Anda di halaman 1dari 7

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM KEGIATAN SHALAT BERJAMAAH PADA

MASA PANDEMI COVID-19


Oleh :
Saichi Gusai Nurilahi , Muhamad Hilmi
Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Muhammadiyah Jember
saichisauqi@gmail.com ,hilmimhmmd8@gmail.com
Abstract
The Covid-19 pandemic was the biggest disease outbreak in 2019-2020, therefore the
government itself issued policy guidelines. One of them is related to congregational prayer
activities during the pandemic. The emergence of policies related to community activities
will certainly raise pros and cons in society. When a large-scale social activity (PSBB) occurs
in an area, it has an impact on all religious activities. The method used here is a qualitative
data analysis technique. However, the government and MUI can overcome this by providing
understanding and legislation regarding epidemic control policies. Based on the results from
various regions in Indonesia, many areas have experienced healing and reduced the number
of Covid-19 patients, which after the issuance of the large-scale social restriction PSBB
policy until New Normal is currently being implemented in Indonesia.
Keywords: Covid-19; coronas; Congregational prayer
Abstrak
Pandemi Covid-19 merupakan wabah penyakit terbesar pada tahun 2019-2020, oleh karena
itu pemerintah sendiri mengeluarkan pedoman kebijakan. Salah satunya berkaitan dengan
kegiatan sholat berjamaah di masa pandemi. Munculnya kebijakan yang berkaitan dengan
kegiatan masyarakat tentunya akan menimbulkan Pro dan kontra di masyarakat. Ketika
terjadi kegiatan sosial berskala besar (PSBB) di suatu daerah, maka berdampak pada semua
kegiatan keagamaan. Metode yang digunakan disini adalah teknik analisis data kualitatif.
Namun, pemerintah dan MUI bisa mengatasi hal tersebut dengan memberikan pemahaman
dan peraturan perundang-undangan tentang kebijakan pengendalian wabah. Berdasarkan hasil
dari berbagai wilayah di Indonesia banyak wilayah yang telah mengalami penyembuhan dan
pengurangan jumlah angka pasien Covid-19 yang dimana setelah dikeluarkannya kebijakan
PSBB pembatasan sosial berskala besar hingga New Normal saat ini di yang tengah di
terapkan di Indonesia.
Kata Kunci: Covid-19; corona; Sholat berjamaah
A. Pendahuluan
Tahun 2019 hingga 2020 akan menjadi tahun terparah di dunia karena kita
semua tahu bahwa virus corona menyebar di negara Indonesia ini. Negara tersebut
mengalami wabah yang dikenal dengan Covid-19 atau virus Corona. Virus ini berasal
dari Wuhan, China pada akhir tahun 2019 dan menyebar ke seluruh dunia pada awal
tahun 2020. Tentu saja virus ini mengejutkan seluruh negara. Negara-negara di di
seluruh dunia sedang berusaha memutus rantai virus Covid19 . Di salah satu negara
tempat penyebaran virus tersebut yaitu negara kita negara Indonesia, virus ini pertama
kali masuk ke negara indonesia pada tanggal 02 Maret 2020. Oleh karena itu,
munculnya virus pandemi, pemerintah Indonesia mewajibkan setiap orang untuk
melakukan social dan physical distancing/jaga jarak.
Di Indonesia juga diberlakukan lockdown, menghentikan aktivitas masyarakat
di area publik dan menutup akses dari kota lain hingga negara luar untuk mencegah
penyebaran virus agar tidak menyebar luas. Pandemi Covid-19 memiliki pengaruh
atau dampak pada kehidupan khususnya dalam segi Keagamaan.. Untuk mencegah
penyebaran virus, aparat pemerintah mengeluarkan surat keputusan suatu aturan yang
mengimbau umat beragama untuk beribadah di rumah saja. Hal itu tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Luas Dalam
Rangka Percepatan Pengendalian Virus Corona(Covid-19).
Untuk mencegah penyebaran virus, pelayanan akan diatur di rumah masing-
masing, terutama khusus untuk wilayah zona merah atau wilayah yang
melakukan penerapan PSBB. mengenai penyelenggaran aturan beribadah dalam
situasi Covid19 ini Jika masyarakat mematuhi dan taat beribadah dan beragama,
harapannya wabah ini segera hilang dan rantai penyakitnya terputus. Namun, banyak
pihak yang menanggapi keputusan ini dengan pro dan kontra . Oleh karena itu, artikel
ini bertujuan untuk “membahas kebijakan pemerintah tentang kegiatan sholat
berjamaah di masa pandemi Covid, bagaimana kebijakan tersebut berjalan, dan
apakah kebijakan tersebut telah diterapkan secara efektif dan terarah.”
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif berarti yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
melalui uraian dan analisis terhadap fakta-fakta yang sebenarnya . Teknik
pengumpulan datanya yaitu menggunakan teknik pengelolaan bersifat kualitatif.
(Sugiono, 2005:1) merupakan penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek yang alamiah. penelitian ini memperoleh suatu pemahaman berdasarkan tradisi
terhadap metode tertentu dalam mengkaji suatu masalah sosial maupun fenomena
sosial yang terjadi .
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kebebasan beragama adalah salah satu bentuk HAM (hak asasi manusia)
yang di dalam UUD 1945. Menurut Thomas Caryle (2018), agama adalah
pengalaman pribadi yang bermakna dan mendalam. Thomas juga mengungkapkan
bahwa agama adalah keyakinan yang benar yang diyakini dalam hati manusia dan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, yang salah satunya mengatur
hak-hak masyarakat, yang meliputi kewajiban negara untuk menjamin kebebasan
beragama. Tidak hanya Indonesia yang melakukan hal ini, tetapi negara-negara lain di
dunia juga melakukan perubahan untuk menjamin kebebasan beragama. Akibat
wabah virus Corona, beberapa negara di dunia termasuk Indonesia harus mengubah
pembatasan kebebasan beragama menjadi pembatasan semua kegiatan yang berkaitan
dengan agama.
Tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit Covid-19 di masyarakat.
Salah satu negara yang menerapkan hal tersebut adalah negara Vantika yang hampir
melaksanakan perayaan hari raya dirumah. Negara lain juga telah menerapkan
kebijakan pembatasan kegiatan, termasuk kegiatan keagamaan, dengan menutup
tempat ibadah di negara tersebut. Indonesia juga telah menerapkan
Pembatasan (PSBB) sendiri dimana hal ini berdampak positif Salah satu pengaruhnya
menyangkut sektor keagamaan, baik Islam maupun agama lain. Majelis Ulama
Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang pedoman penyebaran wabah Covid
19, No 14 Tahun 2020 Tentang Melaksanakan Ibadah Dalam Situasi Covid-19
Ini. bertujuan agar umat beragama, khususnya umat Islam, dapat mencegah
penyebaran virus tersebut. Masyarakat selalu dihimbau untuk memakai masker,
menjaga jarak dan berdiam diri di rumah. Selain itu, Majelis Ulama
Indonesia ( MUI ) mengeluarkan fatwa No. 21 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan
salat Jumat dan pertemuan untuk mencegah penyebaran dan perkembangan virus
corona. Kebijakan yang dilaksanakan ini harus dialami oleh
masyarakat, terkait wabah ini dan adanya aturan penyelenggaraan salat Jumat di
tengah pandemi Covid-19. Namun, adanya opini dan argumen yang tercantum tentang
Musibah tersebut dapat memperkuat kebijakan yang akan diterapkan dan
dilaksanakan.
Dalam kebijakan ini juga memiliki ketentuan yang sama terkait dengan
pelaksanaan shalat sunah tarawih yang mana hal ini sama-sama tidak diperbolehkan
untuk melakukan pelaksanaan shalat berjamaah di masjid. Adapun contoh dari
ketentuan hukumnya yaitu bagi orang atau masyarakat yang terpapar virus Corona
maka mereka diwajibkan untuk melakukan isolasi secara mandiri untuk mencegah
penyebaran virus kepada orang lain. Bagi mereka yang terpapar virus tersebut tidak
diperbolehkannya melakukan aktifitas ibadah yang nantinya akan menjadi peluang
dari suatu penyebaran, seperti jamaah shalat 5 waktu, shalat Tarawih, shalat eid hari
raya di tempat umum ataupun masjid ataupun menghadiri perayaan tabligh akbar atau
pengajian serta bagi masyarakat yang sehat yang belum memiliki gejala virus
tersebut. Pemerintah juga mengatakan bahwa sanya ringkat penularannya masih
bersifat tinggi oleh karena ia boleh meninggalkan shalat jumat dan mengantikannya
ke ibadah shalat zuhur dirumah masing-masing. Serta dapat meninggalkan shalat
tarawih dan shalat ied di masjid atau pempat-tempat umum lainnya hal ini dilakukan
untuk mencegah penyebaran virus maka dari itu diberlakukannya penerapan phiscal
distancing.
Salah satu ibadah yang paling berdampak dari adanya pandemi Covid yaitu
shalat jumat, yang dimana shalat jumat ini hanya boleh dilakukan bagi kaum adam
yang berjenis kelamin laki-laki yang baligh sehat dan berakal hukumnya merupakan
wajib/ fardhu’ain. Terkait dengan adanya penyebaran virus tersebut maka
diharamkannya bagi masyarakat yang terpapar virus Covid-19 untuk melaksanaakan
ibadah shalat muat tersebut secara berjamaah sesuai dengan dalil yang tertera:
“Jaganlah yang sakit bercampur dengan yang sehat” (HR. al-Bukhari & Muslim) “
jika kalian sedang mendengar suatu kabar mengenai meluasnya suatu wabah tahun di
suatu wilayah, maka janganlah kamu memasukinya, dan jika kalian sedang berada
didalamnya maka janganlah kamu keluar darinya”(HR. al. Bukhari & Muslim).
Oleh karena itu dengan adanya pergantian ibadah shalat jumat ke zhuhur maka
shalat jumat itu tidak di perbolehkan di dalam rumah karena itu bukanlah tempat
umum. Berdasarkan pendapat imam malik, imam al-syafi’i dan imam ahmad hal
tersebut tidak diperbolehkan karena shalat jumat itu memiliki syarat bahwa jumlah
anggota yang hadir harus minimal 40 orang. Dengan diberlakukannya PSBB atau
Locdown angka penderita penyakit Covid19 ini mengalami sedikit penurunan oleh
karna itu Pihak pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan dalam upaya untuk
memutuskan suatu rangkai penyakit virus Covid ini, yaitu dengan diberlakukannya
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan sekarang pihak pemerintah mulai
menerapkan kebijakan yang baru yaitu New Normal.
Sesuai dengan kebijakan ini, semua aktivitas yang dilakukan masyarakat
akan kembali normal namun aturan tetap mengikuti protokol kesehatan seperti 3M,
yaitu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak sosial. dan baru-baru ini
dinormalisasi, yaitu diadakannya sholat berjamaah di masjid-masjid yang kita ketahui
dilarang dalam rangka Fatwa MUI Nomor 31 Tahun 2020 yang juga menjadi
perbincangan di masyarakat. Faktor pendorong terbesar yang
mendorong jamaah untuk terus melatih rasa percaya diri dan konsisten dalam
beribadah adalah karena jamaah yang memiliki kesadaran yang mendalam akan
peraturan pemerintah agama, sehingga banyak orang yang senantiasa fokus pada
keselamatan dan kepercayaan diri serta kebersihan diri. lingkungan masjid dan rumah
dalam pemberantasan wabah Covid-19. Di new normal boleh sholat berjamaah,
namun aturan kesehatan tetap harus dipatuhi karena tidak ada yang tahu penyakit ini
datang tiba-tiba dan menyerang semua orang, sehingga diperlukan kewaspadaan agar
penyakit tersebut tidak menyerang kita dan masyarakat lainnya. .

D.Kesimpulan
Virus corona adalah penyakit yang sampai belum ditemukan obatnya,
mendorong negara-negara di seluruh dunia menerapkan pembatasan jarak sosial baik
secara eksternal maupun internal untuk mencegah penyebarannya. Oleh karena itu,
negara Indonesia tidak luput dari pembatasan segala aktivitas, termasuk keagamaan,
selama pandemi Covid untuk menjaga kesehatan masyarakat dan mencegah
penyebaran virus menjadi semakin luas. Pembatasan kegiatan keagamaan juga diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Pemerintah sendiri dan Majelis Ulama
Indonesia menetapkan kebijakan dan mengeluarkan fatwa berdasarkan permasalahan
yang dihadapi di Indonesia baik pada masa pandemi PSBB (Pembatasan Sosial
Berskala Besar) maupun sebagai normal baru yang kita kenal sekarang ini. Kebijakan
tersebut juga menimbulkan pro dan kontra dari sudut pandang masyarakat terkait dari
kebijakan yang dibuat. Namun, pemerintah dan MUI bisa mengatasi hal tersebut
dengan memberikan pemahaman dan peraturan perundang-undangan tentang
kebijakan pengendalian wabah. Berdasarkan riset dari berbagai wilayah di Indonesia,
banyak daerah yang menunjukkan peningkatan dan penurunan jumlah pasien Covid-
19, yang saat ini diterapkan pasca keluarnya kebijakan PSBB dengan pembatasan
sosial ekstensif Norma Indonesia. .
DAFTAR PUSTAKA

Abidah, A., Hidaayatullah, H. N., Sinamora,R. M., Fehabutar, D., &


Mutakinati, L. (2020). The Impact of Covid-19 to Indonesian Education and Its
Relation to be Philosophy of “Merdeka Belajar.” SiPoSE: Studies in Philosophy of
Science and Education, 1(1), 38-39.
Adriana Mustafa, Nurul Mujahidah.2020 Dirkhusus Cadar Dalam Memaknai
Pandemk Covid 2019, perbandingan Mazhab, 2(1) 1-14.
Dadang Darmawan, Deni Miharja, Roro Sri Rejeki Waluyojati, Erni
Isnaeniah.2020 Sikap Keberagaman Masyarakat Muslim Menghadapi Covid-19,Studi
Agama dan Lintas Budaya,1-10.
Dzulfaroh, Naufal, Ahmad. 2020. Shalat Berjamaah dengan Physical
Distancing,https://amp.kompas.com/ramadhan/read/2020/04/25/035700972/shalat
berjamaah dengan-physical-distancing-apakah-menghilangkan (10 November 2020).
Faiq Tobroni.2020 Pembatasan Kegiatan Keagamaan Dalam Penangganan
Covid-19, 6(2), 1-27.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 14 Tahun 2020 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjzzadi wabah Covid-19, (2020).
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 31 Tahun 2020Tentang
Penyelenggaran Shalat Jum’at dan Jamaah untuk Mencegah Penularan Covid-19.
Firdaus Fitra.2020. Isi Lengkap Fatwa MUI tentang Shalat Jumat Saat
Pandemi COVID-19.https://tirto.id/isi-lengkap-fatwa-mui-tentang-sholat-jumat-saat
pandemi-covid-19-fFlw (13 November 2020).

Anda mungkin juga menyukai