Anda di halaman 1dari 4

2.

1 Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK adalah lembaga independen dan bebas campur
tangan dari pihak lain yang memilki fungsi, tugas dan wewenang yaitu pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyelidikan. Sektor Keuangan yan diwasi oleh OJK ada beragam seperti
Perbankan, Pasar Modal, dan Industri keuangan non-bank. Didalam sektor perbankan Ojk
memilki tugas dan fungsi sebagai berikut:

1. Meyusun ketentuan dan sistem pengawasan bank


2. Melakukan penegakan hukum melalui peraturan yang ada dalam bidang perbankan
3. Melakukan pemebinaan, pemeriksaan, dan pengawaan bank
4. Melakukan pengaturan industri perbankan maupun bank
5. Mengembangkan pengawaan perbankan

Sebelum ada OJK ini pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan itu dilakukan oleh lembaga
yang bernama Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK).
Semenjak dibentuknya OJK, peran Bank Indonesia yang awalnya berfungsi sebagai pengaturan
dan pengawasan bank kini fungsi itu telah diambil alih oleh OJK. Dalam pembentukan OJK ini
diharapkan agar dapat mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan didalam sektor jasa
keuangan secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan
yang unggul secara berkelanjutan juga melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat
mengenai jasa keuangan. OJK melakukan pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor
perbankan, pasar modal dan sektor industri keuangan nonbank.

2.2 Perbankan Syariah

Perbankan syariah adalah sistem keuangan yang didasarkan pada syariah. Kita mengenal syariah
sendiri adalah sebuah hukum islam namun secara itemologi syariah adalah jalan menuju sumber
air yang mana merupakan jalan lurus menuju kesejukan. Banyak orang yang berpindah alih
terjun ke bank syariah baik itu muslim maupun non muslim karena di bank syariah sendiri kita
akan terhindarkan dari berbagai masalah salah satunya riba.
Menurut Daud Vicary dan Abdullah dalam bukunya yang berjudul “Islamic Finance Why It
Makes Sense” yang berisi tentang alasan perbankan syariah itu masuk akal. Karena tiga
karakteristik utama yang masuk akal yaitu bebas dari riba, gharar dan masyir. Prinsip pertama
adalah riba, riba ini merupakan pengembalian atas suatu pinjaman. Kedua, larangan gharar
adalah larangan tipuan atau tindakan yang merugikan orang lain. Ketiga, masyir adalah suatu
transaksi yang menghindar dari yang berbau spekulasi contohnya judi.

Pendapatan bank konvensional itu didapatkan dari selisih bunga pinjaman sementara pendapatan
bank syariah didapat bukan dari bunga melainkan aktivitas pendapatan lainnya seperti:

1. Pendapatan keuntungan dagang


2. Pendapatan sewa
3. Pendapatan komisi
4. Pendapatan bagi hasil

Dari penjelasan di atas bahwa bank syariah adalah suatu bank yang tidak menerapkan sistem
riba, gharar dan masyir. Hal itu disebabkan karena bank syariah menganggap hal tersebut adalah
suatu tidakan yang dilarang oleh Allah SWT. Bank syariah ini bukan bank yang berisi tentang
konsumen yang memeluk agama islam saja, agama non islam pun boleh melakukan simpan
meminjam di bank syariah.

2.3 Badan Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS)

Sebelum membahas BPRS, BPR sendiri merupakan singkatan dari Bank Perkreditan Rakya kini
pada tanggal 12 januari 2023 disahkannya perubahan nama Bank Perkredita Rakyat menjadi
Bank Perekonomian Rakyat sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang
Pengembangan dan Penguatan Sekttor Keuangan (P2SK). Alasan pergantian nama tersebut
dikarenakan masyarakat sering bertanya “kenapa BPR menghimpun dana, menerima simpanan
tabungan dan juga deposito, padahal namanya bank perkreditan” jelasnya. Oleh karena itu
Perbarindo mengusulkan nama menjadi Bank Perekonomia Rakyat. Secara singkat Badan
Perekonomian Rakyat Syariah yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
BPRS juga memilki projek unggulan yang ditawarkan kepada masyarakat. Pertama adalah
tabungan, BPRS memilki 2 jenis tabungan yaitu tabungan Akad Waidah dan Akad Mudharabah.
Kedua, BPRS juga memilki beberapa pembiayaan dengan berbagai jenis akad yang sesuatu
dengan kebutuhan masyarakat. Ketiga, deposito untuk simpanan berjangka yang tentunya
menghasilkan estimasi bagi hasil yang menguntungkan. Dengan hal ini BPRS harus berkerja
sama dengan perbankan syariah atau bank-bank umum syariah.

BPRS dapat didefinisikan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya sama seperti dengan
perbankan syariah. Pada tahun 1992 melalui Undang-Undang Perbankan Nomor Tahun 1992
operasi pada perbankan diperkaya dengan operasi berdasarkan prinsip islam yaitu bagi hasil,
tentu masih banyak di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan di masyarakat tentang perbankan
dengan begitu BPRS hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik itu pembiayaan dan juga
pendanaan.

Adapun materi Peraturan Bank Indonesia terkait tentang batasan minimum maksimum terkait
penyaluran kredit Bank Perekonomian Rakyat Syariah No.31/61/KEP/DIR tanggal 9 juli 1998:

1. Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPN) adalah persentase maksimum realisasi


penyaluran dana terhadap modal bank BPRS yang mencakup pembiayaan dan
penempatan dana BPRS di bank lain.
2. BPRS wajib memperhatikan prinsip kehatian-hatian dan prinsip dalam membuat akad
pembiayaan antara BPRS dengan nasabah penerima fasilitas.
3. BPRS dilarang memberikan penyaluran dana yang mengakibatkan pelanggaran BMPD.
4. Penyaluran dana kepada seluruh pihak terkait diteteapkan paling tinggi 10% dari modal
BPRS.
5. BPRS wajib menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk
penyelesaian pelanggaran BMPD dan atau pelampauan BMPD serta target waktu
penyelesaian

Jadi dapat disimpulkan bahwa BPRS adalah bank perekonomian syariah yang mana bank ini
melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah, namun BPRS ini tidak
memberikan jasa layanan lalu lintas pembayaran. Hal ini karena BPRS sama dengan BPR
konvensional yang mana kegiatannya lebih sempit dengan kegiatan yang ada di bank umum,
dengan demikian BPRS dilarang menerima kegiatan seperti simpanan giro, peransuransian dan
juga kegiatan valas hal ini berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 mengenai
Otoritas jasa Keuangan. Dengan begitu pengaturan dan pengawasan terhadap BPRS itu
dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Anda mungkin juga menyukai