi oleh kemampuan mengelola emosi yang lebih rendah dan penilaian
yang lebih rendah akan kemampuan mereka sendiri dalam mengelola emosi. 59 Pada
sebuah ulasan literatur yang dilakukan oleh Bjørkløf et al. (2012) menemukan
adanya hubungan yang kuat antara sumber daya yang ada, strategi coping, dan
gejala depresi pada responden yang lebih tua di sampel komunitas mau pun sampel
klinis. Strategi coping, kontrol internal, penggunaan strategi coping aktif, serta
coping religi aktif berhubungan dengan gejala depresi yang lebih ringan. 60
Faktor okupasi yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada
pekerja lembur industri ini adalah Jenis Tugas (OR adjusted = 6,975; p = 0,033)
dan Stres Kerja (OR adjusted = 62,453; p = <0,001). Ditemukan lebih banyak
responden dengan tugas menjahit yang mengalami depresi dibandingkan responden
dengan tugas lainnya. Pekerja dengan tugas menjahit memiliki risiko 6,9 kali lebih
tinggi mengalami depresi dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tugas
lainnya. Berdasarkan pengamatan, tugas menjahit menghadapi tingkat stress dan
kesulitan tertinggi, baik dari sisi kuantitatif mau pun kualitatif, dibandingkan tugas
lainnya. Hasil pengamatan tersebut sejalan dengan hasil analisis multivariat yang
menunjukkan bahwa stres kerja memiliki hubungan signifikan dengan kejadian
depresi (OR adjusted = 62,453; p = <0,001), di mana pekerja yang mengalami stres
kerja memiliki risiko 62,4 kali lebih tinggi mengalami kejadian depresi. Hal ini
konsisten dengan temuan pada penelitian terdahulu, dimana stresor kerja secara
signifikan memuliki kontribusi terhadap gejala depresi.63, 64
Kegiatan kerja di
bagian menjahit ini juga cenderung monoton. Sebuah ulasan sistematis yang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
menurunkan risiko terjadinya depresi (OR = 0,66; p = 0,31). Pekerja yang bekerja
10 jam per hari memiliki risiko 1,27 kali lebih tinggi mengalami depresi
dibandingkan pekerja yang bekerja 7-8 jam sehari (p =0,54).6 Hasil pada penelitian
tersebut konsisten dengan apa yang didapatkan pada penelitian di Desa Kadu
Genep. Bekerja ≥ 11 jam per hari atau ≥ 55 jam per minggu meningkatkan risiko
terjadinya depresi, jika dibandingkan dengan bekerja 9 – 10 jam per hari atau 45-
50 jam per minggu. Bekerja lembur berhubungan dengan peningkatan beban kerja
fisik dan mental serta menurunnya waktu untuk keluarga dan aktivitas di luar kerja.
Kedua hal tersebut berhubungan dengan kelelahan dan stres kerja, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan depresi. Selain studi di atas, beberapa studi lain telah
menunjukkan adanya peningkatan risiko depresi pada pekerja yang bekerja ≥ 55
jam per hari.5,6,16,35,43
Universitas Indonesia
yang jelas mengenai jam kerja menyebabkan perbedaan definisi lembur bagi
pekerja. Tidak adanya dokumentasi terkait jumlah jam kerja yang dimiliki
perusahaan menyebabkan data jumlah jam kerja hanya didasarkan kepada ingatan
dan kebiasaan pekerja. Hal ini mungkin mempengaruhi hasil yang didapat, di mana
jumlah jam kerja ditemukan tidak berhubungan dnegan kejadian depresi.
Tingkat pendidikan responden yang sebagian besar memiliki tingkat
pendidikan rendah-sedang membuat kuesioner depresi dan kuesioner stres kerja
yang seharusnya merupakan kuesioner lapor-diri, harus dipandu oleh tim peneliti
melalui wawancara untuk pengisiannya. Proses pengambilan data kuesioner SDS,
di mana seluruh pertanyaan kuesioner SDS (30 pertanyaan) ditanyakan kepada
responden, dapat membingungkan responden. Sehingga hal ini dapat
mempengaruhi hasil yang didapat untuk pertanyaan terkait Beban Kerja Kuantitatif
(pertanyaan nomor 3,9,15,21,27) dan Beban Kerja Kualitatif (pertanyaan nomor
4,10,16,22,28).
Universitas Indonesia
6.1 Kesimpulan
1. Jumlah jam kerja tidak memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada
pekerja lembur di industri kecil sektor informal di pedesaan.
2. Faktor okupasi yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada pekerja
lembur di industri kecil sektor informal di pedesaan adalah Jenis Tugas (OR
adjusted = 6,975; CI =1,170 - 41,577) dan Stres Kerja (OR adjusted = 62,453;
CI = 8,826 - 441,906).
3. Faktor demografi yang memiliki hubungan dengan kejadian depresi pada
pekerja lembur di industri kecil sektor informal di pedesaan adalah Status
Pernikahan (OR adjusted = 15,465; CI=2,085 - 114,706), dan Usia (OR
adjusted = 0,076; CI =0,005 - 1,273),
4. Prevalensi depresi pada pekerja lembur di industri kecil sektor informal di
pedesaan adalah sebanyak 29,8%. Dari seluruh pekerja yang mengalami
depresi, 84% di antaranya mengalami depresi ringan, 13% mengalami depresi
sedang, dan 3% mengalami depresi sedang berat.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Pemilik Usaha
Dari hasil penelitian, didapatkan data pekerja lembur di industri tas Desa
Kadu Genep yang mengalami depresi. Beberapa hal yang dapat dilakukan pemilik
usaha dalam mendukung pekerjanya yang mengalami depresi sekaligus mencegah
terjadinya depresi pada pekerja adalah:
Jangka pendek:
1. Kepada pekerja yang mengalami depresi, diharapkan pemilik usaha dapat
membantu memfasilitasi pengobatan bagi pekerjanya yang mengalami depresi,
dengan memberikan izin dan waktu bagi pekerjanya jika membutuhkan.
2. Kepada pekerja yang mengalami, pemilik usaha dapat memberikan dukungan
dengan tidak memberikan beban kerja yang terlalu berat.
3. Menambah jumlah tenaga kerja saat beban kerja tinggi, sehingga lembur dapat
diminimalisir.
90 Universitas Indonesia
Jangka panjang:
1. Pemilik usaha diharapkan dapat mengupayakan suasana kerja yang nyaman,
kekeluargaan, dan saling mendukung satu sama lain.
2. Pemilik usaha dapat mengadakan kegiatan rekreasi dan kebersamaan yang
menyenangkan bagi pekerjanya.
3. Melakukan rotasi pekerja bagi pekerja dengan tugas menjahit dan tugas
lainnya, tentunya dengan pelatihan terlebih dahulu. Pelatihan dan rotasi
dapat dimulai saat jumlah pesanan tidak terlalu banyak, sehingga saat
pesanan kembali banyak semua pekerja sudah siap dengan tugas barunya.
4. Pemilik usaha dapat mengadakan kegiatan rekreasi dan kebersamaan yang
menyenangkan bagi pekerjanya.
6.2.3 Bagi Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan Dinas Tenaga Kerja Setempat
Bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat, dengan diketahuinya
prevalensi depresi yang cukup tinggi (29,8%) di industri kerajinan tas Desa Kadu
Genep (6 kali lebih tinggi dibandingkan prevalensi gangguan mental emosional
Provinsi Banten), diharapkan dapat lebih memperhatikan kesehatan mental pekerja
di industri informal. Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat diharapkan dapat
mengembangkan program edukasi dan promosi kesehatan terkait kesehatan mental
emosional pada pekerja lembur industri informal di pedesaan, terutama di Desa
Kadu Genep., terutama bagaimana agar pekerja dapat mengenal kapasitas dirinya.
Universitas Indonesia
Bagi Dinas Tenaga Kerja setempat, diharapkan hasil penelitian ini dapat
menjadi dasar pembuatan program terkait kesehatan dan keselamatan kerja pada
pekerja lembur di industri informal di pedesaan, untuk mencegah agar tidak terjadi
penurunan produktivitas, terutama pada pekerja di Desa Kadugenep. Salah satu
program yang dapat dikembangkan adalah membuat kegiatan yang mendukung
kesehatan kerja pekerja lembur di industri ini, seperti edukasi terkait ergonomi serta
kesehatan kerja, pemberian bantuan alat-alat dan prasaran kerja yang sesuai dengan
prinsip ergonomi, serta edukasi mengenai manajemen sumber daya manusia.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Depression, a global public health concern. WHO Dep Ment Heal
Subst Abus [Internet]. 2012;1–8. Available from:
http://www.who.int/mental_health/management/depression/who_paper_dep
ression_wfmh_2012.pdf
2. World Health Organization. Preventing suicide. CMAJ. 2014;143(7):609–
10.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013 [Internet]. 125-129. 2013 [cited 2016 Feb
7]. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas
2013.pdf
4. Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2003;
5. Kleppa E, Sanne B, Tell GS. Working Overtime is Associated With Anxiety
and Depression: The Hordaland Health Study. J Occup Environ Med
[Internet]. 2008;50(6):658–66. Available from:
http://content.wkhealth.com/linkback/openurl?sid=WKPTLP:landingpage
&an=00043764-200806000-00008
6. Virtanen M, Stansfeld SA, Fuhrer R, Ferrie JE, Kivimäki M. Overtime Work
as a Predictor of Major Depressive Episode: A 5-Year Follow-Up of the
Whitehall II Study (Overtime Work and Depression). PLoS One.
2012;7(1):e30719–e30719.
7. Indonesia: Tren Sosial dan Ketenagakerjaan Agustus 2014 [Internet]. 2014
[cited 2016 Feb 8]. Available from:
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_329870.pdf
8. Arfa RKD, Kandou LF., Munayang H. Perbandingan Kejadian dan Tingkat
Depresi Guru Honorer di Sekolah Dasar Negeri pada Empat Kecamatan di
Kota Kotamobagu Provinsi Sulawesi Utara. Jurmal e-Biomedik (e-BM).
2013;Vol.1(Nomor 1):733–42.
9. Setyawan ZY, Amri Z, Sosrosumihardjo D. Stres Kerja dan Kecenderungan
Gejala Gangguan Mental Emosional pada Karyawan Redaksi Surat Kabar “
X ” di Jakarta. Maj Kedokt Indon. 2008;58(8):278–83.
10. Arfiana NF. Prevalensi Insomnia pada Pekerja Industri Kecil di Pedesaan
yang Lembur dan Faktor-Faktor yang di Berhubungan (Studi pada Pekerja
industri Tas di Desa Kadu Genep Kecamatan Petir Serang). Universitas
Indonesia; 2015.
11. Depression: definition. World Health Organization; 2016 Mar 19 [cited 2016
Mar 19]; Available from: http://www.euro.who.int/en/health-
topics/noncommunicable-diseases/pages/news/news/2012/10/depression-
in-europe/depression-definition
12. Depression. [cited 2016 Mar 19]; Available from:
https://www.nimh.nih.gov/health/topics/depression/index.shtml
Universitas Indonesia
13. WHO | Depression. World Health Organization; [cited 2016 Mar 19];
Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs369/en/
14. Alcott SBJV. Kaplan and Sadock_s Synopsis of Psychiatry (10th ed). New
Yprk: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 527–37.
15. Ebert MH. Current diagnosis & treatment in psychiatry / [Internet]. 2008. p.
xvii, 739 p. : – xvii, 739 p. : Available from:
http://catalogue.mcmaster.ca/catalogue/Record/1577675
16. Gong Y, Han T, Yin X, Yang G, Zhuang R, Chen Y, et al. Prevalence o f
depressive symptoms and work-related risk factors among nurses in public
hospitals in southern China: a cross-sectional study. Sci Rep. 2014;1–5.
17. CDC - Workplace Health - Implementation - Depression. [cited 2016 Mar
22]; Available from:
http://www.cdc.gov/workplacehealthpromotion/implementation/topics/depr
ession.html
18. Nemeroff CB, others. The neurobiology of depression. Sci Am Ed [Internet].
1998;278:42–9. Available from:
http://www.sciamdigital.com/gsp_qpdf.cfm?ISSUEID_CHAR=C667095F-
A703-4986-8225-6B29F3A59FF&ARTICLEID_CHAR=6A9AD109-
746B-4498-97A4-51CFE2DB0C0
19. Baldwin DS, Birtwistle J, David S, Baldwin D. An Atlas of DEPRESSION
Library of Congress Cataloging-in-Publication Data [Internet]. Depression.
2002. 10027 p. Available from:
http://doi.wiley.com/10.1017/S0012162203221460
20. Daniel P. Chapman; PhD; Geraldine S. Perry; DrPH; The Vital Link
Between Chronic Disease and Depressive Disorders [Internet]. Prev Chronic
Dis [serial online]. 2005 [cited 2016 May 2]. Available from:
http://www.cdc.gov/pcd/issues/2005/jan/pdf/04_0066.pdf
21. Mental Health and Chronic Diseases [Internet]. Center for Disease Control.
2012 [cited 2016 May 2]. Available from:
http://www.cdc.gov/nationalhealthyworksite/docs/Issue-Brief-No-2-
Mental-Health-and-Chronic-Disease.pdf
22. Depression Health Center Dealing With Chronic Illnesses and Depression.
2016;3–6. Available from:
http://www.webmd.com/depression/guide/chronic-illnesses-depression
23. The Power of Prevention Chronic disease. The public health challenge of the
21st century [Internet]. Prevention, National Center for Chronic Disease
Promotion, and Health. 2009 [cited 2016 May 4]. Available from:
http://www.cdc.gov/chronicdisease/pdf/2009-Power-of-Prevention.pdf
24. Billings DW, Susan Folkman, Acree M, Moskowitz JT. Coping and physical
health during caregiving: The roles of positive and negative affect. J Pers
Soc Psychol [Internet]. 2000;79:131–42. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/12409346_Coping_and_physical
_health_during_caregiving_The_roles_of_positive_and_negative_affect_Jo
urnal_of_Personality_and_Social_Psychology_79_131-142 [accessed Jun
28, 2016].
25. Hanoch Livneh, Richard F. Antonak. Psychosocial Adaptation to Chronic
Illness and Disability: A Primer for Counselors. J Couns Dev ■ Winter.
Universitas Indonesia
2005;83:12–20.
26. Wang J, (Departments of Psychiatry and of Community Health Sciences,
Faculty of Medicine, University of Calgary, Calgary, Alberta C. Work stress
as a risk factor for major depressive episode(s) [Internet]. Psychological
Medicine, 35,. 2005 [cited 2016 Feb 9]. p. 865–71. Available from:
http://www.psychpress.com.au/Psychometric/newsletter/2006/Mar/Wang.p
df
27. Levy BS, Wegman DH, Baron SL, Sokas RK. Occupational and
Environmental Health. Recognizing and Preventing Disease and Injury.
Sixth Edition [Internet]. 2011. 883 p. Available from:
http://sgh.org.sa/Portals/0/Articles/Occupational and Environmental Health
- Recognizing and Preventing Disease and Injury.pdf
28. Morrow L a, Gibson C, Bagovich GR, Stein L, Condray R, Scott a. Increased
incidence of anxiety and depressive disorders in persons with organic solvent
exposure. Psychosom Med [Internet]. 2000;62(6):746–50. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11138992
29. Bouchard M, Bellinger DC, Weuve J, Matthews-Bellinger J, Gilman SE,
Wright RO, et al. Blood lead levels and major depressive disorder, panic
disorder, and generalized anxiety disorder in U.S. young adults.
2009;66(12):1313–9.
30. Obiora E. Onwuameze, MB, BS, MS, PhD Sergio Paradiso, MD, PhD
Corinne Peek-Asa, PhD Kelley J. Donham, DVM Risto H. Rautiainen P.
Modifiable risk factors for depressed mood among farmers — [Internet].
Annals of Clinical Psychiatry. Vol. 25 No. 2. 2013 [cited 2016 Feb 9]. p. 83–
90. Available from:
https://www.aacp.com/Pages.asp?AID=11305&issue=&page=&UID=
31. ICD‐10 Resource: Coding for Major Depressive
Disorder [Internet]. [cited 2016 Apr 25]. Available from:
http://cloud.aapc.com/documents/Depressive-Disorder-ICD-10-BH.pdf
32. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders [Internet]. Arlington. 2013. 991 p. Available from:
http://encore.llu.edu/iii/encore/record/C__Rb1280248__SDSM-
V__P0,2__Orightresult__X3;jsessionid=ABB7428ECBC4BA66625EDD0
E0C5AAFA5?lang=eng&suite=cobalt\nhttp://books.google.com/books?id=
EIbMlwEACAAJ&pgis=1
33. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Cetakan ke 3. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa, FK Unika Atmajaya; 2013.
34. Bienenfeld D. Screening Tests for Depression. — [Internet]. Medscape.
[diakses 8 Januari 2017]. Tersedia di
http://emedicine.medscape.com/article/1859039overview#showall
35. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia no. 102 th 2004
tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur. 2004;(102).
36. Virtanen M, Ferrie JE, Singh-Manoux a., Shipley MJ, Stansfeld S a.,
Marmot MG, et al. Long working hours and symptoms of anxiety and
depression: a 5-year follow-up of the Whitehall II study. Psychol Med.
Universitas Indonesia
2011;41(12):2485–94.
37. Shields M. Long working hours and health van der hulst.pdf. 2000;(75):49–
56.
38. International Labour Office. Overtime, Shift work Conditions of Work and
Employment Programme. 2004;(May).
39. Dembe A, Erickson J, Delbos R, Banks S. The impact of overtime and long
work hours on occupational injuries and illnesses: new evidence from the
United States. Occup Environ Med [Internet]. 2005;62(9):588–97. Available
from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1741083&tool
=pmcentrez&rendertype=abstract
40. Caruso CC, Hitchcock, Edward M, Dick, Robert B, Russo, John M, Schmit,
Jennifer M. Overtime and extended work shifts : Recent findings on illnesses
, injuries , and health behaviors. US Dep Heal Hum Serv Centers Dis Control
Prev Natl Inst Occup Saf Heal. 2004;143.
41. Virtanen M, Heikkilä K, Jokela M, Ferrie JE, Batty GD, Vahtera J, et al.
Long working hours and coronary heart disease: a systematic review and
meta-analysis. Am J Epidemiol [Internet]. 2012 Oct 1 [cited 2016 May
13];176(7):586–96. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3458589&tool
=pmcentrez&rendertype=abstract
42. Virtanen M, Ferrie JE, Singh-Manoux A, Shipley MJ, Vahtera J, Marmot
MG, et al. Overtime work and incident coronary heart disease: the Whitehall
II prospective cohort study. Eur Heart J [Internet]. 2010 Jul [cited 2016 May
13];31(14):1737–44. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2903713&tool
=pmcentrez&rendertype=abstract
43. Tarumi K, Hagihara A, Morimoto K. A prospective observation of onsets of
health defects associated with working hours. Ind Health [Internet]. 2003
Apr [cited 2016 May 13];41(2):101–8. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12725470
44. Bannai A, Tamakoshi A. The association between long working hours and
health: a systematic review of epidemiological evidence. [Internet].
Scandinavian journal of work, environment & health. 2014 [cited 2016 Mar
21]. p. 5–18. Available from:
file:///C:/Users/parmitasari/Downloads/5_18_bannai (2).pdf
45. Wijono S. Psikologi Industri dan Organisasi: Dalam Suatu Bidang Gerak
Psikologi Sumber Daya Manusia. Edisi pert. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group; 2010. 155-156 p.
46. Ivancevich JM, Matteson MT. Stress and work: a managerial perspective
[Internet]. 1980 [cited 2016 May 29]. Available from:
https://books.google.co.id/books/about/Stress_and_work.html?id=7WEPA
QAAMAAJ&pgis=1
47. Munandar AS. Psikologi Industri dan Organisasi. Universitas Indonesia (UI-
Press ); 2008.
48. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah. 2008.
Universitas Indonesia
49. Badan Pusat Statistik. Industri Pengolahan [Internet]. 2016. Available from:
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/9
50. Firnandy. Studi Profil Pekerja di Sektor Informal dan Arah Kebijakan ke
Depan. Direktorat Ketenagakerjaan dan Anal Ekon. 2002;1–18.
51. Badan Pusat Statistik. Jumlah Tenaga Kerja Industri Mikro dan Kecil
Menurut Provinsi, 2013-2015. 2016.
52. Purwanto N. Lokasi industri dan Persebarannya. 2014;
53. Industri Mikro dan Kecil [Internet]. [cited 2016 May 16]. Available from:
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/170#subjekViewTab1
54. Niedhammer I, Malard L, Chastang J-F. Occupational factors and
subsequent major depressive and generalized anxiety disorders in the
prospective French national SIP study. BMC Public Health [Internet].
BioMed Central; 2015 Jan 28 [cited 2016 Jan 22];15(1):200. Available from:
http://bmcpublichealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12889-015-
1559-y
55. Tomioka K, Morita N, Saeki K, Okamoto N, Kurumatani N. Working hours,
occupational stress and depression among physicians. Occup Med (Chic Ill).
2011;61(3):163–70.
56. Kroenke K, Spitzer RL, Williams JB. The PHQ-9: validity of a brief
depression severity measure. J Gen Intern Med [Internet]. 2001 Sep [cited
2015 Feb 4];16(9):606–13. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1495268&tool
=pmcentrez&rendertype=abstract
57. Kroenke k, Spitzer W. The Patient Health Questionnaire ( PHQ-9 ) -
Overview The Patient Health Questionnaire ( PHQ-9 ) Scoring. Jgim.
2001;9:1–3.
58. Fields DL. Taking the Measure of Work: A Guide to Validated Scales for
Organizational Research and Diagnosis [Internet]. SAGE Publications; 2002
[cited 2016 May 29]. 352 p. Available from:
https://books.google.com/books?id=ZBJzAwAAQBAJ&pgis=1
59. Street, Brandyn M., The relationship between age and depression : a self-
efficacy model ;2004. Master's Theses. Paper 1036.
60. Bjørkløf G, H, Engedal K, Selbæk G, Kouwenhoven S, E, Helvik A, -S,
Coping and Depression in Old Age: A Literature Review. Dement Geriatr
Cogn Disord 2013;35:121-154
61. Badan Pusat Statistik. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut
Golongan Umur dan Jenis Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu, 2008 -
2015.Industri Pengolahan [Internet]. 2016. Available from:
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/9
62. Akhtar-Danesh N, Landeen J. Relation between depression and
sociodemographic factors. International Journal of Mental Health Systems.
2007;1:4. doi:10.1186/1752-4458-1-4.
63. Weigl M., Stab N., Herms I., Angerer P., Hacker W. & Glaser J.The
associations of supervisor support and work overload with burnout and
depression: a cross-sectional study in two nursing settings. Journal of
Advanced Nursing . 2016; 72(8), 1774–1788.
64. Salavecz, Gyöngyvér; Stauder, Adrienn; Purebl, György. Work related stress
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Jumlah
Jenis Masa jam SDS SDS
No Inisial Umur J.Kelamin Stat.nikah Pendidikan PHQ-9
tugas Kerja kerja/ OQN OQL
mg
Tamat
1 As menjahit 22 laki-laki tidak menikah SMA 5 72 9 18 16
Tamat
2 B menjahit 21 laki-laki tidak menikah SMA 5 63 8 19 17
3 M menjahit 38 laki-laki menikah Tamat SMP 6 55 18 14 13
4 RM menjahit 38 laki-laki tidak menikah Tamat SMP 1 81 9 15 15
5 Ro menjahit 34 laki-laki menikah tamat SD 4 72 10 11 18
6 Ma menjahit 21 laki-laki tidak menikah tamat SD 4 66 5 9 7
7 Ba menjahit 25 laki-laki tidak menikah tamat SD 3 54 10 17 18
Tamat
8 W lain-lain 23 laki-laki tidak menikah SMA 3 60 6 9 12
9 Su menjahit 42 laki-laki menikah Tamat SMP 5 43 13 11 15
Tamat
10 E menjahit 35 laki-laki menikah SMA 16 60 6 9 5
Tamat
11 TPK menjahit 34 laki-laki menikah SMA 2 49 5 11 10
Tamat
12 Al Finishing 19 laki-laki tidak menikah SMA 2 58 5 5 5
13 Ra menjahit 31 laki-laki menikah tamat SD 10 63 9 9 12
Tamat
14 Sa menjahit 21 laki-laki tidak menikah SMA 5 72 7 15 14
15 Su menjahit 37 perempuan menikah tamat SD 3 54 13 12 11
100 Universitas Indonesia
TAHUN (2016)
No KEGIATAN III IV V VI VII VIII IX X XI XII
34 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan konsep
2 Penyusunan proposal
Konsultasi dengan
3
pembimbing
4 Presentasi proposal
5 Revisi Proposal
Penyerahan revisi proposal leba
6
pada Komite Etik Penelitian ran
Menunggu persetujuan
7
Komite Etik
Pengumpulan data dan
8
verifikasi
9 Pengolahan data
10 Penyusunan laporan
11 Presentasi hasil penelitian
MATERI PENJELASAN
(Studi pada Pekerja Industri Tas di Desa Kadu Genep Kecamatan Petir
Serang)
Universitas Indonesia
dr.Parmitasari
Universitas Indonesia
Setelah mendengar penjelasan mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian serta
langkah-langkah pemeriksaan yang akan dilakukan selama penelitian
berlangsung, maka yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Usia :
Serang, 2016
(……………………………)
Nama jelas
Universitas Indonesia
KUESIONER PENYARING
Umur :……………………tahun
1. Apakah Bapak / Ibu mengkonsumsi obat secara rutin saat ini untuk :
Penyakit tekanan darah tinggi/ sakit jantung : Ya / Tidak
Sebutkan nama obat tersebut: ………………………………………………….
Penyakit kejang/ epilepsi : Ya / Tidak
Kontrasepsi oral : Ya/ Tidak
Alergi dan peradangan (kortikosteroid) : Ya/ Tidak
Sebutkan nama obat tersebut: ………………………………………………….
Penyakit Parkinson : Ya/ Tidak
Alkohol : Ya/ Tidak
2. Apakah Bapak / Ibu mengalami kehilangan kerabat dekat/ pasangan atau
tertimpa bencana selama 1 bulan terakhir? Ya/ Tidak
3. Apakah Bapak/ Ibu mengalami:
a. keluhan sesak nafas berulang dalam 6 bulan terakhir? Ya/ Tidak
b. Didiagnosis asma oleh dokter dalam 6 bulan terakhir? Ya/ Tidak
4. Apakah Bapak/ Ibu mengalami:
a. keluhan nyeri sendi berulang dengan keterbatasan dalam aktivitas dalam
6 bulan terakhir.? Ya/ Tidak
b. Diagnosis radang sendi oleh dokter dalam 6 bulan terakhir? Ya/ Tidak
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
(Studi pada Pekerja Industri Tas di Desa Kadu Genep Kecamatan Petir
Serang)
Tanggal: Kode:
Inisial: Usia:
A. Petunjuk Pengisian:
1. Untuk data umum, isilah sesuai dengan kondisi anda.
2. Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai menurut kondisi anda
sengan memberi tanda centang (√).
B. Identitas Responden:
1. Jenis tugas : 󠆒 persiapan (membuat pola dan memotong bahan)
󠆒menjahit 󠆒 finishing󠆒 (termasuk quality control dan
pengemasan) 󠆒 lain-lain (sebutkan)
2. Jenis Kelamin : 󠆒 Laki-laki 󠆒 Perempuan
3. Status perkawinan : 󠆒Tidak kawin 󠆒 Kawin 󠆒Janda / Duda
4. Pendidikan terakhir:󠆒Tamat SD 󠆒Tamat SMP 󠆒Tamat SMA
󠆒 Tamat D3/ S1
C. Data Pekerjaan dan Lembur
Isilah titik-titik atau berilah tanda (√) pada kotak yang tersedia dari pertanyaan
berikut sesuai dengan kondisi Anda.
1. Berapa lama anda bekerja sebagai pengrajin
tas?....................................tahun
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
KUESIONER DEPRESI
Tanggal: Kode:
Inisial: Usia:
Petunjuk pengisian: Lingkarilah jawaban yang paling sesuai dengan yang Anda
rasakan selama 2 minggu terakhir.
(PHQ-9)
Lebih dari
Selama 2 minggu terakhir, seberapa sering separuh
Beberapa
Anda terganggu oleh masalah-masalah Hari waktu yang
berikut? dimaksud
Tidak Hampir
pernah setiap hari
Universitas Indonesia
Jika Anda mencentang salah satu masalah, seberapa besar kesulitan yang ditimbulkan
karenanya dalam melakukan pekerjaan, mengurus pekerjaan rumah tangga, atau
bergaul dengan orang lain?
Sangat tidak sulit Sedikit Sulit Sangat Sulit Luar biasa Sulit
󠆒 󠆒
Dikembangkan oleh Dr. Robert L. Spitzer, Janet B.W. Williams, Kurt Kroenke, dan rekan, dengan
penghargaan di bidang pendidikan dari Pfizer Inc. 31,32,36
Universitas Indonesia
Inisial: Usia:
Kuesioner berikut ini dirancang untuk mengetahui sejauh mana berbagai kondisi
hidup yang sifatnya sangat pribadi menjadi sumber stres bagi anda. Untuk setiap
pertanyaan anda harus menyebutkan seringnya (frekuensi) kondisi yang dimkasud
itu menjadi sumber stres. Di sebelah kanan dari setiap pernyataan terdapat angka
0 – 7 sebagai jawaban anda (0,1,2,3,4,5,6,7).
Lingkarilah nomor/angka yang anda pilih,bila anda ingin mengubah jawaban
hapus/coret jawaban sebelumnya
Tulis angka :1. Bila kondisi yang diuraikan tidak pernah menimbulkan stres
2. Bila kondisi itu jarang sekali menimbulkan stres
3. Bila kondisi itu jarang menimbulkan stres
4. Bila kondisi itu kadang kadang menimbulkan stres
5. Bila kondisi itu sering menimbulkan stres
6. Bila kondisi itu sering sekali menimbulkan stres
7. Bila kondisi itu selalu menimbulkan stres
Universitas Indonesia
1 = 2 = 3 = 4 = 5 = 6 =
7 = 8 = 9 = 10 = 11 = 12 =
Universitas Indonesia
19 = 20 = 21 = 22 = 23 = 24 =
25 = 26 = 27 = 28 = 29 = 30 =
Keterangan :
AM = Role Ambiguity / Ketaksaan Peran
CO = Role Conflict / Konflik Peran
OQN = Role Overload Quantitative / Beban kerja kuantitatif
OQL = Role Overload Qualitative / Beban Kerja Kualitatif
CD = Career Development / Pengembangan Karir
RE = Responsibility for People / Tanggung jawab terhadap orang lain.
Universitas Indonesia
BAHAN
No Alat Jumlah Harga Total
satuan
1 Pelatihan penggunaan 1 @500.000 500.000
kuesioner PHQ-9
2 Lembar informed consent 150 @100 15.000
3 Lembar Kuesioner PHQ 150 @10000 1.500.000
4 Lembar kuesioner lainnya 1400 @100 140.000
Total 2.155.000
LAIN-LAIN PENGELUARAN
No Bahan Jumlah Biaya Total
1 Tinta Printer 4 unit @190.000 760.000
2 Biaya Ethical @ 150.000 150.000
Clearance
3 Transportasi 2 400.000 800.000
4 Kenang-kenangan 200 25.000 5.000.000
untuk responden
5 Akomodasi 4 300.000 1.200.000
TOTAL 7.510.000
Perkiraan total biaya yang diperlukan padan penelitian ini adalah sebesar
11.465.000 (Sebelas juta empat ratus enam puluh lima ribu rupiah)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia