Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum

1.1 Definisi Mahasiswa

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di

universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di

perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa. Tetapi pada dasarnya makna

mahasiswa tidak sesempit itu. Terdaftar sebagai mahasiswa di sebuah Perguruan

Tinggi hanyalah syarat administratif menjadi mahasiswa, tetapi menjadi

mahasiswa mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar masalah

administratif itu sendiri.

Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus

tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh

mahasiswa begitu besar. Pengertian mahasiswa tidak bisa diartikan kata per kata,

Mahasiswa adalah Seorang agen pembawa perubahan. Menjadi seorang yang

dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh suatu masyarakat

bangsa di berbagai belahan dunia.

1.2 Peran dan Fungsi Mahasiswa

Sebagai mahasiswa berbagai macam lebel pun disandang, ada beberapa

macam label yang melekat pada diri mahasiswa, misalnya:

1
1. Direct Of Change, mahasiswa bisa melakukan perubahan langsung karena

SDMnya yg banyak

2. Agent Of Change, mahasiswa agent perbahan,maksudnya sdm2 untuk

melakukan perubahan

3. Iron Stock, sumber daya manusia dari mahasiswa itu ga akan pernah

habis.

4. Moral Force, mahasiswa itu kumpulan orang yg memiliki moral yg baik.

5. Social Control, mahasiswa itu pengontrol kehidupan sosial,cntoh

mengontrol kehidupan sosial yg dilakukan masyarakat.

Namun secara garis besar, setidaknya ada 3 peran dan fungsi yang sangat

penting bagi mahasiwa, yaitu :

Pertama, peranan moral, dunia kampus merupakan dunia di mana setiap

mahasiswa dengan bebas memilih kehidupan yang mereka mau. Disinilah dituntut

suatu tanggung jawab moral terhadap diri masing-masing sebagai indidu untuk

dapat menjalankan kehidupan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan moral

yang hidup dalam masyarakat.

Kedua, adalah peranan sosial. Selain tanggung jawab individu,

mahasiswa juga memiliki peranan sosial, yaitu bahwa keberadaan dan segala

perbuatannya tidak hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri tetapi juga harus

membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Ketiga, adalah peranan intelektual. Mahasiswa sebagai orang yang

disebut-sebut sebagai insan intelek haruslah dapat mewujudkan status tersebut

dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti menyadari betul bahwa fungsi dasar

mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan memberikan perubahan

2
yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia miliki selama menjalani

pendidikan.

2.1 Pengertian Obesitas

Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk ( obese )

yang disebabkan penumpukan jaringan adipose secara berlebihan. Jadi obesitas

adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang lebih berat

dibandingkan berat badan idealnya yang disebabkan terjadinya penumpukan

lemak tubuhnya. Sedangkan berat badan berlebih ( overweight ) adalah kelebihan

berat badan termasuk dialamnya otot, tulang, lemak, dan air (Proverawati, 2010 )

Obesitas adalah kondisi kronis di mana terdapat jumlah lemak tubuh

berlebihan. Sejumlah tertentu lemak tubuh diperlukan untuk menyimpan energi,

menginsulasi panas, meredam goncangan, dan fungsi lainnya. Jumlah normal

lemak tubuh (dinyatakan sebagai persentase persentase lemak tubuh) adalah

antara 25% -30% pada wanita dan 18% -23% pada pria. Wanita dan pria yang

memiliki lemak tubuh masing-masing lebih dari 30% dan 25% dianggap

mengalami obesitas ( Kamus kesehatan obesitas, 2014 )

obesitas merupakan dampak ketidakseimbangan energi asupan jauh

melampaui energi dalam jangka waktu tertentu. Banyak sekali faktor yang

menunjang kelebihan ini. Namun, dapat disederhanakan menjadi dua hal, yaitu :

Terlalu banyak makan dan dibarengi terlalu sedikit bergerak. Diet kini makin

terbukti sebagai kontributor utama obesitas pada khususnya dan gangguan

kesehatan menahun pada umumnya ( Arisman, 2011 ).

3
Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui, yaitu obesitas, overweight,

dan obesitas sentral. Obesitas adalah peningkatan lemak tubuh ( body fat ). Cara

pengukurannya akan diterangkan kemudian. Overweight adalah peningkatan berat

badan relative apabila dibandingkan terhadap standar. Overweight kemudian

menjadi istilah yang mewakili “ obesitas “ baik secara klinis ataupun

epivemologis. Sedangkan obesitas sentral adalah peningkatan lemak tubuh yang

lokasinya lebih banyak didaerah abdominal dari pada diaerah pinggul, paha,

ataupun lengan. Penentuan abdominal obesitas sentral ini penting karena

berhubungan dengan adanya resistensi insulin yang merupakan dasar terjainya

sindrom metabolic.

Obesitas penyebabnya multifaktorial, dan berbagai penemuan terbaru yang

berkaitan dengan penyebab obesitas menyebabkan pathogenesis obesitas terus

berkembang. Terjadinya obesitas secara umum berkaitan dengan keseimbangan

energi di dalam tubuh. Keseimbangan energy ditentukan oleh asupan energi yang

berasal dari zat gizi penghasil energi yaitu karbohirat, lemak, protein serta

kebutuhan energy yang ditentukan oleh kebutuhan energi basal, aktifitas fisik, dan

thermic effect of food ( TEF ) yaitu energy yang diperlukan untuk mengolah zat

gizi menjadi energy.

Keseimbangan energi di dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor

baik yang berasal dari dalam tubuh yaitu regulasi fisiologis dan metabolisme

ataupun dari luar tubuh yang berkaitan dengan gaya hidup ( lingkungan ) yang

akan mempengaruhi kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Regulasi fisiologis dan

metabolisme dipengaruhi oleh genetik dan juga lingkungan. Berbagai penelitian

4
menunjukkan bahwa obesitas ( peningkatan lemak tubuh ) ± 70 % dipengaruhi

oleh lingkungan dan ±30 % oleh genetik (Nugraha, dkk. 2009 ).

Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata, namun merupakan dilema

kesehatan yang mengerikan. Obesitas secara langsung membahayakan kesehatan

seseorang ( Proverawati, 2010 ). Obesitas merupakan faktor risiko untuk

terjadinya berbagai penyakit seperti Diabetes Melitus ( DM ), batu empedu,

penyakit kardiovaskuler ( PKV ), hipertensi, osteoarthritis, dan kanker. Tingginya

prevalensi obesitas akan berkaitan dengan tingginya resiko untuk mendapatkan

berbagai penyakit tersebut. (Nugraha, dkk. 2009 ) .

2.2 Gejala Obesitas.

Obesitas umumnya akan menunjukkan sejumlah gejala gangguan. Oleh

timbunan lemak yang sering terjadi adalah gangguan sesak nafas. Hal ini

umumnya disebabkan oleh timbunan lemak berlebihan dibawah diafragma dan

didalam dinding dada yang bias menekan paru-paru. Gangguan sesak nafas

bahkan terjadi meski penderita hanya melakukan aktivitas ringan.

Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan

terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang

hari penderita sering merasa ngantuk. Obesitas bisa menyebabkan berbagai

masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan memperburuk

osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga kadang

sering ditemukan kelainan kulit.

Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif

lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak

5
dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak.

Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di

daerah tungkai dan pergelangan kaki ( Ivanto, 2010 )

obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu :

a. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40 %.

b. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100 %.

c. Obesitas berat : kelebihan berat badan > 100 %.

Obesitas berat ditemukan sebanyak 5 % dari antara orang-orang yang gemuk.

2.3 Pencegahan obesitas.

Untuk penanganan kegemukan berbeda-beda oleh setiap orang. Adapun

beberapa penanganan program pengendalian berat badan adalah sebagai berikut :

a. Monitor diri sendiri

Tanamkan dalam diri untuk selalu hidup sehat dan makan sesuai

kebutuhan tubuh secara teratur.

b. Modifikasi perilaku untuk mempromosikan penurunan atau

mempertahankan berat badan.

c. Biasakan makan dengan gizi yang seimbang

d. Perlunya pendidikan tentang pola makan sehat.

Dasar untuk membiasakan pola makan dengan gizi seimbang adalah

pendidikan. Nilai pendidikan ini ialah mengubah paradigma dan budaya

makan yang semula tidak sehat menuju pola dan budaya makan yang sehat

( Hidayah, 2011 ) .

e. Hindari banyak makan makanan yang tinggi lemak.

6
f. Olahraga secara teratur sehingga lemak dalam tubuh terbakar yang keluar

bersama keringat.

2.4 Pengukuran Obesitas.

Untuk mengetahui adanya obesitas, ada beberapa cara yang dilakukan untuk

menilai berat badan yaitu sebagai berikut :

1. Standar Harvard

Standar Harvard atau baku Harvard merupakan standar yang dibuat

berdasarkan perhitungan yang sangat sulit yang sangat teliti sehingga

diperoleh beberapa kategori berat badan seperti sehat, ideal, maupun gemuk

sehat.

2. Standar Metropolitan Life Insurance Company.

Standar ini dilakukan untuk mengetahui berat badan sehat dalam

menentukan status gizi dan kesehatan. Standar ini dapat dipakai untuk

mengetahui berat badan ideal orang dewasa diatas 25 tahun, baik pria

maupun pria. Seseorang dikatakan gemuk bila berat badannya lebih dari 10

% berat badan maksimal ( angka terbesar ).

3. Pengukuran Lipatan lemak bawah kulit.

Metode pengukuran lipatan lemak bawah kulit memerlukan keterampilan

dan alat ukur khusus sehingga hal ini biasanya dilakukan oleh seorang ahli.

Penilaian kegemukan dilakukan dengaan cara mengukur ketebalan lemak

dibawah kulit yang terletak dibagian belakang lengan atas ( triceps ).

Dikatakan kegemukan bila ketebalan lebih dari 15 mm pada pria dan 25 mm

pada wanita.

7
4. Indeks Massa Tubuh ( IMT ).

IMT atau BMT ( body Massa Indeks ) merupakan suatu pengukuran

dengan menghubungkan atau membandingkan antara berat badan dengan

tinggi badan ( Proverawati, 2010 ).

Indeks Massa Tubuh ( kg/m²) didapatkan dengan cara sebagai berikut :

IMT ( Indeks Massa Tubuh ) = Dibawah ini tabel klasifikasi berat badan

berdasarkan Indeks Massa Tubuh ( IMT ) untuk orang dewasa :

KLASIFIKASI IMT ( kg/m² )

Berat badan kurang < 18,5

Berat badan normal 18,50-22,9

Berat badan lebih ≥ 23

Beresiko ( pra obese ) 23 – 24,9

Obese I 25 – 29,9

Obese II ≥ 30

( Fitriyani, 2009 ).

5. Pengukuran Lingkar Perut.

Pengukuran lingkar perut paling tepat untuk menetukan obesitas sentral.

Pinggang diukur pada titik tersempit, sedangkan pinggul diukur pada titik

yang terlebar. Kemudian, ukuran pinggang dibagi dengan ukuran pinggul.

Gemuk pada pria pada umumnya seperti apel ( android ). Lemak banyak

disimpan didaerah pinggang dan rongga perut. Sedangkan wanita

8
menyerupai buah pir ( gynecoid ), dimana penumpukan lemak terjadi

didaerah bawah tubuh, seperti pinggul, pantat, dan paha.

Gemuk yang berbentuk apel lebih berbahaya dibandingkan gemuk yang

berbentuk pir. Yang berbahaya adalah timbunan lemak di dalam rongga perut,

yang disebut obesitas sentral. Obesitas sentral lebih sering dikaitkan dengan

komplikasi metabolic dan pembuluh darah ( kardiavaskuler ), sehingga Nampak

pengukuran lingkar pinggang lebih member arti dibandingkan bila menggunakan

indeks massa tubuh ( IMT ). Adanya timbunan lemak di perut tercermin dari

meningkatnya lingkar perut ( Proverawati, 2010 ).

2.5 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Obesitas

1. Kebiasaan Makan

Adanya kebiasaan makan yang berbeda pada orang yang mengalami obesitas.

Obesitas sering dijumpai pada orang yang senang masak atau bekerja di dapur. Di

samping itu juga dijumpai pada orang yang memiliki gejala suka makan pada

waktu malam. Ini biasa menyertai insomnia dan hilangnya nafsu makan pada

waktu pagi hari. Ada orang yang beranggapan bahwa semua orang gemuk adalah

orang yang suka makan. Ternyata beberapa peneliti menunjukkan bahwa orang

gemuk tidak makan lebih banyak dibanding orang kurus. Bahkan terkadang orang

kurus menyatakan sudah makan banyak tetapi tetap kurus. (Misnadiarly, 2007).

9
a. Konsumsi Energi

Cadangan energi dalam tubuh cukup tersedia maka tubuh akan menerima

beban kerja. Energi diperoleh dari pembakaran karbohidrat, lemak dan protein

dengan oksigeen. Agar tubuh dapat menyediakan oksigen dalam jumlah cukup,

maka salah satu cara yang dapat dikerjakan adalah melakukan aktivitas fisik

seperti olahraga yang teratur. Saat aktivitas tinggi dan zat gizi yang diperlukan

kurang dari kebutuhan maka dalam waktu yang lama akan mengakibatkan

keadaan gizi kurang. Begitu sebaliknya jika terjadi konsumsi yang berlebihan,

sedangkan aktivias fiik kurang maka yang terjadi adalah keseimbangan positif

yang pada akhirnya akan menyebabkan gizi lebih, kedua keadaan tersebut

merugikan tubuh terutama pada saat seseorang menerima beban kerja dengan

konsumsi pangan dan akivitas fisik merupakan factor yang saling terkait untuk

meningkatkan kemampuan tubuh dalam menghadapi beban kerja. (Purwati,

2000). Dalam ilmu gizi diketahui bahwa energi yang dibutuhkan manusia

dihasilkan oleh tiga zat gizi mikro yaitu : karbohidrat, lemak dan protein. Satu

gram karbohidrat menghasilkan 9 kilo kalori. (Soekirman, 2000).

Kebutuhan energi bagi anak ditentukan oleh metabolisme basal, umur,

aktivitas fisik, suhu lingkungan, serta kesehatannya dan efek dinamik khusus

makanan (Specific Dynamic Action, SDA), zat-zat gizi yang terkandung disebut

mikronutrien dan terdiri dari protein, lemak dan karbohidrat. Dianjurkan supaya

jumlah energi yang diperlukan didapat dari 50-60% karbohidrat, 25-35% lemak,

sedangkanselebihnya 10-15% protein, akan tetapi jangan melupakan kebutuhan

energi berbeda-beda secara individual. (Soetarjo, 1990).

Awal masa sekolah merupakan periode pertumbuhan yang relatif tetap

10
yang berakhir pada pertumbuhan cepat pada umur 10 tahun (untuk anak

perempuan) dan sekitar 12 tahun (untuk anak laki-laki) pertumbuhan berat badan

selama periode ini adalah 3-3,5 kg per tahun dan pertambahan tinggi badan kira-

kira 6 cm dalam 1 tahun. (Suyono, 1986).

b. Konsumsi

Protein Protein disebut zat pembangun karena berperan dalam

pertumbuhan sel-sel baru, perbaikan jaringan tubuh dan pembentukan hormon,

antibodi serta enzim manusia. Protein juga dapat menjadi zat perusak jika

dikonsumsi berlebihan. Protein memerlukan pencernaan yang lebih lama dari

pada zat pati karena harus diuraikan terlebih dahulu menjadi komponen asam

amino yang lebih mudah diserap oleh tubuh. Protein diklasifikasikan sebagai

protein hewani (daging dan ikan), laktoprotein (telur dan susu), dan protein nabati

(kacang-kacangan dan polong-polongan).

Masyarakat masih menganggap jika protein hewani merupakan sumber

protein yang vital bagi manusia karena mengandung asam amino yang lengkap

dibandingkan dengan sumber protein yang lain. Pemahaman dan informasi yang

kelirudi masyarakat tentang protein juga sering menyesatkan konsumen. Misalnya

dengan diet tinggi protein atau konsumsi pil-pil suplemem asam amino seperti

banyak yang dilakukan oleh atlet. Kelebihan protein tidak dapat membentuk otot,

melainkan protein akan menjadi lemak. Pembentukan otot hanya dapat dicapai

melalui olahraga khusus yang dilakukan secara teratur. (Gunawan, 2001).

11
2. Aktivitas Fisik

Akivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang

mengakibatkan pengeluaran energi. Akivitas fisik terdiri dari aktivitas selama

bekerja, tidur dan pada waktu senggang (akivitas formal dan non formal). Setiap

orang melakukan akivitas fisik untuk bertahan hidup. Banyaknya variasi antara

individu satu dengan lainnya tergantung pada gaya hidup perorangan dan faktor

lainnya. Untuk menjaga kesehatan diperlukan adanya keseimbangan antara

makanan sumber energi yang harus dikeluarkan hanya untuk mengeluarkan sisa-

sisa tersebut. (Gunawan, 2001).

3. Faktor Genetik

Keluarga yang orang tuanya juga gemuk cenderung mempunyai kebiasaan

makan yang berlebihan, dan diturunkan ke anaknya. (Pritasari, 1990).

4. Status Sosial Ekonomi

Berkaitan dengan gaya hidup, sikap, dan perilaku. Di Indonesia, orang

cenderung salah kaprah mengasosiakan gemuk adalah baik. Anak harus gemuk,

montok, baru bilang anak yang sehat. Jika anak tidak gemuk, seolah-olah hal

tersebut merupakan kegagalan dari ibu yang notabene penyandang tugas

pengasuhan anak. Jadi tujuan makan bergeser dari memenuhi kebutuhan anak

menjadikan anak gemuk. Maka cara-cara instan seperti mengkonsumsi susu

khusus bahkan mengkonsumsi makanan cair sebagai pengganti susu atau .

(http://beingmom.org/index.php/2008/08/02/150)

12
a. Pekerjaan Orang Tua (Ibu)

Ibu yang bekerja membawa peluang bagi dirinya untuk meninggalkan

anaknya dirumah yang berarti tanpa disadari pekerjaan ibu melebihi perhatian

terhadap kesehatan anaknya. Ada beberapa motivasi seorang ibu ingin bekerja di

luar rumah, namun lebih banyak disebabkan karena ingin menambah pendapatan

keluarga. Sebagai akibat dari suasana ini maka ketika ibu bekerja di luar rumah,

secara jelas akan memberi dampak terhadap jumlah waktu bersama keluarga.

(Sunardjo, 1989).

b. Tingkat Pendidikan Orang Tua (Ibu)

Tingkat pendidikan merupakan suatu unsur yang penting bagi sumber

pribadi seseorang. Salah satu unsur penting bagi seseorang yang erat kaitannya

dengan kemampuan dari orang tersebut. Untuk dapat berperan serta dalam aspek

sosial kemasyarakatan dan pembangunan adalah pendidikan. (Sajogyo, 1983).

Pendidikan formal maupun non formal sangat mempengaruhi proses

pengambilan keputusan seseorang ke arah perubahan, sehingga semakin tinggi

pendidikan seseorang akan lebih tinggi pula kesadaran dan kesehatan anaknya.

(Sajogyo, 1983).

c. Pendapatan Per Kapita Keluarga

Meningkatnya pendapatan perorangan terjadilah perubahan dalam susunan

makanan. Namun pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak

terjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. (Suhardjo, 1992).

Pendapatan dapat menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain

(pendidikan, perumahan, kesehatan). Orang miskin akan membelanjakan sebagian

besar pendapatannya untuk makanan, sedangkan yang kaya sudah tentu akan lebih

13
kurang jumlah tersebut. Semakin tinggi pendapatan maka semakin bertambah

besar pula persentase pertumbuhan pembelanjaan termasuk buah-buahan dan

sayur-sayuran. (Berg, 1986).

d. Pengetahuan Tentang Obesitas

Pengetahuan pada umumnya dapat membentuk sikap tertentu dalam diri

seseorang dan mempengaruhi tindakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Demikian pula tingkat pengetahuan gizi yang tinggi dapat membentuk sikap yang

positif terhadap masalah gizi. Pada umumnya akan mendorong untuk

menyediakan makanan sehari-hari dalam jumlah kualitas yang mencukupi gizi

anak. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan orang tua belum

maksimal dimana masih sebagian orang yang belum mengetahui pengertian

obesitas secara defenisi. Tindakan yang dilakukan orang tua dalam upaya

mengatasi obesitas pada anak usia sekolah dasar adalah sangat bervariasi, mulai

dari mengatur pola makan anak, olahraga, juga menerapkan program diet. Orang

tua khususnya, diharapkan mampu menjadi contoh yang baik untuk anak dari

perilaku konsumsi makan, aktivitas tubuh atau olah raga.

(http://beingmom.org/index.php/2008/08/02/150).

5. Lingkungan

Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi

gemuk. Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk

adalah simbol kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung

untuk menjadi gemuk. Selama pandangan tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor

eksternal maka orang yang obesitas tidak mengalami masalah psikologis

14
sehubungan dengan kegemukan. Mengetahui faktor penyebab kegemukan maka

menemukan penyebab mengapa berat badan tidak kunjung susut.

(http://beingmom.org/index.php/2008/08/02/150)

6. Pola Makan

Pola makan adalah gambaran tentang jenis, sumber dan jumlah bahan

makanan yang dikonsumsi setiap hari yang sudah merupakan kebiasaan yang

berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. (Suhardjo, 1992).

Pola makan anak terdiri dari tiga kali makan utama (pagi, siang, malam) dan

dua kali makanan selingan (snack). Waktu memberikan makanan selingan adalah

diantara dua waktu makan, tepatnya di antara waktu makan pagi dan makan siang

serta di antara makan siang dan makan malam. Waktunya jam 10 pagi dan jam 4

sore. Porsi makanan selingan adalah 60 - 100 g. Dari sisi nutrisi, makanan kecil

harus melengkapi kebutuhan gizi utama anak. Seperti protein sebagai zat

pembangun, karbohidrat dan lemak sebagai sumber tenaga, vitamin dan mineral

untuk menjaga serta memelihara kesehatan tubuh. Menu menu makan anak harus

mengandung nutrisi yang seimbang. Seperti zat tenaga, pembangun, dan zat

pengatur. (Wikipedia, 2009).

B. Tinjauan Umum Tentang Pola Makan Terhadap Kejadian Obesitas.

Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya kelebihan asupan

energy ( energy intake ) dibandingkan dengan yang diperlukan ( energy

expenditure ) oleh tubuh sehingga kelebihan asupan energy tersebut disimpan

dalam bentuk lemak. Makanan merupakan sumber dari asupan energy. Di dalam

15
makanan yang akan diubah menjadi energy adalah zat gizi penghasil energy yaitu

karbohidrat, protein, dan lemak. Apabila asupan karbohidrat, protein, dan lemak

berlebih, makan karbohidrat akan disimpan sebagai glikogen dalam jumlah

terbatas dan sisanya lemak., protein akan dibentuk sebagai protein tubuh dan

sisanya lemak, sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh memiliki

kemampuan menyimpan lemak yang tidak terbatas.

Obesitas terjadi disebabkan banyak faktor. Faktor utamanya adalah

ketiakseimbangan asupan energy dengan keluarnya energi. Di Indonesia, akibat

dari perkembangan teknologi dan social ekonomi terjadi perubahan pola makan

dari pola tradisional ke pola makan ala barat seperti fast food yang banyak

mengandung lemak, kalori, dan karbohirat.

Berasarkan data market size beberapa sector industri di indonesia ( SWA 01/

111/FEBRUARI 2008 ) pada tahun 2008 pertumbuhan industri makanan di

indonesia mencapai 19,4 % hal ini mengindikasikan bahwa konsumen makanan

fast food semakin meningkat setiap tahunnya. Dari data survey ACNielsen online

customer tahun 2007 mendapatkan hasil bahwa 28 % masyarakat indonesia

mengkonsumsi fast food minimal satu kali seminggu 33 % diantaranya

mengkonsumsi saat makan siang. Tidak mengherankan jika Indonesia menjai

Negara ke 10 yang paling banyak masyarakatnya mengkonsumsi makanan fast

food ( Dwi A, 2012 )

16
Pola makan terdiri atas :

1. Frekuensi makan

Ukuran atau porsi makan yang terlalu berlebihan juga dapat memiliki banyak

kalori dalam jumlah banyak dibandingkan dengan apa yang dianjurkan untuk

orang normal untuk konsumsi sehari-harinya. ( Proverawati, 2010).

Pola makan yang tidak terkendali biasa menyebabkan lambung, usus, dan

system percernaan setiap saat berada dalam kondisi tegang. Selain itu, berbagai

macam organ tubuh pun menjadi sulit dirawat atau bahkan tidak terawat karena

kelebihan beban dan muatan. Makanan yang berlebihan inilah yang akan merusak

tubuh dan otak.

Hasil penelitian ilmu gizi menemukan bahwa setelah makan berlebih, zat

yang disebut “ factor pertumbuhan tunas sel serat “dalam otak akan bertambah

banyak. Jika makan berlebihan berlangsung lama, pasti dapat menyebabkan

arteriosclerosis ( pergeseran pembuluh nadi ), serta muncul gejala penurunan

inteligensi dan penuaan dini pada otak. Selain itu, kekenyangan dalam jangka

lama juga bias menimbulkan penyakit lambung ( Hidayah, 2011 )

Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang

dikonsumsi setiap kali makan. Dalam mengkonsumsi makanan haruslah seimbang

dengan kebutuhan remaja/dewasa yang di sesuaikan dengan umur. Frekuensi yang

telah di standarkan oleh Depkes dimana anjurkan makan satu hari untuk rata-rata

remaja/dewasa secara umum orang Indonesia dengan energy 2550 kkl dan protein

60 bagi laki-laki dan bagi perempuan energy 1900 dan proteinnya 50 ( Budi,

2012)

17
2. Jenis makanan

Banyak opini yang berkembang di masyarakat mengenai keyakinan yang

dianut dalam pemilihan jenis makanan seperti asumsi bahwa nasi menggemukkan

sehingga menghindari makan utama tapi memilih lebih banyak makan makanan

kecil karena rasanya enak, padahal sebagian besar makanan kecil tersebut

umumnya tinggi kandungan lemak atau karbohidrat sederhana dan mempunyai

densitas energy yang tinggi sehingga jumlah kalori yang masuk dapat lebih besar,

dengan kandungan protein dan serat yang rendah (Fatimah, 2009 ).

Pemilihan makanan juga penting diperhatikan, makanan dan minuman yang

meningkatkan selera umumnya memiliki densitas energi cukup tinggi, seperti

makanan selingan yang dianggap sebagian orang bukan makan dan tidak

diperhitungkan member sumbangan besar terhadap kegagalan program diet.

Pemilihan makanan selingan yang rendah kalori dan tinggi serat akan membantu

mengendalikan selera makan, mengontrol respon radikal bebas yang umumnya

diproduksi lebih tinggi akibat pembakaran energy. Kedisiplinan makan pada

makanan utama hendaknya tidak dilakukan secara drastic, tetapi penurunan

energy bertahap (Fatimah, 2009 ).

Makanan cepat saji cenderung mengandung sedikit serat, tetapi tinggi gula,

sehingga kadar gula darah akan naik dengan cepat ( Proverawati, 2010 ). Pada

umunya, ketika makan, sebagian orang hanya mementingkan rasa makanan dan

tidak memperhatikan keseimbangan gizinya. Akibatnya , makanan yang

dikonsumsi menyebabkan berbagai penyakit

Menururut Teo dan Im ( 2009 ), tidak semua makanan yang baik itu cocok

bagi semua orang. Sebab, hal ini tergantung pada keadaan jasmani

18
seseorang.mengenai itu, perlu diketahui, system darah tidaklah statis dan mudah

berubah-ubah dari hari ke hari tergantung jenis makanan yang dikonsumsi.

3. Kebiasaan Makan

Penderita obesitas cenderung lebih responsive bila dibandingkan dengan

orang yang berat badannya normal, terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa

dan bau makanan, atau waktunya untuk makan. Penderita obesitas cenderung

makan bila ia merasa ingin makan, bukan pada saat ia lapar. Pola makan berlebih

akan menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari kondisi kegemukan atau

obesitas, hal ini disebabkan mereka tidak memiliki control diri dan motivasi yang

kuat untuk mengurangi berat badan mereka.

Obesitas terjadi karena ketiakseimbangan antara jumlah makanan yang

masuk dan keluar, serta kurang mengoptimalkan energi yang tersedia. Pola makan

makanan cepat saji juga dapat mempercepat tingkat obesitas. Penelitian

membuktikan bahwa orang yang makan direstoran cepat saji secara teratur atau

lebih dari dua kali dalam satu minggu memiliki perbedaan bermakna antara empat

sampai lima kilogram berat badannya bila dibandingkan dengan orang-orang yang

tidak makan di restoran cepat saji.

Makanan cepat saji seperti burger, ayam goreng, dan kentang goreng dapat

menyebabkan kegemukan atau obesitas secara cepat, hal ini disebabkan jenis-jenis

makanan tersebut mengandung tinggi lemak, garam, dan juga kalori secara

keseluruhan ( Proverawati, 2010)

Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu

makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma

19
makan pada malam hari). . Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana

seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak

diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya

kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari,

adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang

berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari. . Kurangnya aktivitas fisik

kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka

kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak

aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi

makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan

mengalami obesitas ( Taufan, 2012 ).

20
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Teori

Gambar 3.1

Kerangka Teori

Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Obesitas

Pola Makan

Faktor yang mempengaruhi Obesitas:


Kebiasaan Makan
Aktivitas Fisik Kejadian Obesitas
Faktor Genetik
Status Sosial Ekonomi
Lingkungan

Sumber : Modifikasi dari Berg, 1986; Gunawan, 2001; Mc Laren, 1973; Purwati

2000; Pritasari, 1990; Suharjo, 1992; sunarjho, 1989

Keterangan :

Diteliti

Tidak Diteliti

21
B. Kerangka Konsep

Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Obesitas Pada

Mahasiswa Tingkat III Prodi S1 Keperawatan

Stikes Mercubaktijaya Padang

Variabel Dependen Variabel Independent


Pola Makan Kejadian Obesitas

C. Hipotesa

Ha : Ada hubungan antara pola makan dengan kejadian obesitas pada

Mahasiswa Tingakat III Prodi S1 Keperawatan Stikes Mercubaktjaya

Padang

22
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ialah observasional dengan rancangan

deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pola makan dengan

kejadian obesitas pada Mahasiswa Di Stikes Mercubaktijaya Padang.

B. Waktu dan tempat penelitian

1. Waktu.

Penelitian dilakukan pada bulan September sampai dengan Oktober 2015.

2. Tempat penelitian.

Penelitilian ini dilakukan di Stikes Mercubaktijaya Padang

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Tingkat III Prodi S1

Keperawatan Stikes Mercubaktijaya Padang

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Mahasiswa yang obesitas di Prodi S1

Kepearawatan Tingkat III Stikes Mercubaktijaya Padang. Jumlah sampel

pada penelitian ini adalah 10 orang dengan menggunakan purposive

sampling, yaitu dengan memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang

dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik

23
populasi yang dikenal sebelumnya. Adapun kriteria sampel penelitian

sebagai berikut :

a. Kriteria inskluasi

1) Mahasiswa yang bersedia untuk diteliti.

2) Mahasiswa yang dapat diajak berkomunikasi.

3) Mahasiswa yang sehat jasmani dan rohani.

b. Kriteria eksklusi

1) Mahasiswa yang tidak bersedia untuk diteliti.

2) Mahasiswa yang tidak dapat diajak berkomunikasi.

3) Mahasiswa yang tidak sehat jasmani dan rohani.

3. Cara pengambilan sampel.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling yakni dengan

cara keseluruhan tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota

populasi.

D. Pengumpulan data

1. Cara pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemberian kuesioner yang dibuat

oleh peneliti.

2. Instrument pengumpulan data

Instrument adalah alat pengukur data yang digunakan penelitian.

Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian kuesioner skala guttman

24
yang ada pada kuesioner peneliti, yakni skala pengukuran dengan jawaban ya

atau tidak.

3. Jenis dan sumber data.

a. Data Primer

Adalah data-data yang diperoleh langsung dari Mahasiswa yang mengalami

obesitas dengan menggunakan lembar kuesioner yang telah disiapkan oleh

peneliti.

b. Data Sekunder.

Data yang diperoleh dari dokumen-dokumen seperti buku, catatan-catatan

yang sifatnya tertulis yang dapat menunjang proses penelitian yang diperoleh

dari bagian yang terkait dengan penelitian.

E. Pengolahan data

Prosedur pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai

berikut:

1. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data memeriksa

kesinambungan data dan meneliti kelengkapan jawaban.

2. Koding.

Untuk memudahkan pengolahan data, semua jawaban perlu disederhanakan

dengan cara memberikan simbol-simbol tertentu pada setiap jawaban.

3. Tabulasi.

Setelah data terkumpul dan tersusun, selanjutnya data di- kelompokkan

dalam satu tabel menurut sifat-sifat pengelompokan- nya atau sesuai peneliti.

25
4. Penetapan Skor

Setelah data terkumpul dan kelegkapannya diperiksa, kemudian dilakukan

tabulasi yang diperoleh dari pengisisan kuesioner oleh responden.

F. Definisi Operasional.

Untuk memudahkan dalam menganalisis masing-masing variabel, maka

perlu dilakukan defenisi operasional variabel independen yaitu :

1. Obesitas.

Terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan pada responden yang dinilai

dengan indikator berat badan dan tinggi badan berdasarkan Indeks Massa

Tubuh ( IMT ).

Kriteria objektif :

Ya : Jika indeks massa tubuh ≥ 25

Tidak : Jika indeks massa tubuh < 25

2. Pola makan.

Pola makan dalam penelitian ini adalah jenis ( kelompok makanan ),

kebiasaan makan, dan frekuensi makanan yang dikonsumsi oleh responden

setiap hari yaitu makanan yang mengandung lemak tinggi, pengawet,

penyedap, dan kolesterol.

Kriteria objektif :

Ya : Jika pola makan tidak teratur

Tidak : Jika pola makan teratur.

26
3. Frekuensi makan

Ukuran (jumlah makan ) atau porsi makan yang dikonsumsi sehari-hari oleh

responden.jumlah waktu makan dalam sehari, meliputi makanan lengkap

( full meat) dan makanan selingan ( snack). Makanan lengkap biasanya

diberikan tiga kali sehari (makan pagi, makan siang dan makan

malam), sedangkan makanan selingan biasa diberikan antara makan pagi dan

makan siang, antara makan siang dan makan malam ataupun setelah makan

malam. Frekuensi makan di suatu institusi berkisar antara tiga hingga enam

kali sehari tergantung dari biayaan tenaga kerja yang tersedia. Waktu makan

terdiri dari makan pagi, selingan pagi, makan siang, selingan, makan malam

serta selingan malam.

Kriteria objektif :

Ya : jika frekuensi makan banyak ( > 3 kali sehari ).

Tidak : jika frekuensi makan sedikit ( < 3 kali sehari ).

4. Jenis makanan

pengkategorian makanan berdasarkan pada hitungan kalori, waktu makan

dan cara pengolahan (masak). Makanan terbagi atas 2 jenis yaitu makanan

ringan yaitu makanan yang dimakan sebagai selingan dan makan utama yang

memenuhi kebutuhan kalori tubuh sehari-hari. Makanan ringan atau snack

adalah makanan yang dikonsumsi untuk selingan di sela-sela makan utama.

Makanan utama terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk hewani dan nabati,

sayur dan buah, dan minuman. Sedangkan makanan ringan atau snack terdiri

dari snack basah dan snak kering maupun yang berkuah.

Kriteria objektif :

27
Ya : jika jenis makanan mengandung lemak tinggi dan sering makan

makanan ringan / selingan ( snack ).

Tidak : jika jenis makanan tidak mengandung lemak tinggi dan t idak

sering makan makanan ringan / selingan ( snack ).

5. Kebiasaan makan.

Kebiasaan yang dilakukan oleh responden pada saat makan. Kebiasaan

makan lebih personal dan terbentuk berdasarkan selera dan ketersediaan

makanan di tingkat rumah tangga.

Kriteria Objektif :

Ya : Jika kebiasaan makan tidak teratur.

Tidak : Jika kebiasaan makan teratur.

28
G. Instrument Penelitian

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner

yaitu sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden, kuesioner telah disediakan denagan pernyataan

tertutup yang nantinya akan diisi oleh responden

H. Analisa Data

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat dilakukan untuk melihat distribusi tiap variable

independen yaitu tpola asuh anak balita serta variable dependen yaitu status gizi

ank balita.

F
P= x 100%
N

Keterangan:

P = Nilai Presentasi Rujukan

F = Jumlah Jawaban Yang Benar

N = Jumlah Soal

(Budiarto, 2002)

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variable

independen dan variable dependen dengan menggunakan uji statistic Chi Square

Test dengan ketentuan sebagai berikut : variable dikatakan berhubungan jika X2

hitung > X2 tabel dengan signifikan < 0,05 dengan menggunakan rumus :

29
2
(O−E)
x =∑
2
E

Keterangan:

X2 = Uji Chi-square

∑ = Jumlah baris dan kolom

O = Nilai yang diamati

E = ekspektasi atau nilai yang diharapkan

(Arikunto, 2002)

30

Anda mungkin juga menyukai