Anda di halaman 1dari 10

DINAMIKA CALON INDEPENDEN PILKADA

Agung Wijaksono , Helmy Rosa Danie , Saichi Gusai Nurilahi, Ria Angin
1, 2,

1
Universitas Muhammadiyah Jember, Universitas Muhammadiyah Jember,
2

Universitas Muhammadiyah Jember, Universitas Muhammadiyah Jember


1
agungwijak703@gmail.com , helmytiger2000@gmail.com , Saichisauqi@gmail.com
2

, ria.angin@unmuhjember.ac.id

Abstrak
Pemilihan kepala daerah dilakukan atau dilaksanakan tiap 5 tahun sekali secara
bersama-sama dalam lingkup nasional. Banyak perubahan dalam pemilihan kepala
daerah yang sangat beraneka ragam,seperti pilkada dilakukan secara langsung, melalui
sistem perwakilan dimana dipilih oleh DPRD serta kembali lagi pada pilkada secara
langsung. Pada tahun 2015 dikeluarkanlah peraturan perundang-undangan yang saat
ini tetap berlaku yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 mengenai pemilihan
kepala daerah, secara tidak langsung itu membuka suatu peluang munculnya calon
kepala daerah secara independen. Dalam penelitian ini membantu untuk mengetahui
dan menggali lebih dalam, menganalisis eksistensi serta untuk mengetahui suatu
permasalahan pencalonan independen dalam pilkada. Dalam penelitian ini
menggunakan kualitatif deskriptif dimana melakukan suatu wawancara, studi literatur
yang dijadikan dalam suatu teknik analisis data yang didalamnya terdapat reduksi
data, penyajian data serta lainnya.
Kata Kunci : Pilkada, calon independen, undang-undang
Abstract
Regional head elections are held or carried out once every 5 years jointly within the
national scope. There have been many changes in regional head elections that are very
diverse, such as the regional head elections being carried out directly, through a
representative system where they are elected by the DPRD and returning to direct
regional elections. In 2015, laws and regulations were issued that are still valid,
namely Law Number 8 of 2015 concerning regional head elections, indirectly opening
up an opportunity for the emergence of independent regional head candidates. In this
research it helps to find out and dig deeper, analyze existence and to find out a
problem of independent candidacy in regional elections. In this study using descriptive
qualitative which conducted an interview, literature study which was made into a data
analysis technique in which there was data reduction, data presentation and others.
Keywords : Local eletions, independent candidates, laws

PENDAHULUAN
Pilkada atau yang sering disebut sebagai pemilihan kepala daerah merupakan suatu
agenda pokok yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekalihal tersebut dianggap sebagai
suatu momen yang sangat langkah. Pemilihan kepala daerah sendiri dilakukan
bersama dengan wakilnya dimana mencakup gubernur, bupati dan walikota serta
dilaksanakan secara langsung. Didalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan
bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sesuai dengan
UUD 1945. Hal tersebut merupakan suatu hal demokrasi dimana demokrasi itu sendiri
memiliki suatu arti dari, oleh dan untuk rakyat, yang kemudian diwujudkan dalam hal
pilkada atau pemilihan kepala daerah. Apa yang ditanam itu yang dituai oeleh rakyat
itu sendiri. Jadi jika suatu kekuasaan tidak ada batasannya maka akan seringkali
memunculkan pelanggaran hak, adanya penyalahgunaan kekuasaan dan kemudian
mengarah pada kehancurn negara. (Asshiddiqie Jimly,2007:143-146).

Calon independen merupakan suatu calon perseorangan dimana tidak berafiliasi


dengan suatu kelompok tertentu atau dengan parpol manapun. Dalam hal ini
mahkamah konstitusi mengeluarkan suatu keputusan tentang calon perseorangan
dalam pilkada atau pemilihan kepala daerah yang dianalisa sebagai suatu demokrasi
dimana menghadirkan suatu kebebasan, kompetisi ataupun partisipasi, serta
mengklaim dan mengatur ulang model monopoli dalam suatu hal penentuan calon
pemimpin harus berasal dari partai politik. Pada dasarnya seperti yang diketahui
bahwa partai politik itu lebih mengutamakan suatu kepentingan partai atas
kepentingan bersama atau nasional dan suatu loyalitas yang diedukasikan, seperti
melebihi batas loyalitas kepada suatu negara, dan loyalitas kepada partai itu sendiri 1.
Pada tahun 2015 juga dikeluarkan suatu peraturan perundang-undangan yakni
Undang-Undang No.8 Tahun 2015 mengenai pemilihan kepala daerah. Hal tersebut
diklaim dapat memunculkan suatu calon kepala daerah secara independen.

Ketika adanya putusan dari MK Nomor 5/PUU-V/2007, calon perseorangan atau


independen diatur secara jelas didalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 mengenai
1
Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, h.408.
perubahan ke 2 atas Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang didalamnya membahas
tentang pemerintahan daerah, khususnya mengarah pada pasal 59 ayat ke 1 yang
menegaskan bahwasannya para peserta pemilihan kepala daerah dan wakilnya itu
adalah : 1. Paslon yang diusulkan atau diajukan oleh parpol atau gabungan dari partai
politik, 2. Paslon independen yang didorong dan didukung oleh sejumlah masyarakat.
Calon independen atau perseorangan yang bukan berasal dari partai politik dapat
diartikan bahwa dia mempunyai mesin politik supaya dapat mengakses pemilih.
Dalam UU No 32 tahun 2004 tersebut secara nyata juga menjelaskan
mengenai...Didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia terpampang
jelas bahwasannya mengatur bahwa setiap warga negara Indonesia berhak
mendapatkan suatu kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Hal tersebut sangat
sesuai dan selaras dengan konsep ajaran John Rawls yaitu pakar filsuf politik yang
berasal dari Amerika dimana menegaskan semua jabatan poltik itu terbuka untuk
setiap orang atas dasar suatu persamaan hak2. Jadi kita sebagai warga negara
Indonesia berhak menyalurkan kesempatan kita dalam melakukan pemilihan kepala
daerah secara jujur, pilih sesuai apakata hati jangan apa kata isi dompet. Di daerah-
daerah, DPRD melalui suatu taktik pemungutan suara dapat secara leluasa
menjatuhkan kepala daerah sebelum masa jabatannya itu berakhir (Sumartini.
L,2004:3-5)

Dari hasil observasi dimana melakukan suatu wawancara untuk menganalisa data-data
yang ada dalam KPU terkait pilkada yang menggunakan suatu jalur secara
independen, maka dapat dijabarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU)
mengenai pilkada serentak yang terjadi pada tahun 2015 menunjukkan dari 20 paslon
atau pasangan calon gubernur dan wakil gubernur hanya ada 2 paslon yang memilih
jalur secara independen. Dengan kata lain didalam penelitian ini menggunakan suatu
metode kualitatif deskritif. Lalu untuk calon bupati dan wakil bupati itu sendiri
sejumlah sekitar 126 dari total keseluruhan 676 paslon yang memilih untuk maju
secara independen atau perseorangan. Sedangkan calon walikota dan wakilnya 28 dari
total 144 pasangan yang maju secara independen. Data tersebut sangat menunjukkan
adanya suatu peningkatan dalam pilkada atau calon kepala daerah yang maju sebagai
2
Charles F. Andrian, 1992, Kehidupan Politik dan Pembahasan Sosial, Tiara Wacana, Yogyakarta, h.19.
calon persseorangan atau independen. Bahkan yang seperti diketahui tidak sedikit pula
dari calon perseorangan atau independen yang meraih kemenangan pada pilkada tahun
2015.

Pilkada padatahun 2020, dari total 203 paslon independen yang mendaftar, hanya ada
sekitar 70 paslon yang lolos. ( rumahpemilu.org, https://rumahpemilu.org/ubah-
syarat-calon-perseorangan-di-pilkada/ ) . Ketika calon independen akan mencalonkan
diri dalam pilkada, maka perlu dipikir secara matang dulu, karena tahap administrasi
merupakan suatu tahap penyeleksian yang sangat ketat berpotensi menyebabkan
banyaknya calon independen yang gagal karena tidak sesuai dengan persyaratan yang
sudah ada. Serta dianggap menyalahi aturan atau pasal yang sudah ada yakni UU No.
32 Tahun 2004. Harapannya kedepan persyaratan yang tertuang dalam UU Pilkada
perlu direvisi lagi karena pada hakekatnya kehadiran suatu calon independen sangat
penting sekali sebagai calon pengganti atau alternatif bagi banyak masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Mekanisme Pilkada Calon Independen Secara Langsung

Calon independen atau perseorangan dalam pilkada atau pemilihan kepala daerah
pertama kali muncul pada tahun 2006 sebelum adanya suatu peraturan dari
pemerintah. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya demokrasi dalam pemilihan
kepala daerah, yaitu kebebasan. Seperti yang kita lihat sendiri pilkada pasti di
dominasi oleh paslon yangberasal dari partai politk dengan cara diusung. Dalam hal
ini membuat banyak pihak melakukan suatu tuntutan untuk dilahirkannya peraturan
bagi calon perseorangan atau independen. Maka benar bahwa adanya calon
independen merupakan wujud nyata dari demokrasi itu sendiri. Adanya tebengan yang
kuat dari Undang-Undang sehingga menjadikan calon perseorangan atau independen
sebagai salah satu ide atau gagasan pilihan dalam pilkada. Secara nyata, bisa kita lihat
hal tersebut dapat meningkatkan suatu nilai eksestensi dari calon perseorangan atau
independen itu sendiriPada masa era sebelum reformasi, partisipasi politik dianggap
sebagai sesuatu yang sangat langka. Karena pada dasarnya pusat pusat terjadinya
partisipasi politik yang sangat besar itu sendiri terjadi pada era orde baru dimana
memandang politicus atau politik terkait dengan instabilitas, jadi peran dan fungsi
parpol itu sendiri di minimalisisr. Contohnya dengan dilakukannya fusi parpol atau
penggabungan atau penyerdehanaan suatu partai pada tahun 1973, hanya menjadi 2
parpol serta satu golongan dan perjuangan untuk menerapkan politicus masa
mengambang, agar parpol tidak mengembangkan strukturnya itu ke struktur terkecil
yang ada pada masyarakat. independen yang mendaftar, hanya ada sekitar 70 paslon
yang lolos dalam hal persyaratan.

Seperti yang kita ketahui, banyak perubahan dalam pemilihan kepala daerah yang
sangat beraneka ragam,seperti pilkada dilakukan secara langsung, melalui sistem
perwakilan dimana dipilih oleh DPRD serta kembali lagi pada pilkada secara
langsung. Pada saat ini mekanisme pilkada dilakukan secara langsung oleh setiap
warga atau masyarakat yang telah memenuhi syarat pencoblosan yakni harus berusia
17 tahun. Salah satu hak terbesar yang dimiliki oleh masyarakat adalah dengan
memberikan hak suaranya pada pemilihan kepala daerah yang akan berlangsung.
Seluruh hak politik yang dimiliki oleh masyarakat pindah tangan kepada parpol, maka
dari sini masyarakat sudah tidak memiliki suatu hak apapun ketika sudah memberikan
hak suaranya itu. Guna mengembalikan suatu kedaulatan semula ketangan rakyat,
sistem pemilihan umum perlu dirubah kedalam sistem yang memberikan kebebasan
memilih. Maka dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945,
yang didalamnya ditambahkan sebuah pasal 6 A dan Pasal 22E, Sistem pemilihan
umum, dirubah menjadi pemilihan umum secarra langsung. Adanya calon independen
dalam pilkada secara langsung memberikan peluang bagi kemunculan seorang leader
atau pemimpin yang berasal dari suatu politik arus bawa.

Landasan Hukum Calon Perseorangan Dalam Pilkada

Banyak data mengenai landasan hukum atau acuan hukum untuk calon perseorangan
dalam hal pemilihan kepala daerah. Mengarah pada pasal 18 ayat 4 Undang-Undang
NRI tahun 1945 yang menegaskan bahwa gubernur, bupati serta walikota masing-
masing sebagai kepala suatu pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih
berdasarkan demokrasi. Ketika kita menganalisa demokrasi, bahwa demokrasi sendiri
berasal dari bahasa yunani yaitu demos dan kratos. Demos memiliki arti pemerintahan
sedangkan kratos memiliki arti rakyat. Jadi demokrasi sendiri yaitu pemerintahan
dari,oleh dan untuk rakyat. Dengan inilah kebebasan dari demokrasi yang bisa
melahirkan munculnya kelompok independen. Untuk dasar hukum yang kuat yang
diklaim dapat memunculkan calon perseorangan yakni Undang-Undang No 8 Tahun
2015 mengenai pemilihan kepala daerah. Tahun 2007, MK atau Mahkamah
Konstitusi mengabulkan yudisial review atas Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004
mengenai pemerintahan daerah dengan dikeluarkannya suatu putusan MK Nomor
5/PUU-V/2007 dimana isinya itu membatalkan pasal 59 ayat 1 Undang-Undang
Nomer 32 Tahun 2004 yang menegaskan bahwa calon pemilihan kepala daerah dan
wakilnya itu adalah paslon yang diusulkan atau diajukan secara bersamaan oleh partai
politik atau gabungan dari partai politik itu sendiri. Maka dari itu ketika adanya
putusan dari MK Nomor 5/PUU-V/2007, calon perseorangan atau independen diatur
secara jelas didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 mengenai perubahan ke
dua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang didalamnya membahas tentang
pemerintahan daerah, khususnya mengarah pada pasal 59 ayat ke 1 yang menegaskan
bahwasannya peserta pemilihan kepala daerah dan wakilnya itu adalah : 1.Paslon yang
diusulkan atau diajukan oleh parpol atau gabungan dari partai politik, 2.Paslon
independen yang didorong dan didukung oleh sejumlah masyarakat.

Adanya perubahan kedua Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang kemudian


dituangkan dalam UU No.24 tahun 2008 juga sama telah melakukan suatu revisi
substansial mengenai penyelenggaraan pilkada yang dikhususkan dalam
mengakomodasi hadirnya calon indepeden3. Calon independen atau perseorangan juga
memiliki suatu keterbatasan dalam hal dana, mengingat bahwasannya biaya politik itu
dibutuhkan dalam mengikuti pilkada tidak hanya segelintir biji jagung saja atau tidak
hanya sedikit tetapi butuh biaya yang sangat banyak sekali. Maka dari itu calon
perseorangan yang sesungguhnya di klaim hanya memberikan suatu kesempatan
kepada pengusaha, pemilik modal, atau kepada para pejabat birokrasi sipil/ militer.
Aturan yang jelas sudah tertuang seperti diatas ya jika mau merubah atau
diamandemen berarti akan siap menerima suatu konsekuensi.

Masalah yang Dihadapi Calon Independen


3
Sri Warjiyati, “Calon Independen Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah”, Jurnal Hukum dan Perundangan
Islam Volume 4, Nomor 1, April 2014, h.118
Disetiap tindakan atau perbuatan pasti ada yang namanya resiko. Maka dari itu, kalo
sudah yakin berarti siap mengambil resiko yang akan terjadi kedepan. Dari sini dapat
dianalisa ketika calon perseorangan atau calon independen terpilih menjadi kepala
daerah maka calon perseorangan itu juga harus bisa bagaimana caranya untuk
mengatur keseimbangan suatu kekuasaan dengan anggota legislatif. Karena sebagai
finally atau konsekuesi calon perseorangan dalam hal pilkada tidak mempunyai
dorongan ataupun dukungan dari parpol. Oleh karena itu akan sangat kesulitan
memperoleh dukungan politik didalam lembaga legislatif, Sehingga dalam hal ini
sering terjadi adanya inkonsistensi sikap politik itu sendiri. Contohnya guna menjaga
tatanan keseimbangan kekuasaan, kepala daerah lalu masuk suatu atau diberi kayak
semacam tawaran tertentu untuk menjalankan tatanan dan memimpin parpol tertentu.
Dalam hal ini, kepala daerah yang awalnya calon perseorangan menjadi kehilangan
pandangan dan ideologinya karena secara nyata akan bisa memberikan suatu effect
yang sangat tidak menguntungkan terhadap jalannya roda pemerintahan.

Calon independen atau biasa dikenal dengan sebutan calon perseorangan yang tidak
berasal dari partai politik berarti ia tidak mempunyai suatu kendaraan politik. Padahal
seperti yang kita ketahui calon perseorangan sangat membutuhkan masayangsangat
banyak dan dari sini bagaimana supaya ia mendapatkanmasa yang cukup banyak
melalui perluas jaringan.Tanpa adanya masa calon perseorangan tidak dapat bergerak
guna menghipnotis atau mempengaruhi masyarakat-masyarakat bawah. Permasalahan
lain yang timbul adalah mengenai jumlah paslon perseorangan atau independen yang
akan maju dalam pilkada, dan terjegal pada tahap administrasi karena dianggap tidak
memenuhi suatu persyaratan. Sehingga dari KPU mengenai pilkada serentak yang
terjadi pada tahun 2015 menunjukkan dari 20 paslon atau pasangan calon gubernur
dan wakil gubernur hanya ada 2 paslon yang memilih jalur secara independen. Lalu
untuk calon bupati dan wakil bupati itu sendiri sejumlah sekitar 126 dari total
keseluruhan 676 paslon yang memilih untuk maju secara independen atau
perseorangan. Sedangkan calon walikota dan wakilnya 28 dari total 144 pasangan
yang maju secara independen. Pilkada pada tahun 2020, dari total 203 paslon
independen yang mendaftar, hanya ada sekitar 70 paslon yang lolos. Dari sini bisa
menjadi acuan bahwa jumlah calon independen masih relatif cukup banyak dari tahun-
ketahun. Sebagian yang mendaftar kebanyakan gagal pada tahap administrasi karena
dianggap tidak memenuhi persyaratan yang tertera serta dianggap menyalahi aturan
yakni UU No 32 tahun 2004. Padahal calon independen juga bisa memberikan suatu
perubahan yang nyata ketika nantinya terpilih menjadi seorang pemimpin diwilayah
tertentu

KESIMPULAN
Pilkada atau pemilihan kepala daerah merupakan suatu agenda pokok yang
dilaksanakan setiap 5 tahun sekalihal tersebut dianggap sebagai suatu momen yang
sangat langkah. Pemilihan kepala daerah sendiri dilakukan bersama dengan wakilnya
dimana mencakup gubernur, bupati dan walikota serta dilaksanakan secara langsung.
Apaagi dalam pilkada terdapat calon independen. Calon independen merupakan suatu
calon perseorangan dimana tidak berafiliasi dengan suatu kelompok tertentu atau
dengan parpol manapun. Dalam hal ini mahkamah konstitusi mengeluarkan suatu
keputusan tentang calon perseorangan dalam pilkada atau pemilihan kepala daerah
yang dianalisa sebagai suatu demokrasi dimana menghadirkan suatu kebebasan,
kompetisi ataupun partisipasi, serta mengklaim dan mengatur ulang model monopoli
dalam suatu hal penentuan calon pemimpin harus berasal dari partai politik

Referensi

A. Buku:

 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok HTN Indonesia Pasca Reformasi, PT. Bhuana


Ilmu Populer, Jakarta, 2007.
 L. Sumartini, Money Politics Dalam Pemilihan Umum, Badan Pembinaan
Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta 2004

 Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Miriam Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama Jakarta,
h.408.
 Charles F. Andrian, 1992, Kehidupan Politik dan Pembahasan Sosial, Tiara Wacana,
Yogyakarta, h.19.

B. Jurnal:
 Sri Warjiyati, “Calon Independen Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah”,
Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Volume 4, Nomor 1, April 2014, h.118

C. Buku dengan banyak penulis:

 Noritah Omar, et al., Critical Perspectives on Literature and Culture in the


New World Order, (Cambridge: Cambridge Scholars Publishing, 2010), 9.
 Noritah Omar, et al., Critical Perspectives..., 12.

D. Terjemahan:

 Roger Scruton, Sejarah Singkat Filsafat Modern dari Descartes sampai


Wittgenstein, Terj. Zainal Arifin Tandjung, (Jakarta: PT. Pantja Simpati, 1986),
23.
 Roger Scruton, Sejarah Singkat..., 33.

E. Tesis atau disertasi:

 Yunus Abu Bakar, “Konsep Pemikiran Pendidikan K.H. Imam Zarkasyi dan
Implementasinya pada Pondok Pesantren Alumni”, Disertasi
Doktoral, (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, 2007),
56–97.
 Yunus Abu Bakar, “Konsep Pemikiran Pendidikan...”, 60.

F. Surat Kabar:

 Francis Fukuyama, “Benturan Islam dan Modernitas,” Koran Tempo, Kamis,


22 November 2001.
 “Islam di AS Jadi Agama Kedua,” Republika, Selasa, 10 September, 2002.

G. Wawancara:
Ramli Abdul Wahid, Ketua Dewan Fatwa Al-Jam’iyatul Washliyah di Jakarta, 12
Maret 2013

Anda mungkin juga menyukai