Anda di halaman 1dari 7

DINAMIKA CALON INDEPENDEN DALAM PILKADA

Agung Wijaksono₁, Saichi Gusai, Helmy Rosa


Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadyah Jember

Abstrak
Pemilihan kepala daerah merupakan sesuatu yang sudah tidak terdengar asing lagi dikalangan
masyarakat, dimana dalam dilakukan atau dilaksanakan tiap 5 tahun sekali secara bersama-
sama dalam lingkup nasional. Banyak perubahan dalam pemilihan kepala daerah yang sangat
beraneka ragam,seperti pilkada dilakukan secara langsung, melalui sistem perwakilan dimana
dipilih oleh DPRD serta kembali lagi pada pilkada secara langsung. Pada tahun 2015
dikeluarkanlah peraturan perundang-undangan yang saat ini tetap berlaku yakni Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2015 mengenai pemilihan kepala daerah, secara tidak langsung itu
membuka suatu peluang munculnya calon kepala daerah secara independen. Dalam
penelitian ini membantu untuk mengetahui dan menggali lebih dalam, menganalisis
eksistensi serta untuk mengetahui suatu permasalahan pencalonan independen dalam pilkada.
Dalam penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif dimana melakukan suatu wawancara,
studi literatur yang dijadikan dalam suatu teknik analisis data yang didalamnya terdapat
reduksi data, penyajian data serta lainnya.

Kata Kunci : Pilkada, Calon Independen, Hukum


I. PENDAHULUAN
Pilkada atau yang sering disebut sebagai pemilihan kepala daerah merupakan suatu agenda
pokok yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekalihal tersebut dianggap sebagai suatu momen
yang sangat langkah. Pemilihan kepala daerah sendiri dilakukan bersama dengan wakilnya
dimana mencakup gubernur, bupati dan walikota serta dilaksanakan secara langsung. Dalam
pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan sesuai dengan UUD 1945. Hal tersebut merupakan suatu hal
demokrasi dimana demokrasi itu sendiri memiliki suatu arti dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat, yang kemudian diwujudkan dalam hal pilkada atau pemilihan kepala daerah. Apa
yang ditanam itu yang dituai oeleh rakyat itu sendiri.
Calon independen merupakan suatu calon perseorangan dimana tidak berafiliasi dengan
suatu kelompok tertentu atau dengan parpol manapun. Dalam hal ini mahkamah konstitusi
mengeluarkan suatu keputusan tentang calon perseorangan dalam pilkada atau pemilihan
kepala daerah yang dianalisa sebagai suatu demokrasi dimana menghadirkan suatu
kebebasan, kompetisi ataupun partisipasi, serta mengklaim dan mengatur ulang model
monopoli dalam suatu hal penentuan calon pemimpin harus berasal dari partai politik. Pada
dasarnya seperti yang diketahui bahwa partai politik itu lebih mengutamakan suatu
kepentingan partai atas kepentingan bersama atau nasional dan suatu loyalitas yang
diedukasikan, seperti melebihi batas loyalitas kepada suatu negara, dan loyalitas kepada
partai itu sendiri1. Pada tahun 2015 juga dikeluarkan suatu peraturan perundang-undangan
yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah. Hal tersebut
diklaim dapat memunculkan suatu calon kepala daerah secara independen.
Ketika adanya putusan dari MK Nomor 5/PUU-V/2007, calon perseorangan atau
independen diatur secara jelas didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 mengenai
perubahan ke dua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang didalamnya membahas
tentang pemerintahan daerah, khususnya mengarah pada pasal 59 ayat ke 1 yang menegaskan
bahwasannya peserta pemilihan kepala daerah dan wakilnya itu adalah : 1. Paslon yang
diusulkan atau diajukan oleh parpol atau gabungan dari partai politik, 2. Paslon independen
yang didorong dan didukung oleh sejumlah masyarakat. Calon independen atau perseorangan
yang bukan berasal dari partai politik dapat diartikan bahwa dia mempunyai mesin politik
supaya dapat mengakses pemilih. Dalam UU No 32 tahun 2004 tersebut secara nyata juga
menjelaskan mengenai...

1
Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, h.408.
Didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia terpampang jelas bahwasannya
mengatur bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan suatu kesempatan yang
sama dalam pemerintahan. Hal tersebut sangat sesuai dan selaras dengan konsep ajaran John
Rawls yaitu pakar filsuf politik yang berasal dari Amerika dimana menegaskan semua jabatan
poltik itu terbuka untuk setiap orang atas dasar suatu persamaan hak 2. Jadi kita sebagai warga
negara Indonesia berhak menyalurkan kesempatan kita dalam melakukan pemilihan kepala
daerah secara jujur, pilih sesuai apakata hati jangan apa kata isi dompet.
Dari hasil observasi dimana melakukan suatu wawancara untuk menganalisa data-data yang
ada dalam KPU terkait pilkada yang menggunakan suatu jalur secara independen, maka dapat
dijabarkan data dari KPU mengenai pilkada serentak yang terjadi pada tahun 2015
menunjukkan dari 20 paslon atau pasangan calon gubernur dan wakil gubernur hanya ada 2
paslon yang memilih jalur secara independen. Lalu untuk calon bupati dan wakil bupati itu
sendiri sejumlah sekitar 126 dari total keseluruhan 676 paslon yang memilih untuk maju
secara independen atau perseorangan. Sedangkan calon walikota dan wakilnya 28 dari total
144 pasangan yang maju secara independen. Data tersebut sangat menunjukkan adanya suatu
peningkatan dalam pilkada atau calon kepala daerah yang maju sebagai calon persseorangan
atau independen. Bahkan yang seperti diketahui tidak sedikit pula dari calon perseorangan
atau independen yang meraih kemenangan pada pilkada tahun 2015.
Pilkada padatahun 2020, dari total 203 paslon independen yang mendaftar, hanya ada
sekitar 70 paslon yang lolos. ( rumahpemilu.org, https://rumahpemilu.org/ubah-syarat-calon-
perseorangan-di-pilkada/ ) . Ketika calon independen akan mencalonkan diri dalam pilkada,
maka perlu dipikir secara matang dulu, karena tahap administrasi merupakan suatu tahap
penyeleksian yang sangat ketat berpotensi menyebabkan banyaknya calon independen yang
gagal karena tidak sesuai dengan persyaratan yang sudah ada. Serta dianggap menyalahi
aturan atau pasal yang sudah ada yakni UU No. 32 Tahun 2004. Harapannya kedepan
persyaratan yang tertuang dalam UU Pilkada perlu direvisi lagi karena pada hakekatnya
kehadiran suatu calon independen sangat penting sekali sebagai calon pengganti atau
alternatif bagi banyak masyarakat.

II. Metode Penelitian


. Metode yang digunakan didalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dimana
melakukan suatu wawancara, studi literatur yang dijadikan dalam suatu teknik analisis data
yang didalamnya terdapat reduksi data, penyajian data serta lainnya. Dengan menggunakan
2
Charles F. Andrian, 1992, Kehidupan Politik dan Pembahasan Sosial, Tiara Wacana, Yogyakarta, h.19.
metode ini bisa mendapatkan data yang konkret dan valid, dari informan tertentu yakni pihak
KPU. Dalam hal ini juga guna menguak bagaimana dinamika calon perseorangan atau
indepeden dalam hal pemiliham kepala daerah
III. Studi Kepustakaan
3.1 Penelitian terdahulu

IV. Pembahasan
4.1 Mekanisme Pilkada Calon Independen Secara Langsung
Calon independen atau perseorangan dalam pilkada atau pemilihan kepala daerah pertama
kali muncul pada tahun 2006 sebelum adanya suatu peraturan dari pemerintah. Hal tersebut
menunjukkan bahwa adanya demokrasi dalam pemilihan kepala daerah, yaitu kebebasan.
Seperti yang kita lihat sendiri pilkada pasti di dominasi oleh paslon yangberasal dari partai
politk dengan cara diusung. Dalam hal ini membuat banyak pihak melakukan suatu tuntutan
untuk dilahirkannya peraturan bagi calon perseorangan atau independen. Maka benar bahwa
adanya calon independen merupakan wujud nyata dari demokrasi itu sendiri. Adanya
tebengan yang kuat dari Undang-Undang sehingga menjadikan calon perseorangan atau
independen sebagai salah satu ide atau gagasan pilihan dalam pilkada. Secara nyata, bisa kita
lihat hal tersebut dapat meningkatkan suatu nilai eksestensi dari calon perseorangan atau
independen itu sendiri
Pada masa era sebelum reformasi, partisipasi politik dianggap sebagai sesuatu yang sangat
langka. Karena pada dasarnya pusat pusat terjadinya partisipasi politik yang sangat besar itu
sendiri terjadi pada era orde baru dimana memandang politicus atau politik terkait dengan
instabilitas, jadi peran dan fungsi parpol itu sendiri di minimalisisr. Contohnya dengan
dilakukannya fusi parpol atau penggabungan atau penyerdehanaan suatu partai pada tahun
1973, hanya menjadi 2 parpol serta satu golongan dan perjuangan untuk menerapkan
politicus masa mengambang, agar parpol tidak mengembangkan strukturnya itu ke struktur
terkecil yang ada pada masyarakat. independen yang mendaftar, hanya ada sekitar 70 paslon
yang lolos dalam hal persyaratan.
Seperti yang kita ketahui, banyak perubahan dalam pemilihan kepala daerah yang sangat
beraneka ragam,seperti pilkada dilakukan secara langsung, melalui sistem perwakilan dimana
dipilih oleh DPRD serta kembali lagi pada pilkada secara langsung. Pada saat ini mekanisme
pilkada dilakukan secara langsung oleh setiap warga atau masyarakat yang telah memenuhi
syarat pencoblosan yakni harus berusia 17 tahun. Salah satu hak terbesar yang dimiliki oleh
masyarakat adalah dengan memberikan hak suaranya pada pemilihan kepala daerah yang
akan berlangsung. Seluruh hak politik yang dimiliki oleh masyarakat pindah tangan kepada
parpol, maka dari sini masyarakat sudah tidak memiliki suatu hak apapun ketika sudah
memberikan hak suaranya itu.
Guna mengembalikan suatu kedaulatan semula ketangan rakyat, sistem pemilihan umum
perlu dirubah kedalam sistem yang memberikan kebebasan memilih. Maka dengan adanya
amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang didalamnya
ditambahkan sebuah pasal 6 A dan Pasal 22E, Sistem pemilihan umum, dirubah menjadi
pemilihan umum secarra langsung. Adanya calon independen dalam pilkada secara langsung
memberikan peluang bagi kemunculan seorang leader atau pemimpin yang berasal dari suatu
politik arus bawa.

4.2 Landasan Hukum Calon Perseorangan Dalam Pilkada


Banyak data mengenai landasan hukum atau acuan hukum untuk calon perseorangan dalam
hal pemilihan kepala daerah. Mengarah pada pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Negara
Republik Indonesia tahun 1945 yang menegaskan bahwa gubernur, bupati serta walikota
masing-masing sebagai kepala suatu pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih
berdasarkan demokrasi. Ketika kita menganalisa demokrasi, bahwa demokrasi sendiri berasal
dari bahasa yunani yaitu demos dan kratos. Demos memiliki arti pemerintahan sedangkan
kratos memiliki arti rakyat. Jadi demokrasi sendiri yaitu pemerintahan dari,oleh dan untuk
rakyat. Dengan inilah kebebasan dari demokrasi yang bisa melahirkan munculnya kelompok
independen. Untuk dasar hukum yang kuat yang diklaim dapat memunculkan calon
perseorangan yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah.
Tahun 2007, MK atau Mahkamah Konstitusi mengabulkan yudisial review atas Undang-
Undang Nomer 32 Tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah dengan dikeluarkannya suatu
putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007 dimana isinya itu membatalkan pasal 59 ayat 1 Undang-
Undang Nomer 32 Tahun 2004 yang menegaskan bahwa calon pemilihan kepala daerah dan
wakilnya itu adalah paslon yang diusulkan atau diajukan secara bersamaan oleh partai politik
atau gabungan dari partai politik itu sendiri. Maka dari itu ketika adanya putusan dari MK
Nomor 5/PUU-V/2007, calon perseorangan atau independen diatur secara jelas didalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 mengenai perubahan ke dua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 yang didalamnya membahas tentang pemerintahan daerah, khususnya
mengarah pada pasal 59 ayat ke 1 yang menegaskan bahwasannya peserta pemilihan kepala
daerah dan wakilnya itu adalah : 1.Paslon yang diusulkan atau diajukan oleh parpol atau
gabungan dari partai politik, 2.Paslon independen yang didorong dan didukung oleh sejumlah
masyarakat.
Calon independen atau perseorangan juga memiliki suatu keterbatasan dalam hal dana,
mengingat bahwasannya biaya politik itu dibutuhkan dalam mengikuti pilkada tidak hanya
segelintir biji jagung saja atau tidak hanya sedikit tetapi butuh biaya yang sangat banyak
sekali. Maka dari itu calon perseorangan yang sesungguhnya di klaim hanya memberikan
suatu kesempatan kepada pengusaha, pemilik modal, atau kepada para pejabat birokrasi sipil/
militer. Aturan yang jelas sudah tertuang seperti diatas ya jika mau merubah atau
diamandemen berarti akan siap menerima suatu konsekuensi.
4.3 Masalah yang Dihadapi Calon Independen
Disetiap tindakan atau perbuatan pasti ada yang namanya resiko. Maka dari itu, kalo sudah
yakin berarti siap mengambil resiko yang akan terjadi kedepan. Dari sini dapat dianalisa
ketika calon perseorangan atau calon independen terpilih menjadi kepala daerah maka calon
perseorangan itu juga harus bisa bagaimana caranya untuk mengatur keseimbangan suatu
kekuasaan dengan anggota legislatif. Karena sebagai finally atau konsekuesi calon
perseorangan dalam hal pilkada tidak mempunyai dorongan ataupun dukungan dari parpol.
Oleh karena itu akan sangat kesulitan memperoleh dukungan politik didalam lembaga
legislatif, Sehingga dalam hal ini sering terjadi adanya inkonsistensi sikap politik itu sendiri.
Contohnya guna menjaga tatanan keseimbangan kekuasaan, kepala daerah lalu masuk suatu
atau diberi kayak semacam tawaran tertentu untuk menjalankan tatanan dan memimpin
parpol tertentu. Dalam hal ini, kepala daerah yang awalnya calon perseorangan menjadi
kehilangan pandangan dan ideologinya karena secara nyata akan bisa memberikan suatu
effect yang sangat tidak menguntungkan terhadap jalannya roda pemerintahan.
Calon independen atau biasa dikenal dengan sebutan calon perseorangan yang tidak berasal
dari partai politik berarti ia tidak mempunyai suatu kendaraan politik. Padahal seperti yang
kita ketahui calon perseorangan sangat membutuhkan masayangsangat banyak dan dari sini
bagaimana supaya ia mendapatkanmasa yang cukup banyak melalui perluas jaringan.Tanpa
adanya masa calon perseorangan tidak dapat bergerak guna menghipnotis atau mempengaruhi
masyarakat-masyarakat bawah. Permasalahan lain yang timbul adalah mengenai jumlah
paslon perseorangan atau independen yang akan maju dalam pilkada, dan terjegal pada tahap
administrasi karena dianggap tidak memenuhi suatu persyaratan. Sehingga dari KPU
mengenai pilkada serentak yang terjadi pada tahun 2015 menunjukkan dari 20 paslon atau
pasangan calon gubernur dan wakil gubernur hanya ada 2 paslon yang memilih jalur secara
independen. Lalu untuk calon bupati dan wakil bupati itu sendiri sejumlah sekitar 126 dari
total keseluruhan 676 paslon yang memilih untuk maju secara independen atau perseorangan.
Sedangkan calon walikota dan wakilnya 28 dari total 144 pasangan yang maju secara
independen.
Pilkada pada tahun 2020, dari total 203 paslon independen yang mendaftar, hanya ada
sekitar 70 paslon yang lolos. Dari sini bisa menjadi acuan bahwa jumlah calon independen
masih relatif cukup banyak dari tahun-ketahun. Sebagian yang mendaftar kebanyakan gagal
pada tahap administrasi karena dianggap tidak memenuhi persyaratan yang tertera serta
dianggap menyalahi aturan yakni UU No 32 tahun 2004. Padahal calon independen juga bisa
memberikan suatu perubahan yang nyata ketika nantinya terpilih menjadi seorang pemimpin
diwilayah tertentu

V. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai